Top Banner
BAB IV AKHLAQ SOSIAL Pendahuluan Sejalan dengan banyaknya permasalahan sosial yang dibahas dalam Qur’an, bab ini akan menguraikan tentang Islam serta hubungan kemasyarakatannya. Permasalahan yang dibahas ini tidak terlepas dari kepentingan Islam untuk mengubah masyarakat dari yang ada sebelumnya menuju masyarakat yang diinginkan oleh Qur’an. Beragam contoh masyarakat yang hidup sebelum masa nabi Muhammad saw. Masyarakat yang digambarkan Qur’an melalui berbagai bentuk perilaku menyimpang dari ajaran yang telah ditetapkan Allah SWT. Nabi dan rasul sebelum Muhammad sebenarnya mempunyai tugas yang sama yaitu membenahi masyarakat mereka menuju keadaan yang lebih beradab. Keberadaban ini merujuk pada sebuah proses alamiah manusia yang mana memiliki keinginan-keinginan untuk menjadi lebih baik. Namun terkadang keinginan itu tidak berjalan sebagaimana harapan sehingga muncul perilaku-perilaku yang menjauhkan manusia itu sendiri dari sifat beradab. Oleh sebab persoalan itu maka diutus Nabi dan rasul ke dunia untuk mengembalikan manusia pada kodrat alamiahnya. Kodrat alamiah manusia sering dikatakan sebagai fitrah dalam Qur’an. Fitrah dalam pandangan Islam 77
33

Bab IV Aik 4 Siap Cetak

Nov 06, 2015

Download

Documents

Zheedn AsQq

AIK
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IV

AKHLAQ SOSIALPendahuluan

Sejalan dengan banyaknya permasalahan sosial yang dibahas dalam Quran, bab ini akan menguraikan tentang Islam serta hubungan kemasyarakatannya. Permasalahan yang dibahas ini tidak terlepas dari kepentingan Islam untuk mengubah masyarakat dari yang ada sebelumnya menuju masyarakat yang diinginkan oleh Quran. Beragam contoh masyarakat yang hidup sebelum masa nabi Muhammad saw. Masyarakat yang digambarkan Quran melalui berbagai bentuk perilaku menyimpang dari ajaran yang telah ditetapkan Allah SWT. Nabi dan rasul sebelum Muhammad sebenarnya mempunyai tugas yang sama yaitu membenahi masyarakat mereka menuju keadaan yang lebih beradab. Keberadaban ini merujuk pada sebuah proses alamiah manusia yang mana memiliki keinginan-keinginan untuk menjadi lebih baik. Namun terkadang keinginan itu tidak berjalan sebagaimana harapan sehingga muncul perilaku-perilaku yang menjauhkan manusia itu sendiri dari sifat beradab. Oleh sebab persoalan itu maka diutus Nabi dan rasul ke dunia untuk mengembalikan manusia pada kodrat alamiahnya.Kodrat alamiah manusia sering dikatakan sebagai fitrah dalam Quran. Fitrah dalam pandangan Islam merupakan watak dasar manusia yang suci. Kesucian itu menyebabkan manusia dapat melakukan hal baik dengan mudah tanpa paksaan dan bukan sebaliknya (Quraish Shihab ; 1998 ;256). Seperti firman Allah di surat ar-Rum ayat 30 :(((((((( (((((((( ((((((((( (((((((( ( (((((((( (((( ((((((( (((((( (((((((( ((((((((( ( (( ((((((((( (((((((( (((( ( ((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((((((( (((((((( (((((((( (( ((((((((((( ((((

30. Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.Maka jelas bahwa kebaikan merupakan faktor utama yang ingin diraih manusia dalam kehidupan di dunia. Meski ada pula pendapat para ahli yang menganggap manusia pada dasarnya buruk dan harus diperbaiki dengan menciptakan cara-cara tertentu melalui apa yang disebut etika. Pelurusan perilaku ini dilakukan atas dasar pertimbangan manusia sendiri bukan seperti yang dituntunkan Quran sehingga ruang lingkupnya terbatas pada kemanusiaan. Jadi tidak mengherankan bila antara etika yang satu dengan lainnya bisa berbeda. Sedangkan menurut Islam istilah akhlaq dapat disama-artikan dengan etika dengan cakupan yang lebih luas. Keluasan ini menyebabkan akhlaq yang dipegang oleh Islam bisa dilihat dalam bentuk yang sama dengan hanya merujuk pada satu tuntunan yakni Quran. Begitu pun untuk meraih kebaikan di dunia, manusia yang satu dengan yang lain saling berinteraksi berdasar satu tuntunan yang sama. Masyarakat dambaan Islam

Selain sebagai makluk yang secara fitrah baik, manusia juga secara fitrah adalah makhluk sosial. Artinya manusia tidak dapat dan tidak mungkin hidup seorang diri di dunia. Pertalian hidup antar manusia ditunjukkan Quran dengan cerita awal penciptaan Adam dan Hawa yang berlanjut hingga terbentuknya masyarakat besar yang sering disebut bangsa. Kemudian dari setiap bangsa yang pernah ada sudah diutus seorang pembawa risalah Allah, nabi dan rasul. Sebagaimana diungkapkan dalam dua ayat berikut :(((((( ((((((((((( ((( (((((((( (((( ((((((( ((((((( ((((((((( ((((( (((((( (((((((((( ( (((((((( (((((((((( ((( (((((((( (((((((((((( (((((( ((((( ((((((((( ((((((((( ((( (((((((((( ( ((((((((( (((((((((( (((((( (((((((((( (((((((((( ( (((((( ((((((((((( (((((

109. Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya diantara penduduk negeri. Maka tidakkah mereka bepergian di muka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan Rasul) dan Sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memikirkannya? (Q.S. Yusuf (12); 109)(((((((((((( ((((((((( (((((((( (((( ((((((((( ((((( ((((((((((((( ((( ((((((((( ((((((( (((((((( ((((((((( (((( ((((( ((((( ((((((((( (((((((((((( (((((((((((((( (((((((( ((((((((( (((((((((((((((( ( ((((( (((((((( (((((((((( (((((((( (((((((((((( ((((((( ((((((( ((((((((( ( ((((

58. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, Yaitu Para Nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Q.S. Maryam (19); 58)Al-Quran dipenuhi oleh kisah-kisah peradaban masa lampau yang telah punah. Setiap peradaban itu bisa berupa bangsa, negara atau sekelompok masyarakat yang pernah tinggal di suatu wilayah tertentu. Peradaban-peradaban tersebut melukiskan gambaran keindahan dan kejayaan di masanya. Kemudian disebabkan oleh sesuatu hal mereka harus punah tak tersisa dengan hanya meninggalkan puing-puing kejayaan mereka yang berserakan. Sisa-sisa peradaban itu masih bisa terlihat di beberapa tempat di muka bumi saat ini. Berbagai penemuan para ahli arkeologi dan antropologi membuktikannya. Dari peradaban yang pernah ada itu menggambarkan betapa Allah SWT menginginkan manusia sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Khalifatullah dimaksudkan agar manusia menjadi kepanjangan tangan Allah untuk memelihara dan memakmurkan isi dunia. Akan tetapi manusia tidak dilepas begitu saja, sebab di setiap masa, bangsa dan masyarakat Allah telah menurunkan seorang penganjur kebaikan yaitu nabi dan rasul. Mereka diutus oleh Allah untuk menyebarkan risalah-risalah-Nya demi kemakmuran dan kebaikan bumi dan isinya.

Namun yang terjadi sebaliknya, banyak sekali kerusakan yang telah diperbuat manusia sehingga menyebabkan mereka harus punah dan digantikan oleh peradaban lain. Penggantian yang bukan tanpa maksud karena mereka dianggap sudah tidak mampu mengayomi bumi. (((((( (((((((( (((( ((((((((((( ((( ((((((((( (((( (((((( ((((((((((( ((( (((((((( ((( (((( (((((((( (((((( ((((((((((((( ((((((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((((((((( ((((((((((( ((((((( ((( (((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((((( (((((((((((( (((( (((((((((( ((((((( (((((((((( ((( 6. Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyak generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, Padahal (generasi itu) telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, Yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain (Al-Anaam (6); 6)Di samping itu Quran menyebutkan berbagai macam perumpamaan masyarakat yang dipimpin oleh setiap nabi atau rasul Allah. Ada masyarakat Aad bersama nabi Hud, masyarakat Tsamud yang dibimbing oleh nabi Shaleh, atau masyarakat Madyan yang dibina oleh nabi Syuaib.(((((( (((((((((( (((((( ((((((((( ((( (((((((((( (((((( ((((( ((((((( ((((((((( (((((((( (((((((((((( ((((((((((( (((((((( ((((((((((((((((((( ( (((((((((( ((((((((( (((((((((((((((( ( ((((( ((((( (((( (((((((((((((( (((((((( ((((((((( ((((((((((( ((((((((((( ((((

70. Belumkah datang kepada mereka berita penting tentang orang-orang yang sebelum mereka, (yaitu) kaum Nuh, 'Aad, Tsamud, kaum Ibrahim, penduduk Madyan dan negeri-negeri yang telah musnah? telah datang kepada mereka Rasul-rasul dengan membawa keterangan yang nyata, Maka Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.(Q.S. at-Taubah (9); 70)(((((((( (((((((((((( (((((( (((((( (((( (((((((( (((((((((((((( (((((((((((((((( ((((((((((((( (((((((((( (((((((((((((

42. Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat yang sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kesengsaraan dan kemelaratan, supaya mereka memohon (kepada Allah) dengan tunduk merendahkan diri.(al-Anaam (6); 42)

Pengutusan Nabi dan rasul ini berakhir pada sosok Nabi Muhammad saw sebagai nabi terakhir. Sebagai figur nyata dari Quran, rasulullah mencontohkan hidupnya dalam menata masyarakat di masanya, yaitu masyarakat Madinah. Dengan basis nama Islam masyarakat Madinah membangun peradaban awal Islam yang mampu menembus ke jazirah di luar Arabia.

Bermula dari sebuah daerah kecil bernama Yathrib rasulullah menjadi figur pemimpin utama yang bukan berasal dari wilayah tersebut. Berada dalam beragam suku dan agama rasulullah dipercaya menjadi pemimpin yang diharapkan mampu menyatukan keberagaman masyarakatnya. Banyak sekali kisah-kisah sederhana yang bisa diambil tentang bagaimana rasulullah menyelesaikan berbagai persoalan umat dengan berlandaskan Quran.Madinah mempunyai arti kota. Sebelumnya kota ini hanya sebuah wilayah yang bernama Yathrib. Madinah setelah nabi saw hijrah pada tahun 622 M tidak seperti Madinah sebelum nabi hijrah. Terjadi perubahan spektakuler dalam sistem kepemimpinan dan tata kota di Yathrib. Madinah juga disebut Madinah al Munawarah (kota cahaya) atau Madinah al Nabi (kota nabi). Banyak literatur yang menceritakan bagaimana nabi bersama puluhan pengikutnya setelah peristiwa hijrah berusaha membangun wilayah itu menjadi sebuah kota besar dan bahkan peradaban. Seperti apakah masyarakat yang dipimpin oleh Nabi saw ? Pertama, masyarakat Madinah adalah masyarakat kota. Layaknya kebanyakan masyarakat kota di mana pun pasti merujuk pada kompleksitas. Bukan saja ketika masa Nabi saw, namun kompleksitas juga dialami oleh banyak nabi dan rasul sebelumnya. Hampir semua nabi dan rasul berada di tengah-tengah kota pada masanya. M. Dawam Rahardjo (1993 ; 53) menegaskan bahwa para nabi dan rasul itu selalu diutus kepada penduduk kota, sebab resiko berdakwah di kota lebih besar. Dalam Quran para rasul selalu saja ditolak dan didustakan. Sejalan dengan penjelasan Karen Amstrong (2000 ; 74-75) bahwa sebagaimana semua agama besar dan rasionalisme filosofis di Yunani, Islam adalah produk kota besar. Agama-agama dunia semuanya berkembang di suasana komersial kehidupan perkotaan. Jadi pilihan berdakwah pada masyarakat kota adalah rasional jika dihubungkan dengan kompleksitas masyarakatnya. Masyarakat kota dipandang lebih terpelajar, kritis dan skeptis terhadap apapun yang baru mereka terima, termasuk ajaran-ajaran baru. Sikap tidak mudah terpengaruh ini menyulitkan bagi siapa pun yang ingin mendakwahkan sesuatu. Nabi Muhammad mungkin melihat hal ini sebagai tantangan untuk berdakwah. Dan nabi saw berhasil menundukkan Yathrib menjadi Madinah yang juga berarti kota.Kedua, masyarakat Madinah merupakan masyarakat yang heterogen. Sebagaimana masyarakat kota umumnya terdiri dari berbagai macam suku, ras, atau agama. Sifat yang tidak homogen ini seringkali memunculkan banyak persoalan sosial. Wajar jika nabi dan rasul yang diutus pada masyarakat seperti ini akan menerima tantangan dan rintangan besar. Nabi saw ditantang untuk mampu mengatasi segala rintangan dengan ikhtiar penyatuan masyarakat yang heterogen. Masyarakat yang terdiri dari berbagai macam latar belakang cenderung membela kesukuan, agama, atau ras mereka sendiri. Sikap etnosentris masyarakat seperti ini dibutuhkan figur yang mampu mempersatukan dengan tegas. Ketokohan nabi Muhammad saw menjadi jawaban di masyarakat Madinah yang melakukan banyak sekali perubahan mendasar dalam tata aturan kemasyarakatan. Contoh paling monumenal adalah dilakukannya perjanjian Madinah atau lebih dikenal dengan Piagam Madinah.

Menurut banyak ahli Piagam Madinah merupakan suatu bentuk perjanjian modern pertama di dunia. Perjanjian ini memberikan gambaran pada masyarakat tentang pentingnya sikap toleransi dan persamaan hak di antara anggota masyarakat demi terciptanya kerukunan. Tanpa melihat latar belakang kesukuan, agama atau apa pun yang bisa menyebabkan konflik horisontal. Di dunia modern saat ini perjanjian semacam ini lumrah dilakukan oleh banyak negara. Bahkan sudah menjadi kebutuhan yang mendesak jika suatu perjanjian seharusnya tanpa memihak satu golongan atau kepentingan. Belum lagi apabila dalam sebuah negara memiliki banyak sekali ragam kesukuan atau agama yang rentan terhadap gangguan perpecahan.Gambaran masyarakat di atas bisa dijadikan rujukan Islam jika ingin membangun sebuah masyarakat. Tantangan ke depan barangkali lebih besar dari perkiraan. Jadi diperlukan beberapa syarat yang ketat dalam membangun masyarakat yang sesuai dengan pandangan Islam.Toleransi inter dan antar umat beragama dalam Islam

Umat muslim mempuyai dasar yang kuat untuk memahami perbedaan yang ada di masyarakatnya. Dasar itu merupakan pegangan bagi umat muslim saat ini jika harus berada bersama dengan umat yang lain. Seperti termaktub dalam Quran surat al-Hujurat ayat 13 :

((((((((((( (((((((( ((((( (((((((((((( (((( (((((( ((((((((( ((((((((((((((( (((((((( (((((((((((( ((((((((((((((( ( (((( (((((((((((( ((((( (((( ((((((((((( ( (((( (((( ((((((( ((((((( ((((

13. Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.Dalam ayat di atas tersirat sunnatullah adanya perbedaan yang terjadi di antara umat manusia di muka bumi. Tidak mengherankan jika nabi SAW pun menyadari akan hal ini dengan menerapkan suatu aturan yang terdapat dalam perjanjian piagam Madinah. Sebuah perjanjian yang juga mengigatkan kita tentang keberagaman yang hidup dalam negara ini.

Dasar mengapa Allah SWT menetapkan perbedaan sebagai sunnah-Nya adalah sangat beralasan. Pertama ; penghargaan terhadap kehidupan umat manusia. Artinya manusia dibimbing oleh Allah SWT untuk melihat perbedaan bukan sebagai dalih permusuhan atau perseteruan namun sebagai tolak ukur manusia untuk menyadari seberapa jauh mereka menghargai sebuah kehidupan manusia di bumi tanpa adanya saling menekan satu sama lain tetapi menyelaraskan dengan saling membantu dan tolong menolong. Meskipun mereka berasal dari latar belakang keyakinan yang berbeda namun demi kelangsungan hidup manusia di bumi apa pun semestinya diperjuangkan. Seperti diungkap dalam surat al-Baqarah ayat 177.

( (((((( (((((((( ((( ((((((((( ((((((((((( (((((( (((((((((((( (((((((((((((( ((((((((( (((((((( (((( ((((((( (((((( (((((((((((( (((((((( (((((((((((((((((( ((((((((((((( ((((((((((((((( (((((((( ((((((((( (((((( (((((((( ((((( (((((((((((( ((((((((((((((( (((((((((((((((( (((((((( (((((((((( (((((((((((((((( ((((( ((((((((((( ((((((((( ((((((((((( (((((((( ((((((((((( (((((((((((((( (((((((((((( ((((( (((((((((( ( ((((((((((((((( ((( (((((((((((((( ((((((((((((( ((((((( (((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( ((((((((( ( (((((((((((((( (((( ((((((((((((( (((((

177. Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.Kedua ; kebutuhan dasar manusia untuk bersaing. Jika dilihat sepintas kebutuhan ini berkonotasi negatif, namun jika dipahami lebih jauh hal ini wajar karena sifat manusia secara individual memerlukan pengakuan eksistensi dirinya. Pengakuan diri ini nampak pada aktualisasi diri setiap manusia untuk selalu tampil di hadapan manusia lain dengan mengemukakan perbedaan bukan persamaan. Dari sini akan muncul sifat bersaing yang saling menguji kreatifitas dan intelejensi yang dimaksudkan untuk mencari inovasi-inovasi baru yang akan mendukung kemajuan kehidupan manusia itu sendiri. Akan tetapi yang perlu ditekankan adalah persaingan yang dilakukan seyogyanya sehat, dalam arti tidak saling memusnahkan dan menindas. Selaras dengan itu istilah fastabiqul khoirat akan menemukan relevansinya. Perlombaan yang diharapkan adalah sehat untuk menuju tujuan kebaikan bukan yang lainnya. Surat al-Baqarah ayat 148 secara tegas mengatakan :

((((((((( (((((((( (((( ((((((((((( ( ((((((((((((((( ((((((((((((( ( (((((( ((( (((((((((( (((((( (((((( (((( (((((((( ( (((( (((( (((((( ((((( (((((( ((((((( (((((

148. Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dari dua alasan ini dapat ditangkap maksud ayat-ayat Allah yang seolah sengaja memelihara perbedaan. Jadi perbedaan antar manusia bukan untuk tujuan membahagiakan Allah sebagai penciptanya namun untuk tujuan kebahagiaan manusia sendiri. Tidak bisa dibayangkan jika manusia di seluruh bumi ini diciptakan dalam keadaan yang sama sekali tanpa perbedaan. Bisa dipastikan tanpa campur tangan Allah sekali pun manusia akan punah dengan sendirinya, sebab kehidupan akan berada pada titik diam tanpa perubahan. Maka cukup beralasan bila pengandaian surat al-Maidah ayat 48 menjadi bahan renungan :

((((((((((((( (((((((( ((((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((((( (((((( (((((((( (((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((((( ( ((((((((( ((((((((( (((((( ((((((( (((( ( (((( (((((((( (((((((((((((( ((((( (((((((( (((( ((((((((( ( ((((((( ((((((((( ((((((( (((((((( (((((((((((( ( (((((( (((((( (((( (((((((((((( (((((( ((((((((( (((((((( ((((((((((((((( ((( (((( (((((((((( ( ((((((((((((((( ((((((((((((( ( ((((( (((( (((((((((((( (((((((( (((((((((((((( ((((( ((((((( ((((( ((((((((((((( (((( 48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,

Yusuf Al-Qaradhawi (128-131 ; 2004) mencatat setidaknya ada empat prinsip filsafat pemikiran toleransi terhadap pihak lain. Pertama ; seorang muslim harus menelaah al-Quran untuk meyakini adanya perbedaan manusia dalam beragama merupakan kehendak Allah, sehingga tidak dikehendaki-Nya manusia dalam satu persamaan, seperti diungkap dalam surat Yunus ayat 99 :(((((( (((((( (((((( (((((( ((( ((( (((((((( (((((((( (((((((( ( ((((((((( (((((((( (((((((( (((((( (((((((((( ((((((((((( ((((

99. Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya ?Dan surat Hud ayat 118-119 :

(((((( (((((( (((((( (((((((( (((((((( (((((( ((((((((( ( (((( (((((((((( ((((((((((((( ((((( (((( ((( (((((( (((((( ( ((((((((((( (((((((((( ( (((((((( (((((((( ((((((( (((((((( (((((((( (((( (((((((((( (((((((((( ((((((((((( (((((

118. Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat,

119. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk itulah Allah menciptakan mereka, kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.Kedua ; penghitungan (hisab) amalan hidup manusia yang bukan dilakukan di dunia tapi di akhirat kelak dan hanya Allah yang maha tahu atas segala amal baik atau buruk manusia, jadi bukan manusia yang memutuskannya. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hajj ayat 68-69 : ((((( (((((((((( (((((( (((( (((((((( ((((( ((((((((((( (((( (((( (((((((( (((((((((( (((((( ((((((((((((( (((((( ((((((( ((((( ((((((((((((( ((((

68. Dan jika mereka membantah kamu, Maka Katakanlah: "Allah lebih mengetahui tentang apa yang kamu kerjakan".

69. Allah akan mengadili di antara kamu pada hari kiamat tentang apa yang kamu dahulu selalu berselisih padanya.Dan lebih jelas lagi di surat Asy-Syura ayat 15 :

((((((((((( (((((((( ( (((((((((((( (((((( (((((((( ( (((( (((((((( (((((((((((((( ( (((((( (((((((( (((((( ((((((( (((( ((( ((((((( ( (((((((((( (((((((( (((((((((( ( (((( ((((((( (((((((((( ( (((((( (((((((((((( (((((((( ((((((((((((( ( (( (((((( ((((((((( (((((((((((( ( (((( (((((((( ((((((((( ( (((((((((( ((((((((((( ((((

15. Maka karena itu serulah (mereka kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada semua kitab yang diturunkan Allah dan aku diperintahkan supaya Berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan Kami dan Tuhan kamu. bagi Kami amal-amal Kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara Kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali (kita)".Ketiga : perintah Allah bagi setiap muslim untuk berlaku adil terhadap siapapun meski mempunyai keyakinan yang berbeda. Penekanan berbuat adil menggambarkan sifat manusia yang kerapkali cenderung menyimpang dari nilai-nilai yang seharusnya seperti keadilan disebabkan perbedaan yang diyakininya. Asbabun nuzul dari surat an-Nisaa ayat 105-113 menunjukkan pembelaan Allah terhadap umat Yahudi yang diperlakukan tidak adil. Tidak seharusnya seseorang diperlakukan tidak adil hanya karena berbeda keyakinan.Keempat ; pemuliaan wujud manusia sebagai bani Adam yang semua harus diperlakukan sama. Sikap rasulullah, seperti diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir, mencontohkan sebuah penghormatan yang dalam terhadap seorang jenazah Yahudi yang lewat di depan beliau. Dalam pandangan rasulullah memuliakan orang lain bukan hanya ketika manusia itu dalam keadaan hidup namun lebih dari itu, sehingga di hadits lain yang diriwayatkan oleh Muslim dari Buraidah dikatakan ; janganlah kamu mengambil harta rampasan mereka secara sembunyi-sembunyi, janganlah kamu berkhianat dan janganlah kamu memburukkan jasad mereka (yang sudah mati). Betapa Islam sangat memberi arti pada nilai-nilai toleransi yang dibangun berlandaskan perintah langsung dari Allah SWT dan dipertegas dengan contoh-contoh perilaku rasulullah. Sehingga tidak ada alasan sedikit pun untuk tidak melakukan nilai beradab ini.

Toleransi lahir setelah manusia memahami arti perbedaan. Toleransi yang dalam bahasa inggris disebut tollerance memiliki arti kesabaran atau kelapangan dada. Kemampuan dari sikap ini seharusnya selalu ada dalam diri setiap muslim sebagai fungsi menghadapi keragaman yang terjadi di masyarakatnya. Sehingga jelas di banyak ayat-Nya bagaimana Allah selalu bersama orang-orang yang sabar dan lapang dada. Arti toleransi yang berkorelasi dengan kelapangan dada mempunyai maksud agar manusia dalam memahami perbedaan dilakukan dengan hati yang menerima tanpa merasa salah satu lebih unggul dari yang lain. Perasaan yang seperti ini hanya mungkin jika seseorang tersebut mampu bersabar. Tanpa kesabaran hati sulit mewujudkan kelapangan hati, tanpa menahan diri sulit menerima kenyataan.

Islam menuntun umatnya untuk bertoleransi tidak saja dengan sesama umatnya namun juga terhadap umat yang lain. Bentuk toleransi bisa bermacam-macam tergantung bagaimana seharusnya menempatkan diri agar tidak melukai perasaan umat lain. Penempatan diri harus dipahami dalam konteks sosialnya bukan konteks beragamanya. Sebab dalam konteks beragama dapat dipastikan setiap umat berbeda-beda pemahamannya, sedangkan secara sosial manusia adalah sama atau satu, seperti ditegaskan dalam Quran surat al-Baqarah ayat 213:

((((( (((((((( (((((( ((((((((( (((((((( (((( ((((((((((((( (((((((((((( (((((((((((( ((((((((( (((((((( ((((((((((( ((((((((((( (((((((((( (((((( (((((((( (((((( ((((((((((((( ((((( ( ((((( (((((((((( ((((( (((( ((((((((( (((((((( (((( (((((( ((( (((((((((((( (((((((((((((( ((((((( (((((((((( ( ((((((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((( ((((((((((((( ((((( (((( ((((((((( ((((((((((( ( (((((( ((((((( ((( (((((((( (((((( ((((((( ((((((((((( ((((( 213. Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), Maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan.Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.

Sekali lagi, perselisihan yang terjadi harus dilihat pada tingkat sosial saja. Sebab sudah jelas bahwa keterangan yang diberikan melalui kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi telah mengandung kebenaran. Lalu manusia yang berusaha menilai kebenaran itu melalui potensi akal yang telah dikaruniakan Allah SWT pada mereka. Akan tetapi muncul sifat kedengkian yang menjadikan mereka berbeda dalam mencerna kebenaran yang telah jelas. Sifat dengki pada manusia merupakan pangkal tolak terjadinya perselisihan atau permusuhan yang semestinya tidak terjadi. Sebab sifat ini pula yang menyebabkan nilai kebenaran tersamar. Setiap mereka yang berselisih saling mengajukan diri bahwa keterangan mereka adalah yang paling benar. Padahal jika diteliti lebih dalam para nabi dan rasul mendapatkan mandat yang sama yakni menyampaikan risalah Allah SWT dalam kapasitas dan kompetensi yang sama, meski dalam kondisi dan waktu yang berbeda-beda. Prinsip-prinsip Islam dalam mewujudkan kesejahteraan sosial

Kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti aman, makmur dan sentosa. Sedangkan kesejahteraan sosial merupakan gambaran umum masyarakat yang merasa aman, makmur dan sentosa.M. Quraish Shihab mengawali kesejahteraan sosial dengan kata Islam sebagai bentuk penyerahan diri manusia kepada Allah SWT demi mewujudkan dan menumbuh suburkan aspek-aspek akidah dan etika (Shihab ;1998 ; 129). Sesuai dengan namanya Islam mengandung beberapa pengertian di antaranya keselamatan, kedamaian, kasih sayang, dan kepatuhan. Bukan hal yang kebetulan jika Allah SWT memberi nama Islam sesuai dengan maksud dan tujuan kebenaran di masa depan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat digali makna-maknanya antara lain ; Makna keselamatan adalah terma pertama yang menjadi rujukan manusia dalam memandang dirinya sendiri. Sifat selamat akan membawa diri pada kemampuan manusia untuk melanjutkan kehidupan selanjutnya, baik itu kehidupan dunia maupun akhirat. Pencarian keselamatan hampir dianut oleh semua agama dan non-agama. Pencarian ini sangat mendasar sebab menyangkut kelangsungan hidup pribadi. Dapat dipastikan jika itu tidak diperoleh maka hilanglah semua kesempatan hidup setiap diri manusia. Kini makna keselamatan jangkauannya lebih luas yang bukan hanya terletak pada individu tapi seluruh umat manusia.

Makna kedamaian merupakan kelanjutan dari terma keselamatan yang menjadi rujukan manusia dalam melihat dirinya berlawanan dengan manusia lain. Setelah selamat manusia akan berhadapan dengan manusia yang lain dalam sebuah proses komunikasi dan interaksi. Saling keterhubungan ini menyebabkan manusia berada dalam kondisi yang selalu berubah mengikuti alur kehidupan yang menyertainya. Dalam keadaan ini manusia diharapkan selalu berdamai dengan manusia lain agar tidak terjadi tindakan saling memusnahkan. Penggambaran Quran tentang peristiwa putra-putra nabi Adam, Habil dan Qabil, adalah contoh pertama kisah pembunuhan manusia yang semestinya tidak terulang.

( (((((((( (((((((((( (((((( (((((((( ((((((( ((((((((((( (((( ((((((( (((((((((( ((((((((((( (((( ((((((((((( (((((( (((((((((( (((( (((((((( ((((( (((((((((((( ( ((((( ((((((( (((((((((( (((( (((( ((((((((((((( ((((

27. Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, Maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa".(Q.S. al-Maidaah (5); 27)

Hilangnya sifat damai pada keduanya membuktikan dapat mengancam ras manusia menuju kepunahan. Maka tidak heran jika Allah dalam firman-Nya mengatakan bahwa jika seorang manusia membunuh seorang manusia lain seakan membunuh seluruh umat manusia.

Makna kasih sayang merupakan terma setelah kedamaian yang sering menjadi rujukan bagi manusia untuk memandang dirinya bersama manusia lain. Selain damai yang berkenaan dengan diri orang lain, sifat kasih sayang merupakan potensi dasar manusia untuk saling memberi dan menerima dalam bentuk perasaan simpati dan empati. Perasaan itu dimaksudkan untuk terus menjaga kelangsungan hidup manusia hingga kapan pun. Pemeliharaan rasa kasih dan sayang bahkan dirupakan dalam sifat-sifat Allah yang utama, Maha kasih dan Maha sayang, ar-Rahman-ar-Rahim. Sehingga umat muslim harus mengingat sifat ini setiap memulai suatu perbuatan baik.

Makna terakhir adalah kepatuhan yang menjadi rujukan manusia untuk memandang dirinya menurut yang lain. Maksud kata lain tersebut bisa apa saja termasuk Tuhan, manusia dan dirinya sendiri. Makna Islam sebagai kepatuhan memang terasa istimewa karena ini merupakan inti ajaran yang diturunkan Allah pada umat manusia. Jenis kepatuhan ini menandakan bahwa manusia tidak bisa berlaku semaunya sendiri tanpa sebuah arahan yang jelas dari pemimpin. Dalam Islam kepemimpinan disimbolkan dalam contoh imam ketika shalat. Shalat berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam dihargai dengan nilai pahala yang lebih tinggi daripada mereka yang shalat sendiri. Penghargaan ini menyiratkan pentingnya manusia memilih dan memiliki pemimpin dari golongan mereka sendiri yang diharapkan mampu menjadi penuntun.Itulah prinsip-prinsip yang dipegang oleh Islam dalam usaha menyejahterakan umatnya. Sehingga ada yang mengasumsikan kesejahteraan manusia merupakan produk dari sikap keberagamaan (Abdul Munir Mulkhan dalam M. Asror Yusuf (ed); 2006; 75). Diharapkan dari konsep Islam itu akan muncul rasa aman, makmur dan sentosa sejalan dengan pengertian kesejahteraan sosial di atas. Sejalan pula dengan janji Allah dalam surat An-Nuur ayat 55 ;

(((((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((((((((((((((((( ((( (((((((( ((((( (((((((((((( ((((((((( ((( (((((((((( ((((((((((((((( (((((( ((((((((( ((((((( (((((((((( (((((( (((((((((((((((((( ((((( (((((( (((((((((( ((((((( ( (((((((((((((( (( ((((((((((( ((( ((((((( ( ((((( (((((( (((((( ((((((( (((((((((((((( (((( (((((((((((((( (((( 55. Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.(Q.S. an-Nuur (24) ; 55).Persoalan Sosial : kemiskinan, kebodohan, dan pengangguran dalam pandangan Islam

Kini dunia sedang mengalami perubahan sosial yang sangat cepat. Perubahan yang membawa dampak-dampak turunan yang serius. Dampak yang paling nampak di masyarakat adalah masalah kemiskinan, kebodohan dan pengangguran. Ketiga masalah ini banyak diderita oleh negara-negara dunia ketiga atau negara berkembang. Sangat disayangkan bahwa masalah negara-negara berkembang itu mayoritas masyarakatnya adalah muslim. Lantas apa solusi Islam dalam hal ini ?

Kemiskinan berkenaan dengan masalah ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan dasarnya. Ketidakmampuan ini bisa diakibatkan oleh beberapa faktor, antara lain tidak tersedianya sumber daya ; baik manusia maupun alam, kurang meratanya persediaan kebutuhan, struktur sosial yang memiskinkan masyarakat, dan keadaan kultural masyarakat yang miskin. Secara singkat faktor-faktor itu dapat dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan struktural dan kultural. Kemiskinan struktural merupakan bentuk kemiskinan yang seringkali terjadi pada negara yang sebenarnya memiliki sumber daya alam melimpah. Namun karena ada unsur kesengajaan dari beberapa pihak menjadikan masyarakat tidak berdaya menghadapi sistem yang koruptif. Sistem ini mengikat sebagian anggota masyarakat suatu negara untuk tidak mampu bertindak melawan kekuasaan yang secara sewenang-wenang dalam menguasai hajat hidup mereka. Kemiskinan ini menjerat masyarakat dalam bentuk struktur yang memiskinkan. Masyarakat dibuat tidak berdaya menghadapi strukturnya sendiri dan perlu bantuan orang lain untuk mengentaskannya. Struktur ini biasanya dipegang oleh para elit atau penguasa mereka. Contoh dari struktur yang memiskinkan ini antara lain : sistem kapitalisme. Dalam sistem ini hak-hak pribadi sangat dilindungi oleh negara sehingga siapa pun berhak mendapatkan apa yang diinginkan, termasuk menguasai kekayaan dan menumpuk kekayaan itu. Karena itu tidak mengherankan jika yang kaya akan semakin kaya dan sebaliknya yang miskin semakin merana. Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan dari sistem ini akan melindungi kepemilikan setiap orang siapa pun mereka, tanpa kecuali. Solusi Islam jelas bahwa sistem kapitalis bukan jawaban mengatasi persoalan kemiskinan. Karena sistem itu adalah bagian yang menyebabkan kemiskinan. Pesan awal Quran cukup sederhana yaitu tidak dibenarkan menumpuk kekayaan untuk kesenangan pribadi, tetapi dianggap kebaikan jika memberikan derma dan membagi kekayaan secara merata (Amstrong; 2000; 113). Perubahan sistem ini mutlak dilakukan karena tanpa merubah sistem pesan Quran tidak mungkin tersampaikan. Kemiskinan struktural terpelihara oleh sistem yang keliru dan menjerat. Jalan satu-satunya untuk melepas jeratan hanyalah perubahan sistem.

Islam memiliki sistem ekonominya sendiri yang dirasa mampu menopang masalah kemiskinan. Filsafat sistem ekonomi Islam menggariskan satu pandangan hidup yang menempatkan Allah sebagai titik anjak dan titik untuk kembali dari segala masalah. Segala sesuatu berasal dari-Nya dan akan kembali pada-Nya (Anwar Abbas; 2008; 11). Manusia hanya bertindak sebagai pengelola untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya.

((((( ((( ((( ((((((((((((( ((((( ((( (((((((( ((((( ((((((((((( ((((( (((((( ((((((((( ((( 6. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah.(Q.S. Thaha (20); 6)

(( (((((( ((((((((((((( (((((((((( ((((( ((((((( ( (((((( (((((( ((((( (((((( ((((((( (((((

120. Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q.S. Al-Maidah (5); 120).Sedangkan kemiskinan kultural tidak terkait dengan sistem yang dianut oleh suatu negara. Kemiskinan ini terpelihara oleh budaya yang dianut oleh sekelompok masyarakat. Mereka menganggap kemiskinan yang sudah terjadi pada diri mereka memang sudah takdir Allah yang Maha kuasa. Sikap pasrah ini menyebabkan mereka tidak perlu berikhtiar apa pun. Sebuah sikap yang tidak sesuai dengan tuntunan Islam ini terpelihara oleh budaya yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sehingga bisa ditebak bahwa dalam masyarakat seperti ini tidak akan terjadi perubahan nasib mereka menjadi lebih baik. Bahkan kini ada pula budaya mengemis di suatu daerah yang sudah secara temurun dilakukan.

Islam memandang kemiskinan kultural tidak sesuai dengan tujuan kemanusiaan universal. Kemiskinan kultural sama artinya dengan bentuk pembudayaan miskin. Bahkan pada tingkat akut mereka merasa mengemis atau meminta-minta adalah hal yang wajar dan bagian dari mata pencaharian. Padahal jelas Islam mengajarkan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, tangan yang di atas adalah menafkahkan dan tangan di bawah adalah yang meminta (HR. Bukhari dan Muslim). Dua bentuk kemiskinan di atas membawa akibat turunan seperti kebodohan. Maksudnya jika keadaan miskin akan menyebabkan seseorang tidak dapat mengenyam pendidikan secara baik. Hal yang tidak dapat dipungkiri saat ini bahwa orang miskin sulit memiliki akses ke bidang pendidikan. Sebab pendidikan memerlukan biaya yang tidak sedikit sedangkan bagi mereka yang miskin dipastikan tidak mampu menggapainya. Seharusnya masalah pendidikan tidak terkait langsung dengan masalah kemiskinan kalau mereka diberikan jalan keluar atas kondisi kemiskinannya. Sebaliknya jika tidak ada jalan keluar maka kemiskinan bisa menjadi pangkal kebodohan. Islam memberi jalan keluar pada setiap muslim untuk menuntut ilmu dimana pun, kapan pun dan pada siapa pun. Ketidakterbatasan ilmu dalam Islam banyak dituangkan dalam Quran maupun Hadist Nabi saw ;Islam menganggap lepasnya kebodohan pada manusia akan membuat manusia bersangkutan menjadi kuat. Dalam artian mereka mampu mengelola, memelihara dan melaksanakan kehidupan dengan ilmu yang dimilikinya. Masyarakat yang kuat merupakan dambaan Islam guna mencapai tujuan ke-khalifah-an Allah SWT. Akibat turunan lainnya dari kemiskinan dan kebodohan adalah pengangguran. Semakin lama persoalan ini semakin membesar di tengah-tengah sistem ekonomi yang tidak memihak pada kaum miskin. Pengangguran bisa dilihat di dua sebab yang berbeda ; pertama, sebab eksternal, yaitu jika keadaan sekitar yang tidak memberi peluang pekerjaan yang layak bagi pencari kerja. Banyak sekali peluang pekerjaan yang hanya memihak pada golongan, kelompok atau kepentingan tertentu saja sehingga menutup kemungkinan persaingan yang sehat di antara pencari pekerjaan. Di sini tugas pemerintah suatu negara ikut berperan menciptakan peluang pekerjaan seluas-luasnya tanpa membedakan satu sama lain. Sebab kedua berkaitan dengan internal manusia sendiri. Yakni terpeliharanya budaya malas di sebuah masyarakat. Ketika peluang pekerjaan sudah terbuka lebar maka diharapkan manusia sendiri yang mencarinya. Jika saja mereka bermalas-malasan akan hilang kesempatan yang semestinya bisa diraih. Islam sendiri menjamin pada manusia rizki yang banyak jika mereka mau memanfaatkan waktu dan kesempatan sesempit dan sekecil apapun mereka untuk berikhtiar di jalan Allah.( ((((( ((( (((((((( ((( (((((((( (((( ((((( (((( ((((((((( (((((((((( ((((((((((((( ((((((((((((((((( ( (((( ((( ((((((( ((((((( (((

6. Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh) (Q.S. Huud (11) ; 6).Sejalan dengan maksud ayat di atas, pengangguran bisa diidentikkan dengan sikap diam atau tidak mau berusaha seseorang dalam menghadapi realitas hidupnya. Sehingga makna akar kata miskin yang berasal dari bahasa Arab sakana yang berarti diam atau tenang mungkin merujuk pada sikap ini. (Shihab ; 1998 ; 449). Jika seseorang hanya diam tidak mau berusaha atau ikhtiar maka bisa menjadi awal kemiskinan.Nampaknya persoalan kemiskinan, kebodohan dan pengangguran saling terkait satu sama lain. Sehingga tidak ada alasan yang membenarkan apabila hanya satu persoalan saja yang diselesaikan. Persoalan satu bertumpu pada persoalan lain, yang dalam penyelesaiannya harus menyeluruh tanpa meninggalkan atau menunda lainnya. Kiranya tugas seorang muslim seyogyanya menyelesaikan persoalan ini juga secara komprehensif jika mau dikatakan muslim yang kaffah.

DAFTAR PUSTAKA

M.Quraish, Shihab, Wawasan al-Quran ; Tafsir Maudhui Atas Berbagai persoalan Umat, 1998, Bandung ; Penerbit Mizan

M.Dawam Rahardjo, Ulumul Quran ; Jurnal Ilmu dan Kebudayaan, 1993, Jakarta ; ELSAF dan ICMI

Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi ; Sebuah Biografi Kritis, 2001, Surabaya ; Risalah Gusti

Yusuf Al Qaradhawi, Khitabuna Al-islami fi Ashr Al-Aulamah, 2004,Kairo ; Dar Asy-SyuruqM. Asror Yusuf, (Ed), Agama sebagai Kritik Sosial di Tengah arus Kapitalisme Global, 2006, Yogyakarta ; Penerbit IrCiSod

Abbas, Anwar, Bung Hatta dan Ekonomi Islam , Pergulatan Menangkap Makna Keadilan dan Kesejahteraan, 2008, Jakarta ; Multi Pressindo, LP3M STIE Ahmad Dahlan dan Universitas Muhammadiyah JakartaAl-Bayan, Shahih Bukhari-Muslim, 2008, Bandung ; Penerbit JabalImam An-Nawawi, Riyadhus Shalihin, 2011,Solo ; Insan Kamil

Team As-Salam, Hadist Shahih Al-Bukhari, 2011, Solo ; Penerbit As-SalamPAGE 100