BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat. Desa Bumbulan merupakan desa yang wilayah terluasnya adalah kawasan perairan. Desa Bumbulan memiliki luas dan jumlah penduduk sebagai berikut : No Nama Dusun Luas Wilayah (KM 2 ) Jumlah penduduk Jumlah Kepala Keluarga Laki-laki Perempuan 1 Banjar I 0,7265 203 248 115 2 Banjar II 0,7452 316 289 154 3 Banjar III 0,8563 258 246 120 4 Banjar IV 1,0567 127 137 66 * Sumber kantor Desa Bumbulan Kecamatan Paguat. Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan terhadap masyarakat Desa Bumbulan Kecamatan Paguat, diketahui bahwa masyarakat Desa Bumbulan memiliki latar belakang yang berbeda-beda, baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan menyangkut pendidikan. Ditinjau dari aspek sosial, masyarakat Desa Bumbulan Kecamatan Paguat senantiasa menjaga suasana keakraban dan kekeluargaan. Dari aspek ekonomi, masyarakat memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda yaitu sebagai nelayan, buruh dan pegawai negeri sipil. Dan ditinjau dari segi pendidikan maka kelompok terbesar masyarakat adalah tamatan SD, kelompok kedua adalah SMA, yang ketiga SMP dan yang selanjutnya tamatan perguruan tinggi.
24
Embed
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil …eprints.ung.ac.id/5762/5/2012-1-86205-121409048-bab4...BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian a. Gambaran Umum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
a. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat. Desa
Bumbulan merupakan desa yang wilayah terluasnya adalah kawasan perairan. Desa
Bumbulan memiliki luas dan jumlah penduduk sebagai berikut :
No Nama Dusun
Luas Wilayah
(KM2)
Jumlah penduduk Jumlah
Kepala Keluarga Laki-laki Perempuan
1 Banjar I 0,7265 203 248 115
2 Banjar II 0,7452 316 289 154
3 Banjar III 0,8563 258 246 120
4 Banjar IV 1,0567 127 137 66
* Sumber kantor Desa Bumbulan Kecamatan Paguat.
Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan terhadap masyarakat Desa
Bumbulan Kecamatan Paguat, diketahui bahwa masyarakat Desa Bumbulan memiliki
latar belakang yang berbeda-beda, baik ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, dan
menyangkut pendidikan. Ditinjau dari aspek sosial, masyarakat Desa Bumbulan
Kecamatan Paguat senantiasa menjaga suasana keakraban dan kekeluargaan. Dari
aspek ekonomi, masyarakat memiliki mata pencaharian yang berbeda-beda yaitu
sebagai nelayan, buruh dan pegawai negeri sipil. Dan ditinjau dari segi pendidikan
maka kelompok terbesar masyarakat adalah tamatan SD, kelompok kedua adalah
SMA, yang ketiga SMP dan yang selanjutnya tamatan perguruan tinggi.
Berdasarkan pengamatan tersebut maka masyarakat Desa Bumbulan dapat
dikategorikan sebagai masyarakat yang seharusnya masih perlu diadakan pembinaan
tentang pentingnya kebersihan lingkungan, hal ini penting dilakukan karena
mengingat masyarakat yang biasanya tinggal di wilayah dekat pesisir masih rendah
kesadarannya untuk berperilaku bersih dan sehat.
Desa Bumbulan dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang tugas dan fungsinya
memberdayakan segala potensi baik sumber daya alamnya maupun sumber daya
manusianya. Dalam pelaksanaan tugasnya seorang Kepala Desa pasti dibantu oleh
para bawahannya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
pengurusannya Desa Bumbulan Kecamatan Paguat memiliki struktur organisasi
sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI DESA BUMBULAN KECAMATAN PAGUAT
KEPALA DESA
IBRAHIM RAHMAN
BPD
TAIB DUNGGIO
SEKDES
NURLELA MOHAMAD
OPERATOR
DJAFAR URIF
BENDAHARA
ROSITA RAJAK
KAUR PEMERINTAHAN
ARI LAWANI
KAUR PEMBANGUNAN
AHMAD BOGI
KAUR UMUM
JUWITA RAJAK
KADUS IV
MARTIN YUSUF
KADUS III
TAHIR TILOLA
KADUS II
WASIR PAKAY
KADUS I
SARTON RAJAK
a. Deskripsi Temuan Penelitian
Persepsi masyarakat terhadap kebersihan lingkungan pesisir adalah pola pikir
masyarakat yang terbentuk dari penafsiran yang benar dan juga pola pikir yang
dipengaruhi oleh kekeliruan penafsiran arti rangsangan stimulus yang diterima.
Pembentukan pola pikir terkait kesadaran lingkungan juga dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu faktor ketidaktahuan atau pendidikan, faktor kemiskinan, faktor
kemanusiaan dan faktor gaya hidup. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
bahwa masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah persepsi masyarakat
pesisir pantai bumbulan terhadap lingkungan bersih di Desa Bumbulan, Kecamatan
Paguat, Kabupaten Pohuwato. Adapun subjek penelitian ini adalah aparat desa dan
masyarakat sekitar. Untuk menunjang penelitian yang dilaksanakan maka peneliti
melakukan wawancara dengan para informan dengan memberikan 5 pertanyaan
terkait pemahaman masyarakat terhadap kebersihan lingkunngan pesisir.
1. Pencemaran dan sampah
Persepsi Masyarakat Pesisir Pantai Tentang Kebersihan Lingkungan
khususnya pencemaran dan sampah, dipengaruhi oleh banyak hal diantaranya
adalah faktor ketidakahuan atau pendidikan, faktor kemiskinan, faktor
kemanusiaan dan faktor gaya hidup. Terkait hal tersebut maka peneliti
mengajukan pertanyaan tentang bagaimana budaya masyarakat Desa Bumbulan
Kecamatan Paguat dalam membuang sampah. Beberapa informan memang masih
membuang sampah di pesisir, namun ada juga yang sudah memiliki kesadaran
tentang bahaya pencemaran dan tidak lagi membuang sampah dipesisir.
Kesadaran masyarakat yang masih kurang, tercermin dari hasil wawancara
sebagai berikut.
"Kami yang tinggal dan melakukan aktivitas di lingkungan pesisir, sering
menjadikan wilayah pantai sebagai tempat pembuangan sampah karena
wilayah pesisir bagi kami adalah tempat untuk membuang sampah yang
gratis, relatif murah dan mudah (praktis). ”
(WW/TP/Wm/17.06.12)
Pendapat senada juga disampaikan oleh salah satu masyarakat sebagai berikut :
"Sebagai bagian dari daratan, sampah pesisir tidak bisa dilepaskan dari
lahan atas. Aktivitas masyarakat di wilayah daratan seperti membuang
sampah diselokan secara langsung menyebabkan terjadinya banjir, dan pada
gilirannya sampah tersebut bermuara ke wilayah pesisir. "
(WW/KK/Wm/24.06.12)
Dilain kesempatan masyarakat yang berasal dari Dusun Banjar II, juga
mengemukakan alasannya membuang sampah di pesisir pantai:
“Kami yang berada disekitar sini memang sering membuang sampah dan
kotoran dipesisir pantai karena mau bagaimana lagi, rumah kami memang
sangat berdekatan dengan pesisir. Dari pada kami masih jauh-jauh mencari
tempat untuk membuang sampah, mendingan sampahnya kami buang saja
dipesisir pantai. Toh sampah itu juga kan nantinya akan terbawa ombak.”
(WW/DY/Wm/06.07.2012)
Dari jawaban-jawaban informan diatas dapat disimpulkan bahwa kesadaran
masyarakat akan kebersihan lingkungan disebabkan karena tingginya tingkat
kemiskinan masyarakat pesisir, rendahnya pendidikan, tingkat kesehatan yang
tidak memadai, juga kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan, telah
menyebabkan perairan pesisir menjadi “keranjang sampah” dari berbagai macam
kegiatan manusia baik yang berasal dari dalam wilayah pesisir maupun di luarnya
(lahan atas dan laut lepas). Akibatnya pembuangan sampah sembarangan telah
mengurangi nilai keindahan dan kenyamanan “kemolekan” lingkungan pantai.
Terkait dengan penanganan sampah pesisir, Kepala Dusun Banjar II
menyampaikan beberapa hal sebagai berikut:
"Sebagai kota pantai, sampah-sampah pesisir juga tidak dapat dilepaskan
dengan pola sirkulasi arus air sehingga mempengaruhi keberadaan
sampah. Untuk itu juga perlu ada kerjasama antar Pemerintah Daerah,
seperti peraturan daerah bersama terhadap model penanganan sampah
pesisir.
(WW/WP/Kdu/17.07.12)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, Pengelolaan sampah pesisir perlu
dielaborasi lebih jauh dengan mempertimbangkan beberapa aspek yaitu: 1. Aspek
Teknis 2. Aspek Kelembagaan dan 3. Aspek Manajemen dan Keuangan. Dengan
3 aspek ini, dapat dilakukan suatu rencana tindak (action plan) yang meliputi:
1) Melakukan pengenalan karekteristik sampah pesisir dan metoda
penanganannya
2) Merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu
(pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan akhir)
3) Memisahkan peran pengaturan dan pengawasan dari lembaga yang ada
dengan fungsi operator pemberi layanan, agar lebih tegas dalam
melaksanakan reward & punishment dalam pelayanan,
4) Menggalakkan program Reduce, Reuse dan Recycle (3 R) agar dapat
tercapai program zero waste pada masa mendatang,
5) Melakukan pembaharuan struktur tarif dengan menerapkan prinsip
pemulihan biaya melalui kemungkinan penerapan tarif progresif, dan
mengkaji kemungkinan penerapan struktur tarif yang berbeda bagi setiap
tipe pelangga
6) Mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat
dengan lingkungan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi bahan
buangan.
Limbah rumah tangga yang dirasa sangat berbahaya bagi lingkungan
antara lain limbah bahan kimia baik dari industri rumah tangga, MCK, emisi gas
CO2 maupun aktifitas lain dan pestisida pertanian yang terbawa air limpasan.
Secara umum ada tiga jenis input utama limbah cair rumah tangga ke laut yaitu :
1) pembuangan limbah langsung ke laut. Misalnya limbah domestik/permukiman
yang berasal dari rumah tangga, perhotelan, rumah sakit dan industri rumah
tangga yang terbawa oleh air sisa-sisa pencucian akan terbuang ke saluran
drainase dan masuk ke kanal dan selanjutnya terbawa ke pantai. Limbah yang
dibuang pada tempat pembuangan sampah akan terkikis oleh air hujan dan
terbawa masuk ke kanal atau sungai dan selanjutnya juga bermuara ke pantai.
Limbah yang berasal dari kawasan industri baik yang sudah diolah maupun yang
belum, juga pada akhirnya akan terbuang ke perairan pantai sehingga dapat
mengakibatkan pencemaran pada pesisir dan pantai. 2) air hujan, misalnya
kegiatan pencemaran yang dilakukan jauh dari wilayah pesisir dan laut, tapi
terbawa oleh awan dan dilepaskan di daerah pesisir dan lautan, contohnya hujan
asam, pencucian daratan oleh partikel-partikel lain melalui run off. 3) polutan
yang dilepaskan dari atmosfer. Contohnya adalah partikel-partikel maupun gas-
gas Co2 yang berterbangan dan mendarat di pesisir dan lautan.
Pengolahan sampah akan membawa pengaruh bagi masyarakat dan
lingkungan itu sendiri. Pengaruh tersebut ada yang bersifat positif dan ada yang
negatif. Pengaruh positif yaitu:
1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan
dataran rendah.
2. Sampah dapat dimanfaatkan untuk pupuk.
3. Sampah dapat diberikan makanan ternak setelah menjalani proses pengelolaan
yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk sampah
tersebut terhadap ternak.
4. Pengolahan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk
berkembangniaknya serangga atau binatang pengerak lainnya.
5. Menurunkan insiden kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan
sampah.
6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
7. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan
suatu negara.
Pengaruh Negatif Pengolahan sampah yang kurang baik tidak hanya
berpengaruh buruk terhadap kesehatan lingkungan namun akan berdampak pula
bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat seperti berikut:
1. Pengaruh terhadap kesehatan
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai
tempat perkembangbiakan vector penyakit seperti lalat atau tikus.
b. Insiden penyakit demam berdarah akan meningkat karena vector penyakit
hidup dan berkembang biak dalam sampah kaleng ataupun ban bekas yang
berisi air hujan.
c. Terjadinya kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarang.
d. Gangguan psikosomatis, misalnya sesak napas, insomnia, stres dan lain-lain.
2. Pengaruh terhadap lingkungan.
a. Estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata.
b. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-
gas tertentu yang menimbulkan bau busuk.
c. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya
kebakaran yang lebih luas.
e. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan
aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal.
f. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan
banjir dan dan menyebabkan pencemaran pada sumber air permukaan atau
sumur dangkal.
3. Terhadap ekonomi dan budaya masyarakat
a. Pengolahan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan social budaya
masyarakat setempat.
b. Keadaan lingkungan yang kurang baik akan menurunkan minat orang lain
untuk dating berkunjung ke daerah tersebut.
c. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar.
d. Menurunkan mutu sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan
tidak memiliki nilai ekonomis.
2. Pendirian rumah pemukiman pantai
Persepsi masyarakat pesisir pantai tentang pendirian rumah pemukiman
pantai di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato, dipengaruhi
oleh tingkat kesadaran dan juga faktor ekonomi. Terkait hal tersebut maka peneliti
mengajukan pertanyaan tentang mengapa sampai mendirikan rumah dipesisir
pantai, yang tidak layak dijadikan tempat pemukiman. Beberapa informan
meyampaikan alasannya sebagai berikut :
“Sebenarnya kalau ditanyakan kepada kami, kami tidak pernah mau
membangun rumah disini, tapi apa boleh buat tanah yang kami miliki
memang hanya ini, jadi mau tidak mau kami harus membangun rumah
disini. Daripada tidak punya rumah, hanya numpang dirumah atau tanahnya
orang lain, lebih baik kami membangun rumah sendiri disini.”
(WW/KK/Wm/19.07.2012)
Sementara itu masyarakat Desa Bumbulan juga mengemukakan pendapatnya
tentang pembangunan pemukiman dipesisir pantai, seperti yang dikemukakan
berikut :
“Saya dan keluarga memutuskan untuk membangun rumah disini karena
dengan pertimbangan suami saya kerjanya di sini sebagai nelayan. Jadi
untuk memudahkan akses suami saya dengan tempat kerjanya sebagai
nelayan, maka kami membangun rumah disini.”
(WW/DY/Wm/21.07.2012)
Pendapat senada juga disampaikan oleh masyarakat yang mengemukakan
pendapatnya sebagai berikut:
"Sebagaimana yang kami ketahui, bahwa dalam persebarannya biasanya
penduduk membangun rumah di kawasan-kawasan yang dapat menunjang
kegiatan kesehariannya, terutama kegiatan yang menunjang ekonomi
mereka. Oleh karena beragamnya pencaharian masyarakat, maka
permukiman-permukiman penduduk tersebar pada kawasan-kawasan
tertentu. Termasuk pembangunan pemukiman diwilayah pesisir ini karena
untuk menunjang ekonomi keluarga kami"
(WW/FL/Wm/23.07.12)
Di kesempatan lain masyarakat yang sengaja membangun rumah dipesisir sebagai
gudang nelayan dan tempat memelihara ikan mengemukakan pendapatnya sebagai
berikut:
"Pembangunan satu-dua rumah ada yang justru berada di tengah laut
sejauh 200 meter dari bibir pantai. Pembangunan rumah di wilayah peisir
maupun ditengah laut bukan tanpa alasan karena justru rumah tersebut
kadang kala juga hanya berfungsi sebagai gudang nelayan. Di kolang
bawah rumah yang ada di tengah laut tersebut di pasang jaring pada tiang-
tiang penyangganya. Di dalam jaring dipelihara ikan-ikan langka yang
dapat hidup sampai berbulan-bulan hingga mencapai panjang 80cm. Dan
aktivitas ini sangat membantu kami khususnya masyarakat pesisir dalam
rangka meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan kehidupan keluarga
kami"
(WW/RB/Wm/23.07.12)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, upaya persebaran penduduk secara
merata di seluruh wilayah penting untuk dilakukan dengan tujuan agar tingkat
kepadatan penduduk di satu kawasan tidak terlalu tinggi dan pembangunan di
kawasan-kawasan yang lain dapat terpacu dan mengalami peningkatan. Pola
persebaran penduduk dapat dipetakan dalam tiga jenis bentang alam yang lazim
dijadikan tempat permukiman, yakni kawasan pantai, kawasan dataran rendah,
dan dataran tinggi.
Penduduk yang tinggal di daerah pantai umumnya berprofesi sebagai
nelayan atau pedagang. Pedagang membutuhkan permukiman di kawasan pantai
untuk keperluan perniagaannya karena lokasi pantai yang dekat dengan laut akan
mempermudah transportasi dan perjalanan barang dagangan.
Hal yang merugikan bagi rumah penduduk yang berada di atas laut adalah
masalah keamanan dan pencemaran laut. Masalah keamanan terjadi karena
konstruksi rumah memang dibuat dengan pemikiran yang sangat sederhana, baik
dari segi teknis maupun dimensi bahan kayu. Pada saat angin besar melanda
permukiman ini pernah terjadi beberapa rumah roboh masuk ke dalam laut.
Masalah keamanan yang lain adalah geladak-geladak penghubung antar rumah
yang dapat rusak dan ambruk sewaktu-waktu. Dari segi keamanan pemakaian,
geladak ini juga tidak diberi pengaman berupa pagar sehingga memungkinkan jika
ada balita yang melaluinya bisa tercebur ke dalam laut.
Masalah pencemaran terjadi karena penduduk selalu membuang sampah
limbah rumah tangga dan tinja ke dalam laut dan tepi pantai. Telah terlihat bahwa
pantai sudah demikian tercemar oleh sampah hingga air laut yang berada di tepi
pantai berwarna keruh. Padahal air laut yang berada dalam kedalaman 1 sampai 2
meter terlihat jernih hingga tampak ikan-ikan hias dan batu-batu karang yang
indah.
3. Pola pikir yang bersifat objektif
Pola pikir yang bersifat objektif adalah sesuatu yang terjadi atau terbentuk
dalam pandangan dan penafsiran yang benar. Terkait dengan penelitian ini maka
pandangan yang benar tentang wilayah pesisir merupakan tujuan peneliti untuk
menggambarkan tentang manfaat wilayah pesisir, dimana wilayah pesisir tersebut
memiliki beraneka ragam sumberdaya yang memungkinkan pemanfaatan secara
berganda. Pengelolaan harus diarahkan kepada pemanfaatan bermacam
sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkesinambungan. Setiap
pemanfaatan sumberdaya wilayah pesisir dapat menyebabkan terjadinya
perubahan ekosistem dengan skala tertentu. Pemanfaatan dengan tidak
mempertimbangkan prinsip-prinsip ekologi dapat menurunkan mutu lingkungan
dan berlanjut dengan terjadinya kerusakan ekosistem wilayah pesisir yang
bersangkutan. Dengan demikian masalah utama dalam pengelolaan dan
pengembangan sumberdaya wilayah pesisir adalah pemanfaatan ganda daripada
sumberdaya tanpa adanya koordinasi. Terkait hal tersebut maka peneliti
mengajukan pertanyaan kepada informan tentang bagaimana pemahaman anda
tentang keberadaan pesisir pantai. Beberapa informan mengemukakan bahwa
pesisir pantai dapat dimanfaatkan secara ganda yaitu sebagai kegiatan
perekonomian dan digunakan sebagai tempat membuang limbah.Seperti yang
dikemukakan oleh salah satu Aparat Desa Bumbulan sebagai berikut:
"oh ya bu, kawasan pesisir di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat
Kabupaten Pohuwato dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki
potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah ini telah banyak
dimanfaatkan dan memberikan sumbangan yang berarti, baik bagi
peningkatan taraf hidup masyarakat. Aktifitas perekonomian yang
dilakukan di kawasan pesisir di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat
Kabupaten Pohuwato diantaranya adalah kegiatan perikanan (tangkap dan
budidaya), dan pariwisata. Selain dimanfaatkan untuk kegiatan
perekonomian, wilayah pesisir juga digunakan sebagai tempat membuang
limbah dari berbagai aktifitas manusia, baik dari darat maupun di kawasan
pesisir itu sendiri." (WW/NM/Ad/01.06.12)
Dari jawaban tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keberadaan pesisir pantai
Desa Bumbulan Kecamatan Paguat memiliki pemanfaatan ganda yaitu sebagai
kegiatan ekonomi maupun sebagai tempat membuang sampah dari aktivitas
masyarakat tersebut.
Di lain kesempatan ketika peneliti mengajukan pertanyaan yang sama
kepada masyarakat, maka masyarakat yang tinggal dekat pesisir pantai
mengemukakan pendapatnya sebagai berikut :
“Menurut saya pesisir pantai adalah salah satu tempat bagi masyarakat
sekitar untuk mencari nafkah seperti menangkap ikan dan sebagai tempat
wisata bagi masyarakat paguat maupun sekitarnya.”
(WW/DY/Wm/06.06.2012)
Salah satu masyarakat yang tinggal di Dusun Banjar II Desa Bumbulan juga
menyampaikan beberapa hal terkait keberadaan kawasan pesisir itu sendiri, seperti
yang dikemukakan berikut :
“ Wilayah pesisir ini merupakan kawasan pertemuan antara darat dan laut.
Jadi kawasan ini sebenarnya adalah kawasan yang rawan akan banjir, karena
banyak dipengaruhi oleh proses yang terjadi dari alam dan juga disebabkan
oleh kegiatan manusia yang merugikan seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.”
(WW/FL/Wm/08.06.2012)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, memberikan gambaran besar,
betapa kompleksitas aktivitas ekonomi dan ekologi yang terjadi di wilayah ini.
Kompleksitas aktivitas ekonomi seperti perikanan, pariwisata, pemukiman,
perhubungan, dan sebagainya memberikan tekanan yang cukup besar terhadap
keberlanjutan ekologi wilayah pesisir seperti ekosistem mangrove, dan terumbu
karang. Tekanan yang demikian besar tersebut jika tidak dikelola secara baik akan
menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya yang terdapat di wilayah pesisir.
Kawasan pesisir di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten
Pohuwato dapat dilakukan melalui konsep pemanfaatan ganda perlu
memperhatikan keterpaduan dan keserasian berbagai macam kegiatan. Sementara
itu batas kegiatan perlu ditentukan. Dengan demikian pertentangan antar kegiatan
dalam jangka panjang dapat dihindari atau diperkecil. Salah satu contoh
penggunaan wilayah untuk pertanian, kehutanan, perikanan, alur pelayaran,
rekreasi, pemukiman, lokasi industri dan juga sebagai tempat pembuangan
sampah dan air limbah. Pemanfaatan ganda wilayah pesisir yang serasi dapat
berjalan untuk jangka waktu tertentu, kemudian persaingan dan pertentangan
mulai timbul dengan berjalannya waktu, pemanfaatan telah melampaui daya
dukung lingkungan. Untuk beberapa hal, keadaan ini mungkin dapat diatasi
dengan teknologi mutakhir. Akan tetapi perlu dijaga agar cara pemecahan itu
tidak mengakibatkan timbulnya dampak negatif atau pertentangan baru.
4. Cara pandang yang bersifat subjektif
Cara pandang yang bersifat subyektif adalah cara pandang yang
disebabkan oleh kekeliruan penafsiran arti rangsangan stimulus yang diterima.
Cara pandang subjektif Masyarakat Pesisir Pantai Tentang Kebersihan
Lingkungan Di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato masih
relatif rendah, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian dan kemauan dari
masyarakat dalam rangka mewujudkan kebersihan. Padahal kebersihan itu sendiri
merupakan kunci utama agar masyarakat dapat terhindar dari musibah dan
penyakit-penyakit menular, apalagi bagi masyarakat yang tinggal dikawasan
pesisir seperti di Desa Bumbulan Kecamatan Paguat. Terkait dengan hal tersebut
maka peneliti mengajukan pertanyaan tentang dampak yang ditimbulkan dari
pencemaran pesisir pantai. Beberapa informan memang sangat merasakan dampak
yang ditimbulkan akibat pencemaran pesisir pantai, akan tetapi ada juga yang
tidak mempersoalkan dampak yang terjadi akibat pencemaran. Pencemaran pesisir
pantai yang sangat merugikan juga disampaikan oleh salah satu masyarakat,
seperti yang dikemukakan berikut:
“Pencemaran pesisir sebenarnya sangat merugikan kami yang tinggal sangat
dekat dengan pesisir, karena dengan adanya pesisir yang tercemar maka
kondisi lingkungan pesisir pantai cenderung mengalami penurunan kualitas
sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang fungsinya. “
(WW/MT/Wm/09.06.2012)
Sementara itu masyarakat yang kurang peduli tentang kebersihan lingkungan
pesisir pantai, mempunyai beberapa alasan terkait kebiasaan mereka melakukan
pencemaran di pesisir pantai, seperti yang dikemukakan oleh salah satu
masyarakat yang berasal dari Dusun Banjar I berikut:
“Kami tidak mengetahui dampak dari pencemaran pesisir pantai, karena
yang kami ketahui ketika kami membuang sampah atau kotoran dipesisir
maka sampah atau kotoran tersebut akan terbawa ombak dan akan menyatu
dengan air laut”
(WW/RB/Wm/11.06.2012)
Dilain kesempatan Kepala Desa Bumbulan juga menyampaikan beberapa hal
terkait pencemaran pesisir pantai sebagai berikut :
" Desa Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato merupakan
pantai yang secara garis besar dapat dibagi menjadi kawasan budidaya dan
kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat berupa daerah
konservasi dan daerah yang tidak dibudidayakan, misalnya karena sumber
daya alam yang miskin dan atau karena keadaan alamnya yang sulit,
dicapai seperti daerah pantai yang terjal, kering, rawan bencana alam.
Kondisi lingkungan pesisir pantai cenderung mengalami penurunan
kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang
fungsinya atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk
menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara
berkelanjutan. Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat
terjadi terutama akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan di
sekitanya."
(WW/IR/Kd/13.06.2012)
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Aparat Desa Bumbulan, dalam hal ini ia
menyampaikan beberapa hal terkait dengan pencemaran pesisir pantai sebagai
berikut:
“Pencemaran pesisir pantai merupakan keadaan yang disebabkan oleh
sering terjadinya pencemaran, baik yang berasal dari kegiatan di daratan
maupun aktivitas di perairan itu sendiri, terumbu karang dan hutan bakau,
ini akibat eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam
lingkungan pesisir dan laut pada umumnya. Agar fungsi lingkungan pesisir
dapat dilestarikan, maka perlu dilakukan tindak kerja pengendalian
pencemaran dan perusakan lingkungan tersebut.
(WW/RR/Ad/15.06.12)
Berdasarkan hasil wawancara di atas, berkenaan dengan pengelolaan
lingkungan hidup, adalah untuk mewujudkan lingkungan yang baik dan sehat, dan
pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan baku mutu lingkungan.
Masalah penting dalam pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir adalah
ketidakseimbangan pemanfaatan sumberdaya tersebut, ditinjau dari sudut
penyebarannya dalam tata ruang nasional. Hal ini merupakan akibat dari
ketimpangan pola penyebaran penduduk semula disebabkan oleh perbedaan
keunggulan komparatif keaadaan sumberdaya wilayah pesisir.
Pengembangan wilayah Pesisir Pantai Tentang Kebersihan Lingkungan Di
Desa Bumbulan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato dalam rangka
pembangunan nasional harus juga memperhatikan kondisi ekologis setempat dan
faktor-faktor pembatas. Melalui perencanaan yang baik dan cermat, serta dengan
kebijaksanaan yang serasi, perubahan tata ruang tentunya akan menjurus kearah
yang lebih baik. Setiap kegiatan berkewajiban untuk memelihara kelestarian
kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk menunjang
pembangunan yang berkesinambungan.
B. Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat pesisir pantai
Bumbulan terhadap lingkungan bersih dan sehat cenderung masih kurang. Hal ini
disebabkan karena beberapa faktor yaitu karena tingginya tingkat kemiskinan
masyarakat pesisir, rendahnya pendidikan, tingkat kesehatan yang tidak memadai,
juga kurangnya informasi tentang kebersihan lingkungan, faktor-faktor inilah
yang telah menyebabkan perairan pesisir menjadi “keranjang sampah” dari
berbagai macam kegiatan manusia baik yang berasal dari dalam wilayah pesisir
maupun di luarnya (lahan atas dan laut lepas). Akibatnya pembuangan sampah
sembarangan telah mengurangi nilai keindahan dan kenyamanan serta kemolekan
lingkungan pantai itu sendiri.
Kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia juga cenderung
mengalami penurunan kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut
dapat berkurang fungsinya atau bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk
menunjang pembangunan dan kesejahteraan penduduk secara berkelanjutan.
Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi terutama akibat
pencemaran dan atau perusakan lingkungan di sekitanya.
Pencemaran lingkungan pantai dapat terjadi karena masukan polutan dari
kegiatan di sepanjang garis pantai, dan atau secara tidak langsung: melalui aliran
sungai, kegiatan di lepas pantai, karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan
sebagainya.Sedangkan kerusakan lingkungan Pantai berupa: abrasi pantai,
kerusakan hutan bakau (mangrove), kerusakan terumbu karang, penurunan
sumber daya perikanan, kerusakan padang lamun dan sebagainya.
Keadaan ini disebabkan oleh sering terjadinya pencemaran, baik yang
berasal dari kegiatan di daratan maupun aktivitas di perairan itu sendiri, perusakan
taman laut, terumbu karang dan hutan bakau, ini akibat eksploitasi yang
berlebihan terhadap sumber daya alam lingkungan pesisir dan laut pada
umumnya. Agar fungsi lingkungan pesisir dapat dilestarikan, maka perlu
dilakukan tindak kerja pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan
tersebut.
Berkenaan dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, UU No. 4/
82 ditetapkan bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mewujudkan
lingkungan yang baik dan sehat (Pasal 4), dan pengelolaan lingkungan hidup
dilaksanakan berdasarkan baku mutu lingkungan (Pasal 15).
UU No. 4/82 tersebut juga menetapkan ketentuan bahwa setiap kegiatan
berkewajiban untuk memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang
serasi dan seimbang untuk menunjang pembangunan yang berkesinambungan.
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan
batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air
yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,
perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh vegetasinya yang khas,
sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar
daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini
masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan
aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat
seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bengen, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman
Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan
sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi,
dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari
wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk kabupaten/kota dan ke arah darat
batas administrasi kabupaten/kota.
Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang
mencakup tepi laut (shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh
marin masih dirasakan (Bird, 1969 dalam Sutikno, 1999).
Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir
yang khas seperti estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang
lamun (seagrass), hutan mangrove, hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune)
tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir sangat tergantung pada
struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang membentuk tipe-
tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi
benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas.
Ke arah darat dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke
arah laut terdapat paparan benua yang luas. Bagi wilayah pesisir yang
berhubungan dengan tepi benua patahan atau tubrukan (collision edge), dataran