Top Banner
Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo Bussiness International Forum 1 Bagaimana berbisnis dengan orang dan Organisasi Perancis? By Daniel Doni Sundjojo Pendahuluan Perancis, sebuah negara di benua Eropa yang sangat terkenal dengan menara Eiffelnya merupakan suatu negara besar yang sangat diperhitungkan di dunia bisnis. Banyak produk produk mereka mulai merajai pasaran. Perlahan namun pasti, Perancis, yang semula hanya dikenal lewat makanan ringannya, yaitu kentang goreng, yang sangat terkenal dengan sebutan French fries , begitu hebatnya nama itu melekat pada kentang goreng seolah menjadi brand image , sehingga sebagian besar orang , termasuk di Indonesia, selalu menyebutkan French fries ketika kita memesan kentang goreng, dan bukannya potato fries, misalnya. Imperium imperium Perancis dewasa ini mulai menyerbu pasar dunia, seakan ingin mengembalikan kejayaan Perancis di era Napoleon Bonaparte , tanpa kenal lelah, mereka membombardir pasar dunia. Dua imperium bisnis besar yang sudah mulai mendunia adalah raksasa elektronik Moulinex dan jaringan hotel Le Meridien, dan dalam waktu dekat tidaklah mustahil mereka akan semakin dominan , hal ini sangat mungkin karena orang Perancis, merupakan orang orang yang gila kerja atau yang lazim disebut workaholic, sampai sampai Perancis, disebut sebagai “ Jepangnya Eropa “, namun, tentu saja bagi orang Perancis sendiri , mereka lebih suka menyebut Jepang sebagai “ Perancisnya Asia “ Selain itu, orang Perancis dikenal dengan solidaritas dan persatuannya yang kuat. Seorang Manager Perancis, misalnya hampir dapat dipastikan dia akan merekrut pekerja Perancis, selama peraturan memperbolehkannya dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan, walaupun mungkin ada pekerja lain non Perancis yang memiliki kualifikasi lebih bagus. Andaikata memungkinkan, seorang manager Perancis lebih suka memiliki bawahan yang semuanya terdiri dari orang orang Perancis, begitu hebatnya subyektivitas orang perancis yang cenderung mengutamakan kompatriotnya ,sampai sampai muncul istilah French
23

BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Nov 11, 2014

Download

Business

Daniel Doni

 
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

1

Bagaimana berbisnis dengan orang dan Organisasi Perancis?

By Daniel Doni Sundjojo

Pendahuluan

Perancis, sebuah negara di benua Eropa yang sangat terkenal dengan menara

Eiffelnya merupakan suatu negara besar yang sangat diperhitungkan di dunia bisnis.

Banyak produk produk mereka mulai merajai pasaran. Perlahan namun pasti, Perancis,

yang semula hanya dikenal lewat makanan ringannya, yaitu kentang goreng, yang sangat

terkenal dengan sebutan French fries , begitu hebatnya nama itu melekat pada kentang

goreng seolah menjadi brand image , sehingga sebagian besar orang , termasuk di

Indonesia, selalu menyebutkan French fries ketika kita memesan kentang goreng, dan

bukannya potato fries, misalnya. Imperium – imperium Perancis dewasa ini mulai

menyerbu pasar dunia, seakan ingin mengembalikan kejayaan Perancis di era Napoleon

Bonaparte , tanpa kenal lelah, mereka membombardir pasar dunia. Dua imperium bisnis

besar yang sudah mulai mendunia adalah raksasa elektronik Moulinex dan jaringan hotel

Le Meridien, dan dalam waktu dekat tidaklah mustahil mereka akan semakin dominan ,

hal ini sangat mungkin karena orang Perancis, merupakan orang orang yang gila kerja

atau yang lazim disebut workaholic, sampai sampai Perancis, disebut sebagai “

Jepangnya Eropa “, namun, tentu saja bagi orang Perancis sendiri , mereka lebih suka

menyebut Jepang sebagai “ Perancisnya Asia “ Selain itu, orang Perancis dikenal dengan

solidaritas dan persatuannya yang kuat. Seorang Manager Perancis, misalnya hampir

dapat dipastikan dia akan merekrut pekerja Perancis, selama peraturan

memperbolehkannya dan kualifikasinya dapat dipertanggung jawabkan, walaupun

mungkin ada pekerja lain non – Perancis yang memiliki kualifikasi lebih bagus.

Andaikata memungkinkan, seorang manager Perancis lebih suka memiliki bawahan yang

semuanya terdiri dari orang orang Perancis, begitu hebatnya subyektivitas orang perancis

yang cenderung mengutamakan kompatriotnya ,sampai sampai muncul istilah French

Page 2: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

2

Connection, yang merupakan sindiran dari masyarakat dunia atas tingginya subyektivitas

orang Perancis .

Mengingat Perancis akan segera menjelma menjadi raksasa bisnis dunia, di Eropa

saja, mereka mulai menggeser Jerman dalam market elektronik, dan menggeser Amerika

Serikat untuk urusan industri hospitality, terutama hotel. Di beberapa negara di Eropa ,

Le Meridien jauh lebih unggul dari jaringan hotel Amerika Serikat, seperti JW. Marriott,

Hilton ataupun Sheraton, begitu juga dalam market elektronik, Bosch Jerman, yang

terkenal dengan keawetan produknya, namun memiliki desain yang kaku, mulai

kewalahan menghadapi serbuan Moulinex, yang menawarkan desain yang indah dan

ergonomis serta yang sangat menarik, dengan harga yang relatif lebih murah. Melihat

fenomena di atas, maka kita ,sebagai orang Indonesia, juga harus menyiapkan diri

terhadap serbuan Perancis. Jika 10 tahun yang lalu, ketika ada orang yang mau belajar

bahasa Perancis, bisa jadi yang didapat adalah cemoohan, karena 10 tahun yang lalu,

bahasa Perancis dianggap sangat tidak penting. Jauh lebih penting dan berharga belajar

bahasa Cina, Jepang, dan tentu saja, Inggris. Selain itu untuk mencari lembaga kursus

bahasa Perancis saat itu , bisa jadi sama sulitnya dengan mencari jarum dalam tumpukan

jerami, kebanyakan mereka yang belajar bahasa Perancis terpaksa harus ke lembaga

lembaga yang dinaungi oleh Kedutaan Besar Perancis. Namun sekarang, banyak sekali

lembaga kursus menyelenggarakan bahasa Perancis, bahkan tempat tempat kursus yang

hanya memiliki satu atau dua ruangan sempitpun menawarkan kursus bahasa Perancis.

Mengapa ? Tak lain karena suatu saat, mau tidak mau, suka tidak suka, kita mesti

menjalin relasi dengan orang Perancis, entah sebagai partner bisnis, rekan kerja ,

bawahan ataupun atasan mereka. Sehingga menjadi kebutuhan bagi kita untuk belajar

bahasa Perancis. Peluang bisnis inilah, yang secara baik di respon oleh lembaga lembaga

kursus tersebut.

Namun mempelajari bahasa saja tidaklah cukup, dengan mempelajari bahasa saja

namun tidak mengenal budaya mereka, maka kita ibarat sudah memiliki Surat Ijin

Mengemudi, namun tidak memiliki mobil untuk dikemudikan, tetap saja tujuan kita, yaitu

menjalin hubungan dengan orang Perancis entah berbisnis, ataupun bekerja , tidak

tercapai. Apalagi, orang Perancis -sebagaimana orang Inggris yang sering

mengungkapkan “ In English , please,” untuk orang orang yang berbicara dengan mereka

Page 3: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

3

namun tidak memakai laval British serta menganggap orang yang tidak menerapkan

budaya sopan santun Inggris yang ketat, sebagai “ working class “ , yang menempati

kasta terbawah dalam masyarakat Inggris dan Jerman yang mengagungkan budaya

Aryanya hingga muncul slogan “ Germany, Uber Alles,” yang artinya kurang lebih,

Jerman diatas segalanya, - sangatlah fanatik dengan kultur dan bahasanya. Tidak seperti

orang Amerika yang dengan senang hati belajar budaya orang lain dan bersedia

beradaptasi dengan kultur setempat, orang Perancis menginginkan orang lain yang

memahami dan beradaptasi terhadap budaya Perancis, dan bukan sebaliknya. Hotel Le

Meridien Jakarta, misalnya tetap memberlakukan standart dan tata cara layaknya di

Perancis, hal ini tentu berbeda dengan Hotel Sheraton yang selalu mengadaptasi budaya

setempat, mulai dari masakan, desain interior , suasana kerja, hingga standart pelayanan

disesuaikan dengan budaya setempat . Cara memeperlakukan tamu antara Sheraton

Surabaya dan Sheraton Bali sangat berbeda. Namun di Le Meridien, di Jakarta atau di

Perancis sama saja standartnya. Oleh karena itu, untuk dapat berbisnis dengan orang

Perancis, maka selain menguasai bahasanya , kita juga harus familiar dengan budayanya.

Untuk itulah pada makalah ini, akan dibahas mengenai budaya Perancis dan bagaimana

kita dapat menjalin relasi dengan orang Perancis

Dimensi Kultur Perancis menurut Hofstede

Perancis, menurut dimensi kultur yang merujuk kepada pandangan Hofstede,

memiliki skor sebagai berikut :

Tabel 1. Budaya Perancis menurut Hofstede‟s Rank

Index Rangking

Power Distance 68 15- 16

Individualism 71 10-11

Masculinity 43 35-6

Uncertainty Avoidance 86 10-15

Rank Number : 1 – highest, 53 – lowest

Source : G. Hofstede ( 1991) Cultures and Organizations : Software of Mind, Mc Graw – Hill

Page 4: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

4

Dari data tersebut, maka akan dinalisa setiap dimensi sebagai berikut :

Dimensi Power Distances

Dalam hal Power Distance,atau yang lazim disebut sebagai jarak kuasa, Perancis

memiliki skor 68, pada Hofstede‟s Rangkings, sehingga dapat disimpulkan Perancis

memiliki Power Distance yang tinggi, hal ini tampak pada perusahaan perusahaan

Perancis yang memiliki gap tinggi diantara pimpinan dan bawahan. Tidak seperti di

Jepang, dalam organisasi Perancis, merupakan hal yang absurd bagi seorang pimpinan

untuk berjalan jalan bersama bawahannya, menjenguk bawahannya yang sakit, atau

datang ke kantor bawahannya . Dalam organisasi Perancis, seorang pemimpin merupakan

seseorang yang “ sulit ditemui” oleh bawahannya dan” tabu berakrab akrab “ dengan

bawahannya. Apabila seorang bawahan ingin menemui pimpinannya, maka berbagai

macam prosedur harus dilewatinya, termasuk harus mampu menembus sekretaris

pimpinannya. Organisasi Perancis juga menerapkan sistem manajemen yang concern

terhadap siapa yang memegang kekuasaan. Bagi sebuah organisasi Perancis adalah hal

yang sangat aneh untuk menerapkan manajemen partisipatif seperti di Amerika Serikat.

Di Perancis berlaku prinsip hirarki dengan slogan “boss is the boss”, yang memiliki

kekuasaan yang luar biasa. Bahkan pada tingkat tertinggi yang disebut Monsieur le

President, seseorang tetap memiliki predikat dan kekuasaan yang tinggi sampai mati,

tidak peduli dia sudah pensiun tetap saja selalu dihormati dan diperlakuan istimewa oleh

anggota organisasi yang lain. Hal ini sesuai dengan tulisan Schneider and Barsoux (2003,

42) “ The status of French President-Directeur-General (PDG) is sharply differentiated

from the rest of top management. What is more, it is not a status which lost in retirement :

an ex-PDG expect to be addressed until his death as Monsieur le President”

Page 5: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

5

Dimensi Individualism

Perancis memiliki skor Individualism 71 dengan peringkat ke 10 dari kemungkinan

terendah 53, hal ini mencerminkan bahwa Perancis memiliki skor Individualism yang

tinggi dimana mencerminkan pentingnya Individu dalam masyarakatnya. Mereka respek

pada kebebasan serta tanggung jawab individu dan berpandangan bahwa segala sesuatu

haruslah diperjuangkan sendiri, dan harus melakukan segala pekerjaannya dengan

sungguh sungguh sebagai perwujudan dari perjuangan individualisme nya. Patut digaris

bawahi bahwa Individualism tidaklah sama dengan mementingkan diri sendiri atau egois,

namun Individualism concern pada tanggung jawab serta hak dan kewajiban Individu.

Begitu tingginya Individualism di Perancis sampai sampai berimbas terhadap cara

melakukan greetings. Di Perancis greetings benar benar bersifat sangat personal dan

individual. Di Amerika misalnya, adalah hal yang umum untuk mengucapkan hello

sebagai greetings kepada semua orang. Begitu juga di Indonesia, adalah hal yang umum

ketika kita masuk ke kantor dan menyapa dengan halo atau Selamat Pagi , yang sudah

bisa diartikan memberikan salam kepada semua orang yang pada saat itu ada di ruangan

kantor kita, namun bagi orang Perancis, itu merupakan penghinaan, karena bagi mereka

adalah hal yang sangat penting untuk mengucapkan greeting dengan diikuti oleh nama

mereka misalnya Bonjour Doni, kemudian melakukan shaking hands dan melakukan

kontak mata yang mendalam , tak jarang diikuti oleh pelukan bahkan ciuman. Begitu

juga andaikan setelah mengucapkan greetings, kita bertemu lagi dengan orang yang

sama, maka kita harus menyapanya lagi dengan kata kata Re – Bonjour, Doni Adalah hal

yang menghina jika kita tidak melakukan kontak mata saat kita mengucapkan Bonjour

Doni karena hal itu bagi mereka merupakan penghinaan terhadap nilai nilai Individual

yang mereka junjung tinggi, dimana terkesan tidak memperhatikan lawan bicaranya.

Page 6: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

6

Dimensi Maskulinitas

Perancis memiliki skor maskulinitas 43 atau rangking 35 dari kemungkinan 53

yang berarti termasuk kategori rendah, atau cenderung feminin, dimana peran gender

tidak dibedakan, baik laki laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama, serta

diharapkan santun , lembut dan memiliki perhatian terhadap kualitas kehidupan.

Organisasi Perancis tidak menekankan kepada apakah seseorang itu pria atau wanita

untuk menduduki jabatan tertentu seperti di negara negara maskulin, namun lebih

merujuk kepada kemampuan untuk analisa, rasionalisasi, sintesis logika berpikir ,

problem solvings hal ini juga ditekankan oleh Lawrence ( 1991, 108 ) yang mengatakan

bahwa : “ In society which has always esteemend the intellectual, the philosopher, and

the serious writer, the French Manager is an exponent of culture generale “ dalam hal ini

tidak ada pembedaan antara pria dan wanita, semua berlaku umum, tidak mengenal

perbedaan gender

Dimensi Uncertainty Avoidance

Perancis memiliki skor Uncertainty Avoidance 86 atau peringkat 10 yang berarti

berkategori tinggi . Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Perancis memiliki

kecenderungan untuk selalu berhati hati, berjaga jaga. Mereka mudah sekali merasa

terancam jika dihadapkan dalam situasi yang tidak pasti serta tempat dan orang orang

yang tidak mereka kenal. Hal ini juga terlihat dalam suasana kerja di organisasi Perancis

dimana setiap orang saling menjaga jarak, berjaga jaga seolah olah ada garis batas

diantara mereka, hal ini mereka lakukan agar tidak terjadi konflik maupun hal hal yang

tidak diinginkan yang bisa membahayakan mereka.

Page 7: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

7

Dimensi Kultur Perancis, dari sudut pandang Trompenaar

Ada pandangan lain yang mengungkapkan masalah kultur yaitu dimensi kultur

berdasarkan penelitian Fans Trompenaars. Menurut Trompenaars, Perancis memiliki

karakteristik :

Universalism vs Particularism

Dari dimensi ini, Perancis tergolong moderate, artinya tidak universalism kuat, dan juga

tidak particularism ekstrem. Hal ini sesuai dengan karakter orang Perancis, yang

mencoba menyeimbangkan antara relationship dan rules. Seperti yang dibahas di atas,

orang Perancis memang lebih suka untuk merekrut sesama orang Perancis, seringkali

mereka memang sangat subyektif dalam melakukan perekrutan, namun mereka juga tidak

mau melanggar rules, andaikata memang tidak diperbolehkan membentuk tim yang

homogen , semuanya terdiri dari orang Perancis, serta apabila orang Perancis tersebut

memang tidak memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan , mereka juga tidak akan memaksa.

Sehingga mereka tetap dapat mempertanggung jawabkan hasil kerja bagi setiap orang

Perancis yang mereka rekrut.

Individuals vsCommunitarianism

Dalam dimensi ini , menurut Trompenaars, Perancis cenderung Comunitarianism , hal ini

berbeda dengan skor Hofstede, di mana Perancis memiliki skor individual yang tinggi.

Namun apabila dilihat dari fakta yang ada, bagaimana kehidupan orang Perancis, maka

nampak bahwa dalam hal ini Hofstede lebih relevan untuk menggambarkan dimensi

kultur yang satu ini. Fakta dilapangan memang orang Perancis benar benar menjunjung

tinggi Individualism

Page 8: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

8

Neutral vs Emotional ( Affective )

Dalam dimensi ini, Perancis cenderung bersifat Emosional walaupun tidak

setinggi Cina atau Venezuela. Mereka mementingkan baik sentuhan verbal maupun non

verbal. Adalah umum bagi orang Perancis untuk melakukan sentuhan, tatapan mata

mendalam, shaking hands, bahkan ciuman. Tak heran orang Perancis dikenal sebagai

orang orang yang romantis sampai sampai identik dengan French Kiss

Spesifik vs Diffusion

Dari dimensi ini, Perancis termasuk Spesifik. Hal ini merujuk kepada watak orang

Perancis yang to the point, tidak suka basa basi. Ditunjang dengan Uncertainty Avoidance

yang tinggi, maka semakin menguatkan orang Perancis untuk selalu bersikap to the point,

tidak berlama lama bercengkerama yang tidak ada kaitannya dengan bisnis atau masalah

tertentu. Imbasnya, mereka seringkali mengungkapkan ketidak puasan nya terhadap

sesuatu atau lawan bicaranya secara to the point, tanpa basa basi sama sekali. Yang

buruk ya buruk, yang bagus ya bagus, sehingga mereka tidak segan mengatakan kepada

rekan bisnisnya bahwa berbisnis dengan si A itu merugikan dan tidak berprospek, kinerja

si B itu kok buruk sekali, bahkan memecat karyawanpun secara terus terang, tanpa

banyak alasan serta penjelasan , yang kadang dibuat buat, seperti yang sering kita temui

di Indonesia. Hal ini tentu dapat menyinggung perasaan seseorang , terutama yang datang

dari negara negara yang menganut kultur diffusion, seperti Indonesia

Achievement vs Ascription

Dalam dimensi ini , Perancis juga moderate, yaitu merupakan kombinasi diantara

keduanya. Namun dari dua dimensi yang mestinya berlawanan ini, ada satu poin yang

sama yaitu baik pandangan Achievement maupun Ascription sama sama respect terhadap

adanya superioritas pada struktur organisasi hirarki. Bedanya kalau Achievement melihat

superioritas dalam hirarki dari performa serta knowledge seseorang, sedangkan Ascription

cenderung kepada sejauh mana komitmen seseorang terhadap organisasi dan misi. Dan

Page 9: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

9

Perancis merupakan kombinasi keduanya, sehingga dia akan sangat menghargai atau

menganggap seseorang superior, serta menempatkan seseorang pada tingkat hirarki

tertinggi, menilik dari performa, knowledge serta komitmennya terhadap organisasi dan

pekerjaannya.

Bagamana Organisasi Perancis ?

Dalam bekerjasama dengan orang Perancis, bisa jadi kita masuk sebagai bagian

anggota organisasinya. Untuk itu kita juga dituntut untuk memahami organisasi Perancis,

lebih khusus lagi, bagaimana culture dalam organisasi Perancis. Torrington (1994, 31)

mendefinisikan:

“ The culture of an organization is the characteristic spirit and belief

demonstrated within it, for example, in the norms and values that are generally

held about how people should behave and treat each other, the nature of working

relationships that should be developed, and the attitudes to customer and to

change that are conventionally held. Although essentially a „soft‟ concept, it is an

important way of understanding what is going on and how things could be

improved “

Organisasi Perancis , selaras dengan budaya Perancis yang memiliki level Power

Distance relative tinggi, maka cenderung memiliki banyak tingkatan hierarkis ( vertical

differentiation ) yang berlapis lapis, memberikan penekanan pada kegiatan supervisory

personal dan tentu saja centralized decision making,dalam hal ini yang berhak membuat

keputusan adalah tingkatan tertinggi dari strukturorganisasi tersebut, sedangkan bawahan

hanya bisa mengikuti dan melaksanakannya. Sehingga partisipasi anggota organisasi lain

terutama bawahan akan sangat kecil, terutama jika berkaitan denganhal hal yang

berhubungan dengan decision making. Torrington (1994, 14) menambahkan “ The French

have had a more formal approach to management” Hal ini masih ditunjang dengan

adanya tingginya skor uncertainty avoidance yang tentu saja berimbas kepada makin

formalnya sebuah organisasi, dimana banyak sekali terdapat peraturan peraturan,

prosedur serta perangkat perangkat kontrol lainnya. Dalam organisasi Perancis setiap

anggota organisasi memiliki spesialisasi sendiri sendiri di mana pekerjaannya benar benar

spesifik, Seorang Dosen Human Resources Management misalnya , apabila dia memiliki

keahlian dalam bidang Learning Organization, maka selamanya dia akan mengajar topik

Page 10: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

10

Learning Organization, tidak mungkin suatu saat dia diminta mengajar topik lain apalagi

mata kuliah lain. Hal ini tentu berpotensi menimbulkan kebosanan di kalangan mereka.

Selain itu job design dari setiap orang juga sudah diatur sedemikian detail dan spesifik,

bahkan sampai area kerjanya di mana juga ditentukan, hal ini juga dipengaruhi dengan

dimensi kultur Perancis yang cenderung spesifik menurut Trompenaars. Dengan

kombinasi power distance dan uncertainty avoidance yang sama sama tinggi, maka

tidaklah heran apabila organisasi Prancis sangat bersifat mechanism, seolah olah anggota

organisasi bagaikan robot yang telah di program segala sesuatu mengenai pekerjaannya,

mulai dari di mana wilayah kerjanya, fungsi hingga seberapa jauh kewenangannya dan di

dalam program itu juga dimasukkan berbagai procedur, peraturan peraturan, serta struktur

hirarkis yang kuat.

MOTIVATION : Apa yang dapat menjadi motivator bagi orang

Perancis ?

Perancis, seperti telah dibahas di atas , memiliki skor Uncertainty Avoidance yang

tinggi, dalam hal ini maka mereka selalu merindukan rasa aman dalam kehidupannya.

Dalam hal ini , seorang Perancis tidak akan keberatan untuk bekerja sangat keras , karena

menurut mereka, dengan bekerja keras, maka mereka akan memiliki performance yang

bagus si mata manajemen, serta berpeluang mendapatkan promosi ataupun berbagai

benefit dari perusahaan, di mana semuanya itu bisa mengakomodasi kerinduan mereka

pada rasa aman : aman secara financial, aman dalam hal kedudukan kerjanya, serta aman

dalam status sosialnya , sebagai seorang yang bekerja dan bukan pengngguran. Di

Perancis, pengangguran merupakan “ dosa yang tak termaafkan “ mengingat seorang

pengangguran dianggap tidak concern kepada ketidak pastian, serta seorang

pengangguran berpeluang menghancurkan rasa aman sesamanya. Di Perancis juga

merupakan hal yang umum apabila setiap orang memiliki asuransi maupun berbagai

jaminan sosial, ini merupakan salah satu wujud tingginya uncertainty avoidance nya..

Dalam hal ini Perancis , selain uncertainty avoidance nya tinggi, juga feminine, sehingga

orang Perancis lebih concern pada peningkatan kualitas hidup serta pada social needs, di

mana mereka tidak membedakan gender. Penggunaan pay, promotion dan successful

Page 11: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

11

career sebagai motivator, nampaknya cukup tepat untuk memotivasi orang Perancis. Hal

ini merujuk pada fakta bahwa mereka mengharapkan adanya kemapanan yang menurut

mereka apabila dia mapan, maka ketidak pastian akan terhindarkan, selain itu mereka

juga membutuhkan kebanggan serta pengakuan sebagai individu yang sukses, hal ini

merupakan konsekuensi tingginya tingkat Individualisme.. Apalagi dari sudut pandang

teori teori motivasi juga memberikan pembenaran atas hal itu. Menilik kepada

Herzberd’s motivator – hygiene theory , yang dibahas oleh Mc Shane dan Von Glinow,

dalam bukunya, Organizational Behavior: Emerging Realities for the Workplace

Revolution, , bahwa yang bisa menjadi motivator adalah self actualization dan esteem

menurut teori Maslow serta Need for achievement dan Need for power menurut teori Mc

Clelland. Dengan motivator pay, promotion dan successful career, sangat efektif untuk

memotivasi seseorang agar senantiasa melakukan proses learning dalam usahanya

meraih kebutuhan kebutuhan yang merujuk kepada self actualization dan esteem

menurut teori Maslow serta Need for achievement dan Need for power menurut teori Mc

Clelland. Misalnya , dengan memiliki posisi yang tinggi di organisasi , katakanlah

dipromosikan sebagai top management atau bahkan Monsieur le President, maka

seseorang akan merasa bangga dimana itu merupakan simbol aktualisasi diri atas hasil

jerih payah mereka di organisasi. Setiap orang baik di dalam organisasi maupun di luar

organisasi akan mengakuinya sebagai seseorang yang luar biasa hingga dapat menjadi

top manajemen dengan penghasilan berlimpah dan karir yang hebat. Pay , selain

menunjukkan pemenuhan kebutuhan diatas secara otomatis membuat mereka makin

terjamin kebutuhannya yang paling penting dan harus dipenuhi pertama kali menurut

hirarki Maslow yaitu Physichological, serta memungkinkan mereka untuk membeli

berbagai atribut yang tekait dengan pemenuhan kebutuhan esteem dan self actualizations

misalnya kondominium mewah, kapal pesiar dan sebagainya hal itu tentu akan semakin

membuat mereka nyaman karena selain mendapatkan pengakuan, juga membuang jauh

jauh ketidak pastian.

LEADERSHIP : Superioritas dalam hirarki

Page 12: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

12

Di Perancis, seorang leader cenderung menggunakan gaya manajemen “ tangan besi “.

Mereka benar benar menjaga jarak dengan bawahannya, dan benar benar memutuskan

apapun sesuai dengan keinginan dan pertimbangan mereka, tanpa mempertimbangkan

aspirasi bawahannya. Dalam gaya manajemen Perancis, mereka menutup rapat rapat

aspirasi dari bawah , apalagi mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Selain itu ,

dengan kondisi uncertainty avoidance yang juga tinggi, para leader di perancis bersikap

antipati terhadap adanya demokrasi dalam organisasi mereka, karena dari sudut pandang

mereka, demokrasi merupakan pangkal dari ketidak pastian. Leader memiliki hak

prerogative dan berbagai hak khusus lainnya dalam memimpin organisasi. Schneiden and

Barsoux (2003, 40) menggambarkan “ In France, for example, the boss is the boss”

Sekretaris , sangat berperan sebagai “ perisai” vagi sang boss. Apabila staf ingin

menghadap boss, maka dia harus mampu melewati sekretarisnya terlebih dahulu. Hal ini

tersirat dari pernyataan Torrington ( 1994, 35) “ Secretaries have great power as

intermediaries between anyone and their boss”

PRODUKTIVITAS : Produktif, Presisi, Efektif

Orang Perancis, dengan skor uncertainty avoidance yang sangat tinggi, akan bekerja

keras serta sangat concern terhadap produktivitasnya , sehingga rata rata orang Perancis

sangat produktif, serta menyelesaikan pekerjaannya secara tepat sesuai dengan spesifikasi

yang dibutuhkan. Berbagai metode diterapkan agar keseluruhan proses produksi benar

benar presisi dan menghindari penumpukan yang berlebihan di gudang. Mereka

menganggap bahwa barang yang menumpuk di gudang terlalu lama serta tidak jelas akan

diapakan dan dikemanakan, sedapat mungkin dihindari karena itu merupakan pangkal

dari ketidak pastian, hal ini merupakan manifestasi dari tingginya Uncertainty Avoidance.

Mereka juga menjunjung tinggi falsafah zero defect serta No Idle Material. Penerapan

Just in Time dan Material Requirement Planning juga sangatlah popular dalam

organisasi Perancis

Pelaksanaan MBO di Perancis : Hanyakah sekedar Lips Services?

Page 13: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

13

Salah satu pendekatan leadership yang berasal dari Amerika Serikat dan banyak

dikembangkan di berbagai negara adalah Management by Objectives (MBO) yang

pertama kali diperkenalkan oleh Peter Drucker di tahun 1955 dalam bukunya The

Practice of Management. MBO merupakan sistem manajemen yang menekankan pada

penilaian dan pemberian kesempatan yang sama pada semua orang tidak peduli apakah

dia wanita atau pria. Semua mendapat kesempatan yang sama untuk menerima gaji yang

layak, promosi dan memiliki karir yang sukses. Dalam hal ini MBO menawarkan

kesempatan yang sama untuk semua orang, tidak peduli gendernya apa, memiliki peluang

untuk melakukan negosiasi dengan atasannya, serta penilaian performance yang benar

benar obyektif , tidak dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang bersifat subyektif Lane

dan DiStefano ( 1992, 117 ) menekankan bahwa MBO dapat berhasil dalam kondisi :

The subordinates are sufficiently independent to negotiate meaningfully with the

boss ( not too large power Distance )

That both are willing to take risks ( weak uncertainty avoidance)

That performance is seen as important by both ( high masculinity)

Perancis, memproklamirkan bahwa mereka juga menerapkan MBO, yang dalam bahasa

Perancis disebut DPPO ( Direction Paticipative par Objectifs ) yang sangat menjunjung

tinggi slogan Liberte, Egalite, Fraternite ( Freedonm, Equality, Brotherhood ) .Namun

banyak pakar manajemen meragukan bahwa di Perancis, MBO benar benar dilaksanakan

secara komprehesif dan konsisten, bukan hanya mengenai gender saja , namun juga pada

prinsip egaliternya. Mengingat Perancis memiliki struktur yang sangat hirarkis, serta

power distance yang tinggi. Hal ini diperkuat oleh G Franck ( 1973 ) menulis” I think the

career of DPPO is terminated, or rather that it has never started and it won‟t ever start as

long as we continue in France our tendency to confound ideology and reality”, yang

mengacu kepada pertanyaan krusial yang cenderung merupakan sindiran, „ Apakah

pelaksanaan DPPO di Perancis sudah berakhir, atau bahkan belum pernah dimulai ?

Bagaimana berbisnis dengan orang Perancis ?

Hal lain yang dapat kita pelajari dari analisa dimensi kultur adalah bagaimana

kita dalam melakukan bisnis dengan orang Perancis Hal ini perlu kita cermati, mengingat

Page 14: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

14

apabila kita salah langkah, maka akan membuat peluang bisnis yang sudah di depan kita

menjadi lenyap, dan tentu saja merupakan kerugian untuk kita.

Hal pertama yang perlu kita lakukan pada saat bebisnis dengan orang Perancis ,

tentu saja memperlakukannya sebagai individu, seperti yang telah dibahas diatas , adalah

hal yang penting bagi orang Perancis untuk disapa dengan menyebut namanya. Selain itu,

dengan adanya karakter orang Perancis yang memiliki Uncertainty Avoidance tinggi,

sebaiknya kita benar benar menjaga agar jangan sampai mengusiknya dan membuat dia

merasa tidak aman. Melihat Spesifiknya budaya Perancis , sebaiknya kita langsung ke

pokok persoalan, dan tidak perlu berbasa basi. Perlu diperhatikan juga, bahwa untuk

berbisnis dengan orang Perancis kita sebaiknya menunjukkan kalau kita memiliki

knowledge serta komitment dalam berbisnis dengannya, sehingga penting bagi kita untuk

melengkapi diri kita dengan informasi yang jelas seputar bisnis yang akan kita lakukan.

Orang Perancis, juga sangat menghargai meeting yang efisien ,maka pada saat melakukan

meeting dengan orang perancis, hendaknya kita berlaku efisien dan memiliki agenda

yang jelas serta relevan. Jangan sampai mereka merasa bahwa meeting bersama kita

merupakan sesuatu yang membuang waktu saja, yang perlu diperhatikan juga, jangan

sampai mereka merasa diserang, apabila kita tidak setuju terhadap pandangan mereka,

hendaknya disampaikan secara diplomatis agar mereka dapat memahami, bukan merasa

diserang . Hal lain yang perlu dipahami, bahwa akan jauh mempermudah bagi kita

apabila kita dapat berbahasa Perancis. Karena Perancis, sebagaimana orang Inggris dan

Jerman sangat fanatic dengan bahasanya, oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk

menguasai bahasa mereka. Semakin sempurna jika kita benar benar memiliki pengalaman

pernah ke Perancis, sehingga kita benar benar dapat melihat dari dekat bagaimana budaya

Perancis, hal itu akan membuat kita semakin mendapat tempat di hati mereka dan juga

berpeluang menjadi pimpinan, jika kita bekerja di organisasi Perancis , seperti yang

ditegaskan Torrington (1994, 121) “ Language ability and international experience will

be viewed as extremely important for the future progression to the top of the company”

Bagaimana Bekerja untuk Orang Perancis

Page 15: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

15

Dalam bekerja, orang Perancis sangat gila kerja, maka dari itu, jika kita ingin

bekerja pada mereka hendaknya kita menampakkan komitmen yang tinggi terhadap kerja

serta organisasi kita .Selain itu dalam membuat laporan , hendaknya kita mengawalinya

dengan executive summary, hal ini penting karena orang Perancis menyukai segala

sesuatu yang jelas dan to the point. Selain itu kita sebaiknya benar benar memisahkan

kepentingan kita sendiri dengan kepentingan organisasi, hal ini sangat dijunjung tinggi

dalam organisasi Perancis. Manager Perancis, senantiasa respek pada orang orng yang

memiliki high performance, serta tidak segan memuji apabila performa kita memang luar

biasa.

Bagaimana me manage orang Perancis

Orang Perancis, seperti yang telah dibahas sebelumnya, sangat menyukai

kejelasan, maka dari itu, apabila kita me manage orang Perancis, sebaiknya dalam

memberikan instruksi, kita menyampaikannya secara jelas, tepat dan mengungkapkan

detail instruksi yang tidak berbelit belit. Mereka juga ingin agar mereka diperhatikan

secara individu, serta dipuji apabila mereka memang bekerja dengan baik. Apabila kita

ingin menegurnya, janganlah ditegur di muka umum, karena akan membuat mereka

merasa diserang, dan akan mengalami demotivasi, namun sebaiknya dia dipanggil ke

kantor dan dinasehati secara personal, itu akan membuat mereka merasa nyaman

Bagaimana dengan budaya kita ?

Untuk menganalisa bagaimana agar kita mampu menjalin hubungan bisnis

maupun kerja dengan orang Perancis , alangkah baiknya kita menganalisa terlebih dahulu

budaya Indonesia secara garis besar. Hal ini penting, agar kita dapat menemukan

kecocokan ataupun ketidak cocokan diantara dimensi budaya Perancis dan Indonesia,

serta mencari solusi yang tepat agar tidak sampai terjadi salah paham yang akan membuat

hubungan yang akan kita jalin menjadi retak atau inconvenience

Page 16: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

16

Indonesia : Hofstedes’s Perspective

Tabel 2. Budaya Indonesia menurut Hofstede‟s Rank

Index Rangking

Power Distance 78 8-9

Individualism 14 47-8

Masculinity 46 30-1

Uncertainty Avoidance 48 41 - 2

Rank Number : 1 – highest, 53 – lowest

Source : G. Hofstede ( 1991) Cultures and Organizations : Software of Mind, Mc Graw – Hill

Indonesia, menurut Hofstede‟s Rangk, memiliki Power Distance yang tinggi, hal

ini sesuai dengan kenyataan bahwa orang Indonesia sangat menjunjung tinggi adanya

hirarki dan menghormati orang yang lebih tua. Orang Indonesia sangat menghormati

orang tuanya, para sesepuh dan leluhurnya, yang pada budaya jawa dikenal dengan istilah

“ unggah ungguh “. Selain itu , orang Indonesia juga berorientasi ke keluarga, serta

cenderung bersifat kolektif, hal ini mengingat rendahnya skor individual. Falsafah gotong

royong, “Mangan ora mangan kumpul”, musyawarah untuk mufakat, “ Bersatu kita

teguh, bercerai kita runtuh “ bahkan yang terkesan agak negative yaitu Nepotisme-

walaupun dalam beberapa hal nepotisme sebenarnya juga menguntungkan asal dilakukan

secara bertanggung jawab dan sehat - menggambarkan betapa tingginya tingkat

kolektivisme orang Indonesia. Hal ini berimbas kepada proses pengambilan keputusan

yang cenderung mufakat dan kompromi, sehingga membuat semua pihak “ happy “ atau

istilah internasionalnya “ win- win solution “ Orang Indonesia juga dikenal ramah dan

suka menolong, serta memiliki toleransi yang tinggi. Indonesia juga cenderung feminine

walaupun masih kategori moderate low, namun ini dibuktikan dengan banyaknya wanita

yang mampu menduduki posisi kunci di perusahaan maupun di pemerintahan. Presiden

Megawati, mantan CEO Indofood Eva Riyanti Hutapea, serta Memperindag Rini

Soewandi merupakan contoh betapa Indonesia tidak mempermasalahkan gender, hal ini

tidak mungkin kita jumpai di negara negara yang memiliki tingkat Masculinitas tinggi,

seperti Jepang , misalnya. Selain itu banyaknya wanita Indonesia yang berprofesi pada

Page 17: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

17

bidang yang sebenarnya untuk porsi lelaki seperti petugas SPBU, tambal ban, janitor,

gardener, cleaning services , bahkan tukang becak menguatkan indikasi bahwa Indonesia

cenderung .Orang Indonesia juga memiliki tingkat uncertainty avoidance yang moderate

low, dalam hal ini orang Indonesia tidak terlalu berhati hati seperti orang Perancis. Hal

ini nampak dari santainya orang Indonesia tetap berjalan jalan di Mall walaupun banyak

ancaman bom, seperti misalnya saat Tunjungan Plaza diteror bom, tetap saja banyak

orang Indonesia yang pergi ke sana, hal ini tidak akan dijumpai di Perancis, sebuah

tempat yang diancam bom, bisa ditutup selama beberapa hari sampai keadaan benar

benar aman.

Indonesia menurut dimensi Trompenaars

Indonesia cenderung :

Particularism

Communitarianism

Neutral

Diffuse

Ascription

Dari dimensi Trompenaars, orang Indonesia cenderung Particularist, cenderung

mengutamakan hubungan daripada peraturan, seperti yang telah dibahas diatas, orang

Indonesia lebih mengutamakan keluarga, bahkan dalam pengambilan keputusan selalu

dengan mufakat dan menjaga agar semuanya senang. Hal ini menyebabkan ekses seperti

terjadinya fenomena , Uang Damai, Nepotisme bahkan ungkapan “ Asal Bapak Senang “

Dalam membahas kontrak kontrak hukum sekalipun, orang Indonesia dengan senang hati

melakukan modifikasi di sana sini agar dapat diterima oleh semua pihak. Dalam dimensi

Trompenaars, orang Indonesia sangat Colective ( Communitarianism ).Begitu kuatnya

kolektivitas itu sampai berimbas pada saat seseorang mendeskripsikan dirinya. Banyak

kita temui di seminar seminar, presentasi ataupun penyuluhan, seringkali penyaji

mendeskripsikan dirinya sebagai “ kami “ walaupun jelas jelas yang menyajikan hanya

dia sendirian serta yang dipresentasikan juga hasil karyanya sendiri, tidak ada

Page 18: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

18

keterlibatan orang lain sama sekali. Kolektivitas itu juga merambat ke dunia kerja,

banyak sekali tenaga kerja yang tidak produktif, namun masih dipertahankan,dimana

memang ciri dari kolektivism itu termasuk rendahnya job turnovers dan rendahnya

mobility. Hal ini sangat tampak terutama pada kantor kantor pemerintahan.

Dalam hal emosional, tidak seperti orang Perancis yang sangat affective, orang Indonesia

cenderung bersikap netral, tidak manampakkan apa yang mereka pikirkan atau rasakan.

Orang Indonesia cenderung memendam perasaannya, seberat apapun, padahal hal ini

berbahaya , karena selain menimbukan stress juga berpotensi meledak sewaktu waktu,

dan bisa jadi pada orang yang salah, yang tidak tahu apa apa mendadak kena getahnya

dan saat yang tidak tepat pula Orang Indonesia bisa tetap tersenyum walaupun dalam

hatinya benci sekali pada orang itu,bahkan mungkin berniat mencelakainya. Mentalitas

ini, dalam bahasa jawa sering diungkapkan sebagai “ mbendhol mburi “ , nampak baik

namun sebenarnya watak aslinya tidak seperti itu, tentu saja tidak semua orang Indonesia

seperti itu, banyak juga orang Indonesia yang fair dan bersikap apa adanya. Selain itu di

Indonesia, adalah hal yang tabu apabila kita berciuman, berpelukan serta melakukan

berbagai kontak fisik di depan umum. Orang Indonesia, juga cenderung diffuseness, oleh

karena itu, orang Indonesia sangat mengutamakan basa basi sebelum mengutarakan

permasalahan yang sebenarnya. Ibaratnya, dari Surabaya mau ke Bandung,

menyempatkan diri berputar ke Semarang atau bahkan ke Banyuwangi. Orang Indoesia

juga dikenal Ascription Oriented, maka dari itu , orang Indonesia sangat gemar

memasang gelarnya dimanapun, tidak saja pada organisasinya serta buku karangannya,

bila perlu di papan rumah sekalipun juga ditulis lengkap berikut gelarnya . Seorang

Profesor Indonesia, misalnya, seolah olah membawa gelarnya kemana mana. Pada saat

kita bertemu sang Profesor di Pasar, Mall , Bioskop bahkan di tempat parkir, dia akan

sangat senang apabila kita menyebut namanya dengan diawali dengan Prof. Selamat pagi,

Prof Abcd, dan sebagainya. Sebagai bentuk apresiasi terhadap superioritasnya Profesor

dalam hirarkis akademis di Indonesia, seorang Profesor seolah olah seperti balsam,

dianggap mampu menyembuhkan penyakit apa saja, entah itu pusing, tergigit serangga,

bengkak atau gatal gatal. Hal ini merupakan fenomena yang unik, dimana seorang

Profesor Indonesia berani mengajar mata kuliah yang bukan bidangnya, bahkan berbeda

disiplin ilmu. Hal ini pun tidak mendapatkan protes dari siapapun, termasuk mahasiswa,

Page 19: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

19

karena pandangan umum masyarakat kita mengenai sosok seorang Profesor, berarti tahu

tentang segalanya, segala bidang, segala disiplin ilmu, dan segala solusi permasalahan. Di

Indonesia ,dapat kita temui seorang Guru Besar bidang Teknik, misalnya, mengajar

tentang Manajemen. Hal ini hampir tidak mungkin ditemui di luar negeri, seperti di

Inggris, misalnya, Stephen Hawking, yang diakui sebaagi manusia terpandai di dunia saat

ini, selain tidak pernah mencantumkan gelar profesornya dimanapun, bahkan di buku

buku karangannya, dia juga tidak berani untuk mengajar manajemen, walaupun mungkin

dia mampu melakukannya . Selain itu di setiap undangan orang Indonesia selalu

mencantumkan “ mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan pada nama gelar anda “

Oleh karena itu tak heran jika fenomena ini dimanfaatkan oleh segelintir oknum yang

menawarkan beragam gelar dengan cara membeli, yang saat ini ramai beredar di

kalangan pengusaha , pejabat , bahkan dosen. Banyak lembaga yang berkantor di ruangan

sempit sebuah gedung menawarkan gelar dari luar negeri dengan biaya murah dan kuliah

( sangat ) singkat. Semua gelar tersedia, mulai dari BA, Ir, B.Sc, MBA , Ph.D bahkan ada

yang berani menawarkan gelar Profesor.Gelar Ph.D dari universitas luar negeri,

ditawarkan hanya dengan 20 juta dalam waktu maksimum 1 tahun , sudah termasuk

disertasi, padahal untuk meraih gelar Ph.D di Universitas yang sama di luar negerinya,

memerlukan dana tak kurang dari 250 juta dan masa studi 3 – 5 tahun . Parahnya lagi,

penawaran itu justru disambut luar biasa oleh kalangan pejabat, pengusaha dan yang

lebih parah lagi, para dosen, mereka berlomba lomba memborong gelar untuk menaikkan

pangkat, tapi yang utama , sesuai dengan prinsip Ascription Oriented, adalah untuk

pengakuan diri , memprihatinkan bukan ? Hal ini sangat bertolak belakang dengan

budaya Perancis, di mana seorang professor merasa tidak perlu dipanggil dengan sebutan

“ Prof”, seperti yang tertuang dalam tulisan Schneider and Barsoux (2003, 28) “ In

France, one would most likely be addressed as Monsieur or Madame, not Docteur nor

Professeur”

Kultur Indonesia vs Budaya Perancis

Dari segi Hofstede „s Rank Orang Indonesia memiliki similaritas dengan orang Perancis

dalam hal Power Distance dan Masculinity. Baik orang Indonesia maupun Perancis

Page 20: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

20

sangat menghargai orang yang lebih tua, lebih senior serta yang lebih tinggi

kedudukannya, dimana baik orang Indonesia dan Perancis adalah pengikut setia aliran

hirarkis. Selain itu, baik kita maupun mereka juga sama sama feminine dan tidak

membeda bedakan gender. Sehingga dari dua sudut pandang ini , hubungan orang

Indonesia dan Perancis tidak terlalu bermasalah. Masalah baru timbul, dan justru ini yang

lebih penting , adalah dimensi Individualism dan Uncertainty Avoidance yang tinggi dari

Perancis, sedangkan Indonesia kebalikannya.Hal ini agak menyulitkan , karena orang

Perancis sangat concern dengan keselamatan, mereka selalu ingin menerapkan standart

keamanan yang tinggi dan ketat, sementara orang Indonesia justru merasa terganggu

apabila mengalami hal seperti itu. Untuk memakai sabuk keselamatan di mobil mereka,

polisi sampai perlu mengadakan kampanye tilang, begitu juga ketika kita masuk Mall dan

mengalami pemeriksaan yang ketat , orang Indonesia merasa tidak nyaman, sedangkan

orang Perancis justru merasa aman dengan adanya pemeriksaan itu. Masalah

Individualism juga sering menjadi masalah, manakala orang Indonesia terlalu bersifat

kolektivism. Orang Perancis menganggap apa yang kita lakukan adalah tanggung jawab

pribadi ,dan apabila ada kesalahan juga tanggung jawab pribadi, namun orang Indonesia

berpikir sebaliknya , bahwa semua adalah tanggung jawab bersama, sehingga orang

Indonesia seringkali menimpakan kesalahan pada orang lain , mengkambing hitamkan

orang lain atau sesuatu. Hal ini akan membuat orang Perancis tidak nyaman, mereka

mengharapkan agar kalau saya salah, ya harus diakui saya yang salah, bukan si A, si B ,

si C yang harus kena getahnya. Kebiasaan menyapa juga harus hati hati, seprti yang telah

dibahas sebelumnya, orang Perancis suka disebut dengan namanya, Bonjour Doni,

misalnya, sedangkan orang Indonesia hanya mengatakan Selamat Pagi Pak, bukan

Selamat Pagi, Pak Doni, ini akan membuat orang Perancis tidak nyaman. Hal ini

ditegaskan oleh Schneider and Barsoux (2003, 26) “ In France, greetings are highly

personal and individual”. Dari sudut pandang Trompenaars, Perancis cenderung banyak

moderate nya sehingga tidak terlalu masalah, kecuali pada bagian Emotion dan Spesifik,

namun justru di sinilah masalah terbesarnya, karena dalam hubungan seringkali justru

banyak ditentukan oleh kedua dimensi ini. Orang Indonesia akan merasa risih apabila

dicium di muka umum, jangankan oleh orang lain, oleh pacar, istri atau suami sendiri saja

merasa risih untuk berciuman dan berpelukan di muka umum, sedangkan orang Perancis

Page 21: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

21

justru menganggap itu merupakan keharusan, serta bagian dari greetings Untuk itu perlu

diberikan penjelasan secara hati hati namun efektif, agar orang Perancis tidak tersinggung

dan tidak nyaman apabila ciuman dan pelukannya ditolak. Selain itu dari dimensi Spesific

vs Diffusion juga berbahaya, orang Perancis suka to the point, sedangkan orang Indonesia

tidak langsung, bahkan cenderung berputar putar hal ini akan membuat meeting yang

melibatkan orang Indonesia dan Perancis seringkali tidak mencapai titik temu yang

diinginkan hal ini harus diantisipasi dengan agenda rapat yang jelas dan pokok bahasan

yang terarah. Sebaiknya janganlah kita menawarkan makan sebelum meeting, jika

maksudnya hanya berbasa basi dan tidak benar benar ingin menjamunya makan, orang

Perancis akan memberikan respon terhadap hal itu dan benar benar mengharapkan anda

menjamunya makan, dan benar benar makan, sampai mungkin, menghabiskan berporsi

porsi masakan dan waktu yang lama.

Penutup

Melihat dari fenomena, dimana perusahaan Perancis makin dominan dalam

market Internasional, dan makin membanjirnya produk produk Perancis di banyak

negara, serta mendapat tempat di hati konsumen, nampaknya hanya tinggal menunggu

waktu saja untuk berinteraksi dengan orang Perancis. Dua imperium bisnis Perancis,

Moulinax dan Le Meridiens, telah hadir di Indonesia, dan ini merupakan langkah awal

sebelum berbondong bondongnya perusahaan Perancis menginvasi market Indonesia

Untuk itu kita harus menyiapkan diri agar kita tidak menemui hambatan serta

dapat bersinergi dengan orang Perancis secara baik, entah sebagai partner bisnis, rekan

sekerja, kolega, anak buah atau mungkin pimpinan. Untuk itu , perlu sekali kita untuk

mempelajari budaya Perancis, termasuk bagaimana organisasi Perancis, apa yang dapat

memotivasi orang Perancis, bagaimana produktivitas orang perancis, apa yang harus kita

lakukan andaikata kita berbisnis dengan orang Perancis, bagaimana memperlakukan

orang Perancis dan bagaimana keseharian orang Perancis sehingga kita dapat beradaptasi

dengan mereka dan membentuk suatu synergy . Dengan membandingkannya dengan

budaya kita sendiri, maka kita dapat mengetahui perbedaan antara budaya kita dan

Page 22: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

22

mereka, mendeteksi apa apa yang akan menjadi hambatan dan menyulitkan pada saat

kita berinteraksi dengan mereka, sehingga kita dapat mengetahui hal hal yang boleh

dilakukan dan tabu dilakukan pada saat berinteraksi dengan mereka. Pada intinya, dengan

mempelajari budaya mereka, kita dapat mendekatkan dan mengakrabkan secara efisien

dan efektif.

Dari banyaknya perbedaan tersebut, maka kita memang perlu banyak belajar

menghargai mereka denga nsentuhan sentuhan individunya , banyak menahan diri agar

mereka tidak merasa diserang , meningkatkan performa dan etos kerja kita, mengingat

orang Perancis sangat concern terhadap high performance serta presisi dalam melakukan

tugas. Hal penting yang perlu kita jaga juga termasuk jangan terlalu banyak berbasa basi

dan berbelit belit, mengingat orang Perancis menyukai kejelasan dan to the point, serta

banyak sekali hal hal lain yang perlu kita pahami, mengingat perbedaan yang sangat

tajam antara budaya kita dengan budaya Perancis. Dengan memahami dan

menerapkannya, maka kita akan dapat membangun synergy dengan mereka.

Prepare and presented by : Daniel Doni Sundjojo

Page 23: BAGAIMANA BERBISNIS DENGAN ORANG PERANCIS by DANIEL DONI SUNDJOJO

Bagaimana berbisnis dengan orang & organisasi Perancis? –

Prepared & presented by Daniel Doni Sundjojo

Bussiness International Forum

23

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Desimone, R.L., J.M. Werner, and D.M.Harris. 2002. Human Resources

Development. Orlando: Harcourt Inc.

Hill. 2003. International Bussiness : Competing in the Global Marketplace. New York:

Mc Graw- Hill.

Kotler, P. 2003. Marketing Management. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Lane, H.W. and J.J. Di Stefano. 1992. International Management Behavior,. Boston :

PWS Kent Publishing Company.

Lovelock, C.H., and L.K. Wright. 2002. Priciples of Services Marketing and

Management. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Mc Shane, S.L., and M. Von Glinow. 2003. Organizational Behavior. New York: The

McGraw – Hill Company, Inc.

Sairin. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia : Perspektif Anthropologi.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Schneider, S.C and Jean-Louis Barsoux. 2003. Managing Across Cultures. Edinburgh

Gate, Pearson Deucation Limited.

Stacey, R. D. 2000. Strategic Management and Organizational Dynamics: The

Challenge of Complexity. Harlow: Pearson Education Limited.

Torrington, D. 1994. International Human Resources Management : Think Globally, Act

Locally. Hertfordshire : Prentice Hall Imternational.

Wilson, J. P. (Edit).1999. Human Resources Development. London: Kogan Page Limited.