Top Banner
BAB III HASIL SURVEI DAN PEMBAHASAN Survei PHBS dan survei kesehatan gigi dan mulut telah dilaksanakan pada 7 KK Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 3-6 Januari 2012. Berdasarkan survei tersebut diperoleh data sebagai berikut: A. Data Umum a. Data Geografi Batas dusun a. Sebelah utara : Dusun Bangunkerto b. Sebelah timur : Dusun Bandaran c. Sebelah selatan : Dusun Klegung d. Sebelah barat : Kecamatan Tempel b. Data Demografi a.Jumlah penduduk : 459 jiwa b.Jumlah penduduk laki-laki : 221 jiwa c.Jumlah penduduk wanita : 432 jiwa 23
85

Bab III-Veni Fix (1)

Jul 25, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab III-Veni Fix (1)

BAB III

HASIL SURVEI DAN PEMBAHASAN

Survei PHBS dan survei kesehatan gigi dan mulut telah dilaksanakan

pada 7 KK Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 3-6 Januari 2012. Berdasarkan

survei tersebut diperoleh data sebagai berikut:

A. Data Umum

a. Data Geografi

Batas dusun

a. Sebelah utara : Dusun Bangunkerto

b. Sebelah timur : Dusun Bandaran

c. Sebelah selatan : Dusun Klegung

d. Sebelah barat : Kecamatan Tempel

b. Data Demografi

a. Jumlah penduduk : 459 jiwa

b. Jumlah penduduk laki-laki : 221 jiwa

c. Jumlah penduduk wanita : 432 jiwa

Survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dilakukan terhadap 7 Kepala

Keluarga di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan survei tersebut diperoleh data

sebagai berikut:

23

Page 2: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 3. Distribusi Sampel Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Dusun Sokomarto, Desa Donokerto,

Kecamatan Turi, DIY, Tahun 2012

NoUmur

(Tahun)Jenis Kelamin

JumlahLaki-Laki WanitaΣ % Σ % Σ %

1 0 – 5 0 0 0 0 0 02 6 –15 1 4,76 2 9,52 3 14,283 16 – 45 4 19,04 6 28,57 10 47,624 46 – 60 3 14,28 3 14,28 6 28,575 > 60 1 4,76 1 4,76 2 9,52

Jumlah 9 42,86 12 57,14 21 100

Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih sedikit

(42,86%) dibandingkan dengan jumlah penduduk wanita (57,14%). Berdasarkan

umur, jumlah penduduk terbanyak adalah kelompok usia produktif umur 16 – 45

tahun, yang terdiri laki-laki 19,04% dan wanita 28,57%.

c. Data Sosial Ekonomi

Tabel 4. Distribusi Sampel Penduduk Berdasarkan Tingkat PendidikanDusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman Daerah Istimewa YogyakartaTahun 2012

Pendidikan KK Frekuensi PersentaseTidak sekolah 20 0Tamat SD 27 28,57Tamat SMP 21 28,57Tamat SMA 54 23,81Tamat Perguruan Tinggi 4 19,05

Jumlah 21 100

Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa jumlah responden terbanyak

memiliki tingkat pendidikan terakhir di SD dan SMP (28,57%) dan tidak ada

responden yang tidak bersekolah.

24

Page 3: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 5. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Pekerjaan PendudukDusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No Jenis Pekerjaan Σ %1. PNS 1 4,762. Swasta 2 9,523. Wiraswasta 1 4,764. Pelajar/mahasiswa 5 23,815. Pensiunan 3 14,286. Buruh 4 19,057. Ibu Rumah Tangga 5 23,818. Tidak bekerja 0 0

Jumlah 21 100

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar anggota keluarga yang

diperiksa bekerja sebagai pelajar/mahasiswa dan ibu rumah tangga (23,81%).

Anggota keluarga yang bekerja swasta (9,52%), 4,76% sebagai PNS dan

wiraswasta, buruh (19,05%), 14,28% sebagai pensiunan, serta tidak ada

anggota keluarga yang tidak bekerja.

d. Data Epidemiologi

Tabel 6. Distribusi Sampel Data Epidemiologi Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

Variabel Frekuensi PersentaseKasus kesakitan 0 0Kasus kematian 0 0Tidak ada kasus 0 0

Jumlah 0 0

Tabel 6 menunjukkan bahwa tidak ada kasus kesakitan (morbiditas)

dan tidak terdapat kasus kematian dalam 1 tahun terakhir pada penduduk

25

Page 4: Bab III-Veni Fix (1)

yang disurvei di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

B. Data Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Survei dilakukan terhadap Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan

Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dengan jumlah anggota

keluarga yang disurvei adalah 21 orang.

Tabel 7. Rekapitulasi PHBS Tatanan Rumah Tangga pada 7 Kepala Keluarga di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto,

Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,

Tahun 2012

No IndikatorYa Tidak Jumlah

Σ % Σ % Σ %

1 Prilaku Sehat Keluarga- Tidak merokok 3 42,85 4 57,14 7 100- Konsumsi garam beryodium & makanan beragam

7 100 0 0 7 100

- Konsumsi sayur & buah setiap hari 7 100 0 0 7 100- Mengikuti asuransi kesehatan 6 85,71 1 14,28 7 100- Mencuci tangan dengan sabun 7 100 0 0 7 100- Sikat gigi sebelum tidur 7 100 0 0 7 100- Melakukan aktivitas fisik 7 100 0 0 7 100- Berobat ke sarana pelayanan kesehatan

7 100 0 0 7 100

2 KIA- Persalinan oleh tenaga kesehatan 7 100 0 0 7 100- Memeriksakan kehamilan pada tenaga Kesehatan

7 100 0 0 7 100

- Penggunaan alat kontrasepsi 6 85,71 1 14,28 7 100- ASI eksklusif 7 100 0 0 7 100- Imunisasi bayi lengkap 7 100 0 0 7 100- Penimbangan bayi/balita rutin 7 100 0 0 7 100

3 Kesehatan Lingkungan - Jamban sehat 7 100 0 0 7 100- Sarana air bersih (SPAL > 10 m) 7 100 0 0 7 100- Tempat sampah sehat 3 42,85 4 57,14 7 100- Tanaman obat keluarga 2 28,57 5 71,42 7 100

26

Page 5: Bab III-Veni Fix (1)

- Pemberantasan sarang nyamuk 5 71,42 2 28,57 7 100- Lantai bukan dari tanah 7 100 0 0 7 100

Berdasarkan Tabel 7 dan menggunakan indikator PHBS tatanan rumah

tangga, hasil survei PHBS dari 7 KK di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto,

Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta dapat

diuraikan sebagai berikut:

1. Perilaku sehat keluarga

a. Tidak merokok (42,85%)

Dari 7 keluarga yang di survei, terdapat 3 keluarga yang di

dalamnya tidak mempunyai kebiasaan merokok. Hal tersebut

menunjukkan bahwa kesadaran untuk mempunyai perilaku hidup sehat

dengan bebas rokok masih belum terlalu baik. Penyuluhan mengenai hidup

sehat bebas rokok sebaiknya dilakukan untuk mempertahankan dan

meningkatakan kesadaran masyarakat untuk hidup sehat dengan tidak

merokok. Rokok mengandung banyak bahan kimia. Setiap satu batang

rokok dibakar, mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia diantaranya adalah

nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen sianida,

ammonia, akrolein, benzene, dan etanol. Kandungan rokok sangat

berbahaya bagi perokok maupun orang-orang di sekitarnya (perokok pasif)

(Fitriani, dkk., 2010 cit Aditama, 1992).

Asap rokok lingkungan terdiri asap arus utama disebut

mainstream smoke (MS) dan asap arus samping disebut sidestream smoke

(SS). Asap arus utama adalah asap yang dihisap dari batang rokok,

27

Page 6: Bab III-Veni Fix (1)

disaring oleh paru-paru perokok dan dihembuskan ke udara. Di dalam

tubuh si perokok MS meninggalkan sisa partikel-partikel di saluran nafas

besar si paru-paru. Asap arus samping (SS) adalah asap yang beredar

langsung ke udara yang berasal dari api yang menyala kecil di ujung rokok

di antara dua hisapan. Lebih kurang 85% paparan perokok pasif diperoleh

dari arus samping, sedangkan 15% sisanya berasal dari arus utama

(Kusumawati, 2010 cit Rad Marssy,2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar BBLR

dilahirkan oleh ibu yang terpapar asap rokok saat hamil. Hal ini

menunjukkan bahwa paparan asap rokok saat hamil menyumbangkan

angka yang cukup besar terhadap kejadian BBLR. Yang dimaksud

terpapar asap rokok di sini adalah jika ibu terpapar asap rokok dari

keluarga yang satu tempat tinggal dengan ibu atau dari perokok yang satu

tempat kerja dengan ibu sehingga disebut perokok pasif (Asiyah, 2010).

b. Konsumsi garam beryodium dan makanan beraneka ragam (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruhnya (100%) telah

mengkonsumsi garam beryodium dan makanan beraneka ragam setiap

harinya. Kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi garam

beryodium dan makanan beraneka ragam sudah sangat baik. Menurut

Dinkes DIY (2000), salah satu makanan yang sesuai dengan gaya hidup

sehat adalah makanan yang mengandung garam beryodium. Garam

beryodium pada makanan digunakan untuk mencegah penyakit gondok,

kretin, dan hambatan dalam perkembangan tubuh dan kecerdasan anak.

28

Page 7: Bab III-Veni Fix (1)

c. Konsumsi buah dan sayur setiap hari (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruhnya mengkonsumsi sayur

dan buah setiap hari. Menurut Dinas Kesehatan DIY (2000) agar badan

sehat, orang harus makan hidangan yang sehat yaitu hidangan yang cukup

jumlahnya, cukup mutu gizinya, dan lengkap jenisnya. Hidangan yang

sehat itu terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, serta sayur dan buah.

d. Kepesertaan asuransi kesehatan (85,71%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, hanya terdapat 6 keluarga yang

memiliki jaminan pemeliharaan kesehatan seperti Jamkesmas, Jamkesos,

ASKES, JAMSOSTEK, atau asuransi kesehatan yang dikelola oleh pihak

swasta lainnya. Ada 4 skema pengamanan sosial yang ada di Indonesia

yaitu Jamsostek (asuransi kecelakaan kerja, kematian, kesehatan, dan

jaminan hari tua bagi pekerja di sektor privat), Taspen (asuransi bagi PNS

berupa program pensiun), Askes (menyediakan asuransi kesehatan bagi

pegawai sektor publik), dan Asabri (untuk tentara dan polisi berupa

pensiun dan pelayanan rumah sakit milik tentara atau polisi). Untuk rakyat

miskin, pada tahun 2005 Indonesia meluncurkan sistem bentuk Kartu

Sehat yang baru yaitu Askeskin yang preminya dibayarkan oleh

pemerintah (ILO, 2008).

e. Mencuci tangan dengan sabun (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruh keluarga setiap anggota

keluarganya membiasakan diri mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan dan sesudah buang air besar. Beberapa responden mencuci tangan

29

Page 8: Bab III-Veni Fix (1)

hanya dengan air tanpa sabun atau bahkan tidak mencuci tangan sebelum

makan. Melihat hal tersebut, masih perlu dilakukan penyuluhan kepada

masyarakat mengenai pentingnya mencuci tangan dengan sabun sebelum

makan dan sesudah buang air besar.

Cuci tangan merupakan suatu hal yang sederhana yang biasa kita

lakukan tapi sangat besar manfaatnya. Penelitian yang dilakukan oleh

Girou et al., (2002) membuktikan bahwa cuci tangan dapat menurunkan

jumlah kuman di tangan hingga 58%. Secara individu cuci tangan dapat

meningkatkan hieginitas yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Cuci

tangan adalah suatu hal yang sederhana untuk menghilangkan kotoran dan

meminimalisir kuman yang ada di tangan dengan mengguyur air dan dapat

dilakukan dengan menambah bahan tertentu. Cuci tangan adalah mencuci

tangan dengan menggunakan sabun plain (tidak mengandung anti

mikroba) atau sabun antiseptik (mengandung anti mikroba),

menggosokgosok kedua tangan meliputi seluruh permukaan tangan dan

jari-jari selama 1 menit, mencucinya dengan air dan mengeringkannya

secara keseluruhan dengan menggunakan handuk sekali pakai. Meski

sama-sama untuk membersihkan tangan, keampuhannya membunuh

bakteri berbeda-beda. Sabun antibakteri memiliki bahan khusus yang dapat

mengontrol bakteri di tangan. Ketika mencuci tangan dengan sabun

antibakteri, sejumlah kecil bahan antibakteri turut bekerja (Rachmawati,

2008).

30

Page 9: Bab III-Veni Fix (1)

f. Menyikat gigi sebelum tidur (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, semua keluarga seluruh anggota

keluarganya membiasakan menyikat gigi sebelum tidur malam. Hal ini

menunjukkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan gigi dan

mulut masih kurang. Menurut Yani (2005), pemeliharaan kesehatan mulut

sangat erat kaitannya dengan kontrol plak. Untuk tujuan tersebut cara yang

paling mudah dan umum dilakukan adalah dengan menyikat gigi secara

teratur dan benar karena hal tersebut merupakan usaha yang dapat

dilakukan secara pribadi. Menurut Yani (2005) cit Houwink (1993), waktu

yang baik untuk menyikat gigi adalah sesudah makan dan sebelum tidur

malam.

g. Melakukan aktivitas fisik (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruhnya telah melakukan

aktivitas fisik setiap harinya. Tidak ada anggota keluarga yang dalam

kondisi bed rest. Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang

menguntungkan terhadap kesehatan yaitu terhindar dari penyakit (jantung,

stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-

lain), berat badan terkendali, otot lebih lentur dan tulang lebih kuat, bentuk

tubuh menjadi ideal dan proporsional, lebih percaya diri, lebih bertenaga

dan bugar, secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik.

Aktivitas fisik dilakukan selama 30 menit perhari (Pusat Promosi

Kesehatan Departemen Kesehatan RI, 2006).

31

Page 10: Bab III-Veni Fix (1)

h. Berobat ke sarana pelayanan kesehatan (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruhnya telah berobat ke sarana

pelayanan kesehatan baik pemerintah atau swasta, berupa puskesmas,

rumah sakit, dokter praktek, atau BPS apabila sedang sakit. Menurut

Depkes RI (2003), salah satu indikator Indonesia Sehat 2010 adalah

persentase penduduk yang memanfaatkan Puskesmas sebesar 15% dan

persentase penduduk yang memanfaatkan rumah sakit sebesar 1,5%.

Tingginya persentase indikator pemanfaatan sarana kesehatan pada

keluarga di Dusun Sokomarto menunjukkan kesadaran kesehatan

masyarakat yang cukup tinggi.

2. KIA

a. Persalinan oleh tenaga kesehatan (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruh anggota keluarga yang

melahirkan, persalinan terakhir ditolong oleh tenaga kesehatan. Meminta

pertolongan persalinan kepada dokter, bidan, perawat kesehatan, atau

pembantu bidan adalah salah satu cara untuk menjaga kesehatan ibu hamil

(Dinas Kesehatan DIY, 2000).

Salah satu faktor kematian ibu dan bayi dari konsep ’the three

delays’ adalah terlambatnya pengambilan keputusan yang diambil oleh

keluarga dan masyarakat termasuk dukunnya. Maka wajarlah jika terjadi

kematian ibu dan bayi karena akibat dari terlambatnya mengambil

keputusan dari keluarga, masyarakat dan dukun, sehingga keluarga,

masyarakat dan dukun ikut bertanggung jawab terhadap kesehatan ibu dan

32

Page 11: Bab III-Veni Fix (1)

bayinya. Persalinan yang ditolong oleh dukun bayi merupakan salah satu

kasus kesehatan yang masih banyak terjadi di Indonesia. Masyarakat

masih banyak yang beranggapan bahwa bila persalinan ditolong oleh bidan

biayanya mahal sedangkan bila ditolong oleh dukun bisa membayar berapa

saja. Penyebab lain mengapa terkadang bidan tidak dipilih dalam

membantu persalinan adalah bahwa selain umurnya masih relatif muda,

bidan dipandang belum memiliki pengalaman melahirkan dan kebanyakan

belum dikenal oleh masyarakat. Peranan dukun bayi dalam proses

kehamilan dan persalinan berkaitan sangat erat dengan budaya setempat

dan kebiasaan setempat (Anggorodi, 2009).

b. Memeriksakan kehamilan pada tenaga kesehatan (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, tidak ada ibu yang sedang hamil.

Untuk menjaga kesehatan ibu selama hamil perlu memeriksakan diri ke

bidan atau Puskesmas secara teratur dan selayaknya ibu mendapat dua kali

imunisasi tetanus (Tetanus Toxoid atau TT) selama masa kehamilan.

Selain itu dianjurkan untuk meminum tablet penambah darah sebutir sehari

dan makan makanan yang beraneka ragam setiap hari dalam jumlah yang

cukup, karena menghindari atau pantang terhadap makanan tertentu akan

merugikan kesehatan ibu (Dinas Kesehatan DIY, 2000). Pemeriksaan

kehamilan dianjurkan dilakukan oleh ibu hamil minimal 4 kali selama

kehamilan. Pemeriksaan pertama atau kunjungan pertama dilakukan

sebelum saat usia kehamilan mencapai 4 bulan atau antara 0-3 bulan

(trisemester 1). Kunjungan kedua pada usia kehamilan 4-6 bulan

33

Page 12: Bab III-Veni Fix (1)

(trisemester 2). Sedangkan kunjungan ketia dan empat dilakukan pada usia

kehamilan 7-9 bulan (trisemester 3). Pemeriksaan kehamilan dapat

dilakukan di Posyandu, Kliinik bersalin, Puskesmas, Rumah sakit, praktek

dokter, dan bidan (Indreswari, dkk., 2008).

c. Penggunaan alat kontrasepsi (85,71%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, 2 keluarga bukan merupakan

pasien usia subur (PUS), 2 keluarga menggunakan KB suntik, dan 2

keluarga menggunakan pil, serta terdapat 1 keluarga yang tidak

menggunakan alat kontrasepsi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat

sudah memiliki kesadaran untuk menekan angka kelahiran demi

terciptanya keluarga bahagia sejahtera. Menurut BKKBN (2000, sit.

Setianingrum, 2009), program KB nasional merupakan salah satu

komponen pembangunan nasional terkait dengan upaya peningkatan

kualitas sumber daya manusia, kesehatan, dan kesejahteraan keluarga.

Program ini dilaksanakan melalui empat misi gerakan KB nasional yaitu

pengaturan kelahiran, penundaan usia kawin, peningkatan ketahanan

keluaraga, dan kesejahteraan keluarga.

d. ASI eksklusif (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, tidak ada keluarga yang memiliki

bayi usia 0 – 6 bulan dan diberikan ASI. Manfaat pemberian Air Susu Ibu

(ASI) eksklusif dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan

morbiditas bayi, mengoptimalkan partumbuhan bayi, membantu

perkembangan kecerdasan anak, dan membantu memperpanjang jarak

34

Page 13: Bab III-Veni Fix (1)

kehamilan bagi ibu (Fikawati dan Syafiq, 2010). Pemberian Air Susu Ibu

(ASI) pada bayi merupakan cara terbaik bagi peningkatan kualitas sumber

daya manusia sejak dini yang akan menjadi penerus bangsa. ASI

merupakan makanan yang paling sempurna bagi bayi. Pemberian ASI

berarti memberikan zat-zat gizi yang bernilai gizi tinggi yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan dan perkembangan syaraf dan otak, memberikan zat-

zat kekebalan terhadap beberapa penyakit dan mewujudkan ikatan

emosional antara ibu dan bayinya (Manaf, 2010 cit Dep.Kes.RI, 2005).

e. Imunisasi bayi lengkap (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruhnya sedang tidak memiliki

bayi. Imunisasi atau vaksinasi merupakan suatu prosedur rutin yang akan

menjaga kesehatan anak karena imunisasi akan memberi perlindungan

menyeluruh terhadap penyakit-penyakit berbahaya yang sering terjadi

pada tahun-tahun awal kehidupan seorang anak. Adapun manfaat

imunisasi antara lain dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian,

upaya pencegahan yang sangat efektif terhadap timbulnya penyakit, untuk

mencegah terjadinya penyakit tertentu pada diri seseorang atau

sekelompok, masyarakat, mencegah kecacatan atau kematian bayi, dapat

meningkatkan derajat kesehatan untuk menciptakan bangsa yang kuat dan

berakal budi untuk melanjutkan pembangunan Negara (Panjaitan, 2010).

f. Penimbangan bayi/balita teratur (100%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, seluruhnya tidak memiliki

bayi/balita. Salah satu indikator anak sehat atau tidak adalah

35

Page 14: Bab III-Veni Fix (1)

memperhatikan berat badannya saat penimbangan dilakukan. Anak yang

sehat menunjukkan dengan semakin bertambah umur maka semakin

bertambah berat badannya (Dinas Kesehatan DIY, 2000)

a. Kesehatan lingkungan

a. Jamban sehat (100%)

Dari hasil survei, semua keluarga sudah menggunakan jamban

yang telah memenuhi syarat kesehatan yaitu harus tertutup, tidak

menimbulkan bau yang mengganggu, memiliki lantai yang kuat, tempat

pijak yang kuat, bentuk closet yang kemudian melalui saluran tertentu

dialirkan pada sumur penampung dan memiliki air pembersih yang segera

dapat digunakan setelah buang air besar.

Manfaat dan pentingnya penggunaan jamban keluarga adalah agar

kotoran tidak berserakan di sembarang tempat sehingga tidak akan

mengotori sumber air, lingkungan menjadi bersih, sehat dan bebas dari

bau, serta mudah dan aman digunakan setiap saat (Dinas Kesehatan Kutai

Kartanegara,2008). Tinja dan limbah cair merupakan bahan buangan yang

timbul karena adanya kehidupan manusia sebagai mahluk individu

maupun mahluk sosial. Tinja juga merupakan bahan buangan yang sangat

dihindari oleh manusia karena dapat mengakibatkan bau yang sangat

menyengat dan sangat menarik perhatian serangga, khususnya lalat, dan

berbagai hewan lain seperti anjing, ayam, dan tikus. Apabila pembungan

tinja dan limbah cair tidak ditangani sebagaimana mestinya maka dapat

mengakibatkan terjadinya pencemaran permukaan tanah serta air tanah,

36

Page 15: Bab III-Veni Fix (1)

yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya penularan berbagai macam

penyakit saluran pencemaan. Untuk menghindari berbagai macam dampak

negatif pada kehidupan manusia dan lingkungan, penanganan tinja dan

limbah cair ini dilakukan dengan teknik dan prosedur yang sesuai dengan

kaidah-kaidah ilmu sanitasi dan kesehatan lingkungan (Harmayani dan

Konsukartha, 2007).

b. Sarana air bersih (SPAL > 10 m) (100%)

Dari hasil survei, keseluruhan keluarga sudah menggunakan

sarana air bersih yang berjarak minimal 10 meter dari Saluran

Pembuangan Air Limbah. Satu keluarga menggunakan sumur pompa

tangan, 3 keluarga menggunakan sumur gali permanen, dan 1 keluarga

menggunakan sumur gali semi permanen. Sumur permanen memiliki

syarat dinding sedalam 3 m dari permukaan tanah harus terbuat dari

tembok (semen) yang tidak tembus air karena bakteri hanya hidup pada

lapisan tanah kurang dari 3 meter. Bibir sumur dibuat di atas tanah untuk

keamanan, dan dibuat lantai sumur dengan semen kira-kira berjarak 1,5

meter dari dinding sumur, agak miring dan ditinggikan 20 cm di atas

permukaan tanah (Putra, 2010 cit Machfoedz, 2004).

Air bersih yang memenuhi syarat kesehatan yaitu jernih, tidak

berbau, tidak berwarna, tidak berasa atau tawar dan tidak mengandung

bahan-bahan yang membahayakan kesehatan. Tempat penyimpanan air

harus tertutup dan sering dibersihkan agar tidak terkena kotoran dan

menjadi tempat berkembang biaknya bibit penyakit atau nyamuk demam

37

Page 16: Bab III-Veni Fix (1)

berdarah (Dinas Kesehatan DIY, 2000). Sumber air dalam lingkungan

keluarga harus diperhatikan karena merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap penyebaran penyakit. Air minum yang tercemar

dapat menyebabkan manusia yang meminumnya terkena diare atau

penyakit lainnya (WHO, 1995).

c. Tempat sampah sehat (42,85%)

Dari 7 keluarga yang disurvei hanya 3 keluarga yang memiliki

tempat sampah sehat (42,85%), sedangkan selebihnya (57,14%) tidak

memiliki tempat sampah sehat. Hal ini menunjukkan kesadaran

masyarakat akan pentingnya pengelolaan sampah kurang baik. Menurut

Dinas Kesehatan DIY (2000), sampah dapat menimbulkan pengotoran

udara dan air, penyumbatan saluran air sehingga dapat terjadi banjir,

menjadi sarang lalat, tikus, dan nyamuk yang dapat menyebarkan bibit

penyakit.

d. Tanaman obat keluarga (28,57%)

Dari 7 keluarga yang disurvei, hanya 2 keluarga yang menanam

tanaman obat dan mengetahui manfaat tanaman obat, sedangkan 5

keluarga (71,42%) tidak memiliki tanaman obat. Menurut Yulyatin (2007),

pemanfaatan tanaman obat keluarga (TOGA) perlu dikembangkan dan

disebarluaskan di masyarakat terutama untuk ibu-ibu rumah tangga.

38

Page 17: Bab III-Veni Fix (1)

e. Pemberantasan sarang nyamuk (71,42%)

Dari hasil survei, sebagian besar keluarga (71,42%) telah

melakukan pemberantasan sarang nyamuk dengan gerakan 3M (Menutup,

Menguras, dan Menimbun). Kristina dkk. (2004) menyebutkan bahwa

selain dengan gerakan 3M, cara yang juga efektif untuk mencegah

penyakit yang diakibatkan oleh nyamuk yaitu dengan memelihara ikan

pemakan jentik, menaburkan larvasida, menggunakan kelambu pada waktu

tidur, memasang kasa, menyemprot dengan insektisida, memasang obat

nyamuk, dan memeriksa jentik secara berkala sesuai dengan kondisi

setempat.

f. Lantai rumah bukan dari tanah (100%)

Dari observasi rumah 7 keluarga yang disurvei, seluruh lantai

rumahnya sudah bukan dari tanah. Komponen yang harus dipenuhi

rumah sehat memiliki lantai kedap air dan tidak lembab.

Jenis lantai tanah memiliki peran terhadap proses kejadian

Tuberkulosis paru, melalui kelembaban dalam ruangan.

Lantai tanah cenderung menimbulkan kelembaban, pada

musim panas lantai menjadi kering sehingga dapat

menimbulkan debu yang berbahaya bagi penghuninya

(Fatimah, 2008). Lantai yang baik adalah lantai yang dalam keadaan

kering dan tidak lembab. Bahan lantai harus kedap air dan mudah

dibersihkan, jadi paling tidak lantai perlu diplester dan akan lebih baik

39

Page 18: Bab III-Veni Fix (1)

kalau dilapisi ubin atau keramik yang mudah dibersihkan (Oktaviani, 2009

cit Ditjen PPM dan PL, 2002).

Berdasarkan hasil survei PHBS dengan mengacu pada indikator-

indikator di atas, 7 keluarga yang disurvei tersebut dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Tabel 8. Klasifikasi PHBS pada Keluarga Sampel di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No Nama KK Jawaban Ya Klasifikasi Peta PHBS

1 Mudjiyono 19 Sehat IV Biru

2 Chris Wisodo 16 Sehat III Hijau

3 Budi Wahyono 17 Sehat IV Biru

4 Jumadi 15 Sehat III Hijau

5 Sunardi 20 Sehat IV Biru

6 Tri Sulis Setyo Wibowo

17 Sehat IV Biru

7 Misji Utomo 16 Sehat III Hijau

Tabel 9. Hasil Klasifikasi Keluarga Sampel Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012No Klasifikasi PHBS Jumlah %1 Sehat I 0 02 Sehat II 0 03 Sehat III 3 42,854 Sehat IV 4 57,14

JUMLAH 7 100

Keterangan klasifikasi keluarga:

Sehat I : Jumlah jawaban YA 1 – 2 Peta PHBS warna merah

Sehat II : Jumlah jawaban YA 3 – 9 Peta PHBS warna kuning

Sehat III : Jumlah jawaban YA 10 – 16 Peta PHBS warna hijau

Sehat IV : Jumlah jawaban YA 17 – 20 Peta PHBS warna biru

40

Page 19: Bab III-Veni Fix (1)

Keterangan strata PHBS tingkat dusun:

Dusun Sehat I : Jika klasifikasi keluarga sehat IV < 25%

Dusun Sehat II : Jika klasifikasi keluarga sehat IV 25% – 49%

Dusun Sehat III : Jika klasifikasi keluarga sehat IV 50% – 74%

Dusun Sehat IV : Jika klasifikasi keluarga sehat IV > 75%

Berdasarkan data PHBS pada tabel 8 dan 9, dapat disimpulkan bahwa

diantara 7 keluarga di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, DIY, pada tahun 2011, 57,14% termasuk dalam klasifikasi

Keluarga Sehat IV sehingga strata PHBS tingkat dusun dari 7 keluarga tersebut

untuk Dusun Sokomarto adalah Dusun Sehat III.

C. Data Kesehatan Gigi dan Mulut

Data survei kesehatan gigi dan mulut meliputi data pemeriksaan status

kesehatan gigi dan mulut serta data pengisian kuesioner tentang kesehatan gigi

dan mulut. Pemeriksaan status kesehatan gigi dan mulut dilakukan pada seluruh

anggota dari 7 keluarga yang berusia 6 tahun ke atas, dengan jumlah responden

sebanyak 21 orang sedangkan kuesioner tentang kesehatan gigi dan mulut hanya

diisi oleh anggota keluarga yang berusia 15 tahun ke atas (16 orang).

Tabel 10. Distribusi Sampel Status Maloklusi Gigi Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No MaloklusiKelompok Umur (Tahun)

Jumlah6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %1 0 (Normal) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 1 (Ringan) 3 14,28 7 33,33 2 9,52 1 4,76 13 61,90

41

Page 20: Bab III-Veni Fix (1)

3 2 (Sedang – Parah) 0 0 3 14,28 4 19,04 1 4,76 8 38,10Jumlah 3 14,28 10 47,62 6 28,57 2 9,52 21 100

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa maloklusi yang sebagian besar

dimiliki oleh penduduk Dusun Sokomarto adalah maloklusi ringan (61,90%), dan

terbanyak terdapat pada kategori usia produktif, yaitu 16-45 tahun.

Tabel 11. Distribusi Sampel Status Fluorosis Gigi Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No FluorosisKelompok Umur (Tahun)

6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 JumlahΣ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1 0 (Normal) 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 1002 1 (Meragukan) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 2 (Sangat ringan) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 04 3 (Ringan ) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 05 4 (Sedang ) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 5 (Parah ) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 100

Dari Tabel 11 terlihat bahwa tidak ada penduduk Dusun Sokomarto yang

disurvei menunjukkan tanda-tanda fluorosis atau normal (100%). Hal tersebut

menunjukkan bahwa kadar fluor dalam air minum penduduk Dusun Sokomarto

dalam batas normal. Menurut Sriyono (2005), semua air mengandung fluor

dengan konsentrasi yang bervariasi. Air laut mengandung fluor sekitar 0,18 –1,4

mg/kg, sedangkan telaga, sungai, atau sumur buatan biasanya di bawah 0,5 mg/kg.

Air yang mengandung fluor sangat tinggi umumnya ditemukan di daerah kaki

gunung. Penggunaan fluor dapat menurunkan prevalensi karies. Pada percobaan

di beberapa negara, penambahan 1 ppm fluor pada air minum dengan berbagai

kondisi yang bervariasi terbukti dapat menurunkan angka karies secara konsisten

sekitar 50%.

42

Page 21: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 12. Distribusi Sampel Berdasarkan Status Karies Gigi dan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,Tahun 2012

NoStatus

Karies Gigi

Kelompok Umur ( Tahun )6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah

Σ x Σ x Σ x Σ x Σ x1 D (Decay) 0 0 31 1,47 35 1,67 2 0,09 68 3,242 M (Missing) 0 0 35 1,67 60 2,86 40 1,90 135 6,433 F (Filling) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

DMF-T 0 0 66 3,14 95 4,52 42 2 203 9,674 d (decay) 7 0,33 0 0 0 0 0 0 7 0,335 e (extracted) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 06 f (filling) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

def- t 7 0,33 0 0 0 0 0 0 7 0,33

Tabel 12 menunjukkan bahwa rerata nilai DMF-T pada sampel penduduk

Dusun Sokomarto adalah 9,67 yang berarti bahwa dari 100 penduduk terdapat 967

gigi permanen yang berlubang atau pernah berlubang. Berdasarkan nilai D, M,

dan F pada Tabel 12 dapat disimpulkan bahwa kesadaran penduduk Dusun

Sokomarto untuk merawat gigi yang berlubang masih sangat kurang. Hal tersebut

terlihat dari tingginya nilai D dan M serta adanya nilai F yang sangat rendah yang

menunjukkan penduduk belum memiliki kesadaran akan kesehatan gigi dan mulut

serta memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan gigi yang ada. Nilai D dan M

tertinggi dijumpai pada kelompok umur 16-45 tahun yaitu 1,67 dan 2,86.

Kurangnya kesadaran akan kesehatan gigi dan mulut kemungkinan disebabkan

oleh status sosial ekonomi sebagian besar penduduk Dusun Sokomarto yang

tergolong cukup rendah dan tingkat pendidikan penduduknya (tertinggi

merupakan tamatan SD dan SMP). Budiharto (1998) menyatakan bahwa makin

43

Page 22: Bab III-Veni Fix (1)

tinggi status ekonomi, keluarga akan mampu membiayai pelayanan kesehatan gigi

sesuai yang diinginkan.

Dari tabel 12 terlihat bahwa rerata nilai def-t adalah 0,33 yang berarti

dari 100 penduduk terdapat 33 gigi susu yang berlubang. Nilai def-t hanya

dijumpai pada kelompok umur 6-15 tahun dengan nilai d=7, e=0, dan f=0. Nilai

f=0 menunjukkan bahwa kesadaran penduduk untuk merawat gigi susu yang

berlubang masih sangat kurang, kemungkinan karena anggapan bahwa gigi sulung

tidak perlu dirawat karena akan tanggal dan diganti dengan gigi tetap.

Tabel 13. Distribusi Sampel Status Kebersihan Mulut Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan

Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,Tahun 2012

No OHI-SKelompok Umur ( Tahun )

6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 JumlahΣ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1Baik

(0 – 1,2)3 14,28 7 33,33 4 19,05 2 9,52 16 76,19

2Cukup

(1,3 – 3,0)0 0 3 14,28 1 4,76 0 0 4 19,05

3Kurang

(3,1 – 6,0)0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

4Tidak Bisa

Diukur0 0 0 0 1 4,76 0 0 1 4,76

Jumlah 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 100

Berdasarkan Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kondisi

kebersihan mulut penduduk Dusun Sokomarto, yaitu 76,19% termasuk kategori

baik, 19,05% termasuk kategori cukup, dan 4,76% tidak dapat diukur. Hal

tersebut menunjukkan masih ada beberapa penduduk Dusun Sokomarto yang

memiliki kesadaran yang cukup kurang dalam menjaga kebersihan mulut.

44

Page 23: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 14. Distribusi Sampel Status Kesehatan Gusi Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoStatus

Kesehatan Gusi

Kelompok Umur ( Tahun )6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %1 Sehat 2 9,52 5 23,80 0 0 0 0 7 33,33

2Gingivitis

1 – 3 segmen1 4,76 3 14,28 3 14,28 2 9,52 9 42,85

3Gingivitis

4 – 6 segmen0 0 2 9,52 3 14,28 0 0 5 23,80

Jumlah 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 100

Tabel 14 menunjukkan bahwa lebih dari setengah penduduk Dusun

Sokomarto (42,85%) mengalami gingivitis pada 1 – 3 segmen, dengan prevalensi

tertinggi pada kelompok umur 16-45 tahun dan 46-60 tahun.

Tabel 15. Distribusi Sampel Status Kesehatan Jaringan Periodontal Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Karanganyar, Desa Donokerto,

Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012

No

Status Kesehatan Jaringan

Periodontal

Kelompok Umur ( Tahun )6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1 Sehat 2 9,52 5 23,80 0 0 0 0 7 33,332 1 – 3 segmen 1 4,76 3 14,28 3 14,28 2 9,52 9 42,853 4 – 6 segmen 0 0 2 9,52 3 14,28 0 0 5 23,80

Jumlah 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 100

Tabel 15 menunjukkan lebih dari setengah penduduk Dusun Sokomarto

(42,85%) jaringan periodontalnya sehat. Menurut Astoeti dkk. (2003) penyakit

gigi dan mulut yang banyak diderita penduduk di Indonesia banyak berkaitan

dengan masalah kebersihan mulut. Penyakit-penyakit gigi dan mulut tersebut

adalah penyakit jaringan penyangga gigi dan penyakit karies gigi. Sumber

penyebab kedua penyakit tersebut adalah diabaikannya kebersihan mulut sehingga

45

Page 24: Bab III-Veni Fix (1)

terjadilah akumulasi plak. Damanik dan Sinaga (2002) menyatakan bahwa

pembersihan gigi yang kurang baik menyebabkan plak mengumpul makin banyak

dan akan menjadi karang gigi dan akan berlanjut merusak jaringan penyangga

yang lebih dalam.

Tabel 16. Distribusi Sampel Pemakaian Gigi Tiruan Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoPemakaian

Gigi Tiruan

Kelompok Umur ( Tahun )6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %1 0 (Tidak) 3 14,28 10 47,61 6 28,57 0 0 19 90,482 1 (GTS) 0 0 0 0 0 0 2 9,52 2 9,523 2 (GTL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 0 0 0 0 0 0 2 9,52 21 100

Tabel 17. Distribusi Sampel Kebutuhan Gigi Tiruan Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoKebutuhan Gigi

Tiruan

Kelompok Umur ( Tahun )6 – 15 16 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %1 0 (Tidak) 3 14,28 5 23,80 1 4,76 2 9,52 11 52,382 1 (Butuh perbaikan) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 03 2 (GTS) 0 0 5 23,80 5 23,80 0 0 10 47,614 3 (GTL) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Jumlah 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 100

Tabel 16 menunjukkan dari sampel penduduk Dusun Sokomarto yang

disurvei hanya 2 orang (9,52%) yang menggunakan gigi tiruan dan berdasarkan

Tabel 17 terlihat bahwa 47,61% penduduk membutuhkan gigi tiruan sebagian

(GTS). Hal tersebut menunjukkan kurangnya kesadaran mengenai pentingnya

upaya rehabilitatif terhadap kesehatan gigi dan mulut, khususnya pembuatan gigi

tiruan.

46

Page 25: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 18. Distribusi Sampel Frekuensi Menyikat Gigi Berdasarkan Kelompok Umur di Dusun Karanganyar, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No

Frekuensi Menyikat

Gigi (per Hari)

Kelompok Umur ( Tahun )6-14 15 – 45 46 – 60 > 60 Jumlah

Σ % Σ % Σ % Σ % Σ %

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 02 1 Kali 0 0 0 0 1 4,76 0 0 1 4,763 2 Kali 3 14,28 9 42,85 5 23,80 2 9,52 19 90,484 3 Kali 0 0 1 4,76 0 0 0 0 1 4,76

Jumlah 3 14,28 10 47,61 6 28,57 2 9,52 21 100

Tabel 18 menunjukkan 90,48% penduduk Dusun Sokomarto menyikat

gigi 2 kali sehari. Hasil tersebut sesuai dengan status kebersihan mulut penduduk

yang menunjukkan sebagian besar memiliki status kebersihan mulut baik, dan hal

ini juga berarti bahwa tingkat kesadaran penduduk cukup tinggi. Namun,

penyuluhan mengenai cara, waktu, pemilihan sikat gigi, dan frekuensi menyikat

gigi dapat dilakukan untuk mengoptimalkan kebiasaan menyikat gigi dalam

menjaga kebersihan gigi dan mulut (Yani, 2005).

Tabel 19. Distribusi Sampel Tingkat Pengetahuan Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No Jenis PertanyaanBenar Salah

Σ % Σ %

1Gigi Berlubang (krowok) karena banyak makan buah-buahan dan sayur-sayuran

12 66,67 6 33,33

2Minuman teh membantu menguatkan gigi (membantu gigi tetap sehat)

7 38,89 11 61,11

3Makin keras menyikat gigi, makin bersih gigi-giginya

8 44,44 10 55,56

4 Penyakit radang gusi menyebabkan gusi berdarah 18 100 0 05 Merokok dapat menyebabkan kerusakan gigi 2 11,11 16 88,896 Menyikat gigi harus memakai pasta gigi 0 0 18 100

47

Page 26: Bab III-Veni Fix (1)

7Gigis pada anak-anak sama dengan gigi berlubang pada orang dewasa

8 44,44 10 55,56

8Gigi yang susunannya tidak teratur atau tidak rata dapat dirawat

17 94,44 1 5,56

9Membersihkan gigi dengan tusuk gigi dapat merusak gigi

15 83,33 3 16,67

10Sakit gigi akan sembuh jika diobati dengan panadol, oskadon atau obat anti sakit lainnnya seperti yang diiklan

8 44,44 10 55,56

11Hilang atau rusaknya gigi pada orang tua adalah hal yang biasa terjadi karena usia

1 5,56 17 94,44

Kuesioner diisi oleh penduduk yang berusia diatas 15 tahun dan di dusun

ini terdapat 18 orang. Berdasarkan tabel 19 dapat diketahui tingkat pengetahuan

dan kesadaran akan kesehatan gigi dan mulut pada penduduk Sokomarto,

meliputi:

1. Terdapat 66,67% penduduk yang mengetahui penyebab gigi berlubang, yaitu

bukan berasal dari makan buah-buahan dan sayur-sayuran

2. Terdapat 38,89%, penduduk yang mengetahui bahwa teh tidak membantu

menguatkan gigi.

3. Terdapat 44,44%, penduduk yang mengetahui bahwa makin keras menykat

gigi, tidak berarti makin bersih gigi-giginya.

4. Seluruh penduduk sudah mengetahui bahwa adanya peradangan pada gusi

menyebabkan gusi berdarah.

5. Terdapat 11,11% penduduk yang sudah mengetahui bahwa merokok dapat

menyebabkan kerusakkan gigi.

6. Tidak ada penduduk yang telah mengetahui bahwa menyikat gigi tidak selalu

memakai pasta gigi

48

Page 27: Bab III-Veni Fix (1)

7. Sebagian penduduk, yaitu 44,44%, sudah mengetahui bahwa gigis pada anak-

anak sama dengan gigi berlubang pada orang dewasa.

8. Sebagian besar penduduk, yaitu 94,44%, sudah mengetahui bahwa gigi yang

susunannya teratur dapat dirawat menggunakan kawat orthodontik.

9. Sebagian besar penduduk, yaitu 83,33%, sudah mengetahui bahwa pemakaian

tusuk gigi akan merusak gigi. Tusuk gigi tidak terjaga kebersihannya sehingga

malah akan melukai jaringan.

10. Terdapat 44,44% penduduk yang sudah mengetahui bahwa obat-obatan seperti

panadol, oskadon dan obat-obatan anti sakit lainnya yang diiklankan dapat

mengatasi sakit gigi.

11. Terdapat 5,56% penduduk yang sudah mengetahui bahwa hilang atau

rusaknya gigi pada orang tua adalah hal yang tidak biasa karena usia.

Tabel 20. Distribusi Sampel Kategori Tingkat Pengetahuan Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto,

Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,

Tahun 2012

NoKategori Tingkat Persepsi

Kesehatan GigiJumlah

∑ %1 Baik 3 16,672 Sedang 15 83,332 Kurang 0 0

Jumlah 18 100

Tabel 21. Distribusi Sampel Kategori Tingkat Persepsi Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoKategori Tingkat Persepsi

Kesehatan GigiJumlah

∑ %1 Baik 12 66,672 Sedang 6 33,332 Kurang 0 0

49

Page 28: Bab III-Veni Fix (1)

Jumlah 21 18

Tabel 22. Distribusi Sampel Kategori Tingkat Sikap Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoKategori Tingkat Persepsi

Kesehatan GigiJumlah

∑ %1 Baik 13 72,222 Sedang 5 27,782 Kurang 0 0

Jumlah 18 100

Tabel 23. Distribusi Sampel Kategori Tingkat Perilaku Mengenai Kesehatan Gigi dan Mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoKategori Tingkat Persepsi

Kesehatan GigiJumlah

∑ %1 Baik 12 66,672 Sedang 6 33,332 Kurang 0

Jumlah 18 100

Berdasarkan Tabel 21, sebanyak 66,67% penduduk Dusun Sokomarto

sudah memiliki persepsi tentang kesehatan gigi dan mulut yang baik. Tabel 22

menunjukkan 72,22% memiliki sikap terhadap kesehatan gigi dan mulut yang

baik, sedangkan Tabel 23 menunjukkan 66,67 % penduduk juga memiliki perilaku

kesehatan gigi dan mulut yang baik.

Astoeti dan Boesro (2003) ci.t Blum (1974) menyebutkan bahwa status

kesehatan gigi dan mulut dipengaruhi oleh 4 faktor penting, yaitu keturunan,

lingkungan (fisik maupun sosial budaya), perilaku, dan pelayanan kesehatan.

Perilaku memegang peranan yang penting dalam mempengaruhi status kesehatan

gigi dan mulut, karena di samping mempengaruhi status kesehatan gigi dan mulut

secara langsung, perilaku dapat mempengaruhi faktor lingkungan maupun

50

Page 29: Bab III-Veni Fix (1)

pelayanan kesehatan. Perilaku seseorang memiliki kaitan yang erat dengan tingkat

pengetahuannya (Astoeti dan Boesro, 2003). Pengetahuan merupakan awal

terjadinya proses perubahan perilaku. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan

akan lebih lama bertahan daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan

(Notoatmodjo, 1993).

51

Page 30: Bab III-Veni Fix (1)

BAB IV

KEDIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari survei terpadu PHBS serta survei

kesehatan gigi dan mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, DIY adalah sebagai berikut:

1. Sebanyak 57,14% keluarga dari 7 keluarga yang disurvei di dusun Sokomarto

termasuk klasifikasi keluarga Sehat IV.

2. Masalah PHBS yang ditemukan dari 7 keluarga yang disurvei di Dusun

Karanganyar, yaitu:

a. Perilaku sehat keluarga

1) Masih terdapat keluarga yang merokok dalam rumah

2) Masih terdapat keluarga yang belum memiliki asuransi kesehatan

3) Sudah tidak terdapat keluarga yang belum membiasakan

menggunakan garam beryodium

4) Sebagian besar keluarga telah membiasakan mengkonsumsi buah dan

sayur setiap hari

b. KIA/KB

1) Tidak terdapat ibu yang tidak memeriksakan kehamilannya kepada

tenaga kesehatan

52

Page 31: Bab III-Veni Fix (1)

2) Terdapat Pasangan Usia Subur yang tidak menggunakan alat

kontrasepsi sebesar 85,71%

c. Kesehatan lingkungan

1) Masih terdapat keluarga yang belum menanan dan mengetahui

manfaat tanaman obat keluarga (TOGA)

2) Masih terdapat keluarga yang tidak mempunyai tempat pembuangan

sampah yang memenuhi syarat kesehatan

3) Sudah tidak ada keluarga yang memiliki rumah dengan lantai dari

tanah

3. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang ditemukan dari 7 keluarga yang

disurvei di Dusun Sokomarto, yaitu:

a. Masih tingginya prevalensi karies gigi dan penyakit gusi

b. Masih kurangnya kesadaran sebagian masyarakat untuk menambalkan

gigi, ditunjukkan dengan nilai F yang rendah

c. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya

rehabilitatif terhadap kesehatan gigi dan mulut, terutama dalam hal

pembuatan gigi tiruan.

B. Saran

1. Kesadaran masyarakat Dusun Sokomarto akan pentingnya perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS) serta kesehatan gigi dan mulut perlu ditingkatkan

melalui penyuluhan-penyuluhan intensif yang dilakukan secara terpadu

53

Page 32: Bab III-Veni Fix (1)

dengan kegiatan kemasyarakatan sehingga penyampaian penyuluhan dapat

lebih efektif.

2. Kerjasama yang baik antara pihak Puskesmas dengan pihak

perangkat dusun dalam menggalakkan PHBS, UKGMD, dan pemanfaatan

fasilitas kesehatan yang ada perlu ditingkatkan.

3. Perlu peningkatan motivasi, pengetahuan, serta ketrampilan

kader-kader kesehatan Dusun Sokomarto melalui pelatihan-pelatihan yang

intensif sehingga dapat meningkatkan kinerjanya.

4. Perlu diadakan kegiatan yang dapat memotivasi masyarakat

untuk menggalakkan PHBS, memperhatikan kesehatan gigi dan mulut,

kesehatan umum, serta lingkungan seperti lomba-lomba dengan tema-tema

PHBS dan kesehatan.

54

Page 33: Bab III-Veni Fix (1)

RENCANA PEMECAHAN MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT

DAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

BAB I

PENDAHULUAN

Perencanaan merupakan fungsi administrasi yang terpenting karena

berbagai fungsi administrasi lainnya baru berperan apabila fungsi perencanaan

telah selesai dilakukan. Hal terpenting dalam perencanaan adalah proses

perencanaan yaitu langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyusun suatu

rencana. Perencanaan yang baik harus merupakan bagian dari sistem administrasi,

dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan, berorientasi pada masa

depan, mampu menyelesaikan masalah, mempunyai tujuan serta bersifat mampu

kelola (Azwar, 1996).

Langkah pertama yang harus dilakukan dalam membuat perencanaan

kesehatan secara umum adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah

diperoleh dari pengumpulan data-data, seperti data demografi, kondisi geografis

dan lingkungan, pendidikan, pekerjaan, sumber tenaga, dan sumber daya yang

tersedia serta status kesehatan penduduk. Setelah mendapatkan data yang

diperlukan, langkah kedua adalah menganalisis data agar dapat diketahui masalah-

masalah yang ada dan dapat ditetapkan masalah yang menjadi prioritas. Langkah

ketiga adalah menyusun alternatif jalan keluar dan memilih prioritas jalan keluar

yang paling menjanjikan berdasarkan keefektifan dan keefisienan jalan keluar.

55

Page 34: Bab III-Veni Fix (1)

Jalan keluar terpilih kemudian diuji untuk menilai berbagai faktor penopang dan

penghambat yang kemudian diperbaiki dan dibuat uraian rencananya. Setelah

ketiga langkah ini ditempuh maka langkah yang terakhir adalah pelaksanaan dan

evaluasi (Azwar, 1996).

Perencanaan program PHBS berguna untuk menentukan tujuan dan

strategi komunikasi PHBS. Langkah-langkah perencanaan program PHBS

tersebut meliputi langkah pertama yaitu menentukan tujuan. Berdasarkan kegiatan

pengkajian PHBS dapat ditentukan klasifikasi PHBS wilayah maupun klasifikasi

PHBS tatanan, maka dapat ditentukan masalah perilaku kesehatan masyarakat di

tiap tatanan dan wilayah, selanjutnya berdasarkan masalah perilaku kesehatan dan

hasil pengkajian sumber daya PKM, ditentukan tujuan yang akan dicapai untuk

mengatasi masalah PHBS yang ditemukan. Langkah kedua adalah menentukan

jenis kegiatan intervensi. Caranya adalah mengembangkan beberapa alternatif

intervensi, kemudian dipilih intervensi mana yang paling baik dilakukan dengan

dikaitkan pada ketersediaan sumber daya. Penentuan kegiatan intervensi dipilih

berdasarkan prioritas masalah PHBS, wilayah garapan, penentuan tatanan yang

akan diintervensi serta penentuan satu jenis sasaran untuk tiap tatanan (Dep.Kes

RI, 2002).

Kedudukan dan peranan perencanaan dalam kemajemukan hidup yang

ditemukan pada masyarakat modern telah sedemikian pentingnya. Pada

pelaksanaan berbagai upaya kesehatan masyarakat, banyak pengaturan yang

diperlukan. Tidak hanya yang menyangkut masalah-masalah kesehatan saja, tetapi

juga pada masalah-masalah kemasyarakatan secara keseluruhan. Asumsi

56

Page 35: Bab III-Veni Fix (1)

perencanaan (planning asumption) bertujuan untuk mengetahui berbagai faktor

penopang dan atau penghambat yang diperkirakan akan dihadapi apabila rencana

tersebut dilaksanakan. Pengetahuan kedua faktor ini cukup penting dalam

pekerjaan administrasi, karena dapat dilakukan berbagai persiapan sedemikian

rupa sehingga pelaksanaan rencana dapat berjalan lebih lancar (Azwar, 1996).

Berdasarkan survei yang telah dilakukan di Dusun Sokomarto, Desa

Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY, terdapat beberapa masalah

kesehatan yang perlu mendapat perhatian dan perlu diadakan pemecahan serta

penanganan lebih lanjut. Adapun masalah-masalah tersebut adalah masalah

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) berupa perilaku sehat keluarga,

KIA/KB, masalah kesehatan lingkungan, serta masalah kesehatan gigi dan mulut

berupa masih tingginya prevalensi karies gigi, penyakit gusi, rendahnya kesadaran

masyarakat untuk menambalkan gigi dan juga kesadaran masyarakat untuk

membuat gigi tiruan juga masih rendah.

57

Page 36: Bab III-Veni Fix (1)

BAB II

PENENTUAN PRIORITAS MASALAH

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan survei terpadu PHBS serta survei kesehatan gigi dan mulut

di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY,

diperoleh beberapa masalah mengenai PHBS dan kesehatan gigi dan mulut

sebagai berikut:

1. Masalah PHBS yang ada di Dusun Sokomarto, yaitu:

a. Perilaku sehat keluarga

1) Masih terdapat keluarga yang merokok dalam rumah

2) Masih terdapat keluarga yang belum memiliki asuransi kesehatan atau

dana sehat

b. KIA/KB

1) Masih terdapat Pasangan Usia Subur yang tidak menggunakan alat

kontrasepsi

c. Kesehatan lingkungan

1) Masih terdapat keluarga yang belum menanan dan mengetahui

manfaat tanaman obat keluarga (TOGA)

2) Masih terdapat keluarga yang tidak mempunyai tempat pembuangan

sampah yang memenuhi syarat kesehatan

2. Masalah kesehatan gigi dan mulut pada penduduk Dusun Sokomarto, yaitu:

58

Page 37: Bab III-Veni Fix (1)

a. Masih tingginya prevalensi karies gigi dan penyakit gusi

b. Masih kurangnya kesadaran sebagian masyarakat untuk menambalkan

gigi, ditunjukkan dengan nilai F yang rendah.

c. Masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya

rehabilitatif terhadap kesehatan gigi dan mulut, terutama dalam hal

pembuatan gigi tiruan

B. Prioritas Masalah

Hasil penyajian data akan memunculkan berbagai masalah dan tidak

semua masalah dapat diselesaikan. Penetapan prioritas masalah perlu

dilaksanakan karena terbatasnya sumber daya yang tersedia dan adanya hubungan

antara satu masalah dengan masalah lain sehingga tidak perlu semua masalah

diselesaikan (Azwar, 1996).

Hasil analisis fakta dan keadaan biasanya menghasilkan berbagai

masalah (baik masalah yang sudah dirasakan maupun belum dirasakan masyarakat

setempat). Sehubungan dengan hal ini, perumusan masalah perlu dipusatkan pada

masalah-masalah nyata (real problem). Artinya, perumusan masalah hendaknya

dipusatkan pada masala-masalah yang dinilai sebagai penyebab tidak

terpenuhinya kebutuhan nyata (real needs) masyarakat yang telah dapat dirasakan

(felt-needs) oleh mereka (Yustina, 2003).

Berbagai macam cara dapat digunakan untuk menentukan prioritas

masalah. Dalam menentukan prioritas masalah PHBS dan prioritas masalah

kesehatan gigi dan mulut di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi

59

Page 38: Bab III-Veni Fix (1)

ini digunakan Teknik Kriteria Matriks yang disederhanakan. Menurut Azwar

(1996), Teknik Kriteria Matriks merupakan cara pemilihan prioritas masalah yang

dilakukan dengan scoring technique yaitu memberi nilai untuk berbagai parameter

tertentu yang telah ditetapkan. Secara umum parameter yang digunakan terdiri

dari:

1. Pentingnya masalah (importancy)

Terdapat beberapa ukuran pentingnya suatu masalah. Beberapa

diantaranya adalah:

a. Besarnya masalah (prevalence)

b. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah (severity)

c. Kenaikan besarnya masalah (rate of increase)

d. Derajat keinginan masyarakat yang tidak terpenuhi (degree of unmeet

need)

e. Keuntungan sosial yang diperoleh jika masalah terselesaikan (social

benefit)

f. Rasa prihatin atau kepedulian masyarakat terhadap masalah (public

concern)

g. Suasana politik (political climate)

2. Kelayakan teknologi yang tersedia dan dapat dipakai untuk mengatasi

masalah (technical feasibility)

3. Ketersediaan sumber daya yang dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah (resources availability)

60

Page 39: Bab III-Veni Fix (1)

Setiap parameter diatas diberi nilai dengan skala 1-5. Cara memberikan

penilaian adalah dengan memberikan angka 5 pada masalah yang dianggap paling

besar/sangat penting dan angka 1 pada masalah yang dianggap paling kecil/tidak

penting. Masalah yang jumlah nilainya paling tinggi adalah yang menjadi prioritas

masalah.

1. Penentuan Prioritas Masalah PHBS

Tabel 24. Distribusi Sampel Rekapitulasi Jawaban ”Tidak” PHBS dengan 3 Pokok Permasalahan di Dusun Sokomato, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No RespondenJawaban ”Tidak”

Perilaku Sehat Keluarga

KIA/KBKesehatan

Lingkungan1 Keluarga 1 0 1 02 Keluarga 2 2 1 13 Keluarga 3 2 0 14 Keluarga 4 2 0 35 Keluarga 5 0 0 06 Keluarga 6 1 0 27 Keluarga 7 0 0 4

Jumlah 7 2 11

Berdasarkan definisi di atas telah ditetapkan kesepakatan tim survei

bahwa yang disebut prevalensi untuk kasus permasalahan PHBS di Dusun

Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY,

adalah sebagai berikut:

a. Jumlah penduduk yang disurvei adalah jumlah keluarga yang disurvei

yaitu sebanyak 7 keluarga.

b. Penentuan prevalensi dilakukan berdasarkan data yang didapat dan

dikelompokkan sebagai berikut:

61

Page 40: Bab III-Veni Fix (1)

1) Permasalahan perilaku sehat keluarga

Sebuah keluarga dinyatakan memiliki permasalahan perilaku sehat

keluarga jika memiliki 4-8 jawaban “tidak” dari 8 permasalahan

perilaku sehat keluarga.

2) Permasalahan KIA/KB

Sebuah keluarga dinyatakan memiliki permasalahan KIA/KB jika

memiliki 3-6 jawaban “tidak” dari 6 permasalahan KIA/KB.

3) Permasalahan kesehatan lingkungan

Sebuah keluarga dinyatakan memiliki permasalahan kesehatan

lingkungan jika memiliki 3-6 jawaban “tidak” dari 6 permasalahan

kesehatan lingkungan.

Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa terdapat 2 keluarga yang

memiliki masalah mengenai kesehatan lingkungan. Hal ini diketahui bahwa

keluarga tersebut memiliki ≥ 3 jawaban “tidak” dari 6 permasalahan

kesehatan lingkungan. Tidak ditemukan permasalahan KIA/KB dan perilaku

sehat keluarga diantara 7 keluarga. Dari data tersebut dapat ditentukan

prevalensi untuk masing-masing permasalahan PHBS:

a. Prevalensi masalah prilaku sehat keluarga

62

Page 41: Bab III-Veni Fix (1)

b. Prevalensi masalah KIA/KB

c. Prevalensi masalah kesehatan lingkungan (kesling)

Tabel 25. Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Masalah PHBSdi Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten

Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoDaftar

Masalah

Kriteria Prioritas MasalahJumlahI

T RP S RI DU SB PB PC

1 Perilaku sehat 2 3 4 4 3 2 3 5 4 345602 KIA 1 5 3 2 2 4 2 2 2 19203 Kesling 1 4 2 3 4 3 1 3 1 864

Keterangan:

Nilai 1 : Untuk kriteria masalah kurang penting

Nilai 2 : Untuk kriteria masalah cukup penting

Nilai 3 : Untuk kriteria masalah penting

Nilai 4 : Untuk kriteria masalah sangat penting

Nilai 5 : Untuk kriteria masalah sangat penting sekali

I = Importancy, P = Prevalence, S = Severity, RI = Rate of Increase, DU =

Degree of Unmeet Need, SB = Social Benefit, PB = Public Concern, PC =

Political Climate, T = Technical Feasibility, R = Resources Availability

63

Page 42: Bab III-Veni Fix (1)

Nilai untuk prevalensi diberikan dengan ketentuan:

Prevalensi 0 – 20% Nilai = 1

Prevalensi 21 – 40% Nilai = 2

Prevalensi 41 – 60% Nilai = 3

Prevalensi 61 – 80% Nilai = 4

Prevalensi 81 – 100% Nilai = 5

Berdasarkan Tabel 25 maka prioritas masalah yang dipilih dan yang

akan dicari jalan keluarnya dari hasil survei PHBS adalah masalah perilaku

sehat keluarga. Masalah perilaku sehat keluarga tersebut meliputi masalah

masih adanya anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok di dalam

rumah, belum memiliki asuransi kesehatan, belum membiasakan

mengkonsumsi garam beryodium, belum membiasakan mengkonsumsi sayur

dan buah setiap hari.

2. Penentuan Prioritas Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut

Berdasarkan hasil survei kesehatan gigi dan mulut penduduk Dusun

Sokomarto diperoleh berbagai masalah kesehatan gigi dan mulut yang

kemudian dapat diambil lima besar masalah untuk penentuan prioritas

masalah.

Berdasarkan Tabel 26 dapat dilihat bahwa prevalensi karies gigi

adalah 91,67%, prevalensi gingivitis adalah 70,83%, dan prevalensi penyakit

periodontal adalah 8,33%

64

Page 43: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 26. Distribusi Sampel Rekapitulasi Data Survei Kesehatan Gigi dan Mulut Penduduk Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

No IndikatorYA TIDAK

Σ % Σ %1 Memiliki karies gigi 14 77,78 4 77,782 Ada gingivitis 11 61,11 7 38,893 Ada penyakit jaringan periodontal 11 61,11 7 38,89

Tabel 27. Distribusi Sampel Teknik Kriteria Matriks Pemilihan Prioritas Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut di Dusun Sokomarto,

Desa Donokerto, Kecamatan Turi,Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta,

Tahun 2012

No Daftar MasalahBobot Nilai

JumlahIT R

P S RI DU SB PB PC

1Status karies gigi tinggi

5 4 3 5 3 5 3 3 3 121.500

2Status kesehatan gingiva kurang

4 3 4 3 2 3 2 2 2 6912

3Status kesehatan jaringan periodontal kurang

4 5 5 4 1 2 1 1 1 800

Keterangan:

Nilai 1 : Untuk kriteria masalah kurang penting

Nilai 2 : Untuk kriteria masalah cukup penting

Nilai 3 : Untuk kriteria masalah penting

Nilai 4 : Untuk kriteria masalah sangat penting

Nilai 5 : Untuk kriteria masalah sangat penting sekali

I = Importancy, P = Prevalence, S = Severity, RI = Rate of Increase, DU =

Degree of Unmeet Need, SB = Social Benefit, PB = Public Concern, PC =

Political Climate, T = Technical Feasibility, R = Resources Availability

Nilai untuk prevalensi diberikan dengan ketentuan:

65

Page 44: Bab III-Veni Fix (1)

Prevalensi 0 – 20% Nilai = 1

Prevalensi 21 – 40% Nilai = 2

Prevalensi 41 – 60% Nilai = 3

Prevalensi 61 – 80% Nilai = 4

Prevalensi 81 – 100% Nilai = 5

Berdasarkan Tabel 27 di atas maka yang menjadi prioritas masalah

kesehatan gigi dan mulut di Dusun Sokomarto adalah tingginya status karies

gigi.

66

Page 45: Bab III-Veni Fix (1)

BAB III

RENCANA PEMECAHAN MASALAH

Setelah dilakukan penentuan prioritas masalah, dicari berbagai alternatif

jalan keluar, yang pada akhirnya dilakukan pemilihan jalan keluar yang menjadi

prioritas.

A. Masalah PHBS

Prioritas masalah PHBS pada masyarakat Dusun Sokomarto yang harus

dipecahkan adalah masalah perilaku sehat keluarga yang meliputi:

1. Masih terdapat anggota keluarga yang memiliki kebiasaan merokok

Alternatif pemecahan masalah adalah dengan memberi penyuluhan tentang

zat-zat yang terkandung dalam rokok dan efeknya bagi kesehatan, bahaya

merokok bagi perokok pasif, hubungan merokok dengan kesehatan gigi dan

mulut serta cara mengurangi bahkan menghentikan kebiasaan merokok.

Hendaknya mencari alternatif pengganti merokok, seperti mengunyah permen

karet dan berolahraga (Hasnida dan Kemala, 2005).

2. Masih terdapat keluarga yang belum memiliki dana sehat/asuransi kesehatan

Alternatif pemecahan masalah adalah memberikan penjelasan kepada

masyarakat tentang pentingnya memiliki asuransi kesehatan, manfaat yang

dapat diperoleh jika memiliki asuransi kesehatan, dan cara mendapatkan

asuransi kesehatan.

67

Page 46: Bab III-Veni Fix (1)

Berdasarkan Tabel 27 terdapat 6 alternatif jalan keluar (A-F) dari

masalah perilaku sehat sebagai prioritas masalah PHBS. Menurut Azwar (1996),

untuk memperoleh prioritas jalan keluar dilakukan penetapan melalui Teknik

Kriteria Matriks, dengan kriteria berikut:

1. Efektivitas jalan keluar

Skor 1-5 untuk yang paling tidak efektif sampai paling efektif. Prioritas jalan

keluar adalah yang memiliki skor efektivitas terbesar. Ada kriteria tambahan

dari efektivitas yaitu:

a. Magnitude (M)

Besarnya masalah yang dapat diselesaikan oleh jalan keluar. Semakin

besar masalah yang dapat diatasi, semakin besar skornya.

b. Importancy (I)

Pentingnya jalan keluar dalam menyelesaikan masalah. Semakin lancar

dan langgeng masalah terselesaikan dengan jalan keluar tersebut, semakin

besar skornya.

c. Vunerability (V)

Sensitivitas jalan keluar untuk menyelesaikan masalah. Semakin cepat

suatu masalah terselesaikan dengan jalan keluar tersebut, semakin besar

skornya.

2. Efisiensi jalan keluar

Skor 1-5 untuk yang paling tidak efisien sampai yang paling efisien. Semakin

besar biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan jalan keluar, semakin tidak

efisien.

68

Page 47: Bab III-Veni Fix (1)

Proritas jalan keluar diperoleh dengan mengalikan seluruh komponen

efektifitas dan membaginya dengan efisiensi. Skor yang paling besar

merupakan prioritas jalan keluar.

Tabel 28. Alternatif Jalan Keluar Masalah PHBS di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

MasalahPenyebab Timbulnya

MasalahAlternatif Jalan Keluar

Perilaku sehat keluarga

1. Kebiasaan merokok A. Penyuluhan tentang zat-zat yang terkandung dalam rokok dan efeknya bagi kesehatan, bahaya merokok bagi perokok pasif, hubungan merokok dengan kesehatan gigi dan mulut serta cara mengurangi bahkan menghentikan kebiasaan merokok, misalnya dengan mengkonsumsi permen karet.

2. Belum memiliki asuransi kesehatan

B. Penyuluhan tentang pentingnya memiliki asuransi kesehatan, manfaat yang dapat diperoleh jika memiliki asuransi kesehatan, dan cara mendapatkan asuransi kesehatan.

Tabel 29. Prioritas Jalan Keluar Masalah PHBS di Dusun SokomartoDesa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoDaftar Alternatif

Jalan KeluarEfektivitas Efesiensi

CM I V1 A 4 5 2 2 802 B 2 2 3 1 123 C 1 2 1 2 44 D 4 1 3 2 24

Keterangan:

M = Magnitude, I = Importancy, V = Vulnerability, C = Cost

Dari Tabel 29 dapat diketahui pilihan jalan keluar yang terbaik adalah A

yaitu penyuluhan tentang zat-zat yang terkandung dalam rokok dan efeknya bagi

kesehatan, bahaya bagi perokok pasif, hubungan merokok dengan kesehatan gigi

69

Page 48: Bab III-Veni Fix (1)

dan mulut serta cara mengurangi bahkan menghentikan kebiasaan merokok,

misalnya dengan mengkonsumsi permen karet.

B. Masalah Kesehatan Gigi dan Mulut

Prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut pada masyarakat Dusun

Sokomarto yang harus dipecahkan adalah tingginya status karies gigi. Salah satu

alternatif untuk pemecahan masalah tingginya status karies gigi yaitu dengan

penyuluhan tentang pentingnya menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan

mulut, penyebab dan proses terjadinya gigi berlubang (karies), serta akibat yang

ditimbulkan bila gigi yang berlubang tidak dilakukan penanganan dan perawatan

dengan segera dan benar.

Perawatan gigi karies bergantung pada tingkat kedalaman karies. Saat

pembusukan berhenti sebelum mencapai dentin, maka email membaik dengan

sendirinya dan bintik putih di gigi akan menghilang. Perlindungan dentin dengan

mengulas fluor. Saat dentin yang menutup pulpa sudah tipis maka dapat dilakukan

pulpcapping indirect dengan menggunakan pelapis dentin Ca(OH)2. Saat

pembusukan telah mencapai dentin, maka bagian gigi yang membusuk harus

diangkat dan diganti dengan penambalan (restorasi) dengan tumpatan tetap

(amalgam, glass ionomer, komposit resin). Pada kasus karies yang sudah terjadi

peradangan pulpa hingga adanya kematian jaringan pulpa, dilakukan pemberian

obat antibiotik dan dilanjutkan perawatan syaraf atau pada kasus yang sudah

terlalu parah, gigi harus dilakukan pencabutan (Dep.Kes.RI, 2007).

70

Page 49: Bab III-Veni Fix (1)

Alternatif pemecahan masalah tingginya status karies yang kedua yaitu

dengan mengadakan pelatihan tentang cara menyikat gigi yang benar. American

Dental Assosiation (ADA) menyatakan bahwa pasien harus menyikat gigi secara

teratur minimal, dua kali sehari yaitu pagi hari setelah sarapan dan sebelum tidur

malam (Pintauli dan Hamada, 2008). Para peneliti telah banyak membuktikan

bahwa sebagian besar efektifitas menyikat gigi dalam membersihkan gigi geligi

tergantung dari bentuk sikat gigi. Pemilihan sikat gigi hendaknya menurut

kebutuhan perseorangan dengan pertimbangan mempunyai pegangan lurus, enak

dipegang, kepala sikat kecil sehingga mudah masuk ke segala daerah mulut serta

bulu sikat kekerasannya sedang atau lembut (Sriyono, 2005).

Alternatif ketiga yaitu dengan pembentukan kader kesehatan gigi dan

mulut untuk promosi fasilitas kesehatan gigi dan mulut yang tersedia dan

memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, misalnya

Puskesmas, sehingga masyarakat memiliki kesadaran dan motivasi untuk

menambalkan giginya yang berlubang. Hal ini mengingat masih rendahnya

kesadaran dan minat masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gigi dan

mulut.

71

Page 50: Bab III-Veni Fix (1)

Tabel 30. Alternatif Jalan Keluar Masalah Kesehatan Gigi dan Mulutdi Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi,

Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

MasalahPenyebab Timbulnya

MasalahAlternatif Jalan Keluar

Tingginya statusKaries

1. Kurangnya kesadaran untuk menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut serta cara perawatan gigi berlubang

A. Penyuluhan tentang pentingnya menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut, tentang penyebab dan proses terjadinya gigi berlubang (karies), serta akibat yang ditimbulkan bila gigi berlubang tidak dilakukan penanganan dan perawatan dengan segera dan benar

2. Kurangnya pengetahuan tentang cara menyikat gigi yang benar

B. Penyuluhan tentang waktu dan cara menyikat gigi yang benar, serta pelatihan tentang cara menyikat gigi yang benar

3. Kurangnya kesadaran dan minat masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan gigi dan mulut

C. Pembentukan kader kesehatan gigi dan mulut untuk promosi fasilitas kesehatan gigi dan mulut yang tersedia dan memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan fasilitas tersebut, misalnya Puskesmas.

Tabel 31. Prioritas Jalan Keluar Masalah PHBS di Dusun Sokomarto, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman,

Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2012

NoDaftar Alternatif

Jalan KeluarEfektivitas Efesiensi

CM I V1 A 3 4 2 4 962 B 2 3 1 3 183 C 4 2 3 2 48

Keterangan:

M = Magnitude, I = Importancy, V = Vulnerability, C = Cost

Tabel 31 menunjukkan bahwa pilihan jalan keluar terbaik untuk prioritas

masalah tingginya tingkat karies gigi yaitu memberikan penyuluhan tentang

pentingnya menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut, penyebab dan

72

Page 51: Bab III-Veni Fix (1)

proses terjadinya gigi berlubang (karies), serta akibat yang ditimbulkan bila gigi

berlubang tidak dilakukan penanganan dan perawatan dengan segera dan benar.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Prioritas masalah PHBS yang perlu ditanggulangi di Dusun Sokomarto, Desa

Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY, pada tahun 2011 adalah

masalah perilaku sehat keluarga yaitu masih adanya anggota keluarga yang

memiliki kebiasaan merokok dan belum memiliki asuransi kesehatan.

2. Prioritas masalah kesehatan gigi dan mulut penduduk Dusun Sokomarto, Desa

Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, DIY, pada tahun 2011 yang

harus dipecahkan adalah tingginya status karies.

3. Prioritas jalan keluar masalah PHBS yang ditetapkan yaitu penyuluhan tentang

bahaya merokok bagi diri sendiri dan bagi perokok pasif, zat-zat yang

terkandung dalam rokok dan efeknya terhadap kesehatan, hubungan merokok

dengan kesehatan gigi dan mulut, serta cara mengurangi/menghentikan

kebiasaan merokok.

4. Prioritas jalan keluar masalah kesehatan gigi dan mulut yang ditetapkan yaitu

penyuluhan tentang kesehatan gigi dan mulut yang berguna untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga dan merawat kesehatan

gigi dan mulut.

73

Page 52: Bab III-Veni Fix (1)

B. Saran

1. Penyuluhan kesehatan kepada masyarakat sebaiknya diberikan secara terpadu

dan terencana serta sesuai dengan tingkat pendidikan sehingga masyarakat

dapat lebih memahami pesan-pesan kesehatan yang disampaikan.

2. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan diharapkan lebih berpartisipasi

aktif dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan di masyarakat dan dapat ikut

membina kader-kader kesehatan masyarakat sehingga dapat memperluas

jangkauan pelayanan kesehatan ke semua lapisan masyarakat.

3. Diperlukan partisipasi aktif dari para motivator di masyarakat seperti tim

penggerak PKK, guru, kader kesehatan, atau tokoh masyarakat lainnya untuk

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan secara umum

maupun kesehatan gigi dan mulut.

74

Page 53: Bab III-Veni Fix (1)

DAFTAR PUSTAKA

Anggorodi, Rina, 2009, Dukun Bayi dalam Persalinan oleh Masyarakat Indonesia, Makara Kesehatan, Vol 13 (1):9-14.

Asiyah, S., Suwoyo, Mahaendriningtyastuti, 2010, Karakteristik Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Sampai Tribulan II Tahun 2009 di Kota Kediri, Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes, Vol.I No.3.

Astoeti, T., Budiharto, dan Bachtiar, A., 2006, Efektivitas Pengelolaan Pendidikan Kesehatan Gigi dengan Pendekatan Total Quality Management pada Anak Sekolah, IJD, 13(3): 150 – 5.

Astoeti, T., dan Boesro, S., 2003, Pengaruh Tingkat Pengetahuan terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Murid-Murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) DKI Jakarta, Dentika Dental Journal, 8(2): 145 – 50.

Astoeti, T., Jenie, A., Kusnoto, J., 2006,Hubungan Perilaku Terhadap Kebersihan Gigi dan Mulut Murid-Murid Sekolah Dasar Negeri (SDN) DKI Jakarta Penderita Gigi Berjejal (Kajian pada Murid-Murid Kelas 4 – 6 SDN di DKI Jakarta), Jurnal Kedokteran Gigi UI , 10 (Edisi Khusus): 490 – 5.

Azwar, A., 1996, Pengantar Adsministrasi Kesehatan, Edisi 3, PT. Binarupa Aksara, Jakarta.

Budiharto, 1998, Kontribusi Umur, Pendidikan, Jumlah Anak, Status Ekonomi Keluarga, Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Gigi dan Pendidikan Kesehatan Gigi terhadap Perilaku Ibu, JKGUI, Jakarta, 5(2): 99 – 108.

Damanik, S., dan Sinaga, E. V., 2002, Efek Penyuluhan dan Pelatihan dalam Penurunan Indek Plak pada Siswa-Siswa Kelas IV dan V di Dua SD Negeri Medan, Dentika Dental Journal, Medan, 7(1): 1 – 5.

Departemen Kesehatan RI, 1999, Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat (UKGM), Direktorat Jendral Pelayanan Medik, Direktorat Kesehatan Gigi, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2002, Panduan Manajemen PHBS Menuju Kabupaten/Kota Sehat, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2003, Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat,

75

Page 54: Bab III-Veni Fix (1)

http:// www.litbang.depkes.go.id/download/is2010/indikator.pdf , diunduh pada tanggal 15 Juli 2011

Departemen Kesehatan RI, 2006, Buku Saku Gaya Hidup Sehat, Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 2007, Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Dinas Kesehatan DIY, 2000, Buku Pegangan Kader Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tatanan Rumah Tangga, Seksi LKM Bapelkes, Yogyakarta.

Dinas Kesehatan Kutai Kartanegara, 2008, Definisi Jamban Keluarga dan SPAL, http://www.dinkes.kutai-kartanegara.go.id , diunduh pada tanggal 15 Juli 2011

Djatmiko, Febri, 2008, Upaya Peningkatan Strata Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Tingkat Rumah Tangga Melalui Strategi Promosi Kesehatan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Fatimah, Siti, 2008, Tesis: Faktor Kesehatan Lingkungan rumah yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di Kabupaten Cilacap (Kecamatan: Sidareja, Cipari, Kedungreja, Patimuan, Gandrungmangu), Program Pascasarjana Universita Diponegoro, Semarang.

Fikawati, S., dan Syafiq, A., 2010, Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini di Indonesia, Makar Kesehatan, Vol. 14(1):17-24

Fitriani, Eriani,K., Sari, W., 2010, The Effect of Cigarettes Smoke Exposured Caused Fertility of Male Mice (Mus musculus), Jurnal Natural, Vol. 10, No. 2.

ILO, 2008, Social Security in Indonesia : Advancing the Development Agenda, ILO Subregional Office, South East Asia.

Harmayani, K.D., Konsukartha, I.G.M., 2007, Pencemaran Air Tanah Akibat Pembuangan Limbah Domestik di Lingkungan Kumuh Studi Kasus Banjar Ubung Sari, Kelurahan Ubung, Jurnal Pemukiman Natah, Vol. 5(2): 62-108.

Hasnida, dan Kemala, I., 2005, Hubungan Antara Stress dan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-laki, PSIKOLOGIA,Vol. 1, No. 2.

76

Page 55: Bab III-Veni Fix (1)

Indreswari, M., Hardinsyah, Damanik, M.R., 2008, Hubungan Antara Intensitas Pemeriksaan Kehamilan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan Konsumsi Tablet Besi dengan Tingkat Keluhan Selama Kehamilan, Jurnal Gizi dan Pangan, Vol 3(1): 12-21.

Kristina, Isminah, Wulandari, L., 2004, Kajian Masalah kesehatan: Demam Derdarah Dengue,Badan Litbangkes, Depkes RI, Jakarta.

Kusumawati, Ita, 2010, Tesis: Hubungan Antara Status Merokok Anggota Keluarga dengan Lama Pengobatan ISPA Balita di Kecamatan Jenawi, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Manaf, S.A., 2010, Tesis : Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Pemberian ASI Eksklusif pada Ibu Bekerja di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besar,Fakultas Kesehatan Masyarakat Universita Sumatera Utara, Medan.

Notoatmodjo, S., 1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan, Andi Offset, Yogyakarta.

Oktaviani, V.A., 2009, Skripsi : Hubungan Antara Sanitasi Fisik Rumah dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) pada Balita di Desa Cepogo KecamatanCepogo Kabupaten Boyolali, Fakultas Ilmu Kesehatan Universita Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Panjaitan, P.M., 2010, Karya Tulis Ilmiah : Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi pada Balita di Klinik Bersalin Nurhalma Tembung tahun 2010, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut sehat. Medan: USU Press, 2008: 5-6, 28-29, 74-81

Pusat Promosi Kesehatan Depkes RI, 2006, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga. Jakarta.

Putra, B., 2010, Skripsi : Analisa Kualitas Fisik, Bakteriologis dan Kimia Air Sumur Gali serta Gambaran Keadaan Konstruksi Sumur Gali di Desa Patumbak Kampung Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang tahun 2010, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rachmawati, F.J., dan Triyana, S.Y., 2008, Perbandingan Angka Kuman pada Cuci Tangan dengan Beberapa Bahan Sebagai Standarisasi Kerja di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia, Logika, Vol 1(5): 26-31.

77

Page 56: Bab III-Veni Fix (1)

Setianingrum, Putri, 2009, Hubungan Antara Pemakaian Alat Kontrasepsi Suntik Dengan Tekanan Darah pada Akseptor KB Suntik di Puskesmas Delanggu Klaten, Fakultas Ilmu Kesehatan UMS, Surakarta.

Sriyono, W. N., 2005, Pengantar Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.

WHO, 1995, Kader Kesehatan Masyarakat (Terj.), EGC, Jakarta.

Yani, R. W. E., 2005, Hubungan Pola Menyikat Gigi dengan Karies Gigi, Indonesian Journal of Dentistry, FKG UI, Jakarta, 12(1): 15 – 8.

Yulyatin, 2007, Sikap Ibu Rumah Tangga Pedesaan terhadap Tanaman Obat Keluarga (TOGA) (Studi Kasus di Desa Trasak Kecamatan Larangan Kabupaten Pamekasan),

Yustina, 2003, Perencanaan Program Penyuluhan, Bagian Administrasi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3721/1/fkm-ida%20yustina.pdf , diunduh pada tanggal 15 Juli 2011

78

Page 57: Bab III-Veni Fix (1)

79