Page 1
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastritis
2.1.1 Definisi Gastritis
Gastritis merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronis, dan difus (local). Dua jenis
gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis
atropik kronis. Gatristis merupakan peradangan yang mengenai mukosa
lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan lambung
sampai terlepasnya epitel mukosa suferpisial yang menjadi penyebab
terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel dapat
merangsang timbulnya inflamasi pada lambung (Wahyuni, 2018).
Dalam (Aprilia Rachmad, 2020) mengutip dari (Hirlan, 2009)
mengatakan gastritis atau magh merupakan salah satu penyakit yang paling
banyak dijumpai di klinik, fasilitas pelayanan kesehatan, dan dalam
kehidupan sehari-hari. Gastritis merupakan suatu proses inflamasi atau
peradangan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi dan terjadi pada
mukosa dan submukosa lambung.
Sedangkan (Cahyani, 2019) yang mengutip dari beberapa sumber,
menjelaskan gastritis adalah proses inflamasi pada lambung mengakibatkan
mukosa lambung terka sehingga sering kali penderita dapat merasakan
mual, muntah dan merasa nyeri pada ulu hati. Sehingga penyakit ini sering
kali menyebabkan kekambuhan oleh beberapa faktor (Melani, 2016). Pola
makan yang tidak benar menjadi faktor utama penderita gastritis mengalami
gangguan pencernaan. Terutama pada lansia, penderita harus
memperhatikan dengan benar makanan yang dikonsumsi. Frekuensi
makanan, jenis makanan dan juga tekstur harus sesuai dengan memastikan
lambung tidak dalam keadaan kosong (Muhith & Siyoto, 2017). Selain pola
makan aktivitas yang berlebihan juga dapat mempengaruhi pencernaan.
Penderita yang mengalami stres juga dapat memicu kekambuhan gastritis
kornis, dikarenakan faktor fikiran dapat menimbulkan kekambuhan
(Kurniyawan & Kosasih, 2015).
Page 2
8
2.1.2 Klasifikasi Gastritis
(Sari, 2019) menjelaskan dengan kutipan dari (Wim de jong et al.
2005) ada beberapa klasifikasi gastritis, antara lain :
a. Gastritis akut
1) Gastritis akut tanpa perdarahan
2) Gastritis akut dengan perdarahan (gastritis hemoragik atau gastritis
erosiva)
Gastritis akut berasal dari makanan terlalu banyak atau
terlalu cepat, makan-makanan yang terlalu berbumbu atau yang
mengandung mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan
semacam alcohol, aspirin, NSAID, isol, serta bahan korosif lain,
refluks empedu atau cairan pankreas.
b. Gastritis kronis
Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus
benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri helicobacter
pylori (H.pylori). (Cahyani, 2019) menjelaskan dari kutipan
(Kurniyawan & Kosasih, 2015) menambahkan gastritis kronik
adalah peradangan di lapisan lambung yang terjadi cukup lama
penderita mengalami nyeri ulu hati perlahan dan dalam cukup lama.
nyeri diawal dengan yang lebih ringan dibanding dengan gastritis
akut. Namun terjadi lebih lama dan sering muncul sehingga
mengakibatkan peradangan kronis. Hal ini juga beresiko pada
kanker lambung apabila tidak segera ditangani. Atropi progresif
kelenjar menjadi tanda bahwa terjadi gastritis kronis pada lambung,
karena hilangnya sel yang berperang pada lambung yaitu, sel
parietal dan chief sel. Gastritis kronik dibedakan menjadi tiga jenis
yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi.
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) gastritis kronik,
merupakan gastritis yang terkait dengan atropi mukosa gastrik
sehingga produksi HCl menurun dan menimbulkan kondisi
achlorhydria dan ulserasi peptic gastritis kronis dapat
diklasifikasikan pada tipe A dan tipe B.
Page 3
9
a) Tipe A merupakan gastritis autoimun. Adanya antibodi
terhadap sel parietal menimbulkan reaksi peradangan yang
pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukosa lambung.
Pada 95% pasien dengan anemia persiosa dan 60% pasien
dengan gastritis atropi kronik memiliki antibodi terhadap sel
parietal. Biasanya kondisi ini menjadi tendensi terjadinya Ca
Lambung pada fundus atau korpus.
b) Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh
helicobacter pylori. Terdapat inflamasi yang difuse pada
lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering
menyebabkan perdarahan dan erosi sering mengenai antrum.
2.1.3 Penyebab Gastritis
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) mengutip dari (Suratun, 2010),
penyebab gastritis adalah sebagai berikut :
a. Konsumsi obat-obatan kimia sepert asetominofen aspirin, steroid
kortikosteroid. Asetominofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan
iritasi pada lambung. NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan
kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl
meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam
sehingga menimbulkan iritasi pada mukosa lambung.
b. Konsumsi alkohol dapat menyebabkan ekrusakan mukosa gaster.
c. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada), makanan
yang bisa memicu asam lambung meningkat dan pola makan yang salah
sehingga membiarkan lambung kosong terlalu lama dapat
menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta
perdarahan pada lambung.
d. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacter pilori, escherecia coli,
salmonella dan lain-lain.
Page 4
10
2.1.4 Tanda dan Gejala Gastritis
Menurut (Aini, Suyadi, & Harjayanti, 2019) dengan kutipan
(Suratun, 2010), secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi pada
pasien yang mengalami nyeri dapat tercemin dari perilaku pasien misalnya
suara (menangis, merintih, menghembuskan nafas), ekspresi wajah
(meringis, mengigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah, otot tegang, mondar-
mandir, dll), interaksi sosial (menghindari percakapan, disorientasi waktu).
Sedangkan menurut (Putri, 2020) dikutip dari (Mulat, 2016), tanda dan
gejala dari gastritis sangat bervariasi. Mulai dari yang sangat ringan
asimtomatik hingga berat yang dapat menyebabkan kematian. Penyebab
kematian biasanya adalah adanya perdarahan pada gaster. Gejala yang
sering muncul antara lain :
a. Hematemesis dan melena dapat berlangsung hingga terjadinya renjatan
diakibatkan oleh kehilangan darah.
b. Sebagian besar pada kasus gastritis menunjukkan gejala yang sangat
ringan bahkan asitomatis seperti nyeri yang timbul pada ulu hati dengan
skala ringan dan biasanya tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.
c. Mual-mual dan muntah.
d. Perdarahan saluran cerna.
e. Pada kasus yang sangat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah
samar pada tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda defisiensi
anemia dengan etiologi yang tidak jelas.
f. Biasanya pada pemeriksaan fisik tidak ditemukannya kelainan, kecuali
pada kasus yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga dapat
menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata
seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia hingga gangguan
kesadaran.
Page 5
11
2.1.5 Pemeriksaan pada Gastritis
(Nursalam & Fallis, 2016) menjelaskan yang mengutip dari
(Suratun, 2010), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien
gastritis adalah :
a. Darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemis.
b. Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya
defisiensi B12.
c. Analisa feses untuk mengetahui adanya darah dalam feses.
d. Analisa gaster bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl lambung
Achlorhria menunjukkan adanya gastritis atropi.
e. Tes antibody serum bertujuan untuk mengetahui adanya anti body sel
parietal dan faktor instrinsik lambung terhadap helicobacter pylori.
f. Endoskopi, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila ada
kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.
g. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.
2.1.6 Penanganan Gastritis
Penanganan nyeri yang disebabkan oleh gastritis harus segera
dilakukan. Apabila nyeri tidak segera ditangani, selain menimbulkan
ketidaknyamanan, juga dapat mempengaruhi system pulmonary,
kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, imonologik dan stress serta dapat
menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu. Penanganan
nyeri bisa dilakukan secara farmakologis yaitu dengan pemberian obat-
obatan analgetik dan penenang. Sedangkan secara non farmakologis melalui
distraksi, relaksasi, biofeedback, hypnosis diri, mengurangi persepsi nyeri,
stimulasi kataneuse (massase, mandi air hangat, kompres menggunakan
kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan) (Puspariny, Fellyana, &
Marini, 2019).
(Puspariny et al., 2019) juga menjelaskan mengutip dari (Smeltzer
& Bare, 2010) salah satu teknik manajemen nyeri non farmakologi adalah
dengan melakukan teknik relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal
yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen
Page 6
12
nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas dalam,
massase, meditasi dan perilaku. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan
suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan
kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat
(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas
secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi
nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan
oksigenisasi darah.
2.2 Pola Makan Penderita Gastritis
2.2.1 Definisi Pola Makan
Menurut (Harahap, 2019) yang mengutip dari (Adriani, 2016),
kekurangan salah satu unsur gizi akan menyebabkan tubuh kita mengalami
gangguan atau menderita penyakit. Begitupun sebaliknya, kelebihan gizi
akan menyebabkan gangguan kesehatan. Itu sebabnya kita perlu
menerapkan pola makan seimbang dengan jumlah yang sesuai dengan
kebutuhan. Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan
jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertenu seperti mempertahankan
kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.
Sedangkan menurut (Khoirunnisa & Saparwati, 2020) dikutip dari
(Santoso, 2013), pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari
oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat
tertntuyang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah: kebiasaan
kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan
sebagainya yang dapat disebut sebagai pola konsumsi.
2.2.2 Pola Makan Pasien Gastritis
Sedangkan menurut (Nursalam & Fallis, 2016) mengutip dari
(Persagi, 2006), pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan
gambaran mengenai asupan makanan, jenis makanan, jadwal makan dan
jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari. Penjelasan komponen pola
makan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
Page 7
13
a. Asupan Makanan
Asupan makanan merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi
individu dalam sehari. Penilaian asupan makanan biasanya dilihat
melalui zat-zat gizi yang dikonsumsi. Zat-zat gizi yang masuk terdiri
dari makronutrient yakni karbohidrat, protein dan lemak serta
mikronutrient yang terdiri dari vitamin dan mineral.
Jumlah kalori yang masuk dengan jumlah energi yang
dikeluarkan harus seimbang. Makanan yang dikonsumsi harus
seimbang dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan umur dan
piramida makanan yaitu karbohidrat 50-60%, lemak 25-30% dan
protein 15-20%. Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari
energi yang dikeluarkan maka akan mengalami kelebihan berat badan.
Selain itu, makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi
lambung yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung
menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka
pada lambung.
b. Jenis Makanan
(Nursalam & Fallis, 2016) menjelaskan yang mengutip dari
(Oktaviani, 2011). Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang
kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikti
susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan
bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan
gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas. Mengkonsumsi
makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan
mengakibatkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai dengan mual
dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu
makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari
satu kali dalam seminggu dalam minimal 6 bulan dibiarkan secara
terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut
dengan gastritis.
Page 8
14
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) jenis makanan yang
dianjurkan untuk dikonsumsi guna mencegah gastritis adalah sumber
karbohidrat yang mudah dicerna (nasi lunak, roti, biskuit, krekers),
sumber protein yang diolah dengan cara direbus dan dipanggang dan
ditumis, sayuran yang tidak bergas dan tidak banyak serat (bayam, dan
wortel), buah-buahan yang tidak bergas (pepaya, pisang, pir), dan
minuman (teh, susu).
Jenis makanan yang tidak dianjurkan adalah sumber karbohidrat
yang sulit dicerna (nasi keras, beras ketan, mie, jagung, singkong, talas,
cake, kue tart), sumber protein yang diolah dengan cara digoreng dan
digulai, sarden, kornet dan keju, sayuran yang bergas dan banyak serat
(daun singkong, kol, kembang kol, sawi), buah-buahan yang bergas dan
tinggi serat (kedondong, jambu biji, durian, nangka dan buah-buahan
masam), makanan yang pedas, makanan bergas dan berlemak tinggi
(tapai, coklat, gorengan, jeroan) dan minuman bergas (Nursalam &
Fallis, 2016).
(Nursalam & Fallis, 2016) juga menambahkan yang mengutip
dari (Almatsier, 2010), terdapat jenis makanan yang dapat dikonsumsi
guna mencegah peningkatan asam lambung dan makanan yang tidak
boleh dikonsumsi karena dikhawatirkan dapat memicu timbulnya
gastritis. Jenis makanan tersebut antara lain:
Tabel 1 Jenis Makanan Untuk Penderita Gastritis
Jenis Makanan Boleh Diberikan Tidak Boleh Diberikan
Sumber hidrat arang
(nasi atau
penggantinya).
Beras, kentang, mie,
bihun, makaroni, roti,
biskuit dan tepung-
tepungan.
Beras ketan, bulgur, jagung
cantel, singkong, kentang
goreng, cake, dodol.
Sumber protein hewani Ikan, hati, daging sapi,
telur ayam, susu.
Daging, ikan, ayam (yang
diawetkan/dikalengkan,
digoreng, dikeringkan, atau
didendeng), telur ceplok atau
goreng.
Page 9
15
Sumber protein nabati Tahu, tempe, kacang
hijau direbus atau
dihaluskan.
Tahu, tempe, kacang merah,
kacang tanah yang digoreng
atau panggang.
Lemak Margarine, minyak
(tidak untuk
menggoreng).
Lemak hewan, santan kental.
Sayuran Sayuran yang tidak
banyak serat dan tidak
menimbulkan gas.
Sayuran yang banyak
mengandung serat dan
menimbulkan gas, sayuran
mentah.
Buah-buahan Pepaya, pisang rebus,
sawo, jeruk garut, sari
buah.
Buah yang banyak
mengandung serat, dan
menimbulkan gas misalnya:
jambu, nanas, durian,
nangkan dan buah yang
dikeringkan.
c. Frekuensi Makanan
Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) yang mengutip dari
(Oktaviani, 2011), frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-
hari baik kualitatif maupun kuantitatif. Jadi, frekuensi makan adalah
sejumlah pengulangan yang dilakukan dalam hal mengonsumsi
makanan baik kualitatif maupun kuantitatif yang terjadi secara
berkelanjutan. Frekuensi makan juga dapat diartikan sebagai seberapa
seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalm sehari baik
makan utama maupun makan selingan.
Frekuensi makan yang dapat memicu munculnya kejadian
gastritis adalah frekuensi makan kurang dari frekuensi yang dianjurkan
yaitu makan tiga kali sehari. Secara alamiah makanan diolah dalam
tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus.
Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika
rata-rata umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal
makan ini pun harus menyesuaikan dengan kosongnya lambung
(Nursalam & Fallis, 2016).
Page 10
16
d. Jadwal Makan
Frekuensi makan dalam sehari terdiri dari tiga makan utama
yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam. Jadwal makan
sehari dibagi menjadi makan pagi (sebelum pukul 09.00), makan siang
(jam 12.00-13.00), dan makan malam (jam 18.00-19.00). Jadwal makan
ini disesuaikan dengan waktu pengosongan lambung yakni 3-4 jam
sehingga waktu makan yang baik adalah dalam rentang waktu ini
sehingga lambung tidak dibiarkan kosong terutama dalam waktu yang
lama (Nursalam & Fallis, 2016).
(Nursalam & Fallis, 2016) juga menjelaskan dengan mengutip
dari (Almatsier, 2010), lambung yang kosong mengakibatkan kadar
asam yang meningkat sehingga dapat mengiritasi lambung dan
menimbulkan berbagai keluhan gejala maag. Jenis makanan ynag
dikonsumsi sebaiknya makanan yang tidak menyebabkan pengeluaran
asam lambung secara berlebih serta jadwal makan harus teratur, lebih
baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur daripada makan
dalam porsi banyak tapi tidak teratur.
2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Penderita Gastritis
Menurut (Harahap, 2019) yang mengutip dari (Sulistyoningsih,
2011), pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan
makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya
pola makan adalah sebagai berikut :
a. Faktor Ekonomi
Merupakan faktor yang cukup berperan dalam meningkatkan
peluang untuk membeli pangan dengan jumlah dan kualitas yang lebih
baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.
b. Faktor Sosial Budaya
Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat
dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Kebudayaan suatu
masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk
mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang
Page 11
17
akan dikonsumsi, persiapan dan penyajiannya serta untuk siapa dan
dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi.
c. Faktor Agama
Adanya pantangan terhadap makanan dan minuman tertentu
dari sisi agama dikarenakan makanan atau minuman tersebut
membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya.
d. Faktor Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dilakukan dengan
pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan
dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contohnya yaitu prinsip
yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah
yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber
karbohidrat lebih banyak. Sebaliknya orang dengan pendidikan tinggi
cenderung memilih makanan dengan kebutuhan gizi yang seimbang.
e. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap
pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat
berapa lingkungan keluarga serta adanya promosi melalui media
elektronik maupun cetak. Selain itu, lingkungan sekolah juga termasuk
dalam mempengaruhi terbentuknya pola makan.
2.3 Dukungan Keluarga
2.3.1 Definisi Dukungan Keluarga
Menurut (Fauzizatushifa, 2020) mengutip dari (Taylor, 2011),
dukungan keluarga diartikan sebagai bantuan dari anggota keluarga, secara
emosional mampu menenangkan dan mengurangi kecemasan individu saat
tertekan.
Sedangkan menurut (Ariyani, 2020) mengutip dari (Friedman,
2013), dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang
meliputi sikap,tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga,
sehingga keluarga merasa ada yang memperhatikannya. Selanjutnya
(Ahmadi, 2010) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit ataupun keluarga yang
Page 12
18
sehat. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan.
2.3.2 Bentuk Dukungan Keluarga
Menurut (Silfi, Retnowati, & Hidayah, 2020) mengutip dari
(Friedman, 2010), bentuk dukungan keluarga ada 4, yaitu :
1) Dukungan instrumental, bahwa keluarga merupakan sebuah sumber
pertolongan praktis dan konkrit. Bentuk dukungan ini merupakan
penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung
seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan.
Bentuk dukungan ini, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,
modifikasi lingkungan dan juga dapat mengurangi stress karena
individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang
berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat
diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih mudah.
2) Dukungan informasional, menjelaskan bahwa keluarga berfungsi
sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi.
Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau
umpan balik tentang situasi dan kondisi individu, dorongan
semangat, pemberian nasehat, atau mengawasi tentang pola makan
sehari-hari dan pengobatan. Jenis informasi seperti ini dapat
menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan
lebih mudah.
3) Dukungan penilaian (appraisal) yaitu suatu bentuk penghargaan
yang di berikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi
sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang
mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan
dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu
adalah penilaian yang positif.
4) Dukungan emosional menjelaskan bahwa keluarga sebagai sebuah
tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta
membantu penguasaan terhadap emosi. Bentuk dukungan ini
Page 13
19
meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian dan juga
membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, dipedulikan
dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat
menghadapi masalah yang lebih baik. Dukungan ini sangat penting
dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.
Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan
berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan
sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya
mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan
kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh positif dari dukungan
sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam
kehidupan yang penuh dengan stress.
Selain itu, (Silfi et al., 2020) menambahkan kutipan dari
Freeman, bahwa keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan
yang dipahami dan dilakukan, dibagi menjadi 5 tugas keluarga
dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu :
1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggota. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung
menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila
menyadari adanya perbuahan perlu segera dicatat kapan terjadinya,
perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.
2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi
keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk
mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,
dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai
kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga
maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan
dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai
keterbatan seyoganya meminta bantuan orang lain di lingkungan
sekitar keluarga.
3) Memberikan perawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat
membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu
Page 14
20
muda. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga
memiliki kemampuanmelakukan tindakan untuk pertolongan
pertama atau ke pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan
lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.
4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntingkan kesehatan
dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.
5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan
lembaga kesehatan/pemanfaatan fasilitas kesehatan.
2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut (Ariyani, 2020) mengutip dari (Kodriati, 2010), faktor
yang mempengaruhi dukungan keluarga antara lain :
1) Usia
Faktor usia dapat ditentukan dengan dukungan, dalam hal ini
adalah pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian setiap
rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap
perubahan kesehatan yang berbeda-beda.
2) Jenis kelamin
Pada wanita diketahui memiliki hubungan interaksi yang lebih
luas dan lebih erat dibandingkan dengan kaum pria. Secara teori jenis
kelamin adalah sesuatu yang digunakan untuk mengidentifikasi
perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi atau
merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk
membedakan laki-laki dan perempuan.
3) Tingkat pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan kemungkinan akan
mendapatkan dukungan sosial dari orang yang berada disekitarnya.
Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti
didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau
perubahan ke arah yang lebih dewasa lebih baik, dan lebih matang pada
diri individu, kelompok, atau masyarakat.
Page 15
21
4) Status pernikahan
Pernikahan akan memberikan keuntungan bagi kesehatan
seseorang karena akan mendapatkan perhatian dari pasangannya.
5) Lamanya menderita
Seseorang yang semakin lama menderita suatu penyakit ada
kemungkinan dukungan sosial yang diterima semakin berkurang.
2.4 Dukungan Keluarga Pada Penderita Gastritis
2.4.1 Peran Keluarga Pada Penderita Gastritis
(Ayun, 2020) dikutip dari (Friedman, 2018) menyatakan fungsi
keluarga juga berperan dalam menangani pasien dengan gastritis meliputi 5
tugas keluarga yang harus dilaksanakan seluruh anggota keluarga yaitu tepat
bagi keluarga yang mengalami gastritis, memberikan perawatan pada
keluarga yang gastritis dengan membatasi diet dan olahraga serta minum
obat teratur, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan
dan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada jika ada kekambuhan pada
keluarga yang gastritis.
Menurut (Yulia, 2018) Pelaksanaan diet Gastritis sangat
dipengaruhi oleh adanya dukungan dari keluarga. Apabila dalam keluarga
mengalami ketidakmampuan mengenal masalah kesehatan keluarga,
merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi
lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga
yang mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan utbuh
maka pasien Gastritis akan tidak patuh dalam pelaksanaan dietnya. Jika
dukungan keluarga tidak ada, maka penyakit Gastritis menjadi tidak
terkendali dan terjadi komplikasi yaitu penyakit lambung dan usus.
Dukungan positif dapat membantu upaya perawatan dan
pencegahan kekambuhan gastritis. Menurut Taylor tahun 2000, seseorang
dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan
mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki dukungan.
Keluarga mempunyai pernah penting dalam merawat dan mencegah
Page 16
22
kekambuhan gastritis karena keluarga merupakan orang yang paling dekat
dan sering bersama dengan pasien (Purwanti, 2016).
2.4.2 Bentuk Dukungan Keluarga Pada Penderita Gastritis
Berdasarkan penelitian dari (Rasminingsih, 2017) ada beberapa
bentuk dukungan dari keluarga yang bisa diberikan untuk anggota keluarga
yang mengalami gastritis, yaitu :
a) Keluarga penderita gastritis harus memperhatikan adanya gejala
mual, muntah, serta kelemahan pada penderita sehingga dapat
memberikan dukungan secara emosional kepada penderita.
b) Secara bertahap penderita diberikan makanan cair, lembek dan padat
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi oral sehingga secara bertahap
menurunkan kebutuhan terhadap terapi intravena dan
meminimalkan iritasi mukosa lambung.
c) Melarang penderita mengkonsumsi makanan atau minuman yang
bersifat iritatif karena akan menyebabkan iritasi mukosa lambung
dan menghindari kafein karena dapat menstimulasi sistem saraf
pusat sehingga meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin.
d) Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,
pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat
memperberatkan nyeri. Dukungan dari keluarga dan orang terdekat
menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi nyeri
individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga
atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri
yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan
dari keluarga dan orang-orang terdekat.
e) Menyayangi satu sama lain, dan bentuk kasih sayang diungkapkan
dengan cara bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit maka
anggota keluarga yang lain akan membantu merawatnya dan
memberikan dukungan dalam bentuk materi maupun doa.
f) Memberikan motivasi dan dukungan untuk kesembuhan dengan
memberikan semangat dan saling mengingatkan untuk menjaga pola
kesehatan ataupun pola makan