9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Pengertian Nyeri Nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan tubuh yang diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya . Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional (Potter & Perry, 2010). Nyeri imunisasi merupakan nyeri yang diakibatkan oleh tindakan invasive. Nyeri imunisasi dapat menyebabkan rasa nyeri pada anak yang jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan ketakutan, kegelisahan, menangis dan anak menjadi stress berlebihan. Akibat suntikan inilah yang dapat menimbulkan nyeri dan berkembang menjadi trauma terutama pada anak karena dapat menyebabkan nyeri akut (Prasetyawati, 2012). Beberapa studi nyeri pada anak yang selalu menjadi keluhan utama saat imunisasi, didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan oleh anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak adekuat (Sekriptini, 2013).
24
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Nyeri 2.1.1 Pengertian ...eprints.umm.ac.id/49335/59/BAB 2.pdf · Mekanisme koping pada seseorang akan berpengaruh terhadap sensai nyeri yang dirasakan.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Nyeri
2.1.1 Pengertian Nyeri
Nyeri adalah sesuatu yang menyakitkan tubuh yang
diungkapkan secara subjektif oleh individu yang mengalaminya .
Nyeri dianggap nyata meskipun tidak ada penyebab fisik atau
sumber yang dapat diidentiftkasi. Meskipun beberapa sensasi nyeri
dihubungkan dengan status mental atau status psikologis, pasien
secara nyata merasakan sensasi nyeri dalam banyak hal dan tidak
hanya membayangkannya saja. Kebanyakan sensasi nyeri adalah
akibat dari stimulasi fisik dan mental atau stimuli emosional (Potter
& Perry, 2010).
Nyeri imunisasi merupakan nyeri yang diakibatkan oleh
tindakan invasive. Nyeri imunisasi dapat menyebabkan rasa nyeri
pada anak yang jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan
ketakutan, kegelisahan, menangis dan anak menjadi stress
berlebihan. Akibat suntikan inilah yang dapat menimbulkan nyeri
dan berkembang menjadi trauma terutama pada anak karena dapat
menyebabkan nyeri akut (Prasetyawati, 2012).
Beberapa studi nyeri pada anak yang selalu menjadi keluhan
utama saat imunisasi, didapatkan bahwa nyeri yang dikeluhkan oleh
anak selalu diabaikan sehingga penanganan yang diberikan tidak
adekuat (Sekriptini, 2013).
10
2.2 Klasifikasi Nyeri
A. Nyeri berdasarkan Lokasi
1. Nyeri Nosiseptif
Nyeri nosiseptif merupakan nyeri yangdiakibatkan oleh
aktifitas atau sensivitas nosiseptor perifer yang merupakan resptor
khusus yang mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo, 2013).
Nyeri Nosiseptif dibagi menjadi:
a) Nyeri Somatik: berasal dari tulang, sendi, otot, kulit, atau
jaringan penghubung. Biasanya kualitas nyeri ini
ditunjukkan dari nyeri yang dirasakan atau denyutan yang
terokalisasi dengan baik (Potter & Perry, 2010).
b) Nyeri visceral: Nyeri viseral merupakan nyeri yang terjadi
di dalam organ tubuh manusia, seperti di dalam abdomen,
lambung dan jantung. Nyeri viseral biasanya juga disertai
dengan mual dan muntah pada seseorang (Farmer, 2014).
2. Nyeri Alih
Nyeri alih merupakannyeri yang tidak hanya berfokus pada
satu tempat, akan tetapi nyeri dapat terasa pada bagian tubuh yang
terpisah. Salah satu contohnya adalah ketika seseorang mengalami
penyakit jantung dan merasakan nyeri di dada, maka nyeri akan
menjalar kebagian leher, punggung dan lengan kiri (Potter & Perry,
2010).
3. Nyeri Superfisial
Nyeri superfisial merupakan nyeri yang berada pada lapisan
kulit yang disebabkan oleh bahan kimia atau benda tajam, sehingga
11
seseorang merasa seperti terbakar pada bagian kulit tersebut (Avila et
al, 2017).
4. Nyeri Idiopatik
Nyeri Idiopatik adalah nyeri kronis dari ketiadaan penyebab
fisik atau psikologis yang dapat diidentifikasi atau nyeri yang
dirasakan sebagai berlebihnya tingkat kondisik patologis suatu
organ. Contoh dari nyeri idiopatik adalah sindrom nyeri lokal
kompleks (Complekx Regional Pain Syndrome/CRPS) (Potter & Perry,
2010).
5. Nyeri Neuropatik
Nyeri neuropatik mengarah pada disfungsi di luar sel saraf.
Nyeri neuropatik terasa seperti terbakar kesemutan dan hipersensitif
terhadap sentuhan atau dingin. Nyeri spesifik terdiri atas beberapa
macam, antara lain nyeri somatik, nyeri yang umumnya bersumber
dari kulit dan jaringan di bawah kulit (superficial) pada otot dan tulang.
Macam lainnya adalah nyeri menjalar (referred pain) yaitu nyeri yang
dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang
menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cidera organ visceral.
Sedangkan nyeri visceral adalah nyeri yang berasal dari bermacam-
macam organ viscera dalam abdomen dan dada (Potter & Perry,
2010).
12
B. Nyeri Berdasarkan Durasi
1. Nyeri akut
Nyeri akut adalah suatu nyeri yang bersifat terlokalisir dan
biasanya terjadi secara tiba-tiba. Umumnya berkaitan dengan cedera
fisik. Nyeri terasa tajam seperti ditusuk, disayat, dicubit, dan pola
serangan jelas. Nyeri ini merupakan peringatan adanya potensial
kerusakan jaringan yang membutuhkan reaksi tubuh yang diperintah
oleh otak dan merupakan respon syaraf simaptis. Nyeri akut berdurasi
singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang tanpa pengobatan
setelah area yang rusak pulih kembali (Prasetyo, 2010).
2. Nyeri kronis
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang
menetap sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar
waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis dapat
tidak mempunyai awitan (onset) yang ditetapkan dengan tetap dan
sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.
Meski nyeri akut dapat menjadi sinyal yang sangat penting bahwa
sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya
menjadi masalah dengan sendirinya (Muttaqin, 2011).
3. Nyeri Kronis Tak Teratur (Episodik)
Nyeri yang sesekali terjadi dalam jangka waktu tertentu disebut nyeri
episodik. Nyeri berlangsung selama beberapa jam, hari, atau minggu.
13
Sebagai contoh, sakit sebelah/migraine dan nyeri yang berhubungan
dengan penyakit talasemia (Gruener & Lande, 2006 dalam Potter &
Perry, 2010).
4. Nyeri Akibat Kanker
Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) melaporkan bahwa
hampir 90% klien dapat mengontrol nyeri dalam arti yang sederhana.
Beberapa klien dengan penyakit kanker mengalami nyeri akut atau
kronis. Nyeri tersebut terkadang bersift nosiseptif dan/atau
neuropatik. Nyeri kanker biaanya disebabkan oleh berkembangnya
tumor dan berhubungan dengan proses patologis, prosedur invasif,
toksin-toksin dari pengobatan, infeksi, dan keterbatasan secara fisik.
Klien merasakan nyeri di lokasi tepat dimana tumor berada atau lokasi
yang berada jauh dari tumor, yang mengidentifikasikan adanya nyeri.
Hampir 70-90% klien dengan kanker stadium lanjut mengalami nyeri.
Enam puluh persen dari mereka melaporkan adanya nyeri tingkat
sedang hingga berat (Potter & Perry, 2010).
2.2.1 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nyeri
A. Faktor Fisiologis
a) Kelemahan (Fatigue)
Kelemahan meningkatkan presepsi terhadap nyeri dan
menurunkan kemmapuan untuk mengatasi masalah. Apabila
kelemahan terjadi disepanjang waktu istirahat, presepsi terhada nyeri
akan lebih besar. Nyeri terkadang jarang dialami setelah tidur atau
istirahat cukup daripada di akhir hari yang panjang (Potter & Perry,
2010).
14
b) Usia
Usia memiliki peranan penting dalam mempersepsikan rasa
nyeri. Usia akan mempengaruhi seseorang terhadap sensasi nyeri
baik persepsi maupun ekspresi. Perkembangan usia baik anak-anak,
dewasa, dan lansia akan sangat berpengaruh terhadap nyeri yang
dirasakan. Usia anak-anak akan sulit menginterpretasikan dan
melokalisasikan nyeri yang dirasakan karena belum dapat
mengucapkan kata-kata dan mengungkapkan secara verbal maupun
mengekspresikan nyeri yang dirasakan sehingga nyeri yang dirasakan
biasanya akan diinterpretasikan kepada orang tua atau tenaga
kesehatan (Zakiyah, 2015).
c) Gen
Riset terhadap orang yang sehat mengungkapkan bahwa
informasi genetik yang diturunkan dari orangtua memungkinkan
adanya peningkatan atau penurunan sensivitasa seseorang terhadap
nyeri. Gen yang ada di dalam tubuh kita dibentuk dari kombinasi gen
ayah dan gen ibu. Nantinya, gen yang paling dominanlah yang akan
menentukan kondisi fisik dan psikologis (Andarmoyo, 2013).
B. Faktor Psikologis
Tingkat dan kualitas nyeri yang diterima klien berhubungan dengan
arti dari nyeri tersebut. Kecemasan kadang meningkatkan presepsi terhadap
nyeri, tetapi nyeri juga menyebabkan perasan cemas. Respons emosional
pada nyeri melibatkan girus cingulat anterior dan korteks prefrontal ventral
kanan. Sirkuit serotonin dan norepinefrin juga terlibat dalam modulasi
15
stimulus sensoris, yang mungkin mempengaruhi bagaimana depresi dan
pengobatan antidepresan berefek pada persepsi nyeri (Khasanah, 2012).
C. Faktor Sosial
a) Keluarga dan Dukungan Sosial
Meski nyeri masih terasa, tetapi kehadiran keluarga ataupun
teman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang
menyebabkan stress berkurang.. Klien dari kelompok sosiobudaya
yang berbeda memiliki harapan yang berbeda tentang orang, tempat
mereka menumpahkan keluhan merekatentang nyeri, klien yang
mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau
perlindungan. Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali
pengalaman nyeri membuat klien semakin tertekan (Potter & Perry,
2010).
b) Perhatian
Tingkatan dimana klien menfokuskan perhatian terhadap
nyeri yang dirasakan memepengaruhi presepsi nyeri. Meningkatnya
perhatian behubungan dengan meningkatnya nyeri, sebaliknya
distraksi berhubungan dengan kurangnya respon nyeri (Potter &
Perry, 2010).
c) Pengalaman Sebelumnya
Frekuensi terjadinya nyeri dimasa lampau cukup sering tanpa
adanya penanganan atau penderitaan adanya nyeri menyebabkan
kecemasan bahkan ketakutan yang timbul secara berulang. Jika orang
tersebut belum merasakan nyeri sebelumnya maka akan tersiksa
16
dengan keadaan tersebut. Sebaliknya, jika seseorang sudah mengalami
nyeri yang sama maka akan dianggap biasa, karena sudah paham
indakan apa yang akan dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri
tersebut (Andarmoyo, 2013).
D. Ansietas
Seseorang yang mengalami nyeri justru akan berdampak
buruk bagi psikologis seseorang. Nyeri juga dapat menyebabkan
seseorang merasa cemas dan takut dengan kondisi yang dialami
(Andarmoyo, 2013).
E. Faktor Spiritual
Spiritualitas menjangkau antara agama dan mencakup
pencarian secara aktif terhadap makna situasi dimana seseorang
menemukan dirinya sendiri. Spiritual membuat seseorang mencari
tahu makna atau arti dari nyeri yang dirasakan, seperti mengapa nyeri
ini terjadi pada dirinya, apa yang telah dilakukan selama ini, dan lain-
lain (Potter & Perry, 2010).
F. Faktor Koping
Mekanisme koping pada seseorang akan berpengaruh terhadap
sensai nyeri yang dirasakan. Seseorang dengan lokus kendali internal
akan mepersepsikan diri sebagai seseorang yang bisa mengendalikan
sesuatu seperti nyeri. Sebaliknya seseorang dengan lokus kendali
eskternal akan susah dalam mengatasi sensasi nyeri yang dirasakan
(Zakiyah, 2015).
17
2.2.2 Mekanisme Nyeri
1. Teori Gerbang
Teori Gate-Kontrol Mezack dan Wall dalam Potter & Perry
(2012), teori pertama yang menjelaskan bahwa nyeri memiliki
komponen emosional dan kognitif serta sensai secara fisik. Mereka
juga mengusulkan bahwa mekanisme “gerbang” yang berlokasi di
sepanjang sistem saraf pusat dapat mengatur atau menghambat
implus-implus nyeri. Teori ini mengatakan bahwa implus-implus nyeri
akan melewati gerbang dalam posisi terbuka dan akan menghentikan
ketika gerbang ditutup.
Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori
menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron
sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses
pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk menghantarkan impuls melalui
mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron
beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan
neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal
dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan.
Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat
menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan
akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka
pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan
18
jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih
tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden
melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu
pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh. Neuromedulator ini
menutup mekanisme pertahanan dengan 19 menghambat pelepasan
substansi P (Potter & Perry, 2010).
2. Teori Spesifisitas
Bagian tertentu dari sistem saraf berperan dalam membawa
nyeri dari reseptor nyeri ke pusat nyeri di sistem saraf pusat.
Sejumlah serabut saraf yang hanya (atau secara maksimal)
mengadakan respons terhadap stimulus yang berada dalam kisaran
noksius. Namun, keberadaan apa yang dinamakan sistem nyeri itu
sendiri tidak bisa menerangkan dengan baik semua tampilan nyeri
klinik maupun eksperimental. Nyeri alih (lokasi nyeri sering salah
ditentukan) dan nyeri patologik (misalnya neuralgia trigeminus yang
timbul hanya oleh stimulus noksius ringan) serta efek faktor emosi
dan motivasional masih memerlukan penjelasan. Penjelasan 13 yang
terbaik mencakup mekanisme seperti sumasi (summation) dan inhibisi
yang bekerja pada suatu gerbang (gate) yang mengendalikan
perjalanan masukan yang potensial menimbulkan nyeri (Walton &
Torabinejad, 2008).
2.2.3 Pengkajian Nyeri
Menurut Twycross, Dowden & Bruce (2009) , alat pengkajian
nyeri dapat dibagi menjadi beberapa, yaitu:
19
a) Skala nyeri wajah
Skala peringkat dapat berkisar antara 0 pada satu titik ekstim
dan 10 pada titik ekstrim lainnya. Skala nyeri dinilai berdasarkan
ekspresi anak. Angka 0 diartikan sebagai perasaan tidak nyeri. Angka 1
sampai 3 diartikan sebagai nyeri ringan. Lebih dari Angka 3 sampai 7
diartikan sebagai nyeri sedang. Lebih besar dari angka 7 sampai 9
diartikan nyeri yang berat dan lebih dari angka 9 sampai 10 diartikan
nyeri yang sangat hebat (Supartini, 2002).
b) Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan
pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri. Skala
verbal menggunakan kata-kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa
tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/atau redanya nyeri dapat
dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup
Gambar 2.1 : Face pain rating scale Sumber: www.wongbakerfaces.org
20
berkurang, baik/atau nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini
membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan
berbagai tipe nyeri.
Gambar 2.2 Verbal Rating Scale (VRS)
c) Skala Analogi Visual (VAS)
Skala analogi visual sangat berguna dalam mengkaji intensitas
nyeri. Skala tersebut adalah berbentuk garishorizontal sepanjang 10
cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta
untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi
di sepanjang rentang tersebut.ujung kiri biasanya menunjukkan “tidak
ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan biasanya menandakan
“berat” atau nyeri yang paling buruk. Untuk menilai hasil, sebuah
penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak yang dibuat pasien
pada garis dari “tidak ada nyeri “ diukur dan ditulis dalam sentimeter
(Nursalam, 2008).
Gambar 2.3 Skala Analogi Visual (VAS): Nursalam (2008)
21
d) Skala FLACC
FLACC digunakan untuk menilai reaksi perilaku terhadap rasa
nyeri untuk bayi dan anak-anak dengan rentang umur 2 bulan sampai
7 tahun. Skala ini digunakan kepada yang tidak dapat
mengekspresikan rasa nyeri mereka sendiri dan dengan klien yang
tidak bisa mengomunikasikan nyerinya secara verbal. Skala FLACC
mengakses lima bidang perilaku (ekspresi wajah anak, posisi kaki,
aktivitas, menangis, dan konsolabilitas) dengan skor mulai dari 0
hingga 2 untuk setiap kategori. Skor 1-3 kategori nyrti ringan, skor 4-6
dikategorikan nyeri sedang, skor 7-10 dikategorikan nyeri berat
(Gedam et al, 2013).
2.2.4 Manajemen Nyeri
A. Pendekatan Farmakologi
Analgesik merupakan metode penanganan nyeri yang paling
umum dan sangat efektif. Pemberian obat analgesik, yang dilakukan
guna mengganggu atau memblokir transmisi stimulus agar terjadi
perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
Jenis analgesiknya adalah narkotik dan bukan narkotik (Hidayat,
2014).
Ada tiga tipe analgesik (Potter & Perry, 2010), yaitu:
a) Non-opioid (asetaminofen dan obat anti inflamasi)
b) Opioid (Narkotik)
c) Koanalgesik (variasi dari pengobatan yang meningkatkan analgesik
atau memiliki kandungan analgesik yang semula tidak diketahui).
B. Pendekatan Non-Farmakologi
22
a) Distraksi
Distraksi merupakan teknik nonfarmakologis yang paling umum
digunakan untuk manajemen perilaku selama tindakan. Distraksi
adalah teknik mengalihkan perhatian pasien dari hal yang dianggap
sebagai prosedur yang tidak menyenangkan. Proses distraksi
melibatkan persaingan untuk mengalihkan perhatian antara sensasi
yang sangat menonjol seperti nyeri dengan fokus yang diarahkan
secara sadar pada beberapa aktivitas pemrosesan informasi lainnya.
Pengembangkan teori yang menekankan pada fakta bahwa kapasitas
manusia untuk memperhatikan terbatas, dalam teori ditunjukkan
bahwa seorang individu harus berkonsentrasi pada rangsangan
menyakitkan untuk merasakan rasa sakit; oleh karena itu, persepsi
rasa sakit menurun ketika perhatian seseorang terdistraksi dari
stimulus (Panda, 2017).
Distraksi adalah sistema aktivasi yang kompleks menghambat
stimulus nyeri apabila seseorang menerima input sensorik yang
berlebih. Dengan adanya stimulus sensorik, seseorang dapat
mengabaikan atau tidak menyadari akan adanya nyeri (Potter &
Perry, 2010).
Distraksi audiovisual adalah pengalihkan perhatian dengan
kontribusi yaitu video animasi dengan mengalihkan perhatian dengan
bantuan video video animasi. Video animasi membuat emosi
berubah sehingga membantu untuk tertawa, mengilangkan stress ,
serta mebuat pikiran lebih positif. Intervensi terdiri dari selingan
dalam bentuk video animasi anak-anak populer seperti Tom and
23
Jerry Tales (Kaur, 2014). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Gonzalez, J.C, Routh, DK, & Armstrong, FD (1993) pada Pengaruh
gangguan audio visual versus jaminan pada reaksi anak-anak
terhadap suntikan yang menunjukkan bahwa gangguan audio visual
efektif dalam mengurangi rasa sakit sebagai rata-rata dengan hasil