Top Banner
BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN TANAH Pembahasan dalam Bab IV merupakan sebuah analisa dari data lapangan yang telah dideskripsikan dalam Bab III. Penulis menganalisa pokok-pokok yang dikembangkan dalam Bab III dengan landasan teori yang ada di Bab II. Penulisan ini ditujukan untuk menjawab rumusan masalah sebagaimana yang telah ditulis pada Bab I. 1. Dampak Pembangunan bagi Pergeseran Kearifan Lokal Pembangunan adalah suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara sadar oleh Pemerintah dan masyarakat untuk mengubah kehidupan ke arah yang lebih baik. 1 Pembangunan dan percepatan arus pasar seringkali diamati terjadi di daerah perkotaan sementara bagi masyarakat di pedalaman seringkali tidak terjangkau dengan baik. Untuk itulah pemerintah membuka pintu bagi masuknya perusahaan di daerah pedalaman Kalimatan Barat dengan tujuan membangun kehidupan perekonomian di pedalaman sekaligus menjadi sumber pendapatan daerah. Kalimantan Barat dijadikan sebagai daerah potensi pemasok kayu dan hasil potensial dari hutan dan perkebunan untuk kebutuhan pasar regional maupun internasional sehingga dapat menghasilkan devisa yang sangat besar bagi anggaran pendapatan nasional. 2 Proses ini adalah bagian dari proses globalisasi yaitu terkait tentang pasar, perekonomian, hubungan antar negara dan penyebaran ke pelosok. Proses ini yang menjadikan masyarakat yang terpencil menjadi bagian dari proses percepatan gerak perekonomian di dunia. 1 Syarif Ibrahim Alqadrie, “Dampak Perusahaan HPH & Perkebunan terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi dan Budaya Penduduk Setempat di Daerah Pedalaman Kalimatan Barat,” Paulus Florus (ed) Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi (Pontianak: Institut Dayakologi, 2001), 220. 2 Alqadrie, “Dampak Perusahaan HPH…”Kebudayaan Dayak…,221.
12

BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

Apr 03, 2019

Download

Documents

lyhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

BAB IV

ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN

TANAH

Pembahasan dalam Bab IV merupakan sebuah analisa dari data lapangan yang telah

dideskripsikan dalam Bab III. Penulis menganalisa pokok-pokok yang dikembangkan dalam

Bab III dengan landasan teori yang ada di Bab II. Penulisan ini ditujukan untuk menjawab

rumusan masalah sebagaimana yang telah ditulis pada Bab I.

1. Dampak Pembangunan bagi Pergeseran Kearifan Lokal

Pembangunan adalah suatu rangkaian usaha terencana yang dilakukan secara

sadar oleh Pemerintah dan masyarakat untuk mengubah kehidupan ke arah yang lebih baik.1

Pembangunan dan percepatan arus pasar seringkali diamati terjadi di daerah perkotaan

sementara bagi masyarakat di pedalaman seringkali tidak terjangkau dengan baik. Untuk

itulah pemerintah membuka pintu bagi masuknya perusahaan di daerah pedalaman Kalimatan

Barat dengan tujuan membangun kehidupan perekonomian di pedalaman sekaligus menjadi

sumber pendapatan daerah. Kalimantan Barat dijadikan sebagai daerah potensi pemasok kayu

dan hasil potensial dari hutan dan perkebunan untuk kebutuhan pasar regional maupun

internasional sehingga dapat menghasilkan devisa yang sangat besar bagi anggaran

pendapatan nasional.2 Proses ini adalah bagian dari proses globalisasi yaitu terkait tentang

pasar, perekonomian, hubungan antar negara dan penyebaran ke pelosok. Proses ini yang

menjadikan masyarakat yang terpencil menjadi bagian dari proses percepatan gerak

perekonomian di dunia.

1 Syarif Ibrahim Alqadrie, “Dampak Perusahaan HPH & Perkebunan terhadap Kehidupan Sosial

Ekonomi dan Budaya Penduduk Setempat di Daerah Pedalaman Kalimatan Barat,” Paulus Florus (ed)

Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi (Pontianak: Institut Dayakologi, 2001), 220.

2 Alqadrie, “Dampak Perusahaan HPH…”Kebudayaan Dayak…,221.

Page 2: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

Hal yang menjadi kekhawatiran dari beberapa lembaga adat di Kalimantan Barat dan

pemerhati lingkungan ialah kehadiran perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

yang didukung oleh pemerintah memberi dampak negatif terutama bagi kearifan lokal

masyarakat Dayak di Kalimantan Barat. Bahwa pembangunan yang didengungkan oleh

pemerintah sebenarnya memberi celah bagi perusahaan HPH untuk menguasai tanah milik

masyarakat adat. Tekanan terhadap masyarakat adat dengan dalil pembangunan dimulai dari

masa pemerintahan Suharto dengan mengizinkan perusahaan swasta mengembangkan

perkebunan skala besar dan memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk membuat

perkebunan di pedalaman Kalimantan Barat. Tekanan terhadap masyarakat adat ini adalah

nalar dagang sebagai bagian dari globalisasi menitikberatkan strategi ekonomi untuk

peningkatan Growth Domestic Progress (GDP)3

Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia tanpa batas.

Fase-fase dalam globalisasi menunjukkan adanya kompetisi, pasar dan kerjasama antar

negara.Tuntutan dari globalisasi ialah keterkaitan dengan proses besar dunia atau akhirnya

menjadi terasing. Proses keterkaitan ini banyak terjadi dalam hal ekonomi. Itulah yang

disebutkan dengan yang ekonomi mulai membudaya sedangkan yang budaya semakin

menjadi yang ekonomis. 4 Proses globalisasi ini melihat dari perkembangan perusahaan

dalam tuntutan kepentingan pasar dan proses itu juga mendorong negara untuk memenuhi

tuntutan akan kebutuhan dan ikut serta persaingan (kompetisi) serta kolaborasi. Ujud dari

persaingan dan kolaborasi itu ialah kebutuhan untuk memajukan perekonomian. Cara yang

ditempuh untuk memajukan perekonomian disertai dengan pemberdayaan atas sumber daya

alam maupun sumber daya manusia.

3 Dominggus Elcid Li, “Tanah Ulayat, Kapitalisme Global dan Sikap Gereja”, Zakaria Ngelow (ed)

Teologi Tanah (Makassar: Yayasan Oase Intim, 2015), 227.

4 George Ritzer dan Barry Smart, Handbook Teori Sosial (Bandung: Mega Media, 2011), 921.

Page 3: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang mengalami perubahan dalam bidang

ekonomi, sosial dan budaya. Penulis mengamati dari segi budaya ialah pergeseran

pemahaman mereka terhadap nilai kearifan lokal. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dipaparkan dalam bab III diketahui bahwa masyarakat Dayak Bakati sangat menjunjung

tinggi nilai tanah. Tanah bagi mereka adalah hidup/nyawa tidak boleh dipindahtangankan

apalagi dijual sehingga tanah mereka jaga dan wariskan kepada generasi berikutnya. Tanah

bukan sebagai lahan komoditas tetapi sebagai pemberi hidup.

Masyarakat di pedalaman Kalimantan memiliki pola hidup sederhana yaitu bekerja

sebagai petani. Pemahaman mereka tentang menjalani hidup adalah dengan bergantung

sepenuhnya dengan apa yang diberikan oleh alam. Itulah sebabnya mereka tidak mengenal

istilah jual-beli tanah pada zaman dahulu kala. Tanah dan kekayaan alam adalah pilar

kehidupan masyarakat Dayak.5 Penulis mencoba menemukan kata ‘jual-beli’ tentang dalam

buku Aturan Adat tetapi tidak ditemukan. Istilah ini baru kemudian muncul saat masuknya

perusahaan perkebunan kelapa sawit dan penambangan di Kalimantan Barat. Penulis

mengamati telah terjadi pergeseran kearifan lokal seiring dengan masuknya perusahaan di

Sungai Kajang. Hal ini ditandai dengan beberapa perilaku

a. Penjualan tanah baik secara pribadi maupun kelompok kepada perusahaan

dengan cara Hak Guna Usaha (HGU) dan juga kepada pemilik modal pribadi.

b. Munculnya persoalan sengketa tanah karena ukuran dalam kehidupan sosial

ialah materi (uang) dan mengakibatkan luruhnya nilai trust antara sesama

orang dayak. Padahal dahulu mereka memiliki keenganan untuk melanggar

batas tanah milik orang lain. Batas tempasan antara satu dengan yang lainnya

dilandasi oleh rasa percaya dan kesadaran bahwa milik orang lain pantang

untuk dilanggar

5 Stepanus Djuweng dan Welas Karenak, Manusia Dayak, Orang Kecil yang Terperangkap

Modernisasi (Pontianak: Institut Dayakologi, 2005), 5.

Page 4: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

c. Munculnya keserakahan yang mengakibatkan luruhnya nilai sakral tanah.

Luruhnya nilai sakral dan religius dari hutan atau tanah ulayat. Buktinya tanah

ulayat dapat dijual bahkan oleh orang yang seharusnya lebih menghargai nilai

tanah itu sendiri.

Pergeseran kearifan lokal ini menurut penulis membawa perubahan perilaku hidup

antar masyarakat di Sungai Kajang. Materi menjadi ukuran bagi seseorang untuk bisa terus

mengikuti pola hidup yang tidak lagi sederhana seperti sedia kala. Sehingga amat

disayangkan bahwa pergeseran kearifan lokal ini tidak hanya berdampak bagi kerusakan

ekologi tetapi utamanya bagi pola relasi antar masyarakat dalam perilaku yang berbeda

dengan zaman dahulu. Hiruk pikuk kegiatan ekonomi mungkin membawa dampak positif

tetapi juga membawa ke dampak negatif dalam hal sosial – budaya seperti munculnya

individualisme, hilangnya kepercayaan, gotong-royong dan penghargaan yang berlebihan

pada materialisme.6

2. Keterbatasan Daya Cipta dan Tuntutan Hidup Masa Kini

Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang dapati disebutkan sebagai masyarakat

adat karena mayoritas penduduk merupakan sekumpulan penduduk yang hidup berdasarkan

asal-usul leluhur dalam suatu wilayah geografis tertentu. Masyarakat adat sebenarnya

memiliki hak otonom untuk menentukan hidupnya dan memanfaatkan kekayaan sumber daya

alam (terutama tanah) yang selalu akrab dengan hidupnya melalui kearifan.7 Keterbatasan

pengetahuan membuat masyarakat memiliki pemahaman yang sederhana tentang bagaiamana

caranya mengelola tanah. Prinsip dalam pengelolaan tanah ialah menjadikan tanah sebagai

sumber untuk mendapatkan pangan sehingga menjadikan mereka hidup sebagai petani.

6 Syarif Ibrahim Alqadrie “Mesianisme dalam Masyarakat Dayak di Kalimantan Barat: Keterkaitan

antar Unsur Budaya Khususnya Kepercayaan Nenek Moyang dan Realitas Kehidupan Sosial Ekonomi,” Paulus

Florus (ed) Kebudayaan Dayak: Aktualisasi dan Transformasi (Pontianak: Institut Dayakologi, 2001), 220.

7 Anton P Widjaja, Menolak Takluk: Panduan Pendidikan Aktivis Masyarakat (Pontianak: Institut

Dayakologi, 2008), 67.

Page 5: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

Masuknya arus globalisasi yang ditandai dengan hadirnya perusahaan kelapa sawit di

daerah Sungai Kajang membuka penawaran kompleks atas hidup mereka. Berdasarkan hasil

penelitian yang penulis dapatkan ialah mulai muncul beragam jenis pekerjaan dan munculnya

suku-suku lain seiring dengan masuknya perusahaan di daerah Sungai Kajang. Mulai terjadi

pembauran antara yang homogen dengan yang heterogen. Inilah yang dimaksudkan dengan

terjadinya perjumpaan antara yang homogen dan yang heterogen menurut Roland Robertson

sebagai saling keterhubungan, melihat adanya perbedaan dan perluasan hubungan manusia

dalam globalisasi.8 Perluasan hubungan antara manusia ini menciptakan proses pertukaran

informasi sehingga yang tadinya pemahaman mereka dalam mengelola tanah hanya satu

tetapi kemudian dapat berkembang. Walaupun awalnya terjadi ‘shock’ atas perjumpaan

tersebut, yang ditandai karena keterbatasan daya cipta mereka seperti ketika mengambil

pilihan untuk menjual tanah.

Pilihan-pilihan yang mereka ambil ketika mereka ingin menjual tanah didorong oleh

keterbatasan mereka karena tentang pemahaman dan pengelolaan atas tanah. Masyarakat

Dayak Bakati di Sungai Kajang di satu sisi belajar tentang keragaman dan perbedaan, variatif

pola hidup dan pekerjaan tetapi mereka belum mampu untuk bersaing dalam arus tersebut

sehingga pilihan yang mereka ambil untuk bisa mengikuti adalah dengan menjual tanah.

Keterbatasan daya cipta mereka dalam mengelola tanah akhirnya mendorong mereka untuk

menjual tanah saat masuknya berbagai arus informasi yang menuntut pada pola hidup baru.

Penulis memperhatikan mereka menjual tanah karena sebagai besar oleh alasan

ekonomi dan tuntutan hidup masa kini. Dampak dari globalisasi memang membawa pengaruh

akan kesadaran untuk peningkatan taraf hidup yang lebih baik. Bahwa tidak bisa dipungkiri

standar hidup yang lebih baik itu seringkali diukur berdasarkan pada nilai yang ada di luar

(universal) sehingga mereka pun terdorong untuk bisa menyamai ataupun mengikuti standar

8 Mike Featherstone, Global ModernitiesTheory Culture and Society (London: Sage Publication,

1995),26.

Page 6: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

tersebut. Tidak bisa dipungkiri pula hal ini tidak sepenuhnya negatif karena penulis melihat

tuntutan hidup masa kini kembali membuat mereka menentukan pilihan untuk kehidupan

yang lebih baik bagi masa depan anak –anak mereka dengan menyekolahkan anak-anak

mereka sampai tingkat universitas/ perguruan tinggi. Apabila sebelumnya pilihan hidup anak-

anak mereka terbatas pada masa kini pilihan itu terbuka beragam walaupun tidak bisa

dipungkiri tindakan yang mereka ambil dengan cara terbatas yaitu menjual tanah. Namun

penulis melihat kesadaran akan nilai universal ini juga suatu waktu akan membuka kesadaran

mereka akan pemahaman yang lebih baik dan tidak mungkin seperti Roland Robertson

katakan justru akan menimbulkan kesadaran global. Kesadaran ini justru terbentuk ketika

pemahaman dan pengetahuan mereka semakin berkembang.

Inti dari poin hubungan keterbatasan daya cipta dan tuntutan ekonomi masa kini maka

ialah perlunya untuk terus belajar dan mengembangkan diri. Proses untuk belajar dan

mengembangkan diri ini didapat tidak pada nilai partikular tetapi dalam pengenalan yang

universal. Proses ini terjadi setelah melihat bahwa yang universal tidak selamanya

ditempatkan sebagai yang bertentangan dengan yang partikular. Dengan terbukanya peluang

untuk mendapatkan pengetahuan dan semakin terbukanya keterhubungan antara yang satu

dengan yang lainnya semakin membuat penemuan kembali yang partikular menjadi muncul

sebagai bagian yang universal. Inilah yang dimaksudkan oleh Robertson situasi yang

memungkinkan munculnya pengetahuan yang beragam.9

Penulis menemukannya berdasarkan hasil penelitian bahwa saat ini ada upaya untuk

memperjuangkan kembali tanah adat yang pernah dijual sebelumnya. Penulis juga

menemukan secara komunal mereka juga dipersatukan oleh kesatuan mereka sebagai

masyarakat adat ketika terjadi proses kerjasama dengan pihak perusahaan. Bahwa

berdasarkan hasil penelitian penulis juga ditemukan mereka yang menjual tanah berusaha

9 Featherstone, Global ModernitiesTheory, Culture and Society…,31.

Page 7: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

untuk tidak menjual tanah secara habis, misalnya dari 60 hektar tanah yang mereka miliki

maka tanah yang diserahkan kepada perusahaan sebesar 10-12 persen saja. Hal ini

dimungkinkan terjadi ketika adanya kesadaran dan berkembangnya pengetahuan dari

beberapa perangkat adat pada saat ini dibanding pengurus adat sebelumnya. Saat ini saja telah

terjadi pembentukan koperasi sebagai cara mereka bersatu untuk tidak lagi membiarkan hak-

hak mereka sebagai pemilik tanah mengalami kerugian. Kesadaran mereka untuk tidak

menjual lepas (HGU) tetapi mulai proses tawar menawar dalam perjanjian kerjasama

menunjukkan mereka mulai memiliki kesadaran komunal ataupun kesadaran global akan

keberadaan mereka.

3. Peran Kearifan Lokal di Era Globalisasi

Kearifan lokal atau local wisdom dalam disiplin ilmu antropologi dikenal dengan

istilah local genius.10 Kearifan lokal juga adalah penanda partikular dan identitas yang

menjadikan satu kelompok berbeda dengan kelompok yang lainnya. Kearifan lokal

masyarakat Dayak Bakati melihat tanah sebagai ‘hidup’ tidak memiliki tanah berarti hilang

identitas sebagai orang dayak. Oleh karena itu tanah tidak dilihat sebagai komoditas tetapi

sebagai pemberi hidup hasil dari kebaikan Jubata. Tanah tidak untuk diperjualbelikan dengan

mudahnya tetapi tanah dapat dipakai untuk kebaikan hidup bersama. Namun gempuran arus

globalisasi merubah itu semua ditambah dengan alat kekuasaan yaitu pemerintah yang

memberi izin kepada perusahaan untuk mengelola tanah milik masyarakat di pedalaman

Kalimantan.

Masyarakat Dayak Bakati di Kalimantan Barat sebagian besar telah memperjualkan

tanah mereka. Kebutuhan ekonomi menjadi jawaban sebagian besar mengapa tanah itu dijual.

Persoalan lama dari konteks masyarakat di pedalaman yang belajar untuk mengikuti pola

10 Ade Putri Royani, Glokalisasi http://blog.unnes.ac.id/adeputriroyani/2015/11/05/universalisme-

versus-partikularisme diakses pada 21 November 2017.

Page 8: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

perubahan dalam arus globalisasi. Masyarakat Dayak Bakati di Sungai Kajang mengakui

masih berusaha mempertahankan tanah mereka. Tidak semua habis dijual, tidak semua

diserahkan karena mereka sadar tanah itu adalah bagian hidup mereka. Pertanyaanya sampai

berapa lama kah mereka mampu mempertahankan tanah ini. Apakah kearifan lokal tentang

tanah sebagai ‘hidup’ masih kuat mereka pegang teguh untuk tidak habis dijual? Menurut

Robertson dalam tesisnya tentang glokalisasi meyakinkan bahwa dunia memang sedang

berkembang tetapi perlu kekuatan individu untuk menyadari keunikannya.11 Keunikannya

dalam hal memiliki kearifan lokal yang menjaga tanah sebagai bagian hidup dan terkait

dengan ritus dan kegiatan masyarakat kiranya dapat dipertahankan. Bahkan kearifan lokal

untuk mengingat kembali tanah perlu diistirahatkan dan tidak terus dikelola menjadi penanda

agar mereka tidak terus menjual tanah tersebut kepada pihak perusahaan.

Penulis meyakini ada hal baik dari kearifan lokal yang telah bertahan ratusan tahun

dan tidak boleh begitu saja digantikan oleh nilai-nilai modernisasi. Kearifan lokal telah

bertahan ratusan tahun dan terbukti untuk beberapa hal, yaitu:

- Untuk keberlangsungan ekologi atau keseimbangan alam

- Untuk menjaga komunal persekutuan

- Untuk keberlangsungan identitas mereka sebagai orang Dayak karena kalau tidak

mereka akan tergeser dan keunikan mereka terancam punah

Penulis juga tidak menafikan bahwa pada saat ini kearifan lokal seakan tidak

mengakomodir akan tuntutan hidup masa kini. Kebutuhan dan tuntutan hidup masa kini yang

juga menawarkan kebaikan bagi perkembangan agar tidak tergerus oleh arus ini. Tuntutan

dalam arus globalisasi yaitu: mengikuti dan menjawab akan percepatan arus informasi dan

teknologi dan mengikuti kebutuhan masa kini termasuk salah satunya ialah pendidikan yang

lebih maju.

11 Mike Featherstone, Global Modernities Theory, Culture and Society,(London: Sage Publication), 40

-41.

Page 9: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

Hal yang perlu dilakukan ialah bagaimana mereka bertahan untuk tidak menjual

dengan menghayati tanah itu ‘hidup’ tidak selalu harus diperas untuk kepentingan ekonomi

sementara mereka ada dalam pusaran ekonomi? Harapannya dengan tanah yang masih

mereka miliki itu tidak habis dijual, tidak semua diserahkan. Penguatan nilai kearifan lokal

ini perlu terus dikembangkan untuk menemukan kembali ‘akar’ dan ‘rumah’ mereka sebagai

masyarakat lokal.12 Langkah-langkah seperti apa yang dapat dilakukan? Menurut Robertson

perlu hubungan timbal balik antara universal dengan partikular ini. Yaitu mengambil apa

yang baik dari arus globalisasi kemudian diterapkan untuk pengembangan kearifan lokal.

Proses kerjasama untuk kembali memperjuangkan identitas mereka dalam perjuangan tanah

ulayat kiranya menjadi cara awal untuk memulai proses glokalisasi. Kini saatnya yang lokal

dikuatkan untuk bisa bertahan dalam arus globalisasi.

4. Kearifan Lokal yang Dikembangkan

Penulis melihat bahwa kearifan lokal merupakan bentuk warisan leluhur bangsa yang

menunjukkan keselarasan hidup antara sesama dan alam. Sementara globalisasi seringkali

ditampakkan sebagai wajah modernisasi yang menggerus keselarasan hidup bersama alam

tersebut. Eksploitasi dan komersialisasi seakan berlawanan atau bertentangan dengan nilai-

nilai yang terdapat pada kearifan lokal. Padahal arus globalisasi sedemekian kuat dan tak

terbendungkan. Manusia modern pun digambarkan sebagai manusia yang sangat bergantung

dengan kecanggihan teknologi sebagai bagian dari arus globalisasi tersebut. Hal inilah juga

yang mendorong globalisasi semakin meluas dan tumbuh dengan cepat sampai ke pelosok

daerah di Indonesia.

Penulis melihat kearifan lokal memiliki nilai baik yang seharusnya tidak boleh

ditinggalkan dalam arus globalisasi. Bahkan kearifan lokal dapat dipakai untuk menjadikan

kontribusi yang berarti di tengah gempuran kapitalis yang bersamaan hadir dengan

12 Featherstone, Globarl Modernities…,35

Page 10: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

globalisasi.13 Kearifan lokal dikembangkan dengan memanfaatkan juga pada hal yang baik

yang terdapat dalam globalisasi yang dikenal melalui istilah Roland Robertson yaitu

glokalisasi.

Glokalisasi melibatkan interaksi kebudayaan lokal dan global yang akhirnya terdapat

keberagaman dalam masyarakat. Glokalisasi merupakan hubungan timbal balik antara budaya

lokal dan budaya global sehingga yang lokal tidak hilang di tengah arus yang global.14 Hal ini

sebagaimana tampak dicontohkan dalam kasus penerapan glokalisasi di kampung Kuta

Bali.Kampung Kuta Bali menerapkan glokalisasi dengan cara tetap mempertahankan

kepercayaan akan hutan keramatnya dengan berbagai aturan adat (seperti: memakai pakaian

khusus, tidak boleh membuat kotor, memasuki hutan hanya pada hari-hari tertentu, tidak

boleh meludah, tidak boleh berkata kasar/kotor,dll). Hutan tersebut kemudian dikembangkan

menjadi hutan produksi gula aren yang diperlihatkan kepada turis dengan tetap menunjukkan

kesakralan hutan tersebut pada bagian atau hari tertentu.15 Sehingga masyarakat di kampung

Kuta Bali tidak menjual tanahnya secara mudah hanya untuk kepentingan pasar tetapi

menjadikan hutan keramat mereka juga sebagai bagian budaya yang dilestarikan tetapi tetap

punya nilai produksi yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Penulis mengamati pola yang diterapkan di kampung kuta Bali kiranya dapat juga

menjadi pembelajaran bagi daerah-daerah lain di Indonesia. Kalimantan Barat khususnya

komunitas masyarakat dayak pun memiliki kearifan lokal yang patut dilestarikan tetapi juga

akhirnya secara kreatif dapat dikembangkan untuk kebaikan bagi masyarakat lokal. Tidak

selamanya globalisasi hanya dinilai negatif walaupun arusnya sedemikian kuat dalam

13 Ade Putri Royani, Glokalisasi http://blog.unnes.ac.id/adeputriroyani/2015/11/05/universalisme-

versus-partikularisme diakses pada 21 November 2017.

14 Ade Putri Royani, Glokalisasi http://blog.unnes.ac.id/adeputriroyani/2015/11/05/universalisme-

versus-partikularisme diakses pada 21 November 2017.

15 Ade Putri Royani, Glokalisasi http://blog.unnes.ac.id/adeputriroyani/2015/11/05/universalisme-

versus-partikularisme diakses pada 21 November 2017.

Page 11: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

menggempur nilai lokal masyarakat. Persoalannnya saat ini mampukah setiap masyarakat

bertahan dalam nilai lokal sambil menemukan yang positif untuk dikembangkan dalam arus

globalisasi ini agar tidak melulu menjadi korban dari kapitalisme.

5. Rangkuman

Keempat poin yang telah disebukan penulis hendak merunutkan bagaimana penulisan

tesis ini sesuai dengan permasalahan yang ditemukan di komunitas masyarakat Dayak Bakati

di Sungai Kajang. Pertama bahwa benar telah terjadi pergeseran kearifan lokal dalam arus

globalisasi. Globalisasi membawa pengaruh negatif yang turut meluruhkan nilai-nilai

kearifan lokal yang ekologis di tengah komunitas masyarakat Dayak Bakati. Merekat

terpengaruh oleh cepatnya arus globalisasi dan perubahan itu tampak dalam kehidupan sosial

budaya masyarakat Dayak Bakati. Namun globalisasi di satu sisi membawa dampak positif

bagi masyarakat yaitu pendidikan.

Akses jalan dan informasi membuata mereka sadar akan pentingnya pendidikan yang

lebih baik bagi masa depan anak-anak mereka. Itulah alasan mengapa mereka tidak menyesal

untuk menjual tanah tersebut. Kesadaran akan tuntutan hidup masa kini yang tidak lagi

mampu diimbangi oleh keterbatasan sumber daya manusia. Perlu menjadi lebih kreatif, perlu

menjadi lebih berilmu, perlu menjadi lebih baik untuk bisa melawan arus deras globalisasi.

Percepatan menuntut manusia untuk tidak lagi diam dan akhirnya dilindas dan digilas oleh

arus globalisasi ini. Oleh karena itu mereka sadar bahwa sekeliling mereka menuntut

perubahan. Harapannya dengan perubahan itu membawa kebaikan bagi masa depan anak

mereka. Dengan perbaikan tingkat pendidikan maka mereka akan belajar untuk tidak mudah

dimanfaatkan. Inilah yang dimaksudkan oleh Roland Robertson bahwa di globalisasi ini juga

muncul peningkatan kesadaran akan peradaban, sosial, etnis, regional dan individu.16

Sehingga keunikan pribadi bahkan nilai lokal diharapkan dapat terus dikuatkan dan memiliki

16 Featherstone, Globarl Modernities…,35

Page 12: BAB IV ANALISA KEARIFAN LOKAL DI TENGAH PENJUALAN …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/16945/4/T2_752016208_BAB IV...Globalisasi menyebar sampai ke pelosok dunia menjadikan dunia

peran dalam arus globalisasi. Namun kembali sebagai kekuatan individu generasi muda yang

terdidik diharapkan menyadari akan kearifan lokal yang mereka miliki sebagai masyarakat

Dayak bakati. Supaya perubahan itu menjadi lebih baik dan mereka tidak menerus menjual

tanah tetapi mengupayakan secara lebih kreatif atau memiliki daya cipta terhadap tanah

warisan nenek moyang mereka.