77 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Melalui tinjauan literatur yang telah dilakukan, ada beberapa perubahan taraf hidup yang terjadi pada masyarakat yang direlokasi. Perubahan atau transformasi tersebut diantaranya dapat terlihat pada kondisi ekonomi, sosial, serta persepsi responden terhadap kondisi perumahan dan penggunaan fasilitas. Berbagai komponen tersebut diuraikan lebih lanjut dalam sejumlah sub-bab yang ada pada pembahasan ini. Dalam hal ekonomi, diantaranya dijelaskan mengenai perubahan pendapatan dan juga perubahan pengeluaran rumah tangga dalam memenuhi berbagai kebutuhannya serta kepemilikan aset yang kesemuanya merupakan cerminan bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian warga paska relokasi. Sementara dalam sub-bab sosial, dijelaskan mengenai perubahan- perubahan yang terjadi dalam kondisi kesehatan, kondisi pendidikan, aktivitas kemasyarakatan dan relasi sosial, dari analisis sosial ini dapat diketahui perubahan yang terjadi pada kondisi sosial warga yang direlokasi. Kemudian dalam sub-bab persepsi responden terhadap kondisi perumahan dijelaskan mengenai tanggapan responden mengenai berbagai kondisi di lingkungan yang baru (rumah, air bersih, listrik, sanitasi, jalan, keamanan lingkungan dari banjir, kebakaran dan kriminalitas, serta penggunaan fasilitas). Dari persepsi tersebut dapat pula diketahui bagaimana kepuasan responden terhadap kondisi lingkungan perumahan mereka. 5.1 Analisis Data 5.1.1. Perbandingan Kondisi Permukiman Sesuai dengan Penjelasan atas Undang Undang No. 4, 1992 bahwa Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan
72
Embed
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN - digilib.its.ac.id · HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN . Melalui tinjauan literatur yang telah. ... sanitasi, jalan, keamanan lingkungan dari
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
77
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Melalui tinjauan literatur yang telah dilakukan, ada beberapa perubahan
taraf hidup yang terjadi pada masyarakat yang direlokasi. Perubahan atau
transformasi tersebut diantaranya dapat terlihat pada kondisi ekonomi, sosial,
serta persepsi responden terhadap kondisi perumahan dan penggunaan fasilitas.
Berbagai komponen tersebut diuraikan lebih lanjut dalam sejumlah sub-bab
yang ada pada pembahasan ini. Dalam hal ekonomi, diantaranya dijelaskan
mengenai perubahan pendapatan dan juga perubahan pengeluaran rumah tangga
dalam memenuhi berbagai kebutuhannya serta kepemilikan aset yang kesemuanya
merupakan cerminan bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian warga paska
relokasi.
Sementara dalam sub-bab sosial, dijelaskan mengenai perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kondisi kesehatan, kondisi pendidikan, aktivitas
kemasyarakatan dan relasi sosial, dari analisis sosial ini dapat diketahui
perubahan yang terjadi pada kondisi sosial warga yang direlokasi. Kemudian
dalam sub-bab persepsi responden terhadap kondisi perumahan dijelaskan
mengenai tanggapan responden mengenai berbagai kondisi di lingkungan yang
baru (rumah, air bersih, listrik, sanitasi, jalan, keamanan lingkungan dari
banjir, kebakaran dan kriminalitas, serta penggunaan fasilitas). Dari persepsi
tersebut dapat pula diketahui bagaimana kepuasan responden terhadap kondisi
lingkungan perumahan mereka.
5.1 Analisis Data
5.1.1. Perbandingan Kondisi Permukiman
Sesuai dengan Penjelasan atas Undang Undang No. 4, 1992 bahwa
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan
mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta
kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan
78
penghidupan masyarakat. Untuk itu perumahan dan permukiman tidak dapat
dilihat sebagai sarana kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan
proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk
memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri. Oleh karena itu relokasi
permukiman diharapkan dapat memberikan perubahan pada permukiman
masyarakat korban bencana alam menjadi kondisi yang lebih baik daripada
sebelum terjadi bencana alam atau setidaknya tidak lebih buruk daripada sebelum
dipindahkan.
Berikut ini merupakan analisa perbandingan kondisi permukiman sebelum
terjadi bencana alam dengan lokasi permukiman baru. Untuk standart penilaian
kondisi permukiman menggunakan Comminity Maping Laboratorium Perkim
Jurusan Arsitektur ITS.
1. Kondisi Rumah
Kondisi rumah sebelum relokasi dan sesudah relokasi diukur dengan 6
parameter yaitu kondisi bangunan, lantai, ventilasi, genangan air hujan/kotor,
kepadatan bangunan dan kepadatan hunian. Perbandingan kondisi rumah sebelum
relokasi dengan sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Kondisi
Bangunan
Rumah
Kondisi
Lantai
Kondisi
Ventilasi
Genangan
Hujan
Kepadatan
Bangunan
Pembagian
Ruang
Kepadatan
Hunian
Kondisi Rumah
Permukiman Lama
Permukiman Baru
Gambar 5.1 Grafik Kondisi Permukiman Lama dan Permukiman Baru
79
- Pengukuran kondisi bangunan rumah dilakukan terhadap kualitas bahan
bangunan yang dominan digunakan dan kondisinya (terawat/tidak)
menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.1 adalah kategori sedang dan nilai
setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
- Pengukuran kondisi lantai rumah dilakukan terhadap penyelesaian lantai
yang dominan digunakan menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9 adalah
kategori sedang dan nilai setelah relokasi 2.4 adalah kategori buruk.
- Pengukuran kondisi ventilasi dilakukan terhadap kondisi penghawaan
ruangan yang dominan menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.3 adalah
kategori baik dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
- Pengukuran genangan air hujan dan atau air kotor di halaman rumah
dilakukan terhadap luas dan lama halaman dan atau rumah yang tergenang
menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.7 adalah kategori buruk dan nilai
setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
- Pengukuran kondisi kepadatan bangunan dilakukan terhadap luas rumah
perluasan halaman yang tersisa menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9
adalah kategori sedang dan nilai setelah relokasi 2.9 adalah kategori buruk.
- Pengukuran kondisi pembagian ruang dilakukan terhadap ada tidaknya
ruangan bagi tiap aktivitas yang dilakukan di rumah menghasilkan nilai
sebelum relokasi 2.4 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 1.9
adalah kategori sedang.
- Pengukuran kondisi kepadatan hunian dilakukan dengan membagi luasan
rumah (tidak termasuk teras/serambi./beranda) dengan jumlah penghuni
menghasilkan nilai sebelum relokasi 2 adalah kategori buruk dan nilai
setelah relokasi 1.9 adalah kategori sedang.
Analisa Kondisi Rumah
- Kondisi bangunan rumah permukiman baru bagi sebagian besar masyarakat
korban bencana alam adalah bagus terbuat dari bahan yang awet, dirawat
dan tahan terhadap cuaca dari bahan permanen.
80
- Kondisi lantai rumah di permukiman baru hanya sebagian saja yang
diperkeras (diplester) dan masih ada lantai yang belum diperkeras.
- Ventilasi rumah di permukiman yang baru mempunyai jendela atau lubang
angin di kedua sisi ruang sehingga terjadi pergantian udara didalam ruangan
tersebut, untuk sebagian masyarakat kondisi ini lebih bagus dibandingkan
permukiman lama mereka.
- Genangan air hujan di permukiman lama lebih buruk karena apabila terjadi
genangan di seluruh halaman rumah dan seluruh ruangan di dalam rumah
tergenang air surutnya lebih dari 3 jam.
- Ketidak puasan masyarakat berpenghasilan menengah terhadap luas rumah
yang dibangun lebih dari 70% luas halaman Rumah yang berada di
permukiman baru mempunyai 2 kamar tidur dan 1 ruang untuk ruang tamu
yang juga difungsikan sebagai ruang makan dan ruang keluarga
2. Jenis Prasarana
Ketersediaan prasarana diukur dengan 5 parameter yaitu ketersediaan air
terutama untuk konsumsi sehari-hari, sanitasi/air limbah, sampah, drainase/got
serta jalan lingkungan. Perbandingan jenis prasarana sebelum relokasi dengan
sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
Sumber Air Sanitasi/Air
Limbah
Sampah Drainase/Got Jalan
Jenis Prasarana
Permukiman Lama
Permukiman Baru
Gambar 5.2 Grafik Jenis Prasarana Permukiman Lama dan Permukiman Baru
81
- Seringkali rumah tangga memiliki beberapa sumber air untuk konsumsi,
untuk pendataan ini dipilih salah satu yang paling dominan . Pengukuran
dilakukan terhadap kualitas air menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.9
adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 2.75 adalah kategori buruk.
- Pengukuran ketersediaan sanitasi/air limbah dilakukan dengan melihat
ketersediaan dan kualitas sanitasi di masing-masing rumah menghasilkan
nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 0.9
adalah kategori baik.
- Ketersediaan prasarana pembuangan sampah di rumah diukur dengan melhat
ketersediaan dan kualitas pembuangan di masing-masing rumah
menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.4 adalah kategori buruk dan nilai
setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
- Prasarana drainase di lingkungan diukur dengan melihat ketersediaaan dan
berfungsi/tidaknya drainase di setiap rumah menghasilkan nilai sebelum
relokasi 2.5 adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 1.4 adalah
kategori sedang.
- Prasarana jalan lingkungan diukur dengan melihat material dan kondisi fisik
jalan menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.5 adalah kategori buruk dan
nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
Analisa Jenis Prasarana
- Ketersediaan prasarana peribadatan di permukiman yang baru sama dengan
permukiman lama masyarakat korban bencana
- Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi belum dapat dipenuhi
oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam membangun permukiman
baru masyarakat korban bencana alam. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi
sebelum mereka dipindahkan atau di permukiman yang lama. Karena di
permukiman yang lama semua fasilitas ada dan berfungsi
- Tersedianya ruang terbuka di permukiman yang baru lebih baik daripada
sebelumnya.Ini dikarenakan permukiman baru ada taman terbuka yang
memang disediakan tempat bermain sedangkan di bermain Sedangkan di
82
permukiman yang lama tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang terbuka)
dan atau jalan/gang sebagai tempat bermain
3. Jenis Sarana
Ketersediaan sarana permukiman diukur dengan ketersediaan 5 jenis
sarana utama yang tersedian, yaitu ketersediaan sarana ibadah, pendidikan,
kesehatan, ekonomi dan ruang terbuka. Perbandingan jenis sarana sebelum
relokasi dengan sesudah relokasi dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Ibadah Pendidikan Kesehatan Ekonomi Ruang Terbuka
Jenis Sarana
Permukiman Lama
Permukiman baru
Gambar 5.3 Grafik Jenis Sarana di Permukiman Lama dan Permukiman Baru
- Pengukuran sarana tempat ibadah menghasilkan nilai sebelum sama dengan
nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik Artinya di permukiman
tersedia tempat beribadatan masjid relokasi.
- Pengukuran sarana pendidikan menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9
adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
- Pengukuran sarana kesehatan menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9
adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
83
- Pengukuran sarana ekonomi menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9 adalah
kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk.
- Pengukuran sarana ruang terbuka menghasilkan nilai sebelum relokasi 2.4
adalah kategori buruk dan nilai setelah relokasi 0.9 adalah kategori baik.
Analisa Jenis Sarana
- Dalam hal ketersediaan prasarana peribadatan di permukiman yang baru
sama dengan permukiman lama masyarakat korban bencana Untuk
prasarana pendidikan, kesehatan dan Pendidikan ekonomi belum dapat
dipenuhi oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam membangun
permukiman baru masyarakat korban bencana alam.Hal ini tidak sesuai
dengan kondisi sebelum mereka dipindahkan atau di permukiman yang
lama. Karena di permukiman yang lama semua fasilitas ada dan berfungsi
- Tersedianya ruang terbuka di permukiman yang baru lebih baik daripada
sebelumnya.Ini dikarenakan permukiman baru ada taman terbuka yang
memang disediakan tempat bermain Sedangkan di permukiman yang lama
tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang terbuka) dan atau jalan/gang
sebagai tempat bermain
4. Status Penduduk
Kerentanan status penduduk diukur melalui 5 aspek yang menggambarkan
kerentanan status lahan dan rumah, status/asal penduduk, pekerjaan dan
pendapatan. Perbandingan jenis sarana sebelum relokasi dengan sesudah relokasi
dapat dilihat pada diagram batang berikut ini :
84
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
Status
Lahan
Status
Bangunan
Asal
Penduduk
Pekerjaan Pendapatan
Status Penduduk
Permukiman Lama
Permukiman Baru
Gambar 5.4 Grafik Status Penduduk di Permukiman Lama dan Baru
- Pengukuran status lahan dimana bangunan rumah diukur dari segi legalitas
(surat-surat lahan) menghasilkan nilai sebelum relokasi 1.2 adalah kategori
baik artinya rumah sebelum relokasi pada daerah perkampungan dan sudah
menjadi hak milik. Nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori sedang artinya
rumah relokasi tersebut hanya mempunyai hak untuk menempati
- Status bangunan diukur dari segi legalitas/perijinan bangunan menghasilkan
nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 0.9
adalah kategori baik.
- Asal penduduk diukur dengan melihat legalitas penduduk tersebut sebagai
warga (KTP) menghasilkan nilai sebelum relokasi sam dengan nilai setelah
relokasi 0.9 adalah kategori baik.
- Pekerjaan warga diukur dengan melihat kemapanan pekerjaan menghasilkan
nilai sebelum relokasi 0.9 adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9
adalah kategori buruk.
- Pendapatan diukur dengan melihat kemampuan warga untuk memenuhi
kebutuhan primer, sekunder atau tersier keluarga menghasilkan nilai
sebelum relokasi 1.9 adalah kategori sedang dan nilai setelah relokasi 2.0
adalah kategori buruk.
85
Analisa Status Penduduk
- Skor hasil perhitungan menunjukkan penurunan dalam masalah status lahan
karena status lahan masyarakat korban bencana sebelum dipindahkan atau
sudah menjadi hak milik. Tetapi setelah dipindahkan ke permukiman yang
baru status lahan tersebut adalah permukiman yang baru milik pemerintah
kabupaten Situbondo. Sebagaian besar masyarakat menginginkan adanya
kepasatian hukum status lahan yang mereka huni, karena lahan perumahan
yang dulu yang sudah menjadi hak milik habis terkena bencana banjir
- Dalam hal status bangunan sebelum relokasi adalah rumah yang berdiri di
atas lahan perkampungan tetapi tidak Memiliki IMB, keadaan ini sama
dengan permukiman yang baru di lokasi perumahan tetapi juga tidak
memiliki IMB baru di lokasi perumahan tetapi juga tidak memiliki IMB
Kepastian status bangunan atau kepemilikan IMB oleh masyarakat korban
bencana alam tidak terlalu penting bagi mereka.
- Asal Penduduk yang dipindahkan merupakan penduduk asli Situbondo.
Kesamaan asal, bahasa dan budaya salah satu faktor penting memudahkan
didalam sosialisasi atau interaksi di permukiman yang baru.
- Mayoritas pekerjaan masyarakat korban bencana alam adalah pekerjaan
informaltidak tetap (penjual, petani, kuli pasar, kuli bangunan, sopir, tukang
becak), sedangkan sisanya adalah pekerjaan informal tetap (buruh pabrik)
dan pekerjaan formal tetap (ABRI dan PNS). Setelah dipindah ke
permukiman yang baru, masyarakat tidak mengalami perubahan.
- Nilai pendapatan mengalami penurunan, karena sebagaian besar pendapatan
total masyarakat korban bencana alam mempunyai pekerjaan informal tidak
tetap belum dapat memenuhi kebutuhan primer dan sekunder. Permasalahan
Ini karena kesulitan aksesbilitas dalam mencapai tempat bekerja
Tabel berikut ini merupakan perbandingan kondisi permukiman dengan peraturan
Permen PU No. 54/PRT/1991 tentang pembangunan rumah sehat sederhana. :
86
Tabel 5.1 Kaidah Permukiman Menurut PERMEN PU
No Indikator Permukiman Baru Permen PU
No. 54/PRT/1991 Keterangan
1. Status Lahan Daerah perumahan Daerah perumahan, hak milik, HGB,
Petok
Belum Memenuhi
2. Status Bangunan Milik Pemkab Situbondo Milik Sendiri, ber-IMB Belum Memenuhi
3.. Kondisi Bangunan Awet, dirawat, tahan cuaca, permanen.
Umur 10 tahun
Awet, dirawat, tahan cuaca, permanen.
Umur 9-15 tahun
Memenuhi
4. Kondisi Lantai Lantai diplester Lantai dikeramik Belum Memenuhi
5. Kondisi Ventilasi Ada jendela di kedua sisi ruang Ada jendela di kedua sisi ruang Memenuhi
6. Kepadatan Bangunan Bangunan diatas 70% halaman kurang dari
30% dari luas lahan
Bangunan kurang dari 60% dari luas
lahan
Kurang memenuhi
7. Pembagian Ruang Ada Ruang Tamu, 2 Ruang Tidur Ada sendiri-sendiri untuk tiap kegiatan Belum Memenuhi
6. Kepadatan Hunian 6 m²/orang Diatas 9(m²/org) Belum Memenuhi
7. Genanagan Air Hujan Tidak ada genangan Tidak ada genangan Memenuhi
8. Air Bersih a. Hidran Umum, kapasitas 30 l/org/hr a. Sumur untuk umum atau kran umum a. Belum berfungsi
9. Saluran a. Sepanjang tepi jalan, dikedua tepi sisi
jalan (konstrusi pasangan batu kali)
b. Diperhitungkan secara teknis dan
daerah bebas dari banjir
a. Sepanjang jalan, disalah satu tepi jalan
atau di kedua tepi sisi jalan
b. Diperhitungkan secara teknis, sehingga
lingkungan bebas dari genangan air,
a. Memenuhi
b. Memenuhi
87
c. Pada crossing jalan dilengkapi dengan
gorong-gorong
sekurang-kurangnya dengan lebar atas
30 cm, bawab 20 cm, tinggi 30 cm
10. Jalan Jalan lingkungan :
a. Menghubungkan rumah-rumah di
relokasi
b. Perkerasan (agregat B dan pasangan
batu kali) lebar 3 m
c. Bahu jalan masing-masing 1 meter
Jalan Akses :
a. Jalan utama menghubungkan relokasi
dengan jalan utama
b. Perkerasan (agregat B, dan pasangan
batu kali) lebar 4 m
c. Bahun jalan masing-masing 1 meter
d. Saluran tanah dikeraskan pada kedua
sisi jalan
Jalan Lingkungan :
a. Berfungsi sebagai jalan untuk
kendaraan roda empat dan kendaraan
dalam keadaan darurat
b. Lebar penampang sebesar-besarnya 6
m dan mempunyai lebar perkerasan ≥ 3
m dengan konstruksi dari bahan lokal
yang dinyatakan layak sebagai jalan
lingkungan untuk kendaraan
c. Mempunyai bahu jalan dengan lebar
penampung sekurang-kurangnya 40
cm, yang harus dapat digunakan untuk
penempatan tiang listrik, jaringan
utilitas dan jaringan prasaranan
lainnya.
a. Memenuhi (lebih bagus)
b. Memenuhi (lebih bagus)
11. MCK Ditempatkan di fasillitas Umum dan
Fasilitas sosial yang ada
a. Pada tahap awal disediakan sekurang-
kurangnya secara terpusat untuk
Memenuhi (lebih bagus)
88
a. 2 (Dua) kamar mandi dan 2 (dua)
closet, 1 (satu) tempat cuci.
b. Pasangan batu bata diplester dan dicat
c. On site (septic tank)
melayani umum, sebelum dapat
dibuat MCK yang ada di setiap
rumah.
b. Untuk 50 unit rumah dibuat sekurang-
kurangnya 8 kakus, 4 kamar mandi
dan 4 tempat cuci dibuat dengan
dinding setinggi 150 cm tanpa atap.
Fasilitas Sosial dan
Fasilitas Umum
Fasilitas sosial lain dapat disediakan
sesuai dengan kebutuhan penghuni serta
memperhitungkan upaya pemanfaatan
keberadaan fasilitas sosial yang telah ada
di sekitar lokasi perumahan sangat
sederhana, serta harus mengikuti
ketentuan pedoman teknik pembangunan
perumahan sederhan yang berlaku.
1. Sekolah SD (*) a. 1 unit TK untuk setiap 1.000 penduduk
b. 1 unit SD untuk setiap 5.000 penduduk
c. 1 unit SLTP untuk setiap 25.000
pendd.
Tidak Tersedia
89
2. Pasar (*) a. Minimal satu pasar untuk 1 (satu) desa Tidak Tersedia
3. Balai Desa (*) --- Tidak Tersedia
4. Puskesmas Pembantu
(*)
a. 1 unit Balai Pengobatan/3.000 jiwa
b. 1 unit BKIA/10.000 sd. 30.000 jiwa
c. 1 unit Puskesmas/120.000 jiwa
Tidak Tersedia
5. Tempat Peribadatan
Masjid
Luas bangunan 10x10 m2. a. Minimal 1 unit/2.500 jiwa Memenuhi (lebih bagus)
90
Dari hasil penilaian diatas dan merujuk pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum nomor 18/PRT/M/2007 tentang penyelenggaraan pengembangan sistem
penyediaan air minum bahwa penyediaan air minum adalah kegiatan
menyediakan air minum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar
mendapatkan kehidupan yang sehat dan bersih, dalam masalah sarana air bersih
dan jaringan listrik di tempat relokasi belum memenuhi persyaratan. Masyarakat
masih harus mengambil air bersih dari tempat yang lumayan jauh. Selain itu,
sarana pedidikan dan kesehatan juga belum tersedia. Sehingga pelajar masih harus
menempuh perjalanan yang jauh untuk mencapai sekolah. Pemenuhan kebutuhan
aka pekerjan juga belum sepenuhnya terjamin. Banyak masyarakat yang
pendapatannya berkurang sedangkan pengeluaran semakin bertambah. Hal inilah
yang harus diperhatikan oleh pemerintah untuk dicarikan solusinya. Misalnya
dengan memberdayakan masyarakat atau mendaftar potensi masyarakat yag bisa
dimanfaatkan untuk menjadikan relokasi permukiman bencana menjadi lebih
baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembangunan permukiman baru untuk
korban bencana alam banjir di Situbondo belum sesuai dengan kaidah-kaidah
permukiman.
5.1.2. Aspek Fisik
Aspek fisik dalam penelitian ini adalah kondisi perumahan. Perumahan
dalam arti luas meliputi rumah dan segala fasilitas pendukungnya yang
bersama merupakan suatu lingkungan perumahan. Fasilitas lingkungan
perumahan mencakup aneka ragam, antara lain penyediaan air minum,
jaringan saluran pembuangan, jalan lingkungan dan sebagainya yang
kesemuanya penting bagi pemeliharaan lingkungan. Dalam sub-bab ini akan
dijelaskan mengenai persepsi responden terhadap kondisi perumahan yang
diantaranya kondisi rumah, air bersih, listrik dan sanitasi; kondisi jalan angkutan
umum; keamanan lingkungan dari banjir, kebakaran dan kriminalitas serta;
penggunaan fasilitas yang tersedia di wilayah studi.
91
A. Persepsi terhadap Tanah, Bangunan, Sarana dan Prasarana
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi rumah saat ini dapat
dilihat pada Gambar 5.5 berikut:
Gambar 5.5 Persepsi Responden terhadap Kondisi Rumah Saat Ini
Persepsi responden terhadap kondisi rumah yang mereka huni
sekarang pada Gambar 5.5 di atas sebanyak 32% (32 orang) menyatakan baik
dibandingkan saat mereka masih di bantaran sungai Sampeyan, d a n 2 0 % n ya
m e n ya t a k a n s a n ga t b a i k . P ersepsi ini timbul karena para responden
menganggap bahwa mereka sekarang lebih tenang dengan kondisi lahan dan
bangunan mereka yang kuat. Tempat tinggal sebelum adanya bencana menurut
responden terbuat dari bahan banguan seadanya yang disesuaikan dengan
kemampuan ekonomi mereka. Umumnya rumah yang dibangun di bantaran
sungai Sampeyan tersebut terbuat dari kayu dan batu bata, dan bahkan ada yang
hanya terbuat dari kayu saja. Sedangkan sebanyak 17% (17 orang) responden
menyatakan tidak baik dan 31% menyatakan sangat tidak baik. Persepsi ini
timbul karena mereka menganggap rumah yang diberikan oleh pemerintah
kabupaten lebih buruk dari rumah mereka ketika masih berdomisili di bantaran
sungai Sampeyan, dan mereka harus mengadakan perbaikan atau peningkatan
92
rumah mereka sendiri, karena rumah yang diberikan lebih kecil, lebih sempit
dan tidak indah (karena dinding rumah tidak diberi cat). Menurut responden
rumah yang dihuni sebelumnya adalah rumah yang mereka bangun sendiri
meskipun dengan bantuan tukang bangunan akan tetapi mereka juga ikut andil
dalam pembangunan tersebut sehingga mereka dapat mengontrol setiap tahap
pembangunan, akan tetapi untuk rumah relokasi ini menurut responden tidak lebih
baik dari rumah mereka sebelumnya. Ketidak lebih baikan ini mungkin dikarena
pembangunan rumah yang dilakukan secara serentak sehingga kurang
mendapatkan pengawasan dari pihak pimpinan, akibatnya terdapat beberapa
rumah yang masih harus direnovasi ulang oleh para penghuninya.
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi air bersih saat ini dapat
dilihat pada Gambar 5.6 berikut:
Gambar 5.6 Persepsi Responden terhadap Kondisi Air Bersih Saat Ini
Untuk persepsi responden terhadap kondisi air bersih pada Gambar 5.6
di atas sebanyak 17% menganggap kondisi air bersih di lokasi baru baik
dibandingkan saat mereka menetap di bantaran sungai Sampeyan, dan 19%nya
menyatakan sangat baik. di mana persepsi ini muncul karena mereka bersedia
menempuh jarak 4 km untuk mendapatkan air bersih. Menurut masyarakat
sebelum adanya jaringan air mereka harus mengambil air bersih dari sungai yang
93
ada lalu di bawa ke rumah, tetapi saat ini menurut mereka jauh lebih baik,.
Responden yang menjawab kodisi air bersih tidak baik sebanyak 29% da sangat
tidak baik sebanyak 35%, di mana persepsi ini muncul karena menurut mereka
untuk mendapatkan air bersih mereka harus berjalan jauh 4 km yang membuat
mereka segan. Bencana banjir tersebut membuat sumber air bersih yang sudah
ada sebelumnya menjadi berkurang, menurut responden sebelum bencana terjadi
mereka dapat dengan mudah memperoleh air bersih meskipun jarak tempuh untuk
mengambil air tersebut tidaklah dekat. Jaringan air yang ada pada tempat relokasi
permukiman tidak seperti sebelumnya.
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi listrik saat ini dapat dilihat
pada Gambar 5.7 berikut:
Gambar 5.7 Persepsi Responden terhadap Kondisi Listrik Saat Ini
Untuk persepsi responden terhadap kondisi listrik pada Gambar 5.7 di atas
sebanyak 15% yang menyatakan sangat baik dan 21% yang menyatakan baik
sebab mereka menganggap kondisi penerangan di lokasi baru lebih baik
dibandingkan saat mereka menetap di bantaran sungai Sampeyan, di mana
persepsi ini muncul karena meskipun tidak tersedia jaringan listrik mereka
94
bersedia mengadakan penerangan sendiri dengan menggunakan petromak dan
lampu tempel di lokasi baru. Menurut beberapa responden jaringan listrik yang
tersedia sekarang dapat merata, sehingga setiap rumah terdapat jaringan listrik
sendiri. Responden yang menjawab tidak baik sebanyak 27% dan sangat tidak
baik sebanyak 37% karena menurut mereka di bantaran sungai Sampeyan dahulu
sudah ada jaringan listrik sedangkan saat ini di permukiman yang baru belum
terdapat jaringan listrik.
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi sanitasi (MCK) saat ini
dapat dilihat pada Gambar 5.8 berikut:
Gambar 5.8 Persepsi Responden terhadap Kondisi Sanitasi (MCK) Saat Ini
Persepsi responden terhadap kondisi sanitasi yang ada di lokasi yang baru pada
Gambar 5.8 di atas, sebanyak 18% menyatakan sangat baik dan 27% menyatakan
baik. Hal ini disebabkan ketika mereka masih bermukim di bantaran sungai
Sampeyan, untuk keperluan mandi mencuci dan buang hajat menggunakan air
sungai yang mudah didapat. Yang menurut responden air yang berasal dari sungai
tersebut mulai kurang bersih daripada sebelumnya, akan tetapi sungai tersebut
merupakan satu-satunya sumber air yang paling dekat dengan permukiman
95
mereka sehingga mau tidak mau mereka harus menggunkaan air sungai tersebut
meskipun tidak terlalu bersih. Sebanyak 31% responden menyatajkan tidak baik
dan 24% menyatakan sangat tidak baik. Responden ini beralasan bahwa kondisi
sanitasi di lokasi yang baru lebih buruk dibandingkan ketika masih bermukim di
bantaran sungai Sampeyan karena menurut mereka air bersih sangat berpengaruh
terhadap kondisi sanitasi dan kenyatannya air bersih sangat sulit didapat dan itu
membuat mereka malas. Sulitnya memperoleh air bersih membuat masyarakat
kesulitan untuk melakukan memenuhi kebutuhan air sehari-hari, mereka harus
mengantri air bersih atau mengambil air bersih di daerah yang jauh dari tempat
tinggal.
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi jalan saat ini dapat dilihat
pada Gambar 5.9 berikut:
Gambar 5.9 Persepsi Responden terhadap Kondisi Jalan Saat Ini
Pada Gambar 5.9 di atas terlihat bahwa 17% responden menyatakan sangat
baik dan 31% responden yang menyatakan kondisi jalan baik. Sebab dari
keterangan yang mereka berikan bahwa semenjak menetap di wilayah relokasi
permukiman tersebut banyak sekali adanya upaya perbaikan terhadap jalan akses
menuju ke perumahan mereka. Pasca terjadinya bencana alam tersebut kondisi
jalan menjadi tidak teratur sehingga banyak perbaikan yang harus dilakukan untuk
96
memperlancar akses masuknya ke wilayah tersebut dan juga untuk memperlancar
kegiatan perekonomian wilayah tersebut. Sebanyak 29% responden menyatakan
sangat tidak baik dan 23% menyatakan tidak baik, karena meskipun jalan sudah
diperkeras dan bisa dilewati masyarakat namun aksesabilitas masih kurang.
Penyediaan transportasi masih belum memadai aktivitas masyarakat.
B. Persepsi terhadap Keamanan Lingkungan
Kondisi permukiman yang baik tidak hanya ditentukan oleh kondisi fisik
semata, tetapi salah satunya juga dari keamanan lingkungan yang terdapat di
permukiman tersebut. Keamanan yang diutarakan dalam penelitian ini adalah
keamanan lingkungan dari bahaya banjir, kebakaran dan kriminalitas. Ketenangan
dan kenyamanan warga yang hidup di dalamnya sangat bergantung pada
tingkat keamanan ketiga hal tersebut. Barang-barang kepemilikan warga akan
aman bila lingkungan tersebut terhindar dari bahaya banjir, kebakaran dan
kriminalitas.
1. Kebanjiran
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi banjir saat ini dapat dilihat
pada Gambar 5.10 berikut :
Gambar 5.10 Persepsi Responden terhadap Kondisi Banjir Saat Ini
97
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai kebanjiran yang pernah
dialami ketika bermukim saat ini pada Gambar 5.10 di atas sebanyak 20% yang
menyatakan sangat baik dan 37% responden yang menyatakan baik. Maksudny
adalah bahwa mereka tidak pernah mengalami kebanjiran dibandingkan ketika
mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Hal ini bisa dimaklumi karena
kondisi area studi terletak di dataran tinggi dan bebas banjir sehingga mereka
bersepakat bulat kondisi perumahan saat ini lebih baik. Dengan kondisi area yang
berada di tempat yang lebih tinggi responden merasa keamanan tempat tinggal
yang sekarang jauh lebih baik dari ancaman bencana banjir susulan atau banjir
yang akan datang. Keadaan yang lebih baik ini membuat masyarakat merasa
nyaman untuk tinggal dan tidak merasa was-was atau khawatir jika ada bencana
banjir lagi.
2. Kebakaran
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi kebakaran saat ini dapat
dilihat pada Tabel 5.7 berikut:
Gambar 5.11 Persepsi Responden terhadap Kondisi Kebakaran Saat Ini
98
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai kondisi kebakaran yang
pernah dialami ketika bermukim saat ini pada Gambar 5.11 di atas sebanyak
35% menyatakan baik dan 19% menyatakan sangat baik. Maksudnya mereka
belum mengalami kebakaran dibandingkan ketika mereka bermukim di bantaran
sungai Sampeyan. Hal ini bisa dimaklumi karena kondisi perumahan saat ini
merupakan tembok permanen dan mempunyai jarak antar rumah yang aman dari
bahaya kebakaran sehingga mereka bersepakat bulat kondisi perumahan saat ini
lebih baik. Dengan adanya jarak antar rumah tersebut dapat membuat api yang
menjalar ketika ada kebakaran tidak dapat secara langsung dapat merembet ke
rumah yang lainnya. Sehingga jika terjadi kebakaran masyarakat sekitar
kebakaran tersebut dapat mengantisipasi terlebih dahulu sebelum merembet ke
rumah mereka.
3. Kriminalitas
Gambaran persepsi responden terhadap kondisi kriminalitas saat ini dapat
dilihat pada Gambar 5.12 berikut:
Gambar 5.12 Persepsi Responden terhadap Kriminalitas Saat Ini
99
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai kriminalitas yang pernah
dialami ketika bermukim saat ini pada Gambar 5.12 di atas sebanyak 17%
menyatakan baik dan 19% menyatakan sangat baik karena mereka tidak pernah
mengalami tindakan kriminalitas dibandingkan ketika bermukim di bantaran
sungai Sampeyan. Berkurangnya tindak kriminal menurut beberapa responden
mungkin dikarenakan orang yang melakukan tindak kriminal tersebut juga ikut
mengalami musibah bencana tersebut, sehingga mungkin untuk sementara
kriminalitas berkurang dibandingkan dengan sebelum adanya bencana banjir.
Terdapat 34 responden yang menyatakan sangat tidak baik dan 30% yang
menyatakan tidak baik. Hal ini disebabkan barang mereka pernah kecurian
padahal sewaktu di bantaran sungai Sampeyan barang-barang mereka tidak
pernah dicuri. Kriminalitas yang terjadi pasca bencana tersebut masih tetap ada
meskipun tidak sesering dan sebesar sebelum bencana banjir.
4. Senang/tidak bermukim di wilayah studi
Gambaran persepsi responden terhadap senang tidaknya bermukim saat ini
dapat dilihat pada Gambar 5.13 berikut:
Gambar 5.13 Persepsi Responden terhadap Senang Tidaknya Bermukim
Saat Ini
100
Dari hasil survey yang dilakukan mengenai senang atau tidak senang
bermukim di wilayah studi pada Gambar 5.13 di atas responden yang menyatakan
sangat senang tinggal di wilayah studi ada sebanyak 19 orang dan 21% yag
menyatakan senang, persepsi ini muncul karena menurut responden kondisi saat
ini lebih baik dari kondisi sebelumnya yang serba kesulitan misalnya akses
fasilitas rumah, dan keamanan dari bencana banjir. Responden menyatakan bahwa
keadaan saat ini berbeda dengan keadaan sebelumnya, saat ini berbagai failitas
tersedia. Sedangkan yang menyatakan tidak senang bermukim di wilayah studi
ada sebanyak 23% dan yag menyatakan sangat tidak senang sebanyak 37%.
menurut responden keadaan saat ini tidak lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Mereka merasa tidak senang dengan relokasi yang ada sekarang, mereka lebih
senang dengan permukiman sebelumnya yang dekat dengan sanak saudara dan
kerabat dekat, akan tetapi di relokasi permukiman yang baru ini jauh dengan
kerabat dekat yang dulu rumahnya berdekatan.
Responden yang diambil untuk persepsi ini sebanyak 100 orang meliputi
korban yang tinggal ditempat relokasi dan juga yang belum mau menempati.
Korban yang belum mau menempati daerah relokasi memiliki persepsi-persepsi
tertentu sehingga menyebabkan korban tersebut masih mempertimbangkan untuk
pindah ke relokasi ataukah tidak.
C. Penggunaan Fasilitas
Ketersediaan fasilitas, lengkap tidaknya fasilitas yang ada dapat
mencerminkan perkembangan keadaan masyarakat di lokasi yang
bersangkutan. Pada umumnya makin berkembang suatu masyarakat makin
lengkap fasilitas sosial-ekonomi yang dimilikinya, sesuai dengan meningkatnya
kebutuhan pelayanan. Kemudahan hubungan dan komunikasi, memiliki
keterkaitan yang sangat erat dengan faktor kelengkapan fasilitas. Karena
kemudahan hubungan dan komunikasi akan berjalan dengan baik seiring dengan
kelengkapan fasilitas seperti jaringan utilitas dan jalan yang makin baik, serta
tidak lupa pula sarana pendidikan, kesehatan, dan perbelanjaan. Akan sangat
membantu penghuni pemukiman tersebut guna keberlangsungan hidup mereka.
101
Tetapi, karena terbatasnya dana di dalam pembangunan relokasi permukiman
maka oleh Pemerintahan Propinsi Jawa Timur hanya membangun fasilitas
Peribadatan atau masjid. Pembangunan Masjid ini didasari oleh mayoritas
penghuni relokasi permukiman adalah beragama Islam. Di dalam mengatasi
kebutuhan pendidikan dan kesehatan, penduduk relokasi permukiman
menggunakan fasilitas di pusat kota Situbondo.
5.1.3. Aspek Non Fisik
5.1.3.1.Kondisi Sosial
Dalam sub-bab ini akan dijelaskan mengenai perubahan yang terjadi pada
kondisi sosial rumah tangga di wilayah studi. Kehidupan sebuah rumah tangga
di suatu lingkungan permukiman tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan terhadap tuntutan ekonomi mereka. Karena tanpa adanya kondisi-
kondisi sosial yang menunjang seperti kondisi kesehatan, pendidikan dan relasi
sosial yang dimiliki suatu rumah tangga, maka kegiatan rumah tangga untuk
memenuhi tuntutan ekonomi juga akan mengalami gangguan. Tanpa adanya
kondisi kesehatan yang baik seseorang tidak beraktifitas secara optimal, begitu
pula halnya dengan kondisi pendidikan yang merupakan modal utama dalam
membentuk kemampuan manusia, dan relasi sosial yang dimiliki suatu
rumah tangga akan menunjang kehidupan mereka di suatu lingkungan.
A. Kesehatan
Dalam menganalisa kondisi kesehatan warga yang direlokasi dari
bantaran sungai Sampeyan, data yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan data primer (berasal dari jawaban responden). Pemilihan untuk
menggunakan data primer ini disebabkan karena sulitnya untuk mendapatkan
data sekunder untuk mendukungnya, dan para responden berasal dari berbagai
kelurahan dan waktu pindah yang berbeda-beda yang mengakibatkan sulitnya
mencari data pada waktu yang sesuai.
Untuk mengetahui bagaimana kondisi kesehatan dari para responden
pada saat di sungai Sampeyan maupun ketika telah bermukim di lokasi yang
102
baru, maka dalam penelitian ini diajukan pertanyaan mengenai pengalaman dari
para responden dan anggota keluarganya tentang penyakit yang pernah mereka
alami. Jenis penyakit yang ditanyakan di dalam penelitian ini hanyalah
penyakit-penyakit yang umum terjadi di bantaran sungai yang airnya sudah tidak
layak untuk dikonsumsi (tercemar). Dan karena peneliti mendapatkan kesulitan
dalam memperoleh data-data sekunder maka data yang digunakan hanyalah
menggunakan data primer (berdasarkan jawaban dari responden).
Gambaran perubahan penyakit yang diderita responden sebelum dan
sesudah relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.10 berikut:
Tabel 5.2
Perubahan Penyakit yang Diderita Responden Sebelum dan Sesudah
Relokasi
No. Penyakit Sebelum
Relokasi
Sesudah
Relokasi
1. Diare 18 12 2. Muntaber 12 4 3. Kulit 10 20 4. Tidak Menderita Penyakit 10 14
Sumber: Dinas Kesehatan
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.10 di atas diketahui
bahwa untuk penyakit diare dan muntaber terjadi penurunan dibandingkan
pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Akan
tetapi untuk penyakit kulit dan tidak menderita penyakit terjadi peningkatan
dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan.
Terjadinya penurunan dan peningkatan terhadap orang yang menderita suatu
penyakit yang umumnya diderita oleh masyarakat, menurut responden
diakibatkan karena keadaan kebersihan yang ada sekarang sudah lebih baik dari
sebelumnya. Tempat pembuangan sampah dan saluran air limbah yang saat ini
sudah teratur membuat berbagai penyakit yang umumnya diderita tersebut
menjadi berkurang. Akan tetapi untuk penderita penyakit kulit yang semakin
meningkat mungkin diakibatkan karena kurangnya air bersih yang digunakan oleh
masyarakat, sehingga menyebabkan berbagai macam penyakit kulit yang diderita.
103
Responden yang diambil dalam masalah kesehatan ini sebanyak 50 orang
dan hanya berasal dari tempat relokasi. Hal ini dilakukan karena data ini tidak
berkaitan dengan persepsi masyarakat tetapi berkaitan dengan data real yang ada
di daerah relokasi. Karena itu korban yang tidak menempati daerah relokasi tidak
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.5 di atas diketahui
bahwa untuk pengeluaran < Rp.400.000 terjadi peningkatan dibandingkan pada
saat para responden masih bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk
pengeluaran Rp.500.000-Rp.600.000 terjadi penurunan dibandingkan pada saat
mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk pengeluaran
Rp.700.000-Rp.800.000 tidak terjadi penurunan maupun peningkatan
dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk
pengeluaran Rp.900.000-Rp.1.000.000 terjadi penurunan dibandingkan pada saat
mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Semakin meningkatnya
pengeluaran yang dikeluarkan oleh masyarakat yang terkena bencana terutama
yang menjadi responden, mungkin disebabkan keterbatasan kebutuhan yang
107
tersedia sehingga jika tersedia harganyapun lebih mahal dari sebelumnya
sehingga pengeluaran pun juga ikut bertambah.
C. Kepemilikan Aset
Kepemilikan aset merupakan salah satu indikator yang mencerminkan
kondisi perekonomian suatu rumah tangga. Karena dengan bertambahnya
aset suatu rumah tangga dapat menunjukkan bahwa tingkat konsumsinya juga
mengalami peningkatan. Bahkan kepemilikan aset dapat dikatakan sebagai
salah satu bentuk investasi yang dilakukan suatu rumah tangga, dimana investasi
dalam bentuk ini dapat bermanfaat bagi suatu rumah tangga bila mereka sedang
sangat membutuhkan dana yang mendesak. Aset yang ditanyakan dalam
penelitian ini adalah aset yang berupa sepeda motor, televisi dan tabungan.
Gambaran perubahan kepemilikan aset responden sebelum dan sesudah
relokasi dapat dilihat pada Tabel 5.6 berikut:
Tabel 5.6
Perubahan Kepemilikan Aset Responden Sebelum dan Sesudah Relokasi
No. Aset Sebelum
Relokasi
Sesudah
Relokasi
1. Sepeda Motor 10 10 2. Televisi 35 25 3. Tabungan 3 3 4. Tidak Memiliki Satupun 2 12
Sumber: hasil jawaban responden
Dari hasil analisis jawaban responden pada Tabel 5.6 di atas diketahui
bahwa untuk aset sepeda motor tidak terjadi peningkatan maupun penurunan
dibandingkan pada saat para responden masih bermukim di bantaran sungai
Sampeyan. Untuk aset televisi terjadi penurunan dibandingkan pada saat mereka
bermukim di bantaran sungai Sampeyan. Untuk aset tabungan tidak terjadi
peningkatan maupun penurunan dibandingkan pada saat mereka bermukim di
bantaran sungai Sampeyan. Untuk tidak memiliki satupun terjadi peningkatan
dibandingkan pada saat mereka bermukim di bantaran sungai Sampeyan.
Penurunan dan peningkatan yang besar terdapat pada kepemilikan televisi dan
108
yang tidak memiliki aset satupun. Hal ini mungkin di karenakan pada saat
bencana tersebut terjadi beberapa responden tidak sempat untuk menyelamatkan
benda berharganya termasuk televisi sehingga saat ini mereka tidak memilikinya,
dan terdapat beberapa responden yang hingga saat ini masih belum mampu untuk
membeli televisi yang baru untuk menggantikan televisi yang tidak terselamatkan
tersebut.
5. 3 Hasil Pengujian Tentang Perubahan Kondisi Ekonomi dan Sosial bagi
Korban Bencana Alam
Metoda analisis data merupakan teknik penelaahan dampak kebijakan
program relokasi penduduk bantaran Sungai Sampeyan terhadap taraf hidup
rumah tangga berdasarkan data yang diperoleh dari survey yang dilakukan.
Data yang diperoleh tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis
statistic Chi Square Test.
1. Chi Square Test
Uji Chi-Square (independent test) berfungsi untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan antara dua peubah kategorik atau bisa juga antara peubah respon
dengan masing-masing peubah penjelas tanpa bisa menjelaskan sesuatu tentang
tingkat hubungan maupun arah hubungannya. Uji Chi-Square menggunakan
teknik tipe goodness of fit yaitu uji tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
apakah ada perbedaan yang signifikan antara observasi yang di amati dengan
banyaknya harapan berdasarkan hipotesis nol.
Pengujian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
kesejahteraan masyarakat relokasi bencana alam terhadap penyelenggaraan sarana
yang telah diberikan. Sarana tersebut antara lain pengadaan rumah, air bersih,
listrik, sanitasi, jalan, banjir, kebakaran dan kriminalitas.
Hipotesis yang bisa diterapkan dalam masalah ini adalah
Ho : Tidak terdapat hubungan antara ketersediaan sarana dengan persepsi
kesejahteraan oleh masyarakat.
H1 : Terdapat hubungan antara ketersediaan sarana dengan persepsi
109
kesejahteraan
oleh masyarakat
Dengan menggunakan alpha sebesar 10%, maka tabel 5.15 berikut
menjelaskan tingkat signifikansi hubungan antara variabel – variabel tersebut
diatas. Output secara keseluruhan bisa dilihat pada Lampiran C-J.
Tabel 5.7
Nilai Signifikansi Uji Chi Square
Sarana Nilai Chi Square Korelasi Signifikansi Kondisi Rumah 0,356 0,206 Tidak Signifikan Air Bersih 0,001 0,436 Signifikan Listrik 0,000 0,483 Signifikan Jalan 0,000 0,376 Signifikan Banjir 0,002 0,389 Signifikan Kebakaran 0,027 0,321 Signifikan Kriminalitas 0,004 0,349 Signifikan
A. Faktor yang signifikan
Hubungan yang signifikan terdapat pada kondisi Air bersih, listrik, jalan, banjir, kebakaran, kriminalitas. Lokasi pemukiman harus aman dari potensi bencana alam, seperti gempa, badai, tsunami banjir, longsor. Serta aman dari bencana lingkungan, seperti pencemaran udara, air dan tanah (akibat industri, transportasi, industri listrik, pembuangan sampah, kebakaran dan kerugian berbahaya lain), kebakaran dan kriminalitas. Pemilihan lokasi pemukiman harus memperhatikan potensi tersebut. Keamanan dari faktor lingkungan juga dapat diartikan sebagai kualitas dari bahan bangunan, bangunan tersebut harus kokoh, kuat dan mampu mengampu beban-beban yang diterima, baik beban-beban yang diterima, baik beban bangunan itu sendiri, maupun beban yang ditimbulkan akibat dari adanya fungsi dari rumah. Selain segi kualitas bahan bangunan yang dipakai, faktor keamanan juga dilihat dari segi kepastian hukum dari kepemilikan rumah.
Lokasi permukiman korban bencana alam banjir terletak di Desa Sumber
Kolak berada dalam radius alam dari Sungai Sampeyan. Untuk segi keamanan
dari ancaman tindak kriminal, pihak pengembang belum membangun pos satpam
110
di depan pintu gerbang lokasi pemukiman.
Salah satu faktor utama adalah faktor kemanan dalam relokasi penduduk
yang kawasan tempat tinggalnya terkena hempasan bencana alam banjir.
Sebaiknya pemerintah mempertimbangkan relokasi penduduk dengan aspirasi
masyarakat yang hendak tetap tinggal. Sesuai dengan teori yang berkaitan faktor
keselamatan menyebutkan bahwa lokasi pemukiman harus aman dari potensi
bencana alam seperti banjir, gempa bumi, tanah longsor, dan bencana alam
lainnya. Apalagi untuk lingkungan pemukiman yang memang diperuntukkan bagi
korban bencana. Jadi diharuskan untuk memilih lokasi pemukiman yang
mempunyai radius cukup jauh dari ancaman bencana serupa, selain untuk
mencegah terjadinya bencana alam serupa juga untuk meminimalkan timbulnya
kerugian yang diterima korban baik dari segi fisik maupun psikis. Selain itu lokasi
pemukiman juga harus aman dari tindak kriminal, kualitas bangunan dan juga
status hukum kepemilikan rumah di lokasi pemukiman tersebut. maka dalam
pengembangan pemukiman bagi korban bencana sebaiknya dilengkapi dengan
sistem keamanan yang cukup tinggi seperti disediakannya pos-pos keamanan di
tiap-tiap cluster rumah mereka sebelum terkena bencana, disediakan lampu
penerangan di sepanjang jalan diluar lingkungan pemukiman maupun di
sepanjang jalan di perumahan tersebut untuk menghindari ancaman tindak
kriminal serta diposisikan di daerah yang cukup aman dari ancaman serupa atau
potensi bencana alam lainnya sehingga tidak akan menimbulkan kerugian lagi
baik itu moriil maupun materiil.
Dalam hal ketersediaan air minum, memang menurut permen PU No.20
Tahun 2006, air minum adalah merupakan kebutuhan dasar yang sangat
diperlukan bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan dalam rangka
peningkatan derajat kesehatan masyarakat; untuk memenuhi kebutuhan dasar
tersebut diperlukan sistem penyediaan air minum yang berkualitas, sehat, efisien
dan efektif, terintegrasi dengan sektor-sektor lainnya terutama sektor sanitasi
sehingga masyarakat dapat hidup sehat dan produktif. Sumber air bersih berasal
111
dari air pemukaan (sungai, danau, waduk , dan lain-lain) dan air tanah (sumur,
pemompaan, dan lain-lain).
Kondisi di dalam permukiman korban bencana alam di Kabupaten
Situbondo belum dilengkapi dengan fasilitas air bersih. Untuk mengatasi
persoalan tersebut, masyarakat mengambil air di Dinas Kebersihan Kota
Situbondo yang berjarak 4 km dengan lokasi permukiman korban bencana alam.
Sama seperti air bersih, pengadaan listrik juga belum ada di kawasan
relokasi ini. Akhirnya masyarakat menggunakan lilin atau petromaks. Sistem
sanitasi yang ada juga tidak memadai, sehingga masyarakat merasa dirinya tidak
sejahtera dibandingkan dengan kondisi sebelum relokasi dilakukan.
Untuk masalah kondisi jalan, memang jalan yang ada di daerah relokasi
kondisinya lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Begitupula dengan
kondisi banjir. Kawasan ini bukanlah kawasan rawan banjir. Sehingga meskipun
sarana prasarana yang ada kurang memadai, namun masyarakat merasa cukup
tenang karena merasa aman, jauh dari banjir.
Inilah keunikan masyarakat yang ada. Meskipun dari sarana prasarana tidak
memadai untuk hidup layak, seperti tidak tersedianya air bersih dan listrik, namun
masyarakat merasa hidupnya sudah lumayan. Ketika ditanya secara mayoritas
apakah sudah merasa sejahtera, mereka mengatakan sudah. Meskipun sarana air
bersih dan listrik tidak terdapat disana. Tapi kepuasan batin, berhubungan dengan
aman dari terkena banjir, membuat mereka mengatakan bahwa mereka telah
sejahtera.
B. Faktor yang tidak signifikan
Faktor yang tidak signifikan dalam hal ini adalah kondisi rumah. Maksud dari
tidak signifikan adalah tidak ada hubungan antara persepsi sejahtera ataukah tidak
dengan kondisi rumah mereka. Meskipun dari sisi kondisi rumah mereka memang
sudah membaik namun tidak berhuungan dengan persepsi sejahtera ataukah
tidaknya mereka secara keseluruhan.
112
C. Perbedaan Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum dan Sesudah Relokasi
Pendapatan dan pengeluaran masyarakat sebelum dan sesudah relokasi juga
patut untuk diteiliti. Karena dua variabel ini mampu menggambarkan seberapa
besar tingkat kesejahteraan yang dialami oleh masyarakat yang direlokasi.
H0 : Tidak ada perbedaan antara pendapatan dan pengeluaran baik sebelum
maupun sesudah relokasi.
Ha : Ada perbedaan antara pendapatan dan pengeluaran baik sebelum
maupun sesudah relokasi
Hasil Pengujian
Dari Sign Test pada Lampiran A diperoleh bahwa Pendapatan masyarakat
sebelum dan sesudah relokasi berbeda. Perbedaannya bernilai negatif, artinya
bahwa pendapatan sebelum direlokasi lebih besar dibandingkan dengan setelah
direlokasi. Sedangkan untuk pengeluaran, tidak mengalami perubahan yang
signifikan. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Signifikansi Perbedaan Pendapatan dan Pengeluaran Sebelum dan
Sesudah Relokasi
Faktor Signifikansi Perbedaan
Pendapatan 0,004 Negatif Pengeluaran 0,312 Sama
Dari hasil statistik menunjukkan bahwa pendapatan sebelum adanya
bencana tersebut lebih baik daripada pendapatan sebelum terjadi bencana.
Perubahan yang terjadi ini mungkin disebabkan karena berkurangnya sektor
pertanian akibat banjir, sehingga lahan untuk bertani menjadi berkurang dan hal
ini mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat. Berdasarkan hasil observasi
dua sektor ekonomi utama adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan.
Struktur ekonomi Kabupaten Situbondo masih didominasi oleh sektor pertanian.
Hal ini dipengaruhi kondisi alam dan potensi ekonomi yang bersifat agraris.
Dominasi sektor pertanian banyak disumbang dari tanaman bahan pangan,
perkebunan, perikanan laut. Akibat dari dampak bencana tersebut membuat
113
masyarakat yang sebelumnya memiliki lahan pertanian atau peternakan, setelah
terjadi bencana menjadi berkurang atau kehilangan lahan tersebut sehingga
menyebabkan pendapatan yang diperoleh juga ikut berkurang. Hal inilah yang
dapat menjadi penyebab perbedaan pendapat yang diterima oleh masyarakat yang
menjadi korban bencana banjir tersebut.
Dari hasil statistik yang menunjukkan bahwa tidak adanya perbedaan pada
pengeluaran tersebut, mungkin disebabkan adanya masyarakat yang tingkat
pengeluarannya bertambah dan diimbangi oleh masyarakat yang tingkat
pengeluarannya menurun, sehingga tidak terjadi perbedaan tingkat pengeluaran
antara sebelum dan sesudah terjadi bencana. Bertambahnya tingkat pengeluaran
pada beberapa masyarakat kemungkinan terjadinya peningkatan harga barang
akibat membengkaknya permintaan di pasar terhadap material dan bahan baku
bangunan. Untuk mengatasi persoalan ini maka pemerintah juga akan
menerapkan kebijakan impor bahan baku untuk menyeimbangkan antara
permintaan dan pasokan bahan baku yang tersedia di pasar.
5. 3 Pembahasan Hasil Penelitian
5.3.1 Kondisi Permukiman
Kenyataan yang berbeda dari kondisi permukiman lama dan permukiman
baru, mempengaruhi kehidupan pemukimnya. Permukiman lama yang berada di
pusat kota memudahkan aksesbilitas pemukimnya, sebaliknya letak permukiman
pasca relokasi yang relative jauh sangat menyulitkan pemukim yang umumnya
berpenghasilan rendah. Demikian pula lingkungan di tepi sungai pada
permukiman lama selain kemudahan mendapatkan air bersih dengan sumur
gali/sungai untuk kebutuhan harian, masyarakat juga dapat memancing secara
tradisional untuk menambah penghasilan. Sedangkan di lingkungan permukiman
baru di daerah dataran tinggi sangat menyulitkan masyarakat untuk memperoleh
air bersih, kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan responden sebanyak 62%
atau 31 orang yang menyatakan bahwa kondisi air bersih di permukiman baru
lebih buruk. Perhitungan dengan uji statistik chi square menunjukkan juga bahwa
fasilitas air bersih merupakan faktor yang tidak signifikan terhadap kesejahteraan
114
mereka.
Tampak bahwa kondisi lingkungan permukiman lama lebih baik
dibanding lingkungan permukiman baru. Jika persiapannya cukup secara teknis
sesungguhnya permukiman baru dapat ditempati. Terutama dalam pengelolaan air
bersih dan pemanfaatan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian masyarakat
akan lebih terikat dengan permukiman baru karena dukungan lingkungan
sekitarnya cukup memadai.
Selanjutnya akan dibahas hasil kondisi fisik bangunan, kondisi prasarana
lingkungan dan kondisi sarana penunjang permukiman. Pembahasan lebih
difokuskan pada pemukiman paska relokasi. Beberapa data diantaranya
disandingkan dengan kondisi permukiman lama yang berada di bantaran sungai
sampeyan.
5.3.2 Kondisi Fisik Bangunan
Jika dilihat dari kondisi rumah, stuktur dan konstruksi, genangan air
maupun tingkat kepadatan rumah dan penghuni sesuai dengan standar dalam
community maping (Tabel 4.1) secara keseluruhan kondisi fisik bangunan
permukiman paska relokasi relatif lebih baik dibandingkan dengan kondisi fisik
bangunan permukiman lama, termasuk rumah yang dibangun oleh masyarakat
paska relokasi di dekat bantaran sungan sampeyan. Pernyataan responden yang
signifikan pada uji statistik chi square terhadap kondisi rumah dengan
kesejahteraan menunjukkan bahwa kondisi permukiman yang baru lebih baik
daripada permukiman lama pada saat tinggal di bantaran sungai sampeyan. Hal
ini diperkuat dengan tabel persepsi masyarakat tentang senang tidaknya
bermukim saat ini (lihat tabel 5.9) sebanyak 40% menyatakan senang sekali dan
50% cukup senang. Kondisi fisik rumah yang lebih bagus dibandingkan
sebelumnya juga merupakan harapan masyarakat korban bencana alam banjir
untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, ini dapat dilihat dalam uji statistik chi
square bahwa kondisi rumah signifikan dengan kesejahteraan kehidupan mereka
di permukiman yang baru.
115
5.3.3 Kondisi Prasarana Lingkungan Permukiman
Berdasarkan persepsi responden dan standar dari community maping
tampak bahwa prasarana lingkungan paska relokasi belum memadai. Umumnya
responden menyatakan prasarana air bersih (Tabel 5.2) dan listrik (Tabel 5.3)
perlu mendapat perhatian . Di dalam pengujian statistik chi square juga
memperlihatkan bahwa prasarana air bersih dan listrik menunjukkan hasil yang
tidak signifikan dengan kesejahteraan mereka. Kondisi ini memberi gambaran
bahwa kebutuhan akan air bersih bagi masyarakat di permukiman baru belum
mencukupi. Berdasarkan wawancara dengan responden pada permukiman lama
mereka dapat menggunakan air dari beberapa sumber dengan gratis, baik melalui
sungai maupun sumur yang mereka buat. Sedangkan di permukiman paska
relokasi air untuk mendapatkan minumpun harus berjalan 4 km.
Prasarana lingkungan permukiman lainnya seperti persampahan, drainase
dan jalan lingkungan sesuai dengan community maping pada permukiman paska
relokasi tampak lebih baik dibandingkan permukiman lama (lihat Tabel 4.1).
Jalan lingkungan dengan perkerasan dan drainase/got cukup memadai pada
permukiman paska relokasi. Kemiringan tanah dan kondisi tanah yang berdaya
resap tinggi tidak memungkinkan terjadinya genangan sebagaimana pada
permukiman lama. Sampah bagi masyarakat lebih mudah di permukiman lama
karena langsung dibuang di sungai tanpa pertimbangan dampak lingkungan,
demikian pula dengan limbah rumah tangga lainnnya.
Salah satu sektor penting yang harus direhabilitasi dan rekonstruksi adalah
sektor infrastruktur yang meliputi pembangunan jalan, jaringan air bersih, irigasi,
dan pelabuhan laut dan udara. Pengadaan air bersih / minum dilakukan secara
sentral dan didistribusikan oleh PDAM. Meningkatkan kerjasama antara
pemerintah dengan developer maupun investor dalam upaya meningkatkan
jaringan air minum di kawasan tersebut.
Sehingga untuk merumuskan konsep relokasi pemukiman adalah
menunjang pengadaan air bersih / minum yang dilakukan secara sentral dan
didistribusikan ke tiap-tiap unit rumah. Meningkatkan kerjasama antara
116
pemerintah dengan developer maupun investor dalam upaya meningkatkan
penyediaan jaringan air minum di kawasan.
Dari uraian diatas terlihat bahwa diantara prasarana air bersih dan
penerangan yang tersedia/dipersiapkan menjadi kendala utama bagi masyarakat
korban bencana alam banjir dalam beradaptasi di permukiman yang baru.
Ketersediaan/pengelolaan air bersih yang tidak memadai memberi pengaruh yang
besar bagi keberlangsungan hidup dan aktivitas keseharian masyarakatpaska
relokasi. Keadaan ini cenderung mendorong mereka untuk mencari/menuju
daerah permukiman dimana prasarana lingkungan permukiman cukup tersedia
dan diperoleh dengan mudah/murah.
5.3.4 Kondisi Sarana Permukiman
Berdasarkan pernyataan responden sarana yang paling
disediakan/diperbaiki adalah sarana transportasi. Jarak yang relatif jauh dari
tempat tinggal ke tempat bekerja bagi mereka yang umumnya berpengahasilan
rendah merupakan kendala yang serius, ini dapat dilihat pada tabel 5.14 (tabel
kepemilikan aset) yang menunjukkan bahwa dari 50 responden yang mempunyai
kendaraan pribadi atau sepeda motor hanya 10 orang saja. Pada permukiman
paska relokasi selain jarak yang relatif jauh sarana angkutan umum juga sangat
terbatas baik dari segi jumlah dan waktu. Masyarakat yang tidak memiliki
kendaraan pribadi harus berjalan kaki cukup jauh untuk mendapatkan angkutan
umum menuju pusat kota atau tempat lainya. Tampak pula mereka yang
mempunyai penghasilan kurang dari Rp. 400.000 sebanyak 40 orang.
Sebagaimana dikemukakan bahwa bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
cenderung memilih tempat tinggal yang berdekatan dengan tempatnya bekerja.
Hal ini dimaksudkan agar waktu tempuh relatif cepat dan jika perlu tidak
mengeluarkan biaya tambahan.
117
Tabel 5.9. Tabulasi Silang Pekerjaan Responden yang Menempati Permukiman Baru dan Kesesuaian Lokasi Rumah
Pekerjaan Lokasi rumah
Total pasca relokasi
Responden sesuai kehendak Ya Tidak
Pedagang Jumlah 4 15 19 21% 79% Petani Jumlah 1 8 9 11 89 Buruh/Kuli Jumlah 5 7 12 42 58 Sopir Jumlah 0 2 2 0 100 Ojeg Jumlah 0 2 2 0 100 Tukang Becak Jumlah 0 2 2 0 100 Karyawan Swasta Jumlah 1 1 2 50 50 TNI/ABRI Jumlah 1 0 1 100 0 PNS Jumlah 1 0 1 100 0 Total 13 37 50 Total dalam % 32.4 57,6 100
Tabel 5.9 adalah tabulasi silang antara pekerjaan dengan aksesbilitas
yang memberikan gambaran tentang pendapat responden tentang aksesbilitas
sesuai dengan mata pencaharian sebelum relokasi.
Aksesbilitas yang sulit bagi masyarakat paska relokasi dapat mendorong mereka mencari alternatif lain untuk memudahkan pencapaian mereka terutama ke tempat kerja semula di pusat kota. Jika tidak mereka akan beralih mencari pekerjaan lain yang menunjang kelangsungan hidupnya. Ketidaksesuaian lokasi di kelurahan Sumber Kolak berhubungan dengan alasan mereka yang menyatakan sulitnya transportasi untuk menunjang aktivitas mereka serta jauhnya jarak ke tempat kerja serta alasan lainnya mengenai kurangnya fasilitas penunjang pada permukiman baru
118
5.3.5 Kondisi Sosial Ekonomi
Seperti dijelaskan sebelumnya umunya responden paska relokasi bekerja
di sektor informal. Pekerjaan warga diukur dengan melihat kemapanan pekerjaan,
pada pengukuran community maping menghasilkan nilai sebelum relokasi 0.9
adalah kategori baik dan nilai setelah relokasi 1.9 adalah kategori buruk. Hal ini
menunjukkan bahwa paska relokasi jumlah masyarakat yang tidak bekerja
meningkat lebih dari 10%. Peningkatan ini berhubungan dengan sulitnya lapangan
kerja di sekitar kawasan paska relokasi serta sulitnya mereka untuk kembali
bekerja di tempat semula. Dan sesuai dengan hasil uji statistik sign test
menunjukkan bahwa dari segi pendapatan masyarakat di permukiman yang baru
mengalami penurunan dibandingkan pada saat mereka menempati permukiman
yang lama. Hal ini juga dipengaruhi oleh pada umumnya masyarakat korban
bencana alam adalah mereka yang memilki latar balakang pendidikan yang
rendah (Gambar 4.6 diagram Pie Komposisi Penduduk Menurut Tingkat
Pendidikan).
Mereka yang bekerja sebagai pedagang di sekitar sungai sampayan paska
relokasi merasa sulit kembali berjualan di lokasi semula. Bagi mereka yang
mampu kembali menyewa lokasi dekat pusat kota tempat kerjanya untuk
menyimpan perlengkaan dasangannnya dan beristirahat jika tidak kembali
kerumahnya mengingat biaya dan transportasi yang sulit.
Sebagaimana dikemukakan bahwa mobilitas perekonomian akan
mempengaruhi proses perkembangan rumah. Dengan demikian kehidupan
masayarakat paska relokasi dalam proses pengembangan permukimamnya akan
mengalami hambatan. Hambatan secara ekonomi juga akan mempengaruhi ikatan
masyarakat dengan lahan yang mereka tempati. Keadaan ini dapat mendorong
masyarakat mencari permukiman dimaana dukungan terhadap aspek finansial
cukup bagi keberlangsungan hidupnya.
Beberapa kegiatan masyaraakat dikembangkan oleh masyarakat korban
bencana alam di permukiman paska relokasi, seperti gotong royong, pengajian,
siskamling, posyandu dan arisan PKK. Pada tabel 5.11 dapat dilihat pula
partisipasi masyarakat korban bencana alam banjir di permukiman paska relokasi
119
dalam kegiatan sosial, tampak partisipasi responden yang ikut serta dalam
kegiatan sosial adalah 95%, kondisi ini dilatar belakangi oleh lingkungan sosial
mereka yang baru.
Relokasi permukiman juga menyebabkan berkurang atau terputusnya
ikatan keluarga dan sosial pada pemukiman paska relokasi. Mereka yang terpisah
dari keluarga dan kerabat di lingkungan permukiman paska relokasi kembali
menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang baru.
5.3.6 Kondisi fisik dan non fisik
Sebagaimana ditegaskan dalam UU RI No. 4 Tahun 1992 bahwa tujuan penataan lingkungan permukiman adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar dalam rangka peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat, mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional dan menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya serta bidang lain-lain. Juga disebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi dan teratur. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomer 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah rekonstruksi merupakan pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana sedangkan relokasi di kabupaten Situbondo dilakukan karena tidak memungkinkan untuk memukimkan kembali warga bantaran sungai. Dengan demikian kebijakan relokasi hendaknya berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan pemukim dan peningkatan kualitas lingkungan permukiman. Jika dilihat keadaaan yang kontras antara permukiman lama dan permukiman paska relokasi tampak bahwa persiapan yang berkaitan dengan aspek fisik dan non fisik belum cukup memadai.
120
Alasan sulitnya mata pencaharian paska relokasi juga mengindikasikan kurang siapnya sarana dan prasarana yang menunjang kehidupan masyarakat korban bencana alam di permukiman baru, utamanaya aksesbilitas mereka terhadap tempat kerja dan layanan publik.
5.3.7 Analisis Trianggulasi
Analisa trianggulasi yang dilakukan untuk menyusun konsep penanganan
lingkungan permukiman pengungsi setelah relokasi di Kabupaten Situbondo.
Menurut Singarimbun, 1989 dalam Rolalisasi, 2009, konsep adalah abstraksi
mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah
karakteristik kejadian, keadaan pada kelompok atau individu tertentu. Agar tidak
terjadi kesalahan pengukuran maka konsep perlu didefinisikan dengan jelas, sebab
konsep berperan sebagai penghubung antara teori dengan observasi, antara
abstraksi dengan realitas. adalah menggabungkan substansi-substansi yang
berkesesuaian antara fakta empirik bentuk penanganan relokasi permukiman,
kajian pustaka/teori tentang penanganan relokasi permukiman dan penanganan
relokasi permukiman oleh pemerintah propinsi Jawa Timur dan pemerintah
kabupaten Situbondo. Proses kompilasi adalah dengan penyatuan substansi yang
saling berkesesuaian antara ketiganya yang disebut dengan analisa Trianggulasi
Skema analisis trianggulasi adalah sebagai berikut :
121
Gambar 5.14 Skema Analisis Trianggulasi Sumber : Penulis A. Tinjauan Empiris Keberadaan Lingkungan Permukiman Pengungsi
akibat Bencana Alam Banjir Kabupaten Situbondo.
Bentuk penanganan lingkungan permukiman pengungsi akibat bencana
alam banjir di Kabupaten Situbondo bisa dilihat dari adanya fakta empiris.
Beberapa fakta empiris yang ada dalam lingkungan permukiman pengungsi
tersebut, antara lain :
1. Status lahan masyarakat korban bencana sebelum direlokasi adalah menjadi
hak milik. Namun setelah direlokasi status lahan tersebut adalah permukiman
yang baru milik pemerintah kabupaten Situbondo. Sebagian besar masyarakat
menginginkan adanya kepastian hukum status lahan yang mereka huni,
karena lahan perumahan yang dulu sudah menjadi hak milik, telah hilang
terkena bencana banjir.
Empiris keberadaan
relokasi lingk. permukiman
bencana banjir
Kajian pustaka/rekomendasi teori
tentang relokasi lingk. Permukiman bencana
Penanganan relokasi permukiman oleh Pemprop
Jawa Timur , Pemkab Situbondo dan penelitian
sebelumnya tentang relokasi bencana alam
Analisis
Trianggulasi
Konsep Penanganan Relokasi Lingkungan Permukiman
Pengungsi Akibat Bencana Alam Banjir
122
2. Untuk status bangunan sebelum relokasi adalah rumah yang berdiri diatas
lahan perkampungan tetapi tidak memiliki IMB, keadaan ini sama dengan
permukiman yang baru dilokasi perumahan tetapi juga tidak memliki IMB.
Kepastian status bangunan atau kepemilikan IMB oleh masyarakat korban
bencana alam tidak terlalu penting bagi mereka.
3. Penduduk yang dipindahkan merupakan penduduk asli Situbondo. Kesamaan
asal, bahasa dan budaya salah satu faktor penting memudahkan sosialisasi
atau interaksi di permukiman yang baru.
4. Mayoritas pekerjaan masyarakat korban bencana alam adalah pekerjaan
informal tidak tetap (penjual, petani kuli pasar, kuli bangunan, sopir, tukang
becak) sedangkan sisanya adalah pekerjaan informal tetap (buruh pabrik) dan
pekerjaan formal tetap (ABRI dan PNS) setelah pindah ke permukiman yang
baru, masyarakat tidak mengalami perubahan.
5. Nilai pendapatan mengalami penurunan, karena sebagaian besar pendapatan
total masyarakat korban bencana alam mempunyai pekerjaan informal tidak
tetap belum dapat memenuhi kebutuha primer dan sekunder. Permasalahan
ini karena kesulitan aksesbilitas dala mncapai tempat bekerja.
6. Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan ekonomi belum dapat dipenuhi
oleh pemerintah Kabupaten Situbondo di dalam membangun permukiman
baru masyarakat korban bencana alam. Hal ini tidak sesuai dengan kondisi
sebelum mereka dipindahkan atau dipermukiman lama. Karena
dipermukiman yang lama semua fasilitas ada dan berfungsi.
7. Tersedianya ruang terbuka di permukiman yang baru lebih baik daripada
sebelumnya. Ini disebabkan pemukiman baru ada taman terbuka yang
memang disediakan tempat bermain. Sedangkan dipermukiman lama tidak
ada tempat bermain (lapangan/ruang terbuka) dan atau jalan/gang sebagai
tempat bermain.
8. Fasilitas sarana air bersih yang digunakan oleh masyarakat dipermukiman
yang baru adalah air sumur untuk yang berpenghasilan rendah dan
menggunakan jaringan PDAM untuk yang berpenghasilan menengah. Untuk
kualitas air sumur yang digunakan jernih, tidak berbau dan tidak berasa
123
sedangkan untuk kualitas air PDAM dapat digunakan untuk minum, masak
mandi dan cuci. Di permukiman yang baru belum tersedia fasilitas sarana air
bersih yang dapat digunakan masyarakat baik itu air sumur atau PDAM.
9. Untuk fasilitas sanitasi/air limbah tidak ada perubahan, di setiap rumah
terdapat pasarana sanitasi idividual yang memadai (dilengkapi septictank).
Ketersediaan sarana tempat sampah dan selalu terangkut dipermukiman lama
berbeda dengan keadaan di permukiman baru yang tidak tersedia tempat
sampah disetiap rumah dan tidak ada pengelolaan sampah rumah tangga.
Untuk kondisi drainase/got di permukiman baru ada di setiap rumah dengan
kondisi yang bersih, begitu pula dengan kondisi jalan di depan rumah
permukiman yang baru sudah diperkeras. Kondisi bangunan rumah
permukiman baru bagi sebagian besar masyarakat korban bencana alam
adalah bagus terbuat dari bahan yang awet, dirawat, dan tahan terhadap cuaca
dari bahan permanen. Kondisi lantai rumah di permukiman baru hanya
sebagian saja yang diperkeras (diplester) dan masih ada lantai yang belum
diperkeras. Ventilasi rumah di permukiman yang baru mempunyai jendela
atau lubang angin dikedua sisi ruang sehingga terjadi pergantian udara
didalam ruangan tersebut, untuk sebagian masyarakat kondisi ini lebih bagus
dibandingkan dengan permukiman lama mereka. Genangan air hujan di
permukiman lama lebih buruk karena apabila terjadi genangan diseluruh
halaman rumah dan seluruh ruangan didalam rumah tergenang air surutnya
lebih dari 3 jam
10. Ketidakpuasan masyarakat berpenghasilan menengah terhadap luas rumah
yang dibangun lebih dari 70% luas. Halaman Rumah yang berada di
permukiman baru mempunyai 2 kamar tidur dan 1 ruang tamu yang juga
difungsikan sebagai ruang makan dan ruang keluarga.
B. Tinjauan Pustaka / Teori
Tinjauan pustaka yang dipakai dalam analisis ini adalah tentang bencana alam
banjir, perencanaan relokasi, rumah dan permukiman. Hal yang mendasar
berkenaan dengan bencana adalah peristiwa yang mengancam dan menganggu
124
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis.
1. Thontowi (2005) menyatakan bahwa proses pelaksanaan Mitigasi bencana
alam, dilakukan melalui beberapa fase tingkatan, mulai kegiatan tanggap
darurat, fase Rekonstruksi, Rehabilitasi, dan Reintegrasi. Bagi para korban
bencana alam banjir perlu dilakukan relokasi karena tempat semula sudah
tidak memungkinkan lagi terkena untuk ditempati. Relokasi (resettlement)
adalah tindakan pemindahan suatu permukiman dari lokasi eksisting menuju
ke suatu lokasi baru yang telah ditentukan akibat dari suatu kebijakan atau
program yang dilaksanakan pemerintah.
2. S e b e l u m d i l a k u k a n r e l o k a s i m a k a seluruh sarana dan prasarana
fisik dan sosial harus sudah siap sebelum pemukim diminta untuk pindah
ke lokasi. Organisasi masyarakat yang terkena dampak bencana dan
perkumpulan masyarakat harus diajak bermusyawarah dalam pembangunan
lokasi pemukiman kembali. (Davidson et al, , 1993).
3. Relokasi seringkali dikenal atas konsekuensi-konsekuensi buruk terhadap
pihak yang mengalaminya. Menurut Scudder dan Colson dalam Agbola
dan Jinadu (2002). Fried (1982) yang mengamati bahwa keluhan atas
hilangnya hunian masyarakat begitu tersebar luas dan fenomena sosial
serius yang seringkali menyertai proses dislokasi urban. Speare dalam
Clark dan Led (2005) menyatakan kepuasan residensial j u g a d i g u n a k a n
sebagai determinan kunci apakah seseorang akan pindah atau tetap di
kediamannya dilakukan. Karena itu proses relokasi masyarakat setalah
bencana alam banjir harusnya menjadi lebih baik. Terutama dalam masalah
pemenuhan kebutuhan dasar seperti perumahan, kesehatan, pendidikan dan
pekerjaan.
125
Tabel 5.10 Rekomendasi Kajian Pustaka/Teori Sebagai Konsep Penanganan
Lingkungan
No. Uraian Kajian Pustaka Sumber Teori 1 Mitigasi Bencana Alam Hntowi 2005 2 Bencana alam banjir Kodoatie, 2002 3 Konsep Relokasi Rossi, 1986 4 Permasalahan Relokasi Fried, 1982 5 Konsep rumah Maslow, 1954
Silas, 1989 Sumber : Kajian Pustaka/Teori, 2009 C. Tinjauan Terhadap Penanganan Relokasi Lingkungan Permukiman
akibat Bencana Alam oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan
Pemerintah Kabupaten Situbondo
Kegiatan program penanganan pengungsi ini dilaksanakan sesuai prioritas
kebutuhan antara lain, menyediakan barak-barak penampungan sesuai dengan
jumlah pengungsi dalam waktu yang singkat, penyediaan air bersih yang layak
dan terdistribusi secara merata di seluruh tempat-tempat penampungan dan
menyediakan tempat pembuangan (kakus) agar tidak menjadi sumber penyebaran
penyakit baru Penyelenggaraan program penanganan pengungsi tersebut pada
Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan
Pemerintah Kabupaten Situbondo dengan penekanan pada sektor prasarana dan
sarana dasar permukiman serta air bersih.
I. Mitigasi Bencana Alam oleh Pemerintah
Dalam pelaksanaan program di lapangan, bentuk kegiatan penanganan
pengungsi bidang prasarana dan sarana dasar permukiman yang dilaksanakan oleh
Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Propinsi Jawa dilakukan melalui 3 (tiga)
tahapan, yaitu :
a. Tahap Tanggap Darurat
Pada tahap ini dikategorikan tahap penanganan darurat/emergency dimana
diperlukan penanganan secepatnya untuk dapat menampung dan menangani
126
pengungsi dalam jumlah yang besar serta waktu yang singkat melalui pemenuhan
papan berupa pembuatan bedeng-bedeng darurat, barak-barak penampungan
sementara, pemasangan tenda-tenda, pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan
sanitasi (khususnya cubluk) pada tingkatan kebutuhan minimal yang harus
dipenuhi. Tahap tanggap darurat merupakan tahap awal penanganan pengungsi.
Pelaksanaan penanganan diawali dengan pendekatan pelayanan yang bertumpu
pada berkumpulnya kelompok kelompok pengungsi pada tempat-tempat/tanah-
tanah kosong yang sebagian mendirikan tenda-tenda yang dekat dengan fasilitasi-
fasilitas umum, sosial, tempat ibadah dan rumah penduduk.
Penanganan pengungsi pada tahap ini dilakukan pada sektor yang benar-
benar sangat dibutuhkan dan merupakan kebutuhan dasar manusia yang apabila
tidak dipenuhi dan diambil tindakan penanganannya dengan segera akan dapat
mempengaruhi kehidupannya atau akan dapat menyebabkan akibat negatif yang
lebih besar. Sektor-sektor yang dianggap penting pada tahap ini adalah :
- Sektor air bersih, mendistribusikan tempat-tempat penampungan air bersih
berupa jerigen-jerigen air dan ember-ember bertutup (portable kontainer)
kepada setiap Kepala Keluarga, menempatkan Hidran Umum/Terminal Air
ditempat kelompok-kelompok pengungsi, sedangkan suplai air bersihnya
dengan menggunakan mobil-mobil tangki dari Dinas PU Cipta Karya
Propinsi Jawa Timur.
- Sektor Sanitasi, menyediakan jamban-jamban/cubluk darurat komunal dalam
jumlah sesuai dengan jumlah tempat-tempat penampungan pengungsi yang
ada termasuk jamban/cubluk bagi prasarana umum yang untuk sementara
dimanfaatkan sebagai penampungan pengungsi. Jumlah dari jamban-
jamban/cubluk-cubluk darurat yang dibangun ini 1 jamban/cubluk darurat
untuk 5 KK (20 – 25 jiwa)
- Sektor Permukiman, karena tempat tempat pengungsi yang tersebar
diseluruh perbatasan dan tempat yang kosong maka penanganan pemenuhan
kebutuhan akan perumahan menjadi tersebar dan dengan jenis serta ukuran
perumahan yang bervariasi yaitu tenda plastik, penggunaan jenis ini
127
dilakukan pada awal penanganan, dimana untuk membuat barak-barak
diperlukan waktu sedangkan situasi dan kondisi pengungsi dilapangan
sangat membutuhkan tempat untuk berteduh.
II. Tahap Pemantapan
Tahap ini memberikan peningkatan pelayanan dan perbaikan terhadap yang
telah dilaksanakan pada tahap tanggap darurat yaitu pada tenda-tenda
penampungan, peningkatan pelayanan sektor air bersih dan sanitasi. Tujuan dari
tahap ini adalah untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan memperkecil
timbulnya penyakit, yang bertumpu pada aspek sarana dan prasarana dasar
permukiman.
a. Sektor air bersih
Pada tahap ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pelayanan dan
perluasan jaringan termasuk kepada penduduk lokal disekitar tempat
penampungan pengungsi : Mengembangkan sistem air bersih yang ada dengan
memperluas jaringan perpipaan bagi lokasi-lokasi penampungan dan
memanfaatkan sumur-sumur bor baru dengan perpipaan menuju hidran-hidran
umum.
- Menggadakan mobil tangki baru untuk meningkatkan pelayanan air
bersih dan daaerah-daerah yang tidak dapat dilayani melalui sistem
perpipaan.
- Memperluas pelayanan dan meningkatkan kapasitas pelayanan termasuk
penduduk disekitar penampungan pengungsi dengan menggunakan
perpipaan khususnya yang menggunakan sistem grafitasi dalam
pendistribusiannya.
b. Sektor Sanitasi
- Membuat saluran-saluran lingkungan dan drainase disekitar tempat
penampungan terutama tempat penampungan dalam jumlah besar yang
128
kemungkinan akan dihuni untuk waktu yang cukup lama untuk
menghindari tergenangnya air pada musim hujan.
- Mengganti jamban-jamban/cubluk yang sudah penuh dengan yang
baru, serta dibeberapat tempat penampungan yang dianggap nantinya
dapat dimanfaatkan penduduk lokal atau sebagai sarana umum dengan
Mandi Cuci Kakus (MCK) permanent
c. Sektor Permukiman
Peningkatan tenda-tenda karena di beberapa lokasi tenda tergenang air pada
waktu hujan, maka diperlukan peningkatan kondisi fisik tenda.
III. Tahap Relokasi
Kegiatan yang dilakukan diprioritaskan pada penanganan Relokasi Warga
Daerah Bantaran yang rumahnya Rusak Berat/Hilang sejumlah 398 unit.
Adapun dengan keterbatasan anggaran dan ketersediaan lahan yang disediakan
oleh pemerintah kabupaten Situbondo rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
adalah pembangunan rumah sebanyak 212 unit termasuk sarana dan prasarana
lingkungan baik di dalam maupun di luar kawasan perumahan.
a. Pelaksanaan Pembangunan
Pada tahap awal adalah menyiapkan lokasi-lokasi permukiman baru yang
terbagi dalam dua kategori yaitu kawasan pemukiman baru yang benar-benar baru
dalam artian pada awalnya berupa lahan kosong yang tidak produktif yang
kemudian dikembangkan menjadi suatu kawasan permukiman
Permasalahan yang timbul adalah dengan waktu yang singkat harus
mempersiapkan permukiman baru untuk korban bencana alam dan bagaimana
mencari lahan/tanah kosong yang cukup luas yang dapat dimanfaatkan sebagai
permukiman, karena dalam penanganan ini tidak disediakan dana khusus untuk
pembebasan tanah maka lahan yang digunakan untuk permukiman baru tersebut
adalah milik dari Pemerintah Kabupaten Situbondo
129
Karena lahan yang digunakan berupa lahan tidak produktif sehingga
pertimbangan pertama dalam pemilihan lokasi adalah ketersediaan air baku untuk
kepentingan air minum dan apabila memungkinkan dapat digunakan sebagai
pertanian. Sedangkan pertimbangan kesulitan dalam penjangkauan (jauh dari jalan
yang ada) akan diupayakan dengan membangun jalan baru.
Meskipun dalam penanganan darurat proses sosialisasi program penting
juga dilakukan untuk memberikan gambaran tentang relokasi secara utuh kepada
pengungsi. Tetapi karena keterbatasan waktu dari Pemerintah Kabupaten
Situbondo maka proses memotivasi dan memfasilitasi masyarakat dan pengungsi
agar terlibat dan berperan aktif dalam proses perencanaan, yaitu apa yang
diinginkan warga penampung dan warga pengungsi, bentuk prasarana lingkungan
yang dibutuhkan serta berperan aktif dalam proses pelaksanaan sekaligus ikut
melibatkan diri dalam pelaksanaan pembangunan melalui rekanan yang ditunjuk
untuk pelaksanaan pembangunannya belum dapat dilakukan.
b. Hasil Pembangunan Permukiman
Hasil pembangunan yang dilaksanakan oleh Dinas PU Cipta Karya dan Tata
Ruang Propinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten Situbondo adalah:
- Kondisi Rumah
Lahan yang diperuntukkan sebagai permukiman untuk korban bencana
alam banjir adalah milik pemerintah kabupaten Situbondo dan sesuai dengan
Perda kab. Situbondo bahwa pemerintah kabupaten wajib menyediakan lahan
permukiman untuk korban bencana alam banjir dan kepemilikan dari lahan
permukiman tersebut adalah milik pemerintah kabupaten Situboondo.
Permukiman yang dibangun oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur dan
Pemerintah Kabupaten Situbondo adalah milik dari Pemerintah Kabupaten
Situbondo, Oleh karena itu masyarakat yang menghuni permukiman baru tersebut
tidak mempunyai hak memiliki dan membangun kembali rumah tersebut.
130
Berkaitan dengan asal penduduk, sesuai dengan data korban bencana alam
yang ada di Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang kabupaten Situbondo bahwa
100% penduduk yang dipindahkan merupakan penduduk asli Situbondo.
Pemerintah Kab. Situbondo di dalam menangani korban bencana alam
banjir hanya berorientasi pada pengadaan permukiman perumahan. Sedangkan
untuk pekerjaan dari masing-masing korban bencana alam belum ada kebijakan
dari permerintah kabupataen Situbondo (staf DPU CK dan Tata Ruang Kab.
Situbondo)
Sesuai dengan kebijakan yang diambil dan dilaksanakan oleh Pemerintah
Kabupaten Situbondo di dalam penanganan korban bencana alam bahwa
pelaksanaan relokasi hanya memprioritaskan pembangunan permukiman.
- Jenis Prasarana
Keterbatasan anggaran APDB Pemerintah Propinsi Jawa Timur untuk
membangun permukiman baru korban bencana alam sehingga membuat skala
prioritas kebutuhan mendasar yang dibutuhkan masyarakat korban bencana alam.
Sesuai dengan skala prioritas dan anggaran yang ada Pemerintah Propinsi Jawa
Timur dan Pemerintah Kab. Situbondo lebih memprioritaskan pembangunan
perumahannya dan fasilitas peribadatannya. Luasnya lahan yang dimiliki oleh
Pemerintah Kabupaten Situbondo untuk permukiman baru memudahkan dalam
mendesign permukiman baru dengan dilengkapi fasilitas ruang terbuka.
Kondisi alam dari Situbondo yang rawan air bersih juga mempengaruhi di
dalam pelaksanaan pembangunan permukiman baru untuk korban bencana alam.
Karena pembangunan permukiman harus dilaksanakan dengan waktu yang cepat
maka pengadaan air bersih diakukan setelah pembangunan permukiman selesai.
(Staf PU CK dan Tata Ruang Kab. Stubondo)
- Status Bangunan
Untuk pembangunan kondisi fisik dari sampah, drainase, jalan, kondisi
bangunan rumah, kondisi lantai, kondisi ventilasi, genangan hujan, kepadatan
bangunan, pembagian ruang, kepadatan hunian mengacu pada Peraturan Mentri
PU 54/PRT/1991.
131
Akan tetapi proses pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah
tangga ke tempat pembuangan akhir belum dapat disediakan oleh Pemerintah
Kabupaten Situbondo. Kesulitan dan keterbatasan waktu di dalam mempersiapkan
lahan permukiman baru untuk korban bencana alam sehingga permukiman yang
baru jauh dari pusat perekonomian dan fasilitas pendidikan.
Kajian empirik pada kawasan lain yang sudah pernah dilaksanakan tentang
studi/penelitian penanganan lingkungan permukiman yang akan dikompilasi
untuk dirumuskan sebagai konsep penanganan lingkungan permukiman,
berdasarkan data sekunder yang merupakan hasil penelitian yaitu :
1. Pelaksanaan pembangunan kembali masyarakat Aceh dan Nias akibat bencana
alam Tsunami. Berikut adalah tahap-tahap di dalam penanggulangan korban
bencana alam oleh BRR :
Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan dengan pendekatan
secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu tanggap darurat, rehabilitasi
dan rekonstruksi yang harus berjalan secara bersamaan dalam pelaksanaan
penanggulangan dampak bencana :
- Tahap Tanggap Darurat (Januari 2005 – Maret 2005) bertujuan
menyelamatkan masyarakat yang masih hidup, mampu bertahan dan
segera terpenuhinya kebutuhan dasar yang paling minimal. Sasaran
utama dari tahap tanggap darurat ini adalah penyelamatan dan
pertolongan kemanusiaan. Dalam tahap tanggap darurat ini, diupayakan
pula penyelesaian tempat penampungan sementara yang layak, serta
pengaturan dan pembagian logistik yang cepat dan tepat sasaran kepada
seluruh korban bencana yang masih hidup.
- Tahap Rehabilitasi (April 2005 – Desember 2006) bertujuan mengembalikan
dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak
dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi
mesjid, rumah sakit, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana
perekonomian yang sangat diperlukan.
- Tahap Rekonstruksi (Juli 2005 – Desember 2009) bertujuan membangun
132
kembali kawasan kota, desa dan aglomerasi kawasan dengan melibatkan
semua masyarakat korban bencana, para pakar, perwakilan lembaga
swadaya masyarakat, dan dunia usaha. Pembangunan prasarana dan
sarana akan dimulai dari sejak selesainya penyesuaian rencana tata ruang
baik di tingkat provinsi dan terutama di tingkat kabupaten dan kota yang
mengalami kerusakan, terutama di daerah pesisir. Sasaran akhir tahap
rekonstruksi ini adalah terbangunnya kembali kehidupan masyarakat
yang lebih baik di wilayah yang terkena bencana. Pada tahap ini juga
akan dibangun instalasi sistem peringatan dini bencana alam, yang
didukung dengan data dan riset ilmu kebumian, sehingga kejadian serupa
tidak menimbulkan korban yang besar di kemudian hari dan di berbagai
wilayah negara.
Permasalahan yang ada selama dilakukan pembangunan kembali permukiman dan
fasilitas lain untuk korban bencana, adalah :
- Persoalan pemilikan hak tanah dan tata guna lahan. Dalam hal ini
pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang mempersilakan pemilik
lahan untuk kembali ke tanah asalnya, tidak menerapkan upaya relokasi
kecuali untuk warga yang tanahnya tidak dapat lagi digunakan, dan bantuan
untuk pengurusan hak atas tanah oleh warga secara kolektif dan bebas biaya.
- Kurangnya ketersediaan bahan baku dan bangunan dalam jumlah besar
akibat rusaknya mata rantai distribusi dan penyimpanan di Aceh dan Nias.
Untuk mengatasi hal ini maka pemerintah telah menetapkan kebijakan untuk
pembukaan akses transportasi di beberapa titik yang tidak terjangkau oleh
jalur darat melalui pembangunan landasan udara atau air-strip.
- Terjadinya peningkatan harga barang akibat membengkaknya permintaan di
pasar terhadap material dan bahan baku bangunan. Untuk mengatasi
persoalan ini maka pemerintah juga akan menerapkan kebijakan impor
bahan baku untuk menyeimbangkan antara permintaan dan pasokan bahan
baku yang tersedia di pasar.
2 . Hasil penelitian yang dilakukan oleh Miyata, tentang permukiman
133
kembali pada area waduk Birecik, adalah :
- Gagal untuk memenuhi panduan internasional (yang mengharuskan taraf
hidup semula dari populasi yang terkena dampak bencana harus dapat
dipulihkan setelah permukiman kembali tersebut telah rampung)
- Kegagalan pemerintah juga berkaitan dengan kegagalannya dalam
memenuhi janji dalam pemberian kompensasi bagi mereka yang tidak
memiliki lahan.
- Setelah direlokasi, para warga yang terkena dampak proyek mengalami
penurunan jumlah ternak.
- Fasilitas rumah tangga mereka mengalami peningkatan
- Persepsi umum terhadap permukiman kembali menunjukkan lebih dari
80% responden menunjukkan kondisi yang lebih buruk. Perubahan pada
layanan publik, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain. Secara mayoritas
responden menganggap adanya penurunan pada pelayanan dasar seperti air
bersih, listrik dan layanan kesehatan, bahkan masjid yang merupakan
bagian dari budaya mereka juga mengalami penurunan.
- Perubahan pada layanan publik, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain.
Secara mayoritas responden menganggap adanya penurunan pada
pelayanan dasar seperti air bersih, listrik dan layanan kesehatan, bahkan
masjid yang merupakan bagian dari budaya mereka juga mengalami
penurunan. Tetapi selain ketidakpuasan tersebut, responden juga
memiliki kepuasan terhadap kondisi rumah mereka serta kondisi jalan di
lokasi yang baru.
- Pada kondisi ekonomi ditemukan bahwa setelah permukiman kembali,
para responden memiliki opsi pekerjaan yang lebih sedikit dibandingkan
pada daerah asal.
- Bahkan tingkat pengangguran (yang sebelumnya tidak terdapat di daerah
asal), mengalami peningkatan.
3. Penelitian tentang taraf hidup pasca relokasi juga dilakukan oleh Soussan,
Datta dan Clemett. Studi ini memaparkan perubahan taraf hidup pada
proyek relokasi Mirpur-Baunia, yaitu :
134
- Tingkat pendidikan di Baunia (lokasi yang baru) menjadi lebih tinggi
dan rumah tangga merasa lebih aman untuk berinvestasi di lokasi yang
baru seperti dengan cara memperbagus rumahnya.
- Status lahan di Baunia menjadi sesuatu yang vital untuk diperhatikan
dan birokrasi dalam penyelesaiannya membutuhkan proses yang berbelit-
belit serta adanya pungutan-pungutan yang begitu besar.
- Perpindahan ke Baunia memiliki dampak terhadap pendapatan
rumah tangga, sebagian besar penduduk yang direlokasi mengalami
peningkatan pendapatan.
- Peningkatan keamanan baik fisik maupun sosial.
- Peningkatan kesehatan, merupakan refleksi dari peningkatan nutrisi
yang disebabkan oleh tingkat kemakmuran yang lebih baik.
- Kesehatan yang meningkat juga refleksi dari kondisi lingkungan yang
lebih baik, kondisi ini merupakan perpaduan dari akses terhadap suplai
air yang sehat serta pembuangan limbah yang lebih baik.
- Akses terhadap pelayanan-pelayanan yang lebih baik, seperti
kesehatan dan pendidikan.
- Peningkatan kapital sosial di Baunia, termasuk institusi formal dan
non formal, yang penting bagi pengembangan komunitas serta
signifikan dalam operasionalisasi berbagai aktivitas ekonomi.
- Persepsi penduduk (kualitas rumah, layanan pendidikan, kesehatan,
transportasi,air dan sanitasi) terhadap lingkungan barunya lebih baik
dibandingkan lokasi terdahulu.
D. Proses Analisis Trianggulasi
Berdasarkan ketiga komponen/tinjauan ketiga substansi penelitian ini,
maka akan dikompilasi untuk merumuskan konsep penanganan lingkungan
permukiman akibat bencana alam banjir kabupaten Situbondo. Proses analisis
trianggulasi dapat dilihat pada matriks analisis trianggulasi tabel 5.11 ini.
135
Tabel 5.11 Analisis Triangulasi
NO. Variabel/Sub Variabel
Empiris Keberadaan Lingkungan Permukiman Kajian Pustaka/Teori Tentang Studi Kasus Penanganan Relokasi Konsep Penanganan Relokasi Daerah Relokasi Banjir Kabupaten Situbondo Penanganan Relokasi Bencana Permukiman di Situbomdo Korban Bencana Banjir Kabupaten
Aceh-Nias dan Baunia Situbondo
1 2 3 4 5 6
I. Mitigasi Bencana Alam
A. Tahap Tanggap Bencana alam banjir menyebabkan adanya Tanggap darurat bencana (Thontowi, 2005) : Pada tahap ini dikategorikan tahap Tahap tanggap darurat merupakan tahap Darurat kerusakan-kerusakan pada prasarana dan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penanganan darurat/emergency dimana awal penanganan pengungsi. Tahap ini sarana permukiman penduduk baik di bantaran dengan segera pada saat kejadian bencana diperlukan penanganan secepatnya diawali dengan pendekatan pelayanan sungai Sampeyan ataupun di luar bantaran untuk menangani dampak buruk yang untuk dapat menampung dan menangani Yang bertumpu pada berkumpulnya sungai Sampeyan. Sehingga masyarakat yang ditimbulkan, meliputi kegiatan penyelamatan pengungsi dalam jumlah yang besar kelompok kelompok pengungsi pada kehilangan tempat tinggal dan mengungsi ke dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan serta waktu yang singkat melalui tempat-tempat/tanah-tanah kosong yang tenda-tenda penampungan yang dipersiapkan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pemenuhan papan penampungan sebagian mendirikan tenda yang dekat Pemerintah. Namun ketidak seimbangan dan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sementara, pemasangan tenda-tenda, dengan fasilitas umum, tempat ibadah ketidak layakan jumlah tenda yang disediakan prasarana dan sarana pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan rumah penduduk. dengan jumlah pengungsi menyebabkan dan sanitasi (khususnya cubluk) pada sebagaian besar pengungsi tinggal di luar tenda tingkatan kebutuhan minimal yang harus dipenuhi. Pada bencana alam Aceh dan Nias, hal yang dilakukan pertama kali pada tahapan ini adalah menyelamatkan manusia yang masih hidup, penampungan sementara dan bantuan logistik.
136
B. Tahap Perbaikan fasilitas prasarana dan sarana Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan Tahap ini memberikan peningkatan Perbaikan kondisi fasilitas prasarana dan Rehabilitasi penampungan sementara tidak dirasakan oleh semua aspek pelayanan publik dan masyarakat pelayanan dan perbaikan terhadap yang sarana penampungan sementara perlu masyarakat korban bencana alam. sampai tingkat yang memadai pada wilayah telah dilaksanakan pada tahap tanggap ditingkatkan untuk normalisasi Ketidak tersediaan fasilitas-fasilitas sosial dan paska bencana dengan sasaran utama untuk darurat yaitu pada tenda-tenda kehidupan masyarakat paska bencana kesehatan menyababkan sebagaian besar normalisasi atau berjalannya secara wajar penampungan, peningkatan pelayanan alam sehingga dapat meningkatkan masyarakat bencana alam mengalami aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat sektor air bersih dan sanitasi. Kualitas lingkungan dan memperkecil penurunan kesehatan baik secara fisk dan pada wilayah pascabencana Tujuan dari tahap ini adalah untuk dampak negatif dari bencana alam. psikis. meningkatkan kualitas lingkungan dan memperkecil timbulnya penyakit, yang bertumpu pada aspek sarana dan prasarana dasar permukiman. Tetapi karena keterbatasan dana . sehingga penanganannya tidak dapat merata. Pada bencana di Aceh dan Nias, hal yang dilakukan oleh pemerintah pada tahapan ini adalah mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat, seperti rehabilitasi mesjid, rumah sakit, infrastruktur sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan.
C. Tahap Relokasi Kehilangan tempat tinggal, prasana dan sarana Dalam penentuan relokasi perumahan selalu Pada tahap awal menyiapkan lokasi Tahap relokasi di laksanakan oleh membuat masyarakat korban bencana alam mewarnai dalam tiga besar pendekatan: permukiman baru yang terbagi dua pemerintah karena masyarakat korban tidak punya pilihan untuk bertempat tinggal. Pendekatan pertama memungkinkan kategori yaitu kawasan pemukiman baru bencana alam tidak mempunyai pilihan masyarakat membangun rumahnya kembali yang benar-benar baru dalam artian pada lain dalam beertempat tinggal.
137
oleh dirinya sendiri dengan bantuan finansial, awalnya berupa lahan kosong yang tidak Oleh karena itu pemerintah wajib
material bangunan dan atau asistensi teknis. tidak produktif kemudian selanjutnya menyediakan lahan yang luas dan cepat Pendekatan kedua pemerintah memberikan dikembangkan menjadi suatu kawasan Untuk membangun permukiman baru. Bantuan dan korban bencana alam membagun permukiman. Permasalahan yang timbul sendiri perumahannnya Dalam pendekatan adalah dengan waktu yang singkat harus ketiga, pemerintah merancang dan mempersiapkan permukiman baru untuk membangunkan rumah bagi para korban korban bencana alam dan mencari setelah beberapa tahap sosialisasi dilakukan. lahan/ tanah kosong yang luas dapat dimanfaatkan sebagai permukiman Pembangunan prasarana dan sarana Aceh dan Nias, tahap relokasi akan dimulai dari sejak selesainya penyesuaian rencana tata ruang baik di tingkat provinsi dan terutama di tingkat kabupaten dan kota yang mengalami kerusakan, terutama di daerah pesisir. II. Pembangunan
Relokasi Permukiman
A. Kondisi Rumah Status Lahan Status lahan masyarakat korban bencana Tanah merupakan piagam satu-satunya yang Lahan yang diperuntukkan sebagai Lahan yang dibangun untuk korban sebelum direlokasi adalah menjadi hak milik. merupakan landasan dari budaya suatu suku permukiman untuk adalah milik bencana alam merupakan milik Namun setelah direlokasi status lahan tersebut bangsa, tempat beristirahat para leluhur dan Pemkab. Situbondo dan sesuai pemerintah yang kemudian digunakan milik pemerintah kabupaten Situbondo. sumber dari kekuatan spiritual dengan dengan perda Pemkab. SItubondo Oleh masyarakat korban bencana alam. Sebagian besar masyarakat menginginkan demikian tanah sering dianggap memberikan bahwa pemerintah wajib menyediakan Masyarakat merupakan pihak yang kepastian hukum status lahan yang mereka penghormatan. (Goldsmith, 1993) lahan permukiman bar u untuk Memiliki hak guna atas bangunan saja. huni, karena lahan perumahan yang dulu sudah korban bencana alam banjir dan
138
menjadi. hak milik, habis terkena banjir. Kepemilikam dari lahan permukiman tersebut adalah milik pemkab Situbondo Status lahan di Baunia menjadi sesuatu yang vital untuk diperhatikan dan birokrasi dalam penyelesaiannya Membutuhkan proses yang berbelit-belit serta adanya pungutan-pungutan yang begitu besar.. Status Untuk status bangunan sebelum relokasi adalah Permukiman yang dibangun Pemprop Permukiman yang dibangun oleh Bangunan rumah yang berdiri diatas lahan perkampungan Jatim dan Pemkab. Situbondo. Pemerintah bagi korban bencana alam tetapi tidak memiliki IMB, keadaan ini sama Adalah milik Pemkab. Situbondo. Banjir adalah salah satu upaya permukiman yang baru dilokasi perumahan Oleh karena itu masyarakat yang Pemerintah untuk mengatasi masalah juga tidak memliki IMB. Kepastian status menghuni permukiman baru tidak ketidakjelasan status bangunan dan bangunan atau kepemilikan IMB oleh mempunyai hak memiliki dan tanah. masyarakat tidak terlalu penting bagi mereka. membangun kembali rumah tersebut. Asal Penduduk Penduduk yang dipindahkan merupakan Fried (1982) yang mengamati bahwa keluhan a -Berkaitan dengan asal penduduk, sesuai Karakteristik penduduk merupakan salah penduduk asli Situbondo. Kesamaan asal, hilangnya hunian mereka begitu tersebar luas dengan data korban bencana alam Satu faktor yang harus dipertimbangkan bahasa dan budaya salah satu faktor penting dan fenomena sosial serius yang seringkali di Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Dalam melakukan reloksi bencana alam memudahkan sosialisasi atau interaksi di menyertai proses dislokasi urban. Dislokasi kabupaten Situbondo bahwa 100% Bagi masyarakat agar sosialisasi dan permukiman yang baru. seringkali meningkatkan “patologi” sosial penduduk yang dipindahkan merupakan Interaksi yang ada dapat mempercepat Dan psikologis bagi beberapa pihak, tapi penduduk asli Situbondo Proses penanganan korban. hal tersebut dapat dilihat sebagai peluang baru dan peningkatan mobilitas sosial Relokasi Aceh dan Nias memiliki bagi pihak lainnya karakteristik penduduk yang hampir sama. Sehingga dalam melakukan relokasi tidak menglami kendala dalam masaah sosialisasi.
139
Pekerjaan Mayoritas pekerjaan masyarakat korban Terhadap pengaadaan perumahan ada tiga Pemerintah Kab. Situbondo di dalam Faktor pekerjaan merupakan faktor bencana alam adalah pekerjaan informal tidak faktor kependudukan yang perlu diketahui menangani korban bencana alam banjir Penting yang juga diberikan perhatian tetap (pedagang petani, kuli bangunan, tukang secara jelas yaitu pendapatan, lapangan kerja berorientasi pada pengadaan Khusus bagi pemerintah karena becak) sedangkan sisanya adalah pekerjaan dan pendidikan (Silas , 1989) perumahan. Sedangkan untuk pekerjaan Ketiadaan pekerjaan bagi korban informal tetap (buruh pabrik) dan pekerjaan korban bencana alam tidak Akan mampu menimbulkan masalah formal tetap (ABRI dan PNS) setelah pindah Ada kebijakan dari permkab. Situbondo baru seperti stress karena beban hidup ke permukiman baru masyarakat tidak yang semakin berat. mengalami perubahan. Pada kondisi ekonomi ditemukan bahwa setelah permukiman kembali, para responden memiliki opsi pekerjaan yang lebih sedikit dibandingkan pada daerah asal. Shg tingkat pengangguran (yang sebelumnya tidak terdapat di daerah asal), mengalami peningkatan. Sebelum adanya proyek permukiman kembali, sebagian besar responden memiliki sumber pendapatan (pekerjaan) lebih dari satu sumber. Sedangkan setelah mereka dimukimkan kembali sebagian besar responden hanya memiliki sumber pendapatan dari satu sumber saja. (Aceh-Nias) Pendapatan Nilai pendapatan mengalami penurunan, karena Perpindahan ke Baunia memiliki Pendapatan korban bencana alam perlu Sebagaian besar pendapatan total masyarakat dampak terhadap pendapatan Dilakukan proses evaluasi mengingat korban bencana alam mempunyai pekerjaan rumah tangga, sebagian besar penduduk Kebutuhan hidup pastinya meningkat Informal tidak tetap belum dapat memenuhi yang direlokasi mengalami Disebabkan oleh kehilangan banyak Kebutuhan primer dan sekunder. peningkatan pendapatan bahkan hal pasca bencana alam penduduk yang melakukan perpindahan lebih dari 14 tahun mengalami
140
peningkatan pendapatan dua kali lipat lebih besar dibandingkan di lokasi sebelumnya. B. Jenis Prasarana
Ibadah Untuk prasarana pendidikan, kesehatan dan Alex Inkleles (1985) menyatakan faktor Keterbatasan anggaran Pemerintah Sarana kesehatan, pendidikan, ekonomi Pendidikan ekonomi belum dapat dipenuhi oleh pemkab kelengkapan fasilitas, lengkap tidaknya Propinsi Jawa Timur untuk membangun dan sosial merupakan kebutuhan dasar Ekonomi Situbondo di dalam membangun permukiman fasilitas. yang ada mencerminkan permukiman baru korban bencana alam Bagi masyarakat. Karena itu perlu Kesehatan baru masyarakat korban bencana alam. Hal ini perkembangan keadaan masyarakat di lokasi membuat skala prioritas kebutuhan penanganan khusus untuk menyelesaikan Sosial tidak sama dengan kondisi sebelum mereka yang bersangkutan. Pada umumnya makin yang dibutuhkan masyarakat. Sesuai Hal tersebut dengan membangun sarana
dipindahkan . Karena di permukiman yang berkembangnya suatu masyarakat maka makin dengan skala prioritas yang ada maka prasarana secara lengkap agar korban lama semua fasilitas ada dan berfungsi. lengkap fasilitas sosial, ekonomi yang Pemerintah Propinsi Jawa Timur paska bencana tidak mengalami trauma Kegiatan warga sebelum dilakukan relokasi dimilikinya, sesuai dengan meningkatnya Dan Pemerintah kabupaten Situbondo yang berkepanjangan. antara lain kegiatan gotong royong, ronda kebutuhan pelayanan. lebih memprioritaskan pembangunan arisan, posyandu dan kegiatan kampung yang perumahannya dan fasilitas ibadah. lain. Untuk penelitian pada area waduk Birecik, setelah direlokasi, para warga yang terkena dampak proyek mengalami penurunan jumlah ternak. Tetapi secara umum fasilitas rumah tangga mereka mengalami peningkatan, seperti kamar mandi. Sedangkan kepemilikan alat-alat elektronik mereka mengalami penurunan. Ruang Terbuka Tersedianya ruang terbuka di permukiman baru Johan Silas, rumusan permukiman yang Luasnya lahan yang dimiliki oleh Permukiman korban bencana alam lebih baik daripada sebelumnya. Ini disebabkan sesuai di Indonesia yaitu; sebuah teritorial Pemkab Situbondo untuk permukiman sebaiknya dilengkapi dengan ruang pemukiman baru ada taman terbuka disediakan habitat yaitu penduduknya masih dapat baru memudahkan dalam mendesign Terbuka karena masyarakat memerlukan
141
tempat bermain. Sedangkan dipermukiman melaksanakan kegiatan biologis, sosial, Permukiman baru dengan dilengkapi Tempat untuk bersosialisasi dan juga lama tidak ada tempat bermain (lapangan/ruang ekonomis, politis, dan dapat menjamin fasilitas ruang terbuka. area yang luas untuk melepas penat terbuka) dan atau jalan/gang sebagai tempat kelangsungan lingkungan yang seimbang dan bermain serasi. Fasilitas ruang terbuka yang ada di Aceh setelah Tsunami diperbanyak, untuk memudahkan masyarakat melakukan refreshing karena stres akibat bencana alam. C. Jenis Sarana Sumber Air Fasilitas sarana air bersih yang digunakan oleh Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan Kondisi alam dari Situbondo yang rawan Kebutuhan akan air merupakan masyarakat dipermukiman lama adalah air perumahan penduduk (Silas, 1989) air juga mempengaruhi di dalam kebutuhan urgen yang harus segera sumur dan jaringan PDAM. besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan pembangunan permukiman baru. Dipenuhi pihak pemerintah. Sebab air Untuk kualitas air sumur yang digunakan keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah Karena pembangunan permukiman merupakan kebutuhan mendasar warga jernih, tidak berbau dan berasa sedangkan dan penggunaan air harus dilaksanakan dengan waktu cepat Yang digunakan untuk aktivitas sehari- untuk kualitas. maka pengadaan air bersih diakukan hari. PDAM dapat digunakan untuk minum, masak setelah pembangunan selesai. Mandi dan cuci. Di permukiman yang baru belum tersedia fasilitas sarana air bersih yang Persepsi umum terhadap relokasi digunakan baik itu air sumur atau PDAM. menunjukkan lebih dari 80% responden menunjukkan kondisi yang lebih buruk. Perubahan pada layanan publik, infrastruktur, pendidikan, dan lain-lain. Sanitasi/Air Untuk fasilitas sanitasi/air limbah tidak ada Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan Untuk pembangunan kondisi fisik dari Pembangunan fasilitas sanitasi atau air Limbah perubahan, di setiap rumah terdapat pasarana perumahan penduduk (Silas, 1989) Saampah drainase, jalan, kondisi Limbah merupakan serangkaian fasilitas sanitasi individual yang memadai (dilengkapi besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan kondisi lantai, kondisi ventilasi, Yang dibangun oleh pemerintah untuk septictank) keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah kepadatan bangunan, pembagian ruang, Melengkapi permukiman korban dan penggunaan air Bangunan rumah, genangan hujan bencana alam. kepadatan hunian mengacu pada
142
Keputusan Mentri PU 54/PRT/1991 Persepsi penduduk (untuk isu-isu utama seperti kualitas rumah, layanan pendidikan, kesehatan, transportasi,air
Dan sanitasi) terhadap lingkngan barunya
lebih baik dibandingkan kondisi terdahulu (Baunia). Drainase/got Untuk kondisi drainase/got di permukiman baru Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan Upaya relokasi bencana alam di setiap rumah dengan kondisi yang bersih. perumahan penduduk (Silas, 1989) Mengharuskan adanya permukiman besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan Yang memiliki fasilitas dan sarana keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah Lengkap bagi masyarakat. Agar upaya dan penggunaan air Pemulihan korban bencana alam dapat segera terselesaikan. Sarana seperti Jalan Begitu pula dengan kondisi jalan di depan Lokasi dan kualitas relokasi baru adalah hal Kesulitan di dalam penyediaan lahan luas Drainase/got, jalan, dan penanganan rumah permukiman yang baru sudah penting dalam perencanaan relokasi, karena dekat dengan pusat perekonmian dan sampah adalah salah satu sarana yang diperkeras. Meskipun kondisi fisik jalan lebih Menentukan hal-hal berikut ini : kemudahan sosial oleh pemkab Situbondo juga dilengkapi oleh pemerintah.. baik namun dari sisi aksesibilitas menuju menuju lahan usaha, jejaring sosial, pekerjaan menyebabkan lahan yang dibangun tempat kerja, sarana pendidikan, kesehatan dan peluang pasar (Davidson et all) untuk korban bencana alam jauh dari sarana lain sulit dijangkau. fasilitas dan pusat perkenomian Secara keseluruhan, bencana telah menghancurkan sebagian sistem sosial- ekonomi masyarakat di Aceh dan Nias. Aktivitas produksi, perdagangan dan perbankan mengalami stagnasi total dan perlu pemulihan dengan segera. Sistem Transportasi dan telekomunikasi juga mengalami gangguan yang serius dan
143
bencana dapat segera diakses. Pemberian tanah oleh pemerintah dan berbagai macam LSM sudah mampu menghidupkan kembali aktivitas masyarakat. Sampah Ketersediaan sarana tempat sampah dan selalu Proses pengumpulan dan pengangkutan terangkut dipermukiman lama berbeda dengan sampah dari rumah tangga ke tpa di permukiman baru tidak tersedia tempat belum dapat disediakan oleh Pemerintah sampah disetiap rumah dan tidak ada Kabupaten Situbondo. pengelolaan sampah rumah tangga Kondisi Kondisi bangunan rumah permukiman baru Unsur berikut dikaji dalam kaitan keadaan Untuk pembangunan kondisi fisik dari Secara umum, kondisi rumah yang Bangunan bagi sebagian besar masyarakat korban perumahan penduduk (Silas, 1989) Saampah drainase, jalan, kondisi akan dibangun oleh pemerintah. Rumah bencana alam bagus terbuat dari bahan yang besar rumah dan tingkat hunian, pemilikan kondisi lantai, kondisi ventilasi, Bagi korban bencana alam adalah awet, dirawat, dan tahan terhadap cuaca dari keadaan struktur, keadaan fasilitas rumah kepadatan bangunan, pembagian ruang, Rumah yang permanent jika memang bahan permanent. dan penggunaan air Bangunan rumah, genangan hujan tanah yang dibangun merupakan tanah kepadatan hunian mengacu pada yang bebas dari bencana. Jika Kondisi Lantai Kondisi lantai rumah di permukiman baru Keputusan Mentri PU 54/PRT/1991. masih memungkinkan terjadinya sebagian saja yang diperkeras (diplester) dan bencana maka pemerintah membangun ada lantai yang belum diperkeras rumah darurat yang non permanen atau semi permanen. Hal lain yang Kondisi Ventilasi rumah di permukiman baru terdapat harus diperhatikan adalah kondisi lantai, Ventilasi jendela atau lubang angin dikedua sisi ruang ventilasi, dan genangan air hujan. terjadi pergantian udara didalam ruangan, untuk sebagian masyarakat kondisi ini lebih bagus dibandingkan dengan permukiman lama. Genangan Genangan air hujan sebelunnyalebih buruk Hujan karena apabila terjadi genangan diseluruh
144
halaman rumah dan seluruh ruangan didalam rumah tergenang air surutnya lebih dari 3 jam D. Status Bangunan
Kepadatan Ketidak puasan masyarakat berpenghasilan Luas lahan untuk pembangunan rumah harus Bencana alam yang ada di Aceh, Pasca terjadinya bencana sering Bangunan. sedang terhadap luas rumah dibangun lebih Berdasarkan tempat tinggal sebelumnya dan menyebabkan kepadatan bangunan lebih mengakibatkan korban bencana alam 70% luas. kebutuhan di kawasan baru. Pemukim kembali padat dibandingkan dengan sebelumnya. Mengalami stress dan frustasi berat harus diijinkan membangun rumah sendiri Karena ada sebagian daerah yang habis Karena itu diperlukan tempat yang luas Pembagian Halaman Rumah yang berada di permukiman dari pada diberikan rumah yang sudah terkena Tsunami. Namun tidak terlalu Dengan kepadatan hunian yang rendah Ruang baru.mempunyai 2 kamar tidur dan 1 ruang disediakan oleh instansi pengelola. Seluruh padat karena masih ada pembukaan Agar kemungkinan konflik bisa tamu yang difungsikan sebagai ruang makan sarana dan prasarana fisik dan sosial harus siap lahan dan area yang digunakan sebagai Diminimalisasi. Selain itu kepadatan dan ruang keluarga. sebelum pemukim diminta untuk pindah ke tempat relokasi. Tempat terjadinya bangunan dan pembagian ruang yang lokasi. Organisasi masyarakat yang terkena bencana alam nantinya masih mungkin sesuai juga diperlukan agar masyarakat dampak bencana dan perkumpulan bisa ditinggali namun memerlukan korban bencana alam dapat tinggal Masyarakat diajak bermusyawarah dalam beberapa waktu untuk pemulihan. dengan nyaman. pembangunan lokasi Pemukiman kembali. (Davidson et al, , 1993)
Kepadatan Hunian Kepadatan hunian di permukiman baru adalah Variable yang melatar belakangi keinginan
4 s/d 6 m²/org pindah dari lingkungan tempat tinggal individu, variabel tersebut adalah teman dan kerabat, rasio kepadatan, usia kepala rumah tangga, dan kepemilikan properti. (Golant dan Spear dalam Savasdisara 1986, 252)
Sumber : Hasil Analisa, 2009
145
5.5.2 Konsep Penanganan Lingkungan Relokasi Permukiman Korban Banjir
Kabupaten Situbondo.
Sesuai hasil analisis trianggulasi yang diuraikan, konsep penanganan
lingkungan relokasi permukiman korban banjir kabupaten Situbondo dapat
dirumuskan berdasarkan faktor-faktor yang berpengaruh. Dengan menggunakan
penggabungan beberapa konsep penanganan diharapkan dapat saling melengkapi
satu sama lain yang disesuaikan untuk menangani faktor-faktor yang berpengaruh.
Untuk itu konsep penanganan yang dapat mengakomodasikan dan menangani
faktor-faktor yang berpengaruh fakta empirik terhadap lingkungan permukiman
korban bencana alam banjir, yaitu : “Konsep Penanganan Lingkungan Relokasi
Permukiman korban bencana Alam Banjir Kabupaten Situbondo dengan
Memperbaiki/Meningkatkan Kondisi lingkungan Permukiman Berdasarkan
aturan-aturan Standar Permukiman”.
Konsep tersebut berupaya untuk memperbaiki serta meningkatkan tatanan
kehidupan masyarakat agar kehidupan mereka lebih baik dibandinkan dengan
sebelum dilakukan relokasi bencana alam banjir. Berikut ini secara detail konsep
penanganan lingkungan relokasi permukiman korban bencana alam banjir
kabupaten Situbondo, adalah :
a. Tahapan mitigasi bencana dilakukan sebagai berikut:
Rekonstruksi dilakukan dengan mengevakuasi korban ke tempat-tempat
yang aman. Pengevakuasian korban dilakukan dekat institusi pemerintahan
untuk memudahkan jangkauan bantuan kepada korban dan juga aktivitas
rekonstruksi yang lain seperti pencatatan dan identifikasi, baik korban
maupun bangunan fisik yang ada, melakukan prosesi pemakaman,
menyediakan informasi ke public, dapur umum, rumah sakit darurat dan
melakukan koordinasi antar lembaga terkait lainnya.
Pada tahapan rehabilitasi, aktivitas yang dilakukan antara lain pendataan
bantuan yang masuk kepada korban dan membangun tempat-tempat urgen
yang diperlukan dan dirasa penting bagi masyarakat seperti
tanggul/bendungan, serta memberikan recovery bagi para korban bencana
146
alam, khususnya kurikulum disekolah atau peninjauan kembali tata ruang
kawasan.
Tahapan mitigasi bencana alam yang terakhir adalah tahapan rehabilitasi
dan repatriasi yaitu dengan membuka posko pusat kritis dan menyediakan
sarana dan prasarana hiburan bagi korban bencana alam. Sementara
korban bencana banjr berada di tempat penampungan sementara,
pemerintah melakukan pembangunan permukiman yang bersifat
permanent housing yang letaknya memang jauh dari tempat evakuasi
dilakukan. Namun tempat pembangunan permukiman ini tergolong aman
dari bencan alam seperti banjir sehingga dirasa sesuai untuk tempat
evakuasi permanent korban nantinya.
b. Penanganan dalam masalah status lahan dan bangunan bisa dilakukan hal-hal
sebagai berikut :
Pemerintah memberikan ganti rugi atas tanah warga yang terkena banjir,
sehigga tanah yang telah dibli tersebut menjadi hak pemeritah untuk
keudian pemerintah membangun kemali tanah akibat banjir untuk
dimanfaatkan sebagai kepemilikan negara. Sedangkan di tempat yang
baru, masyarakat mendapatkan hak guna bangunan.
Masyarakat diberikan kewenangan untuk melakukan hak guna bangunan
di tempat relokasi yang baru.
Pemerintah perlu mencari kembali lahan yang memungkinkan untuk
merelokasi sebagian masyarakat yang terkena bencana
Pemerintah perlu mencari kembali lahan yang memungkinkan untuk
merelokasi sebagian masyarakat yang terkena bencana agar kepadatan
hunian yang tinggi ini bisa diatasi.
c. Berkenaan dengan kondisi sosial dan ekonomi, maka hal – hal berikut dapat
dilakukan yaitu :
Kondisi yang hampir homogen ini harusnya dimanfaatkan oleh pemerintah
untuk membuka peluang partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
lingkungan di kawasan bencana.
147
Pemerintah dan stakeholder yang lain mengelompokkan kembali skil
masyarakat untuk bisa ikut berperan dalam peningkatan kesejahteraan
ekonomi
Pemerintah memberikan modal kepada pengusaha kecil dan menengah
karena memang mereka banyak yang bekerja di sektor informal sehingga
secara individu mereka sudah memiliki keahlian
Pemerintah memenuhi kebutuhan dasar masyarakat terkena bencana.
Khususnya dalam masalah pendidikan, kesehatan dan peribadahan ini.
Dengan cara membangun fasilitas tersebut agar mudah dijangkau dan
mengajak peran serta masyarakatyang kompeten dibidangnya.
d. Ketersediaan sarana prasarana yang bisa dilakukan antara lain dengan:
Membangun fasilitas umum seperti pengadaan sumber air. Karena tidak
mungkin selamanya masyarakat mencari sumber air bersih dengan jarak
yang cukup jauh. Hal ini akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat.
Meskipun sudah memiliki sanitasi dan pembuangan limbah rumah tangga,
namun karena sumber air bersihnya belum terlaksana dengan baik, maka
Pemerintah setempat harus juga memikirkan keterkaitan ini. Misal dengan
membangun sumber air bersih untuk umum terlebih dahulu.
Perlu diberikan tempat sampah di masing-masing rumah. Bisa dengan
membangun tempat sampah permanen atau dengan menggunakan tong
sampah.
Drainse, jalan, kondisi bangunan rumah,kondisi lantai, genangan air hujan,
kondisi ventilasi mengala perbaikan, sehingga upaya peningkatan
kesejahteraan ini bisa digunakan oleh pemerintah untuk menggerakkan
kembali aktivitas warga
Pembagian ruang dapat diatasi dengan adanya taman bersama sebagai
tempat berkumpulnya keluarga/masyarakat sekitar. Sehingga sesaknya
rumah tidak membuat semakin stres. Perlu diberikan beberapa fasilitas