Top Banner
40 BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH PROVINSI BANTEN TAHUN 2017 A. Sejarah Pemilu Sejarah Pemilu di Indonesia Pemilihan umum sebagai salah satu sarana untuk merealisasikan demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya belum dapat dselenggarakan diawal kemeredekaan. Karena revolusi dan tujuan besar negara pada saat itu belum memungkinkan untuk mewujudkannya, negara lebih berfokus pada hal-hal yang berkaitan dengan mempertahankan kemerdekaan. Dan gejolak politik pada saat itu menjadi alasan lain sehingga proses penerapan sistem demokrasi belum sempurna. Pada tanggal 29 September 1955 barulah bisa terlaksana pemilihan umum untuk DPR dengan tertib dan lancar. Lebih dari 39 juta pemilih atau sekitar 91,5 % pemilih yang terdaftar di 16 daerah pemilihan (208 kabupaten, 2.139 kecamatan dan 43. 429 desa) terlibat untuk memilih anggota 272 anggota DPR. Peristiwa ini merupakan peristiwa terbesar setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17
33

BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

Nov 09, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

40

BAB III

TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH

PEMULA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH

PROVINSI BANTEN TAHUN 2017

A. Sejarah Pemilu

Sejarah Pemilu di Indonesia

Pemilihan umum sebagai salah satu sarana untuk merealisasikan

demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan

pemimpinnya belum dapat dselenggarakan diawal kemeredekaan.

Karena revolusi dan tujuan besar negara pada saat itu belum

memungkinkan untuk mewujudkannya, negara lebih berfokus pada

hal-hal yang berkaitan dengan mempertahankan kemerdekaan. Dan

gejolak politik pada saat itu menjadi alasan lain sehingga proses

penerapan sistem demokrasi belum sempurna.

Pada tanggal 29 September 1955 barulah bisa terlaksana

pemilihan umum untuk DPR dengan tertib dan lancar. Lebih dari 39

juta pemilih atau sekitar 91,5 % pemilih yang terdaftar di 16 daerah

pemilihan (208 kabupaten, 2.139 kecamatan dan 43. 429 desa) terlibat

untuk memilih anggota 272 anggota DPR. Peristiwa ini merupakan

peristiwa terbesar setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17

Page 2: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

41

Agustus 1945, sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat Indonesia

banyak terlibat dan antusias menyambutnya. Ditambah lagi dengan

tuntutan dan harapan besar rakyat pada pemilu untuk dapat merubah

gejolak politik dan permasalahan negara yang terjadi pada saat itu.

Seiring dengan perjalanan waktu Pemilihan umum di Indonesia

sudah dilaksanakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971,

1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan terakhir tahun

2014. Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya adalah

ditujukan untuk memilih anggota pada lembaga perwakilan, yaitu DPR,

DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amandemen

keempat UUD 1945 pada tahun 2002, pemilihan umum diberlakukan

untuk memilih presiden dan wakil presiden atau sering disebut pilpres.

Pada mulanya pemilihan presiden dilakukan oleh lembaga perwakilan

MPR RI, karena adanya desakan maka disepakatilah pemilihan

presiden dan wkil presiden secara langsung oleh rakyat dan dari rakyat

sebagai bentuk perwujudan dari negara demokrasi modern.

Pilpres sebagai bagian dalam rangkaian pemilu pertama kali

dilaksanakan pada pemilu tahun 2004. Dan pada tahun 2007 setelah

ditetapkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan

kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) pun dimasukkan

Page 3: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

42

sebagai rangkaian dan bagian dari pemilu. Setelah fase ini, istilah

pemilu pada umumnya lebih sering merujuk kepaada pemilihan

anggota legislatif dan eksekutif yang diadakan setiap lima tahun sekali.

Pemilu harus dilaksanakan secara berkala, karena memiliki fungsi

sebagai sarana pengawasan bagi rakyat terhadap wakilnya dan terhadap

pemerintahnya. Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala

daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sebagai perwujudan

dari sistem demokrasi yang mewajibkan keterlibatan dan kedaulatan

rakyat sepenuhnya. Dan pemilihan umum kepala daerah dan wakil

kepala daerah yang pertama kali dilaksanakan di Indonesia adalah

Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 01 Juni 20051.

Sejarah Pemilu dalam Islam

Dalam sejarah Islam dikenal beberapa macam model pemilihan

umum, khususnya dalam hal memilih pemimpin (Khalifah). Peran

khalifah dalam kehidupan sosial dan politik umat Islam memiliki peran

yang sangat signifikan. Umat Islam pun diwajibkan untuk memilih dan

mentaati pemimpin diantara mereka, sebagaimana firman Allah SWT

dalam QS. Annisa ayat 59:

:

1 https://id.m.wikipedia.org/wiki/pemilihan_umum_di_Indonesia diakses

pada tanggal 03 Mei 2018 pukul 02:42 wib

Page 4: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

43

يا أيها الذين آمنىا أطيعىا اللو وأطيعىا الرسىل وأولي

الؤمر منكم فئن تنازعتم في شيء فردوه إلى اللو والرسىل إن

تم تؤمنىن باللو واليىم الآخر ذلك خير وأحسن تؤويلاكن

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah

Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) diantara

kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka

kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika

kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu

lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Qs Annisa ayat 59).

Pemilihan pemimpin (khalifah) dalam Islam ini diawali setelah

wafatnya Rasulullah SAW dan digantikan oleh Khalifah Abu Bakar

Siddiq, pemilihan tersebut berdasarkan musyawarah para sahabat baik

dari kalangan Muhajirin maupn Anshar yang dilakukan di balai

pertemuan Saqifah Bani Saidah. Hal inilah yang menjadi bukti para

sahabat dalam merumuskan istilah Ahlu Al Halli Wa Al „Aqd, yang

memiliki tugas sebagai pengganti kenabian yag menjadin wakil dan

memimpin ummat Islam untuk menuju masyarakat Islam yang madani.

Page 5: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

44

Dalam prosesi pengangkatan khalifah Abubakar ini terjadi

silang pendapat antara kaum Muhajirin dan Anshar. Karena ada sabda

Nabi yang mengatakan agar mendahulukan orang-orang keturunan

Quraisy untuk menjadi Khalifah, dan kaum yang berasal dari golongan

lainnya agar menjadi Wuzara (Pembantu Khalifah). Maka setelah

melalui proses seleksi dan diskusi untuk menentuan Khalifah pengganti

Rasulullah tersebut terpilihlah Khalifah Abu Bakar Siddiq sebagai

Khalifah pengganti Rasulullah SAW. 2

Selain daripada itu, pertemuan para sahabat tersebut juga turut

membicarakan perihal perlu terbentuknya sistem pemerintahan

Khilafah dengan menentukan beberapa Wuzara‟ dan batas wilayah

kekuasaan kekhalifahan Islam. Dan pada peristiwa inilah yang menjadi

peristiwa pengangkatan Khalifah (Pemimpin) Ummat Islam pertama

yang dilakukan berdasarkan hasil pemilihan dengan system

musyawarah dalam konteks Daulah Islamiyah.

B. Pengertian Pemilu

Pemilihan umum (pemilu) secara sederhana dapat diartikan

sebagai bentuk pemberian suara oleh rakyat yang diatur dalam undang-

2 Imam Al Mawardi, Al Ahkam Al Sulthaniyah Terjemahan (Jakarta: Qisthi

Press, 2014) hal, 9-10.

Page 6: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

45

undang untuk memilih calon-calon yang dianggap layak untuk

menempati jabatan struktural di parlemen maupun di pemerintahan.

Selain daripada itu, pemilu juga merupakan salah satu sarana

bagi rakyat dalam menyampaikan aspirasi secara langsung. Negara

dengan sistem demokrasi menolak adanya kepemimpinan yang turun-

menurun, dan pemilu dapat menghindarkan negara dari model

kepemimpinan seperti itu. Pemilu diharapkan dapat menegakkan

tatanan politik dan pemerintahan yang demokratis. Pemilu menjadi

sarana penting bagi tegaknya demokrasi yang sehat dan baik dalam

sebuah negara3.

Menurut undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang

pemilihan umum, menjelaskan bahwa “Pemilu adalah sarana

kedaulatan rakyat untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat,

anggota dewan perwakilan daerah, presiden dan wakil presiden, dan

untuk memilih anggota dewan perwakilan rakyat daerah, yang

dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil

dalam negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.

3 Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Umat Beragama Cerdas

Berdemokrasi (Jakarta)

Page 7: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

46

Pemilu pun memiliki beberapa asas yang patut dipertimbangkan

guna terwujudnya pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan amanat

Undang-undang. Adapun asas-asas dalam pemilu yaitu:

a) Langsung

b) Umum

c) Bebas

d) Rahasia

e) Jujur, dan

f) Adil

Pemilu di Indonesia mempunyai tujuan untuk menghasilkan

pemimpin di parlemen maupun pemerintahan berdasarkan asas

demokratis dengan melibatkan rakyat secara langsung. Dan tujuan

lainnya agar melaksanakan kedaulatan rakyat dengan sepenuhnya,

perwujudan hak politik rakyat, melaksanakan pergantian personal

pemerintahan secara konstitusional, merealisasikan aspirasi rakyat.

Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat

merupakan sebuah hal sentral dalam diskursus politik sebagai bagian

terpenting dalam proses perwujudan otonomi daerah. Pelaksanaannya

menjadi momentum yang sangat penting bagi proses realisasi

demokratisasi politik ditingkat lokal. Pilkada merupakan proses yang

Page 8: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

47

tidak bisa berdiri sendiri. Baik dan buruknya pelaksanaan dan hasil dari

proses tersebut berkaitan langsung dengan subyek yang terlibat

langsung didalamnya. Keberhasilan penyelenggaraan Pilkada, baik

secara prosedural maupun substansial tergantung sinergitas antara tiga

faktor, yaitu: (a) pemilih yang memiliki hak pilih, (b) penyelenggara

Pilkada (KPUD, PANWASLU, pemantau dan pemerintah, (c) lembaga

steakholders lainnya. Dari ketiga faktor tersebut harus saling

berkesinambungan agar dapat menghasilkan tolak ukur dan acuan

tentang sejauhmana keterlibatan masyarakat yang memiliki hak pilih,

dan bagaimana peran dan persiapan yang dilakukan pihak

penyelenggara dalam Pilkada.

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah selanjutnya

disebut pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah pemilu

gubernur dan wakil gubernur atau bupati dan wakil bupati dan wali

kota dan wakil wali kota untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala

daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Repubik Indonesia.

Pemilihan tersebut dilakukan oleh penduduk daerah setempat yang

telah memenuhi syarat. Perjalanan pembahasan mengenai

penyelenggaraan pemilihan umum kepala daerah di Indonesia

Page 9: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

48

memakan waktu yang sangat panjang. Adapun penjelasan tentang

pemilihan kepala daerah menurut PP 49 Tahun 2008 ialah:

“Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah selanjutnya

disebut pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan

rakyat di wilayah Provinsi dan/atau Kabupaten/Kota

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Repubik

Indonesia Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah dan wakil

kepala daerah”.4

Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah

momentum yang paling strategis untuk memilih pemimpin daerah yang

berkualitas. Keberhasilan Pilkada langsung tidak bisa diukur melalui

proses penyelenggaraannya yang berlangsung secara damai dan lancar

saja, tetapi juga memperhatikan manfaat dan hasil yang diperoleh dari

proses tersebut. Bila Pilkada langsung hanya digunakan sebagai proses

perebutan kekuasaan melalui mekanisme voting, dan tidak

mempertimbangkan kualitas calon pemimpin, maka dapat dikatakan

proses demokrasi yang melibatkan kedaulatan politik rakyat itu belum

berhasil.

4 Peraturan Pemerintah No. 49 Tahun 2008 Tentang perubahan ketiga atas

peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 Tentang Pemilihan, Pengesahan,

Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.

Page 10: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

49

Hal ini menjadi sangat kontras sekarang dimana rakyatlah yang

menjadi eksekutor. Siapa yang berhak untuk duduk menjadi pemerintah

eksekutif di daerahnya. Pertanyaan itulah yang menguatkan bahwa

pemilihan kepala daerah langsung merupakan sebuah langkah besar

dalam proses demokratisasi yang memberikan ruang yang luas untuk

menyalurkan aspirasi dan kebutuhan masing-masing. Diharapkan

kebijakan-kebijakan dari pemerintah nantinya sesuai dengan harapan

dan keinginan rakyat pada umumnya dan dengan lain mendekatkan

pemerintah kepada rakyat. Hal inilah yang disebut dengan

akuntabilitas publik, sesuai dengan pendapat Hungtinton bahwa

akuntabilitas publik ini merupakan salah satu dari parameter

terwujudnya demokrasi, disamping adanya pemilihan umum, rotasi

kekuasaan dan rekutmen secara terbuka.

C. Sistem Pemilu di Indonesia

Pada cabang ilmu politik dikenal berbagai macam sistem

pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi pada

umumnya selalu bertumpu pada dua prinsip pokok, yaitu:

a. Single member constituency (satu daerah pemilihan, memilih

satu wakil, sistem ini biasa disebut dengan sistem Distrik).

Page 11: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

50

b. Multi-member constituency (satu daerah pemilihan memilih

beberapa wakil, sistem ini biasanya disebut dengan sistem

perwakilan berimbang atau sistem Proporsional).

Dalam sistem distrik, satu wilayah kecil (distrik pemilihan)

memilih satu wakil tunggal atas dasar pluralitas (suara terbanyak).

Sistem ini merupakan sistem pemilihan tertua yang didasarkan atas

kesatuan geografis. Setiap kesatuan geografis kecil yang biasanya

disebut distrik memperoleh satu kursi dalam parlemen. Untuk

keperluan tersebut negara membagi kelompok pemilih ini kedalam

beberapa distrik pemilihan dengan menyesuaikan jumlah penduduk

agar jumlah penduduknya sama di masing-masing distriknya.

Dalam sistem distrik, satu distrik hanya berhak atas satu kursi,

dan kontestan yang memperoleh suara terbanyak menjadi pemenang

tunggal. Hal seperti ini dinamakan the first past the post (FPTP), hal ini

tetap berlaku sekalipun selisih suara dengan partai lain hanya kecil saja

dan suara yang mendukung kontestan lain dianggap gugur dan tidak

akan bisa membantu partainya untuk mendapatkan kursi.

Berbeda dengan sistem distrik, pada sistem pemilu proporsional

satu daerah besar (daerah pemilihan) memilih beberapa wakil. Dalam

sistem ini setiap perolehan suara dapat menentukan perbedaan dalam

Page 12: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

51

komposisi perwakilan dalam parlemen bagi masing-masing partai

politik yang memperoleh suara. Dalam sistem proporsional, satu

wilayah dianggap sebagai satu kesatuan dan dalam wilayah itu jumlah

kursi dibagi sesuai jumlah suara yang diperoleh oleh para kontestan

secara nasional dan tanpa menghiraukan distribusi suara itu.

Contoh dari perbedaan kedua sistem diatas yaitu misalkan

dalam suatu wilayah pemilihan terdapat 100.000 penduduk yang

mempunyai hak pilih, terdapat tiga partai yang bersaing

memperebutkan 10 kursi di parlemen. Jika daerah tersebut memekain

sistem distrik dengan jumlah wilayah 10 distrik setiap distrik berhak

atas 1 kursi dari jumlah 10 kursi yang diperebutkan. Calon A

memperoleh 60% suara, calon B memperoleh 30% suara, dan calon C

memperoleh 10% suara. Pemenangnya adalah partai A memeperoleh 1

kursi, sedangkan 30% suara calon B dan 10% suara calon C dianggap

gugur atau hilang.

Apabila wilayah tersebut memakai sistem proporsional hasilnya

akan berbeda. Jumlah suara yang diperoleh secara nasional oleh setiap

partai menentukan jumlah kursi yang berhak diperolehnya di parlemen.

Misalnya, partai A memperoleh 60% suara dalam wilayah pemilihan

itu, maka partai A tersebut berhak atas 6 kursi di parlemen. Demikian

Page 13: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

52

juga dengan partai B yang memperoleh suara 30 % maka ia berhak atas

3 kursi di parlemen, dan begitupun dengan partai C yang memperoleh

10% suara maka ia berhak atas 1 kursi di parlemen.

Dilihat dari pengertian dan contoh dari kedua sistem pemilu

diatas, tentu tidak terhindar dari kelebihan dan kekurangan dari masing-

masing sitem tersebut. Perbandingan antara kelebihan dan kekurangan

diantara kedua sistem tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sistem Distrik

a) Kelebihan sistem Distrik

Sistem ini lebih mendorong kepada integrasi partai-

partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam

masing-asing distriknya hanya satu kursi.

Fragmentasi dan kecenderungan pembentukan partai

baru akan lebih terbendung. karena efektifitas kekuatan

salahsatu parpol lah yang akan lebih diperhatikan dalam

sistem ini. Bahkan sistem ini lebih pas menggunakan

sistem dwi partai dibandingkan sistem multi partai.

Hubungan antara anggota parlemen dan konstituennya

akan lebih harmonis. Karena kecilnya wilayah distrik

Page 14: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

53

memjungkinkan sosok calon mudah dikenali dan lebih

dekat dengan rakyatnya.

Sistem ini lebih sederhana dan lebih efisien dari segi

anggaran.

b) Kelemahan sistem Distrik

Sistem ini kurang memperhatikan kepentingan partai-

partai kecil dan golongan minoritas.

Sistem ini kurang efektif diterapkan dalam lingkungan

masyarakat yang cenderung plural.

Wakil rakyat di parlemen cendeerung untuk lebih

mementingkan kepentingan warga di distriknya daripada

kepentingan warga secara nasional.

2. Sistem Proporsional

a) Kelebihan sistem Proporsional

Sistem ini dianggap representatif, karena jumlah kursi di

parlemen sesuai dengan perolehan jumlah suara pada

pemilu.

Sistem proporsional dianggap sebagai sistem yang lebih

demokratis dan lebih egalitarian. Karena baik kaum

Page 15: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

54

mayoritas maupun kaum minoritas mendapatkan hak

yang sama dalam hasil pemilu.

b) Kelemahan sistem proporsional

Sistem ini memudahkan frgamentasi dan memunculkan

partai-partai baru

Wakil yang terpilih di parlemen cenderung renggang

dengan konstituennya, karena wilayah pemilihannya

cenderung lebih luas.

Wakil yang terpilih cenderung akan lebih mementingkan

kepentigan pribadi dan partainya dibandingkan dengan

kepentingan rakyat di daerah pemilihannya5

Sejak tahun 1955, Indonesia sudah beberapa kali

menyelenggarakan pemilihan umum. Dari awal pelaksanaannya sampai

sekarang tentu mengalami pasang surut dan gejolak yang berbeda

sehingga mengalami beberapa perubahan dari segi sistem maupun

teknisnya. Oleh karena itu penulis coba memisahkan beberapa macam

sistem pemilu di Indonesia kedalam beberapa fase. Diantaranya yaitu:

5 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama 2008) hal, 461-469

Page 16: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

55

a. Zaman Demokrasi Parlementer (1945-1959)

Sebenarnya konsepsi soal pemilihan umum di Indonesia sudah

direncanakan sejak Oktober 1945, akan tetapi baru terealisasi pada

tahun 1955. Pada pelaksanaan pemilu pertama ini pemungutan suara

dialksanakan dua kali, pertama untuk memilih anggota DPR pada

September, dan yang kedua pada bulan Desember untuk memilih

anggota konstituante. Sistem pemilu yang diterapkan adalah sistem

proporsional dengan jumlah peserta sebanyak 27 partai dan satu calon

perseorangan dengan jumlah total 257 kursi parlemen.

b. Zaman Demokrasi Pancasila (1965-1998)

Sesudah runtuhnya rezim demokrasi terpimpin yang semi

otoriter, muncul harapan besar di kalangan masyarakat untuk dapat

menerapkan suatu sistem politik yang demokratis dan stabil. Banyak

diskusi besar dari kalangan akademisi dan militer membahas tenang

sistem pemilihan umum yang tepat untuk diterapkan, pengkajian dan

perbandingan antara sistem distrik ataukah sistem proporsional.

Pada masa ini sistem pemilu yang diterapka adalah sistem

proporsional dengan stelsel daftar tertutup. Pemilih memberikan

suaranya hanya kepada partai politik yang terdaftar sebagai peserta

pemilu, dan partai akan memberikan suaranya kepada calon dengan

Page 17: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

56

nomor urut teratas. Suara akan diberikan kepada urutan berikutnya bila

calon dengan nomor urut teratas sudah mendapatkan suara yang cukup

untuk memperoleh satu kursi di parlemen.

Untuk pemilihan umum DPR Daerah, pemilihannya adalah

untuk wilayah Provinsi, sedangkan untuk DPRD I daerah pemilihannya

adalah satu provinsi yang bersangkutan, dan untuk DPRD II daerah

pemilihannya adalah wilayah Dati II (kabupaten/kota) yang

bersangkutan. Dalam penyelenggaraan pemilu ini terdapat sedikit

warna sistem distrik, karena setiap wilayah kabupaten diberi jatah 1

kursi anggota DPR di parlemen untuk mewakili daerah tersebut. Pada

pemilu masa demokrasi pancasila ini setiap anggota DPR mewakili

400.000 penduduk.

c. Zaman Reformasi

Reformasi merupakan suatu peristiwa besar yang selalu

membawa beberapa perubahan yang fundamental dalam berbagai

aspek, salah satunya adalah tentang sistem pemilu. Pertama, pada masa

ini diberlakukan kembali kebijakan untuk bergeraknya partai politik

secara bebas, termasuk mendirikan partai baru. Kedua, untuk pertama

kalinya dalam sejarah Indonesia diadakan pemilihan Presiden dan wakil

Presiden secara langsung. Ketiga, adanya pemilihan umum untuk suatu

Page 18: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

57

badan baru parlemen yaitu Dewan Perwakilan Daerah yang akan

mewakili kepentingan daerah secara khusus. Dan keempat diadakan

ketentuan untuk pemilihan legislatif dimna setiap partai politik harus

meraih minimal 3% jumlah kursi anggota badan legislatif pusat. Untuk

pemilihan Presiden dan wakil Presiden, partai politik harus

memperoleh minimal 3% jumlah kursi dalam badan yang bersangkutan

atau 5% dari jumlah perolehan suara sah secara nasional.

Pemilihan umum legislatif dilaksanakan berdasarkan UU No 12

Tahun 2003, dan diikuti oleh 24 partai. Dan pemilihan Presiden dan

wakil Presiden dilaksanakan secara langsung melalui dua putaran

pemilihan. Jika pada putaran pertama tidak ada calon yang memperoleh

suara minimal yang telah ditentukan, maka akan diadakan putaran

kedua dengan peserta dua pasang calon yang memperoleh suara

terbanyak. Pemilihan Presiden dan wakil Presiden ini dilaksanakan

berdasarkan UU No 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden

dan Wakil Presiden6.

6 Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT Gramedia

Pustaka Utama 2008) hal, 473-488

Page 19: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

58

D. Partisipasi Politik

Pemikiran yang mendasari adanya partisipasi politik warga

negara di sebuah negara yang menganut sistem demokrasi seperti

Indonesia adalah karena kedaulatan berada ditangan rakyat dijamin

secara konstitusional. Karena itu keterlibatan dan peran serta

masyarakat dalam kehidupan politik berbangsa secara bebas dan aktif

sangatlah diperlukan. Hal ini merupakan sebuah syarat utama untuk

membangun masyarakat yang memiliki kesadaran dan kemandirian

dalam berpolitik. Keikutsertaan warga negara dalam kontestasi politik

merupakan bentuk usaha untuk mencapai tujuan negara demokrasi.

Bentuk partisipasi politik warga negara dapat mempengaruhi kebijakan

atau keputusan yang diambil oleh pemerintah. Apabila masyarakat ikut

berpartisipasi dalam ranah politik, maka unsur-unsur yang dapat

mempengaruhi perubahan kebijakan tentang kenegaraan akan tercapai7.

Partisipasi politik merupakan penentuan sikap dan penggunaan

hak setiap individu dalam situasi dan kondisi dalam rangka

mewujudkan kepentingan dan kebutuhan, sehingga pada akhirnya dapat

mendorong setiap perjalanan dan pertanggungjawaban negara. Menurut

Huntington, partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara

7 Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia 1998), hal. 3

Page 20: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

59

preman (private citizen) yang memiliki tujuan untuk mempengaruhi

proses pengambilan keputusan oleh pemerintah. Serta didalamnya

terdapat pula proses pemilihan yang akan menentukan pemimpin dalam

sebuah pemerintahan8.

Pada umumnya partisipasi politik masyarakat ada yang sifatnya

lebih mandiri, dimana setiap individu dalam melakukan kegiatan atas

dasar inisiatif dan dorongan atas keinginan sendiri tanpa adanya

tekanan dan dorongan dari pihak manapun. Walaupun terkadang yang

melatarbelakangi munculnya partisipasi politik mereka adalah faktor-

faktor yang ada disekelilingnya. Hal ini bisa saja terjadi karena

munculnya rasa tanggung jawab dari dalam dirinya untuk

menghidupkan politik, atau karena adanya keinginan untuk

mewujudkan kepentingannya ataupun kepentingan kelompoknya.

Partisipasi politik masyarakat biasanya muncul dan lahir oleh basis-

basis sosial-politik tertentu. Meskipun ada pula bentuk partisipasi

politik masyarakat yang muncul karena adanya dorongan atau bahkan

paksaan dari pihak lain untuk mewujudkan kepentingannya. Partisipasi

politik semacam ini merupakan bentuk partisipasi yang digerakkan atau

disebut dengan mobilized political participation. Partisipasi politik

8 Samuel P. Huntington dan M. Nelson, Partisipasi Politik di Negara

Berkembang, (Jakarta: Rineka Cipta 1990), hal. 6

Page 21: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

60

harus pula dibedakan dengan mobilisasi politik, karena dalam

partisipasi politik didalamnya terkandung unsur paksaan, baik secara

halus maupun secara terbuka.

Kecenderungan ke arah partisipasi politik warga negara secara

lebih luas dalm politik sebetulnya telah muncul pada masa renaisance

dan reformasi abad ke-15 sampai abd ke-17 dan telah memperoleh

dorongan kuat pada masa revolusi industri pada abad ke-18 dan abad

ke-19. Akan tetapi bagaimana keterlibatan berbagai kelas golongan

masyarakat seperti kaum pedagang, buruh, petani dan kaum profesi

lainnya yang menuntut hak mereka untuk berpartisipasi lebih jauh

dalam proses pembuatan keputusan politik akan sangat berbeda di

setiap negara. Tergantung dari latar belakang sistem pemerintahan dan

tergantung pada kondisi sosio-politik di setia negara tersebut.

Myron Weiner mengemukakan setidaknya ada lima hal yang

menyebabkan timbulnya gerakan kearah partisipasi yang lebih jauh

dalam politik, yaitu:

a. Modernisasi; adanya komersialisasi pertanian,

industrialisasi, urbanisasi yang meningkat, meyebarkan

kepandaian literasi dalam dunia pendidikan, dan adanya

perkembangan media komunikasi masa.

Page 22: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

61

b. Perubahan-perubahan struktul kelas sosial; ketika

munculnya kelas baru dan kelas menengah yang luas dan

berubah selama proses industrialisasi. Menmunculkan

masalah tentang siapa yang lebih berhak berpartisipasi atas

proses pembuatan keputusan politik menjadi sangat penting

dan bergejolak sehingga menyebabkan perubahan-

perubahan dalam pola partisipasi politik.

c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern;

kaum intelektual seperti mahasiswa, sarjana, wartawan dan

penulis sering menggelorakan gagasan dan ide kepada

masyarakat umum untuk membangkitkan tuntutan akan

partisipasi politik masa yang luas dalam pembuatan

keputusan politik. Dan perkembangan media komunikasi

masa yang semakin modern menjadi penunjang penting

sehingga menyebabkan proses penyebaran informasi dan

propaganda lebih masif.

d. Konflik yang terjadi diantara para petinggi politik; apabila

muncul kompetisi yang memeperebutkan kekuasaan,

salahsatu strategi yang sering digunakan adalah dengan

mencari banyak dukungan rakyat agar strategi yang mereka

Page 23: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

62

terapkan mendapatkan legitimasi melalui gerakan-gerakan

rakyat tersebut.

e. Intervensi pemerintah dalam masalah sosial; apabila

pemerintah terlalu mengintervensi keberangsungan hidup

rakyat dalam kontek sosial budaya dan ekonomi, dan

pemerintah terlalu mengkooptasi masalah lain tentang sosial

masyarakat, maka lambat laun akan merangsang timbulnya

gerakan-gerakan rakyat yang ingin terlibat pula dalam hal

tersebut.9

Tingkat partisipasi politik masyarakat merupakan suatu hal

yang penting sebagai tolak ukur tinggi dan rendahnya legitimasi

pemerintahan yang terpilih. Apabila tingkat pasrtisipasi politik

masyarakat tinggi, dapat dikatakan bahwa keterlibatan masyarakat

tersebut terdorong atas dasar kepercayaan terhadap pemerintah. Dan

sebliknya, apabila tingkat partisipasi politik masyarakat rendah, maka

masyarakat tersebut dapat dikatakan tidak percaya dan perduli terhadap

9 Mohtar Mas’oed dan Colin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik,

(Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2008) hal. 56-57

Page 24: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

63

kegiatan kenegaraan karena ketidak percayaannya terhadap pemerintah

yang berkuasa.10

Bentuk partisipasi politik dipengaruhi berdasarkan sistem

politik yang berlaku di negara tersebut. Partisipasi politik masyarakat

dapat dialkukan secara langsung maupun secara tidak langsung.

Partisipasi politik secara langsung dilakukan melalui kontak langsung

dengan para pejabat negara yang ikut menentukan perihal kebijakan-

kebijakan publik. Sedangkan partisipasi politik secara tidak langsung

merupakan kegoatan partisipasi politik yang dilakukan melalui media

masa yang ada dengan membuat tulisan seperti opini dan pandangan

tentang hal-hal yang sedang menjadi sorotan publik.

Partisipasi politik masyarakat secara umum dapat dikategorikan

kedalam beberapa bentuk, sebagai berikut:

Electoral activity, yaitu segala bentuk kegiatan yang berkaitan

dengan pemilihan umum, baik dilakukan secara langsung maupun tidak

langsung. Yang termasuk dalam kategori ini adalah keikutsertaan

masyarakat dalam memberikan sumbangan atau kontribusinya dalam

kampanye, menjadi relawan dalam proses kampanye partai politik,

memberikan suara pada pemilihan umum, mengawasi pemberian dan

10 Sumarsono Soemardjo, Peran Televisi dalam Meningkatkan Partisipasi

Politik Masyarakat pada Pemilu Presiden Tahun 2014, (Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Vol. 5) Maret 2015

Page 25: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

64

proses penghitungan suara, meniali beberapa calon yang terlibat dalam

kontestasi pemilu, dan lain sebaginya.

Lobbying, yaitu tindakan yang dilakukan oleh seseorang

maupun kelompok tertentu untuk menghubungi pejabat pemerintah

ataupun tokoh politik dengan tujuan untuk mempengaruhinya dalam hal

permasalahan politik tertentu.

Organizational activity, yaitu sebuah keterlibatan masyarakat

ke dalam organisasi sosial dan politik, baik sebagai pemimpin

struktural, aktivis (pengurus), maupun sebagai anggota.

Contacting, yaitu suatu partisipasi politik yang dilakukan oleh

masyarakat dengan pejabat pemerintah atau dengan tokoh politik secara

langsung, baik secara personal maupun dengan kelompok kecil.

Biasanya, kegiatan semacam ini akan melahirkan manfaat strategis bagi

pihak yang melakukannya.

Violence, yaitu bentuk partisipasi politik yang dilakukan dengan

cara-cara kekerasan atau mempengaruhi pemerintah. Kegiatan

semacam ini selalu diwarnai dengan kerusuhan, pengrusakan, dan aksi

huru-hara yang radikal lainnya.

Secara garis besar, bentuk-bentuk pasrtisipasi politik

diklasifikasikan kedalam dua bagian yaitu partisipasi politik

Page 26: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

65

konvensional dan partisipasi politik non-konvensional. Partisipasi

politik konvensional adalah sebuah bentuk partisipasi politik yang

normal dalam tatanan demokrasi modern yang berupa kegiatan

kampanye, pemberian hak suara pada pemilu, diskusi politik,

membentuk dan tergabung dalam kelompok kepentingan, dan

komunikasi politik. Sedangkan bentuk pasrtisipasi politik non-

konvensional merupakan beberapa kegiatan yang dilakukan baik secara

legal maupun ilegal dan cenderung revolusioner. Kegiatan dalam

bentuk pasrtisipasi politik semacam ini biasanya berupa aksi

demonstrasi, pemberian petisi, konfrontasi, tindakan anarkis, dan

melakukan kegiatan revolusioner lainnya.11

Kegiatan politik yang tercakup dalam konteks partisipasi politik

mempunyai bermacam-macam bentuk dan intensitasnya. Jumlah orang

maupun kelompok yang terlibat dalam kegiatan yang tidak insentif

yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu seperti memberikan

suara dalam pemilihan umum besar sekali jumlahnya. Namun

sebaliknya, jumlah orang maupun kelompok yang terlibat secara aktif

dan sepenuh waktu terlibat dalam kegiatan politik sangatlah sedikit.

Aktivitas yang dilakukan oleh aktivis politik ini dilakukan oleh

11

Mohtar Mas’oed dan Collin MacAndrews, Perbandingan Sistem Politik,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2008), hal. 57-59

Page 27: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

66

pimpinan partai atau dari kelompok yang berkepentingan tertentu. Hal

tersebut dapat digambarkan dalam bentuk piramida partisipasi politik

yang basisnya lebar tetapi menyempit keatas sejalan dengan

meningkatnya intensitas kegiatan politik.

Keterangan:

1. Aktivis

a. Pejabat

b. Pemimpin Partai

c. Kelompok Kepentingan

2. Partisipan

a. Petugas Kampanye

b. Anggota aktif dari Partai/Kelompok Kepentingan

c. Aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial

1

2

3

4

Page 28: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

67

3. Pengamat

a. Menghadiri rapat umum

b. Diskusi politik

c. Penggiat media masa

d. Memberikan suara dalam pemilu

4. Golongan apolitis12

Dilihat dari bagan daitas terdapat hal mencolok yang dapat kita

nilai berdasrkan pengelompokan beberapa kalangan dalam konteks

partisipasi politik. Di sebuah negara demokrasi yang berkembang

seperti kita, analisa modern yang berkaitan dengan partisipasi politik

merupakan suatu kelayakan studi yang sangat penting. Karena latar

belakang tatanan sistem pemerintahan dan gejolak yang terjadi dalam

tubuh negara merupakan aspek yang akan mempengaruhi terhadap

sistem politik dan terhadap oartisipasi politik masyarakat.

E. Pemilih Pemula

Menurut Undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum, warga negara yang berhak menggunakan hak

pilihnya dalam pemilu ialah mereka yang sudah menginjak usia 17

tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin dan tercantum

12

Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai,

(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal. 8

Page 29: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

68

dalam daftar pemilih tetap (DPT). Dan yang termasuk kedalam kategori

pemilih pemula ialah mereka yang baru pertama kali menggunakan hak

pilihnya khususnya mereka yang berusia 17-21 tahun.13

Pemilih pemula yang dianggap belum memiliki pengalaman

partisipasi politik dalam pemilu dan cenderung masih berada pada

sikap dan pilihan politik yang belum jelas seringkali menjadi target

utama di setiap penyelenggaraan pemilu, baik oleh pihak

penyelenggara maupun peserta pemilu. Pemilih pemula kebanyakan

belum memiliki jangkauan politik yang luas untuk menentukan kemana

mereka harus memilih. Sehingga, terkadang dalam menggunakan hak

pilihnya untuk menentukan calon pemimpin daerah mereka cenderung

tanpa melalui proses pertimbangan yang matang. Alasan inilah yang

menyebabkan pemilih pemula sangat rawan untuk dipengaruhi dan

didekati melalui pendekatan materi politik kepentingan partai-partai

politik peserta pemilu. Kurangnya pengetahuan politik praktis membuat

pemilih pemula sering tidak berfikir rasional dan lebih memikirkan

kepentingan jangka pendek.

Meskipun pada umumnya para pemilih pemula cenderung

kurang pengethauan terhadap dunia pollitik, pada fase ini mereka

13

Undang-undang Negara Repblik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 tentang

Pemilihan Umum

Page 30: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

69

merupakan golongan yang sangat memiliki potensi dalam

perkembangan aktifitas kognitif. Karena faktor usia yang tergolong

masih muda (remaja) menimbulkan dampak terhadap perkembangan

berfikir, mental dan lainnya. Pada masa remaja inilah proses periodisasi

kehidupan dimana kapasitas untuk memperoleh dan menggunakan

kemampuan dan pengetahuan secara efisien mencapai pada titik

puncaknya. Hal ini disebabkan karena pada masa ini proses

perkembangan otak manusia mencapai kesempurnaan. Sehingga

perubahan aktifitas kognitif mencapai pada perubahan tingkat tinggi,

seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau mengambil

keputusan14

.

Dalam konteks pemilihan umum setiap warga Negara yang

sudah memenuhi syarat sebagai pemilih diberikan keleluasaan untuk

berpartisipasi politik baik secara mandiri maupun terorganisir, termasuk

pemilih pemula pun diberikan kebebasan untuk terlibat aktif

didalamnya. Dan tentu saja setiap partisipasi politik yang dilakukan

oleh masyarakat bukanlah tanpa alasan. Alasan pertama, alasan rasional

nilai, yaitu alasan yang didasarkan pada penerimaan secara rasional

akan nilai-nilai terhadap suatu kelompok. Kedua, alasan emosional

14

Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung,: PT. Remaja Rosdakarya,

2005), hal.194

Page 31: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

70

efektif, yaitu alasan yang didasarkan atas kebencian atau kesukarelaan

terhadap suatu ide, organisasi, ataupun individu. Ketiga, alasan

tradisional, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan suatu norma

tingkah laku individu suatu kelompok sosial. Keempat, alasan rasional

instrumental, yaitu alasan yang didasarkan pada kalkulasi untung dan

rugi secara ekonomi.15

Karena persoalan latarbelakang seseorang dalam berpartisipasi

tersebut diatas, penulis melihat bahwa kebanyakan dari pemilih pemula

yang terlibat dalam partisipasi politik atas alasan tradisional. Meskipun

ada beberapa golongan pemilih pemula yang berpartisipasi aktif atas

dasar rasional nilai dan kepercayaan terhadap kelompok tertentu, tapi

lebih banyaknya berpartisipasi dalam pemilu hanya dijadikan ajang

untuk menggugurkan kewajiban sebagai warga Negara yang baik saja.

Karena kepercayaan dan kesadaran mereka tidak seimbang. Kesadaran

yang tinggi dan kepercayaan yang tingggi, akan menghasilkan

partisipasi aktif.

Pemilihan umum yang adil dan bersih merupakan harapan besar

negara dalam hal melibatkan masyarakat dalam proses demokrasi.

Salah satu aspek yang akan menunjang terciptanya pemilu yang adil an

15

KPU Prov. Banten, Partisipasi Pemilih dalam Pemilihan Gubernur

Banten Tahun 2017, (KPU Banten, 2017) hal. 51

Page 32: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

71

bersih tersebut adalah adanya pemilih yang mempunyai pengetahuan,

kesadaran dan bebas dari intimidasi berbagai pihak. Berangkat dari

kesadaran itulah maka KPU sebagai penyelenggara pemilu senantiasa

melakukan upaya melaui berbagai regulasi serta melakukan kegiatan-

kegiatan dalam rangka meningkatkan kualitas dan partisipasi pemilih,

khususnya terhadap pemilih pemula. Karena pemilih pemula

merupakan pilar penting yang mempunyai pengaruh besar terhadap

kehidupan demokrasi di masa mendatang. Selain karena jumlahnya

yang terus meningkat, potensi perkembangan daya kritis pada usia

pemilih pemula merupakan suatu yang tepat dan dapat menentukan

sebuah hasil yang positif bagi pemilu.

Karena pemilih pemula adalah pemilih yang baru menggunakan

hak pilihnya dalam pemilihan umum. Maka pembekalan dan

pengenalan mengenai proses pemilu sangat penting untuk dilakukan,

terutama kepada mereka yang baru berusia 17 tahun. KPU bersama

dengan pihak terkait lainnya dalam pelaksanaan pemilihan umum

berusaha mampu memberikan kesan awal yang baik tentang pentingnya

suara pemilih dan dampak besarnya keterlibatan dalam pemilu. Setiap

suara dan keterlibatan pemilih dalam pemilihan umum dapat

menentukan pemerintahan selanjutnya dan dapat berdampak terhadap

Page 33: BAB III TINJAUAN TENTANG PARTISIPASI POLITIK PEMILIH ...repository.uinbanten.ac.id/3920/5/BAB III.pdf · demokrasi guna mengikutsertakan rakyat dalam menentukan wakil dan pemimpinnya

72

kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Pemahaman yang

baik inilah yang diharapkan dapat menjadi motivasi untuk menjadi

pemilih yang cerdas dalam menggunakan hak pilihnya.16

16

Hasil wawancara dengan Iing Ikhwanuddin, staf KPU Kota Serang. Selasa,

10 Juli 2018 Pukul 12:45 wib