1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian Penyelesaian perkara Tindak Pidana Penggelapan di Polrestabes Semarang. Di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Besar Semarang (Polrestabes Semarang) perkara penggelapan kususnya di unit III Penyidikan Sat Reskrim periode Januari 2014 sampai dengan Agustus 2014 laporan yang masuk mencapai 30 laporan, 6 laporan pelapor menghendaki proses penyidikanya di tangguhkan dengan pertimbangan kedua belah pihak yang berperkara telah menyelesaikan kerugian materiel yang dialami oleh pelapor, sedangkan sisanya perkara-perkara tersebut masih dalam tahap penyelidikan (belum diselesaikan) dan hanya satu laporan yang di limpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum. Obyek perkara yang sering di laporkan ke Polrestabes Semarang, berbentuk kerugian materiel berupa BPKB, Kendaraan roda 4, kendaraan roda 2, sertifikat tanah, uang hasil penjualan barang, perkara penggelapan ini sering terjadi karena adanya rasa saling percaya pelapor/korban sehingga bersedia menyerahkan barang tersebut kepada orang yang sudah dipercaya, karena pelaku sebelumnya sudah mempunyai niat jahat sehingga terjadilah perbuatan penggelapan yakni dengan maksud memiliki sesuatu barang dengan melawan hak atau tanpa seijin pemiliknya/yang berhak , data yang diperoleh sebagai berikut :
28
Embed
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11648/3/T2_322013034_BAB...1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian Penyelesaian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil penelitian
Penyelesaian perkara Tindak Pidana Penggelapan di Polrestabes
Semarang.
Di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Besar Semarang
(Polrestabes Semarang) perkara penggelapan kususnya di unit III
Penyidikan Sat Reskrim periode Januari 2014 sampai dengan Agustus 2014
laporan yang masuk mencapai 30 laporan, 6 laporan pelapor menghendaki
proses penyidikanya di tangguhkan dengan pertimbangan kedua belah pihak
yang berperkara telah menyelesaikan kerugian materiel yang dialami oleh
pelapor, sedangkan sisanya perkara-perkara tersebut masih dalam tahap
penyelidikan (belum diselesaikan) dan hanya satu laporan yang di
limpahkan kepada Jaksa Penuntut Umum.
Obyek perkara yang sering di laporkan ke Polrestabes Semarang,
berbentuk kerugian materiel berupa BPKB, Kendaraan roda 4, kendaraan
roda 2, sertifikat tanah, uang hasil penjualan barang, perkara penggelapan
ini sering terjadi karena adanya rasa saling percaya pelapor/korban sehingga
bersedia menyerahkan barang tersebut kepada orang yang sudah dipercaya,
karena pelaku sebelumnya sudah mempunyai niat jahat sehingga terjadilah
perbuatan penggelapan yakni dengan maksud memiliki sesuatu barang
dengan melawan hak atau tanpa seijin pemiliknya/yang berhak , data yang
diperoleh sebagai berikut :
2
Tabel1
Jumlah kasus/perkara penggelapan periode Januari 2014 s/d Agustus 2014:
No Nomor & tanggal
Laporan
Obyek Perkara
Nilai kerugian
Modus Operandi Hub. dgn
pelapor
Pekerjaan
terlapor
Tindak
lanjut
1 LP/B/08/I/2014, 10-
2-2014
Daihatsu Xenia
Rp.150.000.000.
Pinjam Teman Swasta Lidik
2 LP/B/225/II/2014, 7-
2-2014
Honda Vario
Rp.11.000.000
Pinjam Kenalan Swasta Lidik
3 LP/B/673/IV/2014,
04-4-2014
Toyota Avanza
Rp.150.000.000
Sewa Teman
Swasta Lidik
4 LP/B/603/IV/2014,
10-4-2014
Izusu Truck
Rp.200.000.000
Dititipkan Karyawan Sopir Lidik
5
LP/B/616/IV/2014,
13-4-2014
Yamaha Jupiter
Rp.8.000.000.
Pinjam Teman Swasta Lidik
6 LP/B/576/IV/2014,
4-4-2014
Ford Fiesta
Rp.200.000.000
Sewa Teman Swasta Lidik
7
LP/B/679/IV/2014,
24-4-2014
Toyota Inova
Rp.200.000.000
Titip untuk dijual Teman Swasta Lidik
8 LP/B/712/V/2014,
02-5-20114
Yamaha Jupiter
Rp.9.000.000.
Pinjam Teman Swasta Lidik
9 LP/B/734/V/2014,
06-5-2014
Kia Rio
Rp.190.000.000
Pinjam Teman
Swasta
Lidik
10 LP/B/927/VI/2014,
6-6-2014
Toyota Avanza
Rp.109.000.000
Sewa Teman Swasta Lidik
11 LP/B/928/VI/2014,
6-6-2014
Daihatsu Espas
Rp.100.000.000
Digadaikan Kenalan Swasta Lidik
12 LP/B/1017/VI/2014,
24-6-2014
Yamaha Vega
Rp.8.000.000.
Pinjam Kenalan Swasta Lidik
13 LP/B/1032/VI/2014,
27-6-2014
Besi
Rp.8.000.000.
Pinjam Karyawan Sopir Lidik
14 LP/B/1043/VI/2014,
29-6-2014
Uang tunai
Rp.8.500.000.
Dititip utk di kirim Karyawan Sopir Lidik
15
LP/B/1054/VII/2014,
01-7-2014
Uang tunai
Rp.30.000.000.
Dititip utk disetor Karyawan Swasta
Lidik
16 LP/B/1164/VII/2014,
18-7-2014
Sertifikat tanah
Rp.90.000.000.
Dititip tdk
diserahkan
Keponakan Swasta Lidik
17 LP/B/1242/VIII/2014
, 6-8-2014
Uang tunai
Rp.563.000.000
Titip utk di
setorkan
Teman Swasta Lidik
18 LP/B/1267/VIII/2014
, 9-8-2014
Yamaha RX
Rp.5000.000.
Pinjam Teman Swasta Lidik
19 LP/B/1274/VIII/2014
, 10-8-2014
Yamaha Mio.
Rp.9000.000.
Pinjam Teman Swasta Lidik
20 LP/B/1287/VIII/2014
, 11-8-2014
Izusu Elf
Rp.200.000.000
Sewa Nasabah Swasta Lidik
21 LP/B/1366/VIII/2014
, 27-8-2014
Uang tunai
Rp.75.000.000
Dititp untuk di
setor
Karyawan Swasta Lidik
22 LP/B/1338/VIII/2014
, 28-8-2014
Daihatsu Xenia
Rp.100.000.000
Digadaikan Teman Swasta Lidik
23 LP/B/1345/VIII/2014
, 28-8-2014
Uang tunai
Rp.72.000.000
Dititip untuk di
setor
Karyawan Swasta Lidik
24 LP/B/125/I/2014,
22 -1-1014
KBM Toyota
Avanza,
Rp.150.000.000
Pinjam Kenalan
Swasta
Limpah
Kejaksaan
25 LP/B/296/II/2014,
19 -2-2014
BPKB Yamaha
Rp.9.000.000.
Dititipkan Teman Swasta Di cabut
26 LP/B/654/IV/2014,
21-4-2014
Uang tunai
Rp.270.000.000
Titip membeli
barang
Kenalan PNS Di cabut
27 LP/B/793/V/2014,
13-5-2014
Uang tunai
Rp.38.000.000.
Dititip untuk setor Karyawan Karyawan Di cabut
28
LP/B/818/V/2014,
19-5-2014
Uang tunai
Rp.68.000.000.
Gunakan uang
perusahaan
Karyawan Karyawan Di cabut
29 LP/B/1195/VII/2014,
25-7 -2014
Uang tunai
Rp.101.000.000
Dititip utk setor Karyawan Karyawan Di cabut
30
LP/B/1237/VIII/2014
6-8 -2014
Uang tunai
Rp.11.500.000.
Titip utk
disetorkan
Teman Swasta Di cabut
1 Data Unit III Sat Reskrim Polrestabes Semarang
3
Data diatas adalah jumlah perkara yang belum dan yang
terselesaikan pada akhir Agustus 2014, dan perkara yang belum
terselesaikan seiring perkembangan waktu dapat di selesaikan walaupun
tidak mencapai 100% dengan cara pendekatan Restoratif Justice atau
dengan melimpahkanya pada Penuntut Umum.
Penyelesaian perkara yang penting untuk diperhatikan adalah
perbaikan tatanan sosial masyarakat yang terganggu karena peristiwa
kejahatan. Keadilan restoratif menitik beratkan pada proses pertanggung
jawaban pidana secara langsung dari pelaku kepada korban dan masyarakat,
jika pelaku dan korban serta masyarakat yang dilanggar hak-haknya merasa
telah tercapainya suatu keadilan melalui usaha musyawarah bersama maka
pemidanaan (ultimumremedium) dapat dihindari. Telah menjadi pendapat
umum bahwa hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Dengan
konsep seperti ini maka kepentingan yang hendak dilindungi ialah hak-hak
umum, sehingga kedudukan negara dengan alat penegak hukumnya menjadi
dominan.
Sistem Restorative Justice merupakan suatu bentuk dari proses
penyelesaian yang merupakan jalan keluar dari permasalahan antara
beberapa pihak yang mengalami kerugian, dan sistem Restorative Justice
tersebut dalam pelaksanaannya lebih bersifat mudah karena pihak korban
maupun pelaku melakukan musyawarah secara kekeluargaan yang disertai
oleh pihak fasilitator untuk mendapatkan hasil yang cepat, mudah, dan tidak
adanya proses ke Pengadilan.
4
Restorative Justice mengandung prinsip – prinsip dasar meliputi :
1. Mengupayakan perdamaian di luar pengadilan oleh pelaku tindak pidana
(keluarganya) terhadap korban tindak pidana
2. Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana untuk bertanggung
jawab menebus kesalahannya dengan cara mengganti kerugian akibat tindak
pidana yang dilakukannya
3. Menyelesaikan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku
tindak pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan
dan kesepakatan diantara para pihak.
Dalam penggunaan dan mengoperasionalisasikan progarm restoratif,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a. Program keadilan restoratif harus tersedia secara umum pada semua tahap
proses peradilan pidana
b. Proses restoratif harus dapat menarik persetujuan atau menghentikan proses
tersebut setiap saat selama proses tersebut berlangsung. Kesepakatan harus
diperoleh dengan sukarela oleh para pihak dan hanya berisi kewajiban yang
wajar dan proporsional
c. Semua pihak harus mengakui fakta – fakta dasar dari kasus sebagai dasar
untuk berpartisipasi dalam proses restoratif. Partisipasi tidak boleh
digunakan sebagai bukti pengakuan bersalah dalam proses hukum
selanjutnya
d. Faktor – faktor seperti ketidakseimbangan kekuatan dan usia para pihak,
jatuh tempo atau kapasitas intelektual merupakan hal yang harus
dipertimbangkan dalam melakukan proses restoratif. Demikian pula,
5
ancaman yang jelas untuk setiap keselamatan para pihak juga harus
dipertimbangkan dalam melakukan proses restoratif. Pandangan dari para
pihak sendiri tentang bersesuaian dengan hasil dari proses restoratif, dan
e. Bilamana proses tidak dapat berlanjut atau hasil tidak mungkin tercapai,
maka pejabat peradilan pidana melakukan semua yang mereka bisa untuk
mendorong pelaku untuk bertanggung jawab kepada korban dan masyarakat
yang terkena dampak, serta mengupayakan reintegrasi korban dan/atau
pelaku ke masyarakat.
Terkait dengan restorative justice, sebagai upaya menyelesaikan
perkara tindak pidana penggelapan secara damai diluar pengadilan dengan
mengembalikan kerugian korban dan memulihkan hubungan antara korban
dan pelaku serta dengan masyarakat. Maka polisi dalam posisi bekerja sama
dalam rangka menyelesaikan masalah dan harus memahami kemauan warga
masyarakat yang dilayaninya. Namun pelaksanaan restorative justice
keberadaannya belum diakui oleh negara, sehingga pada situasi seperti
inilah maka polisi menentukan pilihan dan munculnya tindakan diskresi
kepolisian.
Menurut Iptu Slamet Widodo bahwa di wilayah hukum Polrestabes
Semarang dalam waktu satu bulan di Unitnya menangani laporan tentang
penggelapan sebanyak 5 (lima) laporan dengan obyek perkara berupa uang
dan barang berharga lainya, dan para pelakunya teridentifikasi dengan jelas
karena saling mengenal dengan latar belakang pendidikan pelaku dan
6
korban menengah keatas dan rata-rata dalam kehidupan sehari-hari
tergolong mampu.2
Penyelesaian perkara tindak pidana penggelapan dengan pendekatan
restorative justice di Polrestabes Semarang dilakukan intinya perkara
tersebut dapat di selesaikan diluar pengadilan, karena adanya kehendak
bersama antara pihak korban dengan pelaku. Selanjutnya kesepakatan
tersebut disampaikan kepada Penyidik di Polrestabes Semarang, dengan
mengajukan permohonan, menyatakan mencabut pengaduan dan/atau
menyatakan kehendak mereka agar kasus tersebut diselesaikan secara
damai, tidak diteruskan ke pengadilan.
Lebih lanjut, menurut Iptu Slamet tindakan penyelesaian perkara
dengan kesepakatan kedua belah pihak yang dilakukan oleh Penyidik
termasuk tindakan Diskresi Kepolisian.3 Ditambahkan bahwa selama ia
menyelesaikan perkara dengan pendekatan Restoratif Justice, tidak pernah
mendapat komplin dikemudian hari dan sebagian besar merasa sangat
terbantu dengan penyelesaian tersebut.
Berkaitan dengan diskresi kepolisian sampai dengan saat ini
pelaksanaan diskresi hanya berdasarkan pada penilaian dan pengambilan
keputusan secara pribadi, ini terkait belum adanya pedoman yang jelas
tentang diskresi yang dapat digunakan sebagai pegangan oleh anggota
dalam melakukan diskresi. Karena penyelesaian dengan diluar pengadilan
dapat diterima oleh semua pihak, dengan menyelesaikannya dengan segera
2 Hasil Wawancara dengan Penyidik sat Reskrim Polrestabes Semarang Iptu Slamet Widodo.
Kasubnit 1 Unit Idik II Sat Reskrim Polrestabes Semarang, pada tanggal 12 Juli 2016 3 Hasil Wawancara dengan Penyidik sat Reskrim Polrestabes Semarang Iptu Slamet Widodo
Kasubnit 1 Unit Idik II Sat Reskrim Polrestabes Semarang, pada tanggal 12 Juli 2016
7
maka dapat mencegah konflik yang lebih besar. Keadilan yang dihasilkan
juga dapat mencerminkan kepentingan semua pihak. Sebenarnya, hal ini
sesuai dengan falsafah hukum budaya indonesia dimana masyarakat
Indonesia sejak dahulu lebih senang damai dan tentram serta menyelesaikan
permasalahan yang ada dengan cara-cara damai. Menurut Iptu Slamet
Widodo, bahwa landasan hukum dalam penyelesaian perkara penggelapan di
kepolisian adalah Perkap No 7 tahun 2008 Pasal 14 huruf f tentang
Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam
Penyelenggaraan Tugas Polri.4
Penerapan penyelesaian perkara dengan cara perdamaian, umum
menyebutnya Alternatif Disput Resolution (ADR), disebabkan adanya
beberapa kelemahan dalam proses penyelesaian permasalahan
sosial/permasalahan pidana melalui lembaga-lembaga penegak hukum.
Kelemahan tersebut antara lain: (a) lambannya penyelesaian perkara; (b)
mahalnya biaya perkara; (c) timbulnya masalah baru; (d) peradilan tidak
tanggap dan tidak responsif; (e) putusan pengadilan tidak mampu
menyelesaiakan masalah secara tuntas; (f) kemampuan dan pengetahuan
hakim yang bersifat generalis; dan (g) untuk kepentingan yang lebih baik
bagi yang berperkara agar tercipta situasi kamtibmas yang kondusif di
dalam masyarakat.
Penyelesaian tindak pidana dengan cara perdamaian sebagai bagian
dari Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan langkah yang tepat
dan sangat diperlukan untuk mencapai penyelesaian terbaik. Manfaat bagi
4 Hasil Wawancara dengan Penyidik sat Reskrim Polrestabes Semarang Iptu Slamet Widodo
Kasubnit 1 Unit Idik II Sat Reskrim Polrestabes Semarang, pada tanggal 12 Juli 2016
8
pelaku dan korban adalah memperbaiki hubungan sosial dan kekeluargaan
yang lebih harmonis. Dalam pelaksanaan penyelesaian kasus pidana dengan
cara perdamaian, bisa bersumber dari pelaku dan korban serta dari pihak
luar (pihak ketiga). Dari pihak pelaku dan korban, misalnya, saat menjelang
waktu yang ditentukan, kesepakatan tersebut diingkari sehingga
memunculkan masalah baru.5
Surat Kapolri No : B/3022/XII/2009/SDE OPS, tanggal 14
Desember 2009 tentang penanganan kasus melalui ADR yang ditindak
lanjuti dengan Surat Telegram Kabareskrim Polri Nomor :
STR/583/VIII/2012, tanggal 18 Agustus 2012, yang menjelaskan mengenai
rambu-rambu hukum Implementasi Restoratif Justice oleh Penyidik Jajaran
Reskrim.6
Bagi polisi, manfaat penyelesaian kasus pidana dengan cara
perdamaian pada tingkat penyidikan antara lain adalah (a) perkara tersebut
cepat selesai/Crime Clier (CC); (b) mempersingkat waktu penahanan
sehingga risiko jiwa dapat dikurangi; (c) prosesnya cepat dan tidak adanya
tunggakan kasus serta memberikan rasa keadilan dan kemanfaatan serta
menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat: (d) situasi tidak
berkembang menjadi konflik komunal yang mengganggu masyarakat; (e)
mengurangi biaya penyidikan dan pemberkasan perkara; (f) terciptanya
situasi yang kondusif; (g) silaturahmi antar masyarakat tetap terjalin dengan
baik serta terciptanya situasi kamtibmas yang aman kondusif; dan (h)
dengan mengingat kedudukanya polisi sebagai ujung tombak yang
5 Sumber: Omang Suparman, Bagian Reskrim, Polres Cirebon Kota , 31 Oktober 2013 6 Hasil Wawancara dengan Penyidik sat Reskrim Polrestabes Semarang Iptu Slamet Widodo
Kasubnit 1 Unit Idik II Sat Reskrim Polrestabes Semarang, pada tanggal 12 Juli 2016
9
menyentuh langsung masyarakat, maka polisi dapat memerankan diri
sebagai babinkamtibmas di samping sebagai penegak hukum.
Bagi pelaku, manfaatnya penyelesaian kasus pidana dengan
perdamaian, antara lain (a) dapat segera bebas dan tidak masuk lapas; (b)
penanganan kasusnya tidak terlalu lama dan pelaku mendapatkan efek jera
atas kejadian tersebut; (c) adanya kesempatan untuk dapat berbuat baik dan
tidak melakukan hal-hal yang merugikan orang lain serta tidak melanggar
hukum; dan (d) perkara tidak sampai ke pengadilan.
Bagi korban, manfaatnya penyelesaian kasus pidana dengan
perdamaian antara lain: (a) kerugian yang diderita oleh korban bisa kembali,
tidak ada perasaan saling dendam; (b) dapat menuntut ganti rugi kepada
pelaku sesuai dengan kerugiannya; (c) penanganan kasusnya tidak terlalu
lama dan mendapatkan keadilan karena apa yang ia inginkan sudah ia
dapatkan; (d) penyelesaian tersebut bermanfaat kembali pada kehidupan di
masyarakat dengan saling gotong royong dan saling membantu; (e) dapat
menuntut ganti rugi kepada pelaku sehingga punya daya tawar yang jelas
apabila pelaku mengharapkan perdamaian; dan (f) adanya kepuasan apabila
kasusnya segera ditangani oleh polisi dan terpenuhinya kerugian yang
dialami.
Di masa datang, penyelesaian kasus pidana dengan cara perdamaian
perlu diatur dengan Undang-Undang sehingga tidak ada kebimbangan bagi
polisi. Dasar dasar hukum sekarang berlaku berada di bawah Undang-
Undang. Apabila permintaan penyelesaian kasus pidana dengan cara
10
perdamaian merupakan permintaan masyarakat dan ada dasar hukumnya,
hal itu lebih baik
Dalam penyelesaian kasus pidana dengan cara perdamaian perlu
diatur dengan Undang-Undang, supaya ada dasar yang jelas sebagai
alternatif penyelesaian kasus. Dengan adanya penyelesaian kasus pidana
melalui cara perdamaian, di masa datang pihak pelaku dan korban tidak
mempunyai rasa dendam yang berkelanjutan, membuat suasana lingkungan
nyaman dan hubungan bermasyarakat menjadi harmonis.
Dengan melihat beberapa peristiwa yang terjadi; seperti kasus-kasus
yang ada di masyarakat, kasus pidana dengan kerugian yang sangat kecil
menjadi sorotan media masa, masyarakat dan aparat terkesan kaku dalam
penegakan hukun serta sudah adanya langkah kepolisian dalam
menyelesaikan masalah melaui jalur ADR, sangatlah perlu diatur dalam
Undang-Undang untuk memberikan kepastian hukum dan sebagai
dasar/acuan penyidik dalam penyelesaian perkara.
Hambatan dalam penyelesaian kasus pidana dengan perdamaian
adalah (1) memerlukan waktu untuk mencapai suatu kesepakatan damai dari
kedua belah pihak ; dan (2) menunggu adanya orang-orang yang dipercaya
atau tokoh-tokoh masyarakat yang bisa menyelesaikan suatu kesepakatan
damai dari kedua belah hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan
penyelesaian kasus pidana penggelapan dengan cara perdamaian adalah
meskipun korban telah mufakat berdamai dengan korban dan pelaku
bersedia memberikan ganti rugi, terkadang keluarga korban belum
11
menerima ganti rugi atau ganti rugi yang diterimanya tidak sesuai dengan
kerugian yang dialami oleh korban.
Dalam versi penyidik secara umum manfaat penyelesaian kasus
pidana dengan cara perdamaian pada tingkat penyidikan: (a) prosesnya lebih
cepat; (b) biaya lebih murah; (c) sifatnya informal karena segala sesuatunya
ditentukan oleh pihak yang bersangkutan/bersengketa; (d) menjaga
hubungan baik; (e) mudah mengadakan perbaikan; (f) bersifat final sesuai
dengan kesepakatan; (g) adanya pertemuan/tatap muka pihak yang
bersengketa; dan (h) tata cara penyelesaian sengketa diatur sendiri oleh para
pihak yang bersengketa.
B. Analisis
1. Problematika/Permasalahan Hukum.
Keadilan restoratif (restoratif justice) adalah sebuah upaya atau
pendekatan model baru di Indonesia yang sangat dekat dengan asas
Musyawarah yang merupakan jiwa bangsa Indonesia sendiri. Pemidanaan
adalah sebagai upaya hukum terakhir (ultimumremedium) dapat dihindari,
jika konflik yang muncul dalam masyarakat dapat diselesaikan oleh kedua
pihak dengan mengutamakan rasa keadilan dari kedua pihak yang
bersengketa. Keadilan restorative memberikan solusi terbaik dalam
menyelesaikan kasus kejahatan yang bersifat privaat antara orang-orang
(natuurlijkepersonen) atau pun badan hukum (recht personen) yaitu dengan
memberikan keutamaan pada inti permasalahan dari suatu kejahatan.
12
Penyelesaian yang penting untuk diperhatikan adalah perbaikan tatanan
sosial masyarakat yang terganggu karena peristiwa kejahatan.7
Keadilan restoratif tidak hanya ditujukan pada pelaku tindak pidana
(dader) saja tetapi sebaliknya merehabilitasi konflik terhadap keadilan dan
hukum yang dilanggar oleh pelaku tindak pidana tersebut.8 Keadilan
restoratif menitik beratkan pada proses pertanggung jawaban pidana secara
langsung dari pelaku kepada korban dan masyarakat, jika pelaku dan korban
serta masyarakat yang dilanggar hak-haknya merasa telah tercapainya suatu
keadilan melalui usaha musyawarah bersama maka pemidanaan
(ultimumremedium) dapat dihindari. Hal ini menunjukan bahwa pelaku
bukanlah objek utama dari pendekatan keadilan restorative melainkan rasa
keadilan serta pemulihan konflik itu sendiri yang menjadi objek utamanya.9
Sehingga pendekatan keadilan restoratif adalah cara yang cocok dalam
proses penyelesaian perkara pidana, dengan pendekatan keadilan restorative
dapat memenuhi asas pengadilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, Telah
menjadi pendapat umum bahwa hukum pidana merupakan bagian dari
hukum publik. Dengan konsep seperti ini maka kepentingan yang hendak
dilindungi ialah hak-hak umum, sehingga kedudukan negara dengan alat
penegak hukumnya menjadi dominan. Dalam hal mediasi adalah usaha-
usaha yang hanya diterapkan dalam perkara-perkara perdata sedangkan
dalam perkara pidana mediasi dianggap tidak bisa.
7 RufinusHutahuruk, Penaggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan Restoratif Suatu
Terobosan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hal 107 8 Ibid, hal 106. 9 ibid
13
Diperoleh data bahwa penyelesaian perkara tindak pidana
penggelapan dengan pendekatan Restoratif Justice di Polrestabes Semarang
lebih banyak jumlahnya di banding dengan penyelesaian yang lanjut
dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum :
Namun permasalahan yang di hadapi oleh Penyidik Polri dalam
menyelesaikan perkara tindak pidana Penggelapan dengan pendekatan
Restoratif Justice, meliputi :
a. Belum ada Skep Kapolri yang mengatur tentang Restoratif Justice.
b. Belum ada penegasan dalam KUHAP tentang Penyelesaian dengan
Pendekatan Restoratif Justice.
c. Dalam KUHP Perkara Penggelapan adalah Delik Biasa
d. Undang-undang Kepolisian sepanjang memenuhi sarat sarat yang telah
ditentukan.
e. Belum ada Undang-undang perlindungan terhadap korban yang
mengatur tentang ganti rugi atau pengembalian kerugian.
Dan dari proses peradilan yang dilaksanakan ternyata ditemui berbagai
kendala, antara lain:
1. Sistim peradilan tidak mampu menangani semua masalah pidana,
2. Tidak mampu memenuhi rasa keadilan korban,
3. Tidak mampu memenuhi rasa keadilan pelaku, yakni setelah pelaku
diputus kemudian jalani hukuman di lembaga kemudian selesai jalani
hukuman, pada saat dia kembali ke masyarakat maka kehidupannya tidak
akan normal lagi.
4. Tidak mampu penuhi rasa keadilan masyarakat.
14
Disis lain dalam proses penyidikan Polri terdapat kendala dalam