Top Banner
17 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Geografis dan Pemerintahan Kota Salatiga Salatiga terletak di sebelah selatan Semarang dengan luas wilayah 295 KM 2 , dengan ketinggian 580 M di atas permukaan laut. Luas wilayah administrasi Salatiga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan sejarah kota ini. Tidak diketahui secara pasti luas dan batas wilayah Salatiga sampai pada pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Surat Keputusannya pada tanggal 13 Februari 1895 tentang penghapusan Kabupaten Salatiga menjadi sebuah Distrik Salatiga, Afdeeling Ambarawa, Kabupaten Semarang, Karesidenan Semarang. Salatiga memiliki iklim yang sejuk, agak lembab dan memiliki pemandangan indah karena terletak di lereng Gunung Merbabu dan Ungaran. Pada akhir tahun 1905, populasi hampir 115.000 jiwa yang terdiri dari orang Eropa, orang China, beberapa orang Arab dan Asiatik asing lainnya. Sedangkan pada tahun 1915 populasi hampir 396.000 jiwa. Distrik Salatiga dibagi menjadi empat sub distrik, yaitu Salatiga, Bringin, Getasan dan Tuntang (Encyclopedie van Nederlandsch Deel VI) Dalam St. No. 35 tahun 1895, Salatiga tidak lagi menjadi sebuah kabupaten karena kedudukan Bupati digantikan dengan seorang Patih yang bernama Raden Soemowidjojo dari tahun 1904 1919 kemudian digantikan oleh Raden Mas Soerohamiprodjo pada tahun 1919-1928.
38

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

Sep 17, 2018

Download

Documents

VănDũng
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

17

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Geografis dan Pemerintahan Kota Salatiga

Salatiga terletak di sebelah selatan Semarang dengan luas wilayah

295 KM2, dengan ketinggian 580 M di atas permukaan laut. Luas wilayah

administrasi Salatiga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan

sejarah kota ini. Tidak diketahui secara pasti luas dan batas wilayah

Salatiga sampai pada pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Surat

Keputusannya pada tanggal 13 Februari 1895 tentang penghapusan

Kabupaten Salatiga menjadi sebuah Distrik Salatiga, Afdeeling

Ambarawa, Kabupaten Semarang, Karesidenan Semarang.

Salatiga memiliki iklim yang sejuk, agak lembab dan memiliki

pemandangan indah karena terletak di lereng Gunung Merbabu dan

Ungaran. Pada akhir tahun 1905, populasi hampir 115.000 jiwa yang

terdiri dari orang Eropa, orang China, beberapa orang Arab dan Asiatik

asing lainnya. Sedangkan pada tahun 1915 populasi hampir 396.000 jiwa.

Distrik Salatiga dibagi menjadi empat sub distrik, yaitu Salatiga, Bringin,

Getasan dan Tuntang (Encyclopedie van Nederlandsch Deel VI)

Dalam St. No. 35 tahun 1895, Salatiga tidak lagi menjadi sebuah

kabupaten karena kedudukan Bupati digantikan dengan seorang Patih yang

bernama Raden Soemowidjojo dari tahun 1904 – 1919 kemudian

digantikan oleh Raden Mas Soerohamiprodjo pada tahun 1919-1928.

Page 2: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

18

Setelah itu jabatan Patih dihapus dengan berubahnya status gementee

Salatiga menjadi stadsgementee (Emy Wuryani, 2006: 56).

Perkembangan sistem pemerintahan di Salatiga tidak terlepas dari

tuntutan orang-orang Eropa yang tinggal di Salatiga. Mereka menuntut

pemerintah Hindia Belanda supaya Salatiga diberi status gementee yang

kemudian disetujui oeh kerajaan Belanda pada tanggal 25 Juni 1917.

Menurut Handjojo, alasan Salatiga dijadikan suatu gementee ialah karena

Salatiga memiliki letak yang strategis diantara kota Solo, Semarang dan

Magelang. Kota ini merupakan tempat peristirahatan orang-orang kaya dan

kulit putih. Alasan kedua ialah bangsa Belanda yang bertempat tinggal di

Salatiga tidak senang berada di bawah pemerintahan seorang Bupati

pribumi (Handjojo, 1973:14)

Gementee Salatiga dipimpin oleh seorang Burgermeester

(walikota) yang ditunjuk oeh Gubernur Jenderal. Adapun yang menjadi

daerah gementee Salatiga meliputi desa yang selama ini menjadi jalur

utama kegiatan ekonomi, pusat kegiatan pemerintahan dan tempat tinggal

orang-orang Eropa, yaitu Salatiga atau Krajan, Sidorejo Lor,

Kutowinangun, Kalicacing, Ledok, Gendongan dan Mangunsari (Emy

Wuryani, 2006:58)

Sedangkan menurut mantan walikota Salatiga, Handjojo, didirikan

stadsgementee Solotigo yang wilayahnya terdiri dari 8 desa, diambil dari

wilayah Asistenan Solotigo, yaitu:

Page 3: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

19

1. Sebagian besar dari Desa Sidorejo Lor sekarang

2. Sebagian besar dari Desa Solotigo Krajan sekarang

3. Sebagian besar dari desa Kutowinangun sekarang

4. Seluruh Desa Kalicacing sekarang

5. Kurang lebih separo dari Desa Mangunsari sekarang

6. Sebagian besar dari Desa Gendongan sekarang

7. Sebagian kecil dari Desa Tegalrejo sekarang

8. Sebagian kecil dari Desa Ledok sekarang

Beberapa bagian dari desa tidak dimasukkan dalam stadsgementee

karena penduduknya sedikit, merupakan tanah sawah dan tegalan serta

mencari batas yang lurus dan menggunakan jalur atau sungai sebagai

batas. Terbentuknya stadsgementee bertujuan untuk menjamin

kesejahteraan golongan atas yaitu bangsa Belanda.

Pada tanggal 25 Agustus 1937, Salatiga termasuk dalam distrik

Semarang yang dikepalai oleh Raden Soegiri Soemobroto (Reegerings

Almanak, 1940:325). Dengan demikian struktur pemerintahan Salatiga

pada tahun 1895-1942 mengalami perubahan dan terdapat dua sistem

pemerintahan yang bersifat kolonial dan tradisional. Sistem pemerintahan

kolonial untuk gementee Salatiga, sedangkan sistem pemerintahan

tradisional untuk desa-desa Salatiga yang tidak termasuk ke dalam sistem

pemerintahan gementee. Sistem pemerintahan ini berlangsung sampai

pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret 1942.

Page 4: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

20

B. Pendudukan Jepang di Salatiga

Bala tentara Jepang memulai pendaratannya di Pulau Jawa di

daerah Krawang dan Banten (Jawa Barat) dan Kragan (Jawa Tengah).

Jepang mendarat di Kragan, sebuah daerah di sebelah timur kota Rembang

pada tanggal 28 Februari dan tanggal 1 Maret 1942 dengan kekuatan 6

divisi, yang kurang lebih berjumlah 50.000 orang. Melalui daerah Kragan,

tentara Jepang memasuki daerah Purwodadi, Grobogan, Cepu, dan

Surakarta. Di tempat ini bala tentara Jepang bergerak ke dua arah yaitu ke

Surakarta dan Boyolali, dan keduanya bertemu di kota Klaten. Dari daerah

ini tentara Jepang melanjutkan perjalanannya menuju Jogyakarta,

Magelang, dan Semarang. Setelah diadakannya perjanjian Kalijati pada

tanggal 8 Maret 1942, kekuasaan Hindia Belanda resmi diserahkan kepada

pemerintah Jepang. Sehingga Indonesia mulai diperintah oleh Jepang yang

luas wilayahnya meliputi wilayah Hindia Belanda dahulu. Luas wilayah

kekuasaan Jepang di Jawa Tengah dapat dikatakan sama dengan luas

wilayah kekuasaan Hindia Belanda. Yang membedakan hanyalah

mengenai nama jawatan pemerintahan dan sebutan wilayah pengelolaan

administrasi (DEPDIKBUD, 1980:19).

Menurut Handjojo, bala tentara Jepang menduduki kota Salatiga

datang dari arah Solo dengan kekuatan kurang lebih setengah batalyon.

Setelah pemerintahan Hindia Belanda menyerah tanpa syarat pada tanggal

9 Maret 1942, mulailah masa pendudukan Jepang di Salatiga yang ditandai

dengan penurunan bendera Hindia Belanda yang dikibarkan di rumah

Page 5: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

21

Asisten Residen Nuson dengan disaksikan oleh seorang opsir Jepang

(Handjojo, 1975: 17). Pada saat Jepang masuk Salatiga, tidak ada

perlawanan ataupun pertempuran dengan Koninklijk Nederlands-Indisch

Leger (KNIL) maupun polisi, karena lima hari sebelumnya tentara Hindia

Belanda telah meninggalkan Salatiga menuju Magelang kemudian Jawa

Barat dengan tidak merusak gedung-gedung seperti apa yang telah

direncanakan oleh Vernielings Corps atau Pasukan Pengrusak.

Setelah itu diikuti tindakan-tindakan lain dari pemerintah Jepang

dengan mengeluarkan aturan yang bersifat menyerupai Jepang. Pada saat

itu Salatiga masih dipimpin oleh walikota yang merangkap Asisten

Residen. Asisten Residen Salatiga Nuson masih diwajibkan bekerja kurang

lebih satu bulan lamanya sampai akhirnya seluruh nama jawatan diganti

dengan bahasa Jepang. Pada saat pendudukan Jepang, semua pemerintahan

Hindia Belanda dihapuskan dan untuk nama seluruh jawatan dirubah

dengan istilah-istilah Jepang, seperti:

Page 6: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

22

Tabel 1

Pergantian Nama Jawatan Salatiga Tahun 1942-1945

No Nama Jawatan Sebelum

Pendudukan Jepang

Nama Jawatan Pada Masa

Pendudukan Jepang

1. Residen Syucokan

2. Asisten Residen Sidokan

3. Bupati Kunco

4. Patih Fuku Kenco

5. Walikota Shityo

6. Wedana Gunyto

7. Asisten Wedana Sontyo

8. Lurah Kutyo

9. Kasunanan/ kasultanan Kooti

10. Karesidenan Shuu/ Syuu

11. Kabupaten Ken

12. Kotapraja Si

13. Kawedanan Gun

14. Asistenan Son

15. Desa Ku

16. Jawatan Kepolisian Keisatsu

17. Jawatan Pengadilan

Negeri

Tihoo Hooun

18. Jawatan Kejaksaan Tihoo Kensatsu Kyoku

19. Jawatan Penerangan Sendenka

20. Jawatan Pertanian Noo-ka

21. Jawatan Perikanan Suisan-ka

22. Jawatan Kehutanan Rin-ka

23. Jawatan Pendidikan Sungaka

24. Jawatan Bank Rakyat Syomin Ginko

25. Jawatan Listrik Denki-ka

26. Jawatan Pekerjaan

Umum

Dobu-ka

27. Sekolah Pertama Syotoo Kokumin Gakko

28. Sekolah Rakyat Kokumin Gakko

29. Sekolah Menengah Tjuntoo Gakko

Sumber : Handjojo, 1973:18-19

Menurut Undang-Undang No. 27 tentang perubahan tata

pemerintahan daerah, seluruh Pulau Jawa dan Madura, kecuali dua koci

Surakarta dan Yogyakarta, dibagi atas:

Page 7: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

23

1. Syuu (Karesidenan), yang terbagi atas Si dan Ken

2. Si (Kotapraja atau sama dengan “stadsgementee” dahulu), dipimpin

Shityo (Walikota). Shityo pertama R. Patah

3. Ken (Kabupaten atau sama dengan “regentschap” dahulu), dipimpin

Kenjo (Bupati). Daerah ken terbagi atas gun

4. Gun (Kawedanan atau sama dengan “district” dahulu),dipimpin

Guntyo (Wedono)

5. Son (Kecamatan atau sama dengan “onderdistrict” dahulu), dipimpin

oleh Shontyo. Contoh: Bringin-Son

6. Ku (Desa), dipimpin Kutyo atau Lurah/ Kepala Desa

Pada masa pendudukan Jepang, pemerintah daerah yang tertinggi

ialah Syuu (Karesidenan) yang dipimpin oleh Syucokan. Dalam tugasnya,

Syucokan dibantu oleh Cokan kambo (Majelis Permusyawaratan Cokan)

yang memiliki tiga bu (bagian), yaitu Naseibu (bagian pemerintahan

Umum), Keizabu ( bagian ekonomi) dan Keisatsubu (bagian kepolisian).

Untuk Pulau Jawa sendiri terdapat 17 Syuu (karesidenan). Di Jawa

Tengah terbagi atas 5 Syuu, yaitu Pekalongan, Banyumas, Pati, Kedu dan

Semarang. Sedangkan wilayah Jepara-Rembang diganti namanya menjadi

Pati Syuu. Salatiga sendiri masuk Karesidenan Semarang/ Semarang Syuu

(DEPDIKBUD, 1979:13). Berdasarkan Osamu Seirei No.17 tanggal 15

Desember 2602, desa Tanduk, Sidomulyo, Banyuanyar dan Seboto yang

semula masuk Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dimasukkan ke

Surakarta Kooci (Kawedanan Ampel Kabupaten Boyolali).

Page 8: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

24

Pada bulan Mei tahun 1942, Raden Patah diangkat menjadi Asisten

Residen kota Salatiga. Namun, karena Raden Patah berhalangan, maka

digantikan sementara oleh Raden Roeslam sampai akhir Oktober 1942.

Kemudian pada tanggal 1 November 1942 Raden Soemardjo yang semula

Guntyo Tengaran ditetapkan menjadi Shityo Salatiga sampai tanggal 30

Juni 1945 dan digantikan oleh Soemitro (Handjojo, 1973:21).

Pemerintah Jepang juga membentuk Tonari Gumi atau yang biasa

dikenal dengan sebutan Rukun Tetangga (RT). Tujuan dibentuknya Tonari

Gumi ini ialah untuk memudahkan pemerintah Jepang mengawasi

masyarakat secara langsung dan supaya segala perintah serta informasi

dari Jepang kepada rakyat, misalnya pengerahan tenaga dapat disampaikan

dengan mudah dan cepat.

Berbagai kebijakan mulai diberlakukan pemerintah Jepang. Pada

tanggal 20 Maret 1942 pemerintah Jepang mulai mengeluarkan peraturan

mengenai pemasangan bendera Merah putih yang sementara dilarang

untuk dikibarkan. Sebagai gantinya rakyat diwajibkan mengibarkan

bendera Hinomaru pada setiap jawatan, kantor, dan bangunan resmi

lainnya. Lagu Indonesia Raya juga dilarang untuk dinyanyikan. Lagu

kebangsaan yang boleh dinyanyikan ialah Kimigayo.

Semua pegawai harus menandatangani surat pernyataan setia

kepada pemerintahan bala tentara Dai Nippon dan diharuskan memakai

ban lengan putih dengan bendera merah di tengah yang berarti bendera

Jepang. Selanjutnya, tahun Masehi disesuaikan dengan tahun Jepang yaitu

Page 9: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

25

terpaut 660 tahun lebih tua, misalnya tahun 1944 Masehi menjadi tahun

2604. Waktu Indonesia juga disesuaikan dengan tahun Jepang yang terpaut

1,5 jam lebih dahulu, misalnya pukul 04.00 menjadi pukul 05.30. Sejak

saat itu juga rakyat diwajibkan marayakan hari raya Tenchosetsu yakni

hari lahirnya Kaisar Hirohito (Suwarti, 2004:16). Pemerintah Jepang di

Salatiga juga mewajibkan setiap pegawai kantor dan anak-anak sekolah

untuk melakukan apel dengan menaikkan bendera Jepang sambil

menyanyikan lagu kebangsaan negara Jepang, Kimigayo, dengan

menghadap ke Timur Laut sebagai bentuk penghormatan kepada Kaisar

Tenno.

Pada masa pendudukan Jepang, kondisi masyarakat Salatiga sangat

memprihatinkan. Pada awalnya memang baik-baik saja karena beberapa

waktu sebelum Jepang datang, di Salatiga sudah terdapat orang Jepang

yang berdagang di sekitar Pecinan (Jalan Jenderal Sudirman) sebagai

mata-mata. Hanya saja masyarakat Salatiga dan Belanda kurang bisa

membedakan karena mirip dengan etnis Cina. Mereka berkomunikasi

dengan baik dengan masyarakat Salatiga dan mampu berbahasa Indonesia.

Pada tanggal 9 Maret 1942 tentara Jepang masuk ke Salatiga. Sejak

saat itulah kondisi kota Salatiga kacau, terutama dalam pemerintahannya.

Orang-orang Belanda ditawan dan dimasukkan di kamp-kam interniran,

yang dibagi menjadi beberapa tempat, yaitu Roncali (dulu istana Djoen

Eng), Ambarawa dan Banyubiru. Sementara KNIL dan polisi telah dibawa

ke Magelang dan Kalijati lima hari sebelum kedatangan Jepang. Sisa-sisa

Page 10: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

26

KNIL dan polisi ditawan di Cilacap. Kondisi yang mencekam

menimbulkan teror tersendiri bagi masyarakat Salatiga (wawancara

dengan Eddy Supangkat 6 jnuari 2013)

Setelah teror terhadap penduduk berkebangsaan Belanda, teror

selanjutnya terhadap masyarakat pribumi. Tentara Jepang mendatangi

rumah penduduk secara door to door kemudian menggeledah isi rumah

untuk kemudian menyita kamera, radio, lampu senter serta senjata tajam.

Tentara Jepang menyita kamera atau foto tustel milik masyarakat sehingga

tidak ada yang sempat mengabadikan momen ketika Jepang berada di

Salatiga.

Ketakutan pihak Jepang membuat mereka mengontrol siaran radio

serta menyegelnya supaya masyarakat tidak dapat mendengarkan siaran

luar negeri sedangkan siaran lokal masih diperbolehkan. Berikut

merupakan program radio standar dari Stasiun Pemancar Jakarta pada

bulan April 1944 :

Page 11: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

27

Tabel 2

Program Radio (Stasiun Pemancar Jakarta) Tahun 1942-1945

Pukul Program

7.30 Bahasa Jepang

7.40 Pengantar siaran hari ini

8.00 Pengumuman berita pemerintah

8.30 Berita dalam bahasa Jawa

8.45 Gerak badan (taisho) melalui radio

9.00 Berita dalam bahasa Sunda

9.15 Musik Barat

9.45 Jeda

11.00 Ceramah untuk wanita atau musik

11.30 Musik keroncong atau gamelan

13.00 Gerak badan (taisho) melalui radio

13.30 Orkes

14.00 Berita dalam bahasa Indonesia

14.15 Musik

15.30 Jeda

17.45 Pelajaran bahasa Jepang

18.00 Siaran untuk anak-anak (“Bahasa Jepang Sederhana”)

18.05 Siaran untuk anak-anak (pelajaran menyanyi Jepang)

18.30 Berita dalam bahasa Indonesia

18.45 Berita dalam bahasa Jawa

19.00 Berita dalam bahasa Sunda

19.15 Musik

19.30 Pengumuman dari kantor Kotamadya Khusus Jakarta

19.40 Musik

19.55 Menyanyi, keroncong

20.10 Bahasa Jepang, music

20.30 Orkes

21.00 Komentar berita

21.30 Berita dalam bahasa Indonesia

21.45 Hiburan

22.00 Berita dalam bahasa Jawa

22.30 Berita dalam bahasa Sunda

23.00 Musik

24.00 Hiburan

24.25 Pengumuman dari Kantor Kotamadya Khusus Jakarta

24.30 Penutup

Sumber : Aiko Kurasawa, 1993:256

Page 12: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

28

Berita dalam bahasa Jepang tidak ditujukan bagi warga Jepang

melainkan untuk orang Indonesia yang belajar bahasa Jepang. Program

radio yang ada di Tabel 2 diatas merupakan pengaturan untuk wilayah

Jakarta. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah hanya bahasa Jawa saja

yang dimasukkan. Menilai dari programnya, peran radio dalam

propaganda pemerintah Jepang beraneka ragam. Ia berfungsi sebagai

sarana yang paling cepat dan akurat untuk menyebarkan seluruh

pengumuman pemerintah.

Senjata tajam seperti parang dan pedang semua disita oleh tentara

Jepang. Hal ini dilakukan untuk menghindari perlawanan dari masyarakat.

Masyarakat dipaksa mengumpulkan besi-besi tua di sepanjang Jalan

Tuntang (sekarang Jalan Diponegoro) yang masih dipakai, seperti pagar

besi, tiang listrik dan tiang telepon yang tidak dipasang. Besi-besi tua yang

terdapat di makam Tionghoa dan makam Belanda di Kerkhof juga diambil.

Kewajiban masyarakat untuk menanam tanaman jarak dan rosela

diberlakukan. Tanaman ini menjadi tanaman wajib untuk kebutuhan bahan

bakar. Baik pria maupun wanita diwajibkan menanam tanaman ini

(wawancara dengan Suwarni 4 Januari 2013). Bahkan Salatiga yang ketika

jaman pemerintah Hindia Belanda mendapat julukan “Salatiga de

Schoonste van Midden Java” atau Kota Salatiga yang Terindah Se-Jawa

Tengah karena banyak bunga-bunga seperti alamanda di sepanjang jalan,

menjadi tak indah lagi karena bunga-bunga tersebut diganti dengan

tanaman jarak.

Page 13: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

29

Pemuda-pemuda yang terlihat sehat dan fisiknya bagus

dipekerjakan menjadi romusha yang dijanjikan akan diberi upah yang baik

dan dipekerjakan di tempat yang bagus. Karena pada saat itu kondisi

ekonomi masyarakat lemah, mereka percaya dan mau menjadi romusha

meskipun pada akhirnya romusha Salatiga banyak yang dikirim ke luar

Jawa, Birma, Irian Barat dan Filiphina dan tidak kembali. Selain itu, rakyat

juga takut apabila tidak mau menjadi romusha akan diberi hukuman oleh

tentara Jepang.

Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang memprihatinkan

membuat masyarakat ada yang terpaksa mencuri. Akhirnya siapapun yang

ketahuan mencuri kemudian dihukum dan disiksa dengan cara mengikat

tangan orang tersebut dan disayat menggunakan silet. Orang yang lewat

dipaksa menyiramkan air asam kepada orang yang sedang disiksa tersebut.

Di Salatiga terdapat rumah penyiksaan di Buksuling. Orang-orang yang

dicurigai sebagai mata-mata Belanda ditangkap, ditelanjangi kemudian

diperintahkan untuk tengkurap di atas seng yang sebelumnya sudah

dipanaskan di bawah sinar matahari sampai ia mengaku.

Wanita-wanita pribumi yang terlihat cantik dipaksa untuk melayani

dan menjadi pemuas nafsu tentara Jepang. Mereka dibawa ke tangsi-tangsi

di Salatiga dan dijanjikan akan diberi pekerjaan yang baik. Namun

kenyataannya wanita-wanita pribumi dan nonik-nonik Belanda dibawa

hanya untuk menjadi pekerja seks untuk tentara Jepang sebelum pergi

berperang (wawancara dengan Eddy Supangkat 6 Desember 2013).

Page 14: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

30

C. Kondisi Sosial-Ekonomi Salatiga Pada Masa Pendudukan Jepang

1. Mata Pencaharian Penduduk

Dengan adanya peraturan yang dikeluarkan pemerintah Jepang

mengenai pengumpulan bahan makanan terutama padi, serta letak kota

Salatiga yang berada di lereng Gunung Merbabu maka dapat

dipastikan mata pencaharian penduduk Salatiga adalah bertani,

menjadi peternak, pedagang, pegawai negeri serta buruh kasar.

Pada masa Jepang di Salatiga, petani diharuskan menanam jarak

yang diambil minyaknya untuk keperluan cadangan perang

(Wawancara dengan Wasipin 31 Desember 2012). Karena jarak

merupakan tanaman wajib, maka tanaman padi dan palawija menjadi

terdesak sehingga hasil padi dan palawija tidak cukup untuk makan

sehari-hari.

Dalam Sinar Baroe 29 Djoeni 2604, dikemukakan bahwa

pemerintah Jepang memberikan imbalan atas hasil jerih payah

masyarakat yang berhasil melipatgandakan hasil bumi seperti padi dan

palawija di pendopo Salatiga-Gun. Mereka menerima pakaian, uang,

cangkul, dan sebagainya. Namun tentu saja hal ini dilakukan sebagai

usaha menarik simpati masyarakat untuk lebih mempercayai

pemerintah Jepang yang mengaku sebagai saudara tua.

Pemeliharaan ternak merupakan suatu usaha untuk menguatkan

ekonomi masyarakat disamping pertanian. Ditinjau dari sudut makanan

yang sebagian masyarakat mengkonsumsi daging ayam, sapi maupun

Page 15: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

31

kerbau mendorong masyarakat bekerja sebagai peternak. Selain dapat

dijual, hewan ternak seperti kerbau dan sapi menjadi sarana

perhubungan lalu lintas pada masa itu (Sinar Baroe 6 Djoeni 2604 hal

3 kol 1).

Sesuai dengan Undang-Undang No. 1 pasal 1 yang dikeluarkan

oleh Panglima Tentara Keenambelas pada tanggal 7 Maret 1942 yang

berbunyi “Bala Tentara Nippon melangsungkan pemerintah militer

untuk sementara waktu di daerah yang ditempatinya agar supaya

mendatangkan keamanan yang sentausa dengan segera” (Sartono

Kartodirdjo, 1975:5), pemerintah Jepang segera menanamkan

kekuasaan yang sementara kosong yang diserahkan kepada Gunseibu

yang berpusat di Semarang untuk Jawa Tengah. Pegawai-pegawai

berkebangsaan Belanda banyak yang dipecat. Akhirnya Jepang

mengalami kekurangan staf pegawai di pemerintahan, yang sebenarnya

pegawai Jepang telah dikirim tetapi kapalnya terkena torpedo dari

pihak Sekutu. Karena kekurangan pegawai, dengan terpaksa

pemerintah Jepang mengangkat pegawai-pegawai berkebangsaan

Indonesia.

Dengan diangkatnya pegawai-pegawai Indonesia, maka pada

tanggal 1 April 1942 pemerintah militer Jepang mengeluarkan undang-

undang mengenai peraturan gaji pegawai negeri dan lokal. Untuk

sementara waktu gaji bagi pegawai-pegawai bangsa Indonesia yang

dahulu dibayar dibawah f.100,- sebulan, akan tetap dibayarkan f.100,-.

Page 16: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

32

Sedangkan bagi pegawai yang dahulu gajinya melebihi f.100,- akan

dibayar menurut aturan berikut:

Tabel 3

Daftar Gaji Pegawai Bangsa Indonesia Untuk Sementara Waktu

Tahun 1942-1945

No. Banyaknya gaji dahulu

sebulan

Potongan

%

Banyaknya gaji

sekarang sebulan

1. f. 100 – 150 5% f. 100

2. f. 151 – 200 7,5% f. 141

3. f. 201 – 250 10% f. 184

4. f. 251 – 300 12% f. 224

5. f. 301 – 400 12% f. 239

6. f. 401 - 500 18% f. 269

7. f. lebih dari 501 20% f. 409

Sumber : Museum Sono Budoyo No. 1989

Berdasarkan pada peraturan gaji yang tercantum diatas, jelas

bahwa pegawai-pegawai bangsa Indonesia yang gajinya melebihi

f.100,- terkena potongan yang cukup besar. Disamping itu ditetapkan

pula untuk tidak memberikan gaji kepada pegawai Indonesia melebihi

f.500,-. Disebutkan juga kewajiban untuk pegawai negeri supaya

bekerja dengan sungguh-sungguh penuh cinta kasih dan bersikap

seperti pemimpin. Seorang pemimpin selalu berjasa dan mengabdi

pada pekerjaan yang dikerjakannya (Sinar Baroe 20 Go-Gatsu 2604

hal 3 kol 4).

Selain mata pencaharian yang telah disebutkan di atas, pekerjaan

yang dilakukan masyarakat Salatiga pada masa pendudukan Jepang

ialah menjadi buruh kasar. Kebanyakan dari mereka menjadi kuli

angkut dan buruh gendong di pasar dengan upah yang tidak seberapa

Page 17: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

33

(Wawancara dengan Eddy Supangkat tanggal 4 Januari 2013). Selain

itu ada pula masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pedagang.

2. Pemenuhan Kebutuhan Sandang dan Pangan

Ketika perang antara Amerika dengan Jepang semakin sengit pada

tahun 1944, tuntutan akan bahan baku kebutuhan perang semakin

meningkat. Pada sidang I Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat)

pada tanggal 16-20 Oktober 1943 telah disepakati untuk :

a. Memperkuat dan melindungi para prajurit PETA dan Heiho;

b. Menggerakkan tenaga kerja untuk keperluan masyarakat dan

perang;

c. Meneguhkan susunan penghidupan masyarakat dalam masa

perang;

d. Memperbanyak hasil produksi pangan.

Dalam hal memproduksi bahan pangan, petani dipaksa

menyerahkan sebagian padi yang mereka hasilkan dengan harga yang

sangat rendah. Karena beras yang mereka hasilkan tidak cukup untuk

memenuhi konsumsi sendiri dan kebutuhan sehari-hari, mereka

terpaksa membeli beras padahal di lain pihak petani sendiri tidak

mampu atau kesulitan dalam membeli beras apabila persediaan mereka

sudah habis. Menurut Aiko Kurasawa (1993:103), mereka umumnya

petani kecil yang bekerja di atas sepetak tanah yang luasnya kurang

dari 0,5 hektar baik milik sendiri maupun menyewa. Mereka terlilit

hutang, sehingga setelah mereka membayar hutang dalam bentuk padi

Page 18: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

34

yang dipanen, biasanya hanya sedikit yang tertinggal di tangan mereka.

Oleh karena itu hanya sebagian kecil hasil panen yang dapat mereka

jual. Berikut merupakan harga beras pada masa pendudukan Jepang

sesuai dengan Maklumat Gunseikan No.2:

Tabel 4

Harga Eceran Beras (setengah giling) Tahun 1943-1945

(Unit: sen)

Tahun Beras biasa

(per kg)

Beras biasa

(per liter)

Beras ketan

(per kg)

Beras

Ketan

(per liter)

1943 Antara

9,17-10,37

sen

- - Antara

9,17-10,37

sen

1944 10 - 11 -

1945 13 11 14 12

Sumber : Aiko Kurasawa, 1993:98

Tabel 5

Harga yang ditetapkan pabrik penggilingan beras tahun 1942-1945

Jenis Harga (per 100 kg)

Padi bulu Rp 3,80,-

Padi cere Rp 3,45,-

Gabah Rp 4,15,-

Beras no.1 Rp 6,50,-

Beras no.2 Rp 4,--

Sumber : Handjojo,1973:20

Karena kelangkaan dan distribusi yang tidak merata, harga beras di

daerah pedesaan melambung tinggi. Pembagian beras lebih sering dan

jatahnya lebih banyak dibandingkan pedesaan. Hal ini disebabkan

adanya anggapan pemerintah Jepang yang menilai sebagian besar

penduduk pedesaan ialah produsen beras sehingga tidak perlu dipasok

beras dari luar. Dengan demikian, kebijakan Jepang mengenai wajib

Page 19: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

35

serah padi mengakibatkan tekanan yang luar biasa dan penderitaan

bagi petani pada khususnya.

Pemerintah Jepang mendorong masyarakat untuk makan berbagai

macam makanan pelengkap seperti gaplek, jagung, singkong, dan

kedelai karena bahan makanan seperti nasi digunakan pemerintah

untuk memenuhi kebutuhan perang. Akan tetapi, harga-harga makanan

pelengkap tersebut juga meningkat di pasaran karena menurunnya

panen dan meningkatnya permintaan masyarakat.

Berbagai jenis tanaman yang sebelumnya tidak pernah dimakan

dianjurkan supaya dimanfaatkan. Contohnya bonggol dan batang

(debog) pohon pisang dan pepaya. Selain itu, masyarakat juga

memakan bekicot (siput) sebagai sumber protein pengganti.

Sekalipun gagasan ini cukup bermanfaat dan agak mengganjal perut,

namun gizi rakyat semakin memburuk (Wawancara dengan Kaslan 9

Desember 2012). Hal ini karena makanan pengganti tidak memuaskan.

Masyarakat lebih suka makan nasi dibandingkan makanan lainnya dan

bagi mereka nasi begitu penting sehingga mereka sering berkata

“Kalau belum makan nasi, belum makan”. Menurunnya produksi

pangan di Jawa dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Page 20: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

36

Tabel 6

Produksi Pangan di Jawa tahun 1941-1944 (dalam kg)

Tahun Padi Palawija

1941 83.934.807 121.525.781

1942 83.081.989 118.054.367

1943 81.125.225 107.109.669

1944 68.115.550 90.055.664

Sumber : Sartono Kartodirdjo, 1976:147

Tidak ada upaya dari pemerintah Jepang di Salatiga untuk

membantu memenuhi kebutuhan sandang dan pangan. Meskipun

pemerintah Jepang telah mengeluarkan anjuran untuk berhemat serta

giat menabung (Sinar Baroe 3 Rokugatsu 2604 hal 4 kol 3), namun

karena perekonomian masyarakat yang merosot dan serba sulit,

anjuran tersebut dirasa percuma oleh masyarakat dari golongan bawah

karena tidak ada uang yang akan ditabung, kecuali bagi mereka yang

bekerja sebagai pegawai dengan gaji yang cukup.

Sulitnya pemenuhan kebutuhan pangan semakin terasa bertambah

berat pada saat rakyat juga merasakan penggunaan sandang yang

sangat memprihatinkan. Rakyat hanya memakai pakaian compang-

camping, ada yang terbuat dari karung goni yang berdampak pada

penyakit gatal-gatal akibat kutu di dalam karung tersebut. Masalah

sandang merupakan masalah yang cukup serius. Sebagian masyarakat

bahkan sudah ada pula yang mengganti pakaian dengan lembaran karet

sebagai penutup badan.

Kain yang merupakan salah satu barang yang sangat penting, yaitu

untuk baju, sarung, dan juga jarik bagi masyarakat Salatiga dan

Page 21: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

37

sekitarnya sangat langka dan bahkan sangat sulit sekali

mendapatkannya (Mia Nuraini 2012:64). Karung goni, kliko, serat,

lembar karet merupakan barang pengganti dari kain di masa Jepang.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biasanya masyarakat yang

memiliki saudara dari luar daerah dibantu dengan mengirimkan

makanan berupa singkong dan gaplek. Ada juga yang menerima uang

dari keluarga yang bekerja di luar Salatiga sebagai prajurit dengan

perantara Salatiga Shityo (Sinar Baroe 11 Shigatsu 2604 hal.2 kol 2).

3. Tenaga Romusha

Salah satu tujuan pokok pendudukan Jepang di Asia Tenggara,

khususnya Indonesia ialah untuk memperoleh sumber-sumber ekonomi

serta memperoleh pasokan ekonomi yang penting demi kelangsungan

perang. Jepang sangat memperhatikan kegiatan-kegiatan ekonomi,

memberikan serta mencurahkan tenaga yang besar dalam bidang ini.

Permintaan akan tenaga kerja meningkat ketika situasi perang semakin

berkobar. Pada saat itulah muncul kebutuhan besar untuk

pembangunan pertahanan seperti perlindungan serangan udara. Hal ini

berarti tenaga kerja tidak hanya diperlukan untuk eksploitasi ekonomi,

tetapi juga untuk segala proyek yang berhubungan dengan

kelangsungan perang. Pada tahap itulah perekrutan romusha di Jawa

meningkat.

Romusha secara harafiah berarti seorang pekerja yang melakukan

pekerjaan sebagai buruh kasar (Aiko Kurasawa, 1993:123). Sebagian

Page 22: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

38

besar tenaga romusha ialah petani biasa, yang diperintahkan supaya

bekerja pada proyek pembangunan dan pabrik. Awalnya, romusha

dipekerjakan sebagai buruh tetap, namun lama kelamaan mereka mulai

dianggap kurang lebih sebagai buruh kuli paksaan. Jenis-jenis

pekerjaan untuk tenaga romusha menurut Aiko Kurasawa (1993:144)

ialah menyelenggarakan pekerjaan yang berhubungan dengan

kepentingan ala tentara Jepang dan pembela tanah air, memperbaiki

dan menambah produksi bahan-bahan keperluan bala tentara serta

persenjataan, menambah penghasilan bahan-bahan makanan yang

penting serta membuat Jinji atau gua untuk tempat perlindungan

tentara Jepang (wawancara dengan Wasipin 31 Desember 2012).

Untuk membangun sarana-sarana pertahanan seperti benteng-

benteng, jalan raya, dan sebagainya, Jepang sangat memerlukan tenaga

kasar. Selain itu tenaga romusha diperlukan untuk bekerja di pabrik-

pabrik atau tempat-tempat produksi lainnya. Pada mulanya pekerjaan

tersebut dilakukan secara sukarela oleh masyarakat karena pengerahan

tenaga tersebut tidak begitu sukar dilakukan dan masyarakat masih

dipengaruhi oleh propaganda untuk kemakmuran bersama Asia Timur

Raya. Namun lama kelamaan pengerahan tenaga yang bersifat sukarela

berubah menjadi paksaan. Mereka diperlakukan sangat buruk,

kesehatan tidak dijamin, makanan yang tidak cukup dan pekerjaan

yang berat menyebabkan romusha banyak yang meninggal. Meskipun

pada sidang Chuo Sangi In IV tentang mengatur urusan prajurit

Page 23: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

39

pekerja dan perlindungan mereka dan keluarganya telah ditetapkan

sebagai berikut:

Hendaknya prajurit pekerja dihormati dan dihargai sebagai prajurit

“Pembela Tanah Air” dan dijauhkan segala perlakuan terhadap

pekerja yang mengganggu perasaan yang berhubungan dengan

agama dan adat istiadat (Djawa Baroe 14 tanggal 15 Agustus 2604

hal 4).

Kenyataannya romusha diperlakukan sangat buruk. Untuk

menghilangkan ketakutan di kalangan penduduk karena perlakuan

Jepang kepada romusha semena-mena, sejak tahun 1943 Jepang

melancarkan kampanye yang menganggap romusha sebagai pahlawan.

Di dalam kampanye tersebut mereka mendapat julukan “prajurit

ekonomi” atau “prajurit pekerja” yang digambarkan sebagai orang

yang sedang melaksanakan tugas sucinya untuk angkatan perang

Jepang dan tidak boleh disebut kuli. Romusha ialah prajurit dan

sumbangan mereka terhadap perang sangat dihargai. Akan tetapi

faktanya diantara 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke luar Jawa,

diperkirakan 70.000 orang dalam kondisi yang memprihatinkan

(Sartono Kartodirdjo, 2975:139).

Selain pekerjaan yang telah disebutkan di atas, romusha

dipekerjakan untuk mengumpulkan tanaman iles-iles (sejenis talas),

membuat pupuk, mencangkul dan sebagainya untuk kemudian

diserahkan kepada Jepang. Rakyat yang menjadi romusha tidak hanya

dipekerjakan di desa saja tetapi juga dikirim ke Kalimantan dan

Burma. Awalnya romusha dijanjikan menerima upah dari Jepang,

Page 24: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

40

sehingga banyak rakyat yang bersedia untuk menjadi romusha. Namun

pada kenyataannya romusha setiap hari hanya dibayar dengan jagung

rebus sakbumbung (secangkir) atau beras untuk makan. Pada waktu

pendudukan Jepang tahun 1942-1945, banyak romusha yang

kehilangan nyawa akibat kelaparan. Mereka sulit sekali memperoleh

tambahan makanan dengan uang mereka sendiri. Akibatnya banyak

juga yang mengalami kekurangan gizi. Bagi masyarakat yang memiliki

sawah, hasil padi sebagian disetor ke ABC (koperasi milik Jepang) dan

sebagian lagi untuk makanan sehari-hari. Bagi mereka yang tidak

memiliki sawah, untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, rakyat

bekerja menjadi buruh kasar bagi orang-orang yang memiliki sawah

(wawancara dengan Kaslan 9 Desember 2012).

4. Kegiatan Niaga

Pada masa pendudukan Jepang di Salatiga, masyarakat melakukan

transaksi jual beli di Pasar Kalicacing, yang kemudian pada tahun 1928

direlokasi oleh pemerintah Hindia Belanda dan ditempatkan yang saat

ini bernama Pasar Raya I (wawancara dengan Eddy Supangkat 6

Januari 2013). Barang dagangan yang dibawa ke pasar Salatiga tidak

hanya berupa hasil bumi saja, melainkan ada pula gerabah. Berikut ini

adalah tabel yang menunjukkan para pedagang yang datang ke Salatiga

dan barang apa saja yang mereka bawa dan mereka jual di pasar

Salatiga yaitu pasar Kalicacing :

Page 25: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

41

Tabel 7

Daerah asal pedagang dan barang yang diperdagangkan

tahun 1900-1942

No Daerah asal pedagang Barang yang diperdagangkan

1 Bringin Hasil bumi (beras, ubi,pisang), kayu bakar,

arang dan daun jati

2 Dadapayam Beras, kelapa, kayu bakar, dan arang

3 Susukan Singkong, tape, kambing, dan sapi

4 Suruh Hasil bumi, kambing, sapi

5 Karanggede Tape, kambing, sapi

6 Kopeng dan Getasan Sayuran, singkong, jagung, bunga, kayu dan

arang

7 Bandungan (Ambarawa) Bunga, sayuran, kambing dan sapi

8 Klaten (Bayat, Ceper,

Pedan)

Pakaian, gerabah, stagen, lurik berupa : jarik

dan selendang

9 Ampel (Boyolali) Beras, kambing, sapi

10 Solo Pakaian, batik dan tikar

11 Salatiga Tahu, tempe, mainan anak-anak, kain tenun,

karak

12 Semarang Ikan asin, gula pasir, teh, kain dan barang-

barang industri

13 Demak Gerabah berupa : cobek, kuali, genthong,

tempayan, dsb

Sumber: (Emy Wuryani, 2006 : 36)

Namun setelah pendudukan Jepang, masyarakat yang berdagang

umumnya enggan untuk pergi berdagang dikarenakan takut dengan

pasukan Jepang. Barang yang semakin langka, para pedagang juga

takut untuk berdagang dikarenakan barang-barang milik para pedagang

seperti beras, bahkan ketela dirampas oleh Jepang. Meskipun begitu

masih ada pedagang yang tetap menjajakan barang dagangannya untuk

mencukupi kebutuhan. Barang-barang yang dijual antara lain gula

jawa, jengkol serta sayur mayur (Wawancara dengan Suwarni tanggal

3 Januari 2013). Karena perekonomian yang semakin merosot, maka

daya beli masyarakat ikut merosot juga.

Page 26: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

42

Untuk perdagangan kain, jarik lurik, batik yang didapat dari pasar

Salatiga sangat sulit dan bahkan tidak ada yang menjualnya lagi karena

susahnya untuk mendapatkan barang tersebut. Di Salatiga pada saat itu

ada yang menjual karung goni, kliko, serat yang semuanya merupakan

barang pengganti dari kain di masa Jepang. Pedagang dari Ambarawa

membeli barang-barang tersebut dari Salatiga yang kemudian dijual di

Ambarawa. Berikut adalah tabel harga barang-barang tersebut pada

masa itu :

Tabel 8

Daftar harga barang pengganti kain pada masa pendudukan Jepang

tahun 1942-1945

No Nama Harga per Harga per

Barang 1 helai 1/2 Helai

1 Kliko 4 rupiah 2 rupiah

2 Serat 3 rupiah 1 rupiah

3 Karung 4 rupiah 2 rupiah

Sumber : Mia Nuraini, 2012:65

Wanita membantu pria bekerja sebagai petani maupun berdagang

di pasar. Namun karena perekonomian masyarakat pada saat itu tengah

merosot, maka daya beli masyarakat juga turun.

Menurut Meta Sekar Puji Astuti (2008:119), pengembangan

jaringan toko Jepang di Jawa Tengah sangat pesat. Meskipun skalanya

tidak besar, namun toko-toko Jepang mencapai pelosok-pelosok kota

kecil seperti Prembun di daerah Kebumen, Muntilan, Magelang,

Karanganyar, Purworejo, Cepu, Salatiga, Wonosobo dan lainnya.

Selain pengembangan toko-toko Jepang, orang-orang Jepang

Page 27: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

43

melakukan bisnis perkebunan, peternakan dan penanaman bunga di

daerah tersebut.

Pada umumnya penilaian masyarakat pribumi dengan adanya toko-

toko milik Jepang di kawasan Pecinan yang sekarang Jalan Jenderal

Sudirman cukup baik. Dikarenakan pelayanan dari orang Jepang yang

relatif sopan dibandingkan toko milik orang Cina. Harga yang

ditawarkan juga terjangkau dibandingkan toko-toko Belanda. Hal ini

menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat pribumi.

Dalam hal perniagaan, semasa pendudukan Jepang di Salatiga,

dibuka sebuah perusahaan milik orang Cina bernama Tjien Lam Kong

Jap Shie di Djalan Solo (sekarang jalan Jenderal Sudirman).

Perusahaan ini memproduksi potlot tinta, potlot hitam, kapur tulis ,dan

kuas untuk cat (Sinar Baroe 7 Djoeni 2604 hal 4 kol 2).

Pusat-pusat kegiatan ekonomi di Salatiga tidak hanya di pasar-

pasar saja terdapat pula warung-warung milik pribumi dan toko-toko

yang dimiliki oleh orang Cina dan Arab. Orang-orang asing Asia yaitu

orang Cina dan Arab mendominasi perdagangan pada masa itu.

Sehingga orang-orang Cina banyak yang mendominasi perekonomian

di Salatiga. Hal ini dapat kita lihat pula sampai saat ini di sepanjang

jalan Jenderal Sudirman terdapat banyak sekali toko-toko yang

dimiliki oleh orang Cina dan beberapa orang Arab.

Sarana transportasi juga mengalami kemunduran yang pesat.

Sebelum Jepang menginjakkan kakinya di Salatiga beberapa kendaraan

Page 28: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

44

di Salatiga salah satunya bus ESTO dibawa oleh Belanda menuju

Bandung untuk berperang menghadapi Jepang (Mia Nuraini,2012:67).

Bus ESTO yang masih berada di Salatiga disita dan diambil alih oleh

Jepang dan diganti Rp 500,- per bus-nya untuk sarana transportasi

tentara Jepang. Meskipun begitu, di Salatiga masih terdapat sarana

transportasi yang digunakan masyarakat, seperti Bis Adam jurusan

Semarang-Salatiga, dokar dan gerobag yang masih ada sampai tahun

1960an (wawancara dengan Bp. Eddy Supangkat 6 Januari 2013)

Jepang dengan truknya yang besar dan terbuat dari besi digunakan

untuk menjarah barang-barang yang kemudian diangkut dan dibawa ke

negaranya. Penjarahan tesebut juga termasuk mengambil hewan-hewan

yang biasanya digunakan untuk sarana angkutan di Salatiga. Sapi, kuda

merupakan hewan yang dapat dimanfaatkan tenaganya untuk menarik

gerobak dan dokar diambil oleh Jepang. Hewan-hewan ternak juga

dijarah oleh Jepang dari orang-orang kaya dan para pengusaha jasa

angkutan seperti gerobak dan dokar (Mia Nuraini, 2012:67).

5. Perubahan Sosial

Di dalam masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Jawa,

terdapat tiga lapisan sosial, yaitu wong cilik (orang kecil) yang terdapat

baik di desa maupun di kota-kota. Pada umumnya terdiri dari petani-

petani, buruh kecil, tukang becak, tukang gunting rambut. Golongan

priyayi terdiri dari pegawai-pegawai pemerintah. Sebagian golongan

ini berasal dari sistem birokrasi pemerintahan kerajaan-kerajaan sejak

Page 29: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

45

sebelum penjajahan Belanda dan sebagian lagi berasal dari orang-

orang yang mendapat pendidikan akademis pada zaman Hindia

Belanda. Golongan bangsawan ialah keturunan raja-raja atau sultan-

sultan di pusat-pusat kraton seperti di Jawa Tengah. Untuk lingkungan

umat Islam terdapat golongan abangan dan golongan santri. Golongan

santri ialah orang-orang yang menjalankan syari’at Islam sepenuhnya,

sedangkan orang-orang abangan ialah orang-orang yang tidak

menjalankan syari’at Islam sepenuhnya, misalnya tidak melakukan

sholat lima kali sehari.

Menurut Sartono Kartodirdjo (1975: 188), revolusi membawa

banyak perubahan. Golongan yang pada masa kolonial memiliki status

sosial yang rendah, memegang posisi yang penting. Begitu pula

sebaliknya dengan golongan yang dulunya memegang dominasi, turun

menjadi golongan yang kurang berkuasa. Adanya golongan intelektuil

membuat golongan bangsawan merosot. Di bawah golongan ini

terdapat golongan menengah, yaitu pegawai rendahan, pedagang-

pedagang kecil dan tukang, sedangkan golongan yang paling bawah

adalah golongan petani di desa-desa dan buruh kasar. Stratifikasi sosial

tidak lagi didasarkan atas dasar ras, yang pada jaman kolonial hal ini

merupakan ciri masyarakat kolonial. Stratifikasi lebih ditentukan oleh

tingkat pendidikan.

Masa pendudukan Jepang yang berlangsung selama tiga setengah

tahun, terjadi perubahan sosial yang cukup besar baik di kota-kota

Page 30: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

46

maupun di desa. Perubahan itu terjadi berdasarkan kepentingan

pemerintah pendudukan Jepang. Kepentingan yang dimaksud meliputi

propaganda untuk mempengaruhi rakyat, kebutuhan akan tenaga-

tenaga untuk menjalankan administrasi pemerintahan serta untuk

keperluan perang.

Pada masa pendudukan Jepang, lahir satu kelompok baru yaitu

golongan pemuda, yang pada masa sesudahnya terutama selama

Perang Kemerdekaan memegang peranan besar. Pada umumnya

mereka berasal dari lingkungan sosial yang berbeda-beda. Ada yang

pendidikannya sampai sekolah menengah, namun ada pula yang hanya

sampai sekolah dasar. Perhatian Jepang dicurahkan kepada kaum muda

ini karena mereka memiliki semangat yang tinggi dan sangat giat.

Jepang sendiri membentuk gerakan-gerakan seperti Seinendan

(Barisan Pemuda), Heiho (pembantu prajurit Jepang), Peta (Tentara

Pembela Tanah Air), Fujinkai (himpunan wanita), Keibodan (barisan

bantu polisi). Di kalangan masyarakat, kedudukan Peta dianggap

kedudukan yang paling tinggi. Status mereka seringkali lebih tinggi

dari seorang kepala daerah. Apabila seseorang menjadi anggota Peta,

maka statusnya menjadi naik. Di Salatiga sendiri pernah diadakan

acara khusus untuk menghormati prajurit Peta dan Heiho dengan

mengadakan penghormatan, penyambutan atas kedatangan prajurit

serta perjamuan sederhana (Sinar Baroe 5 Go-Gatsu 2604 hal 2 kol 2).

Page 31: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

47

Prajurit Peta dan Heiho mendapatkan perlakuan khusus baik dari

masyarakat maupun dari pemerintah.

Kelompok lain yang juga mengalami perubahan status pada masa

pendudukan Jepang ialah kelompok guru. Apabila pada masa Hindia

Belanda tidak semua guru diperbolehkan mengajar anak-anak priyayi,

pada masa pendudukan Jepang guru-guru diperbolehkan mengajar

anak-anak priyayi dari sekolah dasar sampai sekolah menengah.

Jepang juga menyadari bahwa golongan ulama memiliki

kedudukan yang penting dalam masyarakat, terutama di desa-desa.

Pendapat-pendapat mereka umumnya lebih didengarkan dibandingkan

pendapat dari para priyayi. Hal itu diperlukan Jepang untuk melakukan

propaganda. Karena itu Jepang meningkatkan status golongan ini

sebagai guru-guru di desa untuk menjadi pemimpin. Para pemimpin

agama juga diberi kesempatan untuk menjadi kepala daerah.

Merujuk pada tindakan pemerintah Jepang mengenai pendaftaran

semua penduduk warga asing, baik Tionghoa/ Cina, Eropa, maupun

bangsa keturunan lain dapat disimpulkan bahwa komposisi penduduk

Salatiga pada waktu itu telah terdiri dari bermacam-macam jenis

keturunan. Antara lain Indonesia asli (mayoritas Jawa), warga

keturunan Tionghoa, Eropa khususnya Belanda.

Golongan minoritas seperti Indo-Eropa, peranakan Cina, peranakan

Arab dan lainnya mengalami kemerosotan dalam kedudukan. Apabila

dalam sistem masyarakat kolonial zaman Belanda kedudukan mereka

Page 32: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

48

lebih tinggi dari kedudukan bangsa Indonesia yang menempati lapisan

terendah, maka pada zaman Jepang orang-orang yang sebelumnya

malu dengan statusnya sebagai golongan Indo, mulai bangga

menyatakan dirinya sebagai peranakan yaitu berasal dari ayah atau ibu

Indonesia (Sartono Kartodirdjo, 1975:137).

6. Sistem Pendidikan

Selama 3,5 tahun masa pendudukan Jepang, pemerintah Jepang

mengeluarkan kebijakan mengenai pendidikan yang ditandai oleh tiga

prinsip pokok (Selo Soemardjan, 2009:419), yaitu :

a. Pendidikan ditata kembali atas dasar keseragaman dan kesamaan

untuk seluruh kelompok etnis dan kelas sosial;

b. Pengaruh Belanda dihapuskan secara sistematis dari sekolah-

sekolah, sedangkan unsur-unsur kebudayaan Indonesia dijadikan

landasan utama;

c. Semua lembaga pendidikan dijadikan alat untuk mengindoktrinasi

gagasan kemakmuran Asia Tenggara di bawah pimpinan Jepang.

Pada masa pemerintahan Belanda, yang dapat merasakan

pendidikan formal hanyalah kalangan menengah ke atas untuk

pribumi. Sedangkan untuk kelas menengah ke bawah tidak memiliki

kesempatan mengenyam pendidikan formal. Sedangkan pada masa

pendudukan Jepang diskriminasi semacam itu mulai dihilangkan.

Rakyat dari lapisan manapun berhak mengenyam pendidikan formal.

Jenjang pendidikan pada masa Jepang disamakan dengan negara

Page 33: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

49

Jepang, yakni Sekolah Dasar 6 tahun, Sekolah Menengah 3 tahun dan

Sekolah Menengah Tinggi 3 tahun. Jenjang pendidikan semacam ini

masih digunakan di Indonesia sampai saat ini.

Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar di semua

sekolah dan bahasa Jepang diberikan sebagai mata pelajaran wajib.

Selain sekolah formal, Jepang juga membuka berbagai kursus.

Dibuktikan dengan dibukanya kursus Bahasa Nippon (Jepang) dan

Bahasa Indonesia di Salatiga yang diikuti 110 orang laki-laki dan

perempuan. Adapun guru bahasa Jepang adalah Tuan S. Ito dan Tuan

Widdisiswojo dibantu Tuan Soetomo mengajarkan Bahasa Indonesia

dan Olahraga (Sinar Baroe 15 Agoestoes 2604, hal 2 kol 3).

Dalam surat kabar Sinar Baroe 21 Djoeli 2604 hal 4 kolom 5,

selain kursus Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia, Jepang juga

membuka kursus kesehatan yang dibuka di Gedoeng Nippon-Go

Gakko Djetis. Kursus ini diikuti oleh para guru di Salatiga dan

sekitarnya. Lama kursus ini 3 minggu dan masuk setiap pukul 6-7 sore

dan dilatih oleh dokter dari Semarang dan Salatiga.

Dalam bidang pendidikan, Jepang tidak hanya membuka sekolah

umum saja, tetapi juga membuka sekolah guru yang terdiri dari

Sekolah Guru 2 tahun, Sekolah Guru 4 tahun, dan Sekolah Guru 6

tahun (Sartono Kartodirdjo, 1975:171). Di Salatiga, Jepang membuka

Sekolah Guru Negeri untuk lelaki atau Sekolah Guru Lelaki yang

bertempat di belakang rumah Sekolah Normal. Sekolah Guru Lelaki

Page 34: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

50

menerima murid sebanyak 70 anak berusia 14-17 tahun dan lamanya

belajar selama 4 tahun. Setiap bulan murid dikenakan biaya sebesar f 5

(Sinar Baroe 19 Go Gatsu 2604 hal 4, kol 5). Siswa dari Sekolah Guru

Lelaki dipersiapkan untuk mengajar Sekolah Rakyat, diajarkan

mengenai semangat berjuang serta cara untuk menjadi teladan yang

baik untuk semua orang. Guru dari Jepang dan Indonesia telah ditunjuk

untuk mendidik calon-calon guru ini. Diantaranya tuan Akiyama

selaku guru kepala, tuan Ito sebagai guru Bahasa Jepang, tuan R.

Soedarsono, tuan Soewadji, tuan Slamet dan dua orang bangsa Jepang

dari kalangan militer telah ditunjuk untuk mengajarkan kepada murid-

murid dalam hal semangat keprajuritan.

Dalam aspek pendidikan, kurikulum dan sistem pengajaran

disesuaikan untuk kepentingan perang. Oleh sebab itu Jepang selalu

mewajibkan siswa mengikuti latihan dasar kemiliteran. Setiap pagi

siswa wajib mengikuti gerak badan atau senam yang disebut Taisho

dan baris berbaris sambil berteriak Hajime!!! apabila dalam keadaan

siap. Siswa dan guru juga diwajibkan menghafal lagu kebangsaan

Jepang “Kimigayo” dan mengheningkan cipta yang kurang lebih

berbunyi “Noshi to wa shime no tane shito te o wari na kyono mede

kusara” serta melakukan penghormatan kepada Tenno (Kaisar) yang

dipercaya sebagai keturunan Ometerasu Omikami (Dewa Matahari)

(wawancara dengan Suwarni 4 Januari 2013). Menurut Shuchokan

dalam Sinar Baroe tanggal 6 Djoeni 2604 hal 3 kol 1“ Salatiga adalah

Page 35: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

51

pusat Semarang Syuu dan layak untuk tempat belajar, disebabkan

hawanya yang baik itu”.

Pelajaran yang diajarkan ditetapkan oleh pemerintah militer Jepang

sebagai berikut:

a. Latihan kemiliteran (kyoren) i. Ilmu bumi atau geografi

b. Pelajaran moral (shushin) j. Ilmu alam

c. Pekerjaan praktis (sagyo) k. Olahraga

d. Bahasa Jepang l. Musik

e. Bahasa Indonesia m. Seni menulis (shuji)

f. Bahasa daerah n. Kerajinan tangan

g. Sejarah o. Melukis

h. Perawatan rumah (untuk siswi)

Latihan kemiliteran tetaplah yang paling utama karena disesuaikan

dengan kepentingan perang. Latihan-latihan militer kepada penduduk

dapat dimanfaatkan untuk mempertahankan negeri-negeri yang telah

diduduki pemerintah militer Jepang. Pelajaran yang ditekankan kepada

mereka ialah seishin atau semangat. Semangat yang diutamakan ialah

semangat ksatria atau bushido yakni berbakti kepada tuannya atau

pemimpinnya dan orang tuanya. Selain itu ditekankan pula perlunya

disiplin dan diberantasnya rasa rendah diri serta semangat budak. Hal

inilah yang kemudian dipakai para pemuda Indonesia ketika

mempertahankan kemerdekaan.

Page 36: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

52

Mengenai mutu pendidikan sekolah secara umum, meskipun

Jepang mendorong pendidikan,tetapi hanya sedikit waktu yang

disisihkan untuk belajar di dalam kelas. Murid seringkali diperintahkan

untuk melakukan kerja bakti (kinro hoshi) yang meliputi

membersihkan tempat-tempat umum, mencari berbagai tanaman liar

untuk diserahkan kepada pihak Jepang, bekerja di sawah, menanam

pohon jarak dan rami.

7. Kesehatan

Pada saat pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942-1945,

kondisi kesehatan rakyat mulai memprihatinkan akibat pengerahan

tenaga romusha di daerah-daerah. Untuk memelihara kesehatan

romusha, beberapa sarana kesehatan disediakan di kamp-kamp

romusha yang besar. Namun, dibandingkan dengan jumlah tenaga

romusha, tenaga kesehatan dan obat-obatan jauh dari kata cukup. Jam

kerja romusha berlangsung sepanjang hari, jarang diberi hari libur

sehingga mereka menderita berbagai penyakit dan kelelahan yang luar

biasa, dan beberapa diantaranya meninggal dunia. Kecelakaan kerja

dan kelaparan menjadi pemandangan yang biasa.

Menurut Bapak Kaslan, untuk menjaga kesehatan, rakyat seringkali

membuat ramuan sendiri untuk mengobati penyakitnya. Mereka

menggunakan daun-daunan yang mereka temukan meskipun

pengetahuan mengenai obat-obatan sangat terbatas. Untuk mengobati

masuk angin, misalnya mereka menggunakan daun dadap serep.

Page 37: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

53

Pakaian yang dipakai oleh masyarakat yang terbuat dari karung

goni serta kotor karena jarang diganti membuat mereka terkena

penyakit gatal. Pada saat itu serangan kutu yang menurut sumber lisan

berwarna putih dan berukuran agak besar merajalela sehingga

dinamakan wabah kutu Jepang. Baik laki-laki maupun perempuan,

entah ia cantik ataupun tidak, semuanya terkena penyakit gudigen dan

koreng. Tidak jarang karena kebersihan yang kurang terjaga dan gizi

yang tidak terpenuhi dengan baik, masyarakat banyak yang meninggal

karena kolera. Pada saat itu hampir 4 sampai 7 orang meninggal dalam

sehari. Karena langkanya kain dan terbatsanya ekonomi masyarakat

pada waktu itu, orang yang meninggal dunia hanyalah dibungkus

dengan tikar, tidak dengan kain mori (wawancara dengan Suwarni 4

Januari 2013). Berbeda dengan jaman pemerintah Hindia Belanda yang

sangat memperhatikan sarana kesehatan masyarakat, pemerintah

Jepang yang mengaku sebagai “saudara tua” kurang memperhatikan

kesehatan masyarakat Salatiga. Sehingga pada periode tahun 1942-

1945 angka kematian cukup tinggi yang dibuktikan pada tabel berikut :

Tabel 9

Angka Kelahiran dan Kematian Tahun 1939-1944

Wilayah Karesidenan Semarang

Tahun Jumlah Kelahiran

(ribuan orang)

Jumlah Kematian

(ribuan orang)

1939 73 52

1943 63 55

1944 48 103

Sumber : Aiko Kurasawa, 1993:105

Page 38: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/1502/5/T1_152009020_BAB I… · pemerintah militer Jepang menduduki Salatiga pada tanggal 9 Maret

54

Meningkatnya angka kematian pada tahun 1944 dan menurunnya

angka kelahiran disebabkan karena masyarakat tidak memiliki tenaga dan

keinginan dalam memenuhi fungsi reproduksi karena kelaparan dan

kesulitan-kesulitan hidup dalam kesehariannya.