Top Banner
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sistem pentanahan adalah suatu metode pengamanan gedung beserta peralatan, yaitu apabila terjadi arus lebih akan dialirkan ke tanah. Dalam sistem pentanahan, semakin kecil nilai resistansi pentanahan maka kemampuan mengalirkan arus ke tanah semakin besar sehingga arus gangguan tidak merusak peralatan, ini berarti semakin baik sistem pentanahan tersebut. Untuk mengamankan gedung beserta peralatan yang ada disekitarnya dibutuhkan tahanan pentanahan sekecil mungkin. Tahanan pentanahan untuk gedung diharapkan < 5 ohm dan tahanan pentanahan untuk peralatan diharapkan < 3 ohm (PUIL, 2000). Tahanan pentanahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : jenis tanah, lapisan tanah, kandungan elektrolit tanah. Oleh karena itu, agar mendapatkan tahanan pentanahan sekecil mungkin tidak cukup hanya dilakukan dengan menanam pasak saja, karena kandungan elektrolit pada tanah juga berpengaruh terhadap tahanan pentanahan. Kandungan elektrolit tanah dapat diubah dengan mengkondisikan tahanan jenis tanah yaitu melalui penambahan zat aditif pada tanah. Zat aditif tersebut dapat berupa garam, air, bentonit dan lain-lain. Masing-masing zat aditif tersebut memiliki kandungan kimia yang berbeda-beda yang berakibat nilai tahanan pentanahannya berbeda pula. Penambahan zat aditif pada tanah tersebut justru cukup 1
72

BAB I,II,III fix

Jul 04, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I,II,III fix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sistem pentanahan adalah suatu metode pengamanan gedung beserta peralatan,

yaitu apabila terjadi arus lebih akan dialirkan ke tanah. Dalam sistem pentanahan,

semakin kecil nilai resistansi pentanahan maka kemampuan mengalirkan arus ke tanah

semakin besar sehingga arus gangguan tidak merusak peralatan, ini berarti semakin baik

sistem pentanahan tersebut. Untuk mengamankan gedung beserta peralatan yang ada

disekitarnya dibutuhkan tahanan pentanahan sekecil mungkin. Tahanan pentanahan

untuk gedung diharapkan < 5 ohm dan tahanan pentanahan untuk peralatan diharapkan

< 3 ohm (PUIL, 2000). Tahanan pentanahan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :

jenis tanah, lapisan tanah, kandungan elektrolit tanah. Oleh karena itu, agar

mendapatkan tahanan pentanahan sekecil mungkin tidak cukup hanya dilakukan dengan

menanam pasak saja, karena kandungan elektrolit pada tanah juga berpengaruh terhadap

tahanan pentanahan.

Kandungan elektrolit tanah dapat diubah dengan mengkondisikan tahanan jenis

tanah yaitu melalui penambahan zat aditif pada tanah. Zat aditif tersebut dapat berupa

garam, air, bentonit dan lain-lain. Masing-masing zat aditif tersebut memiliki

kandungan kimia yang berbeda-beda yang berakibat nilai tahanan pentanahannya

berbeda pula. Penambahan zat aditif pada tanah tersebut justru cukup besar

mempengaruhi tahanan pentanahan. Namun zat aditif tersebut memiliki keterbatasan

umur. Zat aditif tidak dapat berfungsi dengan baik pada waktu yang cukup lama.

Sebuah sistem pentanahan harus dievaluasi setiap 6 bulan untuk mengetahui kelayakan

operasi sistem pentanahan untuk dapat dilanjutkan (PUIL, 2000) akibat penurunan

kualitas tahanan pentanahan.

Pengkondisian tanah dengan bahan kimia di sekitar elektroda batang atau di

dalam sebuah elektroda berbahan kimia terkadang dipertimbangkan. Karena menurut

penelitian oleh Bell Telephone Laboratoires hanya efektif selama 3 sampai 6 tahun

[C.L. Hallmark, 2000]. Selain itu penggunaan zat aditif pada dosis tertentu cenderung

bersifat korosif yang sangat dihindari dalam sistem pentanahan [A.R. Ihsan,2002].

Menurut Kerasta, (2003) terdapat perbedaan yang signifikan antara pentanahan tanpa

penambahan zat aditif berupa garam dengan penambahan garam. Sedangkan pada

penelitian IGN Janardana, (2005) menunjukkan nilai tahanan pentanahan yang lebih

1

Page 2: BAB I,II,III fix

rendah pada pentanahan yang menggunakan volume zat aditif yang lebih banyak.

Dengan kata lain, penambahan volume atau konsentrasi zat adiktif pada pentanahan

elektroda batang diharapkan dapat mengurangi nilai resitivitas tanah dan memperbaiki

kualitas pentanahan.

Dalam skripsi ini akan dilakukan pengkondisian tanah dengan menggunakan

larutan garam di sekitar elektroda jenis batang untuk mendapatkan nilai resistansi

pentanahan yang lebih kecil dan diharapkan dengan penambahan konsentrasi pada jenis

larutan garam tertentu sebagai media pengkondisian tahanan jenis (resitivitas) tanah

dapat memperbaiki kualitas pentanahan.

1.2. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh jenis larutan garam terhadap resistansi pentanahan

elektroda batang.

2. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap resistansi pentanahan

elektroda batang.

1.3. BATASAN MASALAH

Adapun batasan-batasan masalah dalam penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan jenis tanah yang digunakan adalah tanah lempung, karena sesuai

dengan lokasi yang digunakan sebagai obyek penelitian.

2. Metode pentanahan yang digunakan adalah metode pentanahan elektroda batang

(grounding rod) dengan elektroda batang (rod) tunggal yang terbuat dari baja

yang disepuh tembaga.

3. Jari-jari elektroda batang pentanahan dibuat tetap.

4. Kedalaman penanaman elektroda batang dibuat tetap.

5. Letak penempatan elektroda batang disusun simetris terhadap obyek uji.

6. Metode pengukuran resistansi pentanahan menggunakan metode 3 titik.

7. Variabel dalam penelitian ini adalah jenis dan konsentrasi larutan garam.

8. Larutan garam yang digunakan dalam pengkondisian tanah pada penelitian ini

adalah larutan garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan

Calcium Cloride (CaCl2).

9. Parameter konsentrasi larutan garam masing-masing sebesar 10%, 20%, 30%,

40%, dan 50%.

10. Radius penyiraman larutan garam 50 cm di sekitar elektroda batang.

2

Page 3: BAB I,II,III fix

11. Air yang digunakan sebagai media pelarut garam sebanyak masing-masing 10 L.

12. Resitivitas tanah dalam satu area (lapangan yang digunakan untuk penelitian)

sebelum pengkondisian tanah diasumsikan sama.

1.4. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis pengaruh jenis larutan garam terhadap resistansi pentanahan

elektroda batang.

2. Menganalisis pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap resistansi pentanahan

elektroda batang.

1.5. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengkaji pengaruh jenis larutan garam terhadap resistansi pentanahan

elektroda batang.

2. Untuk mengkaji pengaruh konsentrasi larutan garam terhadap nilai tahanan

pentanahan elektroda batang.

1.6. MANFAAT

Adapun manfaat dari penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, mampu memberikan pembelajaran tentang pengaruh penggunaan

larutan garam pada elektroda pentanahan jenis batang.

2. Bagi pembaca, mampu memberikan wawasan tentang sistem pentanahan yang

bisa memberikan nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah.

3. Bagi dunia industri, memberikan suatu bentuk alternatif atau pertimbangan

dalam perencanaan pembuatan sistem pentanahan yang efektif menggunakan

elektroda batang dengan memanfaatkan larutan garam sebagai media

pengkondisian tanah pada konsentrasi tertentu.

1.7. SISTEMATIKA PENYUSUNAN

Skripsi ini disusun dengan urutan sebagai berikut :

BAB I Berisi judul skripsi, latar belakang, rumusan masalah, tujuan, dan

batasan masalah

3

Page 4: BAB I,II,III fix

BAB II Berisi tinjauan pustaka atau dasar teori yang digunakan untuk

dasar penelitian yang dilakukan dan untuk mendukung

permasalahan yang diungkapkan.

BAB III Berisi metode penelitian yang akan dilakukan, meliputi obyek

penelitian dan teknik pengumpulan data.

BAB IV Berisi pembahasan, analisa terhadap masalah yang diajukan

dalam skripsi dengan memperhatikan hasil pengujian dan data

yang diperoleh

BAB V Berisi kesimpulan dari tujuan skripsi yang akan dibuat serta saran

dari penulis.

4

Page 5: BAB I,II,III fix

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pentingnya sistem pentanahan telah dilakukan beberapa

penelitian, diantaranya T.S. Hutauruk (1991), dalam bukunya menerangkan bagaimana

pentingnya sistem pentanahan yang bertujuan untuk memadamkan terjadinya busur

tanah pada sistem yang besar yang tidak diketanahkan sehingga arus gangguan yang

terjadi relatif besar (lebih besar dari 5A) dan untuk membatasi tegangan-tegangan fasa

sehat yang sehat agar tidak ikut terjadi gangguan.

Roy B. Carpenter (1997), melakukan penelitian mengenai cara untuk

memperkecil resistansi pentanahan. Apabila pelebaran diameter batang dan pembuatan

jaring pentanahan yang lebih besar di daerah yang luas sudah tidak bisa memperkecil

nilai resistansi pentanahan, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah resistansi

tanah di suatu lokasi tertentu dengan mengubah sifat-sifat kimia dari tanah dengan

treatment khusus, membuat jaring pentanahan tipis yang dihubungkan ke sistem

pentanahan, menanam elektroda batang pentanahan hingga menyentuh bagian dalam

tanah dengan resistansi rendah atau yang mengandung air serta melakukan pengendalian

kondisi tanah agar memiliki resistansi tetap seperti yang telah direncanakan.

I G N Janardana (2005), melakukan penelitian tentang pengaruh umur pada

beberapa volume zat aditif bentonit terhadap nilai tahanan pentanahan. Dari penelitian

selama 24 minggu dihasilkan bahwa nilai tahanan pentanahan pada sistem pentanahan

ditambah zat aditif bentonit terjadi peningkatan. Peningkatan nilai tahanan pentanahan

selama 24 minggu dari masing-masing volume zat aditif pada sistem pentanahan yang

diteliti memiliki peningkatan nilai yang berbeda-beda. Selama 24 minggu tersebut,

pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa bentonit seberat 5 kg terjadi

peningkatan 38,46%, pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa benonit seberat

10 kg terjadi peningkatan 31,82%, pentanahan dengan penambahan zat aditif berupa

bentonit seberat 15 kg terjadi peningkatan 11,11%. Peningkatan nilai tahanan

pentanahan terebut berarti terjadinya penurunan kualitas pentanahan selama 24 minggu.

Yudistiro Yanuarianto (2008), melakukan penelitian pemanfaatan arang kayu

sebagai media pentanahan elektroda jenis batang. Dalam penelitian yang mengkaji

mengenai faktor yang mempengaruhi sistem pentanahan dengan memanfaatkan arang

kayu, diantaranya adalah pengaruh peletakan arang kayu disekitar elektroda batang,

5

Page 6: BAB I,II,III fix

pengaruh volume arang kayu yang ditanam konsentris elektroda batang, dan pengaruh

konsentrasi air dalam arang memperoleh kesimpulan bahwa posisi peletakan arang kayu

dalam tanah sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai resistansi pentanahan. Volume

arang kayu yang dicampurkan dalam tanah sangat berpengaruh terhadap nilai resistansi

pentanahan. Semakin besar volume arang kayu yang ditambahkan dalam suatu medium

tanah dapat memperkecil nilai resistansi pentanahan. Pemberian air pada arang kayu

dapat memperbesar kerapatan partikel arang kayu dan memperkecil nilai resistivitasnya

sehingga arang kayu bersifat lebih konduktif. Resistansi pentanahan yang dicampurkan

dengan arang setelah pemberian air menjadi jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan

resistansi pentanahan dengan arang sebelum pemberian air.

Made Budi Ugiantara (2010), telah melakukan treatment terhadap tanah dengan

menggunakan semen konduktif sebagai lapisan elektroda batang. Penelitiannya

bertujuan untuk mencari karakteristik pengaruh penggunaan semen konduktif pada

elektroda pentanahan jenis batang terhadap perubahan nilai resistansi pentanahan. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa elektroda batang yang dilapisi semen konduktif

menghasilkan nilai resistansi pentanahan yang lebih kecil dibandingkan dengan

menggunakan elektroda batang biasa. Elektroda batang yang dilapisi semen konduktif

secara menyeluruh memiliki nilai resistansi pentanahan yang lebih rendah dibandingkan

dengan elektroda batang yang diberikan jarak ujung terhadap lapisan semen konduktif.

Penambahan ketebalan lapisan semen konduktif sebesar 0,9 cm memberikan penurunan

nilai resistansi pentanahan sebesar 85%. Kedalaman penanaman elektroda batang

memiliki pengaruh terhadap nilai resistansi pentanahan. Dari segi biaya, dengan selisih

biaya yang tidak begitu jauh elektroda batang yang dilapisi semen konduktif memiliki

keunggulan untuk menghasilkan nilai resistansi pentanahan yang lebih kecil.

2.2. Kimia Dasar

2.2.1 Larutan

Larutan adalah campuran yang bersifat homogen atau serba sama. Zat yang

jumlahnya banyak disebut pelarut dan zat yang jumlahnya sedikit disebut zat terlarut.

Larutan = pelarut + zat terlarut

Pelarut : biasanya air, jumlahnya banyak.

Zat terlarut : jumlahnya lebih sedikit.

2.2.2. Satuan Konsentrasi

1. Persentase (%) : jumlah gram zat terlarut dalam tiap 100 gram larutan.

6

Page 7: BAB I,II,III fix

% = gram zat terlarut x 100 % (2.1)

gram larutan

2. Fraksi mol (X) : perbandingan jumlah mol suatu zat dalam larutan terhadap

jumlah mol seluruh zat dalam larutan.

X = mol suatu zat : mol seluruh zat (2.2)

3. Kemolaran (M) : jumlah mol zat terlarut dalam tiap liter larutan.

M = mol : liter = mmol : ml (2.3)

4. Kemolalan (m) : jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1000 gram pelarut.

m = (1000 : p) X (gram : BM) (2.4)

2.2.3. Perbedaan Larutan Berdasarkan Daya Hantar Listrik

Berdasarkan daya hantar listriknya, larutan terbagi menjadi 2 golongan yaitu

larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Sedangkan elektrolit dapat dikelompokkan

menjadi larutan elektrolit kuat dan elektrolit lemah sesuai skema penggolongan berikut.

Gambar 2.1. Penggolongan larutan

Sumber : Modul 4 Kimia “Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

Larutan elektrolit adalah larutan yang dapat menghantarkan arus listrik.

Sedangkan larutan non elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik.

7

Page 8: BAB I,II,III fix

a) Elektrolit Kuat

Larutan elektrolit kuat adalah larutan yang mempunyai daya hantar listrik

yang kuat, karena zat terlarutnya didalam pelarut (umumnya air), seluruhnya

berubah menjadi ion-ion (alpha (α) = 1).

Karakteristik elektrolit kuat adalah :

- terionisasi sempurna

- menghantarkan arus listrik

- lampu menyala terang

- terdapat gelembung gas

Larutan elektrolit kuat dapat berupa :

1. Asam Kuat : HCl, H2SO4, HNO3, HClO4

2. Basa Kuat : NaOH, KOH, Ca(OH)2

3. Garam : NaCl, K2SO4, CaCl2, dll.

Garam adalah senyawa yang terbentuk dari sisa asam dan basa dengan

reaksi sebagai berikut :

Asam + Basa Garam + H2O

misal,

2HCl + Ca(OH)2  CaCl2 + 2H2O

Dari reaksi di atas terlihat garam tersusun dari gabungan Cl- sebagai ion

negatif (anion) dan Ca2+ sebagai ion positif (kation), contoh ion-ion lain yang

dapat membentuk garam yakni :

Kation : Na+, L+, K+, Mg2+, Ca2+, Sr2+, Ba2+, NH4+

Anion : Cl-, Br-, I-, SO42-, NO3

-, ClO4-, HSO-, CO3

2-, HCO32-

b) Elektrolit Lemah

Larutan elektrolit lemah adalah larutan yang daya hantar listriknya lemah

dengan harga derajat ionisasi sebesar 0 < α < 1.

Karakteristik elektrolit lemah adalah :

- terionisasi sebagian

- menghantarkan arus listrik

- lampu menyala redup

- terdapat gelembung gas

Daya hantar larutan elektrolit lemah buruk dan memiliki derajat ionisasi

(kemampuan mengurai menjadi ion-ionnya) kecil. Makin sedikit yang terionisasi,

makin lemah elektrolit tersebut. Contoh larutan elektrolit lemah adalah semua

8

Page 9: BAB I,II,III fix

asam lemah dan basa lemah. Kekuatan elektrolit lemah ditentukan oleh derajad

dissosiasinya yang dirumuskan :

(2.5)

Elektrolit kuat : α = 1

Elektrolit lemah : 0 < α < 1

Non Elektrolit : α = 0

Semakin besar harga derajat dissosiasinya maka semakin banyak

konsentrasi larutan yang terurai menjadi ion-ionya (mengion).

c) Non Elektrolit

Larutan non elektrolit adalah larutan yang tidak dapat menghantarkan arus

listrik, karena zat terlarutnya di dalam pelarut tidak dapat menghasilkan ion-ion

(tidak mengion).

Karakteristik non elektrolit adalah :

- tidak terionisasi.

- tidak menghantarkan arus listrik.

- lampu tidak menyala.

Tergolong ke dalam jenis larutan non elektrolit diantaranya : larutan urea,

Larutan sukrosa, larutan glukosa, larutan alcohol, dan lain-lain.

Gambar 2.2 Perbandingan daya hantar larutanSumber : Modul 4 Kimia “Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

9

Page 10: BAB I,II,III fix

2.2.4 Penyebab Larutan Elektrolit dapat Menghantarkan Listrik

Sebagai contoh larutan elektrolit adalah HCl. Larutan HCl di dalam air mengurai

menjadi kation (H+) dan anion (Cl-). Terjadinya hantaran listrik pada larutan HCl

disebabkan ion H+ menangkap elektron pada katoda dengan membebaskan gas Hidrogen

(H2). Sedangkan ion-ion Cl- melepaskan elektron pada anoda dengan menghasilkan gas

klorin (Cl2).

Gambar 2.3. Larutan elektrolit

Sumber : http://mediabelajaronline.blogspot.com/2010/03/larutan-elektrolit-dan-non-

elektrolit.html

2.2.5 Hubungan Elektrolit dengan Jenis Ikatan Kimia

Jika diperhatikan lebih teliti dari jenis ikatannya, larutan elektrolit ada yang

berasal dari ikatan ionik dan ada juga yang berasal dari ikatan kovalen polar. Sebagai

contoh larutan NaCl dan NaOH berasal dari senyawa ion, sedangkan HCl, CH3COOH,

NH4Cl berasal dari senyawa kovalen.

2.2.6 Daya Hantar Listrik Senyawa Ion

NaCl adalah senyawa ion, jika dalam keadaan kristal sudah sebagai ion-ion,

tetapi ion-ion itu terikat satu sama lain dengan rapat dan kuat, sehingga tidak bebas

bergerak. Jadi dalam keadaan kristal (padatan) senyawa ion tidak dapat menghantarkan

listrik, tetapi jika garam yang berikatan ion tersebut dalam keadaan lelehan atau larutan,

maka ion-ionnya akan bergerak bebas, sehingga dapat menghantarkan listrik.

Pada saat senyawa NaCl dilarutkan dalam air, ion-ion yang tersusun rapat dan

terikat akan tertarik oleh molekul-molekul air dan air akan menyusup di sela-sela butir-

10

Page 11: BAB I,II,III fix

butir ion tersebut (proses hidasi) yang akhirnya akan terlepas satu sama lain dan

bergerak bebas dalam larutan.

NaCl (s) + air    Na+(aq) + Cl-(aq)

Gambar 2.4. Proses pelarutan padatan KristalSumber : Modul 4 Kimia “Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit”

2.2.7 Cara Menentukan Kekuatan Larutan Elektrolit

Kekuatan larutan elektroit ditentukan oleh beberapa faktor :

Jenis larutan elektrolit, elektrolit kuat dalam konsentrasi yang sama atau

hampir sama mempunyai kekuatan jauh lebih besar jika dibandingkan larutan

nonelektrolit. Sebab dalam larutan non elektrolit lemah hanya sebagian kecil

larutan yang terurai menjadi ion-ionnya (misal dengan derajat dissosiasi =

0,00001 berarti yang terurai hanya 0,001% dari total konsentrasinya), sedangkan

larutan elektrolit kuat hampir semuanya terurai (100% dari konsentrasi terurai).

Kadar/Konsentrasinya, apabila sama jenisnya (sama-sama elektrolit lemah

atau sama-sama elektrolit kuat) kekuatan larutan elektrolit ditentukan oleh

konsentrasinya. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar kekuatannya

karena semakin banyak yang mengion.

Jumlah ion yang terbentuk per molekul, konsentrasi larutan bukan satu-

satunya faktor yang mempengaruhi kekuatan larutan elektrolit. Jumlah ion yang

terbentuk permolekul pun juga berpengaruh. Sebagai contoh reaksi penguraian

KCl dan CaCl2. Dalam reaksi tersebut tiap satu molekul KCl menghasilkan 2 ion

yaitu satu ion K+ dan satu ion Cl- sedangkan dalam reaksi penguraian

CaCl2 menghasilkan satu ion Ca+ dan dua ion Cl- sehingga total KCl

menghasilkan 2 ion dan CaCl menghasilkan 3 ion.

11

Page 12: BAB I,II,III fix

2.3. Garam

Dalam ilmu kimia, garam adalah senyawa ionik yang terdiri dari ion positif

(kation) dan ion negatif (anion), sehingga membentuk senyawa netral (tanpa

bermuatan). Garam terbentuk dari hasil reaksi asam dan basa. Natrium klorida (NaCl),

bahan utama garam dapur adalah salah satu contoh garam.

Larutan garam dalam air merupakan larutan elektrolit, yaitu larutan yang dapat

menghantarkan arus listrik. Cairan dalam tubuh makhluk hidup mengandung larutan

garam, misalnya sitoplasma dan darah.

Reaksi kimia untuk menghasilkan garam antara lain :

1. Reaksi antara asam dan basa, misalnya HCl + NH3 → NH4Cl.

2. Reaksi antara logam dan asam kuat encer, misalnya Mg + 2HCl → MgCl2 + H2

Keterangan: logam mulia umumnya tidak bereaksi dengan cara ini.

2.4 Garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfate (MgSO4) dan Calsium

Chloride (CaCl2)

2.4.1. Garam Natrium Klorida (NaCl)

Natrium klorida juga dikenal dengan istilah sodium klorida, garam dapur, garam

meja, atau garam karang. NaCl merupakan senyawa ionik dengan rumus Na Cl . Natrium

klorida adalah garam yang paling bertanggung jawab atas salinitas dari laut dan

dari cairan ekstraselular dari multisel banyak organisme.

Natrium klorida membentuk kristal dengan wajah berpusat kubik simetri. Dalam

hal ini, semakin besar klorida ion, ditunjukkan di sebelah kanan sebagai bola berwarna

hijau, disusun dalam kubik close-packing , sementara yang lebih kecil natrium ion,

ditunjukkan di sebelah kanan sebagai bola perak, mengisi semua celah kubik di antara

mereka. Setiap ion dikelilingi oleh enam ion dari jenis lainnya dan ion sekitarnya

terletak pada titik dari reguler segi delapan.

Struktur dasar yang sama ditemukan dalam banyak mineral dan umumnya

dikenal sebagai garam karang atau struktur kristal garam batu. Hal ini dapat

digambarkan sebagai wajah berpusat kubik (fcc) kisi dengan dasar atom dua. Atom

pertama terletak pada setiap titik kisi, dan atom kedua terletak setengah jalan antara titik

kisi di sepanjang tepi sel satuan fcc. Hal ini diselenggarakan bersama oleh ikatan

ion yang dihasilkan oleh gaya elektrostatik timbul dari perbedaan muatan antara ion-

ion.

12

Page 13: BAB I,II,III fix

Tabel 2.1. Karakteristik Natrium Klorida (NaCl)

Gambar

Nama IUPAC Natrium Klorida

Nama lain Garam dapur, halit

Molecular formula Na Cl

Massa molar 58,443 g / mol

Penampilan Tak berwarna / putih kristal padat

Kepadatan 2,165 g / cm 3

Titik lebur 801 ° C, 1074 K, 1474 ° F

Kelarutan dalam

air

356 g / L (0 ° C) 

359 g / L (25 ° C) 

391 g / L (100 ° C)

Struktur kristal Kubik berpusat muka, cF8

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Sodium_chloride

2.4.2. Garam Magnesium Sulfate (MgSO4)

Magnesium sulfat (atau magnesium sulfat) adalah merupakan salah satu jenis

garam dan juga merupakan senyawa kimia yang mengandung magnesium, sulfur dan

oksigen, dengan rumus MgSO4. Dalam bentuk terhidrasi, pH-nya adalah 6,0 (5,5-6,5).

Hal ini sering dijumpai sebagai heptahydrate, MgSO4·7H2O, yang biasa disebut garam

Epsom. Anhidrat magnesium sulfat digunakan sebagai bahan pengeringan. Oleh karena

bentuk anhidrat adalah higroskopis (mudah menyerap air dari udara). Dalam pertanian

13

Page 14: BAB I,II,III fix

dan berkebun, magnesium sulfat digunakan untuk memperbaiki kekurangan magnesium

dalam tanah, karena magnesium merupakan elemen penting dalam klorofil molekul.

Keuntungan dari magnesium sulfat magnesium lainnya atas perubahan tanah (seperti

dolomitic kapur ) adalah kelarutan yang tinggi.

Garam Epsom adalah Salah satu jenis Magnesium Sulfat yang dianggap

potensial . Garam ini dikenal sebagai salah satu jenis garam yang sangat penting dan

dapat digunakan dalam industri-industri, seperti: dalam pewarnaan anilin, untuk

produksi pakaian dari bahan katun. Seiring dengan perkembangan industri terutama

dalam bidang farmakologi, aplikasi lain yang ditemukan dalam kegunaan garam Epsom

ini adalah sebagai obat pencahar (pengobatan konstipasi fungsional dan tidak dapat

mengatasi konstipasi yang disebabkan keadaan patologis usus sebelum pemeriksaan

radiologi, pemeriksaan rektum dan opersai usus dan untuk menghilangkan racun pada

penderita keracunan). Dalam proses pembuatannya, Magnesium Sulfat dibuat dari

bahan baku Magnesium Karbonat dan Asam Sulfat. (Asril dkk, 1986). Reaksinya

sebagai berikut : MgCO3 + H2SO4 → MgSO4 + CO2 + H2O

Secara umum pemakaian atau kegunaan dari Magnesium Sulfat Heptahydrate

yang dikenal dengan garan Epsom (MgSO4.7H2O) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Dalam skala besar digunakan dalam industri tekstil yaitu sebagai bahan celupan

dengan warna anilin, pada pakaian dari bahan katun.

2. Digunakan sebagai koagulan dan bahan pengendap pada proses pengolahan air,

baik air minum maupun air buangan.

3. Digunakan sebagai bahan analgesik yaitu suatu obat yang dapat menghilangkan

rasa nyeri.

4. Dalam pertanian garam Epsom dapat digunakan sebagai pupuk. (Nurhaida, 1997).

5. Sebagai bahan purgatif yaitu dapat digunakan sebagai obat pencahar atau obat

pencuci perut.

14

Page 15: BAB I,II,III fix

Tabel 2.2. Karakteristik Magnesium Sulfate

Gambar

Nama IUPAC Magnesium sulfat

Nama lain Garam Epsom, Bitter salts Bitter garam

Molecular formula MgSO4

Massa molar 120,366 g / mol (anhidrat), 246.47 g/mol (heptahydrate)

Penampilan kristal putih solid

Kepadatan 2,66 g / cm 3 (anhidrat), 2.445 g/cm 3 (monohydrate), 1.68

g/cm 3 (heptahydrate) 1,68 g / cm 3 (heptahydrate)

Titik lebur 1124 °C (anhidrat, decomp), 200 °C (monohydrate,

decomp), 150 °C (heptahydrate, decomp)

Kelarutan dalam

air

anhidrat

26.9 g/100 mL (0 °C)

25.5 g/100 mL (20 °C)

heptahydrate

71 g/100 mL (20 °C)

Struktur kristal monoklinik (hidrat)

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Magnesium_sulfate

2.4.3. Garam Calsium Chloride (CaCl2)

Kalsium Kloride adalah garam campuran dari kalsium dan klorin yang memiliki

sifat higroskopik yaitu mudah menyerap air. Kalsium klorida (CaCl2) dikenal efektif

dalam berbagai aplikasi di berbagai industri. Kalsium klorida dibuat dari campuran

antara larutan asam klorida dengan kalsium hidroksida.

Reaksinya,

Ca(OH)2 + HCl CaCl2 + H20

Kalsium klorida dapat juga dibuat dari kalsium karbonat dan asam klorida.

15

Page 16: BAB I,II,III fix

Reaksinya :

CaCO3 + HCl CaCl2 + H2CO3

Fungsi CaCl2, antara lain sebagai pelebur es di jalan raya pada musim dingin,

untuk menurunkan titik beku pada mesin pendingin, sebagai pengenyal dan pengawet

makanan. Kalsium klorida anhidrat adalah contoh yang mempunyai kemampuan

menyerap air yang kuat sehingga digunakan sebagai pengering.

Tabel 2.3 Karakteristik Calsium Chloride

Gambar

Nama IUPAC Calcium chloride

Nama lain Calcium (II) chloride, Calcium dichloride, E509

Molecular formula CaCl2

Massa molar 110.98 g/mol (anhydrous)

128.999 g/mol (monohydrate)

147.014 g/mol (dihydrate)

183.045 g/mol (tetrahydrate)

219.08 g/mol (hexahydrate)

Penampilan putih solid (white solid)

Kepadatan 2.15 g/cm3 (anhydrous)

1.835 g/cm3 (dihydrate)

1.83 g/cm3 (tetrahydrate)

1.71 g/cm3 (hexahydrate)

Titik lebur 772 °C (anhydrous)

260 °C (monohydrate)

176 °C (dihydrate) 45.5 °C (tetrahydrate)

30 °C (hexahydrate)

Kelarutan dalam

air

74.5 g/100mL (20 °C)

59.5 g/100 mL (0 °C)

16

Page 17: BAB I,II,III fix

Struktur kristal Orthorhombic (deformed rutile),oP6

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_chloride

2.5. Ilmu Tanah 

Ilmu tanah adalah pengkajian terhadap tanah sebagai sumber daya alam. Dalam

ilmu ini dipelajari berbagai aspek tentang tanah, seperti pembentukan, klasifikasi,

pemetaan, berbagai karakteristik fisik, kimiawi, biologis, kesuburannya, sekaligus

mengenai pemanfaatan dan pengelolaannya. Tanah adalah lapisan yang menyelimuti

bumi antara litosfer (batuan yang membentuk kerak bumi) dan atmosfer.

Ilmu tanah dipelajari oleh berbagai bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu-ilmu

keteknikan(rekayasa),agronomi/pertanian, kimia, geologi, geografi, ekologi, biologi (ter

masuk cabang-cabangnya), ilmusanitasi, arkeologi, dan perencanaan wilayah. Akibat

banyaknya pendekatan untuk mengkaji tanah, ilmu tanah bersifat multidisiplin dan

memiliki sisi ilmu murni maupun ilmu terapan.

2.5.1. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, kepadatan tanah, porositas, konsistensi,

warna, air tanah, temperatur, dan aerasi.

Tanah terdiri dari 3 komponen :

1. Komponen padatan terdiri atas mineral anorganik dan bahan organik.

2. Komponen cair (liquid) terdiri atas air, ion yang terlarut, molekul, gas yang

secara kolektif disebut : cairan tanah (soil solution).

3. Komponen gas tanah seperti gas atmosfer di atas tanah tetapi berbeda

proporsinya.

2.5.2. Porositas Tanah

Beberapa poin yang perlu diperhatikan seputar porositas tanah diantaranya :

Distribusi, kontinuitas pori menentukan aliran air dan udara.

Persen pori 50% merupakan kondisi ideal tanah dimana setengahnya makro

pori untuk meneruskan air karena adanya gravitasi dan setengahnya

mikropori untuk menahan air dari tarikan gravitasi.

Tanah mineral normalnya 30-60%.

Jumlah pori ditentukan oleh tekstur dan tipe lempungnya.

17

Page 18: BAB I,II,III fix

2.6. Tanah Sebagai Konduktor

Dalam perkembangan sistem tenaga listrik, tanah digunakan sebagai konduktor

listrik. Pada prakteknya tanah digunakan sebagai konduktor baik, meskipun tanah

memiliki banyak kelemahan jika digunakan sebagai konduktor. Karena dimensi lintasan

arus yang melalui tanah sangat besar, resistansi beberapa lintasan diabaikan. Bentuk

elektroda yang digunakan akan sangat menentukan besarnya resistansi tanah yang

dilewati arus keluar dan masuk tanah.

Gambar 2.5 Grafik fungsi resistivitas terhadap kadar air dalam tanah

Sumber: G.F. Tagg, 1964: 5

Sifat listrik tanah sangat penting dan menarik khususnya resistansi spesifik atau

resistivitas. Resistivitas merupakan suatu faktor yang menentukan resistansi elektroda

pentanahan. Sebagian besar tanah dan batu ketika sangat kering bukan merupakan

konduktor listrik. Namun jika tanah dan batu mengandung mineral tertentu, maka

manjadi bersifat konduktor listrik karena kandungan metaliknya. Pasir dan batu

memiliki resistivitas yang tinggi, sehingga bukan merupakan suatu konduktor yang

baik. Ketika mengandung air, resistivitasnya akan sangat turun sehingga tanah bersifat

konduktor, meskipun merupakan konduktor yang buruk bila dibandingkan dengan

bahan metal. Sebagai contoh, resistivitas baja sepuhan tembaga adalah 1,6 mikroohm-

cm, sedangkan tanah pada umumnya mempunyai resistivitas sekitar 10000 ohm-cm.

Gambar 3 menunjukkan hubungan resistivitas tanah dengan kadar air yang

dikandungnya untuk beberapa jenis tanah. Pada persentase air yang besar, kelembaban

tinggi, maka resistivitasnya kecil. Dari gambar dapat dilihat bahwa resistivitas akan

18

Page 19: BAB I,II,III fix

turun dengan cepat ketika terjadi penambahan kelembaban/kadar air. Dan untuk

mengkondisikan tanah menjadi lebih konduktif perlu dilakukan treatment khusus

terhadap tanah, treatment khusus tersebut bertujuan untuk memeperbaiki sifat-sifat

kimia dasar dari tanah [Roy, 1997]. Resistivitas tanah ditentukan oleh kadar air dalam

tanah serta perlakuan terhadap tanah.

2.7. Resistansi dan Resistivitas Tanah

Resistansi dalam sistem pentanahan merupakan komposisi dari: [IEEE std 142-1991]

a. Resistansi elektroda batang

b. Resistansi kontak antara permukaan elektroda batang dan tanah disekitarnya

c. Resistansi bagian tanah di sekitar elektroda batang pentanahan

Umumnya resistansi elektroda batang dan resistansi kontak nilainya kecil dan

dapat diabaikan dengan resistansi bagian tanah disekitar elektroda pentanahan [katalog,

1986]. Hal tersebut dapat diabaikan apabila elektroda batang pentanahan bebas dari

minyak maupun cat dan kontak antara tanah dan elektroda pentanahan adalah sempurna

(tidak ada rongga udara). Dengan demikian resistansi yang paling menentukan harga

resistansi sistem pentanahan adalah resistivitas tanah itu sendiri.

Komponen yang mempengaruhi resisitivitas tanah adalah jenis tanah,

komposisi kimia yang terkandung dalam tanah, konsentrasi garam yang terlarut dalam

air yang berada di tanah, kelembaban udara, tempertur tanah, ukuran partikel tanah serta

penyebaran partikel tersebut didalam tanah, kepadatan dan tekanan tanah [G.F. Tagg,

1964; 4].

Gambar 2.6. Sel-Sel Tanah Sebagai Elektroda Pentanahan

Sumber: Mil-HDBK-419A, 1987

19

Page 20: BAB I,II,III fix

Arus yang mengalir dari pentanahan tersebut akan melintasi sel-sel ini ke semua

arah. Sel tanah yang terdekat dengan batang pentanahan mempunyai permukaan paling

kecil sehingga memberikan resistansi paling besar. Bila jarak dari elektroda bertambah,

maka luasan ini juga akan membesar. Pada beberapa titik yang menentukan jarak

tertentu, penambahan sel secara signifikan tidak menambah resistansi tanah sekitar

elektroda batang pentanahan. Hal ini diketahui sebagai daerah resistansi efektif dan

jarak ini ditentukan oleh kedalaman penanaman dan diameter elektroda batang

pentanahan yang dipakai. Agar pengukuran sifat resistansi elektroda pentanahan

sederhana maka elektroda tanah dianggap berbentuk hemisphere (setengah bola) seperti

diperlihatkan pada Gambar 2.6.

Gambar 2.7. Distribusi arus didalam tanah

Sumber: G.F Tagg, 1964: 90

Pada Gambar 2.7 mengandaikan arus I mengalir ke tanah melalui elektroda

hemisphere. Arus I mengalir ke semua arah dan jika elektroda kembali sepanjang jalur

yang jauh, maka arus akan mengalir secara seragam pada semua arah. Semua

permukaannnya tersusun secara seri. Jarak dari elektroda bertambah sehingga

elemennya juga bertambah, sedangkan nilai resistansinya perlahan berkurang. Kurva

resistansi terhadap jarak diperlihatkan pada Gambar 2.8.

20

Page 21: BAB I,II,III fix

Resistansi

R

r Jarakrefektif

Gambar 2.8. Grafik fungsi resistansi terhadap jarak

Sumber: G.F Tagg, 1964: 91

Jika sel individual pada radius x, mempunyai lapisan tipis setebal dx,

mempunyai resistansi dR yang dinyatakan:

dR= ρ dx

2 πx2(2.6)

Integrasi dari r menuju titik r1 menghasilkan :

R=ρ

2 π ( 1r−

1r1

)(2.7)

Bila r1 berada dijauh tak berhingga (r1 = ∞ ), maka rumusan di atas menjadi :

R= ρ2 π r (2.8)

yang menyatakan resistansi efektif sistem pentanahan.

Persamaan (2-8) pada dasarnya adalah suatu kasus yang khusus dari persamaan

lainnya yang lebih umum. Mempertimbangkan dua elektroda yang ditanam dalam

sebuah medium konduksi yang homogen dan dianggap terjadi aliran arus dari satu

elektroda ke elektroda lainnya. Maka:

V1 = potensial elektroda pertama

V2 = potensial elektroda kedua

V = potensial di titik manapun pada medium

Selanjutnya, persyaratan yang harus dipenuhi oleh potensial mirip dengan yang

didiskusikan pada permasalahan resistivitas, yaitu:

21

Page 22: BAB I,II,III fix

V harus berkurang sampai V1 pada elektroda pertama

V harus berkurang sampai V2 pada elektroda kedua

V harus hilang pada suatu titik tak terhingga

2 V = 0 di semua titik pada medium

Pada saat yang sama, pertimbangkan pula masalah analogi pada elektrostatis.

Medium homogen akan digantikan oleh udara, sedangkan elektroda-elektroda akan

tetap sebagai konduktor. Dengan membiarkan kedua elektroda tersebut mencapai

keseimbangan dan perubahan berlawan dari listrik pada suatu besaran, maka perbedaan

potensial antara kedua elektroda adalah V1 - V2. Sekarang biarkan menjadi potensial

elektrostatis pada titik manapun di lapangan dan 1, 2 menjadi nilai-nilai dari pada

kedua elektroda, sehingga 1 - 2 = V1 - V2. Akan ada suatu konstanta C sedemikian

hingga + C mengasumsikan nilai-nilai V1 dan V2 di sepanjang kedua elektroda. Sangat

penting bahwa 2 = 0 di seluruh lapangan, sehingga 2 ( + C) = 0 dan = 0 pada

jarak tak hingga.

Konsekuensinya + C memenuhi persyaratan yang harus dipenuhi oleh potensial

V pada kasus sekarang dan hal ini cukup untuk menentukan V. V dan + C harus sama.

Oleh karena itu, jalur aliran arus pada permasalahan saat ini identik dengan jalur

tekanan ketika kedua elektroda diubah perbedaan potensialnya di udara.

Aliran arus normal pada permukaan di titik manapun dari permukaan elektroda

adalah:

.∂V∂ n

(2-9)

Sehingga aliran total yang keluar dari elektroda adalah:

−1ρ ∬ ∂ V

∂ n. dS=−1

ρ ∬ ∂ ψ∂ n

. dS (2-

10)

dimana dS adalah suatu bagian pada permukaan elektroda.

Jika Q adalah perubahan pada elektroda dalam permasalahan analogi elektrostatis,

maka menurut teorema Gauss:

−∬ ∂ ψ∂n

dS=4 πQ (2-11)

Sehingga aliran total arus adalah:

I=4 πQρ

(2-12)

22

Page 23: BAB I,II,III fix

Sekali lagi, jika kapasitas diantara elektroda di udara pada kasus elektrostatis

adalah C, maka:

ψ1−ψ2=V 1−V 2=QC

(2-13)

Jika R adalah resistansi diantara elektroda, maka:

R=V 1−V 2

I=Q

C.

ρ4 πQ

= ρ4 πC

(2-14)

Gambar 2.9. Bidang bola (Sphere)

Sumber: G.F Tagg, 1964: 93

Pada kasus untuk elektroda tunggal, misalnya kembalinya elektroda yang berada

pada jarak yang jauh bernilai R dan C, maka diaplikasikan menjadi elektroda tunggal.

Andaikan elektroda adalah bidang bola (sphere) seperti yang ditunjukkan pada Gambar

2.5, maka kapasitas bidang bulat di udara sebanding dengan jari-jarinya. Sehingga

resistansi dari elektroda bidang bulat pada media tak hingga dapat dinyatakan sebagai

berikut:

R= ρ4 πr

(2-15)

Pada prakteknya elektroda merupakan setengah bola (hemisphere) yang dipendam

pada permukaan ab (Gambar 2.7) dan terbukti bahwa pada kasus ini nilai resistansi

akan menjadi dua kali lipat, seperti Persamaan (2-8). Persamaan (2-8) merupakan

persamaan umum yang dapat digunakan untuk bentuk elektroda, seperti persamaan

berikut:

R= ρ2 πC

(2-16)

dengan

R = tahanan satu batang elektroda (ohm)

ρ = resistivitas tanah (ohm-cm)

C = kapasitansi elektroda (farad)

23

Page 24: BAB I,II,III fix

Salah satu bentuk elektroda yang paling sederhana adalah elektroda batang (rod)

seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.10. Pada Gambar 2.10 menunjukkan

penanaman elektroda batang dengan bayangannya. Tidak ada rumusan kapasitansi

silinder di udara.

Gambar 2.10. Elektroda batang dan bayangannya Sumber: G.F Tagg, 1964: 94

Pendekatan yang paling bagus diperoleh dengan menganggap elektroda sebagai

setengah putaran elipsoida dimana sumbu mayor lebih besar dibandingkan sumbu

minor, maka dapat dinyatakan kapasitansi sebuah elipsoid adalah [G.F Tagg, 1964: 94]:

C= a

2 loge2 ab (2-17)

Dimana a adalah panjang sumbu mayor dan b adalah panjang sumbu minor dari ellips

Jika Persamaan (2-12) diterapkan untuk elektroda batang, maka:

C= 2 l

2 log e4 ld

= l

loge4 ld (2-18)

Dengan mensubstitusikan Persamaan (2-18) ke Persamaan (2-16), maka besar resistansi

dari suatu elektroda batang yang ditanam tegak lurus dengan tanah dapat ditentukan

dengan Persamaan (2-19) [G.F Tagg, 1964:96]:

R= ρ2 π l

loge4 ld (2-19)

dengan

R = tahanan satu batang elektroda (ohm)

ρ = tahanan jenis elektroda batang (ohm-cm)

l = panjang elektroda batang dalam tanah (cm)

24

Page 25: BAB I,II,III fix

d = diameter konduktor pembumian (cm)

2.8. Syarat-syarat Sistem Pentanahan yang efektif

1. Tahanan pentanahan harus memenuhi syarat yang di inginkan untuk suatu

keperluan pemakaian.

2. Elektroda yang ditanam dalam tanah harus :

o Bahan Konduktor yang baik

o Tahan Korosi

o Cukup Kuat

3. Jangan sebagai sumber arus galvanis

4. Elektroda harus mempunyai kontak yang baik dengan tanah sekelilingnya.

5. Tahanan pentanahan harus baik untuk berbagai musim dalam setahun.

6. Biaya pemasangan serendah mungkin.

2.9. Faktor-Faktor yang Menentukan Tahanan Pentanahan

Tahanan pentanahan suatu elektroda tergantung pada tiga faktor :

1. Tahanan elektroda itu sendiri dan penghantar yang menghubungkan ke

peralatan yang ditanahkan.

2. Tahan kontak antara elektroda dengan tanah.

3. Tahanan dari massa tanah sekeliling elektroda.

Namun demikian pada prakteknya tahanan elektroda dapat diabaikan, akan

tetapi tahanan kawat penghantar yang menghubungkan keperalatan akan mempunyai

impedansi yang tinggi terhadap impuls frekuensi tinggi seperti misal pada saat terjadi

lightningdischarge. Untuk menghindarinya, sambungan ini di usahakan dibuat sependek

mungkin. Dari ketiga faktor tersebut diatas yang dominan pengaruhnya adalah tahanan

sekeliling elektroda atau dengan kata lain tahanan jenis tanah (ρ).

2.10. Tahanan Jenis Tanah (ρ)

Dari rumus untuk menentukan tahanan tanah dari statu elektroda yang

hemispherical R = ρ/2πr terlihat bahwa tahanan pentanahan berbanding lurus dengan

besarnya ρ. Untuk berbagai tempat harga ρ ini tidak sama dan tergantung pada beberapa

faktor :

1. sifat geologi tanah

2. Komposisi zat kimia dalam tanah

25

Page 26: BAB I,II,III fix

3. Kandungan air tanah

4. Temperatur tanah

5. Selain itu faktor perubahan musim juga mempengaruhinya.

2.11. Sifat Geologi Tanah

Jenis tanah sangat menentukan resistivitas tanah tersebut. Terkait dengan

pentanahan tanah dibagi dalam beberapa jenis. Tanah liat dapat terdiri dari beberapa

jenis. Karena alasan ini sungguh mustahil untuk menyatakan bahwa tanah liat, atau

tanah lain sebetulnya mempunyai suatu resistivitas yang sangat tinggi. Lagipula jenis

tanah yang sama terdapat dalam berbagai tempat berbeda dari tempat lain.

Tabel 2.4. Nilai resistivitas beberapa jenis tanah

Jenis Tanah Resistivitas dalam (ohm-cm)

Tanah liat, tanah kebun, dll 500 – 5.000

Tanah liat 800 – 5.000

Campuran tanah liat, pasir dan kerikil 4.000 – 25.000

Pasir dan kerikil 6.000 – 10.000

Batu tulis, pasir berbatu, dll 1.000 – 50.000

Batu karang 20.000 – 1.000.000

Sumber: G.F. Tagg, 1964: 4

Nilai resistivitas dalam Tabel 2.4 adalah suatu perkiraan untuk resistivitas yang

diharapkan. Sejumlah peneliti dari waktu ke waktu mengukur resistivitas berbagai jenis

tanah baik melalui pengambilan contoh dan mengukurnya dalam piranti khusus maupun

dengan pengukuran yang tak terpengaruh massa tanah. Keduanya bukan pengukuran

gampang tetapi lebih memungkinkan untuk memberi hasil akurat. Sangat sulit untuk

memastikan bahwa contoh yang diambil dari tanah dalam kondisi yang sama ketika

diukur sebagaimana ia ditempatkan.

Jenis tanah merupakan faktor utama yang menentukan tahanan jenis tanah.

Bahan dasar dari pada tanah relatif bersifat bukan penghantar. Tanah liat umumnya

mempunyai tahanan jenis terendah, sedang batu-batuan dan quartz bersifat sebagai

insulator. Tabel di bawah ini menunjukkan harga-harga ( ρ ) dari berbagai jenis tanah.

26

Page 27: BAB I,II,III fix

Tabel. 2.5. Tahanan jenis tanah

Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

2.12. Komposisi Zat-zat Kimia Dalam Tanah

Kandungan zat – zat kimia dalam tanah terutama sejumlah zat organik maupun

anorganik yang dapat larut perlu untuk diperhatikan pula. Di daerah yang mempunyai

tingkat curah hujan tinggi biasanya mempunyai tahanan jenis tanah yang tinggi

disebabkan garam yang terkandung pada lapisan atas larut. Pada daerah yang demikian

ini untuk memperoleh pentanahan yang efektif yaitu dengan menanam elektroda pada

kedalaman yang lebih dalam dimana larutan garam masih terdapat.

2.13. Kandungan Air Tanah

Kandungan air tanah sangat berpengaruh terhadap perubahan tahanan jenis tanah

(ρ) terutama kandungan air tanah sampai dengan 20%. Dalam salah satu test

laboratorium untuk tanah merah penurunan kandungan air tanah dari 20% ke 10%

menyebabkan tahanan jenis tanah naik samapai 30 kali.Kenaikan kandungan air tanah

diatas 20% pengaruhnya sedikit sekali.

27

Page 28: BAB I,II,III fix

2.14. Temperatur Tanah

Temperatur bumi pada kedalaman 5 feet (1,5 m) biasanya stabil terhadap

perubahan temperatur permukaan. Bagi Indonesia daerah tropic perbedaan temperatur

selama setahun tidak banyak, sehingga faktor temperatur boleh dikata tidak ada

pengaruhnya.

2.15. Elektroda Pentanahan

Pada dasarnya ada tiga jenis elektroda yang digunakan pada sistem pentanahan:

a. Elektroda Batang

Elektroda batang terbuat dari batang atau pipa logam yang ditanam vertikal

di dalam tanah. Biasanya dibuat dari bahan tembaga, stainless steel atau

galvanised steel. Perlu diperhatikan pula dalam pemilihan bahan agar terhindar

dari galvanic couple yang dapat menyebabkan korosi. Elektroda batang ini

mampu menyalurkan arus discharge petir maupun pemakaian pentanahan yang

lainnya.

Gambar 2.11. Elektroda batang

Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

Sistem pentanahan memiliki tujuan untuk mendapatkan resistansi yang

rendah sehingga memungkinkan arus gangguan dengan cepat terdistribusi ke

tanah. Elektroda pentanahan yang digunakan untuk melewatkan arus gangguan ke

tanah adalah elektroda pentanahan jenis batang. Elektroda batang adalah elektroda

yang terbuat dari tembaga, besi baja profil atau pipa yang dipancangkan kedalam

28

Page 29: BAB I,II,III fix

bumi. Dalam penggunaan elektroda batang sangat dipengaruhi oleh ukuran,

dimensi serta bahan pembuatan elektroda batang tersebut, karena pada dasarnya

pentanahan dengan elektroda batang perlu memperhatikan panjang dan ukuran

elektrodanya agar dalam melakukan instalasi pentanahan bisa diperoleh hasil dan

nilai yang baik, meskipun pengaruh ukuran diameter terhadap resistansi

pentanahannya adalah kecil yang hanya berpengaruh sekitar 10% [Roy, 1997].

Dimensi standar elektroda batang yang umum dipakai tersebut dapat dilihat di

dalam Tabel 2.6.

Tabel 2.6. Dimensi standar elektroda batang

T Elektroda Batang

Diameter

(inchi)

Panjang

(ft)

Diameter

(mm)

Panjang

(m)

Ukuran Klem*

(mm2)

1 3/8

5-40

9,53

1,5-12,2

6-10

2 ½ 12,7 6-16

3 5/8 15,88 6-16

4 ¾ 19,05 25-50

5 1 25,4 25-50

Sumber: IEEE Green book Std 142-1991: 184 (* Sesuai SPLN 102, 1993: 9)

Pada umumnya elektroda batang menggunakan silinder yang terbuat dari

tembaga murni, batang tembaga telanjang dan berlapis (copper-clad steel), batang

besi tahan karat (stainless rod), kawat tembaga yang dimasukkan ke dalam batang

pipa yang digalvanisasi dan dapat berupa baja yang sudah disepuh oleh tembaga.

29

Page 30: BAB I,II,III fix

Tabel 2.7. Luas penampang minimum elektroda batang pentanahan standar

berdasarkan jenis bahan

Jenis

elektroda

Bahan

Baja berlapis seng dengan

proses pemanasan

Baja berlapis

tembagaTembaga

Elektroda

batang

Pipa baja berdiameter 1

inchi:

Baja profil:

L 65x65x7

U 6 ½

T 6

X 50x3

atau batang profil lain yang

setara

Baja bulat:

Berdiameter 15

mm dilapisi

tembaga setebal

2,5 mm

Pipa tembaga:

Luas penampang:

50 mm2

Tebal : 2 mm

Hantaran pilin:

(bukan kawat

halus)

Luas

penampangnya: 35

mm2

Sumber: Pedoman Pengawasan Instalasi Listrik (Disnaker-RI), 1987: 18

Kalau tanahnya sangat korosif sebaiknya digunakan ukuran-ukuran

minimum 1,5x ukuran yang diberikan pada Tabel 2.7. Kalau elektroda yang

dimaksudnya untuk mengatur gradient tegangan, luas penampang minimum yang

boleh digunakan adalah sebagai berikut [DISNAKER RI, 1987: 18]:

1. Untuk baja berlapis tembaga : minimum 16 mm2

2. Untuk tembaga : minimum 10 mm2

Untuk memancangkan elektroda-elektroda ini sering digunakan palu lantak.

Elektroda-elektroda tersebut dapat juga dimasukkan ke dalam tanah dengan

getaran, dengan menggunakan palu kango. Kalau tanahnya kering, kadang-

kadang sangat sulit untuk mencapai resistansi penyebaran yang cukup rendah.

Dalam hal ini, ada kalanya sifat-sifat tanah itu dapat diperbaiki dengan

mengolahnya dengan bahan-bahan kimia.

30

Page 31: BAB I,II,III fix

Adapun beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

elektroda batang dalam suatu sistem pentanahan antara lain:

1. Memiliki daya hantar jenis (conductivity) yang cukup baik sehingga tidak

akan memperbesar beda potensial lokal yang bisa sangat membahayakan.

2. Memiliki kekuatan secara mekanis pada tingkat yang tinggi terutama bila

digunakan pada daerah yang tidak terlindung terhadap kerusakan fisik.

3. Tahan terhadap peleburan dari keburukan sambungan listrik, walaupun

konduktor tersebut akan terkena magnitude arus gangguan dalam waktu

yang lama.

4. Tahan terhadap korosi.

b. Elektroda Pelat

Bentuk elektroda pelat biasanya empat perseguí atau empat persegi panjang

yang tebuat dari tembaga, timah atau pelat baja yang ditanam didalam tanah. Cara

penanaman biasanya secara vertical, sebab dengan menanam secara horizontal

hasilnya tidak berbeda jauh dengan vertical. Penanaman secara vertical adalah

lebih praktis dan ekonomis.

Gambar 2.12. Elektroda Pelat

Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

c. Elektroda Pita

Elektroda pita jenis ini terbuat dari bahan metal berbentuk pita atau juga

kawat BCC yang ditanam di dalam tanah secara horizontal sedalam ±2 kaki.

Elektroda pita dapat dipasang pada struktur tanah yang mempunyai tahanan jenis

rendah pada permukaan dan pada daerah yang tidak mengalami kekeringan. Hal

ini cocok untuk daerah-daerah pegunungan dimana harga tahanan jenis tanah

makin tinggi dengan kedalaman.

31

Page 32: BAB I,II,III fix

Gambar 2.13. Elektroda pita

Sumber : http://surindoelektra.com/tahanan-pentanahan/

Elektroda-elektroda ini dapat digunakan secara tunggal maupun multiple

dan juga secara gabungan dari ketiga jenis dalam suatu sistem.

2.16. Pengkondisian Tanah

Bagi daerah–daerah yang mempunyai struktur tanah dengan tahanan jenis tanah

yang tinggi untuk memperoleh tahanan pentanahan yang diinginkan seringkali sukar

diperoleh. Ada tiga cara untuk mengkondisikan tanah agar pada lokasi elektroda

ditanam tahanan jenis tanah menjadi rendah, yaitu :

1. Dengan membuat lubang penanaman elektroda yang lebar dan dimasukkan

mengelilingi elektroda tersebut bahan – bahan seperti tanah liat atau cokas.

2. Mengelilingi elektroda pada statu jarak tertentu diberi zat-zat kimia yang mana

akan memperkecil tahanan jenis tanah di sekitarnya. Zat-zat kimia yang biasa

dipakai adalah sodium chloride, calsium chloride, magnesium sulfat, dan coper

sulfat.

3. Dengan bentonite. Bubuk bentonite bersifat menyerap air, karena itu dengan

mencampur bubuk bentonite, garam dapur dan air maka campuran bentonite

tersebut dapat menghasilkan tahanan jenis tanah yang rendah. Dengan

menanamkan campuran bentonite tersebut disekeliling elektroda maka tahanan

pentanahan dapat diperkecil 1/10-1/15 kali. Komposisi campuran bentonite

menurut perbandingan Bentonite : garam dapur : air = 1 : 0,2 : 2.

2.17. Diameter Konduktor Pentanahan

Pemilihan ukuran diameter konduktor pentanahan dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu (Nugraha, 1999) :

1. Tidak melebur atau rusak apabila dialiri arus kesalahan yang mungkin terjadi.

2. Tahan secara mekanis terhadap tekanan-tekanan yang mungkin timbul.

3. Mempunyai konduktivitas yang baik dan merata.

2.18. Macam-Macam Susunan Elektroda Pentanahan

32

Page 33: BAB I,II,III fix

Jenis - jenis elektroda pembumian dan penggunaannya :

1) Pembumian batang vertikal (grounding rod)

Grounding rod adalah pembumian yang dilakukan dengan cara

menanam batang elektroda pembumian tegak lurus dengan permukaan

tanah.

2) Pembumian kisi-kisi (grounding grid)

Grounding grid adalah pembumian yang dilakukan dengan cara

menanam batang elektroda pembumian sejajar dengan permukaan tanah dan

elektroda pembumian tersebut dihubungkan satu dengan yang lain sehingga

berbentuk mesh/jaring.

Kegunaan elektroda pembumian dalam sistem tenaga misalnya untuk :

Pembumian peralatan

Pembumian titik netral, dll.

2.19. Pengaruh Ketidak Seragaman Lapisan Tanah Terhadap Nilai Resistansi

Pentanahan

Kandungan mineral tanah akan sangat menentukan sifat-sifat kelistrikan dari

tanah tersebut. Sifat kelistrikan itu menyangkut nilai resistivitas. Faktor luar tanah yang

ikut menentukan harga resistivitas (ρ) adalah campuran bahan lain seperti air, garam,

larutan kimia, arang dan lain-lain. Adanya perbedaan unsur kimia penyusun lapisan

tanah mengakibatkan ketidak seragaman lapisan tanah [Roy, 1997]. Akibat dari ketidak

seragaman lapisan tanah terhadap nilai resistansi tanah adalah perbedaan nilai resistansi

tanah dari setiap lapisan tanah. Sehingga tidak mengherankan, apabila terkadang nilai

resistivitas tanah bagian dalam yang seharusnya semakin kecil karena semakin banyak

mengandung air, menjadi sama bahkan menjadi lebih besar jika dibandingkan dengan

nilai resistivitas tanah bagian atas.

Perbedaan nilai resistansi tanah pada setiap lapisan tanah dapat mempengaruhi

nilai resistansi pentanahan. Analisis kuantitatif untuk pengaruh heterogenitas tanah

ditunjukkan pada Persamaan (2-20) sampai (2-23) dengan mengacu pada Gambar 2.14.

33

Page 34: BAB I,II,III fix

Gambar 2.14. Heterogenitas lapisan tanah

Sumber: Carpenter, 1997

Distribusi arus ke tanah adalah tegak lurus terhadap tanah, sehingga nilai

resistansi tanah untuk setiap lapisan tanah yang heterogen dapat dirumuskan dengan

Persamaan (2-20) dan (2-21).

R1=ρ1 . l1

A1

=ρ1 . l1

(2 π r1 h+2 π r12 ) (2-20)

R2=ρ2 . l2

A2

=ρ2 . l2

(2 π r2 h+2 π r22 ) (2-21)

Heterogenitas untuk setiap lapisan tanah jenis –n sesuai dengan Gambar 11

dapat dirumuskan dengan persamaan (2-22).

Rn=ρn . ln

An

=ρn . ln

(2π rn h+2 π rn2 ) (2-22)

Sehingga nilai resistansi pentanahan dengan mengabaikan nilai resistansi

elektroda batang dan resistansi kontak antara elektroda batang dengan tanah dapat

dinyatakan sebagai berikut :

Re=R1+R2 .. . .. .. .. .+Rn (2-23)

dengan,

Re = resistansi pentanahan (ohm)

34

Page 35: BAB I,II,III fix

R = resistansi tanah (ohm)

ρ = resistivitas tanah (ohm-cm)

l = tebal lapisan tanah (cm)

r = jari-jari lapisan tanah (cm)

A = luas rata-rata permukaan lapisan tanah (cm2)

h = kedalaman penanaman elektroda batang (cm)

n = jenis tanah –n

= 1,2,3..........dst.

2.20. Metode Pengukuran Resistivitas dan Resistansi Tanah

2.20.1 Pengukuran Resistivitas Tanah

Resistivitas tanah dapat diketahui dengan menggunakan metode empat titik, yaitu

menyusun empat buah elektroda batang pada satu garis dengan jarak yang sama antara

elektroda batang yang satu dengan elektroda batang yang lainnya. Dengan syarat bahwa

diameter dari elektroda batang yang dimasukkan ke tanah tidak boleh lebih dari 10

persen dari jarak antara elektroda, dan semua elektroda batang yang dimasukkan ke

tanah harus memiliki kedalaman yang sama, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Pengukuran resistivitas tanah dengan menggunakan

metode empat titik (Sumber: T.S Hutauruk, 1987:142)

Arus I dapat mengalir dan dapat terbaca pada Ampermeter karena adanya lebih

dari satu buah elektroda batang yang dimasukkan ke tanah sehingga membentuk loop

tertutup, arus masuk ke tanah melalui salah satu elektroda batang dan kembali melalui

35

Page 36: BAB I,II,III fix

elektroda batang yang lain. Pengukuran resistivitas tanah dengan menggunakan metode

empat titik tidak dipengaruhi oleh diameter dari elektroda batang dan komponen

penghantarnya, tetapi sangat dipengaruhi oleh jarak antara elektroda batang yang

dimasukkan ke tanah. Mengacu pada gambar 2.15 maka dapat dihitung nilai efektif dari

resistivitas tanah, yang ditunjukkan pada Persamaan (2-17) [G.F Tagg, 1964:14]:

ρ= 4 π a U

(1+ 2 a

√(a2+4 b2 )− 2 a

√( 4 a2+4 b2 )) I

=4 π a Un I

(2-17)

dengan,

a = jarak antara elektroda batang yang dimasukkan ke tanah (cm)

b = kedalaman penanaman elektroda batang (cm)

ρ = resistivitas tanah (ohm-cm)

U = tegangan yang terukur pada Voltmeter (volt)

I = arus yang terukur pada Amperemeter (ampere)

n = memiliki nilai antara 1 sampai 2 tergantung oleh perbandingan b/a

apabila b=a, maka n= 1,187;

b=2a, maka n= 1,038.

Dengan kasus yang sama apabila nilai a jauh lebih besar jika dibandingkan

dengan b, maka nilai resistivitas tanah menjadi:

ρ= 2 π aUI (2-18)

apabila nilai b jauh lebih besar jika dibandingkan dengan a, maka nilai resistivitas tanah

menjadi:

ρ= 4 π aUI (2-19)

2.20.2. Pengukuran Resistansi Tanah

Untuk mengetahui besar resistansi tanah dapat menggunakan metode tiga titik,

yaitu dengan memasang tiga buah elektroda batang yang terdiri satu buah elektroda

batang utama dan dua buah elektroda batang bantu dengan jarak tertentu. Dengan

memberikan sumber arus yang dipasang antara elektroda batang utama dengan

elektroda batang bantu 2, serta memasang Voltmeter yang dipasang antara elektroda

batang utama dengan elektroda batang bantu 1, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.16.

36

Page 37: BAB I,II,III fix

Gambar 2.16. Pengukuran resistansi tanah dengan menggunakan metode

tiga titik (Sumber: T.S Hutauruk, 1987:144)

Pada gambar 2.16, a adalah jarak antara elektroda batang utama dengan

elektroda batang bantu 2, dan elektroda batang bantu 1 dimasukkan ke tanah dengan

jarak minimal ½ a dari elektroda batang utama.

Setelah menetapkan besar arus yang dialirkan ke tanah dan didapatkan hasil

pengukuran pada Voltmeter, lalu untuk mendapatkan nilai resistansi tanahnya dapat

dihitung dengan memakai Persamaan (2-20):

U=R . I

R=UI (2-20)

dengan,

U = tegangan yang terukur oleh Voltmeter (volt)

I = besar arus yang diinjeksikan oleh sumber arus (ampere)

R = resistansi tanah (ohm)

37

Page 38: BAB I,II,III fix

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian dalam penyusunan skripsi ini adalah metode perhitungan

dimana data-data yang didapatkan akan dihitung dan kemudian di analisa, adapun

metode ini meliputi:

3.1. Studi Literatur

Skripsi ini dibuat dengan memanfaatkan beberapa literatur baik dari buku

referensi maupun dari hasil penelitian sebelumnya. Studi literatur ini mempelajari:

a. Penelitian terdahulu.

b. Larutan elektrolit

c. Garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium

Cloride (CaCl2).

d. Ilmu tanah.

e. Tanah sebagai konduktor.

f. Jenis tanah.

g. Resistansi pentanahan.

h. Sistem pentanahan.

i. Jenis elektroda pentanahan.

j. Sistem pentanahan menggunakan elektroda batang (rod).

k. Penanaman satu elektroda batang pentanahan tegak lurus dengan permukaan

tanah.

l. Pengaruh ketidak seragaman lapisan tanah terhadap nilai resistansi pentanahan.

m. Metode pengukuran resistivitas dan resistansi tanah.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di lahan kosong di Perumahan Sigura-gura selama beberapa

minggu pada bulan September 2010 sampai Oktober 2010.

3.3. Perencanaan Penelitian

Perencanaan penelitian ini diarahkan untuk menjawab permasalahan dalam skripsi

ini, yaitu untuk mendapatkan hasil penelitian tentang pengaruh penggunaan larutan

garam terhadap resistansi pembumian untuk elektroda jenis batang. Perencanaan

penelitian ini meliputi:

38

Page 39: BAB I,II,III fix

Elektroda batang

Tanah treatment + siraman larutan garam

Tanah lempung

0.5 m 0.5 m

30 cm30 cm

1 m

10 cm 10 cm

Tanah lempung

Tanah treatment + siraman larutan garam

3.3.1. Variabel Penelitian

Variabel yang diamati dan dikaji adalah resistansi pentanahan elektroda batang

bersama larutan garam dengan dua variabel penentunya. Mengacu pada Gambar 3.4,

variabel pertama adalah jenis larutan garam yang digunakan sebagai zat kimia

pengkondisi tahanan pentanahan. Variabel kedua adalah konsentrasi larutan garam yang

berbeda-beda yaitu larutan garam dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.

.

3.3.2. Objek Uji

Obyek uji untuk mengamati dan mengkaji pengaruh jenis dan konsentrasi larutan

garam terhadap tahanan pentanahan elektroda batang adalah elektroda batang (rod)

dengan siraman larutan garam di sekitarnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1. Penanaman Elektroda batang dengan menggunakan garam sebagai

media pengkondisian tanah

Sumber : Perencanaan

39

Page 40: BAB I,II,III fix

Penampang Samping ElektrodaPenampang Atas Elektroda

Tanah Lempung

0.5 m

10 cm

Tanah treatment yang disiram larutan garam

0.5 m

10 cm

30 cm

1 m1 m

Penampang Samping Penanaman 5 Elektroda

1 m1 m

1 m1 m

1 m1 m

1 m1 m

2 m1 m

2 m1 m

2 m1 m

2 m1 m

0.5 m 0.5 m0.5 m0.5 m

30 cm

Gambar 3.2. Penanaman Elektroda batang dengan menggunakan garam sebagai

media pengkondisian tanah

Sumber : Perencanaan

Gambar 3.3. Penanaman 5 buah Elektroda batang dengan menggunakan garam

yang berbeda konsentrasi.

Sumber : Perencanaan

40

0.5 m

Page 41: BAB I,II,III fix

Larutan MgSO4 Larutan CaCl2

Penyiraman dengan :

Penampang Atas Penanaman 15 Elektroda (1 sampel)

0.5 m

2 m

0.5 m

0.5 m

0.5 m

0.5 m

2 m

2 m

2 m

10 cm

10 cm

10 cm

10 cm

10 cm

0.5 m

2 m

0.5 m

0.5 m

0.5 m

0.5 m

2 m

2 m

2 m

10 cm

10 cm

10 cm

10 cm

10 cm

2 m

2 m

2 m

2 m

2 m

0.5 m

2 m

0.5 m

0.5 m

0.5 m

0.5 m

2 m

2 m

2 m

10 cm

10 cm

10 cm

10 cm

10 cm

2 m

2 m

2 m

2 m

2 m

Larutan NaCl

Gambar 3.4. Penanaman 15 buah Elektroda batang dengan menggunakan garam

yang berbeda konsentrasi.

Sumber : Perencanaan

Keterangan gambar 3.4. :

Pengkondisian tanah dengan 10 % konsentrasi larutan garam

41

Page 42: BAB I,II,III fix

OhmmeterLarutan MgSO4

l

r

l

r

OhmmeterLarutan NaCll

Pengkondisian tanah dengan 20 % konsentrasi larutan garam

Pengkondisian tanah dengan 30 % konsentrasi larutan garam

Pengkondisian tanah dengan 40 % konsentrasi larutan garam

Pengkondisian tanah dengan 50 % konsentrasi larutan garam

3.3.3. Rangkaian Pengujian

3.3.3.1. Rangkaian Pengukuran Resistivitas garam Natrium Klorida (NaCl),

Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium Cloride (CaCl2).

Larutan garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium

Cloride (CaCl2) yang akan digunakan sebagai media untuk memperkecil nilai resistansi

pentanahan dimasukkan ke tabung reaksi dan diukur tahanannya, seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 15.

Gambar 3.5. Pengukuran resistivitas garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium

Sulfat (MgSO4), dan Calcium Cloride (CaCl2)

Sumber : Perencanaan

Dari rangkaian pada Gambar 3.5. maka diperoleh nilai resistansinya dengan

ohmmeter. Resistansi Garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4) dan

Calcium Cloride (CaCl2) yang terukur selanjutnya digunakan untuk menghitung

resistivitas garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat (MgSO4), dan Calcium

Cloride (CaCl2) yang ditunjukkan dengan menggunakan Persamaan (3-1) [G.F.

Tagg.1964: 16] :

42

OhmmeterLarutan CaCl2

r

Page 43: BAB I,II,III fix

R= ρ . lA

ohm (3-1)

ρ=A . Rl

ρ=π r 2 . Rl

ohm−cm(3-2)

dengan :

R = nilai resistansi semen konduktif hasil pengukuran (ohm)

l = tinggi semen konduktif yang terisi dalam pipa (cm)

A = luas penampang pipa (cm2)

r = jari-jari pipa (cm)

ρ = nilai resistivitas semen konduktif (ohm-cm)

3.3.3.2. Rangkaian Pengukuran Resistivitas Tanah

Rangkaian pengukuran resistivitas tanah dapat diketahui menggunakan empat

buah elektroda batang yang dihubungkan dengan Earth Resistance Tester, seperti yang

ditunjukkan dalam Gambar 16.

43

Page 44: BAB I,II,III fix

Gambar 3.6. Pengukuran resistivitas tanah menggunakan metode empat titik

dengan Analog Earth Resistance Tester

Sumber : Perencanaan

Earth Resistance Tester selain digunakan untuk mengukur nilai resistansi

pentanahan, dapat juga digunakan untuk menghasilkan sumber tegangan, yang

dibutuhkan dalam pengukuran resistivitas tanah. Arus I dapat mengalir dan dapat

terbaca pada Ampermeter karena adanya lebih dari satu buah elektroda batang yang

dimasukkan ke tanah sehingga membentuk loop tertutup, arus masuk ke tanah melalui

salah satu buah elektroda batang dan kembali ke elektroda batang yang lain. Setelah itu

dapat diketahui nilai tegangan dan arus yang terbaca pada masing-masing alat ukur

Voltmeter dan Ampermeter.

3.3.3.3. Rangkaian Pengukuran Resistansi Tanah dan Jari-jari Efektif Elektrik

Pengukuran resistansi pentanahan jenis elektroda batang untuk berbagai

perubahan variabel menggunakan metode 3 titik dengan menggunakan alat ukur

resistansi pentanahan yaitu ”Analog Earth Resistance Tester” yang rangkaiannya

ditunjukkan pada Gambar 17. Pengukuran dilakukan secara bertahap yaitu sebanyak

tiga tahap untuk setiap pengkondisian tanah di sekitar elektroda batang. Untuk

pengukuran tahap pertama dilakukan sebelum pengkondisian tanah.

44

Page 45: BAB I,II,III fix

1 m

Tanah lempung

Elektroda Bantu 1

Elektroda Bantu 2

x

r

Y

Gambar 3.7.1. Pengukuran resistansi pentanahan dengan menggunakan Analog

Earth Resistance Tester (pengukuran tahap pertama)

Sumber : Perencanaan

Pengukuran tahap kedua dilakukan setelah tanah diperlakukan khusus (tanah

treatment), yaitu tanah yang digali pada radius 0,5 m dari elektroda batang sedalam 30

cm, lebar 10 cm, dan disaring untuk mendapatkan porositas tanah yang lebih baik

sebelum dikembalikan ke asalnya yaitu parit galian.

45

Page 46: BAB I,II,III fix

Tanah treatment

0.5 m

30 cm

1 m10 cm

Tanah lempung

Elektroda Bantu 1

Elektroda Bantu 2

Gambar 3.7.2. Pengukuran resistansi pentanahan dengan menggunakan Analog

Earth Resistance Tester (pengukuran tahap kedua)

Sumber : Perencanaan

Pengukuran tahap ketiga dilakukan setelah pengkondisian tanah yaitu setelah

penyiraman larutan garam pada tanah yang diperlakukan khusus (tanah treatment)

tersebut.

Sedangkan untuk pengukuran jari-jari efektif elektrik dilakukan sebelum dan

sesudah tanah dikondisikan dengan larutan garam.

46

Page 47: BAB I,II,III fix

Tanah treatment + siraman larutan garam

0.5 m

30 cm

1 m10 cm

Tanah lempung

Elektroda Bantu 1

Elektroda Bantu 2

x

r

Y

Gambar 3.7.3 Pengukuran resistansi pentanahan dengan menggunakan Analog

Earth Resistance Tester (pengukuran tahap ketiga)

Sumber : Perencanaan

3.3.4. Langkah Pengujian

3.3.4.1. Pengukuran resistivitas larutan garam

Pengukuran resistivitas larutan garam Natrium Klorida (NaCl), Magnesium Sulfat

(MgSO4) dan Calcium Cloride(CaCl2) yang akan digunakan dalam penelitian seperti

yang ditujukkan pada Gambar 3.5.

3.3.4.2. Pengukuran resistivitas tanah

Pengukuran resistivitas tanah menggunakan metode 4 titik dengan menggunakan

”Analog Earth Resistance Tester” yang rangkaiannya ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Pengukuran resitivitas tanah dilakukan pada setiap pengujian sampel elektroda.

3.3.4.3. Pengujian Resistansi Pentanahan Elektroda Batang Tahap Pertama

47

Page 48: BAB I,II,III fix

Pengujian resistansi pentanahan elektroda batang tahap pertama dimulai setelah

penanaman elektroda batang dengan menggunakan alat bantu berupa martil dan alat

bantu pendukung lainnya. Setelah penanaman elektroda, dilakukan pengukuran tahap

pertama yaitu sebelum tanah diperlakukan khusus (tanah treatment) seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.7.1.

3.3.4.4. Pengukuran Jari-jari Efektif sebelum pengkondisian tanah.

Pengukuran jari-jari efektif dilakukan dengan memindahkan jarak penanaman

elektroda bantu 1 yang diberikan dengan simbol ‘X’ terhadap letak penanaman

elektroda utama. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.1. Jarak ‘r’ akan diubah

secara bertahap kemudian dicatat perubahan nilai resistansi pembumian terhadap jarak

‘r’. Untuk mengetahui jari-jari efektif elektrik elektroda batang dapat dengan mengubah

jarak pengukuran, yaitu dengan memindahkan jarak penanaman elektroda bantu 1 yang

diberikan dengan simbol ‘X’ terhadap letak penanaman elektroda utama (obyek uji).

Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.1. Jarak elektroda bantu ‘Y’ terhadap

elektroda utama (obyek uji) yaitu lebih besar atau sama dengan 20 meter. Sedangkan

jarak elektroda bantu ‘X’ terhadap elektroda utama (obyek uji) sekitar 10 meter. Jarak

‘r’ pada elektroda bantu ‘X’ akan diubah-ubah secara bertahap dengan kelipatan 20 cm

sampai 10 meter. Kemudian dicatat perubahan nilai resistansi pembumian terhadap

jarak ‘r’ sehingga diperoleh nilai perubahan resistansi yang diukur tidak mengalami

perubahan yang besar dari posisi yang satu dengan posisi yang lain. Pengukuran jari-jari

efektif dilakukan pada elektroda tanpa pengkondisian tanah menggunakan larutan

garam dan elektroda dengan pengkondisian tanah menggunakan larutan garam untuk

masing-masing perubahan variabel jenis larutan garam dan konsentrasinya.

3.3.4.5 Perbaikan Porositas Tanah

Perbaikan porositas tanah dilakukan dengan penggalian parit pada radius 50 cm,

lebar 10 cm, dalam 30 cm mengelilingi elektroda batang seperti yang ditunjukkan

gambar 3.1, 3.2, 3.3, dan 3.4. Penggalian parit hanya dilakukan untuk elektroda batang

(15 elektroda batang) yang akan dikondisikan resitivitas tanahnya sedangkan untuk

sebuah elektroda batang yang lain digunakan sebagai referensi tanpa pengkondisian

resitivitas tanahnya. Setelah parit digali dilakukan suatu perlakuan khusus (treatment)

pada tanah galian parit tersebut dengan menyaringnya untuk mendapatkan porositas

tanah yang lebih baik sebelum dikembalikan ke asalnya (parit).

48

Page 49: BAB I,II,III fix

3.3.4.6. Pengujian Resistansi Pentanahan Elektroda Batang Tahap Kedua

Pengujian resistansi pentanahan elektroda batang tahap kedua dilakukan setelah

pengembalian tanah galian yang telah ditreatment ke asalnya (parit) seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.7.2.

3.3.4.7. Pengujian Resistansi Pentanahan Elektroda Batang Tahap Ketiga

Pengujian resistansi pentanahan elektroda batang tahap ketiga dilakukan setelah

pengkondisian tanah dengan penyiraman larutan garam secara merata pada tanah yang

telah diperlakukan khusus (tanah treatment) seperti yang ditunjukkan pada gambar

3.7.3. Pengukuran pada tahap ini dilakukan setiap 2 jam sampai 3 kali pengukuran.

Pengukuran tahanan pentanahan (Resistansi Pentanahan) selanjutnya dilakukan rutin

setiap hari pada pukul 08.00 WIT dan pada pukul 16.00 WIT selama 7 hari.

3.3.4.8. Pengukuran Jari-jari Efektif sesudah pengkondisian tanah.

Untuk mengetahui jari-jari efektif elektrik elektroda batang dapat dengan

mengubah jarak pengukuran, yaitu dengan memindahkan jarak penanaman elektroda

bantu 1 yang diberikan dengan simbol ‘X’ terhadap letak penanaman elektroda utama

(obyek uji). Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.7.3. Jarak elektroda bantu ‘Y’

terhadap elektroda utama (obyek uji) yaitu lebih besar atau sama dengan 20 meter.

Sedangkan jarak elektroda bantu ‘X’ terhadap elektroda utama (obyek uji) sekitar 10

meter. Jarak ‘r’ pada elektroda bantu ‘X’ akan diubah-ubah secara bertahap dengan

kelipatan 20 cm sampai 10 meter. Kemudian dicatat perubahan nilai resistansi

pembumian terhadap jarak ‘r’ sehingga diperoleh nilai perubahan resistansi yang diukur

tidak mengalami perubahan yang besar dari posisi yang satu dengan posisi yang lain.

Pengukuran jari-jari efektif dilakukan pada elektroda tanpa pengkondisian tanah

menggunakan larutan garam dan elektroda dengan pengkondisian tanah menggunakan

larutan garam untuk masing-masing perubahan variabel jenis larutan garam dan

konsentrasinya.

3.3.4.9. Pengolahan Data Pengujian

Pengolahan data pengujian, dilakukan dengan menganalisis hasil pengujian

berdasarkan metode yang diperoleh dari literatur yang ada untuk mengetahui

karakteristik pengaruh penggunaan larutan garam terhadap perubahan nilai resistansi

49

Page 50: BAB I,II,III fix

pentanahan elektroda jenis batang. Sehingga dari pengujian tersebut dapat diketahui dan

dikaji tentang :

1. Pengaruh jenis larutan garam pada pentanahan elektroda batang.

2. Pengaruh konsentrasi larutan garam pada pentanahan elektroda batang.

3. Jari-jari efektif elektrik dari penanaman elektroda batang.

3.4. Diagram Alir Penelitian

50

MULAI

Data masukan :

jenis larutan garam : Natrium Klorida (NaCl),

Magnesium Sulfat (MgSO4) dan Calcium

Cloride(CaCl2); konsentrasi larutan garam :

10%, 20%, 30%, 40%, dan 50%.

Mengukur resitivitas larutan garam

Mengukur secara bertahap (3 tahap pengukuran)

resistansi pentanahan elektroda batang.

Analisis dan interpretasi

Data keluaran :

Karakteristik jenis dan konsentrasi

larutan garam terhadap nilai resistansi

pentanahan elektroda batang.

Mengukur jari-jari efektif sebelum

pengkondisian tanah

Mengukur jari-jari efektif setelah

pengkondisian tanah

Page 51: BAB I,II,III fix

51

SELESAI