Top Banner
BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran komunikasi, (3) waktu, dan (4) sistem sosial. Sehubungan dengan itu, bab ini akan menjelaskan keempat unsur difusi tersebut, diikuti kemudian dengan penjelasan karakteristik adopter dan laju adopsi inovasi ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa. 6.1 Proses Difusi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa 6.1.1 Inovasi Ponsel Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, inovasi adalah suatu gagasan, praktek atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu. Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ponsel. Pada umumnya, khususnya bagi masyarakat perkotaan, ponsel bukan merupakan suatu hal yang baru. Namun, bagi sebagian besar masyarakat perdesaan, terutama desa-desa yang terpencil, ponsel merupakan hal yang masih baru. Begitupun bagi masyarakat di Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, ponsel dianggap sebagai sebuah inovasi. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar penduduk di Desa Kemang dapat mengakses ponsel baru setelah berdirinya BTS XL pada tahun 2008, meskipun sebelumnya mereka telah mendengar/mengenal ponsel. Terkait hal tersebut, sekitar 93 persen adopter menggunakan kartu XL sebagai provider ponsel mereka. Adapun merek ponsel yang sebagian besar digunakan oleh adopter adalah Nokia, yaitu sekitar 76 persen, sementara sisanya adalah ponsel-ponsel produksi Cina (MITO, VISIO, CROSS, dan NEXIAN). Harga ponsel yang dibeli adopter berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 , dengan harga rata-rata Rp 570.000,00. Secara umum, jenis fitur/fasilitas yang tersedia di dalam ponsel adopter bervariasi, tidak hanya dapat digunakan untuk telepon dan SMS, namun sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti kamera, video, radio, MP3 player, game, dan internet.
13

BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

Mar 09, 2019

Download

Documents

vuonghanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

46

BAB VI

UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER

Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker

(1971), terdapat empat unsur dalam proses difusi, yaitu: (1) inovasi, (2) saluran

komunikasi, (3) waktu, dan (4) sistem sosial. Sehubungan dengan itu, bab ini

akan menjelaskan keempat unsur difusi tersebut, diikuti kemudian dengan

penjelasan karakteristik adopter dan laju adopsi inovasi ponsel di Kampung Beber

dan Kampung Cikupa.

6.1 Proses Difusi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa

6.1.1 Inovasi Ponsel

Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, inovasi adalah

suatu gagasan, praktek atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu.

Inovasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ponsel. Pada umumnya,

khususnya bagi masyarakat perkotaan, ponsel bukan merupakan suatu hal yang

baru. Namun, bagi sebagian besar masyarakat perdesaan, terutama desa-desa yang

terpencil, ponsel merupakan hal yang masih baru. Begitupun bagi masyarakat di

Desa Kemang, Kecamatan Bojongpicung, Kabupaten Cianjur, ponsel dianggap

sebagai sebuah inovasi. Hal tersebut dikarenakan, sebagian besar penduduk di

Desa Kemang dapat mengakses ponsel baru setelah berdirinya BTS XL pada

tahun 2008, meskipun sebelumnya mereka telah mendengar/mengenal ponsel.

Terkait hal tersebut, sekitar 93 persen adopter menggunakan kartu XL sebagai

provider ponsel mereka.

Adapun merek ponsel yang sebagian besar digunakan oleh adopter adalah

Nokia, yaitu sekitar 76 persen, sementara sisanya adalah ponsel-ponsel produksi

Cina (MITO, VISIO, CROSS, dan NEXIAN). Harga ponsel yang dibeli adopter

berkisar antara Rp 100.000,00 sampai Rp 2.000.000,00 , dengan harga rata-rata

Rp 570.000,00. Secara umum, jenis fitur/fasilitas yang tersedia di dalam ponsel

adopter bervariasi, tidak hanya dapat digunakan untuk telepon dan SMS, namun

sudah dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti kamera, video, radio, MP3

player, game, dan internet.

Page 2: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

47

Sekitar 48 persen adopter, belum pernah mengganti ponselnya dari awal

pembelian sampai penelitian dilakukan. Namun demikian, terdapat pula adopter

yang telah mengganti ponselnya satu sampai dengan empat kali, dengan

persentase berturut-turut sekitar 16 persen (sekali ganti ponsel), 25,33 persen (dua

kali ganti ponsel), 6,67 persen (tiga kali ganti ponsel), dan 5,33 persen (empat kali

ganti ponsel). Hal tersebut, dilakukan karena ponsel yang digunakan adopter rusak

atau hilang. Alasan lainnya adalah mengikuti perkembangan model ponsel yang

semakin canggih dan modern, serta ada yang sengaja menjual kembali ponselnya

dan menggantinya dengan harga yang lebih murah, khususnya karena masalah

ekonomi.

6.1.2 Saluran Komunikasi

Mengacu pada Rogers dan Shoemaker (1971), saluran komunikasi adalah

cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang

dibedakan ke dalam saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Tabel 15

di bawah ini menjelaskan tentang sejumlah sumber informasi inovasi ponsel di

kalangan adopter.

Ditinjau dari penyebarannya, informasi berkenaan inovasi ponsel lebih

banyak diterima adopter dari saluran komunikasi interpersonal, yaitu kelurga inti,

teman, dan/atau kombinasi keduanya dengan persentase sekitar 43 persen. Namun

demikian, secara umum persentase tertinggi sumber informasi inovasi ponsel bagi

para adopter di kedua kampung berasal dari teman serta kombinasi antara teman,

media elektronik, dan media cetak dengan persentase yang hampir sama sekitar 24

persen. Sementara, jika dilihat per kampung, sumber informasi inovasi ponsel di

Kampung Beber mayoritas berasal dari kombinasi antara teman, media elektronik,

dan media cetak, sedangkan di Kampung Cikupa mayoritas berasal dari teman

saja. Hal ini karena tingkat status sosial ekonomi adopter di Kampung Beber lebih

tinggi dibanding dengan adopter di Kampung Cikupa, sehingga kepemilikan

media massa elektronik lebih banyak dimiliki oleh adopter di Kampung Beber.

Page 3: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

48

Tabel 15 Distribusi Adopter menurut Sumber Informasi tentang Inovasi Ponsel di

Kampung Beber dan Cikupa Tahun 2011 (dalam persen)

Sumber Informasi Beber Cikupa Total

Keluarga Inti 5,33 6,67 12,00

Teman 12,00 12,00 24,00

Media Elektronik 1,33 1,33 2,67

Media Cetak 0,00 1,33 1,33

Keluarga Inti+Teman 5,33 1,33 6,67

Keluarga Inti+Teman+Media Elektronik 4,00 10,67 14,67

Keluarga Inti+Teman+Media

Elektronik+Media Cetak 1,33 0,00 1,33

Keluarga Inti+Media Elektronik 10,67 1,33 12,00

Teman +Media Elektronik+Media Cetak 15,99 8,00 23,99

Media Elektronik+Media Cetak 0,00 1,33 1,33

Total (persen) 56,00 44,00 100,00

Total (jumlah) 42 33 75

Selanjutnya, jika dilihat dari akumulasi saluran komunikasi interpersonal

dan media massa, data di atas menunjukkan bahwa saluran komunikasi

interpersonal lebih dominan dibanding saluran media massa. Hal ini sesuai dengan

pendapat Rogers dan Shoemaker yang menyatakan bahwa saluran komunikasi

interpersonal lebih efektif membangun dan mengubah sikap, sementara saluran

media massa efektif mengubah pengetahuan tentang inovasi.

6.1.3 Waktu

Inovasi ponsel telah dikenal oleh masyarakat di Kampung Beber dan

Cikupa sejak sekitar 15 tahun lalu, yang ditandai oleh kepemilikan salah satu

warga akan ponsel yang pertama kali pada tahun 1995. Warga tersebut adalah

mereka yang berhubungan dengan orang di luar desa khususnya di perkotaan,

seperti pengusaha. Tabel 16 di bawah ini menunjukkan jumlah individu yang

mengadopsi inovasi ponsel setiap tahunnya di kedua kampung.

Page 4: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

49

Tabel 16 Jumlah Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa menurut

Tahun Adopsinya (dalam persen)

Tahun menerapkan inovasi ponsel Beber Cikupa Total

1995 1 0 1

1999 0 1 1

2000 3 1 4

2003 0 1 1

2005 5 1 7

2006 3 0 3

2007 4 15 19

2008 16 3 19

2009 5 11 16

2010 15 7 21

2011 4 4 8

Total (persen) 56 44 100

Total (jumlah) 42 44 75

Jika dilihat dari penyebarannya di tiap kampung, data pada Tabel 16

menunjukkan warga yang pertama kali mengadopsi ponsel berasal dari Kampung

Beber. Selanjutnya warga di Kampung Cikupa mulai mengadopsi inovasi ponsel

meskipun persentasenya sangat rendah. Diketahui pula bahwa adopter ponsel di

kedua kampung meningkat sejak memasuki tahun 2005. Hal ini dikarenakan

munculnya ponsel dengan berbagai merek, tipe, dan harga, semakin

mempermudah akses individu terhadap ponsel. Di samping itu, peningkatan

jumlah adopter ponsel dikarenakan banyaknya masyarakat desa yang mulai

melakukan migrasi sirkuler2 ke perkotaan, baik untuk urusan pekerjaan atau

sekolah, kemudian mereka menggunakan ponsel di tempat perantauan.

Selanjutnya, sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pada tahun

2008, tepatnya pada bulan Agustus, perusahaan XL mendirikan BTS di Desa

Kemang, yang letaknya di Kampung Beber. Kehadiran BTS ini telah membuka

akses masyarakat setempat terhadap jaringan ponsel dan kemudian memicu

masyarakat untuk menggunakan ponsel.

2 Menurut Zelinsky (1986) dalam Rusli (1995), sirkulasi atau migrasi sirkuler adalah berbagai

macam gerak penduduk yang biasanya berciri jangka pendek, repetitif, atau siklikal dan mempunyai

kesamaan dalam hal tidak adanya niat yang jelas untuk mengubah tempat tinggal permanaen. Sirkulasi

merupakan gerak “berselang” antara tempat tinggal dan tempat tujuan baik untuk bekerja maupun untuk

tujuan lain seperti sekolah.

Page 5: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

50

6.1.4 Sistem Sosial

Difusi inovasi terjadi dalam suatu sistem sosial, karenanya struktur sosial

dalam sistem mempengaruhi pola-pola difusi inovasi. Selanjutnya, di dalam

struktur sosial tersebut terdapat peranan-peranan yang dimainkan oleh individu-

individu tertentu, khususnya pemuka pendapat (tokoh masyarakat) dan agen

perubah. Dalam konteks peranan tokoh masyarakat, dimungkinkan adanya

individu yang mengembangkan struktur komunikasi homofili dan heterofili.

Semakin homofili struktur komunikasi, semakin cepat laju adopsi, dan sebaliknya.

Tokoh masyarakat yang berperan penting dalam penyebaran inovasi

ponsel di Kampung Beber dan Cikupa adalah para pemilik lahan yang meyewakan

lahannya kepada perusahaan XL dan Telkomsel sebagai tempat berdirinya BTS,

karena mereka telah membuka akses masyarakat setempat terhadap jaringan

ponsel.

Salah seorang pemilik lahan di Kampung Cikupa yang lahannya disewa

oleh perusahaan XL adalah Bapak JLN, Pertama kali perusahaan XL masuk ke

Desa Kemang adalah untuk mencari lahan dimana terdapat titik sinyal. Namun,

yang datang ke desa bukanlah pihak langsung perusahaan, akan tetapi melalui

calo. Sebenarnya, titik sinyal itu berada di area Kantor Desa Kemang, akan tetapi

lahan tersebut milik pemerintah. Pihak perusahaan menyatakan malas jika harus

berurusan dengan pemerintah, karena prosedurnya yang rumit. Akhirnya, calo

yang mewakili perusahaan tersebut mencari lahan kosong yang berjarak sekitar

100 meter dari titik sinyal dan menemukan lahan sawah milik Bapak JLN..

Proses negosiasi pun dimulai antara calo dan Bapak JLN yang diwakili

oleh anaknya, Bapak HRL. Penawaran harga sewa tanah pertama adalah 75 juta

rupiah per lima belas tahun, akan tetapi pada saat penandatanganan perjanjian di

depan notaris, 24 Mei 2008, harga yang disepakati adalah 65 juta rupiah per lima

belas tahun. Hal itupun sampai saat ini masih menjadi misteri, namun diduga telah

terjadi kecurangan pada pihak perusahaan, karena tidak lama dari proses tersebut,

penanggungjawab dari pihak perusahaan dipecat dari pekerjaannya. Proses

perjanjian ini juga melibatkan pihak kecamatan dan desa. Setelah

penandatanganan perjanjian, pembangunan menara BTS pun dimulai. Tenaga

kerja yang digunakan adalah dari masyarakat setempat, akan tetapi untuk bagian

Page 6: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

51

konstruksi tenaganya disiapkan dari perusahaan. Proses pembangunan pun

berjalan kurang lebih selama empat bulan, dari bulan Mei hingga Agustus 2008.

Selain itu, pihak perusahaan pun mengadakan sosialisasi akan bahaya-bahaya

yang mungkin ditimbulkan oleh menara BTS kepada warga masyarakat yang

berdomisili pada radius 60 meter dari wilayah menara BTS. Selanjutnya, kepada

mereka diberi uang kompensasi oleh perusahaan sebesar Rp 250.000,00 per jiwa.

Selain itu, kepada mereka perusahaan juga memberikan jaminan untuk mengganti

atau memperbaiki alat-alat elektronik milik mereka yang rusak akibat berdirinya

menara BTS tersebut. Untuk pemeliharaan menara BTS XL, perusahaan

menunjuk Bapak HRL dengan memberikan insentif setiap bulannya.

Sebagaimana diketahui, di Kampung Beber terdapat dua buah BTS, selain

BTS XL berdiri pula BTS Telkomsel yang didirikan di lahan milik Bapak HAS.

Proses negosiasi antara perusahaan Telkomsel dan Bapak HAS tidak jauh berbeda

dengan yang dilakukan antara perusahaan XL dan Bapak JLN. Lahan tersebut

dipilih karena titik sinyal Telkomsel berada tepat di lahan itu. Penawaran harga

sewa pada mulanya sebesar 70 juta rupiah per sepuluh tahun, akan tetapi pada

akhirnya harga sewa menjadi 60 juta rupiah per sepuluh tahun, karena sisa dana

yang sebesar 10 juta rupiah digunakan untuk insentif tim survei dan dana

kompensasi bagi warga masyarakat yang berdomisili di sekitar lahan yang akan

dijadikan tempat pembangunan BTS. Proses survei hingga pembangunan selesai

telah menghabiskan waktu sekitar tiga bulan, dari bulan Mei sampai dengan

Agustus 2010.

Selain berperan dalam menyewakan lahannya, Bapak HAS juga

merupakan tokoh masyarakat yang memiliki ponsel pertama kali di Kampung

Beber dan Cikupa. Beliau adalah seorang pengusaha daun pisang yang banyak

membantu masyarakat dalam pembangunan desa. Meskipun Bapak HAS

berpendidikan tamat Sekolah Dasar (SD), tetapi dia lebih terdedah terhadap media

massa, lebih kosmopolit karena lebih sering berkomunikasi dengan agen perubah

(perusahaan provider), dalam hal aksesibilitas, serta memiliki partisipasi sosial

yang lebih tinggi dibanding masyarakat lainnya dan lebih inovatif.

Secara umum, sebagaimana dijelaskan di atas, terdapat heterogenitas

karakteristik anggota sistim sosial di dua kampung, Beber dan Cikupa, namun

Page 7: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

52

demikian, sebagaimana dikemukakan oleh Mugniesyah (2007), sebagian besar

warga di dua kampung tersebut memiliki hubungan sistim kekerabatan yang kuat,

baik karena faktor genealogis (keturunan) maupun melalui sistim perkawinan.

Hasil studi Mugniesyah tersebut melaporkan bahwa dari total 125 anggota

rumahtangga di dua kampung tersebut di atas, terdapat 50,4 persen pasangan

suami isteri yang berasal dari kampung yang berbeda dan sekitar 16 persen

menikah dengan pasangan yang berasal dari kampung yang sama di Desa

Kemang.

6.2 Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung

Beber dan Cikupa

6.2.1 Kurva Penerimaan Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa

Sebagaimana dikutip Mugniesyah (2006), Rogers dan Shoemaker (1971)

menyatakan bahwa adanya variabel waktu dalam difusi inovasi memungkinkan

para peneliti menglasifikasikan kategori adopter dan membuat plot kurva difusi.

Dinyatakan oleh kedua ahli komunikasi tersebut, bahwa secara umum jika suatu

inovasi diintroduksikan kepada suatu sistem sosial, maka dengan berjalannya

waktu, kita akan menemukan bahwa jumlah orang yang mengadopsi inovasi akan

semakin bertambah banyak. Secara empiris -walaupun tidak semua hasil

penelitian demikian- diketahui bahwa jika pengadopsi (adopter) dalam suatu

periode waktu tertentu diplotkan menurut frekuensi akan membentuk suatu kurva

berbentuk genta (Bell-shape curve), sementara jika diplotkan secara kumulatif

akan menghasilkan kurva berbentuk S.

Gambar 3 di bawah ini menyajikan kurva penerimaan inovasi ponsel di

kalangan adopter, yang dibuat berdasar data pada Tabel 16 di atas.

Page 8: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

53

Gambar 3 Kurva Akumulasi Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Cikupa pada Periode Tahun 1995-2011

Hasil penelitian yang dilakukan di Kampung Beber dan Cikupa

menunjukkan bahwa penerimaan inovasi ponsel menyerupai bentuk Kurva-S

(cumulative S-curve). Sebagaimana terihat pada gambar di atas, distribusi adopter

ponsel meningkat sangat lambat dari tahun 1995 sampai pada tahun 2007. Hal

tersebut dimungkinkan karena pada periode tersebut, akses adopter terhadap

ponsel masih sangat terbatas, salah satunya dari aspek jaringan ponsel. Di

samping itu, harga ponsel, kartu, dan pulsa masih relatif mahal di kala itu,

sedangkan secara umum adopter ponsel di kedua kampung tergolong miskin.

Selanjutnya, pada periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. terjadi

percepatan peningkatan adopter ponsel sampai maksimum –sampai penelitian

berlangsung- ketika hampir separuh dari individu-individu dalam sistem sosial

telah mengadopsi inovasi ponsel. Kondisi ini terjadi karena dipicu oleh hadirnya

BTS XL dan BTS Telkomsel yang telah membuka akses masyarakat setempat

terhadap jaringan ponsel yang memadai. Selain itu, semakin tahun, harga ponsel,

kartu, dan pulsa semakin dapat dijangkau oleh masyarakat.

1 2 6 7

14 17

36

55

71

92

100

0

20

40

60

80

100

120

1995 1999 2000 2003 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Ind

ivid

u y

an

g m

ener

ap

ka

n i

no

va

si p

on

sel

Tahun menerapkan inovasi ponsel

Persen

Page 9: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

54

6.2.2 Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Cikupa

Rogers dan Shoemaker (1971) mengemukakan adanya lima kategori

adopter dalam setiap sistem sosial yang ditentukan berdasarkan tingkat

keinovativannya. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, tingkat keinovativan

adalah waktu (tahun) yang dibutuhkan individu sejak mendengar atau mengenal

inovasi ponsel sampai dengan menerapkannya dalam kehidupan sehari-harinya.

Dengan mempertimbangkan kurun waktu sejak diintroduksikannya ponsel ke

warga masyarakat (tahun 1995) sampai dengan penelitian ini berlangsung (2011),

pengategorian adopter dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut: (a)

inovator (innovator), adalah adopter inovasi ponsel pada periode tahun 1995-

1998, (b) Penganut Dini (early adopter), adalah adopter inovasi ponsel pada

periode tahun 1999-2001, (c) Penganut Dini Terbanyak (early majority), yakni

mereka yang mengadopsi ponsel pada periode tahun 2002-2004, (d) Penganut

Lambat Terbanyak (late majority), adalah adopter inovasi ponsel pada periode

2005-2007, dan (e) Penolak (laggards), yakni mereka yang mengadopsi inovasi

ponsel pada periode 2008-2011. Dengan kategori tersebut di atas, maka

didapatkan jumlah dan kategori golongan penerima inovasi ponsel di kedua

kampung seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4 Kurva Kategori Adopter Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan

Kampung Cikupa pada Tahun 2011

1 5

1

29

64

0

10

20

30

40

50

60

70

Innovator Early

Adopter

Early

Majority

Late

Majority

Laggards

Ind

ivid

u y

an

g M

ener

ap

ka

n I

no

va

si

Po

nse

l

Kategori Adopter

persen

Page 10: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

55

Kurva kategori adopter yang terbentuk pada Gambar 4 tidak membentuk

genta (Bell-shape curve), karena tidak mengikuti suatu sebaran normal, sehingga

tidak sejalan dengan asumsi bahwa jika suatu inovasi diperkenalkan kepada suatu

sistem sosial, maka dengan berjalannya waktu akan menemukan bahwa individu

yang mengadopsi inovasi akan semakin bertambah banyak. Hal ini dimungkinkan

karena belum semua warga di dua kampung disurvei, sebagaimana yang telah

dijelaskan pada sub-bab 3.4 tentang Kelemahan Penelitian.

Persentase pada kategori adopter innovator sebesar satu persen, lebih

rendah jika dibandingkan dengan acuan baku Rogers dan Shoemaker (1971), yaitu

2,5 persen. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi nasional pada saat itu (tahun

1995-1998) sedang mengalami krisis moneter, dimana harga berbagai kebutuhan

pokok melonjak tajam. Kondisi tersebut berdampak pada keadaan perekonomian

masyarakat Desa Kemang yang semakin lemah. Harga ponsel pun saat itu masih

relatif mahal dan hanya terdapat di pusat-pusat kota, sehingga sebagian besar

masyarakat tidak mengenal ponsel, kecuali mereka yang tergolong kaya dan

berhubungan dengan orang-orang di luar desa.

Kategori adopter innovator merupakan golongan yang pertama

menerapkan inovasi ponsel dalam kehidupan sehari-harinya. Dia adalah seorang

pengusaha daun pisang setempat yang telah berhasil memenuhi kebutuhan para

konsumen daun pisang hingga ke luar provinsi. Dari total adopter di kedua

kampung, dia tergolong orang paling kaya dengan penguasaan lahan lebih dari

lima hektar dan kepemilikannya atas beberapa benda elektronik dan kendaraan

bermotor. Selanjutnya, pada golongan early adopter terjadi peningkatan

persentase adopter ponsel sekitar empat persen. Namun kategori ini bukan terdiri

dari tokoh masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Rogers dan Shoemaker

(1971). Mereka ini adalah pedagang dan PNS yang memiliki tingkat pendidikan

dan tingkat sosial ekonomi yang tinggi, serta berhubungan dengan orang di luar

desa. Kemudian, terjadi penurunan persentase adopter pada kategori early

majority yang diduga disebabkan oleh kemampuan adopter ponsel pada saat itu,

baik secara finansial maupun informasi terkait ponsel masih sangat terbatas.

Selanjutnya, pada kategori late majority dan laggards, terjadi peningkatan

persentase adopter yang tinggi. Dimungkinkan hal ini terjadi karena, beberapa

Page 11: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

56

dari mereka melakukan migrasi ke luar desa, baik untuk urusan pekerjaan maupun

sekolah. Kondisi tersebut didukung oleh masuknya Sekolah Menengah Pertama

dan Sekolah Menengah Atas di Desa Kemang, yang memungkinkan para pelajar

SMP dan SMA memiliki informasi tentang inovasi ponsel dari peer group

mereka. Di samping itu, sarana dan prasarana di Desa Kemang semakin memadai,

dengan dibangunnya BTS yang telah membuka akses adopter ponsel akan

jaringan ponsel itu sendiri. Ponsel dengan berbagai merek dan harga, dari yang

murah hingga yang mahal juga sudah dapat diakses oleh para adopter, sehingga

adopter dengan kondisi ekonomi yang rendah pun dapat menjangkaunya

Setiap kategori adopter memiliki ciri-ciri khusus dan berbeda satu sama

lain, kecuali kategori adopter early majority, late majority, dan laggards yang

memiliki kesamaan baik status sosial ekonomi, pola hubungan maupun sumber

informasi inovasi ponsel, seperti yang terlihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Ciri-ciri Kategori Adopter Inovasi Ponsel Dilihat Menurut Kategori

Penerima di Kampung Beber dan Kampung Cikupa Tahun 2011

Ciri-ciri

Kategori Adopter Inovasi Ponsel

Innovator Early

Adopter

Early

Majority

Late

Majority Laggards

Tahun

Mengadopsi

inovasi ponsel

1995-1998 1999-2001 2002-2004 2005-2007 2008-2011

Status sosial

dan ekonomi

tinggi sedang sedang sedang sedang

Pola hubungan

komunikasi

lebih

kosmopolit

dari

kategori lain

lebih lokalit

daripada

innovator,

lebih

kosmopolit

dari kategori

lainnya

lokalit lokalit lokalit

Sumber

informasi

inovasi ponsel

rekan bisnis

di perkotaan

rekan bisnis,

kerja, dan

atau sekolah

di perkotaan

rekan bisnis,

kerja, dan

atau sekolah

di perkotaan

keluarga,

teman

sebaya,

tetangga,

dan media

massa

keluarga,

teman

sebaya,

tetangga,

dan media

massa

Secara umum Rogers dan Shoemaker (1971) membuat generalisasi bahwa

kategori adopter innovator memiliki karakteristik pribadi (variabel pengaruh)

yang lebih tinggi dibanding kategori adopter early adopter dan kemudian diikuti

Page 12: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

57

oleh kategori adopter lainnya. Berdasarkan Tabel 17 dan penjelasan di atas, dapat

disimpulkan bahwa kategori adopter inovasi ponsel di Kampung Beber dan

Kampung Cikupa sesuai dengan generalisasi Rogers dan Shoemaker, karena pada

kategori innovator, status sosial ekonomi berada pada kategori tinggi –yang

dilihat dari penguasaan lahan dan kepemilikan sejumlah benda berharga-, pola

hubungan lebih kosmopolit, dan sumber informasi inovasi ponsel berasal dari

rekan bisnis di perkotaan. Berbeda dengan kategori adopter early adopter, dimana

status sosial ekonominya berada pada kategori sedang, pola hubungannya lebih

lokalit daripada innovator akan tetapi lebih kosmopolit dibanding kategori adopter

lain, dan sumber informasi inovasi ponsel berasal dari rekan bisnis, kerja dan atau

sekolah di perkotaan. Sama halnya dengan kategori early adopter, pada kategori

early majority, late majority, dan laggards status sosial ekonominya berada pada

kategori sedang, namun pola hubungannya lokalit, dan sumber informasi inovasi

ponsel memiliki kesamaan, yaitu: keluarga, teman sebaya, tetangga, dan media

massa. Kecuali pada kategori early majority sumber informasi inovasi ponselnya

sama dengan pada kategori early adopter.

6.3 Laju Adopsi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa

Sebagaimana dikemukakan Rogers dan Shoemaker (1971), laju adopsi

adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi oleh anggota-anggota suatu

sistem sosial. Laju adopsi ini diukur sebagai jumlah adopter inovasi dalam suatu

sistem sosial pada periode waktu tertentu. Tabel 18 di bawah ini menyajikan data

adopter di Kampung Beber dan Kampung Cikupa.

Tabel 18 Laju Adopsi Inovasi Ponsel di Kampung Beber dan Kampung Cikupa

pada Tahun 2011

Kampung

Jumlah

Rumahtangga

Adopter Ponsel

Total

Rumahtangga

Laju Adopsi Ponsel

(dalam persen)

Beber 33 118 28

Cikupa 25 150 17

Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa laju adopsi di kedua kampung

rendah, akan tetapi laju adopsi di Kampung Beber lebih tinggi sekitar 11 persen

dibanding adopter yang berada di Kampung Cikupa. Hal ini disebabkan karena

Page 13: BAB VI UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER · UNSUR-UNSUR DIFUSI INOVASI TELEPON SELULER Merujuk pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker (1971), terdapat

58

Kampung Beber merupakan pusat kegiatan pemerintahan dan perdagangan di

Desa Kemang, di mana warga masyarakat yang bekerja sebagai PNS dan

pensiunan PNS serta pedagang pengumpul kelas desa berlokasi. sehingga

masyarakatnya diduga lebih terdedah akan berbagai informasi. Selain itu,

masyarakat di Kampung Beber sebagian besar berstatus sosial ekonomi menengah

sampai tinggi. Akses masyarakat terhadap jaringan ponsel pun lebih terbuka,

karena letak BTS XL dan BTS Telkomsel dekat dengan kampung ini. Selanjutnya,

Kampung Cikupa memiliki laju adopsi yang lebih rendah diduga karena sebagian

besar masyarakatnya berstatus sosial ekonomi menengah ke bawah dan wilayah

kampung ini cukup padat penduduk.