10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Obesitas 2.1.1 Definisi Obesitas Obesitas adalah suatu keadaan dari akumulasi lemak tubuh yang berlebihan di jaringan lemak dan dapat menimbulkan beberapa penyakit. Obesitas pada dewasa berkaitan dengan sindroma metabolik, sedangkan obesitas serta sindroma metabolik yang berkembang pada masa anak dapat berlanjut sampai dewasa (Indriati, 2010). Obesitas sebagai suatu keadaan kelebihan lemak di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Obesitas merupakan keadaan peningkatan total lemak dalam tubuh yang mengakibatkan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita (Ganong, 2003). Obesitas sentral dapat didefinisikan sebagai penimbunan lemak berlebihan dalam jaringan tubuh terutama pada daerah perut. Obesitas sentral juga sering disebut sebagai obesitas abdominal. Salah satu cara yang digunakan untuk mengukur distrubusi lemak dalam tubuh adalah ukuran antropometri yaitu dengan mengukur IMT dan mengukur lingkar perut untuk menentukan obesitas sentral (Perkeni, 2011). 2.1.2 Klasifikasi Obesitas Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi yang tidak normal atau kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Berdasarkan IMT, obesitas dibagi menjadi tiga kategori yaitu obesitas tipe I, obesitas tipe II, dan obesitas tipe
29
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum …erepo.unud.ac.id/19450/3/1492161025-3-BAB II.pdf13 menyatakan bahwa sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik lipid maupun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Obesitas
2.1.1 Definisi Obesitas
Obesitas adalah suatu keadaan dari akumulasi lemak tubuh yang berlebihan
di jaringan lemak dan dapat menimbulkan beberapa penyakit. Obesitas pada
dewasa berkaitan dengan sindroma metabolik, sedangkan obesitas serta sindroma
metabolik yang berkembang pada masa anak dapat berlanjut sampai dewasa
(Indriati, 2010). Obesitas sebagai suatu keadaan kelebihan lemak di seluruh tubuh
atau terlokalisasi pada bagian-bagian tertentu. Obesitas merupakan keadaan
peningkatan total lemak dalam tubuh yang mengakibatkan kelebihan berat badan
>20% pada pria dan >25% pada wanita (Ganong, 2003).
Obesitas sentral dapat didefinisikan sebagai penimbunan lemak berlebihan
dalam jaringan tubuh terutama pada daerah perut. Obesitas sentral juga sering
disebut sebagai obesitas abdominal. Salah satu cara yang digunakan untuk
mengukur distrubusi lemak dalam tubuh adalah ukuran antropometri yaitu dengan
mengukur IMT dan mengukur lingkar perut untuk menentukan obesitas sentral
(Perkeni, 2011).
2.1.2 Klasifikasi Obesitas
Obesitas atau kegemukan merupakan kondisi yang tidak normal atau
kelebihan akumulasi lemak dalam jaringan adiposa. Berdasarkan IMT, obesitas
dibagi menjadi tiga kategori yaitu obesitas tipe I, obesitas tipe II, dan obesitas tipe
11
III. Berdasarkan distribusi lemak, obesitas dibagi menjadi dua kategori yaitu
obesitas sentral dan obesitas general/umum.
Obesitas berkaitan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas
berdasarkan pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi dua yaitu
obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah
(lower body obesity). Obesitas tubuh bagian atas disebabkan adanya penimbunan
lemak tubuh di trunkal. Pada trunkal terdapat beberapa kompartemen jaringan
lemak yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum,
intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih
banyak terjadi pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai
“android obesity” atau disebut juga dengan obesitas sentral. Penentuan obesitas
tipe sentral menggunakan IMT dan lingkar perut. Obesitas tipe sentral
berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler
dari pada obesitas tubuh bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah adalah
keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Obesitas tipe
ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”.
Obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita (Indriati,
2010).
2.1.3 Patofisiologi Obesitas
Proses pencernaan alkohol menyerupai pada saat tubuh mencerna lemak,
sehingga jumlah kalori meningkat tajam. Komponen kalori dalam beberapa
minuman beralkohol persajian bisa mencapai 120 kalori. Alkohol juga dapat
meningkatkan kadar trigliserida dalam tubuh, apabila akumulasi trigliserida
12
terdapat di hati dan di otot akan mengakibatkan resistensi insulin. Jaringan lemak
(adiposit) mengeluarkan beberapa hormon, secara kolektif dinamai adipokin yang
berperan penting dalam kesimbangan energi dan metabolisme. Salah satu
adipokin adalah resistin yang dibebaskan terutama pada obesitas yang
menyebabkan resistensi insulin (Sherwood, 2012). Asupan glukosa berlebihan dan
pengeluaran energi minimal menimbulkan keseimbangan energi positif yang
menyebabkan terjadi akumulasi lemak berlebihan di jaringan adiposa abdominal
dan dapat dilihat sebagai obesitas sentral (Soegondo, 2005).
Pada penderita obesitas terjadi berbagai gangguan metabolisme antara lain
diabetes mellitus tipe dua, hipertensi, penyakit jantung, dan batu empedu.
Besarnya risiko mengalami penyakit-penyakit ini sebanding dengan besar
penumpukan lemak yang terjadi. Pada diabetes mellitus tipe dua peranan obesitas
dijelaskan dalam berbagai teori, salah satu teori menyebutkan bahwa sel-sel lemak
yang mengalami hipertropi dapat menurunkan jumlah reseptor insulin. Teori lain
menyebutkan tingginya asam lemak, peningkatan hormon resistin, dan penurunan
adiponektin sebagai akibat penumpukan lemak pada penderita obesitas dapat
mempengaruhi kerja insulin sehingga dapat menyebabkan tingginya kadar
glukosa darah (Indriati, 2010).
World Health Organization (WHO) mendefinisikan sindroma metabolik
sebagai suatu kelainan metabolik meliputi hipertensi, hiperlipidemia, obesitas
(general dan sentral), dan mikroalbuminuria. National Cholesterol Education
Program Expert Panel on Detection Evaluation, and Treatment of High Blood
Cholesterol in Adults Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) tahun 2001
13
menyatakan bahwa sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik
lipid maupun non-lipid yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner
terdiri dari obesitas sentral, dislipidemia aterogenik (kadar trigliserida meningkat,
kadar kolesterol high-density lipoprotein rendah), hipertensi, dan peningkatan
kadar glukosa plasma (Indriati, 2010).
Peningkatan kejadian sindroma metabolik sejalan dengan peningkatan
obesitas. Obesitas adalah suatu keadaan ditemukannya kelebihan lemak dalam
tubuh, terbagi menjadi obesitas general dan obesitas sentral. Penimbunan lemak
dalam perut dikenal dengan obesitas sentral atau obesitas viseral berkaitan erat
dengan kejadian penyakit jantung koroner dan diabetes mellitus. Penelitian yang
berhubungan dengan hal ini telah banyak dilakukan, sebagian besar peneliti
menyimpulkan bahwa dibandingkan dengan lemak subkutan atau lemak tubuh
total (obesitas general) lemak viseral (obesitas sentral) lebih kuat hubungannya
dengan kelainan sindroma metabolik. Adiposit jaringan lemak ini adalah adiposit
dengan ukuran besar, kurang peka terhadap kerja antilipolisis sehingga lebih
mudah dilipolisis yang menyebabkan peningkatan asam lemak bebas. Peningkatan
kadar asam lemak bebas dapat meningkatkan distribusi asam lemak di hati. Hal
tersebut meningkatkan proses glukoneogenesis, menghambat pengambilan serta
penggunaan glukosa di otot. Akumulasi trigliserida di hati dan di otot akan
mengakibatkan resistensi insulin, jaringan lemak sendiri menghasilkan beberapa
sitokin dan hormon yang menghambat kerja insulin. Hormon insulin merupakan
regulator penting pada metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein. Setiap
14
gangguan yang terjadi pada kerja insulin menimbulkan konsekuensi metabolik
yang tampak pada sindroma metabolik.
Menurut Jellife dalam buku Supariasa, antropometri gizi berhubungan
dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari
berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Ukuran tubuh yang dimaksud antara lain
berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit.
Pengukuran ini banyak dilakukan karena relatif murah, mudah digunakan untuk
mengukur populasi yang banyak, objektif, hasilnya cukup baik, dan bisa
menunjukkan adanya kelainan nutrisi maupun pertumbuhan. Beberapa
kekurangan dari pengukuran ini yaitu tidak tepat dan adanya keterbatasan untuk
mendiagnosa secara teliti (Supariasa, 2010). Beberapa cara yang digunakan untuk
pengukuran lemak tubuh antara lain triceps skinfold, subscapular skinfold, biceps
skinfold, Lingkar Lengan Atas (LLA), lingkar pinggang, dan lingkar panggul.
Pengukuran BB/TB2 sering disebut Body Mass Index atau BMI, di Indonesia
dikenal dengan Indeks Massa Tubuh atau IMT (Indriati, 2010).
2.1.4 Epidemiologi Obesitas
Obesitas merupakan permasalahan yang serius di dunia karena berperan
penting dalam meningkatkannya morbiditas dan mortalitas. Prevalensi obesitas
pada negara maju dan negara berkembang sekarang ini terus meningkat.
Diperkirakan jumlah obesitas di seluruh dunia dengan Indeks Massa Tubuh >25
kg/m2 sudah melebihi 250 juta orang atau sekitar 7% dari populasi orang dewasa
di dunia. Banyak negara mengalami peningkatan laju obesitas selama 10-20 tahun
terakhir ini. Menurut WHO peningkatan jumlah obesitas berat akan dua kali lipat
15
dibandingkan dengan orang dengan berat badan kurang dari tahun 1995 sampai
2025 nanti dan prevalensinya akan meningkat mencapai 50% pada tahun 2025.
Prediksi WHO pada tahun 2005 kurang lebih terdapat 400 juta orang dewasa yang
obesitas, pada tahun 2015 diperkirakan meningkat menjadi 700 juta orang yang
mengalami obesitas. Pada negara maju seperti Amerika Serikat diperkiraan
obesitas mencapai 45-50%, di Australia dan Inggris mencapai angka 30-40% dari
total penduduk (Kemenkes RI, 2010).
Survei nasional pada tahun 1996/1997 di seluruh provinsi di Indonesia
menunjukkan bahwa 6,8% dari total populasi laki-laki dewasa yang berusia 18
tahun keatas menderita obesitas dengan IMT sebesar 27-30 kg/m2 dan dari total
populasi wanita dewasa sebesar 13,5% menderita obesitas. Berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2007, prevalensi nasional obesitas general adalah 10,3% dan
obesitas sentral sebesar 18,8%. Obesitas sekarang ini merupakan suatu epidemik
global dan menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Kejadian ini
dipengaruhi oleh perubahan pola makan dan kurangnya aktifitas fisik. Di AS
terjadi perubahan pola makan ke arah makanan tinggi kalori, tinggi lemak jenuh,
tinggi kadar gula, dan tinggi kandungan garam. Pola makan seperti ini serta
ditambah dengan fakta bahwa 30-60% populasi kurang melakukan aktifitas fisik
memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan insiden obesitas
(Muherdiyatiningsih, 2008). Keadaan epidemik obesitas merupakan penyebab di
balik meningkatnya insiden diabetes mellitus. Obesitas dapat meningkatkan risiko
kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang berat badannya 40% lebih
berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko kematian 1,9 kali lebih
16
besar dibandingkan dengan berat badan rata-rata baik pada pria maupun wanita,
kenaikan mortalitas di antara penderita obesitas adalah akibat dari penyakit-
penyakit yang mengancam seperti DM tipe dua (Indriati, 2010). Menurut WHO,
dari statistik kematian di dunia 57 juta jiwa kematian terjadi setiap tahunnya yang
disebabkan oleh penyakit tidak menular dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta
jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2007, proporsi kematian akibat penyakit
diabetes mellitus sebesar 5,7%. Proporsi penyebab kematian pada umur 45-54
tahun pada perempuan yang tertinggi adalah diabetes mellitus sebesar 16,3%,
sedangkan pada laki-laki sebesar 6% setelah stroke, penyakit jantung iskemik, dan
hipertensi. Saat ini morbiditas dan mortalitas penyakit ini menjadi masalah utama
di kesehatan masyarakat. Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit yang
mahal, biaya pertahun yang dikeluarkan sehubungan dengan penyakit ini di
Amerika Serikat sebesar $ 174 miliar. Pengeluaran langsung untuk diabetes,
komplikasi, dan biaya perawatan medis sebesar $ 116 miliar. Pengeluaran tidak
langsung dari kesakitan, disability, dan premature mortality sebesar $ 58 miliar
(Mexitalia, 2009). Sekarang ini sedang terjadi peningkatan obesitas di setiap
negara, pada setiap jenis kelamin, pada semua kelompok usia, ras, dan tingkat
pendidikan (Iswara, 2015).
2.1.5 Etiologi Obesitas
Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan antara asupan energi dengan
pengeluaran energi sehingga menimbulkan kelebihan energi yang disimpan dalam
bentuk jaringan lemak. Kelebihan energi ini dapat disebabkan oleh konsumsi
17
makanan yang berlebihan, sedangkan keluaran energi yang rendah diakibatkan
oleh rendahnya metabolisme tubuh, aktifitas fisik, dan termogenesis makanan.
Permasalahan hemostasis disebabkan oleh faktor idiopatik yang dikenal sebagai
obesitas primer atau nutrisional merupakan tipe obesitas yang paling banyak
terjadi. Pada obesitas sekunder atau non-nutrisional yang disebabkan oleh faktor
endogen seperti sindrom atau defek genetik sangat sedikit kejadiannya mencapai
kurang dari 10% kasus (Mexitalia, 2009).
2.1.6 Faktor Risiko Obesitas
Faktor risiko yang berperan dalam terjadinya obesitas secara garis besar
dapat dikelompokan menjadi tiga faktor yaitu faktor genetik, faktor orang (host),
dan faktor lingkungan. Secara ilmiah obesitas terjadi akibat kelebihan asupan
makanan atau energi dalam tubuh. Penyebab ketidakseimbangan yang terjadi
antara asupan dan pembakaran kalori ini masih belum jelas, namun keadaan ini
disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dihindari untuk mencegah obesitas.
Faktor genetik merupakan faktor utama terjadinya obesitas, obesitas diduga
cenderung diturunkan karena mempunyai penyebab genetik. Faktor genetik yang
memiliki peranan kuat yaitu parental fatness, anak yang mengalami obesitas
biasanya berasal dari keluarga obesitas. Apabila salah satu orang tua obesitas,
risiko kejadiannya menjadi 40% dan apabila kedua orang tua tidak mengalami
obesitas maka prevalensi turun menjadi 14%. Peningkatan risiko obesitas tersebut
kemungkinan disebabkan karena pengaruh gen atau faktor lingkungan dalam
keluarga. Faktor orang (host) yang memiliki peranan dalam terjadinya obesitas
yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan. Faktor
18
lingkungan yang berperan terhadap terjadinya obesitas ada lima faktor yaitu
nutrisional (asupan kalori) seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalori
serta alkohol, prilaku/pola gaya hidup (aktifitas fisik), penyakit penyerta
(neurologis dan psikologis), medikamentosa (steroid) dan sosial ekonomi. Faktor
genetik dan faktor gaya hidup sangat sukar untuk dipisahkan. Seseorang tidak
dapat mengubah pola genetiknya tetapi dapat mengubah pola makan dan
aktifitasnya. Makanan dengan kandungan lemak tinggi merupakan salah satu
faktor penyebab obesitas. Sekarang ini banyak tersedia makanan cepat saji atau
fast food, makanan seperti ini mengandung lemak dan gula yang tinggi yang
menyebabkan obesitas. Orang sibuk sering mengkonsumsi makanan cepat saji
yang praktis dihidangkan meskipun kandungan gizinya buruk. Makanan cepat saji
tidak memiliki kandungan gizi yang baik sehingga makanan cepat saji disebut
dengan istilah junk food atau makanan sampah.
Faktor psikologis juga berperanan penting dalam terjadinya obesitas.
Beberapa sumber mengatakan bahwa pola makan sangat dipengaruhi oleh emosi
seseorang. Persepsi diri yang negatif merupakan salah satu dari contoh bentuk
gangguan emosi yang dapat meningkatkan pola makan individu. Gangguan ini
sebagai penyebab utama dari meningkatnya angka kejadian obesitas pada
masyarakat terutama pada negara berkembang. Aktifitas fisik dapat meningkatkan
penggunaan kalori yang berlebihan didalam tubuh namun pada orang yang tidak
aktif memerlukan kalori yang lebih sedikit. Seseorang yang cenderung
mengkonsumsi makanan kaya lemak dan kurang melakukan aktifitas fisik yang
seimbang dapat mengalami obesitas.
19
Faktor lingkungan memegang peranan yang cukup berarti dalam proses
terjadinya obesitas. Lingkungan sangat mempengaruhi bagaimana gaya hidup dan
pola makan seseorang termasuk salah satunya konsumsi alkohol serta minuman
dengan kadar gula dan kalori yang tinggi (Aflah & Indriasari, 2014). Sebuah
penelitian mengemukakan faktor risiko obesitas sentral yang sama seperti