11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan jiwa 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa menurut PPDGJ III merupakan perubahan perilaku seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang penting dari seseorang, yaitu fungsi psikologik, perilaku biologis, dan gangguan itu tidak hanya terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi juga dengan masyarakat (Maramis, 2010). Sedangkan Gangguan jiwa menurut Depkes RI (2010), gangguan jiwa adalah suatu perubahan pola pikir yang menyebabkan adanya gangguan pada fungsi psikologi yang dapat menimbulakan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melakukan peran sosial. Menurut UU No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi suatu masalah, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya. Gangguan jiwa didefinisikan sebagai disfungsi yang merugikan. Definisi ini dikaitkan dengan evaluasi objektif terhadap kinerja. fungsi kognitif dan perseptual untuk memungkinkan seseorang untuk mempersepsikan dunia dengan cara yang sama dengan orang lain dan terlibat dalam pemikiran dan penyelesaian masalah yang rasional. Disfungsi merupakan hasil dari
24
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan jiwa 2.1.1 Pengertian ...eprints.umm.ac.id/54159/3/BAB II.pdf · Gambar 2.1 Model Stress Adaptasi (Struart dan Laraia,2005) 2.1.2. Jenis-jenis
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan jiwa
2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa menurut PPDGJ III merupakan perubahan perilaku
seseorang yang secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan
(distress) atau hendaya (impairment) didalam satu atau lebih fungsi yang
penting dari seseorang, yaitu fungsi psikologik, perilaku biologis, dan
gangguan itu tidak hanya terletak didalam hubungan antara orang itu tetapi
juga dengan masyarakat (Maramis, 2010). Sedangkan Gangguan jiwa menurut
Depkes RI (2010), gangguan jiwa adalah suatu perubahan pola pikir yang
menyebabkan adanya gangguan pada fungsi psikologi yang dapat
menimbulakan penderitaan pada individu dan hambatan dalam melakukan
peran sosial. Menurut UU No.18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa,
kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi seorang individu dapat berkembang
secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari
kemampuan sendiri, dapat mengatasi suatu masalah, dapat bekerja secara
produktif, dan mampu memberikan konstribusi untuk komunitasnya.
Gangguan jiwa didefinisikan sebagai disfungsi yang merugikan. Definisi
ini dikaitkan dengan evaluasi objektif terhadap kinerja. fungsi kognitif dan
perseptual untuk memungkinkan seseorang untuk mempersepsikan dunia
dengan cara yang sama dengan orang lain dan terlibat dalam pemikiran dan
penyelesaian masalah yang rasional. Disfungsi merupakan hasil dari
12
pemikiran, perasaan, komunikasi, persepsi, dan motivasi (Oltmanns dan
Emery, 2012). Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan jiwa
adalah perubahan sikap dan perilaku seseorang yang dapat merugikan
seseorang dan diri sendiri.
2.1.2 Penyebab Gangguan Jiwa
Keperawatan kesehatan jiwa menggunakan model stress adaptasi dalam
mengidentifikasi penyimpangan perilaku. Model ini mengidentifikasi sehat
sakit sebagai hasil karakteristik seseorang yang berinteraksi dengan faktor
lingkungan. Model ini mengintegrasikan komponen biologis, psikologis, dan
sosial dalam pengkajian dan penyelesaian masalah. Beberapa hal yang harus
diamati pada gangguan jiwa adalah faktor predisposisi, presipitasi, penilaian
terhadap stresor, sumber koping dan mekanisme koping yang digunakan.
(Yusuf, A.H & ,R & Nihayati, 2015)
1. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi merupakan faktor resiko yang menjadi sumber terjadinya
stress yang dapat mempengaruhi seseorang baik secara biologis, psikososial
maupun sosiokultural. Seacara bersama-sama, faktor ini akan mempengaruhi
individu dalam menilai stres yang dihadapinya.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang mengancam seseorang. Faktor
presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stress atau
tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis, dan
sosiokultural. Waktu merupakan dimensi yang juga dapat mempengaruhi
terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan berapa lama frekuensi
terjadinya stres.
13
3. Penilaian terhadap stresor
Penilaian terhadap stresor meliputi pemahaman dan penentuan situasi yang
penuh dengan stres bagi seseorang. Penilaian terhadap stresor meliputi
a. Respon kognitif
Respon kognitif adalah peran sentral dalam adaptasi. penilaian kognitif adalah
jembatan psikologi antara individu dengan lingkungannya dalam menghadapi
stress. Terdapat tiga tipe penilaian yaitu kehilangan, ancaman, dan tantangan
b. Respon afektif
Respon afektif adalah membangun perasaan. Dalam penilaian terhadap
stressor respon afektif utama dalah reaksi tidak spesifik dan umumnya
merupakan reaksi kecemasan hal ini dapat diekpresikan dalam bentu emosi.
c. Respon fisiologis
Respons fisiolgis menstimulasi divisi simpatik dari saraf autonomi dan dapat
meningkatkan aktivitas kelenjar adrenal. Hal ini stress dapat mempengaruhi
sistem imun dan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk melawan
penyakit.
d. Respon perilaku
Respon perilaku hasil dari respon emosional dan fisiologi
4. Sumber koping
Sumber koping meliputi aset ekonomi, kemampuan dan keterampilan, teknik
pertahanan dan dukungan sosial serta motivasi.
14
5. Mekanisme koping
Mekanisme koping merupakan suatu usaha dalam menejemen stress.
Mekanisme koping bersifat konstruktif dan destruktif. Mekanisme kontruktif
terjadi ketika kecemasan diperlukan sebagai peringatan seseorang menerima
seseorang sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah. Mekanisme
koping destruktif menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan konflik.
Gambar 2.1 Model Stress Adaptasi (Struart dan Laraia,2005)
2.1.2. Jenis-jenis gangguan jiwa
Menurut Kamal (2010) pada buku keperawatan jiwa, Berikut ini jenis-
jenis gangguan jiwa yang sering kita temukan dimasyarakat:
1. Stres
Stress merupakan suatu keadaan tubuh seseorang terganggu karena tekanan
psikologis. Banyak hal yang dapat memicu stress diantaranya rasa khawatir,
15
perasaan kesal, perasaan tertekan, kesedihan, dan terlalu fokus pada suatu hal,
perasaan bingung, berduka dan juga rasa takut.
2. Psikosis
Psikosis adalah ketidakmampuan seseorang menilai realita. Psikosis masih
bersifat sempit seperti waham dan halusinasi. Selain itu juga ditemukan gejala
lain termasuk diantaranya pembicaraan dan tingkah laku yang kacau, dan
gangguan daya nilai realitas yang berat. Oleh karna itu gangguan psikosis
sebagai suatu kumpulan gejala yang terdpat gangguan fungsi mental, respon,
perasaan, realitas, komunikasi dan hubungan antara seseorang dengan
lingkungannya.
3. Psikopat
Psikopat bersal dari psyche yang berarti jiwa dan pathos yang berarti penyakit.
Orang dengan gangguan psikopat sering disebut juga sosiopat karena
perilakunya yang antisosial dan dapat merugikan orang disekitaranya. Gejala
psikopat sering juga disebut dengan psikopati orang dengan gangguan jiwa
tanpa gangguan mental. Orang yang mengalami psikopat sangat sulit untuk
disembuhkan.
4. Skizofrenia
Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antara individu yang normal. Skizofrenia adalah penyakit otak yang timbul
akibat ketidakseimbangan pada dopamin, yang merupakan salah satu sel kimia
dalam otak. Skizofrenia sering diikuti dengan delusi dan halusinasi tanpa
adanya ransangan panca indra.
16
Bertolak dari kajian pustaka dan periannya pada konteks penelitian,
skizofrenia merupakan jenis gangguan jiwa yang banyak dialami pada sampel
penelitian. Uraian meliputi tinjauan pustaka tentang skizofrenia, karakteristik
pasien skizofrenia, self care deficit, dan tingkat kemampuan personal hygiene.
2.2 Skizofrenia
2.2.1 Definisi Skizofrenia
Menurut PPDGJ III, dijelaskan bahwa skizofrenia sebagai gangguan
jiwa yang ditandai dengan perilaku yang menyimpang dalam pikiran dan
persepsi yang disertai dengan adanya afek yang tidak wajar. Skizofrenia
merupakan gangguan jiwa kronis yang mempengaruhi seseorang sepanjang
kehidupannya yang ditandai dengan penurunan kemampuan berkomunikasi,
gangguan realitas (halusinasi dan waham), efek tidak wajar, gangguan kognitif
(tidak mampu berfikir abstrak) dan mengalami kesulitan melakukan aktifitas
sehari-hari (National Institute Of Mental Health, 2009; Keliat, 2006). Pengaruh
gangguan jiwa pada skizofrenia meliputi faktor kognisi, presepsi, emosi,
perilaku dan fungsi sosial (Viedebeck, 2008). Skizofrenia mempengaruhi
seseorang dengan cara yang berbeda dan berdampak pada semua aspek
kehidupan (Viedebeck, 2008).
Skizofrenia seolah-olah penyakit tunggal namun kategori diagnostiknya
mencakup sekumpulan gangguan. Derajat gangguan pada fase akut atau fase
psikotik dan fase kronis sangat bervariasi tiap individu. Perilaku-perilaku pada
pasien skizofrenia yang sering muncul dapat mempengaruhi fungsi dalam
kehidupan sehari-hari pasien. perilaku abnormal tersebut dijelaskan Stuart
dan Laraia (2005) sebagai kurangnya motivasi, isolasi sosial, perilaku makan
dan tidur buruk, sulit menyelesaikan tugas, kurang perhatian, penampilan
17
tidak rapi/bersih, bicara sendiri, sering bertengkar, dan tidak teratur minum
obat.
Menurut Videbeck (2008) perilaku pada pasien skizofrenia meliputi:
gejala positif (halusinasi, delusi, gangguan pikiran, gangguan perilaku) dan
gejala negatif (afek datar, self care deficit, menarik diri). Gejala kognitif
merupakan kurangnya kemampuan memahami dan menggunakan informasi
dan sulit fokus (National Institute Of Mental Health, 2009). Pasien skizofrenia
dengan gejala positif dapat dikontrol dengan pengobatan, sedangkan gejala
negatif menetap dan menjadi penghambat utama pemulihan dan perbaikan
fungsi dalam kehidupan sehari-hari. (Vedebeck, 2008; National Institute Of
Mental Health, 2009).
Pasien lebih sulit untuk mengakui bahwa mereka sebagai penderita
skizofrenia. Mereka akan memerlukan bantuan untuk menyelesaikan tugas
sehari-hari terutama dalam hal perawatan diri sehingga membuatnya terlihat
malas atau tidak mau membantu diri sendiri. Pasien skizofrenia dengan gejala
kognitif berhubungan dengan masalah proses informasi yang mencakup
aspek ingatan, perhatian, komunikasi dan kesulitan dalam pengambilan
keputusan. Adanya hambatan saat melaksanakan aktivitas keseharian, adanya
waham atau halusinasi pada pasien skizofrenia, sehingga penderita tidak
memiliki minat dan ketertarikan dalam memenuhi kebutuhannya merawat diri
(Viedebeck, 2008). Dengan demikian penelitian pada pasien skizofrenia
berfokus pada self care deficit.
2.2.2 Etiologi
Skizofrenia seolah-olah merupakan penyakit tunggal namun kategori
diagnostiknya mencakup sekumpulan gangguan yang penyebabnya multipel
18
dan saling berinteraksi. Dikutip dari Sadock (2016) mengemukakan beberapa
etiologi skizofrenia sebagai berikut:
a. Model diatesis-stress
Skizofrenia dapat timbul karena adanya integrasi antara faktor biologis, faktor
psikososial dan lingkungan. Seseorang yang rentan jika terkena stressor akan
lebih mudah untuk menjadi skizofrenia.
b. Teori neurobiology
Penelitian membuktikan bahwa adanya peran patofisiologis area otak tertentu
termasuk system limbic, kortek frontal, serebelum dan ganglia basalis. Dapat
disimpulkan bahwa skizofrenia timbul akibat aktivitas dopaminegerik yang
berlebihan. Beberapa neurotransmitter dan hormon mempengaruhi kejadian