17 BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Malaria 2.1.1 Definisi Malaria Malaria adalah salah satu penyakit tertua. Hal itu diketahui oleh orang Yunani kuno dengan gejala khas demam, menggigil dan sakit kepala. Penyakit ini diobati dengan berbagai ramuan bahkan dengan mantra (sihir hitam). Beberapa herbal yang digunakan untuk pengobatan adalah kulit kayu cinchona, chiraita, titepati, dll. Pohon kina kulit kayu telah menjadi yang paling umum digunakan selama tiga abad terakhir (Jung, 2001). Malaria merupakan penyakit endemis di daerah tropis dan subtropis terutama di negara yang berpenduduk padat, misalnya Meksiko, Amerika Tengah dan Selatan, Afrika, Timur Tengah, India, Asia Selatan, Indo Cina dan pulau-pulau di Pasifik Selatan. Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar antara 160 - 400 juta kasus. Angka kematian malaria di seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 1 - 2 milyar/tahun. Kira-kira 40% penduduk dunia tinggal di daerah rawan malaria. Plasmodium vivax mempunyai
67
Embed
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Malaria - UKSW · BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Malaria 2.1.1 Definisi Malaria Malaria adalah salah satu penyakit tertua. Hal itu diketahui oleh orang Yunani
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
17
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Malaria
2.1.1 Definisi Malaria
Malaria adalah salah satu penyakit tertua. Hal itu
diketahui oleh orang Yunani kuno dengan gejala khas
demam, menggigil dan sakit kepala. Penyakit ini diobati
dengan berbagai ramuan bahkan dengan mantra (sihir
hitam). Beberapa herbal yang digunakan untuk
pengobatan adalah kulit kayu cinchona, chiraita, titepati,
dll. Pohon kina kulit kayu telah menjadi yang paling
umum digunakan selama tiga abad terakhir (Jung, 2001).
Malaria merupakan penyakit endemis di daerah
tropis dan subtropis terutama di negara yang
berpenduduk padat, misalnya Meksiko, Amerika Tengah
dan Selatan, Afrika, Timur Tengah, India, Asia Selatan,
Indo Cina dan pulau-pulau di Pasifik Selatan.
Diperkirakan prevalensi malaria di seluruh dunia berkisar
antara 160 - 400 juta kasus. Angka kematian malaria di
seluruh dunia diperkirakan berkisar antara 1 - 2
milyar/tahun. Kira-kira 40% penduduk dunia tinggal di
daerah rawan malaria. Plasmodium vivax mempunyai
18
distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah
yang beriklim dingin, subtropiks sampai ke daerah tropis.
Sebagian besar negara endemis malaria di atas, risiko
malaria hanya terbatas pada daerah tertentu (Soegijanto,
2004).
Penyakit malaria merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat, karena setiap tahun 500 juta
manusia terinfeksi malaria dan lebih dari 1 juta
diantaranya meninggal dunia (Departemen Kesehatan,
2008).
Penyakit malaria merupakan penyakit tropis yang
disebabkan oleh parasit genus plasmodium yang
termasuk golongan protozoa melalui perantaraan gigitan
nyamuk Anopheles spp. Penyebaran penyakit malaria
berhubungan dengan perubahan iklim baik musim
kemarau maupun penghujan. Pergantian musim
berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap
kehidupan vektor penyakit malaria. Kondisi iklim yang
menyangkut temperatur, kelembaban, curah hujan,
cahaya dan pola tiupan angin, mempunyai dampak
langsung pada reproduksi vektor, perkembangannya,
lama hidup dan perkembangan parasit dalam tubuh
vektor. Sedangkan dampak tidak langsung karena
19
pergantian vegetasi dan pola tanam pertanian yang dapat
memengaruhi kepadatan populasi vektor (Departemen
Kesehatan RI, 2001).
2.1.2 Hubungan Host, Agent, Environment
Penyebaran penyakit malaria ditentukan oleh faktor
yang disebut Host, Agent dan Environment. Penyebaran
malaria terjadi apabila ketiga komponen tersebut di atas
saling mendukung (Harijanto 2000).
2.1.2.1 Penjamu (Host)
a) Manusia (host intermediate)
Pada dasarnya setiap orang dapat
terkena penyakit malaria. Perbedaan
prevalensi menurut umur dan jenis kelamin
sebenarnya berkaitan dengan perbedaan
derajat kekebalan karena variasi
keterpaparan kepada gigitan nyamuk.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa
perempuan mempunyai respons imun yang
lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki,
namun kehamilan menambah risiko malaria.
Malaria pada wanita hamil mempunyai
dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu
20
dan anak antara lain berat badan lahir yang
rendah, abortus, partus premature dan
kematian janin intrauterine (Harijanto 2000).
Faktor-faktor genetik pada manusia dapat
mempengaruhi terjadinya malaria dengan
pencegahan invasi parasit ke dalam sel,
mengubah respons imunologik atau
mengurangi keterpaparan terhadap vektor.
Selain itu keadaan gizi juga mempengaruhi
terjadinya penyakit malaria. Ada beberapa
studi yang menunjukan bahwa anak yang
bergizi baik justru lebih sering mendapat
kejang dan malaria serebral dibandingkan
dengan anak yang bergizi buruk. Akan tetapi
anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat
dibandingkan anak bergizi buruk (Harijanto
2000).
Penyebab timbulnya penyakit malaria
pada manusia adalah yang disebut
parasit/plasmodium. Pada manusia
Plasmodium terdiri dari 4 spesies yaitu
(Soegijanto, 2004) dan (Prabowo, 2004):
21
1) Plasmodium Vivax
Menyebabkan malaria vivax/tertian. Masa
inkubasi 13 - 17 hari. Menginfeksi eritrosit
imatur (retikulosit). Relaps pada malaria
diakibatkan oleh aktifnya kembali hipnozoit
di organ hati (fase eksoerittrositik) yang
kemudian menjadi merozoit dan
seterusnya memasuki sirkulasi darah dan
menyerang eritrosit normal. Umumnya
dapat terjadi berkali-kali sampai jangka
waktu 2 - 4 tahun (Soegijanto, 2004).
2) Plasmodium falciparum
Menyebabkan malaria falciparum/tropika.
Masa inkubasi 12 hari. Merupakan
penyebab utama infeksi berat, karena
Plasmodium falciparum dapat menginfeksi
eritrosit imatur dan matur. Umumnya
kekambuhan terjadi paling lama 1 tahun,
penyebabnya adalah parasit stadium
eritrositik yang belum terbunuh sempurna
oleh obat-obat antimalaria (Soegijanto,
2004).
22
3) Plasmodium malariae
Menyebabkan malariae/quartana. Masa
inkubasi 28 - 30 hari. Menyerang eritrosit
matur. Merupakan suatu bentuk malaria
yang paling ringan namun merupakan
infeksi kronik. Relaps umumnya terjadi
selama 1 tahun pertama kemudian diikuti
timbulnya kekambuhan jangka panjang
sampai 30 tahun. Penyebabnya parasit
stadium eritrositik yang berada di sirkulasi
mikrokapiler yang tidak dapat dibunuh
karena pengobatan antimalaria yang tidak
sempurna (Soegijanto, 2004).
4) Plasmodium ovale
Menyebabkan malaria ovale. Masa
inkubasi sama dengan Plasmodium vivax
13 - 17 hari. Seorang penderita dapat
dihinggapi lebih dari satu jenis
plasmodium. Infeksi demikian disebut
infeksi campuran (mixed infection).
Biasanya, penderita paling banyak
dihinggapi dua jenis parasit malaria, yakni
campuran antara Plasmodium falciparum
23
dan Plasmodium vivax dan Plasmodium
ovale (Prabowo, 2004).
2.1.2.2 Perantara (Agent)
Hidup di dalam tubuh manusia dan dalam
tubuh nyamuk. Manusia disebut host
intermediate (pejamu sementara) dan nyamuk
disebut host definitife (pejamu tetap).
a) Nyamuk Anopheles (host defenitife)
Nyamuk Anopheles terutama hidup di
daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga
hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan
di daerah arktika. Efektifitas vektor untuk
menularkan malaria ditentukan hal-hal
sebagai berikut (Harijanto, 2000):
1) Kepadatan vektor dekat pemukiman
manusia
2) Kesukaan menghisap darah manusia atau
antropofilia
3) Frekuensi menghisap darah (tergantung
dari suhu)
4) Lamanya sporogoni (berkembangnya
parasit dalam nyamuk sehingga menjadi
infektif)
24
5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk
sporogoni dan kemudian menginfeksi
jumlah yang berbeda-beda menurut
spesies.
Nyamuk Anopheles betina menggigit
antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah
yang berbeda-beda menurut spesiesnya.
Kebiasaan makan dan istirahat nyamuk
Anopheles dapat dikelompokan menjadi:
1) Tempat tinggal atau beristirahat
a. Endofilik: suka tinggal dalam
rumah/bangunan
b. Esksofilik: suka tinggal di luar rumah.
2) Tempat menggigit
a. Endofagik: menggigit dalam
rumah/bangunan
b. Eksofagik: menggigit di luar
rumah/bangunan
3) Objek yang digigit
a. Antropofilik: suka menggigit manusia
b. Zoofilik: suka menggigit binatang.
25
2.1.2.3. Lingkungan (Environment)
Keadaan lingkungan berpengaruh besar
terhadap ada tidaknya malaria disuatu daerah.
Adanya danau air payau, genangan air di hutan,
persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan,
dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2004).
Beberapa bagian dari lingkungan yang
merupakan tempat hidup atau
perkembangbiakan nyamuk adalah (Harijanto,
2000):
a. Lingkungan Fisik
Faktor geografi dan meteorologi di
Indonesia sangat menguntungkan transmisi
malaria di Indonesia. Pengaruh suhu ini
berbeda bagi setiap spesies. Pada suhu
26,70c masa inkubasi ekstrinsik adalah 10 -
12 hari untuk Plasmodium falciparum dan 8 -
11 hari untuk Plasmodium vivax, 14 - 15 hari
26
untuk Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale.
1) Suhu
Suhu mempengaruhi perkembangan
parasit dalam nyamuk. Suhu yang
optimum berkisar antara 20 dan 300c.
makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)
makin pendek masa inkubasi ekstrinsik
(sporogoni) dan sebaliknya makin rendah
suhu makin panjang masa inkubasi
ekstrinsik (Harijanto, 2000). Suhu optimum
untuk perkembangan parasit malaria
dalam nyamuk adalah antara 200C dan
300C. Parasit berhenti berkembang jika
suhu rata-rata di bawah 160C. Suhu yang
lebih tinggi dibandingkan 300C yang
mematikan parasit. Sebuah kelembaban
relatif 60% diperlukan bagi nyamuk untuk
hidup normal (Jung, 2001).
2) Kelembaban
Pada kelembaban relatif tinggi,
nyamuk menjadi lebih aktif dan makan
banyak, sementara pada kelembaban
27
rendah nyamuk tidak bertahan hidup (Jung,
2001). Kelembaban yang rendah
memperpendek umur nyamuk, meskipun
tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat
kelembaban 60% merupakan batas paling
rendah untuk memungkinkan hidupnya
nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi
nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering
menggigit, sehingga meningkatkan
penularan malaria (Harijanto, 2000).
3) Hujan
Curah hujan, secara umum,
mempengaruhi mereka dalam dua cara
dengan meningkatkan jumlah tempat
berkembang biak dan dengan meningkatkan
humadity relatif yang mengarah ke
kehidupan yang lebih panjang dari vektor.
Deforestasi dan struktur seperti liang,
lubang, kolam, taman, saluran irigasi,
sawah, dan lain-lain mengakibatkan
peningkatan di tempat penangkaran yang
menguntungkan (Jung, 2001). Hujan akan
memudahkan perkembangan nyamuk dan
28
terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya
pengaruh tergantung jenis dan deras hujan,
jenis vektor dan jenis tempat perindukan.
Hujan yang diselilingi panas akan
memperbesar kemungkinan berkembang
biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto,
2000).
4) Ketinggian
Secara umum malaria berkurang
pada ketinggian yang semakin bertambah.
Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu
rata-rata. Pada ketinggian di atas 2000
meter jarang ada transmisi malaria. Hal ini
bisa berubah bila terjadi pemanasan bumi
dan pengaruh dari El-Nino. Di pegunungan
Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan
malaria kini lebih sering ditemukan malaria.
Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria adalah
2500 meter di atas permukaan laut (di
Bolivia) (Harijanto, 2000).
29
5) Angin
Kecepatan dan arah angin dapat
mempengaruhi jarak terbang nyamuk dan
ikut menentukan jumlah kontak antara
nyamuk dan manusia.
6) Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap
pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
Anopheles sundaicus lebih suka tempat
yang teduh. Anopheles hyrcanus spp dan
Anopheles pinctulatus spp lebih menyukai
tempat yang terbuka. Anopheles barbirostis
dapat hidup baik di tempat teduh maupun
yang terang.
7) Arus air
Anopheles barbirostis menyukai
perindukan yang airnya statis/mengalir
lambat. Sedangkan Anopheles minimus
menyukai aliran air yang deras dan
Anophelesa letifer menyukai air tergenang.
8) Kadar garam
Anopheles sundaicus tumbuh optimal
pada air payau yang kadar garamnya 12 -
30
18% dan tidak berkembang pada kadar
garam 40% keatas. Namun di Sumatera
Utara ditemukan pula perindukan Anopheles
sundaicus dalam air tawar.
b. Lingkungan Biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan
berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi
kehidupan larva karena ia dapat menghalangi
sinar matahari atau melindungi dari serangan
makhluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis
ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah
(panchax spp), gambusia, nila, mujair dan
lain-lain akan mempengaruhi populasi
nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak
seperti sapi, kerbau dan babi dapat
mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada
manusia, apabila ternak tersebut
dikandangkan tidak jauh dari rumah
(Harijanto, 2000).
c. Lingkungan Sosial-Budaya
Kebiasaan untuk berada di luar rumah
sampai larut malam, dimana vektornya
bersifat eksofilik dan eksofagik akan
31
memudahkan gigitan nyamuk. Tingkat
kesadaran masyarakat tentang bahaya
malaria akan mempengaruhi kesediaan
masyarakat untuk memberantas malaria
antara lain dengan menyehatkan lingkungan,
menggunakan kelambu, memasang kawat
kasa pada rumah dan menggunakan obat
nyamuk. Berbagai kegiatan manusia seperti
pembuatan bendungan, pembuatan jalan,
pertambangan dan pembangunan
pemukiman baru/transmigrasi sering
mengakibatkan perubahan lingkungan yang
menguntungkan penularan malaria (man-
made-malaria). Peperangan dan perpindahan
penduduk dapat menjadi faktor penting untuk
meningkatkan malaria. Meningkatnya
pariwisata dan perjalan dari daerah endemik
mengakibatkan meningkatnya kasus malaria
yang di impor (Harijanto, 2000).
32
2.1.3 Etiologi (Penyebab Penyakit Malaria)
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya penyakit
malaria pada manusia yaitu sebagai berikut (Prabowo,
2004):
2.1.3.1 Parasit
Penyakit malaria disebakan oleh parasit
malaria (yaitu suatu protozoa darah yang
termasuk genus plasmodium). Yang di kenal ada
empat jenis plasmodium penyebab malaria pada
manusia yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, dan Plasmodium malariae.
Plasmodium ovale. Ciri utama genus plasmodium
adalah adanya dua siklus hidup, yaitu siklus hidup
aseksual serta siklus seksual.
1. Fase aseksual
Siklus dimulai ketika Anopheles betina
menggigit manusia dan memasukan sporozoit
yang terdapat pada air liurnya ke dalam aliran
darah manusia. Jasad yang langsing dan lincah
ini dalam waktu 30 menit sampai satu jam
memasuki sel parenkim hati dan berkembang
biak membentuk skizon hati yang mengandung
ribuan merozoit. Proses ini desebut fase
33
skizogoni eksoeritrosit karena parasit belum
masuk ke sel darah merah. Lama fase ini
berbeda untuk tiap spesies plasmodium. Pada
akhir fase, skizon hati pecah, merozoit keluar,
lalu masuk dalam aliran darah (disebut
sporulasi). Pada Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale, sebagian sporozoit
membentuk hipnozoit dalam hati (atau
sporozoit yang tidur selama periode tertentu)
sehingga mengakibatkan relaps jangka
panjang, yaitu kembalinya penyakit setelah
tampak mereda dan rekurens. Fase eritrosit
dimulai saat merozoit dalam darah menyerang
sel darah merah dan membentuk trofozoit.
Proses berlanjut menjadi trofozoid-skizon-
merozoit. Setelah dua sampai tiga generasi,
merozoit terbentuk, lalu sebagian merozoit
berubah menjadi bentuk seksual (Prabowo,
2004).
2. Fase seksual
Fase ini dimulai ketika seekor nyamuk
betina mengisap anopheline terinfeksi darah
manusia semua elemen darah dan tahap
34
aseksual parasit malaria (merozoit,
trophozoites, dll) yang dicerna dalam usus
parasit malaria jantan dan betina (gametosit)
yang tersisa utuh dan mulai jatuh tempo. Para
gametosit jantan dan betina menimbulkan
gamet jantan dan betina masing-masing
bersatu untuk membentuk zigot. Zigot
membentuk ookinet seperti cacing yang
menembus dinding lambung nyamuk dan
berkembang menjadi suatu ookista. Inti dari
ookista mengalihkan untuk membentuk
sporozoit. Banyak yang dibebaskan dalam
bodyfluid nyamuk karena pecahnya ookista
tersebut. Pada tahap akhir, sporozoit
menembus kelenjar salivery dari nyamuk dan
tetap di sana, siap untuk memasuki host segar
saat nyamuk yang terinfeksi menggigit orang
lain yang sehat. Fase perkembangan parasit
malaria dalam nyamuk disebut sporogony atau
fase ekstrinsik dan memakan waktu sekitar 7-
55 hari, tergantung pada spesies parasit
malaria dan suhu (Jung, 2001).
35
2.1.3.2 Nyamuk Anopheles
Malaria pada nyamuk hanya dapat
ditularkan oleh nyamuk betina Anopheles. Di
seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 spesies
Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui
sebagai penular malaria. Di Indonesia ada
sekitar 80 jenis Anopheles, 24 spesies
diantaranya telah terbukti penular malaria. Sifat
masing-masing spesies berbeda-beda,
tergantung berbagai faktor, seperti penyebaran
geografis, iklim dan tempat perindukannya.
Semua nyamuk malaria hidup sesuai dengan
kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk
malaria yang hidup di air payau (Anopheles
sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
(Anopheles aconitus), atau air bersih di
pegunungan (Anopheles maculatus).
Nyamuk Anopheles hidup di daerah iklim
tropis dan sub-tropis, tetapi juga bisa hidup di
daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang
ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih
dari 2000 - 2500 meter. Tempat perindukannya
bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat
36
dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu pantai,
pedalaman dan kaki gunung. Biasanya, nyamuk
Anopheles betina menggigit manusia pada
malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak
terbangnya tidak lebih dari 0,5 - 3 km dari tempat
perindukannya. Jika ada tiupan angin yang
kencang, biasa terbawa sejauh 20 - 30 km.
Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat
terbang atau kapal laut, dan menyebarkan
malaria ke daerah non-endemis. Umur nyamuk
Anopheles dewasa di alam bebas belum banyak
diketahui, tetapi di laboratorium dapat mencapai
3 - 5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami
metamorfosis sempurna. Telur yang diletakkan
nyamuk betina di atas permukaan air akan
menetas menjadi larva, melakukan
pengelupasan kulit (sebanyak 4 kali), lalu
tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk
dewasa jantan/betina. Waktu yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan (sejak telur sampai menjadi
bentuk dewasa) bervariasi antara 2 - 5 minggu,
tergantung spesies, makanan yang tersedia dan
suhu udara (Prabowo, 2004).
37
2.1.3.3 Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria
Secara alami, penduduk di suatu daerah
endemis malaria, ada yang mudah dan yang
sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala
klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan
ke daerah endemis malaria hingga kini masih
menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah
diketahui bahwa wabah penyakit ini sering terjadi
di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di
daerah perkebunan dan transmigrasi. Hal ini
terjadi karena pekerja yang datang dari daerah
lain belum mempunyai kekebalan sehingga
rentan terinfeksi (Prabowo, 2004).
2.1.3.4 Lingkungan
Keadaan lingkungan berpengaruh besar
terhadap ada tidaknya malaria di suatu daerah.
Adanya danau, air payau, genangan air di hutan,
pesawahan, tambak ikan, pembukaan hutan,
dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit
malaria karena tempat-tempat tersebut
merupakan tempat perindukan nyamuk malaria
(Prabowo, 2004).
38
2.1.3.5 Iklim
Suhu dan curah hujan di suatu daerah
berperan penting dalam penularan penyakit
malaria. Biasanya penularan malaria lebih tinggi
pada musim hujan dibandingkan kemarau. Air
hujan yang menimbulkan genangan air,
merupakan tempat yang ideal untuk perindukan
nyamuk malaria. Dengan bertambahnya tempat
perindukan, populasi malaria juga bertambah
sehingga bertambah pula jumlah penularannya
(Prabowo, 2004).
2.1.4 Patogenesis dan Patofisiologi
Ada 4 proses patologi yang terjadi pada malaria,
yaitu demam, anemia, imunopatologi, dan anoksia
jaringan, yang disebabkan oleh perlekatan eritrosit yang
terinfeksi pada endotel kapiler. Demam paroksimal
berbeda untuk keempat spesies tergantung dari lama
maturasi skizonnya. Serangan demam disebabkan
pecahnya eritrosit sewaktu fase skizogoni-eritrisitik dan
masuknya merozoit ke dalam sirkulasi darah. Demam
menyebabkan terjadinya vasodilatasi perifer yang
mungkin juga disebabkan oleh bahan vasoaktif yang
39
diproduksi oleh parasit. Setelah merozoit masuk dan
menginfeksi aritrosit yang baru, demam turun dengan
cepat sehingga penderita merasa kepanasan dan
berkeringat banyak. Anemia disebabkan oleh destruksi
eritrosit yang berlebihan, hemolisis autoimun, dan
gangguan eritropoesis. Diduga terdapat toksin malaria
yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan
sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa keluarlah
parasit (Soegijanto, 2004).
Splenomegali disebabkan oleh adanya peningkatan
jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit sehingga terjadi
aktivasi sistem RES untuk memfagositosis eritrosit baik
yang terinfeksi parasit maupun yang tidak. Kelainan
patologik pembuluh darah kapiler disebabkan karena
eritrosit yang terinfeksi menjadi kaku dan lengket,
perjalanannya dalam kapiler terganggu, sehingga
melekat pada endotel kapiler, menghambat aliran kapiler,
timbul hipoksia/anoksia jaringan. Juga terjadi gangguan
integritas kapiler sehingga terjadinya perembesan
plasma. Monosit/makrofag merupakan partisipan seluler
terpenting dalam fagositosis eritrosit yang terinfeksi
(Soegijanto, 2004).
40
2.1.5 Manifestasi Klinis
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh
daya pertahanan tubuh penderita, jenis plasmodium
malaria, serta jumlah parasit yang menginfeksinya.
Umumnya, gejala yang disebabkan Plasmodium
falciparum lebih berat dan lebih akut dibandingkan
dengan jenis plasmodium lain, sedangkan gejala yang
disebabkan oleh Plasmodium malariae dan Plasmodium
ovale paling ringan. Gambaran khas dari penyakit malaria
adalah demam yang periodik, pembesaran limpa (disebut
splenomegali), dan anemia (turunnya kadar hemoglobin
dalam darah) (Prabowo, 2004).
2.1.5.1. Malaria ringan
a. Demam
Biasanya sebelum timbul demam,
penderita malaria akan mengeluh lesu, sakit
kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang
nafsu makan, rasa tidak enak pada perut,
diare ringan, dan kadang-kadang merasa
dingin di punggung. Umumnya, keluhan
seperti itu timbul pada malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale sedangkan malaria yang
41
disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae keluhan-keluhan
tersebut tidak jelas. Demam pada penyakit
malaria bersifat periodik dan berbeda-beda
waktunya, tergantung dari plasmodium
penyebabnya. Plasmodium vivax
menyebabkan malaria tertian yang
demamnya timbul teratur tiap tiga hari.
Plasmodium malariae menyebabkan quartana
yang demamnya timbul teratur tiap 4 hari dan
Plasmodium falciparum menyebabkan
malaria tropika dengan demam yang timbul
secara tidak teratur tiap 24 - 48 jam.
Beberapa stadium demam yang khas pada
malaria:
1) Stadium menggigil
Dimulai dengan perasaan kedinginan
hingga menggigil. Pada saat menggigil,
seluruh tubuhnya menggigil, denyut
nadinya cepat, tetapi lemah, bibir dan jari-
jari tangannya biru, serta kulitnya pucat.
Pada anak-anak sering disertai dengan
kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15
42
menit sampai satu jam yang diikuti dengan
meningkatnya suhu badan.
2) Stadium puncak dalam
Penderita yang sebelumnya merasa
kedinginan berubah menjadi panas sekali.
Wajah penderita merah, kulit kering dan
terasa panas seperti terbakar, frekuensi
pernapasan meningkat, nadi penuh dan
berdenyut keras, sakit kepala semakin
hebat, muntah-muntah, kesadaran
menurun, sampai timbul kejang (pada
anak-anak). Suhu badan bisa mencapai
400c. Stadium ini berlangsung selama dua
jam atau lebih yang diikuti dengan
keadaan berkeringat.
3) Stadium berkeringat
Penderita berkeringat diseluruh
tubuhnya hingga tempat tidurnya basah.
Suhu badan turun dengan cepat, penderita
merasa sangat lelah, dan sering tertidur.
Stadium ini berlangsung 2 - 4 jam.
43
b. Pembesaran limpa
Pembesaran limpa merupakan gejala
khas pada malaria kronis atau menahun.
Limpa menjadi bengkak dan terasa nyeri.
Limpa membengkak akibat penyumbatan oleh
sel-sel darah merah yang mengandung
parasit malaria. Lama-lama, konsistensi limpa
menjadi keras karena jaringan ikat pada limpa
semakin bertambah. Dengan pengobatan
yang baik, limpa berangsur normal kembali.
c. Anemia
Gejala anemia berupa badan terasa
lemas, pusing, pucat, penglihatan kabur,
jantung berdebar-debar dan kurang nafsu
makan. Anemia yang paling berat adalah
anemia yang disebabkan oleh Plasmodium
falciparum.
2.1.5.2 Malaria Berat
Malaria berat adalah penyakit akibat infeksi
Plasmodium falciparum yang disertai dengan
gangguan di berbagai sistem/organ tubuh
(Prabowo, 2004). Beberapa komplikasi malaria
berat:
44
a. Malaria serebral
Malaria serebral adalah malaria
falciparum yang disertai kejang-kejang dan
koma, tanpa penyebab lain dari koma. Diduga
penyebabnya adalah sumbatan kapiler
pembuluh darah otak oleh sel darah merah
yang mengandung parasit malaria sehingga
otak kekurangan oksigen (anoksia otak).
Gejala yang timbul adalah sakit kepala dan
merasa mengantuk, gangguan kesadaran,
kelainan saraf dan kejang-kejang. Gangguan
penurunan tingkat kesadaran bisa berupa
gangguan ringan (seperti apatis, somnolen,
delirium dan perubahan tingkah laku) sampai
berat (berupa keadaan koma yang tidak bisa
dibangunkan). Biasanya koma pada anak-
anak berlangsung satu hari, sedangkan pada
orang dewasa bisa 2 - 3 hari.
b. Gagal ginjal akut
Gangguan pada ginjal diduga
diakibatkan oleh sumbatan pada kapiler darah
ginjal oleh parasit malaria sehingga
menyebabkan penurunan aliran darah ke
45
ginjal. Akibatnya terjadi penurunan filtrasi
pada glomerolus ginjal. Komplikasi gagal
ginjal akut dapat menimbulkan asidosis
metabolik, hiperusemia (peningkatan kadar
asam urat dalam darah), gagal jantung
kongestif, aritmia jantung (gangguan irama
jantung), dan perikarditis (peradangan pada
perikardium jantung).
c. Demam kencing hitam (black water fever)
Black water fever adalah sindroma
dengan gejala serangan yang akut, berupa
demam, menggigil, penurunan tekanan darah,
hemolisis (penghancuran sel darah merah),
intravaskuler, hemoglobinuria (terdapatnya
darah dalam urine), dan gagal ginjal.
Biasanya, penderita mengeluh nyeri
pinggang, muntah, diare, gangguan berkemih
dan kencing yang berwarna hitam. Penyebab
masalah ini belum diketahui secara pasti,
mungkin disebabkan oleh sumbatan dan
gangguan mikrosirkulasi di ginjal.
46
d. Anemia berat
Anemia berat timbul akibat
penghancuran sel darah merah yang cepat
dan hebat. Anemia berat lebih sering dijumpai
pada penderita anak-anak. Anemia berat
sering memberikan gejala serebral, seperti
tampak bingung, kesadaran menurun sampai
koma, serta gejala-gejala gangguan jantung-
paru.
e. Gangguan fungsi hati
Pada gangguan fungsi hati akibat
infeksi malaria falciparum, timbul ikterus
(warna kekuningan pada kulit, selaput lender,
mata dan mukosa) akibat peningkatan kadar
bilirubin dalam darah. Gangguan fungsi hati
dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis
metabolik dan gangguan metabolisme obat di
dalam tubuh.
f. Komplikasi lain
Malaria berat juga dapat menimbulkan
komplikasi lainnya, seperti edema paru,
pendarahan spontan, hiperpireksia (suhu
47
tubuh di atas 410c) dan sepsis (infeksi yang
mengenai seluruh tubuh).
2.1.6 Penilaian Situasi Malaria
Situasi malaria di suatu daerah dapat ditentukan
melalui kegiatan surveilans (pengamatan) epidemiologi.
Surveilans epidemiologi adalah pengamatan yang terus-
menerus atas distribusi dan kecendrungan suatu penyakit
melalui pengumpulan data yang sistematis agar dapat
ditentukan penanggulangan yang tepat. Pengamatan
dapat dilakukan secara rutin melalui PCD (Passive Case
Detection) oleh fasilitas kesehatan seperti Puskesmas
dan Rumah Sakit atau ACD (Active Case Detection) oleh
petugas khusus atau seperti PMD (Pembantu Malaria
Desa) di Jawa Bali. Di daerah luar Jawa-Bali tidak pernah
mengalami program pembasmian malaria dan tidak
mempunyai PMD sehingga pengamatan rutin tidak bisa
dilaksanakan, penularan malaria dilakukan melalui survey
malariometrik (MS), mass blood survey (MBS), mass
fever survey (MFS) (Harijanto, 2000).
Pengamatan Rutin Malaria menggunakan parameter
sebagai berikut (Harijanto, 2000):
48
1. Annual Parasite Incidence (API) adalah kasus yang
dikonfirmasikan dalam 1 tahun dibagi jumlah
penduduk daerah tersebut X 1000. Kasus malaria
ditemukan melalui ACD dan PCD dan dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan mikroskopik.
2. Annual Blood Examination Rate (ABER) adalah jumlah
sediaan darah diperiksa dibagi penduduk yang diamati
X 100. ABER merupakan ukuran dari efisiensi
operasional. ABER diperlukan untuk menilai API.
Penurunan API yang disertai penurunan ABER belum
tentu berarti penurunan insidens. Penurunan API
berarti penurunan insidens bila ABER meningkat.
3. Slide Positivety Rate (SPR) merupakan persentase
sediaan darah yang positif. Seperti penilaian API, SPR
baru bermakna bila ABER meningkat.
4. Parasite Formula (PF) adalah proporsi dari tiap parasit
di suatu daerah. Spesies yang mempunyai PF tertinggi