Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makanan Berdasarkan definisi dari WHO di dalam (Chandra, 2006), makanan adalah semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Makanan merupakan salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Terdapat 2 faktor yang menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia, antara lain: 1. Kontaminasi Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh: a) Parasit, misalnya cacing dan amuba. b) Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan Shigella. c) Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan pewarna. d) Bahan-bahan radioaktif, misalnya kobalt dan uranium. e) Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti Staphilococcus dan Clostridium botulinum. 2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3 golongan: a) Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia beracun, misalnya, singkong yang mengandung HCN, ikan dan kerang yang Universitas Sumatera Utara
24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Apr 25, 2018

Download

Documents

dophuc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Makanan

Berdasarkan definisi dari WHO di dalam (Chandra, 2006), makanan adalah

semua substansi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak termasuk air, obat-obatan, dan

substansi-substansi lain yang digunakan untuk pengobatan. Makanan merupakan

salah satu bagian yang penting untuk kesehatan manusia mengingat setiap saat dapat

saja terjadi penyakit-penyakit yang diakibatkan oleh makanan. Terdapat 2 faktor yang

menyebabkan suatu makanan menjadi berbahaya bagi manusia, antara lain:

1. Kontaminasi

Kontaminasi pada makanan dapat disebabkan oleh:

a) Parasit, misalnya cacing dan amuba.

b) Golongan mikroorganisme, misalnya Salmonella dan Shigella.

c) Zat kimia, misalnya bahan pengawet dan pewarna.

d) Bahan-bahan radioaktif, misalnya kobalt dan uranium.

e) Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti

Staphilococcus dan Clostridium botulinum.

2. Makanan yang pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap

dikonsumsi manusia karena ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3

golongan:

a) Secara alami makanan itu memang telah mengandung zat kimia beracun,

misalnya, singkong yang mengandung HCN, ikan dan kerang yang

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, misalnya Hg dan Cd)

yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.

b) Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat

menghasilkan toksin yang berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus

keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food poisoning).

c) Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi

dikonsumsi manusia, di dalam tubuh manusia agent penyakit pada

makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang biak dan

setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit.

Contoh penyakitnya antara lain Typhoid abdominalis dan Disentri basiler.

2.2. Higiene dan Sanitasi Makanan

Di samping aspek-aspek biologis, teknologis, komersial dan hukum, setiap

produk pangan yang diproduksi dan diperdagangkan wajib pula memenuhi

persyaratan higienis agar produk itu tidak mengandung bahan yang akan

membahayakan kesehatan konsumen (Ilyas, 1993). Berdasarkan Kepmenkes RI

No.942/Menkes/SK/VII/2003, higiene sanitasi adalah upaya untuk mengendalikan

faktor makanan, orang, tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat

menimbulkan penyakit atau gangguan kesehatan.

Menurut Chandra (2006), sanitasi makanan adalah upaya-upaya yang ditujukan

untuk kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan

dan penyakit pada manusia. Dengan demikian, tujuan sebenarnya dari upaya sanitasi

makanan, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

1. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan.

2. Mencegah penularan wabah penyakit.

3. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat.

4. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan.

2.3. Bahan Tambahan Pangan

Menurut FAO bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja

ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat

dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi

untuk memperbaiki warna, bentuk, citarasa, dan tekstur, serta memperpanjang masa

simpan, dan bukan merupakan bahan utama (Saparinto, 2006).

Bahan tambahan makanan yang digunakan diizinkan karena tidak berbahaya

atau aman bagi kesehatan sesuai Undang-Undang RI No.7 Tahun 1996 tentang

Pangan. Pemakaian bahan tambahan makanan memberikan keuntungan besar bagi

industri makanan. Salah satunya adalah makanan menjadi tidak cepat rusak atau

busuk karena makanan menjadi lebih awet (Widyaningsih, 2006). Namun,

penggunaan bahan tambahan pangan dapat merugikan kesehatan. Penyalahgunaan

bahan pewarna tekstil dan kertas untuk pangan, bahan pengawet yang berlebihan,

penggunaan bungkus bekas pestisida, kesalahan penggunaan bahan karena kesalahan

label seperti tertukarnya bikarbonat dengan nitrit merupakan kecerobohan yang

sebenarnya dapat dihindarkan (Baliwati, 2004).

Bahan tambahan makanan di dalam (Widyaningsih, 2006) adalah bahan yang

ditambahkan dengan sengaja ke dalam makanan dalam jumlah kecil, dengan tujuan

untuk memperbaiki penampakan, cita rasa, tekstur, flavor, dan memperpanjang daya

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

simpan. Selain itu, juga dapat meningkatkan nilai gizi seperti protein, mineral, dan

vitamin. Jenis-jenis bahan tambahan makanan yang sering digunakan adalah bahan

pengawet, pewarna, pemanis, antioksidan, pengikat logam, pemutih, pengental,

pengenyal, emulsifier, buffer (asam, alkali), zat besi, flavoring agent, dan sebagainya.

2.4. Bahan Pengawet

2.4.1. Pengertian Bahan Pengawet Makanan

Menurut Permenkes RI No.722/Menkes/Per/IX/1988, salah satu bahan

tambahan pangan yang diizinkan digunakan pada makanan diantaranya pengawet

yaitu untuk memperpanjang masa simpan suatu makanan. Sebagian besar kerusakan

bahan makanan, khususnya hasil olahan, disebabkan oleh aktivitas mikroba yang

memanfaatkan bahan makanan untuk metabolismenya. Bahan pengawet bersifat

menghambat atau mematikan pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan ini sehingga

sering juga disebut dengan senyawa antimikroba.

Pengawetan dan pengolahan bertujuan mengurangi kerugian fisik, gizi, dan

ekonomi, dengan mengurangi limbah dan memanfaatkannya, dan dengan

meningkatkan daya simpan dan nilai tambah (Ilyas, 1993). Jenis bahan pengawet

diantaranya asam benzoat, asam propionat, asam sorbat dan garamnya, nitrat, nitrit,

sulfur dioksida, nipagin, nipasol (Baliwati, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan

Secara garis besar teknik pengawetan dapat dibagi dalam tiga golongan yaitu

pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis, dan pengawetan secara kimia

(Pratiwi, 2008).

1. Pengawetan Secara Alami

Proses pengawetan secara alami meliputi proses pemanasan dan pendinginan.

Teknik liofilisasi atau teknik pengeringan beku yang diperkenalkan oleh Perlman dan

Kikuchi (1977) dan Heckly(1978) merupakan teknik preservasi (pengawetan) yang

sangat terkenal dan biasa digunakan untuk mikroorganisme dengan kisaran yang luas.

2. Pengawetan Secara Biologis

Proses pengawetan secara biologis dapat dilakukan dengan fermentasi

(peragian), yaitu proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol. Zat-zat yang bekerja

pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses peragian

tergantung pada bahan yang akan diragikan.

3. Pengawetan Secara Kimia

Pada proses pengawetan secara kimia, digunakan bahan-bahan kimia yang

bersifat dapat mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Sebagai contoh adalah

penggunaan gula pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat,

asam sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia,

sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan ke dalam bahan makanan yang

akan diawetkan.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2.4.3. Manfaat Pengawetan Makanan

Menurut Chandra (2006), adapun manfaat yang dapat kita peroleh dalam

upaya pengawetan makanan, antara lain:

1) Segi ekonomi

Makanan yang diawetkan dapat dikonsumsi atau dijual ke tempat-tempat yang

jauh kapan saja dan tanpa mengurangi kualitas makanan. Dengan begitu,

kelebihan makanan di suatu daerah dapat diperluas pemasarannya, tanpa terikat

oleh waktu.

2) Mempermudah transportasi

Di Indonesia yang beriklim tropis, makanan mudah sekali membusuk. Dengan

adanya pengawetan, makanan dapat dipertahankan atau diolah dengan cara lain

sehingga dapat dibeli dengan mudah dan tidak berbahaya serta dapat menghemat

biaya transpor.

3) Mudah dihidangkan

Sebagian makanan yang telah diawetkan siap dihidangkan karena bagian yang

tidak diperlukan telah dibuang. Dengan begitu, untuk pola kehidupan masyarakat

yang telah maju, masalah kendala waktu dapat diatasi.

4) Bermanfaat dalam keadaan tertentu

Misalnya dalam kejadian bencana alam, kelaparan, pengungsian, dan kondisi

genting lainnya, bantuan makanan yang telah diawetkan dapat segera didatangkan

dari daerah lain.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2.5. Pemanfaatan Chitosan dari Cangkang Udang Sebagai Pengawet Makanan

2.5.1. Produksi Udang (Litopenaeus vannamei)

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman

hayati tertinggi di dunia. Namun, kekayaan keanekaragaman hayati yang kita miliki

hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal (Sugandhy, 2009). Saat ini

budidaya dengan tambak telah berkembang dengan pesat karena udang merupakan

komoditi ekspor yang dapat dihandalkan dalam meningkatkan ekspor non migas dan

merupakan salah satu jenis biota laut yang bernilai ekonomis tinggi (Kaban, dkk.,

2006).

Dalam perkembangannya, Indonesia memasukkan udang vannamei

(Litopenaeus vannamei) sebagai salah satu jenis udang budidaya tambak, selain

udang windu (Penaeus monodon) dan udang putih/udang jrebung (Penaeus

merguiensis) yang sudah terkenal lebih dahulu (Amri, 2008). Udang windu saat ini

tidak berkembang lagi karena terserang berbagai macam penyakit udang diantaranya

yang ganas adalah white spot atau virus bintik putih. Petambak udang di Indonesia

saat ini banyak memelihara udang putih (Pennaeus vannamei) (Anonimous, 2009).

Setelah melalui serangkaian penelitian dan kajian akhirnya melalui SK

Menteri Kelautan dan Perikanan RI No.41/2001 pemerintah secara resmi melepas

udang vannamei sebagai varietas unggul untuk dibudidayakan petambak di tanah air

pada tanggal 12 Juli 2001 (Amri, 2008).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Berikut tata nama udang vannamei menurut ilmu taksonomi (Haliman, 2008).

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Crustacea

Kelas : Malacostraca

Subkelas : Eumalacostraca

Superordo : Eucarida

Ordo : Decapoda

Subordo : Dendrobrachiata

Famili : Penaeidae

Genus : Litopenaeus

Spesies : Litopenaeus vannamei

2.5.2. Potensi Limbah Udang

Dilihat dari luar, tubuh udang terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian depan dan

bagian belakang. Bagian depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari

bagian kepala dan dada yang menyatu. Oleh karena itu dinamakan kepala-dada

(cepholothorax). Bagian perut (abdomen) terdapat ekor di bagian belakangnya.

Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terbuat

dari bahan chitin (Suyanto, 2001).

Bagian kepala beratnya kurang lebih 36-49%, bagian daging antara 24-41%,

dan kulit 17-23% dari total berat badan (Purwaningsih, 2000). Limbah yang

dihasilkan dari proses pembekuan udang, pengalengan udang dan pengolahan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

kerupuk udang berkisar antara 30-75% dari berat udang. Dengan demikian jumlah

bagian yang terbuang dari usaha pengolahan udang cukup tinggi. Limbah kulit udang

mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat, chitin,

pigmen, abu dan lain-lain. Meningkatnya jumlah limbah udang masih merupakan

masalah yang perlu dicarikan upaya pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan

nilai tambah pada usaha pengolahan udang akan tetapi juga dapat menanggulangi

masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan (Kaban, dkk., 2008).

Perkembangan teknologi dan industri yang pesat dewasa ini ternyata

membawa dampak bagi kehidupan manusia, baik dampak yang bersifat positif

maupun dampak yang bersifat negatif. Dampak yang bersifat positif memang

diharapkan oleh manusia dalam rangka meningkatkan kualitas dan kenyamanan

hidup. Dalam usahanya untuk meningkatkan kualitas hidup, manusia berupaya

dengan segala daya untuk mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam yang ada

demi tercapainya kualitas hidup yang diinginkan. Segala macam organisme yang ada

di alam ini selalu menghasilkan limbah atau bahan buangan. Mengingat akan hal ini

maka perlu pemikiran lebih lanjut bagaimana mengurangi jumlah limbah dengan

memanfaatkan kembali limbah tersebut untuk kepentingan manusia melalui proses

daur ulang limbah (bahan buangan), sekaligus sebagai usaha untuk mengurangi

pencemaran daratan. Pemanfaatan kembali limbah ternyata banyak memberikan

keuntungan bagi kehidupan manusia. Limbah (bahan buangan) yang semula tidak

berharga, setelah dimanfaatkan kembali melalui proses daur ulang, menjadi bernilai

ekonomis (Wardhana, 2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Dalam industri pembekuan udang ada dua jenis limbah. Pertama adalah

limbah cair yang berupa suspensi air dan kotoran udang serta yang kedua limbah

padat yang berupa kepala udang. Limbah cair jika didiamkan akan menimbulkan bau

tidak sedap dan akan mencemari sungai atau areal persawahan yang ada di dekatnya.

Begitu juga limbah padat yang sarat akan bakteri jika didiamkan akan merupakan

sumber kontaminan yang akan mengganggu lingkungan. Limbah yang berbentuk cair

sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Lain halnya dengan limbah padat. Limbah ini

masih bisa dimanfaatkan menjadi produk lanjut yang mempunyai nilai ekonomis

tinggi, misalnya chitin, tepung ikan untuk pakan ternak, dan flavor udang. Limbah

udang merupakan sumber yang kaya akan chitin, yaitu kurang lebih 30% dari berat

kering. Chitin dapat diproses lebih lanjut menjadi chitosan. (Purwaningsih, 2000).

2.5.3. Chitin dan Chitosan

Chitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-β-(1→4)-D-glukopiranosa)

yang paling melimpah di alam setelah selulosa. Chitin tidak beracun dan bahkan

mudah terurai secara hayati (biodegradable). Bentuk fisiknya merupakan padatan

amorf yang berwarna putih. Keberadaan chitin di alam umumnya terikat dengan

protein, mineral, dan berbagai macam pigmen (Sugita, 2009). Chitin banyak

dijumpai pada jamur, crustaceae, insecta, mollusca dan arthropoda. Dalam cangkang

udang, chitin terdapat sebagai mukopoli sakarida yang berikatan dengan garam-

garam anorganik, terutama kalsium karbonat (CaCO3), protein dan lipida termasuk

pigmen-pigmen (Wardaniati, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Chitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) yang dapat

diperoleh dari deasetilasi chitin. Bentuk fisiknya merupakan padatan amorf yang

berwarna putih kekuningan (Sugita, 2009). Untuk memperoleh chitin dari cangkang

udang melibatkan proses deproteinasi (penghilangan protein) dan demineralisasi

(penghilangan mineral). Sedangkan untuk mendapatkan chitosan dilanjutkan dengan

proses deasetilasi (penghilangan gugus asetil) (Wardaniati, 2009).

Deproteinasi chitin merupakan reaksi hidrolisis dalam suasana asam dan basa.

Umumnya hidrolisis dilakukan dalam suasana basa dengan menggunakan larutan

NaOH. Demineralisasi secara umum dilakukan dengan larutan HCl atau asam lain

seperti H2SO4 pada kondisi tertentu. Keefektifan HCl dalam melarutkan kalsium 10%

lebih tinggi daripada H2SO4. Hal yang terpenting dalam tahap penghilangan mineral

adalah jumlah asam yang digunakan. Secara stoikiometri, perbandingan antara

padatan dan palarut dapat dibuat sama atau dibuat berlebih pelarutnya agar reaksinya

berjalan sempurna. Urutan deproteinasi dan demineralisasi juga berperan penting.

Deproteinasi sebaiknya dilakukan lebih dahulu jika protein yang terlarut akan

dimanfaatkan lebih lanjut. Deproteinasi pada tahap awal dapat memaksimumkan

hasil dan mutu protein serta mencegah kontaminasi protein pada proses

demineralisasi. Kandungan gugus asetil pada chitin secara teoritis ialah sebesar

21,2%. Deasetilasi secara kimiawi dapat dilakukan dengan menggunakan basa kuat

NaOH atau KOH (Sugita, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Cara pembuatan chitin dan chitosan dari cangkang udang sebagai bahan

pengawet alami pada makanan dapat dilihat melalui tahapan deproteinasi,

demineralisasi dan deasetilasi pada skema di bawah ini (Pratiwi, dkk., 2008).

a. Deproteinasi

Cangkang udang

Cuci air dingin

Cuci air panas

Dikeringkan

Diblender sampai halus

Deproteinasi Direndam dalam larutan NaOH 1M

perbandingan 1:5 (gr serbuk/ml NaOH)

diaduk 1 jam

Dipanaskan 900C selama 1 jam

Didinginkan

Dicuci dengan air sampai pH netral

dikeringkan

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

b. Demineralisasi

Cangkang udang berupa serbuk hasil deproteinasi

Demineralisasi Direndam dalam larutan HCl 1M

perbandingan 1:10 (gr serbuk/ml HCl)

diaduk 1 jam

Dipanaskan 900C selama 1 jam

Didinginkan dan disaring

Dicuci dengan air sampai pH netral

dikeringkan

Chitin

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

c. Deasetilasi

2.5.4. Kegunaan Chitin dan Chitosan

Saat ini aplikasi chitin dan chitosan sangat banyak dan meluas. Chitin dan

chitosan dapat dimanfaatkan di berbagai bidang biokimia, obat-obatan atau

farmakologi, pangan dan gizi, pertanian, mikrobiologi, penanganan air limbah,

industri-industri kertas, tekstil membran atau film, kosmetik dan lain sebagainya

(Wardaniati, 2009).

Di bidang industri, chitin dan chitosan berperan antara lain sebagai koagulan

polielektrolit pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam,

Deasetilasi Direndam dalam larutan NaOH 1M

perbandingan 1:20 (gr serbuk/ml NaOH)

diaduk 1 jam

Dipanaskan 1400C selama 90 menit

Didinginkan dan disaring

dikeringkan

Chitosan

chitin

Dicuci dengan air sampai pH netral

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak tanin, PCB

(poliklorinasi bifenil), mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel

dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentukan film dan

membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp, dan produk tekstil

(Sugita, 2009).

Sementara di bidang pertanian dan pangan, chitin dan chitosan digunakan

antara lain untuk pencampur ransum pakan ternak, antimikroba, antijamur, serat

bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan

pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi,

pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan

penjernih sari buah (Sugita, 2009).

Di dalam pangan chitosan dapat dijadikan sebagai bahan antimikroba untuk

memperpanjang waktu penyimpanan makanan karena chitosan mengandung enzim

lysosim dan gugus aminopolysacharida yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroba (Wardaniati, 2009).

Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur juga diterapkan dibidang

kedokteran. Chitin dan chitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan

Staphvcoccus aureus. Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai

antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan

pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan

kondisioner rambut, zat hemostatik, penstabil liposom, bahan ortopedik, pembalut

luka dan benang bedah yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan,

antiinfeksi (Sugita, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2.6. Pengawetan Pada Tahu

2.6.1. Asal Usul Tahu

Tahu merupakan bahan makanan sumber protein nabati yang sangat populer

setelah tempe (Widyaningsih, 2006). Tahu mengandung 7-8 gram zat protein dan 124

mg zat kalsium per 100 gram tahu. Tahu berasal dari negara Cina, yang disebut taufu.

Tahu dibuat dari kacang kedelai kuning atau dari kacang hijau (Tarwotjo, 1998).

Kacang kedelai dikenal sebagai makanan terbaik kadar proteinnya, dapat mencapai

35% daripada beratnya (Liwijaya, 2001). Tahu merupakan bahan makanan yang

sudah sejak lama dikenal masyarakat. Namun, dengan meningkatnya kasus formalin

pada makanan, ternyata formalin juga ditemukan pada tahu yang beredar di pasaran

(Widyaningsih, 2006).

Menurut Widyaningsih (2006), tahu adalah bahan pangan yang tinggi protein

dengan kadar air yang tinggi (85%) karena itu tahu tidak tahan lama. Satu hari setelah

diproduksi tahu akan mulai rusak yang ditandai dengan berbau asam dan berlendir.

Dengan merendam tahu pada air yang diberi formalin tahu akan awet sampai 7 hari.

Jadi penggunaan formalin dapat dilakukan pada proses penggumpalan dan

perendaman setelah jadi tahu. Mungkin pada proses penggumpalan di pabrik tahu

tidak menggunakan formalin seperti yang dibantah oleh produsen tahu. Namun,

pedagang juga tidak mau berisiko dagangannya rusak sebelum laku terjual. Oleh

karena itu tahu direndam pada air yang dicampuri formalin agar tahu tetap awet tidak

rusak. Perendaman tahu dengan formalin jelas tidak dapat diterima, walaupun untuk

alasan mencegah kerusakan tahu.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2.6.2. Macam-Macam Tahu

Menurut Tarwotjo (1998), macam-macam tahu sebagi berikut.

1. Tahu putih, tebal dan halus sehingga disebut tahu sutera (silk) dan cocok untuk

dimasak sup tahu.

2. Tahu putih, tebal dan agak keras, tidak selembut jenis tahu silk sehingga cocok

untuk masakan, seperti tahu isi dan perkedel tahu.

3. Tahu yang sangat padat, tipis, dan diberi warna kuning disebut tahu cina. Banyak

digunakan dalam masakan Cina.

4. Tahu pong, bila digoreng sampai kering, bagian dalamnya kosong, rasanya gurih

dan ringan.

5. Tahu jepang, halus sekali dan lunak (silk), dibuat dari kacang hijau.

2.6.3. Proses Pembuatan Tahu

Dasar pembuatan tahu adalah melarutkan protein yang terkandung dalam

kedelai menggunakan air sebagai pelarutnya. Setelah protein tersebut larut,

diusahakan untuk diendapkan kembali dengan penambahan bahan pengendap sampai

terbentuk gumpalan-gumpalan protein yang akan menjadi tahu (Anonimous, 2000).

Kadang-kadang ada tahu yang terasa agak asam atau pahit. Hal ini disebabkan

pemberian batu tahu atau cuka yang kurang baik perbandingannya (Tarwotjo, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Secara garis besar, pembuatan tahu adalah sebagai berikut.

1) Pilih kedelai yang bersih, kemudian dicuci.

2) Rendam dalam air bersih selama 8 jam (paling sedikit 3 liter air untuk 1 kg

kedelai). Kedelai akan mengembang jika direndam.

3) Cuci berkali-kali kedelai yang telah direndam. Apabila kurang bersih maka tahu

yang dihasilkan akan cepat menjadi asam.

4) Tumbuk kedelai dan tambahkan air hangat sedikit demi sedikit hingga berbentuk

bubur.

5) Masak bubur tersebut, jangan sampai mengental pada suhu 700-800C (ditandai

dengan adanya gelembung-gelembung kecil).

6) Saring bubur kedelai dan endapkan airnya dengan menggunakan batu tahu

(Kalsium Sulfat = CaSO4) sebanyak 1 gram atau 3 ml asam cuka untuk 1 liter sari

kedelai, sedikit demi sedikit sambil diaduk perlahan-lahan.

7) Cetak dan pres endapan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Diagram Alir Pembuatan Tahu

Sumber: Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Anonimous, 2000.

Dicuci

Direndam (8 jam)

Dicuci

Ditiriskan

Ditumbuk

Dimasak sampai mengental

Disaring

Diendapkan dengan batu tahu atau asam cuka

Dicetak

Tahu

Air untuk rendaman (3:1)

Air hangat

Ampas tahu

Kedelai

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2.6.4. Ciri-Ciri Tahu yang Baik

Tahu yang baik adalah tahu yang berkualitas baik, bergizi dan tahan terhadap

penyimpanan. Tahu yang baik tidak cepat mengalami kerusakan yang dapat

menurunkan nilai gizi yang rendah bahkan sampai tahu tidak memenuhi syarat

sebagai makanan. Misalnya tahu cepat menjadi basi, tahu cepat menjadi bau yang

tidak disenangi, tahu cepat ditumbuhi jamur yang menghasilkan toksin/racun yang

dapat mengganggu kesehatan tubuh bagi yang memakan tahu tersebut. Faktor-faktor

yang menentukan mutu tahu adalah, kualitas kedelai yang digunakan, proses

pembuatan tahu, dan pemakaian bahan-bahan pembantu lainnya (Anonimous, 1981).

Ciri-ciri tahu yang baik adalah:

1. Berbau khas tahu dan tidak berbau asam.

2. Teksturnya padat dan tidak lunak sehingga bila diolah tidak mudah hancur.

3. Pori-porinya halus yang menandakan bahwa kualitas tahu bagus.

4. Tidak berlendir (Anonimous, 2010).

2.6.5. Ciri-Ciri Tahu yang Rusak

Umumnya tahu bersifat mudah rusak (busuk). Disimpan pada kondisi biasa

(suhu ruang) daya tahannya rata-rata 1 – 2 hari saja. Setelah lebih dari batas tersebut

rasanya menjadi asam lalu berangsur-angsur busuk, sehingga tidak layak dikonsumsi

lagi. Akibatnya banyak usaha yang dilakukan produsen tahu untuk mengawetkannya,

termasuk menggunakan bahan pengawet yang dilarang, misalnya formalin. Ciri-ciri

tahu yang mengandung formalin:

1. Tahu tidak rusak sampai 3 hari pada suhu kamar (25 derajat Celsius) dan bertahan

lebih dari 15 hari pada suhu lemari es (10 derajat Celsius).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

2. Tahu terlampau keras, namun tidak padat, permukaan menjadi lebih kering.

3. Bau khas agak menyengat, bau formalin.

Dengan meningkatnya penggunaan formalin sebagai pengawet tahu, maka

dirasakan perlu untuk mencari alternatif lain yang aman untuk mengawetkan tahu

(Kusuma, 2010).

2.6.6. Pengawetan Tahu dengan Bahan Alami

Pengawetan merupakan cara untuk menghambat pertumbuhan atau

membunuh mikroorganisme. Makanan yang dimasak akan membunuh organisme

tetapi tidak dijamin menjadi awet (Mukono, 2000). Makanan yang mengandung

formalin umumnya awet dan dapat bertahan lebih lama, tetapi dapat membahayakan

dan merugikan kesehatan masyarakat. Sejak meningkatnya penggunaan formalin

pada bahan makanan sebagai pengawet maka banyak pihak yang mencari alternatif

pengganti formalin. Pengawetan tahu tanpa formalin dapat dilakukan dengan cara:

1. Tahu direndam dalam air yang diberi garam dapur 3% atau cuka 0,1% atau

campuran keduanya. Tahu akan awet sampai 3-4 hari.

2. Tahu dikukus atau direbus dan direndam dengan air perebusannya juga dapat

memperpanjang daya awetnya.

Tabel 2.1 Hasil Pengawetan Tahu Tanpa Formalin

Perlakuan Perendaman 1 hari 2 hari 3 hari

Tahu pada suhu kamar tanpa perendaman

Mulai berbau Rusak Rusak

Perendaman dengan air tidak diganti

Normal, air keruh Berbau Rusak

Perendaman dengan air dan air perendam diganti-ganti

Normal Normal Rusak

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Perendaman air dan garam 3%

Normal, air keruh Normal Mulai berbau

Perendaman air garam 3% dan cuka 0,1%

Normal Normal Normal

Pengukusan 20 menit dan direndam air panas

Normal Normal Mulai berbau

Perebusan 20 menit dan direndam air rebusan

Normal Normal Mulai berbau

Sumber: Widyaningsih, 2006

Salah satu pengawetan tahu tanpa formalin, tetapi dengan bahan alami juga

dapat dilakukan dengan cara perendaman tahu pada larutan chitosan. Aplikasi

chitosan juga sudah dilakukan peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan

(THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK-IPB)

yang telah berhasil memanfaatkan limbah dari udang dan rajungan sebagai bahan

pengawet makanan. Keunggulan penggunaan chitosan sebagai bahan pengawet ikan

berdasarkan indikator parameter daya awet hasil pengujian antara lain : (1) Pada

keefektifan dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap, di mana pada konsentrasi

chitosan 1,5 persen, dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan, (2) Pada

keunggulan dalam uji mutu hedonik penampakan dan rasa, di mana hasil riset

menunjukkan penampakan ikan asin dengan coating atau pelapisan chitosan lebih

baik bila dibandingkan dengan ikan asin tanpa formalin dan ikan asin dengan

formalin. Coating chitosan pada ikan cucut asin memberikan rasa yang lebih baik

dibanding dengan tanpa formalin dan pelakuan formalin pada penyimpanan minggu

ke delapan, (3) Pada keefektifan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, di mana

nilai TPC (bakteri) sampai pada minggu kedelapan perlakuan, pelapisan chitosan

masih sesuai dengan SNI (Standar Nasional Indonesia) ikan asin (Anonimous, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

Swastawati, dkk. (2008) telah mengawetkan ikan pindang layang dengan

larutan chitosan 0,25% sehingga masih dapat dikonsumsi sampai hari kedua.

Demikian juga Wardaniati dan Setyaningsih (2009) menggunakan larutan chitosan

untuk mengawetkan bakso dengan konsentrasi 1,5% sehingga dapat disimpan sampai

hari ketiga.

Chitosan dapat digunakan sebagai pengawet karena sifat-sifat yang

dimilikinya yaitu dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak dan

sekaligus melapisi produk yang diawetkan sehingga terjadi interaksi yang minimal

antara produk dan lingkungannya. Mekanisme kerja chitosan lewat dua cara. Pertama,

chitosan bisa membunuh bakteri, dengan cara mengikat organisme patogen dengan

polikation bermuatan positif. Organisme pun tidak bisa tumbuh atau bergerak. Kedua,

chitosan akan melapisi kulit luar produk yang diawetkan, sehingga rasa dari dalam

tidak bisa keluar dan kontaminan dari luar tidak bisa masuk (Swastawati, dkk., 2008).

2.7. Chitosan Tidak Berbahaya Untuk Dikonsumsi

Chitosan adalah serbuk yang dihasilkan dari deasetilasi chitin, senyawa yang

banyak diperoleh di kerangka luar (eksoskeleton) hewan Crustacea seperti udang,

kerang, dan kepiting (Rhamnosa, 2006). Serbuk yang telah dilepaskan asetilnya

merupakan zat murni, tinggi sifat basanya, serta mengandung banyak molekul

glukosa. Dalam chitosan terdapat unsur butylosar yang bermanfaat bagi tubuh

manusia. Butylosar yang telah didapatkan itu hanya larut dalam asam encer dan

cairan tubuh manusia. Dengan demikian, butylosar dapat diserap oleh tubuh. Zat itu

merupakan satu-satunya selulosa yang dapat dimakan. Zat ini mempunyai muatan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Makananrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21006/4/Chapter...2.4.2. Teknik Pengawetan Makanan Secara garis besar teknik pengawetan dapat

positif yang kuat, dan dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain. Selain itu,

zat ini mudah mengalami degradasi secara biologis dan tidak beracun (Nasir, 2008).

Selain telah memenuhi standard secara mikrobiologi ditinjau dari segi

kimiawi juga aman karena dalam prosesnya chitosan cukup dilarutkan dengan asam

asetat encer (1%) hingga membentuk larutan chitosan homogen yang relatif lebih

aman (Wardaniati, 2009).

Masalah utama yang dihadapi dalam memproduksi chitin dan chitosan di

Indonesia adalah kualitas produk masih rendah, kontinuitas suplainya belum pasti dan

belum bisa diakses oleh semua kalangan. Selain itu banyak masyarakat yang belum

mengetahui fungsi dari chitin-chitosan (Swastawati, dkk., 2008).

Jurnal Jonathan Rhodes dan Bob Rastall menyebutkan tentang paten produk di

Rusia yang menggunakan chitosan sebagai pengawet untuk kaviar, yang dinyatakan

efektif dengan kombinasi masing-masing 0,1% chitosan dan asam sorbat (Rhamnosa,

2006). Di Indonesia produksi chitosan dalam skala relatif besar mulai diujicobakan

CV Dinar yang berlokasi di sebuah kawasan nelayan di Jl.Raya Dadap, Tangerang

Banten (Anonimous, 2006).

2.8. Kerangka Konsep

Tahu putih

Chitosan dari cangkang udang

Larutan chitosan 0 %, 0,5%, 1%,

1,5%, 2%

Waktu simpan, dilihat ciri fisik:

tekstur, bau, warna

Universitas Sumatera Utara