Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? – Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo Bussiness International Forum 1 Bagaimana berbisnis dengan orang dan Organisasi Perancis? By Daniel Doni Sundjojo Pendahuluan Perancis, sebuah negara di benua Eropa yang sangat terkenal dengan menara Eiffelnya merupakan suatu negara besar yang sangat diperhitungkan di dunia bisnis. Banyak produk produk mereka mulai merajai pasaran. Perlahan namun pasti, Perancis, yang semula hanya dikenal lewat makanan ringannya, yaitu kentang goreng, yang sangat terkenal dengan sebutan French fries , begitu hebatnya nama itu melekat pada kentang goreng seolah menjadi brand image , sehingga sebagian besar orang , termasuk di Indonesia, selalu menyebutkan French fries ketika kita memesan kentang goreng, dan bukannya potato fries, misalnya. Imperium – imperium Perancis dewasa ini mulai menyerbu pasar dunia, seakan ingin mengembalikan kejayaan Perancis di era Napoleon Bonaparte , tanpa kenal lelah, mereka membombardir pasar dunia. Dua imperium bisnis besar yang sudah mulai mendunia adalah raksasa elektronik Moulinex dan jaringan hotel Le Meridien, dan dalam waktu dekat tidaklah mustahil mereka akan semakin dominan , hal ini sangat mungkin karena orang Perancis, merupakan orang orang yang gila kerja atau yang lazim disebut workaholic, sampai sampai Perancis, disebut sebagai “ Jepangnya Eropa “, namun, tentu saja bagi orang Perancis sendiri , mereka lebih suka menyebut Jepang sebagai “ Perancisnya Asia “ Selain itu, orang Perancis dikenal dengan solidaritas dan persatuannya yang kuat. Seorang Manager Perancis, misalnya hampir dapat dipastikan dia akan merekrut pekerja Perancis, selama peraturan memperbolehkannya dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan, walaupun mungkin ada pekerja lain non – Perancis yang memiliki kualifikasi lebih bagus. Andaikata memungkinkan, seorang manager Perancis lebih suka memiliki bawahan yang semuanya terdiri dari orang orang Perancis, begitu hebatnya subyektivitas orang perancis yang cenderung mengutamakan kompatriotnya ,sampai sampai muncul istilah French
23
Embed
BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
1
Bagaimana berbisnis dengan orang dan Organisasi Perancis?
By Daniel Doni Sundjojo
Pendahuluan
Perancis, sebuah negara di benua Eropa yang sangat terkenal dengan menara
Eiffelnya merupakan suatu negara besar yang sangat diperhitungkan di dunia bisnis.
Banyak produk produk mereka mulai merajai pasaran. Perlahan namun pasti, Perancis,
yang semula hanya dikenal lewat makanan ringannya, yaitu kentang goreng, yang sangat
terkenal dengan sebutan French fries , begitu hebatnya nama itu melekat pada kentang
goreng seolah menjadi brand image , sehingga sebagian besar orang , termasuk di
Indonesia, selalu menyebutkan French fries ketika kita memesan kentang goreng, dan
bukannya potato fries, misalnya. Imperium – imperium Perancis dewasa ini mulai
menyerbu pasar dunia, seakan ingin mengembalikan kejayaan Perancis di era Napoleon
Bonaparte , tanpa kenal lelah, mereka membombardir pasar dunia. Dua imperium bisnis
besar yang sudah mulai mendunia adalah raksasa elektronik Moulinex dan jaringan hotel
Le Meridien, dan dalam waktu dekat tidaklah mustahil mereka akan semakin dominan ,
hal ini sangat mungkin karena orang Perancis, merupakan orang orang yang gila kerja
atau yang lazim disebut workaholic, sampai sampai Perancis, disebut sebagai “
Jepangnya Eropa “, namun, tentu saja bagi orang Perancis sendiri , mereka lebih suka
menyebut Jepang sebagai “ Perancisnya Asia “ Selain itu, orang Perancis dikenal dengan
solidaritas dan persatuannya yang kuat. Seorang Manager Perancis, misalnya hampir
dapat dipastikan dia akan merekrut pekerja Perancis, selama peraturan
memperbolehkannya dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan, walaupun
mungkin ada pekerja lain non – Perancis yang memiliki kualifikasi lebih bagus.
Andaikata memungkinkan, seorang manager Perancis lebih suka memiliki bawahan yang
semuanya terdiri dari orang orang Perancis, begitu hebatnya subyektivitas orang perancis
yang cenderung mengutamakan kompatriotnya ,sampai sampai muncul istilah French
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
2
Connection, yang merupakan sindiran dari masyarakat dunia atas tingginya subyektivitas
orang Perancis .
Mengingat Perancis akan segera menjelma menjadi raksasa bisnis dunia, di Eropa
saja, mereka mulai menggeser Jerman dalam market elektronik, dan menggeser Amerika
Serikat untuk urusan industri hospitality, terutama hotel. Di beberapa negara di Eropa ,
Le Meridien jauh lebih unggul dari jaringan hotel Amerika Serikat, seperti JW. Marriott,
Hilton ataupun Sheraton, begitu juga dalam market elektronik, Bosch Jerman, yang
terkenal dengan keawetan produknya, namun memiliki desain yang kaku, mulai
kewalahan menghadapi serbuan Moulinex, yang menawarkan desain yang indah dan
ergonomis serta yang sangat menarik, dengan harga yang relatif lebih murah. Melihat
fenomena di atas, maka kita ,sebagai orang Indonesia, juga harus menyiapkan diri
terhadap serbuan Perancis. Jika 10 tahun yang lalu, ketika ada orang yang mau belajar
bahasa Perancis, bisa jadi yang didapat adalah cemoohan, karena 10 tahun yang lalu,
bahasa Perancis dianggap sangat tidak penting. Jauh lebih penting dan berharga belajar
bahasa Cina, Jepang, dan tentu saja, Inggris. Selain itu untuk mencari lembaga kursus
bahasa Perancis saat itu , bisa jadi sama sulitnya dengan mencari jarum dalam tumpukan
jerami, kebanyakan mereka yang belajar bahasa Perancis terpaksa harus ke lembaga
lembaga yang dinaungi oleh Kedutaan Besar Perancis. Namun sekarang, banyak sekali
lembaga kursus menyelenggarakan bahasa Perancis, bahkan tempat tempat kursus yang
hanya memiliki satu atau dua ruangan sempitpun menawarkan kursus bahasa Perancis.
Mengapa ? Tak lain karena suatu saat, mau tidak mau, suka tidak suka, kita mesti
menjalin relasi dengan orang Perancis, entah sebagai partner bisnis, rekan kerja ,
bawahan ataupun atasan mereka. Sehingga menjadi kebutuhan bagi kita untuk belajar
bahasa Perancis. Peluang bisnis inilah, yang secara baik di respon oleh lembaga lembaga
kursus tersebut.
Namun mempelajari bahasa saja tidaklah cukup, dengan mempelajari bahasa saja
namun tidak mengenal budaya mereka, maka kita ibarat sudah memiliki Surat Ijin
Mengemudi, namun tidak memiliki mobil untuk dikemudikan, tetap saja tujuan kita, yaitu
menjalin hubungan dengan orang Perancis entah berbisnis, ataupun bekerja , tidak
tercapai. Apalagi, orang Perancis -sebagaimana orang Inggris yang sering
mengungkapkan “ In English , please,” untuk orang orang yang berbicara dengan mereka
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
3
namun tidak memakai laval British serta menganggap orang yang tidak menerapkan
budaya sopan santun Inggris yang ketat, sebagai “ working class “ , yang menempati
kasta terbawah dalam masyarakat Inggris dan Jerman yang mengagungkan budaya
Aryanya hingga muncul slogan “ Germany, Uber Alles,” yang artinya kurang lebih,
Jerman diatas segalanya, - sangatlah fanatik dengan kultur dan bahasanya. Tidak seperti
orang Amerika yang dengan senang hati belajar budaya orang lain dan bersedia
beradaptasi dengan kultur setempat, orang Perancis menginginkan orang lain yang
memahami dan beradaptasi terhadap budaya Perancis, dan bukan sebaliknya. Hotel Le
Meridien Jakarta, misalnya tetap memberlakukan standart dan tata cara layaknya di
Perancis, hal ini tentu berbeda dengan Hotel Sheraton yang selalu mengadaptasi budaya
setempat, mulai dari masakan, desain interior , suasana kerja, hingga standart pelayanan
disesuaikan dengan budaya setempat . Cara memeperlakukan tamu antara Sheraton
Surabaya dan Sheraton Bali sangat berbeda. Namun di Le Meridien, di Jakarta atau di
Perancis sama saja standartnya. Oleh karena itu, untuk dapat berbisnis dengan orang
Perancis, maka selain menguasai bahasanya , kita juga harus familiar dengan budayanya.
Untuk itulah pada makalah ini, akan dibahas mengenai budaya Perancis dan bagaimana
kita dapat menjalin relasi dengan orang Perancis
Dimensi Kultur Perancis menurut Hofstede
Perancis, menurut dimensi kultur yang merujuk kepada pandangan Hofstede,
memiliki skor sebagai berikut :
Tabel 1. Budaya Perancis menurut Hofstede‟s Rank
Index Rangking
Power Distance 68 15- 16
Individualism 71 10-11
Masculinity 43 35-6
Uncertainty Avoidance 86 10-15
Rank Number : 1 – highest, 53 – lowest
Source : G. Hofstede ( 1991) Cultures and Organizations : Software of Mind, Mc Graw – Hill
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
4
Dari data tersebut, maka akan dinalisa setiap dimensi sebagai berikut :
Dimensi Power Distances
Dalam hal Power Distance,atau yang lazim disebut sebagai jarak kuasa, Perancis
memiliki skor 68, pada Hofstede‟s Rangkings, sehingga dapat disimpulkan Perancis
memiliki Power Distance yang tinggi, hal ini tampak pada perusahaan perusahaan
Perancis yang memiliki gap tinggi diantara pimpinan dan bawahan. Tidak seperti di
Jepang, dalam organisasi Perancis, merupakan hal yang absurd bagi seorang pimpinan
untuk berjalan jalan bersama bawahannya, menjenguk bawahannya yang sakit, atau
datang ke kantor bawahannya . Dalam organisasi Perancis, seorang pemimpin merupakan
seseorang yang “ sulit ditemui” oleh bawahannya dan” tabu berakrab akrab “ dengan
bawahannya. Apabila seorang bawahan ingin menemui pimpinannya, maka berbagai
macam prosedur harus dilewatinya, termasuk harus mampu menembus sekretaris
pimpinannya. Organisasi Perancis juga menerapkan sistem manajemen yang concern
terhadap siapa yang memegang kekuasaan. Bagi sebuah organisasi Perancis adalah hal
yang sangat aneh untuk menerapkan manajemen partisipatif seperti di Amerika Serikat.
Di Perancis berlaku prinsip hirarki dengan slogan “boss is the boss”, yang memiliki
kekuasaan yang luar biasa. Bahkan pada tingkat tertinggi yang disebut Monsieur le
President, seseorang tetap memiliki predikat dan kekuasaan yang tinggi sampai mati,
tidak peduli dia sudah pensiun tetap saja selalu dihormati dan diperlakuan istimewa oleh
anggota organisasi yang lain. Hal ini sesuai dengan tulisan Schneider and Barsoux (2003,
42) “ The status of French President-Directeur-General (PDG) is sharply differentiated
from the rest of top management. What is more, it is not a status which lost in retirement :
an ex-PDG expect to be addressed until his death as Monsieur le President”
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
5
Dimensi Individualism
Perancis memiliki skor Individualism 71 dengan peringkat ke 10 dari kemungkinan
terendah 53, hal ini mencerminkan bahwa Perancis memiliki skor Individualism yang
tinggi dimana mencerminkan pentingnya Individu dalam masyarakatnya. Mereka respek
pada kebebasan serta tanggung jawab individu dan berpandangan bahwa segala sesuatu
haruslah diperjuangkan sendiri, dan harus melakukan segala pekerjaannya dengan
sungguh sungguh sebagai perwujudan dari perjuangan individualisme nya. Patut digaris
bawahi bahwa Individualism tidaklah sama dengan mementingkan diri sendiri atau egois,
namun Individualism concern pada tanggung jawab serta hak dan kewajiban Individu.
Begitu tingginya Individualism di Perancis sampai sampai berimbas terhadap cara
melakukan greetings. Di Perancis greetings benar benar bersifat sangat personal dan
individual. Di Amerika misalnya, adalah hal yang umum untuk mengucapkan hello
sebagai greetings kepada semua orang. Begitu juga di Indonesia, adalah hal yang umum
ketika kita masuk ke kantor dan menyapa dengan halo atau Selamat Pagi , yang sudah
bisa diartikan memberikan salam kepada semua orang yang pada saat itu ada di ruangan
kantor kita, namun bagi orang Perancis, itu merupakan penghinaan, karena bagi mereka
adalah hal yang sangat penting untuk mengucapkan greeting dengan diikuti oleh nama
mereka misalnya Bonjour Doni, kemudian melakukan shaking hands dan melakukan
kontak mata yang mendalam , tak jarang diikuti oleh pelukan bahkan ciuman. Begitu
juga andaikan setelah mengucapkan greetings, kita bertemu lagi dengan orang yang
sama, maka kita harus menyapanya lagi dengan kata kata Re – Bonjour, Doni Adalah hal
yang menghina jika kita tidak melakukan kontak mata saat kita mengucapkan Bonjour
Doni karena hal itu bagi mereka merupakan penghinaan terhadap nilai nilai Individual
yang mereka junjung tinggi, dimana terkesan tidak memperhatikan lawan bicaranya.
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
6
Dimensi Maskulinitas
Perancis memiliki skor maskulinitas 43 atau rangking 35 dari kemungkinan 53
yang berarti termasuk kategori rendah, atau cenderung feminin, dimana peran gender
tidak dibedakan, baik laki laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama, serta
diharapkan santun , lembut dan memiliki perhatian terhadap kualitas kehidupan.
Organisasi Perancis tidak menekankan kepada apakah seseorang itu pria atau wanita
untuk menduduki jabatan tertentu seperti di negara negara maskulin, namun lebih
merujuk kepada kemampuan untuk analisa, rasionalisasi, sintesis logika berpikir ,
problem solvings hal ini juga ditekankan oleh Lawrence ( 1991, 108 ) yang mengatakan
bahwa : “ In society which has always esteemend the intellectual, the philosopher, and
the serious writer, the French Manager is an exponent of culture generale “ dalam hal ini
tidak ada pembedaan antara pria dan wanita, semua berlaku umum, tidak mengenal
perbedaan gender
Dimensi Uncertainty Avoidance
Perancis memiliki skor Uncertainty Avoidance 86 atau peringkat 10 yang berarti
berkategori tinggi . Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Perancis memiliki
kecenderungan untuk selalu berhati hati, berjaga jaga. Mereka mudah sekali merasa
terancam jika dihadapkan dalam situasi yang tidak pasti serta tempat dan orang orang
yang tidak mereka kenal. Hal ini juga terlihat dalam suasana kerja di organisasi Perancis
dimana setiap orang saling menjaga jarak, berjaga jaga seolah olah ada garis batas
diantara mereka, hal ini mereka lakukan agar tidak terjadi konflik maupun hal hal yang
tidak diinginkan yang bisa membahayakan mereka.
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
7
Dimensi Kultur Perancis, dari sudut pandang Trompenaar
Ada pandangan lain yang mengungkapkan masalah kultur yaitu dimensi kultur
berdasarkan penelitian Fans Trompenaars. Menurut Trompenaars, Perancis memiliki
karakteristik :
Universalism vs Particularism
Dari dimensi ini, Perancis tergolong moderate, artinya tidak universalism kuat, dan juga
tidak particularism ekstrem. Hal ini sesuai dengan karakter orang Perancis, yang
mencoba menyeimbangkan antara relationship dan rules. Seperti yang dibahas di atas,
orang Perancis memang lebih suka untuk merekrut sesama orang Perancis, seringkali
mereka memang sangat subyektif dalam melakukan perekrutan, namun mereka juga tidak
mau melanggar rules, andaikata memang tidak diperbolehkan membentuk tim yang
homogen , semuanya terdiri dari orang Perancis, serta apabila orang Perancis tersebut
memang tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan , mereka juga tidak akan memaksa.
Sehingga mereka tetap dapat mempertanggung jawabkan hasil kerja bagi setiap orang
Perancis yang mereka rekrut.
Individuals vsCommunitarianism
Dalam dimensi ini , menurut Trompenaars, Perancis cenderung Comunitarianism , hal ini
berbeda dengan skor Hofstede, di mana Perancis memiliki skor individual yang tinggi.
Namun apabila dilihat dari fakta yang ada, bagaimana kehidupan orang Perancis, maka
nampak bahwa dalam hal ini Hofstede lebih relevan untuk menggambarkan dimensi
kultur yang satu ini. Fakta dilapangan memang orang Perancis benar benar menjunjung
tinggi Individualism
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
8
Neutral vs Emotional ( Affective )
Dalam dimensi ini, Perancis cenderung bersifat Emosional walaupun tidak
setinggi Cina atau Venezuela. Mereka mementingkan baik sentuhan verbal maupun non
verbal. Adalah umum bagi orang Perancis untuk melakukan sentuhan, tatapan mata
mendalam, shaking hands, bahkan ciuman. Tak heran orang Perancis dikenal sebagai
orang orang yang romantis sampai sampai identik dengan French Kiss
Spesifik vs Diffusion
Dari dimensi ini, Perancis termasuk Spesifik. Hal ini merujuk kepada watak orang
Perancis yang to the point, tidak suka basa basi. Ditunjang dengan Uncertainty Avoidance
yang tinggi, maka semakin menguatkan orang Perancis untuk selalu bersikap to the point,
tidak berlama lama bercengkerama yang tidak ada kaitannya dengan bisnis atau masalah
tertentu. Imbasnya, mereka seringkali mengungkapkan ketidak puasan nya terhadap
sesuatu atau lawan bicaranya secara to the point, tanpa basa basi sama sekali. Yang
buruk ya buruk, yang bagus ya bagus, sehingga mereka tidak segan mengatakan kepada
rekan bisnisnya bahwa berbisnis dengan si A itu merugikan dan tidak berprospek, kinerja
si B itu kok buruk sekali, bahkan memecat karyawanpun secara terus terang, tanpa
banyak alasan serta penjelasan , yang kadang dibuat buat, seperti yang sering kita temui
di Indonesia. Hal ini tentu dapat menyinggung perasaan seseorang , terutama yang datang
dari negara negara yang menganut kultur diffusion, seperti Indonesia
Achievement vs Ascription
Dalam dimensi ini , Perancis juga moderate, yaitu merupakan kombinasi diantara
keduanya. Namun dari dua dimensi yang mestinya berlawanan ini, ada satu poin yang
sama yaitu baik pandangan Achievement maupun Ascription sama sama respect terhadap
adanya superioritas pada struktur organisasi hirarki. Bedanya kalau Achievement melihat
superioritas dalam hirarki dari performa serta knowledge seseorang, sedangkan Ascription
cenderung kepada sejauh mana komitmen seseorang terhadap organisasi dan misi. Dan
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
9
Perancis merupakan kombinasi keduanya, sehingga dia akan sangat menghargai atau
menganggap seseorang superior, serta menempatkan seseorang pada tingkat hirarki
tertinggi, menilik dari performa, knowledge serta komitmennya terhadap organisasi dan
pekerjaannya.
Bagamana Organisasi Perancis ?
Dalam bekerjasama dengan orang Perancis, bisa jadi kita masuk sebagai bagian
anggota organisasinya. Untuk itu kita juga dituntut untuk memahami organisasi Perancis,
lebih khusus lagi, bagaimana culture dalam organisasi Perancis. Torrington (1994, 31)
mendefinisikan:
“ The culture of an organization is the characteristic spirit and belief
demonstrated within it, for example, in the norms and values that are generally
held about how people should behave and treat each other, the nature of working
relationships that should be developed, and the attitudes to customer and to
change that are conventionally held. Although essentially a „soft‟ concept, it is an
important way of understanding what is going on and how things could be
improved “
Organisasi Perancis , selaras dengan budaya Perancis yang memiliki level Power
Distance relative tinggi, maka cenderung memiliki banyak tingkatan hierarkis ( vertical
differentiation ) yang berlapis lapis, memberikan penekanan pada kegiatan supervisory
personal dan tentu saja centralized decision making,dalam hal ini yang berhak membuat
keputusan adalah tingkatan tertinggi dari strukturorganisasi tersebut, sedangkan bawahan
hanya bisa mengikuti dan melaksanakannya. Sehingga partisipasi anggota organisasi lain
terutama bawahan akan sangat kecil, terutama jika berkaitan denganhal hal yang
berhubungan dengan decision making. Torrington (1994, 14) menambahkan “ The French
have had a more formal approach to management” Hal ini masih ditunjang dengan
adanya tingginya skor uncertainty avoidance yang tentu saja berimbas kepada makin
formalnya sebuah organisasi, dimana banyak sekali terdapat peraturan peraturan,
prosedur serta perangkat perangkat kontrol lainnya. Dalam organisasi Perancis setiap
anggota organisasi memiliki spesialisasi sendiri sendiri di mana pekerjaannya benar benar
spesifik, Seorang Dosen Human Resources Management misalnya , apabila dia memiliki
keahlian dalam bidang Learning Organization, maka selamanya dia akan mengajar topik
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
10
Learning Organization, tidak mungkin suatu saat dia diminta mengajar topik lain apalagi
mata kuliah lain. Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kebosanan di kalangan mereka.
Selain itu job design dari setiap orang juga sudah diatur sedemikian detail dan spesifik,
bahkan sampai area kerjanya di mana juga ditentukan, hal ini juga dipengaruhi dengan
dimensi kultur Perancis yang cenderung spesifik menurut Trompenaars. Dengan
kombinasi power distance dan uncertainty avoidance yang sama sama tinggi, maka
tidaklah heran apabila organisasi Prancis sangat bersifat mechanism, seolah olah anggota
organisasi bagaikan robot yang telah di program segala sesuatu mengenai pekerjaannya,
mulai dari di mana wilayah kerjanya, fungsi hingga seberapa jauh kewenangannya dan di
dalam program itu juga dimasukkan berbagai procedur, peraturan peraturan, serta struktur
hirarkis yang kuat.
MOTIVATION : Apa yang dapat menjadi motivator bagi orang
Perancis ?
Perancis, seperti telah dibahas di atas , memiliki skor Uncertainty Avoidance yang
tinggi, dalam hal ini maka mereka selalu merindukan rasa aman dalam kehidupannya.
Dalam hal ini , seorang Perancis tidak akan keberatan untuk bekerja sangat keras , karena
menurut mereka, dengan bekerja keras, maka mereka akan memiliki performance yang
bagus si mata manajemen, serta berpeluang mendapatkan promosi ataupun berbagai
benefit dari perusahaan, di mana semuanya itu bisa mengakomodasi kerinduan mereka
pada rasa aman : aman secara financial, aman dalam hal kedudukan kerjanya, serta aman
dalam status sosialnya , sebagai seorang yang bekerja dan bukan pengngguran. Di
Perancis, pengangguran merupakan “ dosa yang tak termaafkan “ mengingat seorang
pengangguran dianggap tidak concern kepada ketidak pastian, serta seorang
pengangguran berpeluang menghancurkan rasa aman sesamanya. Di Perancis juga
merupakan hal yang umum apabila setiap orang memiliki asuransi maupun berbagai
jaminan sosial, ini merupakan salah satu wujud tingginya uncertainty avoidance nya..
Dalam hal ini Perancis , selain uncertainty avoidance nya tinggi, juga feminine, sehingga
orang Perancis lebih concern pada peningkatan kualitas hidup serta pada social needs, di
mana mereka tidak membedakan gender. Penggunaan pay, promotion dan successful
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
11
career sebagai motivator, nampaknya cukup tepat untuk memotivasi orang Perancis. Hal
ini merujuk pada fakta bahwa mereka mengharapkan adanya kemapanan yang menurut
mereka apabila dia mapan, maka ketidak pastian akan terhindarkan, selain itu mereka
juga membutuhkan kebanggan serta pengakuan sebagai individu yang sukses, hal ini
merupakan konsekuensi tingginya tingkat Individualisme.. Apalagi dari sudut pandang
teori teori motivasi juga memberikan pembenaran atas hal itu. Menilik kepada
Herzberd’s motivator – hygiene theory , yang dibahas oleh Mc Shane dan Von Glinow,
dalam bukunya, Organizational Behavior: Emerging Realities for the Workplace
Revolution, , bahwa yang bisa menjadi motivator adalah self actualization dan esteem
menurut teori Maslow serta Need for achievement dan Need for power menurut teori Mc
Clelland. Dengan motivator pay, promotion dan successful career, sangat efektif untuk
memotivasi seseorang agar senantiasa melakukan proses learning dalam usahanya
meraih kebutuhan kebutuhan yang merujuk kepada self actualization dan esteem
menurut teori Maslow serta Need for achievement dan Need for power menurut teori Mc
Clelland. Misalnya , dengan memiliki posisi yang tinggi di organisasi , katakanlah
dipromosikan sebagai top management atau bahkan Monsieur le President, maka
seseorang akan merasa bangga dimana itu merupakan simbol aktualisasi diri atas hasil
jerih payah mereka di organisasi. Setiap orang baik di dalam organisasi maupun di luar
organisasi akan mengakuinya sebagai seseorang yang luar biasa hingga dapat menjadi
top manajemen dengan penghasilan berlimpah dan karir yang hebat. Pay , selain
menunjukkan pemenuhan kebutuhan diatas secara otomatis membuat mereka makin
terjamin kebutuhannya yang paling penting dan harus dipenuhi pertama kali menurut
hirarki Maslow yaitu Physichological, serta memungkinkan mereka untuk membeli
berbagai atribut yang tekait dengan pemenuhan kebutuhan esteem dan self actualizations
misalnya kondominium mewah, kapal pesiar dan sebagainya hal itu tentu akan semakin
membuat mereka nyaman karena selain mendapatkan pengakuan, juga membuang jauh
jauh ketidak pastian.
LEADERSHIP : Superioritas dalam hirarki
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
12
Di Perancis, seorang leader cenderung menggunakan gaya manajemen “ tangan besi “.
Mereka benar benar menjaga jarak dengan bawahannya, dan benar benar memutuskan
apapun sesuai dengan keinginan dan pertimbangan mereka, tanpa mempertimbangkan
aspirasi bawahannya. Dalam gaya manajemen Perancis, mereka menutup rapat rapat
aspirasi dari bawah , apalagi mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Selain itu ,
dengan kondisi uncertainty avoidance yang juga tinggi, para leader di perancis bersikap
antipati terhadap adanya demokrasi dalam organisasi mereka, karena dari sudut pandang
mereka, demokrasi merupakan pangkal dari ketidak pastian. Leader memiliki hak
prerogative dan berbagai hak khusus lainnya dalam memimpin organisasi. Schneiden and
Barsoux (2003, 40) menggambarkan “ In France, for example, the boss is the boss”
Sekretaris , sangat berperan sebagai “ perisai” vagi sang boss. Apabila staf ingin
menghadap boss, maka dia harus mampu melewati sekretarisnya terlebih dahulu. Hal ini
tersirat dari pernyataan Torrington ( 1994, 35) “ Secretaries have great power as
intermediaries between anyone and their boss”
PRODUKTIVITAS : Produktif, Presisi, Efektif
Orang Perancis, dengan skor uncertainty avoidance yang sangat tinggi, akan bekerja
keras serta sangat concern terhadap produktivitasnya , sehingga rata rata orang Perancis
sangat produktif, serta menyelesaikan pekerjaannya secara tepat sesuai dengan spesifikasi
yang dibutuhkan. Berbagai metode diterapkan agar keseluruhan proses produksi benar
benar presisi dan menghindari penumpukan yang berlebihan di gudang. Mereka
menganggap bahwa barang yang menumpuk di gudang terlalu lama serta tidak jelas akan
diapakan dan dikemanakan, sedapat mungkin dihindari karena itu merupakan pangkal
dari ketidak pastian, hal ini merupakan manifestasi dari tingginya Uncertainty Avoidance.
Mereka juga menjunjung tinggi falsafah zero defect serta No Idle Material. Penerapan
Just in Time dan Material Requirement Planning juga sangatlah popular dalam
organisasi Perancis
Pelaksanaan MBO di Perancis : Hanyakah sekedar Lips Services?
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –
Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo
Bussiness International Forum
13
Salah satu pendekatan leadership yang berasal dari Amerika Serikat dan banyak
dikembangkan di berbagai negara adalah Management by Objectives (MBO) yang
pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker di tahun 1955 dalam bukunya The
Practice of Management. MBO merupakan sistem manajemen yang menekankan pada
penilaian dan pemberian kesempatan yang sama pada semua orang tidak peduli apakah
dia wanita atau pria. Semua mendapat kesempatan yang sama untuk menerima gaji yang
layak, promosi dan memiliki karir yang sukses. Dalam hal ini MBO menawarkan
kesempatan yang sama untuk semua orang, tidak peduli gendernya apa, memiliki peluang
untuk melakukan negosiasi dengan atasannya, serta penilaian performance yang benar
benar obyektif , tidak dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang bersifat subyektif Lane
dan DiStefano ( 1992, 117 ) menekankan bahwa MBO dapat berhasil dalam kondisi :
The subordinates are sufficiently independent to negotiate meaningfully with the
boss ( not too large power Distance )
That both are willing to take risks ( weak uncertainty avoidance)
That performance is seen as important by both ( high masculinity)
Perancis, memproklamirkan bahwa mereka juga menerapkan MBO, yang dalam bahasa
Perancis disebut DPPO ( Direction Paticipative par Objectifs ) yang sangat menjunjung