Top Banner

of 30

BAB III fix (55-86)

Mar 09, 2016

Download

Documents

Yulia Malasari

iuhuihuihui
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

86

BAB IIITUGAS KHUSUS 3.1 Judul Menghitung efisiensi kinerja alat Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong3.2 Latar BelakangHeat Exchanger 6-5 A di unit Crude Distiller V merupakan salah satu alat Heat Exchanger (HE) yang ada di PT. Pertamina RU III Plaju yang memiliki peran penting dalam proses penukar energi panas.

Heat Exchanger (HE) adalah suatu alat penukar energi panas yang digunakan untuk memanfaatkan panas dari suatu fluida untuk dipindahkan ke fluida yang lainnya. Dalam hal ini, fluida dingin berupa Crude Oil dan untuk fluida yang memanaskan adalah Long Residu.

Jenis Heat Exchanger yang digunakan untuk proses penukaran panas di unit CD V adalah tipe Shell and Tube. HE ini digunakan karena HE tipe shell and tube sangat cocok untuk proses perpindahan panas dengan temperatur yang tinggi yang dapat menyebabkan suatu alat akan cepat rusak. Untuk itu, pada HE ini fluida panas dialirkan di Shell Side dan fluida dingin dialirkan di Tube Side sehingga jika terjadi kerusakan kita dapat memperbaikinya. 3.3 TujuanAdapun tujuan dari pembuatan laporan ini adalah :1. Menghitung efisiensi alat Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai. Gerong2. Membandingkan data desain dan data aktual pada alat Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai. Gerong menggunakan Metode Kern. 3.4 Manfaat

Adapun manfaat dari pembuatan laporan ini adalah:1. Memberikan informasi serta masukan kepada Industri mengenai kondisi kinerja alat Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju-Sungai. Gerong yang dilakukan dengan perhitungan manual berdasarkan data kondisi design dan aktual dengan menggunakan metode Kern.2. Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama proses pembelajaran di bangku kuliah dalam skala Industri, khusunya pada Crude Distiller V (CD-V) di PT. Pertamina RU III.3.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Ruang lingkup permasalahan yang ditinjau adalah :

1. Efisiensi alat Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) di PT. Pertamina (Persero) RU III Plaju - Sungai Gerong2. Perbandingan data aktual dan data design berdasarkan perhitungan dengan Metode Kern. 3.6 Tinjauan Pustaka3.6.1 Pengertian Perpindahan Panas

Panas adalah salah satu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain, tetapi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan sama sekali (Fauzy dkk, 2011).

Proses perpindahan panas yang terjadi pada suatu fluida proses merupakan bagian terpenting dalam proses industri kimia. Perpindahan panas adalah ilmu yang berkaitan dengan laju perpindahan panas antara fluida panas dengan fluida dingin yang disebut source and receiver (Kern, 1983).Mekanisme perpindahan panas ini disebabkan beda temperature antara fluida yang satu dengan fluida yang lain, baik perpindahannya secara konduksi, konveksi maupun radiasi (Kern, 1983). Perpindahan panas terjadi bila dua buah benda mempunyai suhu yang berbeda mengalami kontak secara langsung maupun tidak langsung, maka panas dari benda yang suhunya tinggi mengalir ke benda yang suhunya lebih rendah. 3.6.2 Macam macam Proses Perpindahan Panas

Proses perpindahan panas yang terjadi di dalam proses-proses kimia dapat berlangsung dengan tiga cara yaitu : 3.6.2.1 Perpindahan Panas Secara KonduksiPerpindahan panas secara konduksi adalah proses perpindahan panas dimana panas mengalir dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu media (padat, cair atau gas) atau antara media-media yang berlainan dan bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum (Holman, 1986)

Sumber: Holman, 1986Gambar 3.1 Perpindahan panas konduksi 3.6.2.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi Perpindahan panas secara konveksi adalah perpindahan panas yang terjadi dari suatu tempat ke tempat lain dengan disertai adanya gerakan atau aliran partikel dari bagian panas ke bagian dingin secara fisis (Fauzi dkk, 2011).

Sumber: Holman, 1986Gambar 3.2 Perpindahan panas konveksiMenurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas secara konveksi diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu:1. Konveksi bebas (natural convection)Konveksi bebas (natural convection) adalah proses perpindahan panas yang berlangsung secara alamiah, dimana perpindahan panas molekul-molekul dalam zat yang dipanaskan terjadi dengan sendirinya tanpa adanya tenaga dari luar (Holman, 1986).2. Konveksi paksa (forced convection)Konveksi paksa (forced convection) adalah proses perpindahan panas yang terjadi karena adanya tenaga dari luar, misalnya pengadukan. Jika dalam suatu alat dikehendaki pertukaran panas, maka perpindahan panas terjadi secara konveksi paksa karena laju panas yang dipindahkan naik dengan adanya aliran atau pengadukan (Holman, 1986).3.6.2.3 Perpindahan Panas Secara Radiasi

Radiasi adalah istilah yang digunakan untuk perpindahan energi panas melalui ruang oleh gelombang elektromagnetik. Perambatan gelombang elektromagnetik dapat berlangsung baik dalam suatu medium maupun dalam ruang hampa (vacuum) (Fauzi dkk, 2011).

Jika radiasi berlangsung melalui ruang hampa, maka partikel partikel tidak ditransformasikan menjadi kalor atau bentuk lain dari energi, dan tidak pula terbelok dari lintasannya. Tetapi sebaliknya, apabila terdapat zat pada lintasannya, maka radiasi akan terjadi transmisi, refleksi, dan absorpsi.

Sumber: Holman, 1986

Gambar 3.3 Perpindahan panas radiasi3.6.3 Pengertian Heat Exchanger Heat Exchanger adalah alat penukar panas yang digunakan untuk memanfaatkan atau mengambil panas dari suatu fluida yang ditransfer ke fluida lainnya melalui proses yang disebut proses perpindahan panas (Kern, 1983).Heat Exchanger digunakan sebagai pemanas pendahuluan (preheater) sebelum umpan (crude oil) masuk dalam furnace dengan menggunakan residu sebagai media pemanasnya. Pemanasan pendahuluan (preheater) digunakan untuk mengurangi biaya operasional penyediaan bahan bakar, serta mengurangi beban energi yang digunakan furnace untuk memanaskan fluida (Bambang, 2008).

Dalam proses industri, perpindahan panas antara dua fluida umumnya menggunakan peralatan Heat Exchanger, dimana fluida panas dan fluida dingin tidak saling berkontakan satu sama lainnya tetapi dipisahkan oleh dinding tabung atau permukaan datar atau melengkung (Geankoplis, 1993).3.6.4 Jenis jenis Heat Exchanger3.6.4.1 Jenis-jenis Heat Exchanger Berdasarkan Bentuknya

1. Preheater

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mentransfer panas dari fluida bersuhu tinggi ke fluida bersuhu rendah dengan tujuan untuk memanaskan fluida yang akan masuk ke furnace agar kerja furnace lebih ringan (Tunggul, 1993).2. Condensor

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan atau mengembunkan uap atau campuran uap, sehingga berubah fase menjadi cairan (terkondensasi) uap atau campuran uap tersebut akan mentransfer panasnya kepada media pendingin yang biasa digunakan yaitu air. (Tunggul, 1993).3. Reboiler

Alat penukar kalor ini bertujuan mendidihkan kembali (re-boil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering dipergunakan adalah steam atau uap panas yang sedang diproses itu sendiri (Tunggul, 1993).4. Cooler Alat penukar kalor ini digunakan untuk menurunkan temperatur fluida (cair atau gas) hingga mencapai temperatur tertentu dengan menggunaan air sebagai media pendinginnya. (Tunggul, 1993)5. Chiller

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida hingga pada temperatur yang sangat terendah. Temperatur pendingin didalam chiller jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan pendinginan yang dilakukan pendingin air. Media pendingin yang biasanya digunakan berupa air, propane, freon, ataupun ammonia (Tunggul, 1993).6. Evaporator

Alat ini digunakan untuk menguapkan fluida cair dengan menggunakan suatu media pemanas (steam) atau media pemanas lainnya (Tunggul, 1993).

7. FurnaceAlat ini digunakan bertujuan untuk menaikan suhu feed sampai temperatur tertentu sebelum diproses lebih lanjut pada kolom Crude Distiller Unit (CDU), High Vacuum Unit (HVU), dan Riser Fluidized Catalytic Cracking Unit (RFCCU) (Kreith, 1973).3.6.4.2 Klasifikasi Heat Exchanger Berdasarkan Bentuk

1. Double Pipe Exchanger

Double pipe exchanger atau concentric pipe exchanger merupakan peralatan heat exchanger yang paling sederhana yang hanya terdiri atas pipa besar dan kecil yang disusun secara konsentris (Geankoplis, 1993).

Sumber: Geankoplis, 1993Gambar 3.4 Laju alir di dalam double pipe exchangerAliran fluida masuk ke dalam pipa satu dan fluida lainnya masuk dalam ruang annular antara dua pipa. Aliran fluida bisa secara co-current (aliran searah) atau countercurrent (aliran berlawanan arah). Double pipe exchanger dapat dibuat dari sepasang pipa tunggal panjang dengan fitting di ujung atau dari sejumlah pasangan yang saling berhubungan secara seri. Jenis exchanger ini digunakan untuk fluida yang berlaju aliran kecil. Double pipe exchanger, terdiri dari suatu pipa besar (shell) yang berisi sebuah pipa berukuran lebih kecil (tube). Jenis ini dapat digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses. (Geankoplis, 1993).2. Shell and Tube ExchangerShell and tube exchanger merupakan heat exchanger yang terdiri dari suatu pipa besar yang berisi sejumlah tube yang lebih kecil. Shell and tube exchanger merupakan peralatan heat exchanger yang paling banyak digunakan pada industri proses, dikarenakan jenis ini mampu menerima laju alir fluida umpan dalam jumlah yang besar dan bersifat kontinyu (Geankoplis, 1993).

Sumber: Geankoplis, 1993Gambar 3.5 Shell and tube heat exchanger: (a) 1 shell pass and 1 tube pass (1-1 exchanger); (b) 1 shell pass and 2 tube passes (1-2 exchanger). Shell and tube exchanger pada gambar 3.5 merupakan tipe 1 shell pass dan 1 tube pass, atau 1-1 counterflow exchanger. Fluida dingin yang masuk akan mengalir melalui semua tabung secara parralel dalam 1 tube pass. Jenis ini dapat digunakan untuk mendinginkan atau memanaskan fluida proses.3. Plate and Frame Exchanger Merupakan heat exchanger yang terdiri atas pelat-pelat dan bingkai yang tegak lurus, bergelombang, atau profil lainnya. Pemisah antara tiap pelat tegak lurus dipasang penyekat lunak (biasanya terbuat dari karet). Pelatpelat dan sekat tersebut disatukan oleh suatu perangkat penekan yang pada setiap sudut pelat (kebanyakan segi empat) terdapat lubang pengalir fluida. Melalui dua dari lubang ini, fluida dialirkan masuk dan keluar pada sisi yang lain, sedangkan fluida yang lain mengalir melalui lubang dan ruang pada sisi sebelahnya karena ada sekat (Hartono, 2008).

Sumber: Geankoplis, 1993Gambar 3.6 Penukar panas jenis Plate and Frame3.6.5 Tipe Penukar Panas

3.6.5.1 Direct Pada peralatan tipe direct, kedua fluida yang akan dipertukarkan panasnya bercampur menjadi satu. Fluida yang panas akan bercampur secara langsung dengan fluida dingin (tanpa adanya pemisah) dalam suatu bejana atau ruangan tertentu. (Tunggul, 1993).3.6.5.2 Indirect Pada peralatan tipe indirect, kedua fluida yang akan dipertukarkan panasnya tidak bersentuhan langsung sehingga perpindahan panasnya terjadi melalui dinding pemisah, berupa media perantara seperti pipa, pelat atau peralatan jenis lainnya (Tunggul, 1993).3.6.6Jenis-jenis Aliran Berdasarkan konfigurasi arah aliran, maka alat penukar panas dapat dikategorikan pada tiga jenis konfigurasi aliran yaitu:3.6.6.1 Aliran Sejajar (Co current flow / parallel flow)

Pertukaran panas pada jenis aliran ini yaitu, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi penukar panas yang sama, kemudian mengalir dengan arah yang sama dan keluar pada sisi yang sama pula. (Ti) merupakan fluida panas masuk sedangkan (ti) merupakan fluida dingin yang masuk. Kedua fluida tersebut akan kontak pada jarak disepanjang heat exchanger dan keluar pada jalur yang sama, namun temperatur kedua fluida tersebut akan berbeda dari temperatur sebelum masuk ke heat exchanger dikarenakan fluida panas yang masuk akan mentransfer panasnya kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah saat masuk (Cabe, 1993).

Sumber: Mc.Cabe,1993Gambar 3.7 Co-current flowKeterangan :

To= Fluida panas yang keluar (0C)

Ti= Fluida panas yang masuk (0C)

to= Fluida dingin yang keluar (0C)

ti= Fluida dingin yang masuk (0C)3.6.6.2 Aliran Berlawanan Arah (Counter current flow)Pertukaran panas pada jenis aliran ini yaitu, kedua fluida (dingin dan panas) masuk pada sisi penukar panas yang berlawanan arah, kemudian mengalir dengan arah yang berlawanan dan keluar pada sisi yang berbeda. (Ti) merupakan fluida panas masuk sedangkan (ti) merupakan fluida dingin yang masuk. Kedua fluida tersebut akan kontak pada jarak disepanjang heat exchanger dan keluar pada jalur yang berlawanan arah, namun temperatur kedua fluida tersebut akan berbeda dari temperatur sebelum masuk ke heat exchanger dikarenakan fluida panas yang masuk akan mentransfer panasnya kepada fluida yang temperaturnya lebih rendah saat masuk (Cabe, 1993).

Sumber:.Cabe,1993Gambar 3.8 Counter current flowKeterangan :

To= Fluida panas yang keluar (0C)

Ti= Fluida panas yang masuk (0C)

to= Fluida dingin yang keluar (0C)

ti= Fluida dingin yang masuk (0C)Pada shell and tube Heat Exchanger, fluida yang satu mengalir dalam pipa-pipa kecil (tube) dan fluida yang lain mengalir melalui selongsong (shell). Perpindahan panas dapat terjadi di antara kedua fluida, dimana panas akan mengalir dari fluida bersuhu lebih tinggi ke fluida bersuhu lebih rendah (Geankoplis, 1993).Diameter shell standar yang digunakan yaitu kurang dari 23 in, sesuai dengan American Society for Testing and Material (ASTM). Namun ukuran tersebut bukanlah menjadi standar wajib yang digunakan oleh heat exchanger pada industri, dikarenakan ukuran shell pada heat exchanger harus menyesuaikan kondisi dari fluida yang digunakan. Jarak antara baffle (pusat ke pusat) adalah baffle pitch, atau baffle spacing (Cabe, 1993).

Sumber: Cabe, 1993Gambar 3.9 Heat exchanger berlawanan arah 1-1 (Single-pass) Keterangan:A. baffle

B. tubesC. guide rodsD. tube sheetsE. spacer tubes

Aliran fluida dalam shell and tube Heat Exchanger pada umumnya adalah paralel atau berlawanan. Untuk membuat aliran fluida dalam shell and tube Heat Exchanger menjadi cross flow biasanya ditambahkan penyekat atau baffle. Aliran cross flow yang didapat dengan menambahkan baffle akan membuat luas kontak fluida dalam shell dengan dinding tube makin besar, sehingga perpindahan panas di antara kedua fluida meningkat. Selain untuk mengarahkan aliran agar menjadi cross flow, baffle juga berguna untuk menjaga supaya tube tidak melengkung (berfungsi sebagai penyangga) dan mengurangi kemungkinan adanya vibrasi atau getaran oleh aliran fluida.Shell and Tube Exchanger sejauh ini paling umum digunakan untuk proses perpindahan panas di industri kimia. Keuntungan yang diperoleh dari heat exchanger jenis ini adalah :

a) Konfigurasinya memberikan luas permukaan yang besar dengan volume yang kecil

b) Secara mekanis, bentuknya cocok untuk proses bertekananc) Teknik pembuatannya lebih mudah

d) Lebih mudah dibersihkan

e) Prosedur perancangannya mudah

f) Dapat digunakan untuk berbagai jenis bahan prosesg) Dapat dibuat dari berbagai jenis bahan3.6.7 Komponen-komponen Utama Shell and Tube Heat Exchanger3.6.7.1 Shell Shell adalah bagian tengah pada alat penukar panas dan merupakan wadah atau tempat untuk tube. Celah antara shell and tube merupakan tempat mengalirnya fluida yang menerima atau melepaskan panas, sesuai dengan proses yang terjadi (Kern, 1983).3.6.7.2 Tube Komponen alat yang dialiri fluida lainnya, yang dindingnya merupakan lintas pertukaran panas. Berkas tube, dirangkum oleh Tube sheet, dan tersusun dalam pola segitiga (triangular), pola bunjur sungkar (square) atau pola diagonal (diagonal square) (Kern, 1983).1. Susunan Tube Komponen untuk melepas atau menerima panas suatu alat penukar panas dipengaruhi oleh besarnya luas permukaan (heating surface) dimana besarnya luas permukaan tergantung dari panjang, ukuran dan jumlah tube. Susunan tube mempengaruhi besarnya penurunan tekanan aliran fluida dalam shell.

a. Tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch)Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang memerlukan beda tekan (pressure drop) rendah, cocok digunakan untuk fluida yang mengandung kotoran sedikit kotoran, serta mudah untuk dilakukan proses pembersihan luar tube secara mekanik, namun jenis tube ini memiliki film coefficient yang relatif rendah. (Tunggul, 1993).

Sumber : Kern, 1983Gambar 3.10 Tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch)

b. Tube dengan susunan segitiga (trianguler pitch)

Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang memerlukan beda tekan (pressure drop) sedang hingga tinggi, cocok digunakan untuk fluida yang mengandung pengotor berupa senyawa besi (iron fouling), serta dapat dibuat jumlah tube yang lebih banyak dibandingkan tube dengan susunan bujur sangkar (square pitch). Pembersihan tube dapat dilakukan dengan proses kimia (Tunggul, 1993).

Sumber : Kern, 1983Gambar 3.11 Tube dengan susunan segitiga (trianguler pitch)c. Tube dengan susunan bujur sangkar yang diputar 450 (square pitch rotate)Tube dengan tipe seperti ini sangat cocok digunakan untuk kondisi yang memerlukan beda tekan (pressure drop) rendah, cocok digunakan untuk fluida yang mengandung kotoran sedikit kotoran, serta mudah untuk dilakukan proses pembersihan luar tube secara mekanik, namun jenis tube ini memiliki film coefficient yang relatif rendah jika dibandingkan dengan tube bersusun jenis square pitch dan triangular pitch (Tunggul, 1993).

Sumber : Kern, 1983Gambar 3.12 Tube dengan susunan bujur sangkar diputar 45o3.6.7.3 Baffle

Komponen ini merupakan lempengan logam yang dipasang secara tegak lurus terhadap poros shell dan berfungsi untuk mengatur pola aliran fluida dalam shell, dengan tujuan untuk dapat memperbaiki kontak antara fluida dalam shell dengan tube nya, sehingga pertukaran panas yang terjadi dapat berlangsung lebih sempurna (Fauzi dkk, 2011).Baffle atau sekat-sekat yang dipasang pada alat penukar kalor mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

1. Struktur untuk menahan tube-bundle 2. Damper untuk menahan atau mencegah terjadinya getaran (vibration) pada tubes.3. Sebagai alat untuk mengontrol dan mengarahkan aliran fluida yang mengalir di luar tubes (shell side).Fungsi diatas selalu menyatu pada setiap pemasangan baffles, namun adakalanya satu sama lainnya harus diperketat persyaratannya demi tujuan-tujuan yang khusus (Tunggul, 1993). Ditinjau dari segi konstruksi, sekat itu dapat diklasifikasikan dalam 4 kelompok, yaitu :

1. Sekat pelat berbentuk segment (segment baffles plate)2. Sekat batang (rod baffles)3. Sekat mendatar (longitudinal baffles)4. Sekat impingement (impingement baffles)Biasanya jenis sekat in dipergunakan secara sendiri-sendiri, namun dalam hal keperluan khusus, dapat dikombinasikan jenis yang sama dengan hal yang lain (Tunggul, 1993).

Baffle spacing memiliki jarak yang biasanya tidak lebih besar dari diameter dalam shell atau lebih sama dengan seperlima diameter dalam shell (Kern, 1983).

3.6.7.4 Nozzle

Komponen alat ini merupakan saluran masuk dan keluar fluida kedalam shell dan kedalam tube.3.6.8 Dasar Pertimbangan Fluida yang Mengalir di bagian Shell dan Tube1. Fluida yang kotor selalu melalui bagian yang mudah dibersihkan, yaitu melalui tube, terutama jika tube bundle bisa diambil. Tapi dapat melalui shell, bila kotorannya mengandung banyak coke, maka harus melalui shell karena lebih mudah dibersihkan.

2. Fluida yang cepat memberikan kotoran, tekanan tinggi, korosif dan air selalu melalui tube tahan terhadap tekanan tinggi dan biaya pemeliharaan tube lebih mudah dibersihkan.3. Fluida dalam bentuk campuran non condensable gas melalui Tube agar non condensable gas tidak terjebak.Fouling factor (Rd)

Fouling factor adalah suatu angka yang menunjukkan hambatan akibat adanya kotoran yang terbawa oleh fluida yang mengalir dalam heat exchanger, yang melapisi bagian dalam dan luar tube. Fouling factor berpengaruh terhadap proses perpindahan panas, karena pergerakannya terhambat oleh deposit atau pengotor (Kreith, 1973).

Fouling factor ditentukan berdasarkan harga koefisien perpindahan panas menyeluruh untuk kondisi bersih dan kotor pada alat penukar panas yang digunakan. Apabila nilai fouling factor hasil perhitungan lebih besar dari nilai fouling factor desain maka perpindahan panas yang terjadi didalam alat tidak memenuhi kebutuhan prosesnya dan harus segera dibersihkan baik secara mekanik maupun dengan proses kimia (Kreith, 1973).

Nilai fouling factor dijaga agar tidak melebihi nilai fouling factor desainnya agar alat heat exchanger dapat mentransfer panas lebih besar untuk keperluan prosesnya. Perhitungan fouling factor berguna dalam mengetahui apakah terdapat kotoran di dalam alat dan kapan harus dilakukan pencucian.

Fouling dapat terjadi dikarenakan adanya :

1. Pengotor berat (hard deposit), yaitu kerak keras yang berasal dari hasil korosi atau coke keras.

2. Pengotor berpori (porous deposit), yaitu kerak lunak yang berasal dari dekomposisi kerak.

Faktor yang menyebabkan terjadinya fouling pada alat heat exchanger adalah:

1. Kecepatan aliran fluida

2. Temperatur fluida

3. Temperatur permukaan dinding Tube4. Fluida yang mengalir di dalam dinding Tube Pencegahan fouling dapat dilakukan dengan tindakan tindakan sebagai berikut :

1. Menggunakan bahan konstruksi yang tahan terhadap korosi.2. Menekan potensi fouling, misalnya dengan melakukan penyaringan.3.7 Pemecahan Masalah

Heat Exchanger 6-5A di unit CD-V merupakan suatu alat penukar panas yang digunakan untuk memanaskan fluida berupa long residue dengan media pemanas Long Residu. Untuk menghitung nilai fouling factor, pressure drop dan efisiensi Heat Exchanger 6-5A dilakukan dengan beberapa tahap penyelesaian. Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :3.7.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data-data yang dibutuhkan untuk perhitungan dilakukan dengan meninjau kondisi operasi Heat Exchanger 6-5A yang ada di Unit CD-V di ruang kontrol PT. Pertamina RU III di bagian CD&GP. Adapun data-data fluida yang diambil sebagai berikut :

a. Temperatur masuk fluida panas (T1) dan fluida dingin (t1)b. Temperatur keluar fluida panas (T2) dan fluida dingin (t2)c. Laju alir fluida panas (W) dan fluida dingin (w)d. Specific gravity fluida panas dan fluida dingin

Gambar 3.13 Heat Exchanger 6-5A3.7.2 Metode Perhitungan Mengerjakan perhitungan dengan Metode Kern panas sebagai berikut;

a. Perhitungan Neraca Panas (Heat Ballance)

Q= W x Cp x (T1 T2) = w x cp x (t2 t1)

Dimana :

Q = Kalor jenis (Btu/hr)

W = Laju alir fluida panas (lb/hr)

W= Laju alir fluida dingin (lb/hr)

Cp = Kapasitas panas fluida panas (Btu/lb 0F)

cp= Kapasitas panas fluida dingin (Btu/lb 0F)

T1= Temperatur fluida panas masuk (0F)

T2= Temperatur fluida panas keluar (0F)

t1 = Temperatur fluida dingin masuk (0F)t2= Temperatur fluida dingin keluar (0F)b. Perhitungan Log Mean Temperature Different, LMTD

Untuk alat penukar panas aliran counterflow, beda temperatur rata-rata dihitung dengan beda temperatur rata-rata logaritmik

LMTD =

c. Perhitungan Temperatur Kalorik (Tc dan tc)

Temperatur kalorik diartikan sebagai temperatur rata-rata fluida yang terlibat dalam pertukaran panas. Tc = T2 + Fc (T1 T2)

tc = T1 + Fc (t2 t1)

Harga Kc dan Fc didapat berdasarkan (Gambar C.8, Hlm. 115)d. Perhitungan flow areaFlow area merupakan luas penampang yang tegak lurus arah aliran

1. Shell side

as= ID x C x B / (144 x PT)

Dimana :

ID = Inside diameter (in)

C = Jarak antara Tube (in)

B = Jarak Baffle (in)

PT = Tube pitch (in)

2. Tube side

at= NT x at / (144 x n)Dimana :

NT= Jumlah Tubeat= Internal area (Gambar C.17, Hlm. 124)n= Jumlah Tube passese. Perhitungan Mass Velocity

Kecepatan massa merupakan perbandingan laju alir dengan flow area

1. Shell side

Gs = W / asDimana :

Gs = Mass Velocity (lb/hr.ft2)W = Laju alir fluida panas (lb/hr)as

= Flow area (ft2)2. Tube side

Gt = w / atDimana :

Gt= Mass Velocity (lb/hr.ft2)W = Laju alir fluida dingin (lb/hr)as= Flow area (ft2)f. Perhitungan Reynold NumberReynold number menunjukkan tipe aliran fluida di dalam pipa

1. Shell side Res = De x Gs/Dimana :

De = Equivalent diameter (ft)Gs = Mass Velocity (lb/hr.ft2)= Viskositas fluida pada suhu tc2. Tube side

Ret= D x Gt / Dimana :

D= Inside diameter (ft) (Gambar C.17, Hlm. 124)Gt= Mass velocity (lb/hr ft2)

= Viskositas fluida pada suhu tcg. Perhitungan Heat Transfer Factor (JH)

1. Shell side

Nilai JH untuk sisi Shell dapat diketahui dari (Gambar C.13, Hlm. 120).2. Tube side

Nilai JH untuk sisi Tube dapat diketahui dari (Gambar C.10, Hlm. 120). h. Menentukan Thermal FunctionPada tiap suhu, yaitu Tc (hot fluid) untuk Shell dan tc (cold fluid) untuk Tube diperoleh masing-masing nilai c pada (Gambar C.7, Hlm. 114) serta untuk nilai (viskositas) dan nilai k (konduktivitas) didapatkan dari (Gambar C.6, Hlm. 113).(c x / k)1/3

Dimana : c = panas spesifik (Btu/lb oF)

K = konduktivitas thermal (Btu/hr.ft.oF) i. Menentukan nilai Outside Film Coefficient (ho) dan Inside Film Coefficient (hi)1. Shell side

ho= jH s2. Tube side

hi= jH t

Dimana :

ho= Outside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)

hio= Inside film coefficient (Btu/hr.ft 0F)j. Menentukan Tube wall Temperature, twTemperatur dinding rata-rata Tube dapat dihitung dengan temperature kalorik, jika diketahui nilai koefisien perpindahan panas fluida Shell dan Tube pada kondisi operasi sedang berlangsung.

tw = tc +

Dimana : tw= temperatur dinding Tube (0F)k. Perhitungan Corrected coeffient ho dan hio pada tw s1. Shell side s =

ho= x s2. Tube side t=

hio = x tl. Perhitungan Clean Overall Coefficient, UcUc merupakan overall heat transfer coefficient jika tidak terjadi fouling/kerak. UC=

Dimana :

UC = Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)m. Perhitungan Dirty Overall Coefficient, UDUD merupakan dirty overall heat transfer coefficient jika terjadi fouling/kerak.

A= NT x a x L

Dimana :

A= Heat transfer surface (ft2)

NT= Jumlah tube

a= luas area (ft2/lin ft)

(Gambar C.17, Hlm. 124)L= Panjang tube (ft)Maka :

UD=

Dimana : UD= Dirty Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)n. Perhitungan Dirt Factor, RdRd=

Dimana :

Rd= Fouling Factor (hr.ft2.oF/ Btu)UD= Dirty Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)UC = Clean Overall heat transfer coefficient (Btu/hr.ft2 oF)o. Perhitungan Pressure Drop1. Shell side

Ps=

Dimana :

Ps= Total Pressure drop pada Shell (psi)

f= Friction factor Shell (ft2/in2) (Gambar C.14, Hlm. 121)Gs= Mass velocity (lb/hr.ft2)

s= Spec.GravityN + 1= jumlah lintasan aliran melalui baffle2. Tube side

Pt=

Dimana :

Pt= Pressure drop tube (psi)

f= Friction factor tube (ft2/in2) (Gambar C.14, Hlm. 121)Gt= Mass velocity (lb/hr.ft2)

Spgr = Spec.GravityD= Inside diameter (ft)

n= jumlah pass TubePr=

Dimana : Pr= Return pressure drop pada tube (psi)

= Velocity head (psi)

s= Spec.GravityMaka :

PT= Pt + PrDimana : PT= Total Pressure Drop pada Tube (psi)

p. Perhitungan Effisiensi

Effisiensi (()= x 100 % QUOTE

3.8Hasil dan Pembahasan3.8.2 Data Hasil Perhitungan Heat Exchanger 6-5A Berdasarkan hasil perhitungan dari data pengamatan yang diperoleh secara aktual pada tanggal 10 - 14 Agustus 2015 dengan metode Kern, diperoleh hasil perhitungan kinerja Heat Exchanger 6-5A pada (tanggal 10 Agustus 2015) yang dapat dilihat pada Tabel 3.1.Tabel 3.1 Data hasil perhitungan hari pertama Heat Exchanger 6-5A di unit CD-VPerhitunganShell Side

(Long Residue)Tube Side (MVGO)

Flow Rate (lb/hr)77161156159,1

Temperatur Inlet (oF)509,9166,2

Temperatur Outlet (oF)418,6209,1

API25,7238,98

Total Duty (Btu/hr)4579119.543483597,2

Log Mean Temperature Different (LMTD) (oF)276,25276,25

Caloric Temperature (oF)460,6186,3

Overall Clean Coefficient (Btu/hr.ft2.oF)35,6535,65

Overall Dirty Coefficient (Btu/hr.ft2.oF)10,6210,62

Fouling Factor (hr.ft2.F/ Btu)0,06610,0661

Pressure Drop (Psi)0,0840,278

Effisiensi (%)76,071276,0712

Data pengamatan Heat Exchanger 6-5A pada hari pertama (tanggal 10 Agustus 2015)3.8.3Pembahasan Crude Distiller Unit (CDU) merupakan unit yang digunakan untuk merengkah fraksi ringan yang terdapat pada minyak mentah (Crude oil) dengan menggunakan metode distilasi atmosfer. Tekanan yang digunakan pada kolom distilasi yang ada pada Crude Distiller V yaitu sebesar 1 atm. Penggunaan metode distilasi atmosfer memiliki tujuan agar fraksi ringan yang pada Crude Oil dapat terpisahkan. Peralatan utama yang ada pada Crude Distiller V (CD-V) terdiri dari beberapa Heat Exchanger, furnace dan kolom distilasi atmosfer serta beberapa peralatan penunjang seperti pompa dan tangki penampungan.

Sebelum dipanaskan pada furnace, umpan berupa Crude Oil dilewatkan terlebih dahulu pada peralatan Heat Exhanger dengan cara memanfaatkan panas yang berasal dari minyak berat (Long Residu) dengan menggunakan mekanisme perpindahan panas. Heat Exhanger berfungsi untuk menaikkan temperatur Crude Oil, sehingga dapat meringankan beban kerja furnace dan mengurangi biaya operasional bahan bakar pada furnace.

Berdasarkan hasil perhitungan Heat Exchanger 6-5A pada Crude distiller V (CD-V) dengan menggunakan metode perhitungan Kern terhadap data aktual selama 5 hari, maka diperoleh beberapa nilai yang berkaitan dengan kinerja preheater E-14-003 seperti: fouling factor, pressure drop dan effisiensi alat. Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiler V (CD-V) berfungsi untuk memanaskan atau menaikkan temperatur umpan (Crude Oil) yang sebelumnya telah dilewatkan pada peralatan Heat Exchanger 6-5A. Heat Exchanger 6-5A menggunakan media pemanas berupa Long Residu. Pada Heat Exchanger tersebut, Crude Oil sebagai fluida bertemperatur rendah akan dialirkan pada bagian tube, sedangkan Long Residu sebagai fluida bertemperatur lebih tinggi (media pemanas) akan dialirkan pada bagian Shell. Dasar pertimbangan dialirkannya Long Residu pada bagian shell dikarenakan Long Residu merupakan minyak berat yang masih banyak mengandung kotoran dan bersuhu tinggi, sehingga apabila Long Residu dialirkan pada bagian tube, maka kotoran atau coke yang terbentuk dapat dengan mudah menghambat aliran pada tube dan akibat suhu tinggi tube akan cepat rusak sehingga membuat kinerja perpindahan panas pada alat menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu, Long Residu dialirkan pada bagian shell agar dapat meminimalisir terbentuknya coke yang dapat menyumbat aliran pada shell. Sedangkan Crude Oil merupakan minyak mentah yang akan di pisahkan fraksi-fraksinya dan memiliki suhu rendah sehingga sangat memungkin dialirkan pada tube.Kedua fluida tersebut akan kontak secara tidak langsung, dimana Long Residu akan memindahkan panas yang dimilikinya secara konduksi dan konveksi melalui dinding-dinding tube sehingga Crude Oil akan menyerap panas tersebut.Dari perhitungan data aktual selama 5 hari, didapat grafik harga fouling faktor (Rd) yang terbentuk pada peralatan Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) yaitu:

Grafik 3.1 Pengaruh temperatur terhadap fouling factor pada Heat Exchanger 6-5A

Dari Grafik 3.1, menunjukkan harga fouling factor pada perhitungan hari ketiga berada pada posisi terendah yaitu 0,0499 hr.ft2.oF/Btu. Pada kondisi ini, suhu umpan Long Residu berada pada kondisi suhu paling rendah dibandingkan dengan keempat hari lainnya yaitu 251,5 oC sedangkan suhu umpan Crude Oil berada pada kondisi suhu yang lumayan kecil yaitu 76,3oC. Sehingga, dapat dianalisa bahwa suhu dapat memberikan pengaruh terhadap pembentuan kotoran atau coke. Semakin tinggi suhu maka semakin besar pula kemungkinan terbentuknya faktor pengotor, karena suhu yang tinggi dapat menyebabkan kerak pada dindingdinding pipa. Sebaliknya, semakin rendah suhu maka semakin kecil kemungkinan terbentuknya faktor kekotoran.

Fouling factor yang terbentuk menunjukkan bahwa banyaknya kotoran yang terakumulasi didalam peralatan Heat Exchanger 6-5A. Secara keseluruhan harga fouling factor peralatan Heat Exchanger 6-5A yang ditampilkan pada grafik masih berada dibawah harga desain peralatan yaitu 0,001 hr.m2.oC/Kcal atau 0,09169 hr.ft2.oF/Btu. Meskipun harga fouling factor masih berada sedikit dibawah desain, peralatan preheater tetap perlu dilakukan pembersihan (cleaning) baik secara mekanik ataupun menggunakan proses kimia, agar tumpukan coke tersebut tidak terakumulasi dan mengendap lebih banyak lagi, sehingga proses perpindahan panas yang terjadi pada peralatan Heat Exchanger 6-5A dapat berjalan maksimal. Kotoran (coke) yang ada pada peralatan Heat Exchanger 6-5A berasal dari fluida yang mengalir didalam shell maupun tube kemudian menumpuk dan mengendap pada dinding dalam dan luar tube, sehingga dapat mempengaruhi proses perpindahan panas pada peralatan dikarenakan panas yang akan diserap oleh umpan (Crude Oil) akan terhalang oleh adanya kotoran (coke) tersebut.

Dari perhitungan data aktual selama 5 hari, didapat grafik harga pressure drop pada peralatan Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) yaitu:Grafik 3.2 Nilai Pressure Drop pada sisi Shell

Harga Pressure Drop yang diperoleh pada sisi shell berdasarkan hasil perhitungan secara aktual, nilai Pressure Drop yang ditampilkan pada Grafik 3.2 masih jauh berada di bawah nilai batas maksimal pressure drop pada desain peralatan Heat Exchanger 6-5A yaitu 1,43 kg/cm2 atau 20,3532 Psi. Nilai Pressure Drop berdasarkan hasil perhitungan secara aktual, mengiindikasikan bahwa hilang tekan pada saat proses berlangsung tidak begitu besar, sehingga peralatan Heat Exchanger 6-5A dianggap masih layak dioperasikan jika ditinjau dari parameter berupa Pressure Drop.Grafik 3.3 Nilai Pressure Drop pada sisi TubeSama halnya dengan niai pressure drop pada sisi shell, hasil perhitungan data pengamatan secara aktual menunjukkan bahwa niai pressure drop pada sisi tube masih jauh berada di bawah nilai batas maksimal pressure drop pada desain yaitu 2,87 kg/cm2 atau 40 Psi. Hal ini menunjukkan bahwa hilang tekan pada saat proses berlangsung tidak begitu besar sehingga Heat Exchanger 6-5A dianggap masih layak dioperasikan.

Dari kedua parameter diatas maka dapat dianalisa bahwa semakin besar nilai fouling factor (Rd) maka dapat dinyatakan bahwa semakin banyak zat pengotor yang mengendap pada peralatan Heat Exchanger 6-5A, sehingga dapat menyebabkan proses perpindahan panas yang terjadi didalamnya berjalan tidak maksimal karena terhalang oleh tumpukan zat pengotor (coke), Efisiensi kinerja dari peralatan Heat Exchanger 6-5A dipengaruhi oleh harga fouling factor. Berdasarkan hasil perhitungan data aktual selama 5 hari, didapat grafik hubungan antara pengaruh fouling factor terhadap efisiensi kinerja peralatan Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) yaitu:Grafik 3.4 Pengaruh Fouling factor terhadap Efisiensi heat exchanger 6-5A

Dari grafik diatas, menunjukkan harga fouling factor mempengaruhi efisiensi dari kinerja peralatan Heat Exchanger 6-5A. Semakin besar nilai fouling factor pada alat, maka dapat mempengaruhi kinerja alat menjadi lebih rendah. Sebaliknya, jika nilai fouling factor relatif rendah, maka efisiensi kinerja dari peralatan akan meningkat.

Efisiensi peralatan Heat Exchanger 6-5A berada pada kisaran 72 85%. Hal ini mengindikasikan bahwa perpindahan panas pada peralatan tersebut berlangsung secara optimal.

Secara keseluruhan, peralatan Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) masih berada dalam kondisi baik untuk dioperasikan, dikarenakan dari kedua parameter yaitu nilai Fouling Factor (Rd) dan Pressure Drop, masih berada dibawah nilai desain peralatan. Sehingga peralatan Heat Exchanger 6-5A masih sangat layak digunakan.3.9 Kesimpulan dan Saran

3.9.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan perhitungan terhadapan kinerja dari Heat Exchanger 6-5A pada Crude Distiller V (CD-V) dapat diperoleh beberapa kesimpulan berupa:

1. Heat Exchanger 6-5A digunakan untuk menaikkan temperatur Crude Oil sebelum masuk ke Furnace, dengan cara memanfaatkan panas dari Long Residu. Proses ini dapat meringankan beban kerja dari furnace serta menghemat bahan bakar baik fuel gas maupun fuel oil yang dipakai di furnace sehingga dapat diperoleh keuntungan dari segi biaya produksi maupun dari segi kondisi operasi.

2. Fouling Faktor (Rd) yang didapat dari perhitungan data aktual selama 5 hari, harga dari fouling factor tersebut masih berada sedikit dibawah batas desain yaitu 0,001 hr.m2.oC/Kcal atau 0,09169 hr.ft2.oF/Btu. Hal ini menunjukkan bahwa preheater tersebut masih cukup baik untuk dioperasikan. 3.Dari hasil perhitungan Pressure Drop pada sisi shell maupun sisi tube masih berada di bawah batas maksimal desain yaitu 20,3532 Psi untuk sisi shell dan 40 Psi untuk sisi tube. Hal ini menunjukkan bahwa hilang tekan pada saat proses berlangsung tidak begitu besar sehingga Heat Exchanger tersebut masih baik untuk dioperasikan.

4. Effisiensi kinerja peralatan Heat Exchanger 6-5A yang didapat dari hasil perhitungan data secara aktual selama 5 hari, berada pada kisaran 72 - 85%. Hal ini menunjukkan bahwa hilang tekan pada saat proses berlangsung tidak begitu besar sehingga Heat Exchanger tersebut masih baik untuk dioperasikan.3.9.2 Saran

Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada Heat Exchanger 6-5A, penulis dapat memberikan saran sebagai berikut :

a. Nilai Fouling Factor merupakan indikasi masih layak atau tidaknya peralatan Heat Exchanger yang digunakan. Apabila nilai Fouling Factor hasil perhitungan data aktual lebih besar dari data design, maka perpindahan panas yang terjadi di dalam alat tidak maksimal. Untuk mendapatkan nilai Fouling Factor yang lebih rendah dari design pada peralatan Heat Exchanger, maka dibutuhkan proses pembersihan alat secara kontinyu sehingga dapat melakukan proses perpindahan panas dengan maksimal.b. Sistem isolasi pada alat Heat Exchanger juga harus dijaga untuk mengurangi dampak terjadinya Heat Loss pada bagian peralatan Heat Exchanger terutama pada bagian shell.

Tpanas

Tdingin

67

_1446143264.unknown

_1446143268.unknown

_1446143271.unknown

_1446143273.unknown

_1510980724.vsd

_1446143272.unknown

_1446143269.unknown

_1446143266.unknown

_1446143267.unknown

_1446143265.unknown

_1446143260.unknown

_1446143262.unknown

_1446143263.unknown

_1446143261.unknown

_1446143258.unknown

_1446143259.unknown

_1446143256.unknown