1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1.1 Kondisi Geografis Sekolah Madrasah Ibtidaiyah berlokasi di Dusun Hungayo Timur Desa Ilohungayo Kecamatan Batuda’a. Desa Ilohungayo memiliki luas wilayah ± 910 Ha yang berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Limboto 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pilobuhuta dan Kec Batudaa Pantai 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pilobuhuta 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Payunga dan Desa Dunggala. Desa Ilohungayo terdiri dari 5 dusun yang salah satu diantaranya adalah Dusun Hungayo Timur, dengan luas wilayah ± 145 Ha. 4.1.1.2 Keadaan Penduduk Jumlah penduduk di Dusun Hungayo Timur berjumlah 350 jiwa, dimana laki-laki sebanyak 149 jiwa, dan perempuan sebanyak 200 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 89 KK. 4.1.1.3 Keadaan Sekolah Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a memiliki 8 ruangan, dimana 6 diantaranya dipakai untuk ruangan belajar mengajar, selebihnya ruangan Guru dan Perpustakaan.
21
Embed
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ...eprints.ung.ac.id/5646/10/2012-1-13201-811408016-bab4...HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1.1 Kondisi Geografis
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah berlokasi di Dusun Hungayo Timur Desa
Ilohungayo Kecamatan Batuda’a. Desa Ilohungayo memiliki luas wilayah ± 910
Ha yang berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Danau Limboto
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pilobuhuta dan Kec Batudaa
Pantai
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pilobuhuta
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Payunga dan Desa Dunggala.
Desa Ilohungayo terdiri dari 5 dusun yang salah satu diantaranya adalah
Dusun Hungayo Timur, dengan luas wilayah ± 145 Ha.
4.1.1.2 Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk di Dusun Hungayo Timur berjumlah 350 jiwa, dimana
laki-laki sebanyak 149 jiwa, dan perempuan sebanyak 200 jiwa, dengan jumlah
kepala keluarga sebanyak 89 KK.
4.1.1.3 Keadaan Sekolah
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a memiliki 8 ruangan,
dimana 6 diantaranya dipakai untuk ruangan belajar mengajar, selebihnya ruangan
Guru dan Perpustakaan.
2
Jumlah Murid Sekolah madrasah Ibtidaiyah yang awalnya berjumlah 167
orang yang menyebar di enam kelas yaitu kelas I sampai kelas VI, sekarang
berkurang jumlahnya menjadi 88 siswa. Hal ini diakibatkan karena banyak siswa
yang sudah putus sekolah dan tidak naik kelas sehingga jumlah siswa dari tiap-
tiap kelas berkurang jumlahnya, yang awalnya di kelas satu berjumlah 39 orang
sekarang menjadi 20 orang, kelas dua yang awalnya 26 orang sekarang menjadi
14 orang, kelas tiga yang awalnya berjumlah 23 orang sekarang menjadi 11
orang, kelas 4 yang awalnya berjumlah 23 orang sekarang menjadi 11 orang, kelas
lima yang awalnya berjumlah 27 orang sekarang menjadi 12 orang dan kelas
enam yang awalnya berjumlah 29 orang sekarang tinggal 20 orang.
Data berikut ini adalah Jumlah Siswa Berdasarkan Jenis Kelamin, Umur,
Kelas Tahun 2012 yaitu :
Tabel 4.1 Distribusi Siswa Berdasarkan Kelas, Umur dan Jenis Kelamin Pada Siswa
Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Kabupaten Gorontalo Tahun 2012
Kelas Umur (tahun)
Jumlah Siswa
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki
n % n % I 6-7 20 11 12.5 9 10.2 II 8-9 14 3 3.4 11 12.5 III 9-10 11 5 5.6 6 6.8 IV 10-11 11 4 4.5 7 7.9 V 11-12 12 4 4.5 8 9.0 VI 12-14 20 7 7.9 13 14.7
Jumlah 88 34 38.6 54 61.3 Sumber Data : Data Primer
Berdasarkan tabel 4.1 menunjukan bahwa dari 88 siswa Madrasah
Ibtidaiyah yang berjenis Kelamin Perempuan Berjumlah 34 orang (38.6%)
3
sedangkan yang berjenis kelamin Laki-laki berjumlah 54 orang (61.3%). Dan
terbanyak ada pada kelas Enam yaitu antara umur 12-14 tahun.
Jumlah guru yang ada di Sekolah madrasah Ibtidaiyah adalah sebanyak 11
orang dengan status sebagai Pengawai Negeri Sipil (PNS). Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah memiliki tiga kamar mandi yang dilengkapi dengan bak penampung air
dan juga WC, dimana sumber airnya berasal dari sumur gali.
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Telur Cacing pada Kotoran Kuku dan Tinja
4.1.2.1 Pemeriksaan Telur Cacing pada Kotoran Kuku
Berdasarkan hasil pemeriksaan kotoran kuku menunjukan bahwa dari 88
sampel yang diperiksa dan diteliti ditemukan 14 (Empat Belas) sampel yang
positif terdapat telur cacing pada kotoran kukunya dengan jenis Ascaris
Lumbriocoides.Selengkapnya ada pada tabel berikut :
Tabel 4.2 Dstribusi Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Pada Kotoran Kuku Siswa
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Pemeriksaan telur cacing
pada kotoran kuku Jumlah
n % Positif 14 15,9 Negatif 74 84,0 Total 88 100,00
Sumber : Data Primer
Tabel 4.2 menunjukan bahwa dari 88 siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Kecamatan Batuda’a, sebanyak 14 siswa (15,9%) yang positif terdapat telur
cacing pada kotoran kukunya dan sebanyak 74 siswa (84,0%) yang negatif ttelur
cacing pada kotoran kukunya.
4
4.1.2.2 Pemeriksaan Telur Cacing pada Tinja
Berdasarkan hasil pemeriksaan tinja menunjukan bahwa dari 88 sampel
yang diperiksa dan diteliti ditemukan 20 (Dua Puluh) sampel yang positif
terdapat telur cacing pada tinjana dengan jenis Ascaris Lumbriocoides.
Selengkapnya ada pada tabel berikut :
Tabel 4.3 Distribusi Hasil Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Siswa
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Pemeriksaan telur cacing
pada Tinja Jumlah
n % Positif 20 22,7 Negatif 68 77,2 Total 88 100,00
Sumber : Data Primer
Tabel 4.3 menunjukan bahwa dari 88 siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah
Kecamatan Batuda’a, sebanyak 20 siswa (22,7%) yang positif terdapat telur
cacing pada kotoran tinjanya dan sebanyak 68 siswa (77,2%) yang negatif telur
cacing pada kotoran tinjanya.
4.1.3 Aspek Hygiene
4.1.3.1 Kebiasaan Memotong Kuku
Berdasarkan Hasil wawancara dari 88 siswa Madrasah Ibtidaiyah tentang
kebiasaan memotong kuku seminggu sekali ada pada tabel berikut ini :
5
Tabel 4.4 Distribusi Kebiasaan Memotong Kuku Seminggu Sekali Siswa
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Kebiasaan memotong
kuku Jumlah
n % Ya 11 12,5
Tidak 77 87,5 Total 88 100,00
Sumber : Data Primer
Tabel 4.4 menunjukan bahwa pada umumnya siswa menyatakan tidak
mempunyai kebiasaan memotong kuku sekali dalam seminggu yaitu sebanyak 77
siswa (87,5%) sedangkan 11 siswa (12,5%) lainnya menyatakan bahwa kuku
selalu di potong sekali dalam seminggu atau menpunyai kebiasaan memotong
kuku.
4.1.3.2 Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum makan dan Sesudah
Buang Air Besar
Berdasarkan hasil weawancara dari 88 siswa tentang kebiasaan mencuci
tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar oleh siswa menyatakan bahwa
bila sebelum makan dan sesudah buang air besar tidak perlu mencuci tangan
memakai sabun. Selengkapnya ada pada tabel berikut ini :
Tabel 4.5 Distribusi Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Dan Sesudah Buang Air
Besar Siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan&sesudah buang air besar Jumlah
n % Ya 14 12,3
Tidak 74 84,0 Total 88 100
Sumber : Data Primer
6
Tabel 4.5 mununjukan bahwa sebanyak 74 siswa (84,0%) yang
menyatakan bahwa tidak mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air
besar dan sebanyak 14 siswa (12,3%) menyatakan bahwa baik memcuci tangan
sebelum makan dan sesudah buang air besar.
4.1.3.3 Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Dari hasil wawancara kepada 88 siswa Madrasah ibtidaiyah menyatakan
bahwa tidak memakai alas kaki pada saat bermain di tanah ataupun diluar rumah.
Selengkapnya ada pada tabel berikut ini :
Tabel 4.6 Distribusi Kebiasaan Memakai Alas Kaki Siswa
Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Kebiasaan Memakai
Alas kaki Jumlah
n % Ya 18 20,4
Tidak 70 79,5 Total 88 100
Sumber : Data Primer
Tabel 4.6 menunjukan bahwa sebanyak 70 siswa (79,5%) yang
menyatakan tidak memakai alas kaki pada saat bermain ditanah ataupun keluar
rumah. Sedangkan siswa yang menyatakan selalu memakai alas kaki pada saat
bermain ditanah dan keluar rumah adalah 18 siswa (20,4%).
4.1.4 Hygiene Siswa
Dari berbagai aspek hygiene siswa yang telah dipaparkan diatas seperti
kebiasaan memotong kuku, kebiasaan mencuci tangan sebelum dan sesudah
buang air besar serta kebiasaan memakai alas kaki. Hal ini sudah dapat
menjelaskan aspek hygiene siswa Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a
secara umum yang tentunya saja dapat berdampak terhadap kejadian penyakit
7
cacingan pada siswa tersebut. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa aspek
hygiene dari siswa Madrasah tersebut dikatakan rendah.
4.1.5. Tabulasi Silang
4.1.5.1 Aspek Hygiene dengan Kotoran Kuku
1. Kecacingan dengan Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum makan
dan Sesudah Buang Air Besar
Hasil pemeriksaan kecacingan dan hasil wawancara tentang kebiasaan
mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar selengkapnya ada
pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7 Distribusi Pemeriksaan Telur Cacing Pada Kotoran Kuku Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Dan Sesudah Buang Air Besar Siswa Sekolah
Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Dari Tabel 4.7 menunjukan bahwa dari hasil pemeriksaan kecacingan pada
siswa berdasarkan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang
air besar sebanyak 60 siswa (82.2%) yang tidak membiasakan mencuci tangan
sebelum makan dan sesudah buang air besar dan dari 60 siswa terdapat 14 siswa
(18.0%) positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan. Dan sebanyak 14
siswa (100.0%) terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air
besar.
kebiasaan mencuci tangan sebelum
makan dan sesudah makan
Kotoran kuku Jumlah Negatif Positif
n % n % n %
Tidak 60 82.2 14 18.0 74 100.0 Ya 14 100.0 0 0 14 100.0
Jumlah 74 84.9 14 15.1 88 100.0
8
2. Kecacingan dengan Kebiasaan Memotong Kuku
Hasil pemeriksaan kecacingan dan hasil wawancara tentang kebiasaan
memotong kuku selengkapnya ada pada tabel berikut ini :
Tabel 4.8 Distribusi Pemeriksaan Telur Cacing Pada Kotoran Kuku Berdasarkan Kebiasaan
Memotong Kuku Siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Tabel 4.8 menunjukan bahwa dari hasil pemeriksaan kecacingan pada
siswa berdasarkan kebiasaan memotong kuku sebanyak 63 siswa (82.9%) yang
tidak membiasakan memotong kuku dan dari 63 siswa terdapat 14 siswa (18.1%)
positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan. Dan sebanyak 11 siswa
(100.0%) terbiasa untuk memotong kuku seminggu sekali.
3. Kecacingan dengan Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Hasil pemeriksaan kecacingan dan hasil wawancara tentang kebiasaan
memakai alas kaki selengkapnya ada pada tabel berikut ini :
Tabel 4.9 Distribusi Pemeriksaan Telur Cacing Pada Kotoran Kuku Berdasarkan Kebiasaan
Memakai Alas Kaki Siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Kebiasaan Memotong Kuku
Pemeriksaan Telur Cacing Pada Kotoran Kuku Jumlah
Negatif Positif n % n % n %
Tidak 63 82.9 14 18.1 77 100.0 Ya 11 100.0 0 0 11 100.0
Jumlah 74 85.1 14 15.9 88 100.0
Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Pemeriksaan Telur Cacing Pada Kotoran Kuku Jumlah
Negatif Positif n % n % n %
Tidak 56 81.2 14 18.8 70 100.0 Ya 18 100.0 0 0 18 100.0
Jumlah 74 85.1 14 15.9 88 100.0
9
Tabel 4.9 menunjukan bahwa dari hasil pemeriksaan kecacingan pada
siswa berdasarkan kebiasaan memakai alas kaki sebanyak 56 siswa (81.2%) yang
tidak membiasakan memakai alas kaki dan dari 56 siswa terdapat 14 siswa
(18.8%) positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan. Dan sebanyak 18
siswa (100.0%) terbiasa memakai alas kaki.
4.1.5.2 Aspek Hygiene dengan Tinja
1. Kecacingan dengan Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum makan
dan Sesudah Buang Air Besar
Hasil pemeriksaan kecacingan dan hasil wawancara tentang kebiasaan
mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar selengkapnya ada
pada tabel berikut ini :
Tabel 4.10 Distribusi Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum Makan Dan Sesudah Buang Air Besar Siswa Sekolah Madrasah
Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Tabel 4.10 menunjukan bahwa dari hasil pemeriksaan kecacingan pada
siswa berdasarkan kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang
air besar sebanyak 54 siswa (73.0%) yang tidak membiasakan mencuci tangan
sebelum makan dan sesudah buang air besar dan dari 54 siswa terdapat 20 siswa
(27.0%) positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan. Dan sebanyak 14
Kebiasaan Mencuci Tangan Sebelum
Makan Dan Sesudah Makan
Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Jumlah
Negatif Positif n % n % n %
Tidak 54 73.0 20 27.0 74 100.0 Ya 14 100.0 0 0 14 100.0
Jumlah 68 77.0 20 23.0 88 100.0
10
siswa (100.0%) terbiasa mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air
besar.
2. Kecacingan dengan Kebiasaan Memotong Kuku
Hasil pemeriksaan kecacingan dan hasil wawancara tentang kebiasaan
memotong kuku selengkapnya ada pada tabel berikut ini :
Tabel 4.11 Distribusi Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Berdasarkan Kebiasaan
Memotong Kuku Siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Tabel 4.11 menunjukan bahwa dari hasil pemeriksaan kecacingan pada
siswa berdasarkan kebiasaan memotong kuku sebanyak 57 siswa (74.0%) yang
tidak membiasakan memotong kuku dan dari 57 siswa terdapat 20 siswa (26.0%)
positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan. Dan sebanyak 11 siswa
(100.0%) terbiasa untuk memotong kuku seminggu sekali.
3. Kecacingan dengan Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Hasil pemeriksaan kecacingan dan hasil wawancara tentang kebiasaan
memakai alas kaki selengkapnya ada pada tabel berikut ini :
Kebiasaan Memotong Kuku
Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Jumlah
Negatif Positif n % n % n %
Tidak 57 74.0 20 26.0 77 100.0 Ya 11 100.0 0 0 11 100.0
Jumlah 68 73.3 20 22.7 88 100.0
11
Tabel 4.12 Distribusi Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Berdasarkan Kebiasaan Memakai
Alas Kaki Siswa Sekolah Madrasah Ibtidaiyah Kecamatan Batuda’a Tahun 2012
Tabel 4.12 menunjukan bahwa dari hasil pemeriksaan kecacingan pada
siswa berdasarkan kebiasaan memakai alas kaki sebanyak 50 siswa (71.4%) yang
tidak membiasakan memakai alas kaki dan dari 50 siswa terdapat 20 siswa
(28.6%) positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan. Dan sebanyak 18
siswa (100.0%) terbiasa untuk memakai alas kaki.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pemeriksaan Telur Cacing pada Kotoran Kuku dan Tinja
4.2.1.1 Pemeriksaan Telur Cacing pada Kotoran Kuku
Dari hasil pemeriksaan sampel kotoran kuku siswa yang berjumlah 88
orang menunjukan bahwa sebanyak 14 orang (15,9%) siswa Sekolah Madrasah
yang positif terdapat telur cacing pada kotoran kukunya. Adapun jenis cacing
yang ditemui adalah Ascaris lumbriocoides (cacing gelang).
Cacing Ascaris lumbriocoides ditularkan melalui media tanah yang
tercemar oleh telur cacing. Telur cacing ini sering suka pada udara yang hangat,
lembab dan tanah yang terlindung dari sinar matahari. Salah satu penularan dari
cacing Ascaris lumbriocoides melalui tangan yang kotor. Kebiaasaan dari siswa
Madrasah Ibtidaiyah yang tidak memperhatikan hygiene perorangan seperti jajan
Kebiasaan Memakai Alas Kaki
Pemeriksaan Telur Cacing Pada Tinja Jumlah
Negatif Positif n % n % n %
Tidak 50 71.4 20 28.6 70 100.0 Ya 18 100.0 0 0 18 100.0
Jumlah 68 77.3 20 22.7 88 100.0
12
disembarang tempat tanpa mencuci tangan terlebih dahulu dengan kuku jemari
tangan yang kotor dan kuku yang panjang sering terselip telur cacing karena
kebiasaan mereka bermain ditanah. Hal ini juga di akibatkan karena kurangnya
perhatian orang tua terhadap kebersihan Hygiene dan sanitasi. Lingkungan tempat
tinggal dari siswa Madrasah Ibtidaiyah yang tidak memadai dan dengan sanitasi
yang kurang baik sangat mendukung dalam penyebaran penyakit cacingan.
Anak usia sekolah merupakan golongan masyarakat yang diharapkan
tumbuh menjadi sumber daya manusia yang potensial di masa yang akan datang
sehingga perlu diperhatikan dan disiapkan agar dapat tumbuh dengan sempurna
baik fisik maupun intelektualnya, dalam hubungan dengan infeksi kecacingan.
Beberapa peneliti ternyata menunjukan bahwa usia sekolah merupakan golongan
yang sering terkena infeksi kecacingan yang berhubungan dengan tanah (Depkes
RI 2004).
Prevalensi kecacingan ini tidak berbeda jauh dengan anak Sekolah Dasar
yang berada di tiga provinsi ( Yogyakarta, Jakarta dan Sulawesi Utara) yaitu
sebesar (12,09%) untuk jenis cacing Ascaris lumbriocoides ( Sajimin, 2000).
Hasil studi di Kenya oleh Stephenton tahun 1993 menunjukan
menurunnya kesehatan jasmani, pertumbuhan dan selera makan pada anak
sekolah yang terinfeksi cacing gelang dan cacing cambuk. Penyakit ini tidak
menyebabkan orang mati mendadak, akan tetapi menyebabkan penderita semakin
lemah karena kehilangan darah yang menahun sehingga menurunakan prestasi
belajar dan bekerja. Di samping itu juga daya tahan tubuh akan menurun sehingga
akan memperberat penyakit lainnya (Depkes 1995).
13
Menurut Haryati (1993), mengatakan bahwa penyebaran penyakit
kecacingan lebih sering di temui pada usia lima sampai sepuluh tahun, di mana di
Indonesia tergolong tinggi yaitu antara 80-90%. Dengan demikian siswa Sekolah
Dasar perlu mendapat perhatian yang penuh dari berbagai pihak agar dapat
mengurangi dan bahkan mencegah terjadinnya penyakit cacingan.
Dampak lain dari penyakit cacingan ini tentu saja berpengaruh terhadap
prosentasi belajar siswa. Siswa yang menderita kecacingan di dalam proses
belajar mengajar sering ngantuk karena kondisi badannya yang cukup lemah
karena kehilangan darah dan pada akhirnya menyebabkan menurunnya prestasi
belajar siswa. Prestasi belajar siswa yang jelek atau rendah menyebabkan
rendahnya kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan datang.
4.2.1.2 Pemeriksaan Telur Cacing pada Kotoran Tinja
Dari hasil pemeriksaan sampel tinja siswa yang berjumlah 88 orang
menunjukan bahwa sebanyak 20 orang (22,7%) siswa Sekolah Madrasah yang
positif terdapat telur cacing pada tinjanya. Dari pemeriksaan kotoran kuku dan
pemeriksaan tinja ternyata yang positif terdapat telur cacing ada pada tinja,
adapun jenis cacing yang ditemui adalah Ascaris lumbriocoides (cacing gelang).
Ascariasis merupakan penyakit cacingan yang paling sering terjadi pada manusia.
Cacing ini ditularkan melalui media tanah yang tercemar telur cacing.
Telur cacing Ascaris lumbriocoides terbukti tetap infektif didalam tanah
selama berbulan-bulan dan dapat tahan di cuaca dingin (5-1000C), Hal ini
didukung oleh masyarakat di dusun Hungayo Timur yang mempunyai kebiasaan
14
membuang air besar di sembarang tempat. Pembuangan tinja yang itdak saniter
akan mengakibatkan terkontaminasinya tanah dan air tanah.
Siswa madrasah Ibtidaiyah yang tidak mencuci tangan pada waktu
bermain di tanah dan tidak memakai alas kaki berpengaruh terhadap penularan
penyakit cacingan melalui tanah yang sudah tercemar oleh tinja yang terdapat
telur cacing. Kebiasaan lain, siswa yang BAB di sembarang tempat dikarenakan
tidak biasa untuk BAB di jamban dan lebih suka BAB di tempat-tempat tertentu
seperti di hutan, kebun dan di halaman dekat rumah.
Keadaan sanitasi yang belum memadai, keadaan sosial ekonomi yang
masih rendah didukung oleh iklim yang sesuai untuk pertumbuhan dan
perkembangan cacing merupakan beberapa faktor penyeba tingginya prevalensi
infeksi cacing usus yang ditularkan di Indonesia (Zit, 2000).
Pembuangan tinja yang tidak pada tempatnya dapat menyebabkan macam
penyakit, hal ini mulai dari tinja yang terinfeksi mencemari tanah atau air
permukaan yang terkontaminasi bibit penyakit yang berasal dari tinja diminum
manusia, bisa juga tinja yang terinfeksi dihinggapi kecoa atau lalat kemudian
hinggap pada makanan atau tempat meletakkan makanan (piring, sendok dan
gelas) dan masih banyak orang yang mengambil dikali untuk keperluan rumah
tangga, padahal sejumlah penyakit menyebar melalui tinja seperti Typus
abdominalis, Cholera, Hepatitis dan penyakit-penyakit karena cacing (Depkes,
2006).
15
Peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangatlah besar, benda-benda
yang telah terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang telah menderita suatu
penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain.
Menurut Daryanto (2004) penyebaran penyakit yang bersumber pada tinja
dapat bersumber pada tinja dan dapat melalui berbagai cara, tinja dapat
mengkontaminasi makanan, minuman dan sayuran. Baik melalui tangan itu
sendiri atau dari berbagai vektor, salah satunya penyakit cacingan.
4.2.2 Aspek Higyene
Salah satu aspek Hygiene yang berkaitan dengan penyakit cacingan adalah
kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang besar. Dari 88
orang siswa menunjukan bahwa sebagian besar atau sebanyak 74 siswa (84,0%)
yang tidak membiasakan diri untuk mencuci tangan sebelum makan dan sesudah
buang besar. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh sekali terhadap masuknnya
telur cacing kedalam tubuh. Hasil wawancara dengan slah satu siswa menyatakan
bahwa pada saat mereka makan tidak pernah mencuci tangan memakai sabun
dikarenakan orang tua mereka yang melarang untuk memakai sabun, dan hanya
dipergunakan pada waktu mandi saja. Kurangnya perhatian orang tua terhadap
kebersihan anak-anaknya di dukung dengan kondisi ekonomi yang tidak
memungkinkan untuk membeli sabun merupakan salah satu faktor kurangnya
memperhatikan aspek hygiene.
Di samping ini juga kebiasaan untuk memotong kuku sangat erat
kaitannya dengan aspek hygiene. dari 77 siswa (87,5%) menyatakan tidak
membiasakan diri untuk memotong kuku. Hal ini yang mengakibatkan kotoran
16
yang terdapat di tangan siswa yang disertai dengan kuku yang panjang apabila
tidak di cuci sebelum mengkonsumsi makanan menyebabkan masuknnya telur
cacing kedalam tubuh. Hasil wawancara dengan Siswa Madrasah Ibtidaiyah juga
menyatakan sering lupa memotong kuku apabila sudah panjang, walaupun sudah
ada peraturan dari sekolah untuk setiap hari senin memotong kuku.
Adapula siswa yang aspek hygienenya atau kebiasaan memotong kukunya
tidak baik tetapi tidak terdapat telur cacing. Hal ini karena pada saat makan orang
tua siswa menyuapi makanan dengan sendok atau siswa tersebut memakai sendok
pada saat makan.
Menurut Luize (2004) bahwa penularan cacingan diantaranya adalah
melalui tangan yang kotor. Kuku jari tangan yang kotor yang kemungkinan
terselip telur cacing akan tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila
tidak terbiasa mencuci tangan memakai sabun sebelum makan.
Kebiasaan anak-anak bermain ditanah atau di luar rumah tanpa
menggunakan alas kaki atau memakai sandal merupakan kesenangan tersendiri
bagi anak sekolah Madrasah Ibtidaiyah. Hasil penelitian menunjukan bahwa 70
siswa (79,5%) yang tidak memakai alas kaki atau sandal pada saat bermain di
tanah ataupun diluar sekolah. Hal ini juga diperparah dengan siswa yang setelah
bermain tanpa mencuci tangannya memakai sabun.
Menurut hasil wawancara dengan salah seorang guru menyatakan bahwa
apabila musim hujan atau pada saat mereka ke sekolah turun hujan siswa yang
tempat tinggalnya ada pada Dusun Hungayo Timur bagian dalam tidak datang
kesekolah, hal ini dikarenakan jalan yang mereka lalui untuk kesekolah becek dan
17
sering airnya tergenang. Sehingga biasaanya siswa yang memaksakan diri untuk
ke Sekolah tidak memakai alas kaki dengan mempertimbangkan sepatunya tidak
kena air dan tidak cepat rusak.
Salah satu siswa yang aspek hygienenya atau kebiasaan memakai alas
kakinya tidak baik tetapi tidak terdapat telur cacing. Hal ini dikarenakan halaman
yang pada saat mereka bermain tanahnya tersemen dan berumput.
Siswa di Sekolah Madrasah Ibtidaiyah apabila sudah waktu istirahat
mereka bermain tanpa memakai alas kaki dan pada waktu pulang ke rumah
sepatunya sudah tidak dipakai lagi.
Menurut Sajimin (2000) menyatakan bahwa penyakit cacingan pada
manusia dipengaruhi oleh prilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasinya
terhadap lingkungan. Penyakit cacingan banyak ditemukan didaerah dengan
kelembaban tinggi dan terutama terkena pada kelompok masyarakat dengan
hygiene dan sanitasi yang kurang.
4.2.3 Tabulasi Silang
4.2.3.1 Aspek Hygiene dengan Kotoran Kuku
Kejadian kecacingan dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang kurang
hygienes. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya kecacingan. Dalam
penelitian ini menunjukan bahwa sebanyak 60 siswa (82.2%) yang tidak terbiasa
mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar dan dari 60 siswa
terdapat 14 siswa (18.0%) positif menderita kecacingan atau terdapat telur cacing.
Hal ini menunjukan bahwa pentingnya mencuci tangan sebelum makan dan
18
sesudah buang air besar yang tentu saja menggunakan sabun agar kotoran-kotoran
kuku yang melekat pada jari tangan dapat dibersihkan.
Siswa yang tidak membiasakan diri mencuci tangan dapat menyebabkan
terjadinya kecacingan, atau terdapat keterkaitan antara kebiasaan mencuci tangan
sebelum makan dan sesudah buang air besar dengan penyakit kecacingan. Hal ini
menunjukan bahwa dengan adanya kebiasaan siswa untuk mencuci tangan
sebelum makan dapat membuang kotoran-kotoran yang melekat pada kuku siswa
sehingga kotoran tersebut tidak masuk kedalam tubuh atau mulut yang pada
kontribusinya penyebab terjadinya kecacingan.
Kuku yang panjang tentu saja dapat menjadi tempat melekatnya berbagai
kotoran maupun telur cacing yang kemudian dapat masuk kedalam tubuh sewaktu
mengkonsumsi makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu. Kuku yang
panjang tentu saja karena tidak dipotong dalam jangka waktu seminggu. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa kuku panjang serta tidak membiasakan diri
memotong kuku seminggu sekali menyebabkan terjadinya penyakit kecacingan.
Sebanyak 14 siswa (18.1%) dari 63 (82.9%) siswa yang positif terdapat
telur cacing atau menderita kecacingan dan tidak membiasakan diri memotong
kuku seminggu sekali. Hal ini terjadi karena telur cacing yang masuk kedalam
tubuh melalui makanan yang tersaji dalam tempat terbuka dan sanitasinya jelek.
Kebiasaan memakai alas kaki kurang berpengaruh terhadap penyakit
kecacingan, hal ini disebabkan karena kotoran-kotoran melekat atau berada pada
kotoran kuku kaki sehingga sangat tidak mungkin menyebabkan masuknya
kotoran kedalam mulut. Sebanyak 14 siswa (18.8%) dari 56 siswa (81.2%) yang
19
positif terdapat telur cacing atau menderita kecacingan dan tidak membiasakan
memakai alas kaki.
4.2.3.1 Aspek Hygiene dengan Tinja
Siswa yang tidak membiasakan diri mencuci tangan sebelum makan dan
sesudah buang air besar dapat menyebabkan terjadinya kecacingan, atau terdapat
keterkaitan antara kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang
air besar dengan penyakit kecacingan. Hal ini menunjukan bahwa dengan adanya
kebiasaan siswa untuk mencuci tangan sebelum makan dapat membuang kotoran-
kotoran yang melekat pada kuku siswa sehingga kotoran tersebut tidak masuk
kedalam tubuh atau mulut melalui tanah yang tercemar oleh tinja yang terdapat
telur cacing. Sebanyak 20 siswa (27.0%) dari 54 siswa (73.0%) yang positif
terdapat telur cacing atau menderita kecacingan.
Tabel 4.11 menunjukan bahwa sebanyak 20 siswa (26.0%) dari 57 siswa
(74.0%) yang positif telur cacing atau menderita kecacingan. Dengan adanya
keterkaitan antara kebiasaan memotong kuku dengan penyakit kecacingan, maka
siswa yang tidak terbiasa memotong kukunya menyebabkan kuku panjang dan
cenderung untuk kotor karena dibarengi dengan kebiasaan bermain tanah.
Sehingga kotoran maupun telur cacing yang melekat dikuku masuk kedalam
tubuh melalui mulut sewaktu makan. Hal ini lama kelamaan akan menjadi pemicu
terjadinya kecacingan.
Kebiasaan memakai alas kaki pada aspek hygiene dan kotoran kuku
kurang berpengaruh terhadap penyakit kecacingan, hal ini disebabkan karena
kotoran-kotoran melekat atau berada pada kotoran kuku kaki sehingga sangat
20
tidak mungkin menyebabkan masuknya kotoran kedalam mulut. Sebanyak 20
siswa (28.6%) dari 50 siswa (71.4%) yang positif terdapat telur cacing atau
menderita kecacingan dan tidak membiasakan memakai alas kaki.