Top Banner
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Mengenai Penanggulangan Kejahatan (Criminal Policy) I. Kejahatan i. Pengertian Kejatahan Kejahatan bukan merupakan peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir, warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. 14 Tindak kejahatan bisa dilakukan siapapun baik wanita maupun pria dengan timgkat pendidkan yang berbeda. 15 Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar yaitu difikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar. Kejahatan suatu konsepsi yang bersifat abstrak, dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali akibatnya saja. Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa : “secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan osial psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercantum dalam undang-undang pidana).” 16 Menurut Sutrisno dan Sulis bahwa : “penyebab kejahatan dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu bakat si penjahat, alam sekitarnya dan unsur 14 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. Repika Aditama.Hal 1 15 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hal 2 16 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Op.cit. Hal 4
30

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

Apr 30, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Mengenai Penanggulangan Kejahatan (Criminal Policy)

I. Kejahatan

i. Pengertian Kejatahan

Kejahatan bukan merupakan peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir,

warisan) juga bukan merupakan warisan biologis.14 Tindak kejahatan bisa

dilakukan siapapun baik wanita maupun pria dengan timgkat pendidkan yang

berbeda.15 Tindak kejahatan bisa dilakukan secara sadar yaitu difikirkan,

direncanakan, dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar. Kejahatan

suatu konsepsi yang bersifat abstrak, dimana kejahatan tidak dapat diraba dan

dilihat kecuali akibatnya saja.

Definisi kejahatan menurut Kartono bahwa :

“secara sosiologis, kejahatan adalah semua ucapan, perbuatan dan

tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan osial psikologis sangat merugikan

masyarakat, melanggar norma-norma susila dan menyerang keselamatan warga

masyarakat (baik yang telah tercantum dalam undang-undang pidana).”16

Menurut Sutrisno dan Sulis bahwa : “penyebab kejahatan dapat dilihat

dari beberapa faktor yaitu bakat si penjahat, alam sekitarnya dan unsur

14 Wirjono Prodjodikoro. 2003. Asas-asas Hukum Pidana Di Indonesia. Bandung. Repika Aditama.Hal 1

15 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1998. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung. Alumni. Hal 2

16 Muladi dan Barda Nawawi Arief. Op.cit. Hal 4

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

14

kerohanian.” Bakat seorang penjahat dapat dilihat menurut kejiwaan/kerohaniaan

ada penjahat yang pada kejiwaannya lekas marah, jiwanya tidak berdaya menahan

tekanan-tekanan luar, lemah jiwanya. Ada juga yang sejak lahirnya telah

memperoleh cacat rohaniah.17

ii. Faktor-Faktor Penyebab Kejahatan

a. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan

Pelaku

Teori tipe ini berlandaskan pada terdapat perbedaan – perbedaan biologis pada tingkah laku manusia . seseorang bertingkah laku berbeda , karena ia memiliki struktur yang berbeda. Menurut teori ini tingkah laku jahat dari seseorang merupakan cacat atau inferioritas . Adapun yang termasuk kedalam teori – teori tipe fisik adalah :

1. Fisiognomi Theory

Teori fisiognomi merupakan teori yang berhubungan dengan raut muka dengan kelakuan manusia . Adapun ciri dari orang yang kurang baik menurut teori ini adalah:18

1. Laki – laki tidak berkumis 2. Perempuan berkumis 3. Mata yang gelisah Teori fisiognomi ini mendorong lahirnya teori frenologi theory

2. Frenologi Theory

Teori ini berlandaskan pada otak yang merupakan alat atau pun organ pada akal . teori ini mendalilkan , bentuknya tengkorak sesuai dengan isinya , akal

17 Adam Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo Persada. Hal 71

18 Wahju Muljono, 2010, Pengantar Teori Kriminologi, Jakarta, PT Buana Raya, Hal 47

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

15

terdiri dari kecakapan – kecakapan dan fungsi nya , dan kecakapan – kecakapan tersebut bersangkutan dengan bentuk otak dan tengkorak . Beberapa kecakapn yang dimiliki seseorang yaitu :19

1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Keramahan 4. Sifat perusak Menurut teori Frenologi ini , kejahatan disebabkan oleh naluri – naluri

rendah , seperti : 1. Cinta birahi 2. Cinta keturunan 3. Sifat militant 4. Sifat rahasia b. Teori yang Berpusat Kepada Pengaruh Kelompok atau Pengaruh

Kebudayaan

Ajaran teori ini dapat dilihat dari dua hal yaitu :

Hubungan antara kondisi ekonomi dengan kriminalitas. Teori ini

berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan dapat terukur melalui statistic.

a. Kejahatan sebagai tingkah laku yang dipelajari secara normal .

Teori ini berlandaskan pada pendapat bahwa kejahatan merupakan tingkah

laku yang dipelajari , seperti kegiatan manusia yang selalu mencerminakn sesuatu

dari kepribadian nya dan dari kecakapan – kecakapan nya namun berlawanan

dengan hukum dan bertentangan dengan kesusilaan masyarakat. Sedangkan teori -

teori yang berpusat kepada pengaruh kelompok atau kebudayaan dapat dibagi

menjadi tiga yaitu:

19 Ibid

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

16

A. Interaksionisme Simbolik dan Pembelajaran sosial

Yang dibagi kedalam lima tipe yaitu :

1. Pluralism of Selves ( Kemajemukan diri ) teori ini berpendapat bahwa seseorang mempunyai rasa diri sosial , kesadaran diri dianggap bergantung kepada bebrbagai reaksi terhadap berbagai individu.

2. The Looking Glass Self teori ini berpendapat bahwa citra tentang penampilan kepada orang lain, citra terhadap penilaiannya tentang penampilan , dan beberapa macam perasaan diri ( Self Feeling ) seperti kebanggaan

3. Definition of the Stuation teori ini berpendapat bahwa bila seseorang mendefenisikan situasi sebagai suatu kenyataan , maka akan nyata dalam akibatnya.

4. Interaksionisme Simbolik teori ini berpendapat bahwa tingkah laku yang dimiliki seseorang merupakan perwujudan dari tingkah laku masyarakat sekitarnya.

5. Aktualisasi Penyimpangan teori berpendapat bahwa belajar menjadi penyimpangan melibatkan suatu proses sosialisasi di mana instruksi rancangan , persetujuan , kebersamaan , perbincangan gaya hidup bahwa pelaku penyimpangan sendiri mulai mendefenisikan sebagai hal biasa dalam kehidupan sehari- hari.

B. Teori Labeling

Teori ini berdasarkan bahwa kriminalitas adalah sebuah kata , dan

bukan perbuatan atau tindakan . Kriminalitas di defenisikan secara sosial dan

orang – orang kriminal dihasilkan secara sosial dalam suatu proses yang

mendorong orang banyak memberikan cap pada kelompok minioritas , di mana

dalam banyak hal bahkan mungkin mereka melaksanakan konsekuensi daripada

labeling tersebut . Akibatnya orang yang diberi cap cacat mungkin tidak bisa

berbuat lain daripada peranan yang telah diberikan kepadanya.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

17

C. Teori Kriminologi dalam Berbagai Perspektif Biologi dan Psikologi Cesare Lambroso

Lambroso di dalam teori nya menghubungkan teori positivism Comte dengan evolusi Darwin . Adapun ajaran inti dari teori nya menjelaskan tentang penjahat mewakili satu tipe keanehan fisik yang berbeda dengan non criminal . Lambroso mengklaim bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan yang termanifestasi dalam kraakter fisik yang merefleksikan suatu bentuk awal dari evolusi.20

Ternyata tentang born criminal penjahat yang dilahirkan meyatakan

bahwa penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam kehidupan , lebih

mendekatkan nenek moyang mereka yang mirip kera dalam sifat bawaan dan

watak dibandingkan mereka yang bukan penjahat .

Mereka dapat dibedakan dari non criminal melalui beberapa atavistic

stigmata ciri – ciri fisik dari mahluk pada tahap awal perkembangan, sebelum

mereka benar – benar menjadi manusia. Lambroso berasalan sering kali para

penjahat memiliki rahang yang besar dan gigi taring yang kuat , suatu sifat yang

pada umumnya dimiliki hewan karnivora untuk merobek makanan dan melahap

daging mentah. Menurut Lambroso , seorang individu yang lahir dengan lima

stigmata adalah seorang born criminal ( penjahat yang dilahirkan ).

c. Body Types Theorie

Dikenal beberapa pendapat ahli didalam teori Body Types Theorie

diantaranya yaitu :

20 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2003, Kriminologi, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Hal 43

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

18

a. Ernst Kretchmer ( 1888 – 1964 )

Ernst mendefenisikan ada empat teori fisik yaitu :

1. Asthenic yaitu orang yang memiliki badan kurus , ramping dan berbahu kecil

2. Athletic yaitu orang yang bentuk badannya menengah tinggi , kuat , berotot dan bertulang kasar

3. Pyknic yaitu orang yang memiliki badan tinggi sedang , figur yang tegap , leher besar , wajah halus

4. tipe campuran yaitu orang yang tidak terklasifikasi. Kretschmer menghubungkan tipe – tipe fisik tersebut dengan variasi – variasi ketidakteraturan fisik , pyhnic berhubungan dengan depresi , asthenics athletics dan schizophrenia .21

b. William H. Sheldon

Sheldon memformulasika sendiri – sendiri kelompok somatotypes . the

endomorph yaitu orang yang memiki tubuh gemuk , the mesomorph yaitu orang

yang memilii tubuh berotot dan bertubuh atletis,the ectomorph orang yang

memiliki fisik tinggi , kurus , dan memiliki fisik yang rapuh ).Menurut Sheldon , “

solid flesh and bone of the individual daging padat dan tulang seorang individu

merupakan dasar untuk melakukan kajian yang memberikan suatu frame of

refrence.jadi menurut Sheldon , orang didominasi sifat bawaan yang mesomorph

yang secara fisik kuat , agresif , dan atletis cenderung lebih dari orang lain untuk

terlibat dalam perbuatan illegal .

21 Ibid

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

19

D. Teori Kriminologi dari Prespektif Sosiologis

Teori sosiologis sendiri mencari perbedaan dari angka kejahatan di

dalam lingkungan social . Teori ini dapat dibagi menjadi 3 kategori yaitu :

a. Strain ; b. Culture Deviance ; c. Social Control .

Strain theories merupakan theory anomie dari Emile Durkheim.

Durkheim meyakini jika sebuah masyarakat sederhana berkembang menuju surtu

masyaraka yang modern dan kota , maka kedekatan yang dibutuhkan untuk

melanjutkan satu set norma akan merosot , di mana kelompok – kelompok akan

terpisah dan dalam ketiadaan dalam satu set aturan – aturan umum , tindakan –

tindakan dan harapan orang lain dengan tidak dapat diperediksi perilaku sistem

tersebut secara bertahap akan runtuh dan masyarakat itu dalam keadaan anomi.

Durkheim mempercayai bahwa hasrat manusia adalah tidak terbatas , karena alam

tidak mengatur batas – batas yang ketat untuk kemampuan manusia .

Cultural Deviance Theories

Teori ini juga disebut dengan teori – teori penyimpangan budaya. Ada tiga

jenis teori penyimpangan budaya yaitu :

1. Social Disorganization Theory

Teori ini terfokus pada perkembangan disintegrasi nilai konvensional

yang disebabkan industrialisasi yang cepat , peningkatan imigrasi , dan urbanisasi.

Adapun tokoh yang terkenal di dalam teori Social Disorganization Theory yaitu,

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

20

W.I Thomas dan Florian Znanieck didalam buku mereka yang berjudul The Polish Peasant in Ueropa and America menggambarkan pengalaman sulit yang dialami para petani Polandia ketika mereka meninggalkan dunia lamanya yaitu pedesaan untuk menuju dunia baru kota industri . Selain itu mereka menyelidiki asimilasi dari para imigran dimana para imigran tua tidak begitu terpengaruh akan kepindahan itu meskipun berada di daerah kumuh , tetapi dengan adanya generasi muda mereka memliki sedikit tradisi lama tetapi tidak terasimilalsi dengan tradisi dunia baru, adapun tokoh lain nya yaitu Robert Park dan Ernest Burgess yang mengembangkan teori Social Disorganization dari Thomas dan Znanieck yang mengintrodusir analisis ekologi dari masyarakat dunia, yang meniliti karakter daerah dan bukan meneliti para penjahat untuk penjelasan tentang tingginya angka kejahatan.22

Mereka mengembangkan pemikiran tentang Natural Urban Areas yang

terdiri atas zona – zona konsentrasi yang memanjang keluar dari distrik pusat

bisnis dan kota, tokoh lain nya yaitu Clifford Shaw dan Hendri Mc kay ang

mengatakan bahwa angka tertinggi dari delinquent berlangsung terus di area yang

sama dari kota Chicago meskipun komposisi etnis berubah. Penemuan ini

memberi kesimpulan bahwa faktor yang paling menentukan bukanlah etnisitas

melainkan posisi kelompok di dalam penyebaran status ekonomi dan nilai – nilai

budaya .

2. Culture Conflick Theory

Teori ini menegaskan bahwa kelompok – kelompok yang berlainan belajar conduct norm yang berbeda dan bahwa banyak conduct norm dari suatu kelompok mungkin berbenturan dengan aturan konvensional kelas menegah. Tokoh yang terkenal dari teori ini adalah Thorsten Sellin di mana ia mengatakan bahwa conduct norm merupakan aturan yang merefleksikan sikap – sikap dari kelompok yang masing – masing dari kita memilikinya .23

22 Ibid

23 Andi Hamzah, 1994, Masalah Penegakan Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, Hal 21.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

21

3. Differential Association Theory

Teori ini berpendapat bahwa orang belajar melakukan kejahatan sebagai

akibat dari hubungan dengan nilai – nilai dan sikap anti social serta pola tingkah

laku kriminal. Jadi kejahatan terjadi karena hasil peniruaan terhadap kejahatan

yang ada di dalam masyarakat . Adapun tokoh dari teori ini adalah Edwin H.

Sutherland. Sobural sebagai akronim dari nilai – nilai sosial , aspek budaya dan

faktor structural dari suatu sistem masyarakat tertentu. Tujuan dari teori sobural

bukan semata – mata mencegah kejahtan , melainkan merekayasa hukum dalam

kebenaran dan keadilan agar tercipta kedamaian dan kesejahteraan , maka hanya

Polri lah yang dapat memberitahukan kepada semua aparat pemerintah baik pusat

maupun daerah bahwa timbulnya dan semakin meningkatnya kejahatan atau

tindak pidana.

Social Control

Teori control sosial memfokuskan diri pada teknik – teknik dan strategi yang mengatur tingkah laku manusia dan membawanya kepada penyesuaian atau ketaataan kepada aturan – aturan masyarakat .24 Konsep control sosial lahir pada peralihan abad dua puluh dalam satu volume buku dari E.A.Ross, salah seorang bapak sosiologi Amerika.Menurut Ross,sistem keyakinanlah yang membimbing orang – orang yang secara universal mengontrol tingkah laku , tidak peduli apa pun bentuk keyakinan yang dipilih.Sejak saat itu ,konsep ini diambil dalam arti yang semakin luas . Kontrol sosial telah di konseptualisasikan sebagai : “all – encompassing , representing practically any phenomenon that leads to conformity to norms “ istilah ini dapat ditemukan pada studi – studi hukum, kebiasaan,moral , ideologi, dan adat.

Control sosial dikaji dari perspektif makro maupun mikro. Macrosociological studies menjelajah sistem – sistem formal untuk mengontrol

24 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa ,Op.Cit, Hal 87

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

22

kelompok – kelompok Sistem formal itu diantara nya , sistem hukum undang – undang penegak hukum,kelompok – kelompok kekuatan masyarakat ,arahan –arahan sosial ekonomi dari pemerintah atau kelompok swasta.Jenis control ini dapat menjadi positif maupun negatif.positif apabila dapat merintangi orang dari melakukan tingkah laku yang melanggar hukum. Negatif apabila mendorong penindasan, membatasi, atau melahirkan korupsi dari mereka yang memiliki kekuasaan. Micrososiological studies memfokuskan perhatian kepada sistem kontrol secara informal.

II. Criminal Policy melalui Penal Policy

Berbagai bentuk reaksi atau respons sosial dapat dilakukan dalam menanggulangi kejahatan, salah satunya adalah dengan menggunakan hukum pidana. Penegakkan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan penanggulangan kejahatan (politik kriminal). Dengan demikian pada hakekatnya hukum pidana juga merupakan bagian integral dari kebijakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat (social policy).25 Hal ini mempunyai arti adanya keterpaduan (intergritas) antara politik kriminal (criminal policy) dan politik sosial (social policy), serta adanya keterpaduan antara upaya penanggulangan kejahatan melalui sarana penal dan non-penal.26

Meskipun kebijakan penal bersifat represif, namun sebenarnya juga

memiliki unsur preventif, karena dengan adanya ancaman dan penjatuhan pidana

terhadap tindak pidana diharapkan terdapat suatu efek pencegahan/penangkal

(detterent effect). Disamping itu pula, kebijakan penal tetap diperlukan dalam

penanggulangan kejahatan, karena hukum pidana merupakan salah satu sarana

kebijakan sosial untuk menyalurkan ”ketidaksukaan masyarakat” (social dislike)

atau ”pencelaan/kebencian sosial” (social disapproval/social abhorrence), yang

sekaligus diharapkan menjadi sarana ”perlindungan sosial” (social defence). 27

25 Muladi, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Hal 8

26 Yesmil Anwar dan Adang, 2008, Pembaruan Hukum Pidana: Reformasi Hukum Pidana, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia. Hal. 57.

27 Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta, Kencana. Hal 176

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

23

Politik hukum pidana diartikan juga sebagai kebijakan menyeleksi atau melakukan kriminalisasi atau deskriminalisasi terhadap suatu perbuatan. Di sini tersangkut persoalan pilihan-pilihan terhadap suatu perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana atau bukan, serta menyeleksi di antara berbagai alternatif yang ada mengenai apa yang menjadi tujuan sistem hukum pidana di masa mendatang. Oleh karena itu dengan politik hukum ini, negara diberikan kewenangan untuk merumuskan atau menentukan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana, dan kemudian dapat menggunakannya sebagai tindakan represif terhadap setiap orang yang melanggarnya. Inilah salah satu fungsi hukum pidana, yaitu memberikan dasar legitimasi bagi tindakan represif negara terhadap seseorang atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak pidana.137 Dalam hal ini politik hukum pidana dilakukan untuk menentukan : 28

a. Sejauh mana ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui; b. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya tindak pidana. c. Bagaimana proses penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana yang harus dilakukan.

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana (penal) pada hakekatnya dilakukan dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:29

1). Tahap formulasi Tahap penegakan hukum in abstracto oleh badan pembuat undang - undang. tahap disebut juga sebagai tahap kebijakan legislatif.

2). Tahap aplikasi Tahap penerapan hukum pidana oleh aparat-aparat penegak hukum mulai

dari kepolisian sampai pengadilan, tahap disebut juga sebagai tahap kebijakan yudikatif.

3). Tahap eksekusi Tahap pelaksanaan hukum pidana secara konkrit oleh aparat-aparat

pelaksana pidana, tahap disebut juga sebagai kebijakan eksekutif atau administratif.

Dari tahapan tersebut, maka kebijakan melalui hukum pidana dimulai

dariperumusan suatu undang-undang (hukum pidana), kemudian uandangundang

28 Marc Ancel, Social Defence: A Modern Approach to Criminal Problems (London: Routledge & Kogan Paul, 1965) pg. 4-5, sebagaimana yang telah dikutip dalam Yesmil Anwar dan Adang, op.cit, Hal.59

29 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, op.cit, hal. 9.

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

24

(hukum pidana) tersebut diaplikasikan melalui ”sistem peradilan pidana”

(criminal justice system).

Sistem peradilan pidana merupakan suatu sistem yang terdapat di dalam

masyarakat untuk menanggulangi masalah kejahatan. Komponen komponen

(sub sistem) yang terlibat didalam sistem ini terdiri dari: kepolisian, kejaksaan,

pengadilan dan lembaga pemasyarakatan yang diharapkan dapat bekerjasama

dalam membentuk ”integrated criminal justice system administration” yang

bertujuan untuk : 30

a. Mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan.

b. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat menjadi

puas karena keadilan telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.

c. Mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan kejahatan tidak

mengulangi lagi kejahatannya.

III. Criminal Policy melalui Non-Penal Policy

Mengingat upaya penangulangan kejahatan lewat jalur ”non-penal”

lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran

utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya

kejahatan. Faktor-faktor kondusif itu antara lain berpusat pada masalah-masalah

atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat

menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan. Dengan demikian dilihat dari

30 Mardjono Reksodiputro,2007, Hak Asasi Manusia Dalam Sistem Peradilan Pidana: Kumpulan Karangan Buku Ketiga, Jakarta, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas Indonesia. Hal, 84 - 86.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

25

sudut politik kriminal secara makro dan global, maka upaya-upaya ”non-penal”

menduduki posisi kunci dan strategis dari keseluruhan upaya politik kriminal.31

Beberapa masalah dan kondisi sosial yang dapat menjadi faktor kondusif penyebab timbulnya kejahatan, merupakan masalah yang tidak dapat diatasi dengan hanya mengandalkan sarana ”penal”, sehingga harus didukung dengan menggunakan sarana ”non penal”. Salah satu bentuk upaya ”non penal” dalam mengatasi masalah-masalah sosial tersebut dapat dilakukan melalui ”kebijakan sosial” (social policy), dimana berdasarkan skema G.P. Hoefnagels termasuk dalam ”prevention without punishment”32

Kebijakan sosial untuk mencapai tujuan tertinggi suatu dapat ditempuh

melalui jalur ”kebijakan kesejahteraan sosial” (social welfare policy) dalam

mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur. Selain itu pula dapat

dilakukan melalui ”kebijakan perlindungan sosial” (social defence policy) untuk

melindungi masyarakat dari segala gangguan yang membahayakan atau

merugikan, dengan menerapkan hukum (penal) yang didukung oleh sarana non-

penal berupa meningkatkan kondisi sosial, ekonomi, politik, dan budaya. 33

Disamping upaya-upaya ”non-penal” dapat ditempuh dengan

menyehatkan masyarakat lewat kebijakan sosial dan dengan menggali berbagai

potensi yang ada di dalam masyarakat itu sendiri, dapat pula upaya ”non-penal”

itu digali dari berbagai sumber lainnya yang juga mempunyai efek preventif.

Sumber lainnya itu misalnya media pers/ media massa (mass media), pemanfaatan

31 Barda Nawawi Arief, 1991, Upaya Non Penal Dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Bahan Seminar Kriminologi VI, Semarang. Hal 3

32 Ibid, Hal.9.

33 Moh. Hatta, 2010, Kebijakan Politik Kriminal: Penegakan Hukum dalam Rangka Penanggulangan Kejahatan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Hal. 11.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

26

kemajuan teknologi (techno prevention) dan pemanfaatan potensi efek preventif

dari aparat penegak hukum.34

Dalam upaya penanggulangan tindak pidana cyberporn di Indonesia,

maka bentuk criminal policy yang dapat diterapkan adalah dengan menggunakan

sarana penal dan non-penal secara integral. Kebijakan penal dilakukan melalui

tahapan formulasi dan aplikasi udang-undang yang berkaitan dengan cyberporn,

sementara bentuk upaya non-penal dilakukan melalui berbagai usaha rasional

dengan menggunakan berbagai pendekatan, seperti: pendekatan teknologi (techno

prevention), pendekatan budaya/kultural, pendekatan moral/edukatif dan

pendekatan global (kerjasama internasional).

B. Tinjauan Mengenai Kebijakan

I. Kebijakan Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk

mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan

perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta

memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu

kewajiban.

Tindakan preventif merupakan salah satu upaya pengendalian sosial.

Tindakan preventif sendiri mempunyai pengertian upaya pencegahan sebelum

konflik sosial terjadi. Pada dasarnya pengendalian sosial adalah upaya yang

34 Barda Nawawi Arief, Upaya Non Penal dalam Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, op.cit. Hal. 11.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

27

dilakukan oleh warga masyarakat maupun oleh suatu lembaga pendidikan untuk

mencegah dan mengatasi berbagai macam bentuk perilaku menyimpang. Upaya

pengendalian sosial ini dapat dilakukan sewaktu-waktu oleh petugas penegak

norma seperti polisi, hakim, jaksa, dan KPK, dapat juga dilakukan warga

masyarakat biasa maupun lembaga pendidikan.

II. Kebijakan Represif

Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.35 Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum. 36

C. Tinjauan Mengenai Pidana

I. Istilah Pidana

Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah “tindak

pidana” sebagai pengganti dari perkataan “strafbaar feit” tanpa memberikan

sesuatu penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan

“strafbaar feit” tersebut. Istilah tindak pidana sebagai terjemahan dari “Strafbaar

35 Setiono. 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Surakarta, Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.. Hal. 3

36 Ibid

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

28

feit” merupakan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yang diancam

dengan pidana.37

Mezger mengatakan bahwa hukum pidana dapat didefinisikan sebagai

aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-

syarat tertentu suatu akibat yang berupa pidana.38 Perlu dikemukakan di sini

bahwa pidana adalah merupakan suatu istilah yuridis yang mempunyai arti khusus

sebagai terjemahan dari bahasa Belanda "straf" yang dapat diartikan juga sebagai

"hukuman". Seperti dikemukakan oleh Moeljatno bahwa istilah hukuman yang

berasal dari kata "straf" ini dan istilah "dihukum" yang berasal dari perkataan

"wordt gestraft", adalah merupakan istilah-istilah konvensional. Beliau tidak

setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah-istilah yang

inkonvensional, yaitu "pidana" untuk menggantikan kata "straf" dan “diancam

dengan pidana" untuk menggantikan kata "wordt gestraft". Jika "straf" diartikan

"hukuman", maka strafrecht seharusnya diartikan dengan hukuman-hukuman.39

Pengertian dari tindak pidana adalah tindakan yang tidak hanya

dirumuskan oleh Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai kejahatan

atau tindak pidana akan tetapi di dalamnya tidak memberi rincian tindak pidana

tersebut. Ketidakjelasan pengertian tindak pidana, memunculkan berbagai

37Tri Andrisman, 2007, Hukum Pidana Asas-Asas Dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung, UNILA. Hal 8

38 Sudarto, 1990, Hukum Pidana, Purwokerto, Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Hal. 23.

39 Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, PT.Bima Aksara, Hal. 35.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

29

pendapat mengenai pengertian tindak pidana, para ahli hukum memberikan

pengertian yang berbeda-beda, diantaranya:

A. Utrecht

Menurut Utrecht, pengertian tindak pidana yaitu meliputi perbuatan

atau suatu melalaikan maupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan oleh karena

perbuatan atau melalaikan itu) "peristiwa pidana" adalah suatu peristiwa hukum

(peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum.40

B. Vos

Menurut Vos peristiwa pidana, yaitu adalah suatu kelakuan. Dalam

definisi Vos dapat dilihat anasir-anasir sebagai berikut:

1. Suatu kelakuan manusia;

2. Akibat anasir ini ialah hal peristiwa dan pembuat tidak dapat dipisahkan

satu dengan lain;

Suatu kelakuan manusia yang oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 1 ayat

(1) KUHP) dilarang umum dan diancam dengan hukuman. Kelakuan yang

bersangkutan harus dilarang dan diancam dengan hukuman, jadi tidak semua

kelakuan manusia yang melanggar ketertiban hukum adalah suatu peristiwa

pidana.41

C. Moeljatno

40 Utrecht, 1986, Hukum Pidana 1, Surabaya, Pustaka Tinta Mas, Hal. 252.

41 Ibid

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

30

Menggunakan istilah “perbuatan pidana” dengan pertimbangan bahwa

perbuatan itulah keadaan yang dimuat oleh seseorang atau barang sesuatu yang

dilakukan dan perbuatan itu menunjuk baik kepada akibatnya maupun yang

menimbulkan akibat. Moeljatno, memberikan pengertian tindak pidana adalah

perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar

larangan tersebut42

D. Van Hamel

Pengertian tindak pidana yaitu: kelakuan atau tingkah laku orang yang

bersifat melawan hukum dengan kesalahan yang dapat dipidana.43

E. Sudarto

Menurut Sudarto, pengertian tindak pidana adalah suatu pengertian

yuridis, lain halnya dengan istilah "perbuatan jahat" atau "kejahatan" (crime atau

verbrechen atau misdaad) yang bisa diartikan secara yuridis atau secara

kriminologis.44

42 Moeljatno, op.cit, Hal. 38.

43 Ibid

44 Ibid

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

31

II. Jenis-Jenis Tindak Pidana

Menurut J.B. Daliyo, perbuatan pidana dibedakan menjadi beberapa

macam, yaitu:45

a. Perbuatan pidana (delik) formal adalah suatu perbuatan yang sudah

dilakukan dan perbuatan itu benar-benar melanggar ketentuan yang

dirumuskan dalam Pasal undang-undang yang bersangkutan.

b. Delik material adalah suatu pebuatan pidana yang dilarang, yaitu akibat yang

timbul dari perbuatan itu.

c. Delik dolus adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

d. Delik culpa adalah perbuatan pidana yang tidak sengaja, karena kealpaannya

mengakibatkan matinya seseorang.

e. Delik aduan adalah suatu perbuatan pidana yang memerlukan pengaduan

orang lain. Jadi sebelum ada pengaduan belum merupakan delik.

f. Delik politik adalah delik atau perbuatan pidana yang ditujukan kepada

keamanan negara baik secara langsung maupun tidak langsung.

J.B. Daliyo, lebih lanjut menyatakan bahwa tiga jenis peristiwa pidana

di dalam KUHP yang berlaku di Indonesia sebelum tahun 1918 yaitu:

1. Kejahatan (Crimes)

2. Perbuatan buruk (Delict)

3. Pelanggaran (Contravention)

45 J.B. Daliyo, 2001, Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta. Prenhalindo. Hal 94

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

32

Sedangkan menurut KUHP yang berlaku sekarang, peristiwa pidana itu

ada dua jenis yaitu “Misdrijf” (kejahatan) dan “Overtreding” (pelanggaran).46

Selain dibedakan dalam kejahatan dan pelanggaran, biasanya

dalam teori dan praktek dibedakan pula antara lain dalam:

a. Delik Commissionis dan Delikta Commissionis.

Delik Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu

(berbuat sesuatu) perbuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Delikta

Commissionis adalah delik yang terdiri dari melakukan sesuatu (berbuat

sesuatu) pernuatan yang dilarang oleh aturan-aturan pidana. Delikta

Commissionis adalah delik yang terdiri dari tidak berbuat atau melakukan

sesuatu padahal mestinya berbuat.

b. Ada pula yang dinamakan delikta commissionis peromissionem commissa,

yaitu delik-delik yang umumnya terdiri dari berbuat sesuatu, tetapi dapat

pula delik dolus dan delik culpa.

Bagi delik dolus harus diperlukan adanya kesengajaan, misalnya Pasal 338

KUHP, sedangkan pada delik culpa, orang juga sudah dapat dipidana bila

kesalahannya itu berbentuk kealpaan, misalnya menurut Pasal 359 KUHP.

dilakukan dengan tidak berbuat.

c. Delik biasa dan delik yang dapat dikualifisir (dikhususkan)

d. Delik menerus dan tidak menerus.

46 Ibid

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

33

III. Unsur – Unsur Tindak Pidana

Membicarakan mengenai unsur-unsur tindak pidana, dapat dibedakan

setidak-tidaknya dari dua sudut pandang, yakni: dari sudut teoritis dan dari sudut

Undang-undang. Maksud teoritis ialah berdasarkan pendapat para ahli hukum,

yang tercermin pada bunyi rumusannya, sedangkan dari sudut Undang-undang

adalah bagaimana kenyataan tindak pidana itu dirumuskan menjadi tindak pidana

tertentu dalam pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang ada.47

a. Unsur Tindak Pidana Menurut Beberapa Ahli : 48

Menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah: 1) Perbuatan 2) Yang dilarang (oleh aturan hokum) 3) Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan). Menurut R.Tresna, tindak pidana terdiri dari unsur-unsur, yakni: 1) Perbuatan/rangkaian perbuatan (manusia) 2) Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan 3) Diadakan tindakan penghukuman.

b. Unsur Rumusan Tindak Pidana dalam Undang-undang

Dalam rumusan-rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP itu, maka

dapat diketahui adanya 8 unsur tindak pidana, yaitu: 49

1) Unsur tingkah laku

2) Unsur melawan hokum

3) Unsur kesalahan

4) Unsur akibat konstitutif

47 Adam Chazawi, Ibid. Hal 79

48 Ibid

49 Ibid, Hal 82

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

34

5) Unsur keadaan yang menyertai

6) Unsur syarat tambahan untuk dapat dituntut pidana

7) Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana

8) Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana.

IV. Subjek Tindak Pidana

Subjek tindak pidana adalah sesuatu yang oleh peraturan perundang-

undangan dianggap dapat melakukan tindak pidana dan dapat

dipertanggungjawabkan secara pidana atau dikenai sanksi pidana yang

berdasarkan Undang-Undang dapat bertanggung jawab dan dikenai pidana.

Subjek tindak pidana meliputi orang (manusia alamiah) dan korporasi

(persyarikatan) baik yang berstatus badan hukum maupun bukan badan hukum.50

V. Objek Tindak Pidana

Unsur objektif adalah unsur yang terdapat diluar diri si pelaku. Unsur-

unsur yang ada hubungan nya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan-keadaan

dimana tindakan-tindakan si pelaku itu harus dilakukan terdiri dari :51

a. Sifat melanggar hukum;

b. Kualitas dari si pelaku; keadaan, jabatan atau kedudukan si pelaku;

c. Kausalitas; hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab suatu

kenyataan sebagai akibat.

50 Sudaryono & Natangsa Surbakti, 2005, Buku Pegangan Kuliah Hukum Pidana, Surakarta: Fakultas Hukum UMS. Hal 139

51 Ibid. Hal 140

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

35

D. Tinjauan Umum Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik

Pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi telah

mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan

hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan

sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.

Teknologi informasi saat ini bagai pedang bermata dua karena selain memberikan

kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia,

sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum . 52 Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) dibentuk untuk mengantisipasi

segala bentuk cybercrime yang melibatkan penggunaan teknologi informasi

tersebut, termasuk tindak pidana pornografi di dunia maya (cyberporn).

I. Tinjauan Umum Pasal 27 Ayat 1

Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik tidak memberikan pengertian

maupun ruang lingkup yang jelas mengenai pornografi. Namun dalam hal ini,

terdapat larangan bagi setiap orang dalam mendistribusikan atau mentransmisikan

atau membuat dapat diaksesnya infomasi elektronik atau dokumen elektronik

yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dalam

Pasal 27 Ayat (1). ”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan

52 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, LN Nomor 58 Tahun 2008/ TLN Nomor 4928. Penjelasan Umum.

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

36

dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar

kesusilaan”.

Sehingga seperti halnya dengan KUHP, undang-undang ini

merumuskan pornografi sebagai perbuatan yang melanggar kesusilaan. Dengan

merujuk pada ketentuan Pasal 1 Angka 1 dan Angka 4, maka muatan pornografi

yang melanggar kesusilaan tersebut dapat dilakukan melalui:

1). Informasi Elektronik yang meliputi data elektronik, tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchane (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti.53

2). Dokumen Elektronik yang meliputi segala bentuk Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirmkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik.54

Mengingat cyberporn merupakan salah satu bentuk cybercrime yang

memanfaatkan jaringan internet sebagai media dalam melakukan tindak pidana,

maka ketentuan Pasal 45 Ayat (1) jo. Pasal 27 Ayat (1) tersebut dapat diterapkan

53 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy, atau sejenisnya, huruf tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, LN Nomor 58 Tahun 2008/ TLN Nomor 4928. Pasal 1 Angka 1.

54 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirmkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komptuter atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, LN Nomor 58 Tahun 2008/ TLN Nomor 4928. Pasal 1 Angka 4.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

37

bagi setiap orang yang telah mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat

dapat diaksesnya muatan pornografi dalam berbagai bentuk data elektronik di

dunia maya. Sedangkan ketentuan Pasal 52 Ayat (1) jo. Pasal 27 Ayat (1) yang

memuat ancaman pidana dengan pemberatan, dapat diterapkan terhadap aktivitas

d yang memuat ekspoitasi seksual terhadap anak (child pornography).

Subjek hukum tindak pidana sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 27

Ayat (1), dirumuskan sebagai ”setiap orang”. Dalam Pasal 1 Angka 21 memberi

penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian dari ”orang”, yang meliputi orang

perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun

tidak berbadan hukum. Berbeda dengan KUHP, dalam undang-undang ini secara

tegas mengakui keberadaan suatu korporasi sebagai subjek hukum berikut

pemidanaannya.

E. Tinjauan Mengenai Pornografi di Dunia Maya (Cyberporn)

I. Ruang Lingkup Pornografi

1. Pengertian dan Sejarah Pornografi

Secara etimologis, istilah pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu

”porne” yang berarti pelacur dan ”graphein” yang mempunyai pengertian tulisan

atau lukisan, sehingga secara harafiah pornografi adalah tulisan atau lukisan

tentang pelacur atau suatu deskripsi dari perbuatan pelacur.55 Berdasarkan hal

tersebut maka pengertian pornografi meliputi:

55 Topo Santoso, 1996, Pornografi dan Hukum Pidana, Jurnal Hukum dan Pembangunan, XXVI (6) 1996, Depok, Faklutas Hukum Universitas Indonesia. Hal. 513

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

38

a. Suatu pengungkapan dalam bentuk cerita-cerita tentang pelacur atau prostitusi;

b. Suatu pengungkapan dalam bentuk tulisan atau lukisan tentang kehidupan erotik dengan tujuan untuk menimbulkan rangsangan seks kepada yang membacanya atau melihatnya. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang

Pornografi (Undang-Undang tentang Pornografi), memberikan pengertian

pornografi sebagai berikut : 56

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.

Meskipun belum terdapat adanya suatu keseragaman mengenai definisi

pornografi, namun masih terdapat nilai-nilai umum yang dapat dijadikan standar

untuk menggambarkan pornografi, yaitu: 57

a. Bersifat tidak senonoh (obscene)

b. Menimbulkan atau membangkitkan gairah seksual atau memiliki unsur

erotis.

c. Melanggar perasaan kesusilaan, kesopanan dan norma-norma

masyarakat.

Berdasarkan karakteristik muatannya, secara umum penggolongan

pornografi terdiri dari:

56 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi. LN Nomor 181 Tahun 2008 / TLN Nomor 4928. Pasal 1 Angka 1.

57 Neng Djubaedah, et.al, 2005, Harmonisasi Hukum Tentang RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Hal 18.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

39

1). Soft-core pornography (nudity), pornografi yang mengambarkan ketelanjangan seseorang, misalnya majalah dewasa “Playboy”;

2). Hard-core pornography, pornografi yang menayangkan adegan seksual secara eksplisit bahkan cenderung berlebihan (tak lazim);

3). Violent pornography, pornografi yang disertai tindak kekerasan, misalnya: perbudakan (slavery) dan penyiksaan (sadomasochist).

4). Rape-pornography, pornografi dalam bentuk pemerkosaan dengan menggunakan kekerasan atau paksaan.58

Pada abad ke-19 media pornografi mulai berkembang dengan hadirnya

teknologi mesin cetak, fotografi dan film. Sebuah film Perancis berjudul “Le

Coucher De La Marie” (1896) merupakan film pornografi pertama di dunia yang

menampilkan adegan seksual yang dilakukan oleh pasangan dan tari telanjang

(striptease). Pada tahun 1920-an, di Amerika Serikat diterbitkan suatu produk

pornografi dalam bentuk cetakan kertas dengan kualitas rendah yang memuat foto,

cerita cabul dan komik porno, bernama “Tijuana Bibles”.59

Pada bulan Desember 1953, Hugh Hefner menerbitkan edisi pertama

majalah “Playboy” di Amerika Serikat yang memuat gambar telanjang artis

Marilyn Monroe. Pada tahun 1965, Bob Guccione menerbitkan edisi pertama

majalah “Penthouse” di Inggris. Selanjutnya pada tahun 1974, Larry Flynt Jr.

menerbitkan majalah “Hustler” untuk pertama kalinya di Amerika Serikat.60 Saat

ini “Playboy”, “Penthouse” dan “Hustler” dikenal sebagai industri pornografi

terbesar di dunia.

58 Feri Sulianta, 2010, Cyber Porn: Bisnis atau Kriminal, Jakarta, PT. Elex Media Komputindo. Hal. 5.

59 Patricia Davis, et.al., The History of Modern Pornography, http://www.pornography history.com. diakses tanggal 19 Nopember 2017

60 Ibid

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

40

Seiring dengan perkembangan teknologi dalam peradaban manusia,

maka media pornografi dari waktu ke waktu pun mengalami pergeseran ke arah

yang lebih modern, dimana pada mulanya pornografi hanya dikenal dalam bentuk

tulisan, lukisan maupun pahatan, namun sekarang pornografi dapat dijumpai

melalui berbagai media. Saat ini banyak sekali bentuk media yang dapat dijadikan

sebagai sarana untuk menyimpan dan mendistribusikan muatan pornografi,

seperti: majalah, VCD/DVD, komputer, dan handphone. Namun perkembangan

yang paling mutakhir saat ini adalah penyebaran pornografi yang dilakukan

melalui jaringan internet (cyberporn).

II. Perkembangan Pornografi sebagai Cybercrime

Keberadaan internet tentunya telah memberikan andil dalam

perkembangan pornografi. Hal ini disebabkan oleh karena pada dasarnya internet

merupakan salah satu media yang paling efektif untuk digunakan oleh industri-

industri pornografi dalam mempromosikan produk maupun jasa pornografi di

dunia maya. Kehadiran internet tersebut telah mengubah bentuk pornografi

konvensional menjadi cyber pornography (cyberporn) yang dapat diakses oleh

setiap pengguna internet.

Penyebaran cyberporn dapat dilakukan melalui berbagai fitur yang

dimiliki oleh internet seperti: newsgroups, discussion groups, mailing list, chat

boxes, jaringan peer-to-peer networks, file reservoir atau layanan file sharing, dan

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

41

website sebagai konten yang diakses via web browser. 61 Sedangkan muatan

cyberporn itu sendiri memiliki beragam bentuk format file seperti: teks, gambar,

suara dan bahkan audio-video62

Pada umumnya untuk mendapatkan materi pornografi yang disediakan

oleh pengelola situs porno di internet, dapat dilakukan dengan membayar uang

berlangganan sebagai persyaratan keanggotaan (membership), maupun secara

gratis. Tentunya masing-masing situs porno tersebut menawarkan bebagai macam

materi pornografi yang dikemas sedemikian rupa agar dapat menarik perhatian

pengguna internet. Namun sebenarnya materi pornografi tersebut tidak hanya

dapat dijumpai di situs porno, bahkan situs media jejaring sosial yang sangat

populer seperti: “Facebook” dan “Twitter” seringkali disusupi dengan muatan

pornografi. 63

Saat ini terdapat begitu banyak warung internet (warnet) yang

menjamur di hampir seluruh pelosok daerah di Indonesia, bahkan di tempat

tempat tertentu ada pula yang memberikan layanan internet secara gratis melalui

“wi-fi”. Dengan adanya berbagai kemudahan dan fasilitas tersebut, telah

menimbulkan masalah tersendiri atas penyebaran materi cyberporn yang dapat

diakses oleh setiap orang, termasuk pula anak-anak. Keadaan semacam ini jika

tidak segera ditanggulangi, maka dapat mengakibatkan menurunnya moralitas

anak-anak bangsa akibat sering mengakses situs porno di dunia maya.

61 Feri Sulianta, Op.Cit. Hal 7.

62 Ibid

63 Ibid

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/39549/3/BAB II.pdfa. Teori Kriminal yang Berpusat Pada Keanehan dan Keabnormalan Pelaku . Teori tipe ini berlandaskan pada

42

Sebagai salah satu bentuk cybercrime yang bersifat ”borderless” tanpa

terikat oleh batas wilayah suatu negara, maka dalam penanganan tindak pidana

cyberporn akan menimbulkan permasalahan yuridis berkaitan dengan yurisdiksi

suatu negara.