Top Banner
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1. Definisi Subjective Well Being Studi yang meneliti mengenai penyebab, prediktor dan akibat dari kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being. Subjective well being merupakan suatu aspek yang penting dalam mengembangkan sebuah kualitas hidup yang positif. Kebahagiaan dalam subjective well being berkaitan dengan tingkatan emosi dan bagaimana individu memahami dunia dan dirinya sendiri. Sedangkan mengenai kepuasan dalam hidup merupakan pemahaman yang lebih luas mengenai penerimaan kehidupan individu (Compton, 2005). Faktor lain dalam memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu sedikit mengalami pengalaman atau kejadian neurotis. Subjective well being dapat dilihat ketika individu mengungkapkan perasaan bahwa mereka bahagia atau senang, menunjukkan kepuasan dalam hidup dan ketika individu memiliki pengalaman neurotisme yang rendah. Subjective well being merupakan persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis (Compton, 2005). Menurut beberapa ahli psikologi subjective well being merupakan suatu istilah ilmiah untuk happiness (kebahagiaan). Bahkan Carr (2004) memberikan definisi yang sama antara happiness dengan subjective well being yakni sebuah keadaan psikologis positif yang dicirikan dengan tingginya tingkat kepuasan terhadap hidup, tingginya tingkat emosi positif dan rendahnya tingkat emosi negatif.
18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

Mar 16, 2019

Download

Documents

lamdieu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Subjective Well Being

1. Definisi Subjective Well Being

Studi yang meneliti mengenai penyebab, prediktor dan akibat dari kebahagiaan

dan kepuasan dalam hidup dikaitkan dengan subjective well being. Subjective well

being merupakan suatu aspek yang penting dalam mengembangkan sebuah kualitas

hidup yang positif. Kebahagiaan dalam subjective well being berkaitan dengan

tingkatan emosi dan bagaimana individu memahami dunia dan dirinya sendiri.

Sedangkan mengenai kepuasan dalam hidup merupakan pemahaman yang lebih luas

mengenai penerimaan kehidupan individu (Compton, 2005). Faktor lain dalam

memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu sedikit mengalami

pengalaman atau kejadian neurotis. Subjective well being dapat dilihat ketika

individu mengungkapkan perasaan bahwa mereka bahagia atau senang, menunjukkan

kepuasan dalam hidup dan ketika individu memiliki pengalaman neurotisme yang

rendah.

Subjective well being merupakan persepsi seseorang terhadap pengalaman

hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan

merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis (Compton, 2005). Menurut

beberapa ahli psikologi subjective well being merupakan suatu istilah ilmiah untuk

happiness (kebahagiaan). Bahkan Carr (2004) memberikan definisi yang sama antara

happiness dengan subjective well being yakni sebuah keadaan psikologis positif yang

dicirikan dengan tingginya tingkat kepuasan terhadap hidup, tingginya tingkat emosi

positif dan rendahnya tingkat emosi negatif.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

2

Para peneliti berpendapat bahwa karena subjective well being merupakan

sebuah fenomena yang subjektif sehingga dalam pengukurannya pun harus dilakukan

dengan subjective reports. Compton (2005) menjelaskan bahwa dalam studi

mengenai subjective well being, individu yang memiliki kebahagiaan dan kepuasan

hidup yang tinggi akan secara langsung ditunjukkan kedalam perilaku dimana

individu tersebut akan terlihat lebih bahagia dan lebih puas. Walaupun terdapat

banyak kritik mengenai pengukuran subjective well being, namun pengukuran yang

masih diterima adalah dengan report langsung dari individu tersebut terkait dengan

kebahagiaan dan kepuasan dalam kehidupan.

Berdasarkan beberapa pengertian subjective well being yang dijelaskan,

peneliti menyimpulkan bahwa subjective well being merupakan persepsi individu

terkait dengan pengalaman kehidupannya yang menyangkut dua komponen yakni

komponen kognitif yang berkaitan dengan kepuasan hidup dan komponen afektif

yang berkaitan dengan kebahagiaan dan dicirikan dengan tingginya tingkat kepuasan

terhadap hidup, tingginya tingkat emosi positif dan rendahnya tingkat emosi negatif.

2. Komponen Subjective Well Being

Menurut Diener & Oishi (2005) terdapat dua komponen dasar subjective well

being yaitu kepuasan hidup (life satisfaction) sebagai komponen kognitif dan

kebahagiaan (happiness) sebagai komponen afektif.

a. Komponen kognitif (kepuasan hidup)

Kepuasan didalam hidup termasuk dalam komponen kognitif karena keduanya

didasarkan pada keyakinan tentang kehidupan seseorang. Evaluasi kognitif

dilakukan saat seseorang memberikan evaluasi secara sadar dan menilai

kepuasan mereka terhadap kehidupan secara keseluruhan atau penilaian

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

3

evaluatif mengenai aspek-aspek khusus dalam kehidupan, seperti kepuasan

kerja, minat, dan hubungan (Diener & Oishi, 2005). Kepuasan hidup

merupakan penilaian individu terhadap kualitas kehidupannya secara

menyeluruh. Seorang individu yang dapat menerima diri dan lingkungan secara

positif akan merasa puas dengan hidupnya (Hurlock, 1980)

b. Komponen Afektif (Kebahagiaan)

Komponen afektif dalam subjective well being yang dimaksud adalah reaksi

individu terhadap kejadian-kejadian dalam hidup yang meliputi emosi (afek)

yang menyenangkan dan emosi (afek) yang tidak menyenangkan.

1. Afek positif

Afek positif atau emosi yang menyenangkan merupakan bagian dari

Subjective Well Being yang dialami individu sebagai reaksi yang muncul

pada diri individu karena hidupnya berjalan sesuai dengan apa yang

diinginkan. (Diener & Oishi, 2005). Menurut Seligman (2005), emosi

positif dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu emosi positif akan

masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Emosi positif masa depan

meliputi optimisme, harapan, keyakinan dan kepercayaan. Emosi positif

masa sekarang mencakup kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat

yang meluap-luap, dan flow. Emosi positif tentang masa lalu adalah

kepuasan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan dan kedamaian.

2. Afek negatif

Afek negatif termasuk suasana hati dan emosi yang tidak menyenangkan

yang muncul sebagai reaksi negatif dari kejadian yang dialami oleh individu

dalam hidup mereka, kesehatan serta lingkungan mereka (Diener & Oishi,

2005). Emosi negatif yang paling umum dirasakan adalah kesedihan,

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

4

kemarahan, kecemasan, kekhawatiran, stres, frustrasi, rasa malu dan

bersalah serta iri hati.

Berdasarkan pengertian diatas, penulis menyimpulkan bahwa Subjective Well

Being merupakan persepsi dari individu tersebut terkait dengan pengalaman yang

terjadi didalam kehidupannya yang menyangkut dua komponen yakni komponen

kognitif yang berkaitan dengan kepuasan hidup dan komponen afektif yang berkaitan

dengan kebahagiaan individu tersebut.

3. Pendekatan Teori dalam Subjective Well Being

Terdapat dua pendekatan teori yang digunakan dalam subjective well being

(Compton, 2005)

a. Bottom up theories

Teori ini memandang bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup yang dirasakan

dan dialami seseorang tergantung dari banyaknya kebahagiaan kecil serta

kumpulan peristiwa yang membuat individu bahagia. Asumsinya, semakin

banyaknya peristiwa menyenangkan yang terjadi, maka semakin bahagia dan

puas individu tersebut. Teori ini beranggapan bahwa perlunya mengubah

lingkungan dan situasi yang akan mempengaruhi pengalaman individu,

misalnya pekerjaan yang memadai, lingkungan rumah yang aman, serta

pendapatan yang layak untuk meningkatkan subjective well being.

b. Top down theories

Subjective well being yang dialami seseorang tergantung dari cara individu

tersebut memandang dan menginterpretasi suatu peristiwa dalam sudut

pandang yang positif. Teori ini menganggap bahwa, individu memegang

kendali atas setiap peristiwa yang dialami, apakah peristiwa tersebut akan

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

5

menciptakan kesejahteraan psikologis bagi dirinya atau sebaliknya. Pendekatan

ini mempertimbangkan jenis kepribadian, sikap, dan cara-cara yang digunakan

untuk menginterpretasi suatu peristiwa. Sehingga untuk meningkatkan

subjective well being diperlukan usaha yang berfokus pada mengubah persepsi,

keyakinan dan sifat kepribadian seseorang.

Berdasarkan dua pendekatan teori yang dijelaskan, peneliti menggunakan teori

top down theories dalam mengkaji subjective well being individu dimana seperti yang

telah dijelaskan, teori ini berpendapat bahwa individu memegang kendali atas setiap

peristiwa yang dialami tergantung dari persepsi, keyakinan serta kepribadiaan

individu.

4. Prediktor Subjective Well Being

Terdapat enam hal yang dapat dijadikan sebagai prediktor terbaik dalam

mengetahui kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup (Diener, Suh, Lucas & Smith,

1999)

a. Harga diri positif

Harga diri yang tinggi akan menyebabkan seseorang memiliki kendali

yang baik terhadap rasa marah, mempunyai hubungan yang intim dan baik

dengan orang lain, dan kapasitas produktif dalam pekerjaan. Hal ini akan

membantu individu untuk mengembangkan kemampuan dalam hubungan

interpersonal yang baik serta menciptakan kepribadian yang sehat.

b. Kontrol diri

Kontrol diri diartikan sebagai keyakinan individu bahwa ia akan mampu

berperilaku dengan cara yang tepat ketika menghadapi suatu peristiwa. Kontrol

diri melibatkan proses pengambilan keputusan, mampu mengerti, memahami

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

6

serta mengatasi konsekuensi dari keputusan yang telah diambil serta mencari

pemaknaan atas peristiwa tersebut.

c. Ekstraversi

Individu dengan kepribadian ekstrovert akan tertarik pada hal-hal yang

terjadi di luar dirinya, seperti lingkungan fisik dan sosialnya. Penelitian Diener

dkk. (1999) mendapatkan bahwa kepribadian ekstavert secara signifikan akan

memprediksi terjadinya kesejahteraan individual. Orang-orang dengan

kepribadian ekstrovert biasanya memiliki teman dan relasi sosial yang lebih

banyak, merekapun memiliki sensitivitas yang lebih besar mengenai

penghargaan positif pada orang lain.

d. Optimis

Secara umum, orang yang optimis mengenai masa depan merasa lebih

bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya

dengan cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya

sehingga individu memiliki impian dan harapan yang positif tentang masa

depan. Scheneider (dalam Compton, 2005) menyatakan bahwa kesejahteraan

psikologis akan tercipta bila sikap optimis yang dimiliki oleh individu bersifat

realistis.

e. Relasi sosial yang positif

Relasi sosial yang positif akan tercipta bila adanya dukungan sosial dan

keintiman emosional. Hubungan yang didalamnya terdapat dukungan dan

keintiman akan membuat individu mampu mengembangkan harga diri,

meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah

yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

7

f. Memiliki arti dan tujuan dalam hidup

Dalam beberapa kajian, arti dan tujuan hidup sering dikaitkan dengan

konsep religiusitas. Penelitian menyebutkan bahwa terdapat korelasi positif

antara konsep religiusitas dengan kesejahteraan psikologis dimana individu

yang memiliki kepercayaan religi yang besar akan memiliki kesejahteraan

psikologis yang besar pula.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa subjective

well being dapat diprediksi dengan beberapa faktor diantaranya adalah harga diri

positif, kontrol diri, ekstraversi, relasi sosial yang positif serta memiliki arti dan

tujuan hidup.

B. Keluarga

1. Definisi Keluarga

Terdapat berbagai definisi mengenai keluarga. Menurut Olson & DeFrain

(2003) keluarga adalah:

a. Sebuah kelompok sosial yang mendasar dalam masyarakat yang terdiri dari

satu atau dua orang tua dan anak-anak

b. Dua atau lebih individu yang saling berbagi mengenai tujuan dan nilai,

memiliki komitmen jangka panjang satu sama lain, dan biasanya berada

pada tempat tinggal yang sama

c. Semua anggota rumah tangga yang tinggal dalam satu atap

d. Sebuah kelompok individu yang saling berbagi yang berasal dari nenek

moyang yang sama (American Heritage Dictionary of the English

Language dalam Olson & DeFrain, 2003)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

8

Sedangkan menurut Korner & Fitzpatrick (2004) definisi mengenai keluarga

setidaknya dapat dilihat melalui 3 sudut pandang yakni:

a. Definisi Struktural. Definisi ini berfokus pada siapa yang menjadi bagian

dalam keluarga, terkait dengan kehadiran atau ketidakhadiran anggota

keluarga seperti orang tua, anak dan kerabat lainnya.

b. Definisi Fungsional. Keluarga didefinisikan berdasarkan pada

terpenuhinya tugas-tugas serta fungsi psikososial dalam keluarga.

c. Definisi Transaksional. Keluarga didefinisikan sebagai kelompok yang

mengembangkan keintiman melalui perilaku yang menunjukkan identitas

sebagai keluarga seperti salah satunya adalah ikatan emosi.

Dalam menjalankan fungsinya keluarga memiliki anggota-anggota yang saling

bergantung satu sama lain. Hal ini selajan dengan pernyataan Minuchin (dalam

Willis, 2011) bahwa keluarga merupakan “multibodies organism” yakni organism

yang terdiri dari banyak badan. Berdasarkan beberapa pengertian mengenai keluarga,

maka peneliti menyimpulkan bahwa keluarga merupakan kesatuan yang didalamnya

terdapat anggota sebagai komponen yang membentuk keluarga tersebut.

2. Struktur Keluarga

Menurut Lestari (2012) struktur keluarga dibagi menjadi dua yakni keluarga

inti (Nuclear family) dan keluarga batih (extended family).

a. Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang didalamnya hanya

terdapat tiga posisi sosial, yaitu suami (ayah), istri (ibu), dan anak (sibling)

dimana dalam keluarga inti ini hubungan antara suami dan istri saling

membutuhkan dan mendukung layaknya persahabatan, sedangkan anak-anak

tergantung pada orang tuanya dalam hal pemenuhan kebutuhan afeksi dan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

9

sosialisasi. Keluarga inti umumnya dibangun berdasarkan ikatan perkawinan

yang menjadi sebuah pondasi bagi keluarga. Relasi yang terbangun didalam

keluarga inti adalah relasi antar pasangan dan relasi antara orang tua dan anak.

b. Keluarga batih (extended family) adalah keluarga yang didalamnya

menyertakan posisi lain selain tiga posisi sosial yang terdapat dalam keluarga

inti. Keluarga batih terbagi kedalam tiga bentuk yakni :

1. Keluarga bercabang (stem family) dimana seorang anak yang sudah

menikah masih tinggal bersama orang tua

2. Keluarga berumpun (lineal family) dimana lebih dari satu anak yang sudah

menikah tetap tinggal bersama orang tua

3. Keluarga beranting (fully extended) dimana dalam suatu keluarga terdapat

generasi ketiga (cucu) yang sudah menikah dan tetap tinggal bersama.

Keluarga batih dibangun berdasarkan hubungan antar generasi, bukan antar

pasangan. Struktur keluarga ini biasanya terdapat dalam masyarakat yang

memandang penting hubungan kekerabatan. Bentuk-bentuk relasi yang terjalin

dalam keluarga batih lebih banyak dibandingkan keluarga inti, diantaranya

adalah relasi kakek atau nenek-cucu, mertua-menantu, saudara ipar, dan paman

atau bibi-keponakan

3. Relasi dalam Keluarga

Terdapat tiga relasi yang terjadi pada nuclear family yakni pertama relasi pada

pasangan suami istri, kedua ketika anak pertama lahir muncullah relasi orang tua-

anak, ketiga ketika anak berikutnya lahir muncul relasi sibling (saudara sekandung).

Sedangkan pada extended family bentuk relasi yang terjadi akan lebih banyak lagi

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

10

misalnya kakek/nenek-cucu, mertua-menantu, saudara ipar dan paman/bibi-

keponakan. Setiap bentuk relasi ini memiliki karakteristik yang berbeda.

a. Relasi Pasangan Suami Istri

Relasi pada pasangan suami istri ini merupakan landasan dan penentu warna

bagi keseluruhan relasi dalam keluarga. Kunci bagi kelanggengan perkawinan

adalah keberhasilan melakukan penyesuaian di antara pasangan. Penyesuaian

yang berhasil ditandai oleh sikap dan cara yang konstruktif dalam melakukan

resolusi konflik. Pada konsep perkawinan yang tradisional berlaku pembagian

tugas dan peran suami istri. Namun, tuntutan perkembangan kini telah semakin

mengaburkan pembagian tugas tradisional tersebut. Sehingga pasangan suami

istri dituntut untuk mampu membangun kebersamaan antar keluarga ditengah

tuntutan perkembangan yang ada. Keberhasilan membangun kebersamaan

dalam pelaksanaan kewajiban keluarga menjadi salah satu indikasi bagi

keberhasilan penyesuaian pasangan. Menurut Olson & Olson (2000) terdapat

sepuluh aspek yang membedakan antara pasangan yang bahagia dengan

pasangan yang tidak bahagia, yaitu komunikasi, fleksibilitas, kedekatan,

kecocokan kepribadian, resolusi konflik, relasi seksual, kegiatan diwaktu

luang, keluarga dan teman, pengelolaan keuangan dan keyakinan spiritual.

Komunikasi merupakan aspek yang paling penting karena berkaitan dengan

hampir semua aspek dalam hubungan pasangan. Kesalahpahaman dalam

komunikasi dapat menimbulkan konflik yang sering terjadi karena

menggunakan gaya komunikasi negatif.

b. Relasi Orangtua – Anak

Menjadi orang tua merupakan salah satu tahapan yang dijalani oleh pasangan

yang memiliki anak. Pandangan mengenai relasi orang tua-anak pada

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

11

umumnya merujuk pada teori kelekatan (attachment theory) yang menjelaskan

pengaruh perilaku pengasuhan sebagai faktor kunci dalam hubungan orang tua

dan anak yang dibangun sejak usia dini. Kelekatan (attachment) diasumsikan

dari bayi yang mendemonstrasikan kedekatan mereka kepada ibunya melalui

beberapa tipe perilaku seperti menghisap, mengikuti, menangis, dan tersenyum

(Bowlby dalam Santrock, 2003). Penerimaan dan penolakan orang tua

membentuk dimensi kehangatan (warmth dimention) dalam pengasuhan yaitu,

suatu kualitas ikatan afeksi antara orang tua dan anak (Rohner, Khaleque &

Cournoyer dalam Lestari 2012). Kualitas hubungan orang tua-anak

merefleksikan tingkatan dalam hal kehangatan (warmth), rasa aman (security),

kepercayaan (trust), afeksi positif (positive affect) dan ketanggapan

(responsiveness) dalam hubungan mereka. Menurut Hinde (dalam Lestari,

2012) relasi antara orang tua-anak memiliki beberapa prinsip pokok, yaitu

interaksi, kontribusi mutual, keunikan, pengharapan masa lalu, dan antisipasi

masa depan.

4. Teori Sistem Keluarga

Terkait dengan teori sistem keluarga, segala hal yang terjadi pada anggota

keluarga akan memberi dampak pula pada anggota lain yang berada dalam keluarga

tersebut. Pionir terapi keluarga Withaker (dalam Olson & DeFrain, 2003)

menyatakan bahwa tidak ada yang dikatakan individu dalam dunia ini yang ada

hanyalah bagian dari keluarga. Dengan kata lain setiap individu memiliki hubungan

yang sangat erat dalam keluarga. Struktur keluarga merupakan serangkaian tuntutan

fungsional tidak terlihat yang mengorganisasi cara keluarga dalam berinteraksi. Day

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

12

(dalam Lestari, 2012) mengungkapkan beberapa karakteristik keluarga sebagai

sistem, diantaranya:

a. Keseluruhan (the family as a whole)

Pada pendekatan keluarga sebagai sistem, fokus utama diberikan pada

bagaimana kehidupan keluarga, baru kemudian kepada individunya karena

dalam memahami keluarga tidak dapat dilakukan tanpa memahaminya sebagai

sebuah keseluruhan.

b. Struktur (underlying structures)

Suatu kehidupan keluarga berlangsung berdasarkan suatu struktur sehingga

dalam mengungkap pola yang ada dalam keluarga dilakukan dengan

mengamati bagaimana keluarga memecahkan masalah, berkomunikasi satu

sama lain, serta bagaimana keluarga mengalokasikan sumber dayanya.

c. Tujuan (family have goals)

Setiap keluarga memiliki tujuan yang ingin dicapai, namun bervariasi satu

sama lain. Dalam pencapaian tujuan diperlukan kontribusi dari masing-masing

anggota untuk dapat mencapai tujuan secara efektif.

d. Keseimbangan (equilibrium)

Demi mencapai tujuan dari keluarga, keluarga tersebut harus menjaga

kehidupannya agar tetap seimbang. Keluarga akan senantiasa beradaptasi,

menyesuaikan dengan perubahan dan menanggapi situasi dan kondisi yang

dihadapi.

e. Kelembaman (morphostatis)

Beberapa kegiatan yang berkaitan dengan tugas kerumahtanggaan umumnya

merupakan sebuah rutinitas dan kebiasaan yang sudah menetap dan selalu

dijaga untuk dilakukan secara sama dari hari ke hari.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

13

f. Batas-batas (boundaries)

Sebagai sebuah sistem yang terbuka, keluarga memiliki batas terluar yang

bersifat mudah tembus (permeable). Batas-batas dari suatu keluarga dapat

dilihat dari aturan yang dibangun didalam keluarga.

g. Subsistem

Dalam keluarga terdapat unit subsistem yang bertugas menjaga batas-batas

keluarga. Konsep ini membantu individu untuk memahami bahwa didalam

keluarga terdapat berbagai interaksi yang membentuk subsistem keluarga.

h. Equifinality dan equipotentialy

Maksud dari equifinality adalah berbagai permulaan dapat membawa pada

hasil yang sama sedangkan suatu permulaan yang sama dapat membawa hasil

yang berbeda. Equipotentialy memiliki arti bahwa suatu sebab dapat

menghasilkan suatu akibat. Hal ini sangat terkait dengan proses apa yang

berjalan mengikuti sebab tersebut.

Semakin banyak anggota dalam keluarga akan membuat semakin kompleks

sistem sosial yang terbangun. Hal ini disebabkan karena setiap anggota keluarga

adalah sosok yang unik. Keluarga juga merupakan sebuah sistem yang dinamika

dimana perubahan dan perbaikan dapat dilakukan oleh keluarga.

C. Ibu

Menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia (2002), ibu diartikan sebagai perempuan yang telah melahirkan

seseorang, atau panggilan umum yang diberikan kepada perempuan baik yang sudah

bersuami maupun yang belum bersuami. Gunarsa dan Gunarsa (2008) juga menjelaskan

bahwa ibu merupakan tokoh yang mendidik anak-anaknya, memelihara perkembangan

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

14

anak-anaknya, mempengaruhi aktivitas anak diluar rumah dan merupakan teladan,

pembimbing serta sumber motivasi dalam keluarga.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ibu merupakan

perempuan yang telah melahirkan, baik bersuami maupun belum dan merupakan teladan,

pembimbing serta sumber motivasi dalam keluarga.

D. Hubungan Antar Variabel

Sebuah unit sosial terkecil yang didalamnya terdapat anggota yang memiliki

hubungan darah disebut keluarga. Keluarga dapat dibagi menjadi dua, apabila dilihat

berdasarkan strukturnya yakni keluarga inti (nuclear family) dan keluarga batih (extended

family). Setiap anggota dalam keluarga tentu memiliki peran yang berbeda-beda. Begitu

pula dengan ibu. Peran ibu dalam keluarga berkaitan dengan pelaksanaan berbagai tugas

rumah tangga serta sebagai pemegang peran kunci dalam mencapai kehidupan keluarga

yang harmonis, artinya kebahagiaan keluarga banyak ditentukan oleh ibu melalui

pemberdayaan dirinya (Surya, 2001).

Peneliti mengasumsikan bahwa terdapat perbedaan subjective well being pada ibu

apabila ditinjau dari stuktur keluarga dimana ibu yang tinggal pada struktur keluarga

nuclear family memiliki subjective well being lebih tinggi apabila dibandingkan dengan

ibu yang tinggal pada struktur keluarga extended family. Salah satu faktor yang mampu

mempengaruhinya adalah keberadaan anggota keluarga lain, selain keluarga inti.

Keberadaan anggota keluarga lain dapat berdampak pada pelaksanaan peran dan tugas dari

ibu dan berkaitan dengan subjective well being ibu. Menurut Lestari (2012) semakin

banyak anggota dalam keluarga akan membuat semakin kompleks sistem sosial yang

terbangun. Menurut Swarsi, dkk. (1986) peran ibu pada keluarga besar khususnya di Bali

tidak hanya berkaitan dengan tugas rumah tangga namun juga dengan tugas adat dan

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

15

agama. Namun, peran dan tugas ibu dalam keluarga besar ini masih didominasi oleh peran

otoritas dalam keluaga yakni mertua. Pada struktur keluarga nuclear family, ibu lebih

mudah untuk menjalankan peran dan tugasnya tanpa campur tangan keluarga besar karena

otonomi keluarga dipegang oleh ibu dan pasangan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

yang dilakukan Imelda (2013) yang menunjukkan bahwa kerja sama yang terjalin antara

ibu dan pasangan dalam bentuk mengerjakan tugas secara bersama-sama akan

mempengaruhi subjective well being ibu. Semakin baik kerjasama yang terjalin semakin

tinggi subjective well being ibu.

Selain itu, keberadaan keluarga besar juga dapat berdampak kepada hubungan yang

terjalin antara menantu dan mertua, peranan dari pihak otoritas dalam keluarga, serta pola

pengasuhan terhadap anak (Gunarsa & Gunarsa, 1995). Terkait dengan pola pengasuhan

anak, Yulion (2013) menjelaskan bahwa keberadaan pihak ketiga dalam pengasuhan anak

dipandang dapat memicu konflik akibat perbedaan cara pandang dan cara pengasuhan

anak. Keberadaan anggota keluarga lain sebagai pihak ketiga yang lebih banyak

berinteraksi dengan anak pada pengasuhan anak dalam keluarga besar, kerap menimbulkan

konflik antara orang tua dan anggota keluarga besar.

Peneliti memfokuskan penelitian pada struktur keluarga yakni nuclear family dan

extended family sebagai variabel bebas dan subjective well being sebagai variabel

tergantung, dengan ibu sebagai subyek penelitian. Dalam penelitian yang akan dilakukan,

peneliti ingin melihat apakah terdapat perbedaan subjective well being pada ibu ditinjau

dari struktur keluarga nuclear family dan extended family. Secara ringkas, dinamika antar

variabel, yaitu variabel tergantung subjective well being dan variabel bebas struktur

keluarga digambarkan dalam Gambar 1.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

16

Gambar 1. Perbedaan Subjective Well Being pada Ibu ditinjau dari Struktur Keluarga di

Kota Denpasar

Keluarga (Struktur Keluarga)

Extended Family Nuclear Family

Peran dan Tugas Peran dan Tugas

Subjective Well Being Subjective Well Being

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

17

E. Hipotesis Penelitian

Pada penelitian ini hipotesis diajukan sebagai dugaan atau jawaban sementara atas

permasalahan yang diajukan. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

Ha : Ada perbedaan subjective well being pada ibu yang tinggal dalam struktur

keluarga nuclear family dengan ibu yang tinggal dalam struktur keluarga

extended family

H0 : Tidak ada perbedaan subjective well being pada ibu yang tinggal dalam

struktur keluarga nuclear family dengan ibu yang tinggal dalam struktur

keluarga extended family

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Subjective Well Being 1 ... II.pdf · memahami mengenai subjective well being adalah ketika individu ... mengembangkan keintiman melalui perilaku yang ...

18