Top Banner
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis Gastritis merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, dan difus (local). Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis atropik kronis. Gatristis merupakan peradangan yang mengenai mukosa lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan lambung sampai terlepasnya epitel mukosa suferpisial yang menjadi penyebab terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel dapat merangsang timbulnya inflamasi pada lambung (Wahyuni, 2018). Dalam (Aprilia Rachmad, 2020) mengutip dari (Hirlan, 2009) mengatakan gastritis atau magh merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik, fasilitas pelayanan kesehatan, dan dalam kehidupan sehari-hari. Gastritis merupakan suatu proses inflamasi atau peradangan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi dan terjadi pada mukosa dan submukosa lambung. Sedangkan (Cahyani, 2019) yang mengutip dari beberapa sumber, menjelaskan gastritis adalah proses inflamasi pada lambung mengakibatkan mukosa lambung terka sehingga sering kali penderita dapat merasakan mual, muntah dan merasa nyeri pada ulu hati. Sehingga penyakit ini sering kali menyebabkan kekambuhan oleh beberapa faktor (Melani, 2016). Pola makan yang tidak benar menjadi faktor utama penderita gastritis mengalami gangguan pencernaan. Terutama pada lansia, penderita harus memperhatikan dengan benar makanan yang dikonsumsi. Frekuensi makanan, jenis makanan dan juga tekstur harus sesuai dengan memastikan lambung tidak dalam keadaan kosong (Muhith & Siyoto, 2017). Selain pola makan aktivitas yang berlebihan juga dapat mempengaruhi pencernaan. Penderita yang mengalami stres juga dapat memicu kekambuhan gastritis kornis, dikarenakan faktor fikiran dapat menimbulkan kekambuhan (Kurniyawan & Kosasih, 2015).
16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

Nov 12, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gastritis

2.1.1 Definisi Gastritis

Gastritis merupakan suatu peradangan atau perdarahan mukosa

lambung yang dapat bersifat akut, kronis, dan difus (local). Dua jenis

gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut dan gastritis

atropik kronis. Gatristis merupakan peradangan yang mengenai mukosa

lambung. Peradangan ini dapat menyebabkan pembengkakan lambung

sampai terlepasnya epitel mukosa suferpisial yang menjadi penyebab

terpenting dalam gangguan saluran pencernaan. Pelepasan epitel dapat

merangsang timbulnya inflamasi pada lambung (Wahyuni, 2018).

Dalam (Aprilia Rachmad, 2020) mengutip dari (Hirlan, 2009)

mengatakan gastritis atau magh merupakan salah satu penyakit yang paling

banyak dijumpai di klinik, fasilitas pelayanan kesehatan, dan dalam

kehidupan sehari-hari. Gastritis merupakan suatu proses inflamasi atau

peradangan yang disebabkan oleh faktor iritasi dan infeksi dan terjadi pada

mukosa dan submukosa lambung.

Sedangkan (Cahyani, 2019) yang mengutip dari beberapa sumber,

menjelaskan gastritis adalah proses inflamasi pada lambung mengakibatkan

mukosa lambung terka sehingga sering kali penderita dapat merasakan

mual, muntah dan merasa nyeri pada ulu hati. Sehingga penyakit ini sering

kali menyebabkan kekambuhan oleh beberapa faktor (Melani, 2016). Pola

makan yang tidak benar menjadi faktor utama penderita gastritis mengalami

gangguan pencernaan. Terutama pada lansia, penderita harus

memperhatikan dengan benar makanan yang dikonsumsi. Frekuensi

makanan, jenis makanan dan juga tekstur harus sesuai dengan memastikan

lambung tidak dalam keadaan kosong (Muhith & Siyoto, 2017). Selain pola

makan aktivitas yang berlebihan juga dapat mempengaruhi pencernaan.

Penderita yang mengalami stres juga dapat memicu kekambuhan gastritis

kornis, dikarenakan faktor fikiran dapat menimbulkan kekambuhan

(Kurniyawan & Kosasih, 2015).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

8

2.1.2 Klasifikasi Gastritis

(Sari, 2019) menjelaskan dengan kutipan dari (Wim de jong et al.

2005) ada beberapa klasifikasi gastritis, antara lain :

a. Gastritis akut

1) Gastritis akut tanpa perdarahan

2) Gastritis akut dengan perdarahan (gastritis hemoragik atau gastritis

erosiva)

Gastritis akut berasal dari makanan terlalu banyak atau

terlalu cepat, makan-makanan yang terlalu berbumbu atau yang

mengandung mikroorganisme penyebab penyakit, iritasi bahan

semacam alcohol, aspirin, NSAID, isol, serta bahan korosif lain,

refluks empedu atau cairan pankreas.

b. Gastritis kronis

Inflamasi lambung yang lama dapat disebabkan oleh ulkus

benigna atau maligna dari lambung, atau oleh bakteri helicobacter

pylori (H.pylori). (Cahyani, 2019) menjelaskan dari kutipan

(Kurniyawan & Kosasih, 2015) menambahkan gastritis kronik

adalah peradangan di lapisan lambung yang terjadi cukup lama

penderita mengalami nyeri ulu hati perlahan dan dalam cukup lama.

nyeri diawal dengan yang lebih ringan dibanding dengan gastritis

akut. Namun terjadi lebih lama dan sering muncul sehingga

mengakibatkan peradangan kronis. Hal ini juga beresiko pada

kanker lambung apabila tidak segera ditangani. Atropi progresif

kelenjar menjadi tanda bahwa terjadi gastritis kronis pada lambung,

karena hilangnya sel yang berperang pada lambung yaitu, sel

parietal dan chief sel. Gastritis kronik dibedakan menjadi tiga jenis

yaitu gastritis superfisial, gastritis atropi dan gastritis hipertropi.

Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) gastritis kronik,

merupakan gastritis yang terkait dengan atropi mukosa gastrik

sehingga produksi HCl menurun dan menimbulkan kondisi

achlorhydria dan ulserasi peptic gastritis kronis dapat

diklasifikasikan pada tipe A dan tipe B.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

9

a) Tipe A merupakan gastritis autoimun. Adanya antibodi

terhadap sel parietal menimbulkan reaksi peradangan yang

pada akhirnya dapat menimbulkan atropi mukosa lambung.

Pada 95% pasien dengan anemia persiosa dan 60% pasien

dengan gastritis atropi kronik memiliki antibodi terhadap sel

parietal. Biasanya kondisi ini menjadi tendensi terjadinya Ca

Lambung pada fundus atau korpus.

b) Tipe B merupakan gastritis yang terjadi akibat infeksi oleh

helicobacter pylori. Terdapat inflamasi yang difuse pada

lapisan mukosa sampai muskularis, sehingga sering

menyebabkan perdarahan dan erosi sering mengenai antrum.

2.1.3 Penyebab Gastritis

Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) mengutip dari (Suratun, 2010),

penyebab gastritis adalah sebagai berikut :

a. Konsumsi obat-obatan kimia sepert asetominofen aspirin, steroid

kortikosteroid. Asetominofen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan

iritasi pada lambung. NSAIDS (non steroid anti inflamasi drugs) dan

kortikosteroid menghambat sintesis prostaglandin sehingga sekresi HCl

meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi sangat asam

sehingga menimbulkan iritasi pada mukosa lambung.

b. Konsumsi alkohol dapat menyebabkan ekrusakan mukosa gaster.

c. Terapi radiasi, refluk empedu, zat-zat korosif (cuka, lada), makanan

yang bisa memicu asam lambung meningkat dan pola makan yang salah

sehingga membiarkan lambung kosong terlalu lama dapat

menyebabkan kerusakan mukosa gaster dan menimbulkan edema serta

perdarahan pada lambung.

d. Infeksi oleh bakteri seperti helicobacter pilori, escherecia coli,

salmonella dan lain-lain.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

10

2.1.4 Tanda dan Gejala Gastritis

Menurut (Aini, Suyadi, & Harjayanti, 2019) dengan kutipan

(Suratun, 2010), secara umum tanda dan gejala yang sering terjadi pada

pasien yang mengalami nyeri dapat tercemin dari perilaku pasien misalnya

suara (menangis, merintih, menghembuskan nafas), ekspresi wajah

(meringis, mengigit bibir), pergerakan tubuh (gelisah, otot tegang, mondar-

mandir, dll), interaksi sosial (menghindari percakapan, disorientasi waktu).

Sedangkan menurut (Putri, 2020) dikutip dari (Mulat, 2016), tanda dan

gejala dari gastritis sangat bervariasi. Mulai dari yang sangat ringan

asimtomatik hingga berat yang dapat menyebabkan kematian. Penyebab

kematian biasanya adalah adanya perdarahan pada gaster. Gejala yang

sering muncul antara lain :

a. Hematemesis dan melena dapat berlangsung hingga terjadinya renjatan

diakibatkan oleh kehilangan darah.

b. Sebagian besar pada kasus gastritis menunjukkan gejala yang sangat

ringan bahkan asitomatis seperti nyeri yang timbul pada ulu hati dengan

skala ringan dan biasanya tidak dapat ditunjuk dengan tepat lokasinya.

c. Mual-mual dan muntah.

d. Perdarahan saluran cerna.

e. Pada kasus yang sangat ringan perdarahan bermanifestasi sebagai darah

samar pada tinja dan secara fisik akan dijumpai tanda-tanda defisiensi

anemia dengan etiologi yang tidak jelas.

f. Biasanya pada pemeriksaan fisik tidak ditemukannya kelainan, kecuali

pada kasus yang mengalami perdarahan yang hebat sehingga dapat

menimbulkan tanda dan gejala gangguan hemodinamik yang nyata

seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, takikardia hingga gangguan

kesadaran.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

11

2.1.5 Pemeriksaan pada Gastritis

(Nursalam & Fallis, 2016) menjelaskan yang mengutip dari

(Suratun, 2010), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien

gastritis adalah :

a. Darah lengkap bertujuan untuk mengetahui adanya anemis.

b. Pemeriksaan serum vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui adanya

defisiensi B12.

c. Analisa feses untuk mengetahui adanya darah dalam feses.

d. Analisa gaster bertujuan untuk mengetahui kandungan HCl lambung

Achlorhria menunjukkan adanya gastritis atropi.

e. Tes antibody serum bertujuan untuk mengetahui adanya anti body sel

parietal dan faktor instrinsik lambung terhadap helicobacter pylori.

f. Endoskopi, biopsy dan pemeriksaan urin biasanya dilakukan bila ada

kecurigaan berkembangnya ulkus peptikum.

g. Sitologi bertujuan untuk mengetahui adanya keganasan sel lambung.

2.1.6 Penanganan Gastritis

Penanganan nyeri yang disebabkan oleh gastritis harus segera

dilakukan. Apabila nyeri tidak segera ditangani, selain menimbulkan

ketidaknyamanan, juga dapat mempengaruhi system pulmonary,

kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, imonologik dan stress serta dapat

menyebabkan ketidakmampuan dan imobilisasi pada individu. Penanganan

nyeri bisa dilakukan secara farmakologis yaitu dengan pemberian obat-

obatan analgetik dan penenang. Sedangkan secara non farmakologis melalui

distraksi, relaksasi, biofeedback, hypnosis diri, mengurangi persepsi nyeri,

stimulasi kataneuse (massase, mandi air hangat, kompres menggunakan

kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan) (Puspariny, Fellyana, &

Marini, 2019).

(Puspariny et al., 2019) juga menjelaskan mengutip dari (Smeltzer

& Bare, 2010) salah satu teknik manajemen nyeri non farmakologi adalah

dengan melakukan teknik relaksasi, yang merupakan tindakan eksternal

yang mempengaruhi respon internal individu terhadap nyeri. Manajemen

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

12

nyeri dengan tindakan relaksasi mencakup relaksasi otot, nafas dalam,

massase, meditasi dan perilaku. Teknik relaksasi nafas dalam merupakan

suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan

kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat

(menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas

secara perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi

nafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenisasi darah.

2.2 Pola Makan Penderita Gastritis

2.2.1 Definisi Pola Makan

Menurut (Harahap, 2019) yang mengutip dari (Adriani, 2016),

kekurangan salah satu unsur gizi akan menyebabkan tubuh kita mengalami

gangguan atau menderita penyakit. Begitupun sebaliknya, kelebihan gizi

akan menyebabkan gangguan kesehatan. Itu sebabnya kita perlu

menerapkan pola makan seimbang dengan jumlah yang sesuai dengan

kebutuhan. Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam pengaturan

jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertenu seperti mempertahankan

kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu kesembuhan penyakit.

Sedangkan menurut (Khoirunnisa & Saparwati, 2020) dikutip dari

(Santoso, 2013), pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai macam dan jumlah makanan yang dimakan tiap hari

oleh satu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat

tertntuyang dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain adalah: kebiasaan

kesenangan, budaya, agama, taraf ekonomi, lingkungan alam, dan

sebagainya yang dapat disebut sebagai pola konsumsi.

2.2.2 Pola Makan Pasien Gastritis

Sedangkan menurut (Nursalam & Fallis, 2016) mengutip dari

(Persagi, 2006), pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan

gambaran mengenai asupan makanan, jenis makanan, jadwal makan dan

jenis makanan yang dikonsumsi setiap hari. Penjelasan komponen pola

makan tersebut dijelaskan sebagai berikut :

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

13

a. Asupan Makanan

Asupan makanan merupakan jumlah makanan yang dikonsumsi

individu dalam sehari. Penilaian asupan makanan biasanya dilihat

melalui zat-zat gizi yang dikonsumsi. Zat-zat gizi yang masuk terdiri

dari makronutrient yakni karbohidrat, protein dan lemak serta

mikronutrient yang terdiri dari vitamin dan mineral.

Jumlah kalori yang masuk dengan jumlah energi yang

dikeluarkan harus seimbang. Makanan yang dikonsumsi harus

seimbang dengan kebutuhan yang disesuaikan dengan umur dan

piramida makanan yaitu karbohidrat 50-60%, lemak 25-30% dan

protein 15-20%. Apabila jumlah kalori yang masuk lebih besar dari

energi yang dikeluarkan maka akan mengalami kelebihan berat badan.

Selain itu, makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi

lambung yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung

menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka

pada lambung.

b. Jenis Makanan

(Nursalam & Fallis, 2016) menjelaskan yang mengutip dari

(Oktaviani, 2011). Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang

kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikti

susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan

bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan

gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas. Mengkonsumsi

makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,

terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan

mengakibatkan rasa panas dan nyeri ulu hati yang disertai dengan mual

dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu

makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari

satu kali dalam seminggu dalam minimal 6 bulan dibiarkan secara

terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut

dengan gastritis.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

14

Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) jenis makanan yang

dianjurkan untuk dikonsumsi guna mencegah gastritis adalah sumber

karbohidrat yang mudah dicerna (nasi lunak, roti, biskuit, krekers),

sumber protein yang diolah dengan cara direbus dan dipanggang dan

ditumis, sayuran yang tidak bergas dan tidak banyak serat (bayam, dan

wortel), buah-buahan yang tidak bergas (pepaya, pisang, pir), dan

minuman (teh, susu).

Jenis makanan yang tidak dianjurkan adalah sumber karbohidrat

yang sulit dicerna (nasi keras, beras ketan, mie, jagung, singkong, talas,

cake, kue tart), sumber protein yang diolah dengan cara digoreng dan

digulai, sarden, kornet dan keju, sayuran yang bergas dan banyak serat

(daun singkong, kol, kembang kol, sawi), buah-buahan yang bergas dan

tinggi serat (kedondong, jambu biji, durian, nangka dan buah-buahan

masam), makanan yang pedas, makanan bergas dan berlemak tinggi

(tapai, coklat, gorengan, jeroan) dan minuman bergas (Nursalam &

Fallis, 2016).

(Nursalam & Fallis, 2016) juga menambahkan yang mengutip

dari (Almatsier, 2010), terdapat jenis makanan yang dapat dikonsumsi

guna mencegah peningkatan asam lambung dan makanan yang tidak

boleh dikonsumsi karena dikhawatirkan dapat memicu timbulnya

gastritis. Jenis makanan tersebut antara lain:

Tabel 1 Jenis Makanan Untuk Penderita Gastritis

Jenis Makanan Boleh Diberikan Tidak Boleh Diberikan

Sumber hidrat arang

(nasi atau

penggantinya).

Beras, kentang, mie,

bihun, makaroni, roti,

biskuit dan tepung-

tepungan.

Beras ketan, bulgur, jagung

cantel, singkong, kentang

goreng, cake, dodol.

Sumber protein hewani Ikan, hati, daging sapi,

telur ayam, susu.

Daging, ikan, ayam (yang

diawetkan/dikalengkan,

digoreng, dikeringkan, atau

didendeng), telur ceplok atau

goreng.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

15

Sumber protein nabati Tahu, tempe, kacang

hijau direbus atau

dihaluskan.

Tahu, tempe, kacang merah,

kacang tanah yang digoreng

atau panggang.

Lemak Margarine, minyak

(tidak untuk

menggoreng).

Lemak hewan, santan kental.

Sayuran Sayuran yang tidak

banyak serat dan tidak

menimbulkan gas.

Sayuran yang banyak

mengandung serat dan

menimbulkan gas, sayuran

mentah.

Buah-buahan Pepaya, pisang rebus,

sawo, jeruk garut, sari

buah.

Buah yang banyak

mengandung serat, dan

menimbulkan gas misalnya:

jambu, nanas, durian,

nangkan dan buah yang

dikeringkan.

c. Frekuensi Makanan

Menurut (Nursalam & Fallis, 2016) yang mengutip dari

(Oktaviani, 2011), frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-

hari baik kualitatif maupun kuantitatif. Jadi, frekuensi makan adalah

sejumlah pengulangan yang dilakukan dalam hal mengonsumsi

makanan baik kualitatif maupun kuantitatif yang terjadi secara

berkelanjutan. Frekuensi makan juga dapat diartikan sebagai seberapa

seringnya seseorang melakukan kegiatan makan dalm sehari baik

makan utama maupun makan selingan.

Frekuensi makan yang dapat memicu munculnya kejadian

gastritis adalah frekuensi makan kurang dari frekuensi yang dianjurkan

yaitu makan tiga kali sehari. Secara alamiah makanan diolah dalam

tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus.

Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika

rata-rata umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal

makan ini pun harus menyesuaikan dengan kosongnya lambung

(Nursalam & Fallis, 2016).

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

16

d. Jadwal Makan

Frekuensi makan dalam sehari terdiri dari tiga makan utama

yaitu makan pagi, makan siang, dan makan malam. Jadwal makan

sehari dibagi menjadi makan pagi (sebelum pukul 09.00), makan siang

(jam 12.00-13.00), dan makan malam (jam 18.00-19.00). Jadwal makan

ini disesuaikan dengan waktu pengosongan lambung yakni 3-4 jam

sehingga waktu makan yang baik adalah dalam rentang waktu ini

sehingga lambung tidak dibiarkan kosong terutama dalam waktu yang

lama (Nursalam & Fallis, 2016).

(Nursalam & Fallis, 2016) juga menjelaskan dengan mengutip

dari (Almatsier, 2010), lambung yang kosong mengakibatkan kadar

asam yang meningkat sehingga dapat mengiritasi lambung dan

menimbulkan berbagai keluhan gejala maag. Jenis makanan ynag

dikonsumsi sebaiknya makanan yang tidak menyebabkan pengeluaran

asam lambung secara berlebih serta jadwal makan harus teratur, lebih

baik makan dalam jumlah sedikit tapi sering dan teratur daripada makan

dalam porsi banyak tapi tidak teratur.

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan Penderita Gastritis

Menurut (Harahap, 2019) yang mengutip dari (Sulistyoningsih,

2011), pola makan yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan

makan seseorang. Secara umum faktor yang mempengaruhi terbentuknya

pola makan adalah sebagai berikut :

a. Faktor Ekonomi

Merupakan faktor yang cukup berperan dalam meningkatkan

peluang untuk membeli pangan dengan jumlah dan kualitas yang lebih

baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan

menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun kuantitas.

b. Faktor Sosial Budaya

Pantangan dalam mengkonsumsi jenis makanan tertentu dapat

dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Kebudayaan suatu

masyarakat mempunyai kekuatan yang cukup besar untuk

mempengaruhi seseorang dalam memilih dan mengolah pangan yang

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

17

akan dikonsumsi, persiapan dan penyajiannya serta untuk siapa dan

dalam kondisi bagaimana pangan tersebut dikonsumsi.

c. Faktor Agama

Adanya pantangan terhadap makanan dan minuman tertentu

dari sisi agama dikarenakan makanan atau minuman tersebut

membahayakan jasmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya.

d. Faktor Pendidikan

Pendidikan dalam hal ini biasanya dilakukan dengan

pengetahuan, akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan

dan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contohnya yaitu prinsip

yang dimiliki seseorang dengan pendidikan rendah biasanya adalah

yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber

karbohidrat lebih banyak. Sebaliknya orang dengan pendidikan tinggi

cenderung memilih makanan dengan kebutuhan gizi yang seimbang.

e. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap

pembentukan perilaku makan. Lingkungan yang dimaksud dapat

berapa lingkungan keluarga serta adanya promosi melalui media

elektronik maupun cetak. Selain itu, lingkungan sekolah juga termasuk

dalam mempengaruhi terbentuknya pola makan.

2.3 Dukungan Keluarga

2.3.1 Definisi Dukungan Keluarga

Menurut (Fauzizatushifa, 2020) mengutip dari (Taylor, 2011),

dukungan keluarga diartikan sebagai bantuan dari anggota keluarga, secara

emosional mampu menenangkan dan mengurangi kecemasan individu saat

tertekan.

Sedangkan menurut (Ariyani, 2020) mengutip dari (Friedman,

2013), dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang

meliputi sikap,tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga,

sehingga keluarga merasa ada yang memperhatikannya. Selanjutnya

(Ahmadi, 2010) menyatakan dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap keluarga yang sakit ataupun keluarga yang

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

18

sehat. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat

mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika

diperlukan.

2.3.2 Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut (Silfi, Retnowati, & Hidayah, 2020) mengutip dari

(Friedman, 2010), bentuk dukungan keluarga ada 4, yaitu :

1) Dukungan instrumental, bahwa keluarga merupakan sebuah sumber

pertolongan praktis dan konkrit. Bentuk dukungan ini merupakan

penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung

seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan.

Bentuk dukungan ini, seperti dalam bentuk uang, peralatan, waktu,

modifikasi lingkungan dan juga dapat mengurangi stress karena

individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang

berhubungan dengan materi. Dukungan instrumental sangat

diperlukan terutama dalam mengatasi masalah dengan lebih mudah.

2) Dukungan informasional, menjelaskan bahwa keluarga berfungsi

sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi.

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran atau

umpan balik tentang situasi dan kondisi individu, dorongan

semangat, pemberian nasehat, atau mengawasi tentang pola makan

sehari-hari dan pengobatan. Jenis informasi seperti ini dapat

menolong individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan

lebih mudah.

3) Dukungan penilaian (appraisal) yaitu suatu bentuk penghargaan

yang di berikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi

sebenarnya dari penderita. Penilaian ini bisa positif dan negatif yang

mana pengaruhnya sangat berarti bagi seseorang. Berkaitan dengan

dukungan sosial keluarga maka penilaian yang sangat membantu

adalah penilaian yang positif.

4) Dukungan emosional menjelaskan bahwa keluarga sebagai sebuah

tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta

membantu penguasaan terhadap emosi. Bentuk dukungan ini

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

19

meliputi ungkapan empati, kepedulian dan perhatian dan juga

membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, dipedulikan

dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat

menghadapi masalah yang lebih baik. Dukungan ini sangat penting

dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol.

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan

berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan

sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya

mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi kognitif, fisik dan

kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh positif dari dukungan

sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam

kehidupan yang penuh dengan stress.

Selain itu, (Silfi et al., 2020) menambahkan kutipan dari

Freeman, bahwa keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan

yang dipahami dan dilakukan, dibagi menjadi 5 tugas keluarga

dalam bidang kesehatan yang harus dilakukan, yaitu :

1) Mengenal masalah kesehatan setiap anggota. Perubahan sekecil

apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung

menjadi perhatian dan tanggung jawab keluarga, maka apabila

menyadari adanya perbuahan perlu segera dicatat kapan terjadinya,

perubahan apa yang terjadi dan seberapa besar perubahannya.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat bagi

keluarga. Tugas ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk

mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga,

dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai

kemampuan memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga

maka segera melakukan tindakan yang tepat agar masalah kesehatan

dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika keluarga mempunyai

keterbatan seyoganya meminta bantuan orang lain di lingkungan

sekitar keluarga.

3) Memberikan perawatan anggotanya yang sakit atau yang tidak dapat

membantu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

20

muda. Perawatan ini dapat dilakukan di rumah apabila keluarga

memiliki kemampuanmelakukan tindakan untuk pertolongan

pertama atau ke pelayanan kesehatan untuk memperoleh tindakan

lanjutan agar masalah yang lebih parah tidak terjadi.

4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntingkan kesehatan

dan perkembangan kepribadian anggota keluarga.

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga kesehatan/pemanfaatan fasilitas kesehatan.

2.3.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut (Ariyani, 2020) mengutip dari (Kodriati, 2010), faktor

yang mempengaruhi dukungan keluarga antara lain :

1) Usia

Faktor usia dapat ditentukan dengan dukungan, dalam hal ini

adalah pertumbuhan dan perkembangan. Dengan demikian setiap

rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon terhadap

perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

2) Jenis kelamin

Pada wanita diketahui memiliki hubungan interaksi yang lebih

luas dan lebih erat dibandingkan dengan kaum pria. Secara teori jenis

kelamin adalah sesuatu yang digunakan untuk mengidentifikasi

perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi atau

merupakan identitas responden yang dapat digunakan untuk

membedakan laki-laki dan perempuan.

3) Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan kemungkinan akan

mendapatkan dukungan sosial dari orang yang berada disekitarnya.

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti

didalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau

perubahan ke arah yang lebih dewasa lebih baik, dan lebih matang pada

diri individu, kelompok, atau masyarakat.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

21

4) Status pernikahan

Pernikahan akan memberikan keuntungan bagi kesehatan

seseorang karena akan mendapatkan perhatian dari pasangannya.

5) Lamanya menderita

Seseorang yang semakin lama menderita suatu penyakit ada

kemungkinan dukungan sosial yang diterima semakin berkurang.

2.4 Dukungan Keluarga Pada Penderita Gastritis

2.4.1 Peran Keluarga Pada Penderita Gastritis

(Ayun, 2020) dikutip dari (Friedman, 2018) menyatakan fungsi

keluarga juga berperan dalam menangani pasien dengan gastritis meliputi 5

tugas keluarga yang harus dilaksanakan seluruh anggota keluarga yaitu tepat

bagi keluarga yang mengalami gastritis, memberikan perawatan pada

keluarga yang gastritis dengan membatasi diet dan olahraga serta minum

obat teratur, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan

dan menggunakan pelayanan kesehatan yang ada jika ada kekambuhan pada

keluarga yang gastritis.

Menurut (Yulia, 2018) Pelaksanaan diet Gastritis sangat

dipengaruhi oleh adanya dukungan dari keluarga. Apabila dalam keluarga

mengalami ketidakmampuan mengenal masalah kesehatan keluarga,

merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi

lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga, dan

memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga

yang mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan utbuh

maka pasien Gastritis akan tidak patuh dalam pelaksanaan dietnya. Jika

dukungan keluarga tidak ada, maka penyakit Gastritis menjadi tidak

terkendali dan terjadi komplikasi yaitu penyakit lambung dan usus.

Dukungan positif dapat membantu upaya perawatan dan

pencegahan kekambuhan gastritis. Menurut Taylor tahun 2000, seseorang

dengan dukungan yang tinggi akan lebih berhasil menghadapi dan

mengatasi masalahnya dibanding dengan yang tidak memiliki dukungan.

Keluarga mempunyai pernah penting dalam merawat dan mencegah

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gastritis 2.1.1 Definisi Gastritis

22

kekambuhan gastritis karena keluarga merupakan orang yang paling dekat

dan sering bersama dengan pasien (Purwanti, 2016).

2.4.2 Bentuk Dukungan Keluarga Pada Penderita Gastritis

Berdasarkan penelitian dari (Rasminingsih, 2017) ada beberapa

bentuk dukungan dari keluarga yang bisa diberikan untuk anggota keluarga

yang mengalami gastritis, yaitu :

a) Keluarga penderita gastritis harus memperhatikan adanya gejala

mual, muntah, serta kelemahan pada penderita sehingga dapat

memberikan dukungan secara emosional kepada penderita.

b) Secara bertahap penderita diberikan makanan cair, lembek dan padat

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi oral sehingga secara bertahap

menurunkan kebutuhan terhadap terapi intravena dan

meminimalkan iritasi mukosa lambung.

c) Melarang penderita mengkonsumsi makanan atau minuman yang

bersifat iritatif karena akan menyebabkan iritasi mukosa lambung

dan menghindari kafein karena dapat menstimulasi sistem saraf

pusat sehingga meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi pepsin.

d) Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan yang tinggi,

pencahayaan, dan aktivitas yang tinggi di lingkungan tersebut dapat

memperberatkan nyeri. Dukungan dari keluarga dan orang terdekat

menjadi salah satu faktor penting yang memengaruhi persepsi nyeri

individu. Sebagai contoh, individu yang sendirian, tanpa keluarga

atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri

yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan

dari keluarga dan orang-orang terdekat.

e) Menyayangi satu sama lain, dan bentuk kasih sayang diungkapkan

dengan cara bila ada salah satu anggota keluarga yang sakit maka

anggota keluarga yang lain akan membantu merawatnya dan

memberikan dukungan dalam bentuk materi maupun doa.

f) Memberikan motivasi dan dukungan untuk kesembuhan dengan

memberikan semangat dan saling mengingatkan untuk menjaga pola

kesehatan ataupun pola makan