Aborsi Yang Aman Dan Efektif Dari segi medis, kehamilan dapat diakhiri bila dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih. Teknologi aborsi yang aman dan efektif mampu menurunkan kematian dan kesakitan yang berkaitan dengan aborsi. Tindakan aborsi yang aman secara medis dilakukan dengan cara: 1. Penyedotan (Aspirasi vakum)',2,4 Aspirasi vakum terbukti merupakan teknik aborsi yang paling aman untuk evakuasi kehamilan pada trimester pertama, baik digunakan untuk aborsi yang diinduksi maupun untuk perawatan aborsi yang tidak lengkap. Aspirasi vakum merupakan teknik yang digunakan pada sebagian besar induksi aborsi di negara maju. WHO menganjurkan aspirasi vakum menjadi prosedur pilihan untuk evakuasi kehamilan pada trimester pertama, dan menetapkan aspirasi vakum dalam pelayanan obstetrik yang harus disediakan oleh semua Rumah Sakiitingkat ~jukan pertama. Pengakhiran kehamilan dengan teknik aspirasi vakum dilakukan dengan menggunakan alat tabung khusus (kanula) yang dimasukkan ke dalam rahim melalui seNiks dan vagina. Hal ini bisa dilakukan tanpa anastesi umum tetapi suntikan anti nyeri sering dilakukan pada bagian se~iks. Bila aspirasi dilakukan dengan tangan atau Manual Vakum Aspiration (MVA), kehamilan disedot dengan menggunakan syringe khusus, jika tidak bisa dilakukan dengan tenaga listrik. Aspirasi vakum manual hanya memerlukan obat analgetik ringan atau blok parase~ikal sehingga menurunkan risiko
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Aborsi Yang Aman Dan Efektif
Dari segi medis, kehamilan dapat diakhiri bila dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah terlatih.Teknologi aborsi yang aman dan efektif mampu menurunkan kematian dan kesakitan yang berkaitandengan aborsi. Tindakan aborsi yang aman secaramedis dilakukan dengan cara:1. Penyedotan (Aspirasi vakum)',2,4 Aspirasi vakum terbukti merupakan teknik aborsi
yang paling aman untuk evakuasi kehamilan padatrimester pertama, baik digunakan untuk aborsi yangdiinduksi maupun untuk perawatan aborsi yang tidak lengkap. Aspirasi vakum merupakan teknikyang digunakan pada sebagian besar induksi aborsi di negara maju.WHO menganjurkan aspirasi vakummenjadi prosedur pilihan untuk evakuasi kehamilanpada trimester pertama, dan menetapkan aspirasi vakum dalam pelayanan obstetrik yang harusdisediakan olehsemua Rumah Sakiitingkat ~jukan pertama.Pengakhiran kehamilan dengan teknik aspirasivakum dilakukan dengan menggunakan alat tabungkhusus (kanula) yang dimasukkan ke dalam rahimmelalui seNiks dan vagina. Hal ini bisa dilakukantanpa anastesi umum tetapi suntikan anti nyerisering dilakukan pada bagian se~iks. Bila aspirasi dilakukan dengan tangan atau Manual VakumAspiration (MVA), kehamilan disedot dengan menggunakan syringe khusus, jika tidak bisadilakukan dengan tenaga listrik. Aspirasi vakum manual hanya memerlukan obat analgetikringanatau blok parase~ikal sehingga menurunkan risiko anastesi, dan mengurangi kebutuhan akan rawatinap serta biaya, baik bagi pasien ataupun institusi.Aspirasi vakum adalah suatu tindakan sederhana.aman, dan hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit, biasanya dilakukan diklinik atau di praktikdokter di negara yang menganggap aborsi dengan aspirasi vakum tidak melanggar hukum. Cara aborsi
ini kurang menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan cara dilatasi dan kuretase.Di beberapa tempat, aspirasi vakum dipakai untuk induksi menstruasi bagi ibu yang terlambat datang bulan. Ini disebut sebagai pengaturan menstruasiatau menstrual regulation.Pengelupasan dan Pengeluaran (dilatasi dan kuretase)',2,4.5Walaupun aspirasi vakum mempunyai kelebihan dansegi keamanan tetapi, dilatase dan kuretase tetapmerupakan metode yang paling banyakdigunakanuntuk aborsi dan perawatan di negara berkembang.Kehamilan diakhiri dengan cara melepaskan dan mengeiuarkan jaringan dari rahim dengan menggunakan alat kuret yaitu, alat berbentuksendok kecil yang dibuat khusus untuk rahim. Alatkurettersebut lebih besar dari kanula dan tajam.maka mulut rahim harus dibuka terlebih dahulu. Di
rumah sakit tersier, dokter biasanya rnelaksanakan telah dilatasi dan kuretase di kamar bedah dengananastesi umum atausedatif, dan aborsi dengan caraini, minimal wanita menginap satu malam di rurnahsakit. Kebutuhan logistik tersebut rnembatasi penyediaan pelayanan aborsi, di samping mernbutuhkan pelayanan tingkat tinggi dan hargamahal yang sebenarnya tidakperlu. Sehingga. penggunaan teknik dilatasi dan kuretase yangsudah lama, secara terus-menerus dapatmemperburuk masalah aborsi yang tidakaman.Tetapi penyedia pelayanan aborsi di negara berkembang tetap bergantung pada teknikdilatase dan kuretase dengan beberapa alasan, alasan utamanya adalah kurangnya akses terhadapteknologi aspirasi vakum elektrik. Adanya suatu prosedur alternatif yang dapat digunakan secaraluas untuk meningkatkan aksesibilitas pelayananaborsi yangaman bagi wanita di daerah terpencil di seluruh dunia. Salah satu teknologi tersebutadalah Aspirasi Vakum Manual (AVM). Dan
penggantian dilatasidengan AVM akan memperluas jumlah lokasi penyediaan pelayanan yangmemungkinkan pelayanan aborsi rawat jalansehingga akan meningkatkan akses bagi wanita dansangat mengurangi kebutuhan sumber dayakesehatan
3. Obat-obatanl.2.4Saat ini beberapa jenis obat-obatan digunakan oleh dokter untuk aborsi. Obat-obatan tersebutmenyebabkan rahim berkontraksi danmengeluarkan kehamilan. Cara pemberian obat- obatan di atas, ada dengan cara diminum,disuntikkan ataupun dimasukkan kedalam vagina. Penggunaan obat yang tepat untuk aborsi,kemungkinan akan lebih aman daripada harusmemasukkan sesuatu aiat ke dalam rahirn, yang kemungkinan besar dapat menyebabkan ke~sakanrahim ataupun infeksi. Obat-obatan yang biasa digunakan secara medisyaitu: a. Mifepriston (RU486 atau French pil) adalah obataborsi yang bekerja dengan cara rnencegahimplantasi blastokis pada rahim, atau mencegah kehamilan bila implantasinya sempurna. Penggunaan RU486 merupakansebuah prosedur aborsi awal trimester pertarna yang sekarang banyak digunakan di Prancis dan
disetujui untuk diperkenalkan di lnggris. Obat ini diberikan dalam suatu program khusus di klinik ataupun di RS di mana wanita bisadipantau terus-menerus terhadap komplikasiyang timbul dan segera mendapatkan perawatanbila diperlukan. Dua hari kemudian, diberikan jenis obat yang kedua, seperti misopristol.Sehingga proses aborsi menjadi tuntas. Penggunaan RU486 sendiri rnemiliki efektivitassebesar87%, dan efektivitasnya meningkat
menjadi96% bila dikombinasikan dengan prostaglandin. Meskipun pengetahuan tentangRU486 terus berkembang, perspeMi pengguna atau syarat penyediaan pelayanan metode ini,tidak banyak diketahui di negara berkembang.Yang harus segera dilakukan adalah penelitian tentang akseptabilitas dan kelayakanpenyediaan RU486 di berbagai negara danlingkungan budaya. b. Misopristol adalah jenis obat-obatan yangdigunakan untukulkus gastritis dan digunakan dengan mifepristone atau obat lain untuk aborsi.Obat itu sendiri sudah bisa digunakan untukmernulai proses aborsi, tetapi biasanya proses aborsi tidak bisa tuntas, sehingga wanitapemakainya harus mendapatkan perawatankhusus untukmenghentikan perdarahan.Misopristol dirnasukkan ke dalam vagina, tidak diminum.c. Methotrexate adalah suatu obat anti kanker yang digunakan bersarna dengan rnisopristoluntuk aborsi. Obat inimempunyai efek samping yang berbahaya bagi wanita, yaitu bila tidakmenyebabkan aborsi maka dapat menimbulkan cacat bawaan yang serius pada bayi.Sampaisaat ini belum banyak diketahui bagaimana penggunaan obat ini secara aman, terutama didaerah yang tidak memiliki fasilitas peralatan kedokteran yang modern.d. Prostaglandin, biasanya dilakukan pada kehamilan yang lebih12 minggu. Zat inidisuntikkan ke dalarn rahim dan setelah beberapa waktu (biasanya16 jam)rnenghasilkan kontraksi kuat dari rahirn, seperti persalinan kecil,
setelah beberapa jamrnenyebabkan keguguran. Di antara waktupenyuntikan dan aborsi biasanya timbulmual-mual dan demam karena efek samping
prostaglandin. Sedangkan rasa tidakmenyenangkan dan nyeri bisanya memerlukan analgetik.
ABORSI YANG TlDAK AMAN Aborsi yang tidak aman adalah aborsi yangdilakukan oleh orang yang tidak terlatihlkompetensehingga menimbulkan berbagai komplikasi bahkan kematian. Ada beberapa ciri abortus yang tidak amanyaitu: membahayakan (dilakukan sendiri atau oleh orang yang tidakterlatihkompeten. pengetahuan yang rendah(tidakdiberitahu atau tidak mau tahu), kurang fasilitas (tidak memenuhi standar pelayanan medis), biayameningkat (karena komplikasi yang timbul dan statusilegal), keterlambatan (risiko meningkat), sikap masabodoh petugas kesehatan, tidak diteruskan dengankontrasepsi pasca aborsL3 Aborsi yang tidak aman biasa dilakukan dengancara: memasukkan benda asing (ranting kayu, kabel. ramu-ramuan, bahan kimia dll) ke dalam vagina danrahim, meminum obat-obatan dan ramu-ramuantradisional secara berlebihan, melakukan kekerasan fisik pada tubuh seperti memukul-mukul tubuh ataumenjatuhkan diri. Hal ini bisa menyebabkan kecacatan dan perdarahan dalam tubuh, tetapi mungkin tidakmenyebabkanab~rsi.~.~.~ induksi aborsi yang dikerjakan dengan cara tidakaman adalah penyebab tunggal kematian wanita yangterbesar, tetapi sebenarnya dapat dicegah.Wanitatidakseharusnya meninggal atau menanggung konsekuensimedik akibat aborsi, karena aborsi tidak membunuhwanita. Di antara seluruh penyebab utama kematian ibu, penyebab kematian karena aborsi merupakan sebab yang paling jelas.'
DAMPAK DAN KOMPLIKASI ABORTUS WHO memperkirakan dampak aborsi yang tidak
amansetiap tahun diseluruh dunia terjadi 20 juta kasus dan 70.000 wanita meninggal (resiko kematianmeningkat 100-500 kali, satu di antara8 kematian ibu akibat oleh aborsi yang tidak arnan). lndonesiamerupakan negara yang memiliki Angka Kematian lbu (AKI) yang tertinggi di antara negara-negara di Asia Tenggara. Menurut Suwei Demografi dan Kesehatanlndonesia (SDKI) pada tahun 2002-2003, AKI dilndonesia di~erkirakan sekitar 30711 00.000 kelahira
hidup. Angka ini sangat tinggi dibandingkan negaraMalaysia dengan AKI sebesar 471100.000 keiahiran hidup. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) tahun 2001, di lndonesia aborsi merupakanpenyebab kematian ibu yang ke lima sebesar 5%. sama dengan partus lama. Sedangkan penyebabkematian ibu yang tertinggi secara berturut-turut yaitu perdarahan (30°'), eklampsia (253&), infeksi (12%),Komplikasi masa puerpureum(8%). Banyak ahli berpendapat bahwa angka aborsi tersebut dipastikanmasih sangat rendah karena aborsi gelap merupakanmasalah yang sen~itif.',~."' Abortus juga menimbulkan banyak kerugian padawanita, seperti: kerugian waktu, stress psikologis. kerugian biaya dan beban individual yang lebih besar.Dalam keluarga, anak yang tidak memiliki ibu mungkinmerupakan kondisi yang paling menyedihkan. Setiaptahun diperkirakan1 juta anak meninggal menyusulkematian ibu mereka (WHO, 2003). Anak-anak dengan ibu yang telah meninggal kurang mendapat perhatiandan perawatan dibandingkan dengan yang memiliki iSu yang masih hidup. Kesehatan ibu dan kualitaspelayanan kesehatan yang buruk menyebabkan bayi yang dikandung dan dilahirkan rawan masalahke~ehatan.',~.~,~ Selain itu, kematian ibu berpengaruh terhadapkesejahteraan keluarga dan masyarakat. Ketikaseorang ibu meninggal, permasalahan tidak berhenti. karena satu atau lebih anak rnenjadi piatu, denganimplikasi sosial dan ekonomi yang berrnakna, seperti penghasilan keluarga berkurang atau hilang sama
sekali. Saat ini jumlah perempuan yang bekerjasemakin banyaksehingga kontribusi mereka terhadap kesejahteraan keluarga juga mengalami peningkatan. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung membelanjakan penghasiian mereka untukmeningkatkan kesejahteraan keluarga dengancira membeli makanan tambahan, perawatan kesehaten,peralatan sekolah, dan pakaian untuk anak-anakn~a.~ Selain besarnya kerugian secara individual.perawatan komplikasi aborsi menimbulkan beban yang berat bagi sistem kesehatan di negara berkembang.Hal ini dapat mengkomsumsi hingga 50% anggaran rumah sakit. Ironisnya, b~aya pelayanan kegawatdaruratan untuk mengatasi kegagalan atau komplikasi aborsi jauhlebih besar daripada biaya untukmelakukan ratusan lebih aborsi yang arnan secera medik.c4)
Kematian hanyalah salah satu dari sekian banyakdampakdari aborsi yang tidak aman. Walaupun 1010sdari kematian, wanita mungkin saja menderitakomplikasi yang serius. Komplikasi aborsi dapat beruparefleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah. penurunan detak jantung (bradikardia) sampai hentijantung, komplikasi infeksi termasuk penyakit radangpanggul, kelainan pembekuan darah, perdarahan, perforasi rahim, sepsis, trauma se~iks yang seringmenyebabkan kerusakan fisik yang menetap.kesakitan kronis, infertilitas dan kelainan psikologis,~.2.3.~.5.6Semakin tua usia kehamilan, aborsi semakin berbahaya bagi wanita. Angka kematian dan komplikasijuga meningkat. Jika aborsi dilakukan sebelum rningguke-10 atau ke-12 hanya2% wanita mengalami komplikasi. Jika aborsi dilakukan pada minggu 12-15.perdarahan akan rneningkat menjadi 5% dan demam 4% dari aborsi tersebut. Selain itu juga ada masalahbila aborsi dilakukan pada minggu 10-19 kehamilan, karena dapat rnerusakfungsi leherrahim, tetapi jarang terjadi4
DAFTAR PUSTAKA
Burns A, Lovich R. 2000. Bahaya aborsi dan komplikasi aborsi. Sandi Nieman, editor. Dalam judul Pemberdayaan Wanita dalam Bidang Kesahatan. Yayasan essential medica. Penerbit AND1 Yogyakarta: p. 343-369.
Coeytaux F, Leonard A, Bloomer C. 1997. Aborsi. Koblinsky M. Timyan J. Gay J, editors. Dalam judul Kesehatan Wanita Sebuah Parspektif Global, Gajah Mada University Press. Yogyakarta: p. 193-207.
Djaja. Sarimawar. Editor. 2002. Kebijakan dalam Kesehatan Reproduksi. Penerbit JaringanEpedamiologi Nasional (JEN) dan Four Fondation (ff). Jakarta:p. 16, 25. 27.
http:/hgweb01.bkkbn.go.id/hgweb/ceria/kw2kehamilan.html Cerita Remaja Indonesia. Situs lnformasi Kesehatan Seksual.
http://www.ui.ac.id/indonesia/main.php?hlm=berita&id=2005-04-07%2016:14:O9 Universitas Indonesia. Make every mother and Child
llewllyn Derek. Jones. 1997. Keluarga Berancana dan atau Pangendaiian Kehamilan. Dalam Setiap Wanrta, Buku Panduan Lengkap tentang Kesehatan, Kebidanan dan Kandungan, Penerbit PustakaDelapratasa. Jakarta: p. 139-146.
Indonesia. Departemen kesehatan, 2000. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Masalah Kesehatan. Jakarta: Majalah triwulan I. Juli:p. 1.
Indonesia. Departemen kesehatan, 2003 Himpunan Peraturan Perundang-undangan Kesehatan: UU No.23 Tahun 1992. Jakarta. Koperasi Sakunder Bakti Husada: p. 10.
Taber Ben-zion, 1994. Abortus. Alih Bahasa. Teddy Supriadi;Johannes Gunawan. Kapita SelektaKedaruratan Obstetridan Ginekoiogi. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta: p. 67-71.
Wijnjosastro. Hanifa editor. 1992. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan, llmu Kebidanan. Edisi 3. Cetakan 2. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodiharjo. Jakarla: p. 302-312.
Ipi80513
Komplikasi
Komplikasi biasanya bergantung kepada tehnik yang digunakan dalam melakukan
tindakan abortus, dimana semakin invasif tindakan maka komplikasi yang ditimbulkan
akan semakin besar, berikut komplikasi yang dapat timbul:1,2,3,4
a. Perforasi
Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan
terjadinya perforasi dinding uterus, yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, atau ke
kandung kemih. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan lebih dahulu dengan seksama
pada awal tindakan. Bahaya perforasi ialah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi
perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan
mengamati-amati keadaan umum, nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunnya
hemoglobin, dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda
bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi dengan segera.
b. Luka pada serviks uteri
Apabila serviks masih kaku dan dilatasi dipaksakan, maka dapat timbul sobekan
pada serviks uteri yang perlu dijahit Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka
akibat yang segera timbul ialah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada
serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timbulnya inkompetensi
serviks.
c. Pelekatan dalam kavum uteri (Sindrom Asherman)
Merupakan sindrom post aborsi dengan adanya perlengketan rongga endometrium
(adhesi) yang ditandai dengan amenore post aborsi. Dalam melakukan kerokan secara
sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi
jaringan miometrium jangan sampai terkerok, karena hal itu dapat mengakibatkan
terjadinya perlekatan dinding kavum uteri di beberapa tempat. Sebaiknya kerokan
dihentikan pada suatu tempat apabila pada tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak
begitu lembut lagi.
d. Perdarahan
Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada mola hidatidosa ada bahaya
perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi darah dan
sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kasa ke dalam uterus dan vagina.
e. Infeksi
Apabila syarat-syarat asepsis dan antisepsis diindahkan, bahaya infeksi tidak besar
dan bisa dicegah. Aborsi dilakukan diawal kehamilan memiliki risiko lebih rendah resiko
morbiditas dan mortalitasnya jika dibanding umur kehamilan yang lebih lanjut ini
karenakan faktor ukuran janin dalam kandungan. Di Amerika Serikat, 88% dari aborsi
dilakukan pada usia kehamilan 13 minggu atau kurang, 97% dari aborsi dilakukan dengan
menggunakan metode bedah aborsi medisinalis pada usia awal kehamilan, dan sekarang
beberapa tempat melaporkan lebih dari 50% dari protokol aborsi medis adalah disaat usia
trimester pertama.5
Hampir tidak ada kontra indikasi mutlak yang diketahui adapun jika ada kontra
indikasi aborsi yang memberikan resiko medis untuk pasien, maka kelanjutan dari
kehamilan akan memberikan resiko yang lebih besar maka tetap lebih dipilih untuk
menyelamatkan sang ibu dibandingkan melanjutkan kehamilan. Namun beberapa keadaan
menjadi kontra indikasi baik bagi aborsi medisinalis maupun tindakan invasif lainya
misalnya pada pasien dengan gangguan pembekuan darah, penyakit hati yang berat,
penyakit ginjal, penyakit jantung, dan penggunaan steroid kronis. Pada pasien yang tidak
memiliki akses kelayanan darurat dan tidak ada keluarga/kerabat yang bertanggung jawab
atas pasien. Pada pasien dengan ketidakstabilan hemodinamik, anemia berat, atau
trombositopenia berat tidak dianjurkan melakukan aborsi dengan metode pembedahan.
Adanya riwayat operasi sesar juga menjadi pertimbangan namun beberapa literatur
mengatakan aman untuk tetap melakukan abortus. Tindakan abortus buatan tidak terlepas
dari kemungkinan timbulnya komplikasi, antara lain: dapat terjadi refleks vagal yang
menimbulkan muntah-muntah, bradikardia (penurunan detak jantung), dan cardiac arrest
(henti jantung), Rahim robek. Serviks (leher rahim) robek yang biasanya disebabkan oleh
alat (instrumen) perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan hasil pembuahan,
lnfeksi dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi dan adanya kelainan pembekuan darah.5
I. Penatalaksanaan Paska Abortus
Observasi Post-abortus di rumah sakit
Pasca abortus pasien jarang pernah membutuhkan perawatan inap. Paska abortus
pasien di observasi selama 30 menit perhatikan tanda vital, perdarahan dan jika ada nyeri
perut yang tidak biasa maka lakukan pemeriksaan. Jika pasien memiliki kondisi medis yang
memerlukan rawat inap. maka indikasi untuk rawat inap untuk kondisi yang harus
dilakukan. Pasien dengan komplikasi medis dari abortus kehamilan seperti perforasi
dirawat sesuai dengan perawatan yang diperlukan. Evaluasi awal dengan tes serial
hemoglobin, pemeriksaan terhadap tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, dan
ultrasonografi dapat diulangi membantu menentukan diagnosis. Seorang pasien dengan
suhu tubuh meningkat baik setelah insersi laminaria atau langsung pada periode pasca
operasi harus dievaluasi untuk dehidrasi, reaksi obat, infeksi, dan sepsis. Evaluasi intra
uterin juga dapat membantu menentukan kelengkapan prosedur perawatan post abortus.
Profilaksis dengan pemberian antibiotik spektrum luas diberikan selama minimal 24 jam.
Pasien dengan hasil tes kehamilan positif 3-4 minggu postabortus harus dievaluasi untuk
neoplama trofoblas gestasional. Perawatan dari segi psikis sangat diperlukan terutama
karena pasien dengan abortus biasanya mengalami depresi, dimana dengan konseling dan
perawatan psikologi diharapkan pasien dapat menerima konsekwensi dari keputusan dan
meningkatkan kepercayaan diri dan memperbaiki stabilitas emosional. Dianjurkan untuk
segera melakukan kontrasepsi yang disesuaikan dengan keadaan pasien, mengingat resiko
untuk kehamilan selanjutnya.5
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. 2002. p 795-807.
2. Lane, Maiden. Aborsi Di Indonesia. Dalam Kesimpulan. Guttmacher Institute.New York. 2008. p 1- 6.
3. Studdeford, William Emery,MD. The Common Medical Indication For Therapeutic Abortion. Bellevue Hospita1.1950. p 1-18.
4. Bazmi, Shabnam,MD. Comparative Study of Therapeutic Abortion. Department of Forensic Medicine.Tehran University of Medical Sciences. Iran. P 1-8.
5. Trupin,Suzanne R,MD. Elective Abortion. Women And Healt Practice. Clinical Professor Of Obsterti and Gynecology. Universiti of Illionis.2010. p 1-7
KOMPLIKASI 3,4,6,8
1. Kematian segera (Immediate Death)
a. Vagal refleks, tanda utama sesak nafas, vagal refleks terjadi oleh karena karbon, serta
intervensi instrument atau penyuntikan cairan secara tiba-tiba yang mana cairan
tersebut dapat terlalu panas atau terlalu dingin.
b. Emboli udara/lemak
Emboli udara yang terjadi beberapa jam setelah tindakan, dimungkinkan udara yang
masuk dalam uterus tertahan di dalam sampai terjadi separasi plasenta yang membuka
pembuluh darah sehingga memungkinkan masuknya udara ke dalam sirkulasi. Adanya
muleus plug dapat menjelaskan mengapa udara dalam uterus tidak dapat keluar melalui
mulut rahim.
Dosis dari udara yang dapat mematikan dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya
keadaan umum korban dan kecepatan masuk udara ke dalam tubuh. Pada umumnya
jumlah udara yang dapat menyebabkan kematian minimal 100 ml, walaupun secara
eksperimental udara yang dapat menyebabkan kematian berkisar antara 10 ml sampai
480 ml.
c. Perdarahan lebih jarang dijumpai bila dibandingkan dengan kedua hal tersebut.
Gambar 9. Seorang perempuan yang meninggal karena mengalami emboli udara akibat
aborsi provokatus dengan menggunakan Higginson syringe. (dikutip dari kepustakaan
9)
2. Kematian tidak begitu cepat/ lambat ( Delayed death )
a. Emboli cairan
b. Perdarahan
c. Septikemia
d. Peritonitis generalisata
e. Infeksi lokal/ toxemia
f. Tetanus
3. Kematian Paling Lambat ( Remote Death)
a. Sepsis : tercium bau busuk dari vagina (foetor), demam tinggi,gemetar.
b. Gagal ginjal akut
c. Jaundice dan renal suppression
d. Endocarditis bacterial
e. Pneumoni, empyema, meningitis
Komplikasi Aborsi
Komplikasi yang dapat terjadi karena aborsi adalah1 :
1. Perdarahan (hemorrhage)
2. Perforasi : sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga
yang tidak ahli seperti bidan dan dukun.
3. Infeksi dan tetanus
4. Gagal ginjal akut
5. Syok, pada abortus dapat disebabkan oleh:
- Perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik
- Infeksi berat atau sepsis disebut syok septik atau endoseptik
6. DIC (Disseminated Intravaskular Coagulation)
Komplikasi dari post abortus berkembang menjadi 3 bagian besar11 :
a) Evakuasi yang inkomplit dan atonia uterus yang menyebabkan komplikasi
perdarahan. Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa – sisa
hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena
perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
b) Infeksi
Sebenarnya pada genitalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan
flora normal. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua. Pada
abortus septik, virulensi bakteri tinggi dan infeksi menyebar ke perimetrium tuba,
parametrium dan peritonium.
c) Kerusakan organ-organ
Pustaka
1. Cunningham, Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC, 951-964.
Metode-Metode Aborsi dan Efek Sampingnya
Trimester Pertama
Metode Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan
metode penyedotan. Teknik inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan
usia dini. Mesin penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam
rahim lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini mengakibatkan
tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta) dari dinding rahim. Hasil
penyedotan berupa darah, cairan ketuban, bagian-bagian plasenta dan tubuh janin
terkumpul dalam botol yang dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan
kehati-hatian dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari
robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan hebat
yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim. Peradangan dapat terjadi
dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa plasenta atau bagian dari janin yang
tertinggal di dalam rahim. Hal inilah yang paling sering terjadi yang dikenal dengan
komplikasi paska-aborsi.1
Metode D&C - Dilatasi dan Kerokan
Dalam teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk
memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong berkeping-keping
dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari dinding rahim. Darah yang hilang
selama dilakukannya metode ini lebih banyak dibandingkan dengan metode
penyedotan. Begitu juga dengan perobekan rahim dan radang paling sering terjadi.
Metode ini tidak sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita
dengan keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya
menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya dinding rahim
yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing. 1
Keterangan gambar:
Alat kuret dimasukkan ke dalam rahim untuk mulai mengerok janin, ari-ari, dan air ketuban dari
rahim.
PIL RU 486
Masyarakat menamakannya "Pil Aborsi Perancis". Teknik ini menggunakan
2 hormon sintetik yaitu mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi
menginduksi kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani
dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan kunjungan
sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan pertama, wanita hamil tersebut
diperiksa dengan seksama. Jika tidak ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok
berat, penyakit asma, darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat
mengakibatkan kematian pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486. 1,2
Kerja RU 486 adalah untuk memblokir hormon progesteron yang berfungsi
vital untuk menjaga jalur nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini,
maka janin tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada
kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita hamil ini
diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya misoprostol, yang
mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan membuat janin terlepas dari rahim.
Kebanyakan wanita mengeluarkan isi rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di
klinik, tetapi 30% dari mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di
kendaraan umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu
hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu setelah
pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah berlangsung. Jika
belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen dari seluruh kasus). Ada
beberapa kasus serius dari penggunaan RU 486, seperti aborsi yang tidak terjadi
hingga 44 hari kemudian, pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa
sakit hingga kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan
beberapa lainnya mengalami serangan jantung. Efek jangka panjang dari RU 486
belum diketahui secara pasti, tetapi beberapa alasan yang dapat dipercaya
mengatakan bahwa RU 486 tidak saja mempengaruhi kehamilan yang sedang
berlangsung, tetapi juga dapat mempengaruhi kehamilan selanjutnya, yaitu
kemungkinan keguguran spontan dan cacat pada bayi yang dikandung. 1,2
Suntikan Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU 486, hanya saja obat ini
disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya digunakan untuk menekan
pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus kanker, dengan menetralisir asam
folat yang berguna untuk pemecahan sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan
pesat trophoblastoid - selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan
cikal bakal plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai 'sistim penyanggah
hidup' untuk janin yang sedang berkembang, mengambil oksigen dan nutrisi dari
darah calon ibu serta membuang karbondioksida dan produk-produk buangan
lainnya, tetapi juga memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin),
yang memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon
progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahim dan keguguran. 1,2,3
MTX menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi
dan menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka janin
menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan ke dalam kelamin
wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari rahim. Terkadang, hal ini
terjadi beberapa jam setelah masuknya misoprostol, tetapi sering juga terjadi
perlunya penambahan dosis misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan
menggunakan suntikan MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita
hamil itu akan mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam
sebuah studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat gugur
kapan saja - di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di supermarket, dsb.
Wanita yang kedapatan masih mengandung pada kunjungan ke klinik aborsi
selanjutnya, mau tak mau harus menjalani operasi untuk mengeluarkan janin itu.
Bahkan dokter-dokter yang bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk
memberikan suntikan MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek
samping yang terjadi terkadang tak dapat diprediksi. 1,2,3
Efek samping yang tercatat dalam studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit,
diare, penglihatan yang menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi
sumsum tulang belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit paru-
paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan keras bahwa
MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa kasus artritis dan
psoriasis, "kematian pernah dilaporkan pada orang yang menggunakan MTX", dan
pabrik itu menyarankan agar hanya para dokter yang berpengalaman dan memiliki
pengetahuan tentang terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX.
Meski para dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping
MTX dan mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses
aborsi, dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi yang
digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun walau MTX digunakan
dalam dosis rendah. 1,2,3
Trimester Kedua
Metode Dilatasi dan Evakuasi
Metode ini digunakan untuk membuang janin hingga usia 24 minggu.
Metode ini sejenis dengan D&C, hanya dalam D&E digunakan tang penjepit
(forsep) dengan ujung pisau tajam untuk merobek-robek janin. Hal ini dilakukan
berulang-ulang hingga seluruh tubuh janin dikeluarkan dari rahim. Karena pada usia
kehamilan ini tengkorak janin sudah mengeras, maka tengkorak ini perlu
dihancurkan supaya dapat dikeluarkan dari rahim. Jika tidak berhati-hati dalam
pengeluarannya, potongan tulang-tulang yang runcing mungkin dapat menusuk
dinding rahim dan menimbulkan luka rahim. Pendarahan mungkin juga terjadi. Dr.
Warren Hern dari Boulder, Colorado, Amerika Serikat, seorang dokter aborsi yang
sering melakukan D&E mengatakan, hal ini sering membuat masalah bagi
karyawan klinik dan menimbulkan kekuatiran akan efek D&E pada wanita yang
menjalani aborsi. Dokter Hern juga melihat trauma yang terjadi pada para dokter
yang melakukan aborsi, ia mengatakan, "tidak dapat disangkal lagi, penghancuran
terjadi di depan mata kita sendiri. Penghancuran janin lewat forsep itu seperti arus
listrik." 1,2,3
Keterangan : Tang penjepit dan alat sedot tengah dimasukkan ke dalam rahim untuk menghancurkan
janin.
Metode Racun Garam (Saline)
Caranya ialah dengan meracuni air ketuban. Teknik ini digunakan saat
kandungan berusia 16 minggu, saat air ketuban sudah cukup melingkupi janin.
Jarum disuntikkan ke perut si wanita dan 50-250 ml (kira-kira secangkir) air
ketuban dikeluarkan, diganti dengan larutan konsentrasi garam. Janin yang sudah
mulai bernafas, menelan garam dan teracuni. Larutan kimia ini juga membuat kulit
janin terbakar dan memburuk. Biasanya, setelah kira-kira satu jam, janin akan mati.
Kira-kira 33-35 jam setelah suntikan larutan garam itu bekerja, si wanita hamil itu
akan melahirkan anak yang telah mati dengan kulit hitam karena terbakar. Kira-kira
97% dari wanita yang memilih aborsi dengan cara ini melahirkan anaknya 72 jam
setelah suntikan diberikan. Suntikan larutan garam ini juga memberikan efek
samping pada wanita pemakainya yang disebut "Konsumsi Koagulopati"
(pembekuan darah yang tak terkendali diseluruh tubuh), juga dapat menimbulkan
pendarahan hebat dan efek samping serius pada sistim syaraf sentral. Serangan
jantung mendadak, koma, atau kematian mungkin juga dihasilkan oleh suntikan
saline lewat sistim pembuluh darah.
Keterangan : Jarum suntik ditusuk hingga mencapai air ketuban. Jarum ini kemudian
menyedot dari sedikit air ketuban keluar, lalu diganti dengan larutan racun garam.
Urea
Karena bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai
adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan biasanya harus
dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau prostaglandin agar dapat mencapai
hasil maksimal. Gagal aborsi atau tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam
menggunakan metode ini, sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti
teknik suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah pusing-
pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada trimester kedua
adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan kecil hingga perobekan rahim.
Antara 1-2% dari pasien pengguna metode ini terkena endometriosis/peradangan
dinding rahim. 1,2,3
Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon yang diproduksi secara alami oleh tubuh
dalam proses melahirkan. Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air
ketuban memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar
sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama sekali.
Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih dahulu ke cairan ketuban
untuk memastikan bahwa janin akan lahir dalam keadaan mati, karena tak jarang
terjadi janin lolos dari trauma melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan
hidup. Efek samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari ari-ari
yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma rahim karena dipaksa
melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim. 1,3
Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan secara normal, karena janin dikeluarkan
lewat jalan lahir. Aborsi ini dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32
minggu, mungkin juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang
penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan forsep itu.
Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali kepalanya). Pada saat ini, janin
masih dalam keadaan hidup. Lalu, gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk
menusuk kepala bayi itu agar terjadi lubang yang cukup besar. Setela itu, kateter
penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang hancur lalu
dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin yang lebih dahulu
ditarik keluar. 1,2,3
Histerektomi (untuk kehamilan trimester kedua dan ketiga)
Sejenis dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan
kimia yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan
dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban dikeluarkan.
Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang membuat satu pertanyaan
bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang membunuh bayi ini? Metode ini
memiliki resiko tertinggi untuk kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi
perobekan rahim. Dalam 2 tahun pertama legalisasi aborsi di kota New York,
tercatat 271,2 kematian per 100.000 kasus aborsi dengan cara ini. 1,2,3