Top Banner
15 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1. Definisi Relasi Interpersonal Menurut Ruben dan Stewart (2013) relasi interpersonal adalah hubungan yang berdasarkan pada pengolahan pesan yang timbal-balik. Menurut Spradley dan Mccurdy (1975), relasi atau hubungan yang terjadi antara individu yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama akan membentuk suatu pola, pola hubungan ini juga disebut pola relasi. Relasi yang interpersonal terdiri dari dua orang atau lebih yang saling tergantung satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang konsisten (Pearson, 1983 dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2011). Hubungan antar sesama dalam istilah sosiologi disebut relasi atau relation. Relasi juga disebut sebagai hubungan sosial merupakan hasil dari interaksi (rangkaian tingkah laku) yang sistematis antara dua orang atau lebih. Relasi merupakan hubungan timbal balik antar individu yang satu dengan individu yang lain dan saling mempengaruhi. Suatu relasi atau hubungan akan ada jika tiap-tiap orang dapat meramalkan secara tepat macam tindakan yang akan datang dari pihak lain terhadap dirinya. Dikatakan sistematik karena terjadinya secara teratur dan berulangkali dengan pola yang sama (Sutriani, 2015).
22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

Oct 13, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua

1. Definisi Relasi Interpersonal

Menurut Ruben dan Stewart (2013) relasi interpersonal adalah

hubungan yang berdasarkan pada pengolahan pesan yang timbal-balik.

Menurut Spradley dan Mccurdy (1975), relasi atau hubungan yang

terjadi antara individu yang berlangsung dalam waktu yang relatif

lama akan membentuk suatu pola, pola hubungan ini juga disebut pola

relasi. Relasi yang interpersonal terdiri dari dua orang atau lebih yang

saling tergantung satu sama lain dan menggunakan pola interaksi yang

konsisten (Pearson, 1983 dalam Wisnuwardhani dan Mashoedi, 2011).

Hubungan antar sesama dalam istilah sosiologi disebut relasi

atau relation. Relasi juga disebut sebagai hubungan sosial merupakan

hasil dari interaksi (rangkaian tingkah laku) yang sistematis antara dua

orang atau lebih. Relasi merupakan hubungan timbal balik antar

individu yang satu dengan individu yang lain dan saling

mempengaruhi. Suatu relasi atau hubungan akan ada jika tiap-tiap

orang dapat meramalkan secara tepat macam tindakan yang akan

datang dari pihak lain terhadap dirinya. Dikatakan sistematik karena

terjadinya secara teratur dan berulangkali dengan pola yang sama

(Sutriani, 2015).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

16

Jadi berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa

relasi interpersonal adalah hubungan timbal balik antar individu yang

satu dengan individu yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam hal

ini khusus hubungan yang terjadi antara menantu perempuan dan

mertua.

2. Jenis-Jenis Relasi Interpersonal

Relasi interpersonal menurut Andi (2010) dapat diklasifikasikan

berdasarkan faktor berikut:

1) Berdasarkan jumlah individu yang terlibat:

a. Hubungan Diad

Merupakan hubungan diantara dua individu.

Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat

diadik. William Wilmot (dalam Andi, 2010)

mengemukakan beberapa ciri khas hubungan diad, dimana

setiap hubungan diad memiliki tujuan khusus, individu

dalam hubungan diad menampilkan wajah yang berbeda

dengan ‘wajah’ yang ditampilkannya dalam hubungan diad

yang lain, dan pada hubungan diad berkembang pola

komunikasi (termasuk pola berbahasa) yang unik/ khas

yang akan membedakan hubungan tersebut dengan

hubungan diad yang lain.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

17

b. Hubungan Triad

Merupakan hubungan tiga orang. Hubungan triad

ini memiliki ciri lebih kompleks, tingkat keintiman/

kedekatan anatar individu lebih rendah, dan keputusan yang

diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak

(dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui

negosiasi).

2) Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai :

a. Hubungan Tugas

Hubungan tugas merupakan sebuah hubungan yang

terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak

dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya

hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan

mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan

lain-lain. Dalam hal ini hubungan antara menantu dengan

mertua.

b. Hubungan Sosial

Hubungan sosial merupakan hubungan yang tidak

terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu.

Hubungan ini terbentuk (baik secara personal dan sosial).

Sebagai contoh adalah hubungan dua sahabat dekat,

hubungan dua orang kenalan saat makan siang dan

sebagainya.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

18

3) Berdasarkan Jangka waktu

a. Hubungan jangka pendek

Hubungan jangka pendek merupakan hubungan

yang hanya berlangsung sebentar. Misalnya hubungan

antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di

jalan.

b. Hubungan Jangka Panjang

Hubungan jangka panjang berlangsung dalam waktu

yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak

investasi yang ditanam didalamnya (misalnya berupa emosi

atau perasaaan, materi, waktu, komitmen dan sebagainya).

Dan karena investasi yang ditanam itu banyak maka

semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya.

Relasi yang terjadi antara menantu dan mertua. Berdasarkan dari

pemaparan jenis-jenis relasi interpersonal diatas dapat disimpulkan

bahwa relasi yang terjadi antara menantu dan mertua masuk kedalam

jenis hubungan diad, sosial dan jangka panjang karena hanya berfokus

pada individu dengan tugas tertentu berdasarkan perannya dalam

keluarga dan hubungan ini berlangsung dalam jangka waktu yang

relatif lama.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

19

3. Tahap-Tahap Relasi Interpersonal

Menurut Ruben dan Stewart (2013), tahap-tahap relasi

interpersonal akan meliputi :

a. Inisiasi, merupakan tahap paling awal dari suatu relasi

interpersonal.

Pada tahap ini individu memperoleh data mengenai masing-

masing melalui petunjuk nonverbal seperti senyuman, jabatan

tangan, pandangan sekilas, dan gerakan tubuh tertentu.

b. Eksplorasi, tahap ini merupakan pengembangan dari tahap

inisiasi dan terjadi tidak lama sesudah inisiasi di sini mulai

dijajaki potensi yang ada dari setiap individu serta dipelajari

kemungkinan-kemungkinan yang ada dari suatu relasi.

c. Intensifikasi. Pada tahap ini individu harus memutuskan baik

secara verbal maupun non verbal apakah relasi akan

dilanjutkan atau tidak.

d. Formalisasi, dalam perkembangannya relasi yang telah

berjalan itu perlu di formalkan. Pada tahap ini tiap-tiap

iindividu secara bersama mengembangkan simbol-simbol,

pola-pola komunikasi yang disukai, kebiasaan dan lain

sebagainya.

e. Redefenisi, sejalan dengan waktu individu tidak dapat

menghindarkan diri dari perubahan. Perubahan ini mampu

menciptakan tekanan terhadap relasi yang tengah berlangsung.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

20

f. Deteriorasi, kemunduran atau melemahnya suatu relasi kadang

tidak disadari oleh mereka yang terlibat dalam relasi tersebut.

Jika kemunduran yang terjadi itu tidak segera di antisipasi

maka bukan tidak mungkin hubungan yang terbentuk itu akan

mengalami kehancuran

Satu hal yang perlu diingat adalah tidak semua relasi yang

terbentuk harus melewati keenam tahap diatas. Bisa saja satu relasi

melewati keenamnya sementara relasi yang lain hanya melewati tiga

dari enam tahapan tersebut.

Sementara itu Jalaluddin Rakhmat (dalam Al-Faruqi, 2013)

meringkas perkembangan relasi interpersonal menjadi tiga tahap yaitu:

a. Pembentukan

Tahap ini sering disebut sebagai tahap perkenalan. Fokus pada

tahap ini adalah proses penyampaian dan penerimaan informasi

dalam pembentukan relasi. Informasi yang diperoleh tidak selalu

melalui komunikasi verbal melainkan juga melalui komunikasi

nonverbal.

b. Peneguhan

Relasi interpersonal tidak bersifat statis tetapi selalu berubah.

Untuk memelihara dan memperteguh relasi interpersonal

diperlukan tindakan-tindakan tertentu. Untuk mengembalikan

keseimbangan. Ada empat faktor penting untuk memelihara

keseimbangan, yaitu keakraban, kontrol ,respon yang tepat dan

nada emosi yang tepat.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

21

c. Pemutusan

Suatu relasi interpersonal yang paling harmonis sekalipun dapat

mengalami pemutusan hubungan, mungkin karena kematian,

konflik yang tidak terselesaikan atau sebagainya.

Apapun bentuk relasi yang terjadi, dinamika sebuah relasi

interpersonal akan tumbuh, berkembang dan berakhir. Pada penelitian

ini peneliti menggunakan tahap relasi menurut Jalaluddin Rakhmat

yaitu pembentukan, peneguhan dan pemutusan.

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Relasi Interpersonal

Menurut Jalaluddin Rakhmat (1998) menyebut tiga faktor yang

mempengaruhi terbentuknya pola komunikasi dalam relasi

interpersonal.

a. Percaya (trust)

Percaya menentukan efektifitas komunikasi dan dapat

meningkatkan kadar komunikasi interpersonal yang terbentuk.

b. Sikap suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif

dalam komunikasi. Komunikasi defensif dapat terjadi karena

faktor-faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang

rendah, pengalaman defensif, dsb) atau faktor- faktor

situasional.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

22

c. Sikap terbuka.

Sikap terbuka sangat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan

komunikasi interpersonal yang efektif. Lawan dari sikap

terbuka adalah dogmatis. Agar komunikasi interpersonal yang

kita lakukan melahirkan hubungan yang efektif maka dogmatis

(sikap tertutup harus digantikan dengan sikap terbuka.

Sedangkan menurut Rakhmat (2008) menjelaskan faktor-faktor

yang mempengaruhi relasi interpersonal, meliputi:

a. Kesamaan Karakteristik Personal

Orang-orang yang memiliki kesamaan dalam nilai-nilai,

sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, ideologis,

cenderung saling menyukai. Mereka yang bersahabat

menunjukkan korelasi yang erat dalam kepribadiannya.

b. Tekanan Emosional (stress)

Bila orang berada dalam keadaan yang mencemaskan atau

harus memikul tekanan emosional, ia akan menginginkan

kehadiran orang lain. Schachter (dalam Rakhmat, 2008:111)

menyimpulkan bahwa situasi penimbul cemas (anxiety producing

situations) meningkatkan kebutuhan akan kasih sayang. Orang-

orang yang pernah mengalami penderitaan bersama-sama akan

membentuk kelompok yang bersolidaritas tinggi.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

23

c. Harga Diri yang Rendah

Menurut Waister (dalam Rakhmat, 2008) memberi

kesimpulan bila harga diri direndahkan, hasrat filiasi (bergabung

dengan orang lain) bertambah, dan ia makin responsive untuk

menerima kasih sayang orang lain. Dengan perkataan lain, orang

yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.

d. Isolasi Sosial

Menurut Aronson (dalam Rakhmat, 2008) menjelaskan,

pertambahan perilaku yang menyenangkan dari orang lain akan

berdampak positif pada diri kita. Menurut Aronson, orang yang

kesukaanya kepada kita bertambah akan lebih kita senangi

daripada orang yang kesukaannya kepada kita tidak berubah.

Di samping aspek-aspek di atas, Jalaludin Rakhmat (2008)

mengemukakan pula faktor-faktor situasional yang mempengaruhi

relasi interpersonal, yaitu:

a. Daya Tarik Fisik (Physical Affroacfiveness)

Daya tarik menjadi penyebab utama atraksi personal. Daya

tarik pada gilirannya sangat mudah memperoleh simpati dan

perhatian orang.

b. Ganjaran (reward)

Kita menyenangi orang yang memberikan ganjaran kepada

kita. Ganjaran itu berupa bantuan, dorongan moral, pujian, atau

hal-hal yang meningkatkan harga diri kita. Kita akan menyukai

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

24

orang yang menyukai kita, kita akan menyenangi orang yang

memuji kita.

c. Familiarity

Familiarity artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal

dengan baik. Prinsip familiarity dicerminkan dalam peribahasa

Indonesia “kalau tak kenal, maka tak sayang”.

d. Kedekatan

Erat kaitannya dengan familiarity adalah kedekatan. Orang

cenderung menyenangi mereka yang tempat tinggalnya

berdekatan. Persahabatan lebih mudah tumbuh di antara tetangga

yang berdekatan.

e. Kemampuan (Competence)

Kita cenderung menyenangi orang-orang yang memiliki

kemampuan lebih tinggi daripada kita, atau lebih berhasil dalam

kehidupannya. Orang-orang yang sukses dalam bidang apapun,

professional atau non professional umumnya mendapat simpati

orang banyak.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi relasi interpersonal ditentukan oleh sikap

percaya, sikap suportif, sikap terbuka, kesamaan karakteristik personal,

tekanan emosional , harga diri yang rendah , isolasi sosial dan

kemampuan.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

25

5. Pola-Pola Relasi Interpersonal

Ketika relasi terbentuk, berkembang pula pola-pola komunikasi

yang merupakan hasil dari aturan yang diterapkan para partisipan. Pola

berarti gambaran atau corak relasi sosial yang tetap dalam interaksi

sosial. Terbentuknya pola dalam interaksi sosial tersebut melalui

proses cukup lama dan berulang-ulang. Akhirnya muncul menjadi

model yang tetap untuk dicontoh dan ditiru. Adanya pola interaksi

akan menghasilkan keajegan, di mana keajegan adalah gambaran atau

suatu kondisi keteraturan yang tetap dan relatif tidak berubah sebagai

hasil relasi yang selaras antara tindakan, norma dan nilai dalam

interaksi sosial.

Aryani dan Setiawan (2007) menyebutkan ada beberapa relasi

yang terjadi antara menantu dengan mertua, yaitu relasi penuh konflik,

relasi acuh tak acuh, ataupun relasi harmonis. Dari beberapa bentuk

relasi menantu dengan mertua yang sering terdengar relasi penuh

dengan konflik menjadi bahan pembicaraan menarik di media

konsultasi.

Ruben dan Stewart (2013) menyebutkan ada empat pola relasi

yang akan terbentuk ketika terjadi relasi interpersonal yaitu:

a. Suportif dan defensif

Pola suportif merupakan pola yang mendukung komunikasi

interpersonal sebaliknya dengan pola depensif. Pola suportif

membuat suatu proses komunikasi menjadi efektif dan efisien yang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

26

memberikan kepuasan terhadap pelakunya. Pola suportif

merupakan pola yang mengurangi pola defensif dalam komunikasi.

Seseorang bersifat defensif bila ia tidak menerima, tidak

jujur, dan tidak empatis. Pola defensif dapat mengakibatkan

komunikasi interpersonal gagal karena seseorang yang

menggunakan pola defensif akan lebih banyak melindungi diri dari

ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang

memahami orang lain. Pola defensif dapat terjadi karena faktor-

faktor personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah,

pengalaman defensif) dan faktor-faktor situasional (perilaku

komunikasi orang lain.

Ada enam perilaku berlawanan (suportif dan defensif) yaitu:

Sikap suportif

1. Deskripsi: tidak melakukan penilaian terhadap orang lain

2. Orientasi masalah: mengajak orang lain menetapkan dan

mencapai tujuan dan tidak mengarahkannya

3. Spontan: tidak melakukan strategi atau bertaktik

4. Empati: menempatkan diri pada posisi orang lain dengan

pandangan orang lain itu

5. Persamaan: memandang orang lain setara

6. Provisionalisme: mempertahankan tingkat ketidakpastian

dan prakiran dalam pikiran dan keyakinan diri

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

27

Sikap defensive

1. Evaluasi: menilai perilaku orang lain

2. Kontrol: mengontrol atau mengarahkan orang lain.

3. Strategi: merencanakan teknik atau strategi dalam

berhubungan dengan orang lain.

4. Netralisasi: menjauhkan diri dari persaan atau perhatian

orang lain.

5. Superioritas: merasa lebih berharga atau lebih tinggi dari

orang lain

6. Certainty: bertindak atas pengetahuan, keyakinan dan

persepsi sendiri tanpa mau mengubahnya.

b. Tergantung (dependen) dan tidak tergantung (independen)

Pola tergantung dicirikan jika salah satu individu sangat

tergantung pada induvidu lainnya, misalnya karna dukungan, uang,

pekerjaan, kepemimpinan, petunjuk dan sebagainya. Pola

dependensi memungkinkan seseorang mengandalkan orang lain

dalam berbagai keadaan. Contoh dependensi adalah antara anak

dan orang tua mereka atau antara terapis dan pasien mereka.

Sebaliknya dalam hubungan yang independen, seorang individu

secara bebas dapat menyatakan ketidaksepakatan, ketidaksetujuan

dan penolakan pada individu lainnya.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

28

c. Progresif dan Regresif Spiral

Pola progresif adalah relasi yang dilakukan mengarah

kepada satu kepuasan (hal-hal positif). Sebaliknya dengan regresif,

hubungan tetap berkembang, namun mengarah atau menimbulkan

ketidakpuasan dan ketidakpercayaan (hal-hal negatif). Dalam spiral

progresif, pengolahan pesan dari negosiasi menyebabkan rasa

“positiveness” di dalam pengalaman mereka.

Kepuasan dari tiap orang bersumber dari tumbuhnya

kesenangan dan kegembiraan dari orang-orang yang terlibat.

Sebaliknya jenis pola juga dapat berubah dari kemajuan dalam

suatu relasi menjadi penurunan dalam tingkat kepuasan

harmoninya. Dalam situasi penurunan atau kemunduran ini, ada

peningkatan dalam hal ketidaknyamanan, jarak, frustasi, dan rasa

ketidakpuasan terhadap orang-orang yang terlibat dalam relasi

tersebut. Untuk mempertahankan kekuatan atau suasana yang baik,

pola progresif harus lebih besar daripada pola regresif.

d. Self fultfilling dan self defeting profecise

Pola relasi dipengaruhi oleh harapan dari pihak-pihak yang

terlibat. Jika harapan kita terpenuhi dalam relasi tersebut maka kita

akan bersifat positif terhadap relasi tersebut, sebaliknya jika

harapan kita tidak terpenuhi maka kita akan bersifat negatif

terhadap relasi tersebut. Pola yang berkembang dilakukan dengan

ekspektasi kita sendiri. Self fultfilling profecise dalam pengertian

psikolologis diterjemahkan bebas sebagai ramalan yang

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

29

terkabulkan sendiri, ini adalah suatu gejala yang terjadi ketika

seseorang tanpa sadar membuat suatu prediksi menjadi kenyataan.

Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa akan ada

empat pola relasi yang berkembang yaitu: suportif dan defensive,

kedua, dependen dan independen, ketiga, progresif dan regresif dan

keempat Self fultfillingdan self defeting profecise.

6. Pola-Pola Hubungan Pada Etnis Jawa

Etnis atau suku merupakan suatu kesatuan sosial yang dapat

dibedakan dari kesatuanyang lain berdasarkan akar dan identitas

kebudayaan, terutama bahasa. Dengan kata lain etnisadalah kelompok

manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas tadi sering kali

dikuatkanoleh kesatuan bahasa (Koentjaraningrat, 2007).

Etnis Jawa adalah kelompok etnis di Indonesia yang awalnya

hidup di pulau Jawa bagian tengah dan timur. Pusat kebudayaan Jawa

terletak di daerah Banyumas, Kedu, Yogyakarta, Surakarta dan

Magelang. Daerah-daearah ini disebut “Kejawen” (Kodiran dikutip

Martaniah, 1998) kebudayaan ini berpusat pada kerajaan-kerajaan di

daerah tersebut. Keraton merupakan pusat kebudayaan yang menjadi

kiblat penduduk yang berada di bawah wilayah kekuasaannya.

Semula di Jawa digunakan empat bahasa yang berbeda. Bagian

tengah dan selatan Jawa Barat dengan bahasa Sunda. Jawa Timur,

dihuni oleh imigran-imigran dari Madura yang tetap mempertahankan

bahasa mereka. Dataran-dataran rendah pesisir utara Jawa Barat dan

Banten sampai Cirebon, cukup berbeda dengan bahasa Jawa dalam arti

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

30

yang sebenarnya. Bahasa Jawa dalam arti yang sebenarnya dijumpai di

Jawa Tengah dan Jawa Timur. Orang Jawa adalah orang yang bahasa

ibunya adalah bahasa Jawa yang sebenarnya itu. Jadi orang Jawa

adalah penduduk asli bagian tengah dan timur pulau Jawa yang

berbahasa Jawa (Suseno, dalam Endraswara, 2003).

Menurut (Suseno, 1993) kelakuan sosial Jawa ditentukan oleh

prinsip-prinsip kerukunan dan hormat. Terus menerus individu berada

di bawah tekanan masyarakat untuk bertindak sesuai dengan kedua

prinsip tersebut. Kedua prinsip keselarasan itu menuntut agar

dorongan-dorongannya sendiri dikontrol. Impuls-impuls alamiah direm

dengan tajam. Begitu pula prinsip-prinsip keselarasan menuntut agar

masing-masing orang selalu menempatkan penilaian-penilaian dan

pertimbangan-pertimbangannya di bawah prasyarat persetujuan

masyarakat, sesuai dengan hubungan-hubungan hirarkis yang terdapat.

Tuntutan-tuntutan sosial dan tekanan-tekanan psikologis ini

ditunjang secara moral oleh etika sepi ing pamrih dan rame ing gawe.:

manusia diharapkan selalu mengembangkan sikap kerelaan untuk

melepaskan kepentingan-kepentingannya sendiri dan untuk memenuhi

kewajiban-kewajiban yang bergandengan dengan pangkat dan

kedudukan masyarakat. Ini yang akhirnya membentuk identitas atau

kepribadian wanita Jawa.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

31

Handayani (2004) menjelaskan identitas diri Jawa sangat identik

dengan kultur Jawa. Seperti tenang, tidak suka konflik, mementingkan

keselerasan, menjunjungtinggi nilai keluarga, mampu mengerti dan

memahami orang lain, sopan, memiliki pengendalian diri yang baik

, tahan derita, dan dapat menerima segala situasi bahkan yang terpahit

sekalipun. Prinsip kerukunan dan harmoni yang dijunjung tinggi oleh

masyarakat Jawa membuat menantu perempuan yang memiliki latar

budaya jawa seringkali memilih untuk diam (nrimo) dan pasrah ketika

mengalami konflik dengan mertuanya sebagai bentuk patuh dan taat

pada suami.

Hal ini selaras dengan pendapat (Endraswara ,2016) yang

menyatakan bahwa mengalah itu sebuah pemikiran yang positif dalam

budaya jawa yang tidak ada tandingannya. Bahkan orang Jawa

memiliki ungkapan mengalah untuk menang. Ada juga yang

menyatakan ngalah sawetara, artinya mengalah untuk sementara.

Mengalah itu sebenarnya mulia. Biarpun dicibiri, bahkan dizalimi

sebaiknya orang Jawa ngalah. Sebab, jika kita orang bawahan (wong

cilik), mengalah itu penting dibanding melawan. Jika melawan bisa

jadi kalah pada akhirnya.

Sehingga ketika orang Jawa dihadapkan dengan konflik, mereka

cenderung menghadapinya dengan memilih untuk diam dan tidak

rewel (melawan) karena pinsip dasar dari kebanyakan orang Jawa

adalah “lebih baik hidup rukun daripada harus berulah dengan orang

lain”. Artinya orang Jawa begitu menjunjung tinggi sifat

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

32

keramahtamahan dan nilai kerukunan antar sesama sehingga begitu

menghindari konflik demi mencapai kedamaian dalam hidup (Suseno,

2001)

7. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua Berlatar

Budaya Etnis Jawa

Pernikahan menyebabkan seseorang mengalami perubahan.

Perubahan tersebut meliputi perubahan peran, status dan perubahan

struktur keluarga. Karena menurut ensiklopedia umum keluarga terjadi

oleh sebab hubungan darah atau hubungan pernikahan. Setelah terjadi

pernikahan maka akan terjadi perubahan struktur keluarga. Struktur

keluarga terdapat dua macam, yakni keluarga inti dan keluarga batih.

Pada saat sebelum terjadi pernikahan hanya terdiri atas keluarga inti

namun setelah terjadi pernikahan maka terbentuk struktur keluarga

batih ( Widjaya, 1986).

Setelah terjadi pernikahan dan terbentuk struktur keluarga maka

secara otomatis terbentuk berbagai relasi dalam keluarga tersebut.

Adapun relasi yang terbentuk dalam sebuah keluarga yaitu relasi suami

istri, relasi antara orang tua dan anak, relasi antara saudara kandung,

selain itu akan terbentuk relasi menantu dengan mertua. Relasi yang

sangat intensif terjadi pada pasangan yang memilih tinggal bersama

mertua menantu. Relasi yang intensif akan membentuk

ketergantungan antara menantu dengan mertua. Relasi ketergantungan

ini terjadi karena keduanya melaksanakan segala sesuatunya secara

bersama-sama untuk mencapai suatu tujuan (Lestari, 2012).

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

33

Relasi menantu yang tinggal dan hidup bersama dengan mertua

juga tidak terlepas dari konflik. Bahkan permasalahan relasi antara

menantu dengan mertua dapat menjadi pemicu timbulnya konflik

antara suami dengan istri atau sebaliknya (Al-Qadhi, 2008).

Aryani dan Setiawan (2007) menyebutkan ada beberapa relasi

yang terjadi antara menantu dengan mertua, yaitu relasi penuh konflik,

relasi acuh tak acuh, ataupun relasi harmonis. Beberapa bentuk relasi

menantu dengan mertua yang sering terdengar dan menjadi bahan

pembicaraan menarik di media konsultasi adalah relasi penuh dengan

konflik.

Hasil penelitian Agusviani (2010) menyatakan bahawa menurut

sudut pandang menantu, mertua perempuan sering dimitoskan sebagai

orang yang selalu turut campur dalam kehidupan keluarga anak dan

menantunya, sehingga mengurangi kebebasan mereka dalam

membangun keluarga yang baru dibentuknya. Sedangkan dari sudut

pandang mertua perempuan, menantu perempuan dianggap belum

mampu dan berpengalaman dalam membina keluarganya. Dengan

banyaknya anggapan yang muncul di setiap pola pikir menantu dan

mertua menjadikan mereka selalu berbeda dalam berkomunikasi.

Perbedaan yang biasanya terdapat antara menantu dan mertua

terkadang menimbulkan suatu relasi yang tidak lancar diantara

menantu dan mertua. Komunikasi pada dasarnya merupakan hasil dari

situasi dan kondisi yang timbul dari dua orang yang berinteraksi,

karena itu pada komunikasi yang tidak lancar berarti ada

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

34

ketidaksesuaian situasi atau kondisi yang tercipta diantara individu

tersebut. Syarat komunikasi yang lancar adalah adanya kesamaan

sudut pandang atau suatu masalah latar belakang pendidikan latar

belakang sosial budaya, usia, minat dan bahasa. Selain itu ada perasaan

saling menghormati saling menghargai, kemauan untuk mendengarkan

dan kemauan untuk berbagi (Nanina, 2009).

Latar belakang budaya berpengaruh terhadap relasi interpersonal

seseorang. Handayani (2004) menjelaskan identitas diri Jawa sangat

identik dengan kultur Jawa. Seperti tenang, tidak suka konflik,

mementingkan keselerasan, menjunjungtinggi nilai keluarga, mampu

mengerti dan memahami orang lain, sopan, memiliki pengendalian diri

yang baik, tahan derita, dan dapat menerima segala situasi bahkan

yang terpahit sekalipun. Prinsip kerukunan dan harmoni yang di

junjung tinggi oleh masyarakat Jawa membuat menantu perempuan

yang memiliki latar budaya jawa seringkali memilih untuk diam

(nrimo) dan pasrah ketika mengalami konflik dengan mertuanya

sebagai bentuk patuh dan taat pada suami.

Pengaturan urusan masalah rumah tangga dan adannya

intervensi menjadi salah satu kendala para menantu untuk berelasi

dengan mertua. Akan tetapi dengan nilai kekeluargaan Jawa yang ada,

menantu harus mampu menahan diri atau memendam dan menerima

apa yang terjadi untuk menghindari konflik terbuka. Sementara

menurut (Karimah, 2015) orang yang memendam emosi/perasaannya

seorang diri tanpa diceritakan kepada oranglain akan membuat psikis

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

35

seseorang akan merasa lelah dan tidak dapat menampung emosi yang

terpendam, sehingga secara alamiah represi akan berubah menjadi

bentuk lain. Lalu apakah yang dilakukan agar relasi yang ada tetap

terjaga, tetap dalam komitmen, bersedia berkorban dan lain sebagainya

sesuai dengan nilai-nilai kekeluargaan kejawen yang melatarbelakangi

menantu. Berdasarkan paparan di atas, maka peneliti berminat untuk

melakukan penelitian guna mengetahui, bagaimana relasi menantu

dengan mertua yang berlatar budaya etnis Jawa?.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Relasi Interpersonal Menantu Perempuan dan Mertua 1 ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/2839/3/BAB II.pdf · 2018. 5. 21. · A. Relasi Interpersonal Menantu

36

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Dalam penelitian kualitatif pertanyaan penelitian merupakan hal

yang sangat penting. Pertanyaan peneliti tersebut disusun berdasarkan

tinjauan teoritik dan kenyataan yang ada untuk mengungkap pengalaman

individu yang diteliti. Pertanyaan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua

yaitu Central Question dan Sub Question (Creswell,2014).

1. Pertanyaan utama (central question)

Creswell (2014) mengungkapkan bahwa central question merupakan

pertanyaan yang utama atau pokok penelitian kualitatif. Adapun yang

menjadi pertanyaan utama dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana

relasi Interpersonal menantu perempuan dan mertua yang memiliki

latar budaya Jawa?”

2. Pertanyaan Khusus (Sub question)

Creswell (2014) mengungkapkan bahwa sub question adalah sub-sub

pertanyaan yang sesuai dengan pertanyaan utama dan mempersempit

fokus penelitian namun tetap membuka diri dengan kemungkinan-

kemungkinan lain. Adapun sub question dalam penelitian ini adalah:

1. Tahapan dalam menjalin relasi dengan mertua dari awal menjadi

menantu sampai saat ini?

2. Pola relasi seperti apa yang terjadi antara menantu perempuan

dengan ibu mertua?