Top Banner
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab terhadap bermacam-macam rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional, intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian dan ramalan. Berdasarkan gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum), otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris, 2008 ). Gambar 2.1 Anatomi Otak - Otak besar (serebrum) merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak manusia. Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas mental, yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan
35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

Apr 23, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak manusia kira-kira mencapai 2% dari berat badan dewasa. Otak

menerima 15% dari curah jantung memerlukan sekitar 20% pemakaian oksigen

tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak bertanggung jawab

terhadap bermacam-macam rangsangan terhadap kemampuan manusia untuk

melakukan gerakan-gerakan yang disadari, dan kemampuan untuk melaksanakan

berbagai macam proses mental, seperti ingatan atau memori, perasaan emosional,

intelegensia, berkomunikasi, sifat atau kepribadian dan ramalan. Berdasarkan

gambar dibawah, otak dibagi menjadi lima bagian, yaitu otak besar (serebrum),

otak kecil (serebelum), otak tengah (mesensefalon), otak depan (diensefalon), dan

jembatan varol (pons varoli) (Russell J. Greene and Norman D.Harris, 2008 ).

Gambar 2.1 Anatomi Otak

- Otak besar (serebrum) merupakan bagian terbesar dan terdepan dari otak

manusia. Otak besar mempunyai fungsi dalam mengatur semua aktivitas

mental, yang berkaitan dengan kepandaian (intelegensia), ingatan

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

7

(memori), kesadaran, dan pertimbangan. Otak besar terdiri atas Lobus

Oksipitalis sebagai pusat penglihatan, Lobus temporalis yang berfungsi

sebagai pusat pendengaran, dan Lobus frontalis yang berfungsi sebagai

pusat kepribadian dan pusat komunikasi.

- Otak kecil (serebelum) mempunyai fungsi utama dalam koordinasi

terhadap otot dan tonus otot, keseimbangan dan posisi tubuh. Bila ada

rangsangan yang merugikan atau berbahaya maka gerakan sadar yang

normal tidak mungkin dilaksanakan. Otak kecil juga berfungsi

mengkoordinasikan gerakan yang halus dan cepat.

- Otak tengah (mesensefalon) terletak di depan otak kecil dan jembatan

varol. Otak tengah berfungsi penting pada refleks mata, tonus otot serta

fungsi posisi atau kedudukan tubuh.

- Otak depan (diensefalon) terdiri atas dua bagian, yaitu thalamus yang

berfungsi menerima semua rangsang dari reseptor kecuali bau, dan

hipotalamus yang berfungsi dalam pengaturan suhu, pengaturan nutrien,

penjagaan agar tetap bangun, dan penumbuhan sikap agresif.

- Jembatan varol (pons varoli) merupakan serabut saraf yang

menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan. Selain itu,

menghubungkan otak besar dan sumsum tulang belakang.

2.2 Definisi Stroke

Stroke adalah penyakit pada otak berupa gangguan fungsi syaraf lokal

dan/atau global, munculnya mendadak, progresif, dan cepat (RISKESDAS, 2013).

Stroke merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian

otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian akibat

gangguan aliran darah karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak.

Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi

biokimia yang dapat merusakan atau mematikan sel-sel saraf otak. Kematian

jaringan otak dapat menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh

jaringan itu. Aliran darah yang berhenti membuat suplai oksigen dan zat makanan

ke otak terhenti, sehingga sebagian otak tidak bisa berfungsi sebagaimana

mestinya (Nabyl, 2012).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

8

2.3 Epidemiologi Stroke

Pada tahun 2013, stroke turun dari penyebab utama keempat menjadi

penyebab utama kelima kematian di Amerika Serikat setelah penyakit jantung,

kanker, infeksi saluran pernapasam bawah kronis, dan cedera yang tidak

disengaja. Dari tahun 2003 sampai 2013, tingkat relatif kematian akibat stroke

turun 33,7%. Namun setiap tahun, 795.000 orang terus mengalami stroke baru

atau TIA (iskemik ataupun hemoragik). Sekitar 610.000 orang ini merupakan

peristiwa pertama dan 185.000 orang mengalami peristiwa stroke berulang. Pada

tahun 2013, stroke menyebabkan 1 dari setiap 20 kematian di Amerika Serikat.

Rata-rata setiap 40 detik, seseorang di Amerika Serikat mengalami stroke, dan

satu orang meninggal setiap 4 menit (Mozaffarian, 2016).

Sebuah studi terbaru yang dilakukan di daerah perkotaan Karachi (kota

metropolitan terbesar Pakistan) memperkirakan 21,8% prevalensi stroke dan atau

Transient Ischemic Attack (TIA) terjadi pada individu berusia 35 tahun keatas.

Studi berbasis wawancara dengan kelompok etnis yang dipilih dari barat laut

Pakistan dan Afghanistan menemukan prevalensi stroke 4,8%, dengan usia rata-

rata 45 tahun. Di Pakistan, ada dominan perempuan stroke dan TIA, dan usia

onset stroke bahkan lebih muda pada wanita dibandingkan pada laki-laki (Wasay

et al, 2014).

Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan

sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan gejala sebesar 12,1 per

mil. Prevalensi Stroke tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta

(10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi

Stroke berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi terdapat di

Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%),

diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (RISKESDAS, 2013).

2.4 Klasifikasi dan Etiologi Stroke

Berdasarkan proses terjadinya stroke terbagi menjadi dua yaitu stroke

iskemik dan stroke hemoragik. Pasien dengan stroke iskemik tercatat sekitar 87%

dan hemoragik sekitar 13%. Stroke iskemik disebabkan oleh adanya pembentukan

trombus dan emboli yang menghambat arteri serebral. Aterosklerosis serebral

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

9

merupakan faktor penyebab kebanyakan masalah stroke iskemik (Dipiro et al,

2012). Apabila pembuluh darah di sekitar otak pecah maka akan menyebabkan

perdarahan yang disebut stroke hemoragik (Stroke Association, 2012).

2.4.1 Stroke Iskemik

Stroke iskemik diprakarsai oleh fenomena trombus lokal dan atau emboli,

sehingga menimbulkan terjadinya infark bahkan oklusi pada arteri serebral.

Terbentuknya kedua fenomena tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor

penyebab seperti kardioemboli, arterosklerosis, perdarahan ekstrakranial, nyeri

kepala, dan efek samping penggunaan obat antikoagulan (Varona, 2012).

2.4.1.1 Trombosis

Trombosis adalah pembentukan bekuan darah dalam arteri yang bertahan

cukup lama untuk menyebabkan iskemik pada jaringan otak yang disuplai oleh

pembuluh darah yang terkena. Trombosis sering dipicu oleh patologi di lokal

endotelium seperti plak arterosklerosis yang memicu terjadinya protrombotik,

kelebihan inhibitor plasminogen (Maas and Safdieh, 2009).

2.4.1.2 Emboli

Emboli dapat terbentuk dari arteri intra dan ekstra kranial dimana 20%

stroke emboli muncul dari jantung. Pada kasus embolisme kardiogen, aliran darah

berhenti pada atrium atau ventrikel membentuk lokal klot yang dapat lepas dan

bergerak melalui aorta menuju sirkulasi serebral, sehingga pembentukan trombus

dan emboli yang menghambat arteri akan menurunkan aliran darah serebral dan

menyebabkan iskemik, sehingga dapat timbul infak distal (Dipiro et al, 2012)

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

10

Gambar 2.2 Etiologi Stroke Iskemik (Fauci, 2008)

2.4.2 Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik (13% dari stroke) termasuk perdarahan subarachnoid

(SAH), perdarahan intraserebral, dan hematoma subdural. SAH mungkin akibat

dari trauma atau pecahnya aneurisma atau arteriovenous malformation intrakranial

(AVM). Perdarahan intraserebral terjadi bila pembuluh darah pecah di dalam otak

menyebabkan hematoma. Hematoma subdural biasanya disebabkan oleh trauma.

Darah di kerusakan parenkim otak jaringan di sekitarnya melalui massa efek dan

neurotoksisitas komponen darah dan produk degradasinya (Dipiro et al, 2015).

Stroke hemoragik, meskipun kurang umum, secara signifikan lebih mematikan

dibanding stroke iskemik, dengan tingkat kasus kefatalan dua sampai enam kali

lebih tinggi (Dipiro et al, 2012).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

11

Gambar 2.3 Stroke Hemoragik (Ikawati, 2009)

2.4.2.1 Perdarahan Subarachnoid (SAH)

Subarachnoid hemoragik terjadi ketika darah memasuki ruang

subarachnoid (tempat cairan cerebrospinal) yang disebabkan oleh adanya trauma,

ruptur pada aneorisma atau malvormasi pada arteriovenous (Dipiro et al, 2012).

Perdarahan subarachnoid merupakan tanda-tanda disfungsi neurologis yang cepat

berkembang dengan tanda sakit kepala karena perdarahan ruang subarachnoid

(ruang antara membran arachnoid dan pia mater dari otak atau sumsum tulang

belakang). Dampak dari SAH adalah terjadinya cedera permanen pada (SSP)

sistem saraf pusat (Sacco et al, 2013).

2.4.2.2 Perdarahan Intraserebral (ICH)

Perdarahan intraserebral terjadi ketika pecahnya pembuluh darah pada

parenkim otak sehingga terjadi pembentukan hematoma. Hemoragik tipe ini

sering terjadi dengan kenaikan tekanan darah yang tidak terkontrol dan terkadang

karena pemberian terapi antitrombotik atau trombotik (Dipiro et al, 2012).

2.4.2.3 Hematoma Subdural

Hematoma subdural terjadi ketika terkumpulnya darah dibawah dura dan

ini sering terjadi karena trauma. Meskipun prevalensi terjadinya stroke hemoragik

rendah namun tingkat kematian karena stroke hemoragik ini cukup tinggi

dibandingkan dengan stroke iskemik (Dipiro et al, 2012).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

12

Gambar 2.4 Perbedaan SAH dan ICH

2.5 Patofisiologi Stroke Iskemik

Penyakit serebrovaskular iskemik terutama disebabkan oleh trombosis,

emboli dan hipoperfusi, yang semuanya dapat menyebabkan pengurangan atau

gangguan dalam CBF (Cerebral Blood Flow) yang mempengaruhi fungsi

neurologis. Otak hanya menerima 20% dari output jantung, hal tersebut

merupakan bagian awal terjadinya iskemik, periode iskemik yang singkat dapat

memicu terjadinya suatu kejadian yang komplek sehingga menyebabkan

kerusakan otak permanen (Guo et al, 2013).

Aliran rata-rata darah otak yang normal 50 mL / 100 g per menit, ini

dipertahankan melalui berbagai tekanan darah (tekanan arteri antara 50 sampai

150 mm Hg) dengan proses yang disebut autoregulasi cerebral. Pembuluh darah

otak melebar dan menyempit dalam menanggapi perubahan tekanan darah, tetapi

proses ini dapat terganggu oleh aterosklerosis, hipertensi kronis, dan cedera akut,

seperti stroke. Ketika aliran darah otak lokal menurun di bawah 20 mL / 100 g per

menit, iskemia akan terjadi, dan ketika pengurangan lebih lanjut di bawah 12 mL /

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

13

100 g per menit, kerusakan permanen otak terjadi, yang disebut infark. Jaringan

yang iskemik tapi mempertahankan integritas membran disebut sebagai penumbra

iskemik karena biasanya mengelilingi inti infark. Penumbra ini berpotensi

diselamatkan melalui intervensi terapeutik (Dipiro et al, 2012).

Penyebab utama stroke iskemik adalah trombus dan emboli yang

seringkali dipengaruhi oleh penurunan perfusi sistemik. Trombus disebabkan oleh

kerusakan pada endotel pembuluh darah, dapat terjadi baik di pembuluh darah

besar (large vessel thrombosis) maupun di pembuluh darah lakunar (small vessel

thrombosis). Kerusakan ini dapat mengaktivasi dan melekatkan platelet pada

permukaan endotel tersebut, kemudian membentuk bekuan fibrin. Penyebab

terjadinya kerusakan yang paling sering adalah aterosklerosis (aterotrombotik).

Pada aterotrombotik terbentuk plak akibat deposisi lipid sehingga terjadi

penyempitan lumen pembuluh darah yang menghasilkan aliran darah yang

turbulen sepanjang area stenosis. Hal ini dapat menyebabkan disrupsi intima atau

pecahnya plak sehingga memicu aktivitas trombisit. Gangguan pada jalur

koagulasi atau trombolisis juga dapat menyebabkan trombus. Pembentukan

trombus atau emboli yang menutupi arteri akan menurunkan aliran darah di

serebral dan bila ini berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan iskemik

jaringan sekitar lokasi trombus (Fagan and Hess, 2008).

2.6 Patofisiologi Stroke Hemoragik

Infark hemorage didefinisikan sebagai iskemik infark di mana jumlah sel

darah yang bervariasi ditemukan dalam jaringan nekrotik. Infark hemorage

disebabkan oleh kebocoran dari pembuluh darah yang rusak, karena permeabilitas

pembuluh darah meningkat pada jaringan iskemik (Hossmann and Heiss, 2012).

Patofisiologi stroke hemoragik tidak seperti stroke iskemik. Namun,

diketahui bahwa adanya darah dalam parenkim otak menyebabkan kerusakan pada

jaringan sekitarnya melalui efek mekanik menghasilkan massa dan neurotoksisitas

dari komponen darah dan produk degradasi tersebut. Sekitar 30% dari perdarahan

intraserebral terus memperbesar selama 24 jam pertama, paling cepat dalam waktu

4 jam, dan volume gumpalan adalah prediktor yang paling penting dari hasil

perdarahan yang terlepas dari lokasi. Perdarahan dengan volume >60 mL

berhubungan dengan 71% kematian pada 15 hari dan 93% kematian pada 30 hari.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

14

Sebagian besar kematian dini stroke hemoragik (hingga 50% pada 30 hari)

disebabkan oleh peningkatan mendadak tekanan intrakranial yang dapat

menyebabkan herniasi dan kematian (Dipiro et al, 2012).

2.7 Faktor Risiko

Berdasarkan guidelines AHA (American Heart Association) faktor resiko

terjadinya stroke ada dua yaitu faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang

tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi diantaranya

umur, jenis kelamin, ras, dan genetik. Sedangkan faktor resiko yang dapat

dimodifiasi antara lain hipertensi, konsumsi rokok, dan diabetes melitus

(Goldstein et al, 2011).

2.7.1 Faktor yang Tidak Dapat Dimodifikasi

a. Umur

Stroke merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang orang tua,

beberapa tahun terakhir tingkat insiden stroke pada pediatrik telah mengalami

peningkatan. Meskipun kelompok usia muda yaitu umur 25 sampai 44 tahun

berada pada resiko stroke yang rendah, namun beban kesehatan akan menjadi

lebih tinggi karena besarnya resiko yang terjadi bila stroke terjadi pada pasien

dengan usia produktif. Resiko terjadinya stroke iskemik dan stroke hemoragik

akan meningkat pada usia diatas 55 tahun (Goldstein et al, 2011). Efek kumulatif

dari penuaan pada sistem kardiovaskular dan sifat progresif faktor resiko stroke

selama jangka waktu lama secara substansial meningkatkan resiko stroke iskemik

dan pendarahan intraserebral (ICH). Stroke yang terjadi di usia muda memiliki

potensi untuk gangguan seumur hidup yang lebih besar dan kecacatan (Meschia,

2014).

b. Jenis Kelamin

Stroke lebih banyak terjadi pada pria dibandingkan pada wanita. Baik stroke

iskemik maupun stroke hemoragik. Pria memiliki rentang usia tertentu dimana resiko

terjadinya stroke lebih besar dibandingkan pada wanita. Namun terdapat pengecualian

pada usia 35-44 tahun dan atau pada usia >85 tahun, dimana pada rentang usia

tersebut faktor resiko terjadinya stroke lebih besar terjadi pada wanita (American

Stroke Association, 2009). Pada umumnya, faktor resiko stroke pada wanita usia

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

15

muda terjadi karena pengguaan alat kontasepsi oral dan kehamilan. Sedangkan

pada pria faktor terjadinya stroke paling sering karena penyakit kardiovaskular

(Goldstein et al, 2011). Faktor resiko stroke dapat meningkat pada pasien saat

masa transisi menopause yang diakibatkan oleh penurunan konsentrasi esterogen

endogen sebanyak 60% (Lisabeth and Bushnell, 2012).

c. Ras

Berdasarkan American Heart Association prevalensi terjadinya stroke

meningkat pada pasien dengan kulit hitam daripada pada pasien dengan kulit putih

(Fagan and Hess, 2008). Ras kulit hitam seperti ras Amerika Latin memiliki

insiden lebih tinggi untuk terserang penyakit stroke dan kematian karena penyakit

stroke daripada orang kulit putih. Semua ras kulit hitam pada usia muda dan

setengah baya memiliki resiko lebih tinggi terkena subarachnoid hemorage

(SAH) dan intracranial hemorage (ICH) dibandingkan dengan ras kulit putih

pada usia yang sama. Berdasarkan Artherosclerosis Risk In Communities (ARIC),

prevalensi terjadinya stroke pada ras kulit hitam sekitar 38% lebih tinggi daripada

ras kulit putih dan tingkat kematian pada ras kulit hitam yang tinggi karena

prevalensi hipertensi, obesitas, dan diabetes yang lebih tinggi dibandingkan

dengan ras kulit putih. Sedangkan menurut Study Strong Heart (SHS) orang

Indian Amerika memiliki insiden lebih tinggi terserang stroke daripada orang

Afrika-Amerika dan ras kulit putih. Tingginya resiko terserang stroke pada orang

kulit hitam daripada orang kulit putih karena tingginya cIMT (Increased carotid

intima-media thickness) dibandingkan dengan ras kulit putih (Goldstein et al,

2011).

d. Genetik

Berdasarkan studi kohort meta analisa menunjukkan bahwa keluarga yang

positif terkena stroke dapat meningkatkan resiko terjadinya stroke pada anak

sekitar 30%. Pada wanita yang memiliki riwayat keluarga stroke lebih poten

terserang stroke dari pada pria. Peningkatan resiko stroke pada orang dengan

riwayat keluarga positif stroke dapat dimediase melalui beberapa mekanisme,

seperti: heritabilitas faktor resiko stroke karena genetik, adanya kerentanan

terhadap efek dari faktor resiko, keluarga mempengaruhi budaya maupun gaya

hidup seseorang, interaksi antara faktor genetik dan lingkungan (Goldstein et al,

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

16

2011). Pada sebuah studi kohort dinyatakan bahwa keluarga yang memiliki riwayat

stroke maka memiliki resiko 30% terjadinya stroke kembali. Sementara pada janin

kembar monozigot memiliki resiko terjadinya stroke 1,65 kali lebih besar

dibandingkan janin kembar dizigot. Pada wanita dengan riwayat keluarga stroke

maka lebih berpotensi terjadinya stroke dibandingkan pada pria (Mandal, 2013).

2.7.2 Faktor yang Dapat Dimodifikasi

a. Merokok

Tingakat kematian penyakit stroke karena merokok di Amerika Serikat

pertahunnya diperkirakan sekitar 21.400 (tanpa ada penyesuaian untuk faktor

resiko) dan 17.800 (setelah ada penyesuaian), ini menunjukkan bahwa rokok

memberikan kontribusi terjadinya stroke yang berakhir dengan kematian sekitar

12% sampai 14% (Goldstein et al, 2011). Dapat dilakukan pendekatan non-

farmakologi dengan mengurangi intensitas merokok bagi perokok aktif atau

menjauhi asap rokok bagi perokok pasif (National Stroke Association, 2013).

b. Diabetes Melitus

Orang dengan diabetes melitus lebih rentan terhadap aterosklerosis dan

peningkatan prevalensi proaterogenik, terutama hipertensi dan lipid darah yang

abnormal. Pada tahun 2007 sekitar 17,9 juta atau 5,9% orang Amerika menderita

diabetes. Berdasarkan studi case control pada pasien stroke dan studi

epidemiologi prospektif telah mengkonfirmasikan bahwa diabetes dapat

meningkatkan resiko stroke iskemik dengan resiko relatif mulai dari 1,8 kali lipat

menjadi hampir 6 kali lipat. Berdasarkan data dari Center for Disease Control and

Prevention 1997-2003 menunjukkan bahwa prevalensi stroke berdasarkan usia

sekitar 9% stroke terjadi pada pasien dengan penyakit diabetes pada usia lebih

dari 35 tahun (Goldstein et al, 2011). Diabetes melitus menyebabkan stroke

melalui kemampuannya menebalkan pembuluh darah otak yang berukuran besar.

Penebalan tersebut akan mengakibatkan diameter pembuluh darah mengecil yang

akhirnya menyebabkan gangguan aliran darah ke otak yang berujung pada

kematian sel-sel otak (Dinata, 2013).

c. Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk kejadian infark serebral

dan ICH. Hubungan antara tekanan darah dan resiko stroke sangat kuat. Resiko

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

17

stroke meningkat secara progresif dengan peningkatan tekanan darah, dan

sejumlah besar individu yang memiliki tekanan darah dibawah ambang yang

harus diterapi. Berdasarkan JNC7 pada kondisi diatas pendekatan non

farmakologi dan perubahan gaya hidup direkomendasikan untuk mengurangi

tekanan darah (Goldstein et al, 2011).

Pasien dengan hipertensi memiliki peningkatan resiko terhadap stroke, ini

terjadi karena tekanan darah yang meningkat mengakibatkan pembuluh serebral

akan berkonstriksi. Bila tekanan darah meningkat cukup tinggi akan menyebabkan

hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral. Akibatnya, diameter lumen

pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini akan berbahaya karena

pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi dengan leluasa untuk

mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik (Hariyono, 2010). Bila terjadi

penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak

adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya bila terjadi

kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler

menjadi tinggi. Akibatnya terjadi edema dan kemungkinan perdarahan pada otak

atau stroke hemoragik. Penanganan pada pasien hipertensi pada saat stroke akut

mempunyai resiko kurang baik pada prognosis stroke. Penurunan tekanan darah

secara mendadak pada penderita stroke akut dapat mengakibatkan perburukan

kelainan neurologis yang disebabkan karena adanya penurunan tekanan perfusi di

daerah infark. Beberapa peneliti melaporkan bahwa apabila hipertensi tidak

diturunkan pada saat serangan stroke akut dapat mengakibatkan edema otak,

namun berdasarkan penelitian dari Chamorro menunjukkan bahwa perbaikan yang

sempurna pada stroke iskemik dipermudah oleh adanya penurunan tekanan darah

yang cukup ketika edema otak berkembang sehinggga menghasilkan tekanan

perfusi serebral yang adekuat (PERDOSSI, 2007).

2.8 Tanda dan Gejala Stroke

Manifestasi klinik pada pasien stroke pada umumnya mengalami kelemahan

pada salah satu sisi tubuh dan kesulitan dalam berbicara atau memberikan

informasi karena adanya penurunan kemampuan kognitif atau bahasa. Stroke

iskemik biasanya tidak menyakitkan, tetapi pasien akan mengeluh sakit kepala,

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

18

dan pada stroke hemoragik, sakit kepala bisa sangat parah. (Dipiro et al, 2012).

Gejala klinis yang dialami pada pasien stroke, antara lain:

a. Kelemahan / rasa berat pada salah satu sisi tubuh disertai mati rasa,

kesemutan, kesulitan tidur dan kelelahan.

b. Gangguan berbicara, pelo, sengau, antara lain :

- Dysphasia-aphasia yaitu kesulitan berkomunikasi/berbahasa dengan

baik secara verbal/tertulis karena gangguan sirkulasi anterior di otak

- Receptive dysphasia yaitu penderita kesulitan mengerti.

- Expressive dysphasia yaitu penderita mengerti pembicaraan namun

tidak dapat mengungkapkan kata-kata.

c. Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur, gelap, pusing atau

berputar yang menetap pada saat istirahat menunjukkan adanya gangguan

sirkulasi pada posterior otak.

d. Kehilangan keseimbangan, koordinasi pada tubuh serta penurunan

kesadaran.

e. Mual dan muntah.

f. Kaku kuduk disertai nyeri kepala hebat biasa dijumpai pada pasien dengan

kondisi perdarahan subarachnoid (Dipiro et al, 2012).

2.9 Penatalaksanaan Terapi Umum Stroke

Tujuan utama terapi stroke adalah untuk (1) mengurangi cedera neurologis

yang sedang berlangsung dan menurunkan mortalitas dan kecacatan jangka

panjang, (2) mencegah komplikasi sekunder imobilitas dan disfungsi neurologis,

dan (3) mencegah stroke kambuh (Dipiro et al, 2015).

Pada awal kedatangan pasien harus dipastikan keseimbangan pernafasan

pasien dan bantuan jantung. Selain itu, harus segera diperiksa secara cepat untuk

menentukan lesi yang ada termasuk iskemik atau hemoragik berdasarkan

pemantauan CT scan. Pada pasien stroke hemoragik dilakukan operasi melalui

endovaskular atau pendekatan kraniotomi. Setelah fase hiperakut, perhatian pasien

difokuskan pada pencegahan defisit, meminimalkan komplikasi, dan strategi

pencegahan serangan stroke berulang (Dipiro et al, 2015).

Pada pasien stroke iskemik menunjukkan onset gejala dalam beberapa jam

dan harus dievaluasi untuk terapi reperfusi. Peningkatan tekanan darah harus

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

19

segera ditangani selama periode akut yaitu 7 hari pertama setelah stroke iskemik

karena resiko penurunan aliran darah ke otak dan akan memperburuk gejala.

Tekanan darah harus diturunkan bila terjadi peningkatan tekanan darah hingga

220/120 mmHg atau terbukti adanya IMA, edema pulmonaris, encefalopati

hipersensitif. Jika tekanan darah diobati pada fase akut bahan-bahan parenteral

dengan kerja cepat lebih direkomendasikan seperti labetalol, nicardipine, atau

nitroprusside (Dipiro et al, 2015).

2.10 Terapi Khusus Stroke Hemoragik

Manajemen stroke hemoragik dapat dilihat dari penyebab perdarahan

(misalnya, tekanan darah tinggi, penggunaan obat-obatan antikoagulan, trauma

kepala, pembuluh darah malformasi). Kebanyakan pasien dipantau secara ketat di

unit perawatan intensif selama dan setelah stroke hemoragik. Perawatan awal

seseorang dengan stroke hemoragik mencakup beberapa komponen yaitu (1)

menentukan penyebab perdarahan, (2) mengontrol tekanan darah (3)

menghentikan semua obat yang dapat meningkatkan perdarahan (misalnya,

warfarin, aspirin). Jika pasien telah menggunakan warfarin, perawatan khusus

seperti faktor VIIa atau transfusi faktor pembekuan darah, dapat diberikan untuk

menghentikan pendarahan yang sedang berlangsung, (4) mengukur dan

mengendalikan tekanan dalam otak. Tekanan dalam otak dapat diukur dengan

menggunakan alat yang dikenal sebagai tabung ventriculostomy, melalui

tengkorak ke daerah otak yang disebut ventrikel. Jika tekanan yang ditinggikan,

sejumlah kecil cairan serebrospinal dapat dihilangkan dari ventrikel. Alat

ventriculostomy juga dapat digunakan untuk mengalirkan darah yang telah

dikumpulkan di otak akibat stroke. Prosedur ini dapat dilakukan di samping

tempat tidur pasien atau di ruang operasi (Louis R.C,2015).

Penatalaksaan terapi stroke hemoragik pada pasien diantaranya adalah

neuroprotektan, diuretik osmotik, antikoagulan, antifibrinolitik (trombolitik),

antihipertensi, dan antidislipidemia. Pasien harus dirawat di ICU jika volume

hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan

klinis cenderung memburuk. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial

meningkat, posisi kepala dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang,

pemberian manitol dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg). Serta Tekanan darah

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

20

harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila tekanan

sistolik >180 mmHg, diastolik >120mmHg, MAP >130 mmHg, dan volume

hematoma bertambah (Ismail S, 2011).

2.11 Terapi Khusus Stroke Iskemik

Berdasarkan guidelines American Stroke Association (ASA), untuk

pengaturan stroke iskemik secara umum ada dua terapi farmakologi yang

direkomendasikan dengan grade A yaitu terapi intravena t-PA dengan onset 3 jam

dan aspirin dengan onset 48 jam (Dipiro et al, 2012).

Tabel II.1 Rekomendasi Farmakoterapi untuk Stroke Iskemik (Dipiro et al, 2015)

2.11.1 Neuroprotektan

Obat neuroprotektan yang sering dipakai dalam terapi stroke iskemik

adalah sitikolin dan pirasetam.

2.11.1.1 Sitikolin

Berdasarkan studi Citicoline in Vascular Cognitive Impairment and

Vascular Dementia After Stroke menyatakan bahwa sitikolin merupakan obat

yang aman dan diakui di berbagai negara untuk penggunaan dalam terapi iskemik

stroke. Sitikolin oral dengan dosis 500, 1000, dan 2000 mg yang diberikan dalam

waktu 24 jam dari gejala awal telah menunjukkan bukti keberhasilan pada 1.372

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

21

pasien dalam 4 clinical trial yang dilakukan di Amerika Serikat. Sitikolin dapat

meningkatkan fungsi neurologis dan fungsi rekoveri. Dibandingkan dengan pasien

yang diberikan plasebo, pasien stroke iskemik yang diberikan sitikolin lebih

memungkinkan untuk perbaikan fungsi neurologis berdasarkan NIHSS dan indeks

barthel yaitu plasebo sebanyak 21% dan sitikolin sebanyak 33%. Studi

eksperimental dan klinis telah menunjukkan kemungkinan efek sitikolin dalam

fungsi neurorepair dan neuroplastisis. Pengobatan kronis dengan menggunakan

sitikolin dapat meningkatkan pemulihan fungsional dan potensi neurorepair

menunjukkan bahwa sitikolin dapat meningkatkan perlindungan syaraf dengan

meningkatkan uptake glutamat. Fungsi neurotropik menunjukkan bahwa sitikolin

dapat meningkatkan fungsi kognitif (Alvarez-Sabin dan Roman, 2010).

Pada sebuah penelitian yang membandingkan sitikolin dengan plasebo,

sitikolin diberikan dalam waktu 24 jam sejak terjadinya stroke meningkatkan

jumlah pasien yang benar-benar pulih setelah tiga bulan terapi. Tetapi sitikolin

dibandingkan dengan plasebo tidak lebih efektif untuk mengurangi angka

kematian pada kejadian stroke berat (Alawneh, 2011).

2.11.1.2 Pirasetam

Dengan toksisitas rendah dan beberapa efek samping, pirasetam efektif

dalam mengobati demensia dan gangguan kognitif, stroke dan iskemia. Pirasetam

memodulasi neuroplastisitas, pelindung saraf dan metabolisme otak, memiliki

efek antikonvulsan, serta mengurangi gejala depresi klinis, kecemasan dan

penarikan alkohol (Grossman, 2011).

Pirasetam mempengaruhi fungsi neuron, vaskular dan fungsi kognitif

tanpa berperan sebagai sedatif atau stimulan. Pirasetam berperan sebagai

modulator alosterik positif untuk reseptor AMPA (α-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-

isoxazolepropionic acid). Hal ini diduga berperan dalam memodulasi kanal ion

(Na+, Ka+) tidak spesifik dalam eksitasi neuron. Pirasetam meningkatkan aliran

darah, konsumsi oksigen dengan meningkatkan metabolisme ATP. Meningkatkan

aktifitas adenylate kinase dan meningkatkan fungsi neurotransmitter asetilkolin

melalui reseptor muskarinik yang berperan dalam proses peningkatan daya ingat

(Doijad, 2012).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

22

Berdasarkan studi lain, Role of piracetam in cerebral palsy disease,

dikatakan bahwa pirasetam merupakan obat nootropik yang memiliki efek terapi

pada beberpa pasien dengan defisit neurologi terutama jika berada dalam keadaan

hipoksia. Studi ini menunjukkan bahwa pirasetam memiliki manfaat peningkatan

fungsi motorik dan mental pada penderita kelumpuhan otak. Pirasetam dengan

dosis 120mg/kg BB menunjukkan efek yang paling maksimal dibandingkan

dengan pirasetam dosis 40mg/kg BB, 80mg/kg BB, dan plasebo (Elgendy et al,

2012).

2.11.2 Terapi Trombolitik

2.11.2.1 Alteplase

Keefektifan penggunaan t-PA IV pada pengobatan stroke iskemik telah

ditunjukkan oleh studi yang dilakukan The National Institutes of Neurologic

Disorder and Stroke (NINDS). Pada 624 pasien yang diberi t-PA 0,9 mg/kg i.v

atau plasebo pada pasien dengan onset gejala neurologinya tidak lebih dari 3 jam,

sekitar 39% menunjukkan outcomes yang sangat baik pada penelitian yang

dilakukan selama 3 bulan dengan membandingkan 26% pasien yang mendapat

plasebo. Outcomes yang baik didefinisikan dengan meminimalnya atau tidak

adanya kecacatan. Tingkat kematian tidak menunjukkan perbedaan yang

bermakna (17% dengan t-PA dan 21% dengan plasebo) (Dipiro et al, 2012).

Pemberian Alteplase (t-PA) dimulai dalam 4,5 jam dari gejala onset untuk

mengurangi kecacatan pada stroke iskemik. Kepatuhan yang ketat penting untuk

mencapai hasil yang positif. Pemberian alteplase dengan dosis 0,9 mg / kg

(maksimum 90 mg) secara IV lebih dari 1 jam, dengan cara 10% awal diberikan

selama 1 menit. Hindari penggunaan antikoagulan dan terapi antiplatelet selama

24 jam, serta pantau peningkatan tekanan darah, respon, dan perdarahan pada

pasien (Dipiro et al, 2015).

Alasan untuk terapi trombolitik pada stroke akut didasarkan pada dua

konsep kunci. Pertama, sebagian besar stroke iskemik disebabkan oleh oklusi

arteri trombosis atau tromboemboli. Studi angiografi pasien dengan stroke

iskemik dilakukan dalam waktu 6 jam dari onset menemukan oklusi arteri di

hingga 80% kasus. Kedua, ukuran dan beratnya infark secara langsung

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

23

berhubungan dengan derajat dan durasi iskemia berkelanjutan oleh otak (Brust,

2012).

Tabel II.2 Kriteria inklusi dan eksklusi pemakaian alteplase pada stroke iskemik

Kriteria Inklusi pemakaian alteplase

- Usia 18 tahun atau lebih

- Diaknosa klinis adalah stroke iskemik yang mengakibatkan penurunan

neurologi

- Onset serangan kurang dari 180 menit sebelum terapi dimulai

Kriteria eksklusi pemakaian alteplase

- Terbukti sebagai intrakranial hemoragik melalui CT scan

- Gejala stroke hanya sedikit dan cepat

- Secara klinik kemungkinan besar merupakan subarachnoid hemoragik

dengan menggunakan normal CT

- Terdapat pendarahan internal aktif (misalnya pendarahan di GI dalam 21

hari)

- Diketahui terjadi pendarahan diatesis dan tidak terbatas hanya pada hitungan

trombosit <100.000/mm3

- Pasien mendapatkan terapi heparin dalam waktu 48 jam dan mengalami

peningkatan APTT

- Baru saja menggunakan terapi antikoagulan (walfarin) dan PT meningkat

(>15 menit/INR)

- Operasi intrakranial, trauma kepala serius atau sebelumnya telah mengalami

stroke dalam waktu 3 bulan

- Operasi besar atau trauma serius dalam waktu 14 hari

- Baru saja mendapat tindakan arterial puncture pada bagian yang

nonkompresibel

- Pernah mengalami intrakranial hemoragik, malformasi arteriovenus atau

aneurisma

- Ketika terjadi onset stroke pasien dalam kondisi sadar

- Baru saja mengalami infark miokardial akut

- Pada saat terapi tekanan darah >185/110mmHg

(Dipiro et al, 2012)

2.11.3 Antiplatelet

Pasien yang telah mengalami stroke iskemik akut atau TIA akan

menerima terapi antitrombotik jangka panjang untuk pencegahan sekunder. Pada

pasien stroke nonkardioembolik diperlukan juga terapi antiplatelet.

2.11.3.1 Aspirin

Dalam studi meta-analisis, manfaat terapi antiplatelet pada pasien dengan

gangguan atherothrombotik diperkirakan sebesar 22%. Aspirin merupakan pilihan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

24

terbaik sampai saat ini yang dianggap sebagai agen tunggal lini pertama. Namun,

literatur lain mendukung penggunaan clopidogrel dan produk kombinasi

extended-release dipiridamol-aspirin (ERDP-ASA) sebagai tambahan agen lini

pertama dalam pencegahan stroke sekunder (Dipiro et al, 2012).

Aspirin menurunkan jumlah mediator prostaglandin yang berasal dari

turunan asam arakidonat dengan mekanisme penghambatan pada siklooksigenase-

1 (COX-1). Mekanisme penghambatan tersebut melalui reaksi asetilasi dengan

penambahan gugus samping serin sehingga menghasilkan susunan allosteric sub

unit yang menjadikan aspirin menghambat COX-1 secara irreversibel (Awtry and

Loscalzo, 2000). Sebagai bentuk kompensasi penghambatan tersebut maka terjadi

pergeseran pada COX-2 yang menghasilkan prostasiklin untuk memberikan efek

anti-agregasi sehingga terjadi penundaan agregasi trombosit (Harvey and Champe,

2013).

Aspirin menghambat sintesis tromboksan A2 dengan asetilasi ireversibel

enzim siklooksigenase. Prostaglandin tromboksan A2 merupakan produk

arakidonat yang menyebabkan trombosit untuk mengubah bentuk, melepaskan

butiran mereka, dan agregat. Obat-obatan yang menentang jalur ini mengganggu

agregasi platelet in vitro dan memperpanjang waktu perdarahan in vivo (Katzung,

2012).

Penggunaan aspirin untuk mengurangi kematian jangka panjang dan cacat

karena stroke iskemik didukung oleh dua uji klinik secara acak. Dalam

International Stroke Trial (IST), aspirin 300 mg/hari mengurangi kekambuhan

stroke secara signifikan dalam 2 minggu pertama, mengakibatkan penurunan

kematian yang signifikan dalam 6 bulan. Dalam Chinese Acute Stroke Trial

(CAST), aspirin 160 mg/hari dapat mengurangi risiko kekambuhan dan kematian

pada 28 hari pertama, tapi kematian jangka panjang dan kecacatan tidak berbeda

dibandingkan dengan plasebo. Dalam kedua uji coba, peningkatan kecil tapi

signifikan dalam transformasi infark hemoragik yang ditunjukkan (Dipiro et al,

2012).

2.11.3.2 Clopidogrel

Clopidogrel bekerja dengan menghambat pengikatan irreversibel antara

ADP dengan reseptornya pada trombosit sehingga trombosit tidak dapat

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

25

mengaktifkan reseptor GP IIb/IIIa yang digunakan sebagai aktifator fibrinogen

(Harvey and Champe, 2013). Adanya hambatan pengikatan dan pengaktifan

fibrinogen tersebut menyebabkan tidak terbentuknya agen platelet dan tidak

terjadi koagulasi darah. Clopidogrel merupakan antiplatelet yang sering digunakan

setelah aspirin, karena keefektifannya yang lebih rendah dari aspirin (Yang et al.,

2014).

Berdasarkan studi Clopidogrel versus Aspirin in Patients at Risk of

Ischemic Events (CAPRIE) lebih dari 19.000 pasien dengan riwayat baik infark

miokard (MI), stroke, atau penyakit arteri perifer (PAD) menggunakan

clopidogrel 75 mg / hari dibandingkan dengan aspirin 325 mg / hari karena

kemampuannya untuk menurunkan MI, stroke, atau kematian kardiovaskular.

Dalam analisis akhir, clopidogrel (8% relative risk reduction [RRR]) lebih efektif

daripada aspirin (P = 0,043) dan memiliki insiden serupa efek samping. Hal ini

tidak berhubungan dengan diskrasia darah (neutropenia) dan digunakan secara

luas pada pasien dengan aterosklerosis (Dipiro et al, 2012).

2.11.4 Antikoagulan

Prinsip pemberian antikoagulan pada pasien stroke lebih ditujukan sebagai

upaya pencegahan rekurensi daripada perbaikan proses iskemia atau infark di

otak. Pada stroke iskemik non-kardioemboli, pemberian antikoagulan tidak

dianjurkan mengingat risiko perdarahan. Pemberian antikoagulan hanya

dipertimbangkan jika pasien mengalami hiperkoagulasi. Pemberian antikoagulan

heparin pada kondisi transient ischemic attack (TIA) atau stroke in evolution juga

tidak memberikan manfaat secara signifikan (Roveny, 2015).

2.11.4.1 Warfarin

Warfarin adalah pilihan pengobatan untuk pencegahan stroke pada pasien

dengan atrial fibrilasi. Pada pasien dengan atrial fibrilasi dan sejarah stroke atau

TIA, resiko kekambuhan pasien merupakan salah satu resiko tertinggi yang

diketahui. Pada Eropa Atrial Fibrillation Trial (EAFT), 669 pasien dengan

fibrilasi atrium nonvalvular (NVAF) dan stroke sebelumnya atau TIA diberikan

secara acak baik warfarin (internasional rasio normalisasi [INR] = 2,5-4), aspirin

300 mg / hari, atau plasebo. Pasien pada kelompok plasebo mengalami stroke,

infark miokardium, atau kematian vaskular sebesar 17% per tahun dibandingkan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

26

pada kelompok warfarin sebesar 8% per tahun dan sebesar 15% per tahun pada

kelompok aspirin. Hal ini menunjukkan penurunan sebesar 53% risiko dengan

penggunaan antikoagulan. Penelitian selanjutnya dalam pencegahan primer stroke

pada pasien dengan NVAF telah menunjukkan bahwa target rasio normalisasi

internasional (INR) 2,5 untuk mencegah stroke yang dengan risiko terendah

perdarahan (Stroke Prevention in Atrial Fibrillation). Oleh karena itu, target INR

2,5 dianjurkan dalam pencegahan sekunder stroke. Munculnya inhibitor trombin

langsung secara aktif (dabigatran) dapat menggantikan posisi warfarin untuk

pencegahan stroke pada fibrilasi atrium (Dipiro et al, 2012).

Penggunaan warfarin dalam pencegahan sekunder stroke nonkardioemboli

ditujukan dalam Warfarin Aspirin Recurrent Stroke Study. Pada 2206 pasien

stroke, warfarin (INR = 1,4-2,8) tidak lebih baik dari aspirin 325 mg / hari dalam

pencegahan kejadian stroke berulang. Data lebih lanjut dari Warfarin-Aspirin in

Intracranial Disease (WASID) menunjukkan bahwa terapi aspirin lebih efektif

dan lebih aman dibandingkan dengan warfarin pada pasien dengan stenosis

intrakranial. Studi-studi tersebut membuat kebanyakan penggunaan warfarin

dihentikan pada semua pasien dengan stenosis intrakranial yang bersumber dari

kardioemboli, terutama atrial fibrilasi (Dipiro et al, 2012).

2.11.5 Antihipertensi

Tekanan darah tinggi sangat umum terjadi pada pasien stroke iskemik, dan

pengobatan hipertensi pada pasien ini dikaitkan dengan penurunan risiko

kekambuhan stroke. Dalam Perindopril pROtection aGainst REcurrent Stroke

Study (PROGRESS), populasi stroke (40% Asia) telah diacak untuk diberikan

angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor perindopril (dengan atau tanpa

indapamide diuretik thiazide) atau plasebo. Pasien yang dirawat mengalami

penurunan tekanan mencapai 9 mm Hg sistolik dan 4 mm Hg darah diastolik

secara keseluruhan, dan ini berkaitan dengan penurunan sebesar 28% pada

kekambuhan stroke. Pada pasien yang menerima terapi kombinasi, tekanan darah

rata-rata menurun sebesar 12/5 mmHg, dan ini berkaitan dengan pengurangan

yang lebih besar pada kekambuhan stroke (43%). Hasil yang sama dicapai pada

pasien dengan dan tanpa hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian ini dan bukti lain

dari tolerabilitas dan sifat pelindung pembuluh darah dari inhibitor ACE, Seventh

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

27

Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and

Treatment of High Blood Pressure (JNC7) dan AHA /ASA merekomendasikan

ACE inhibitor dan diuretik untuk pengurangan tekanan darah pada pasien dengan

stroke atau TIA. Penurunan tekanan darah awal dapat memperburuk gejala. Oleh

karena itu, rekomendasi dibatasi untuk pasien di luar periode stroke akut yaitu 7

hari pertama (Dipiro et al, 2012).

2.11.5.1 Diuretik

Diuretik dapat digunakan sebagai terapi antihipertensi lini pertama, karena

penggunaanya yang aman dan efektif pada penyakit stroke, infark miokard, dan gagal

jantung. Diuretik juga lebih aman penggunaannya bagi pasien pediatrik (Harvey and

Champe, 2013). Penggunaan diuretik seperti manitol jarang sekali digunakan pada

kasus stroke iskemik, karena kebanyak dari manitol tersebut digunakan pada kasus

stroke hemorage seperti perdarahan intraserebral. Manitol digunakan untuk

mengurangi peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya edema serebral

(Tavakkoli, 2011). Manitol adalah diuretik osmotik, biasanya digunakan pada

dosis 0,25-0,5 g/kg secara IV selama 15 menit. Untuk menurunkan tekanan

intracranial dapat diberikan setiap 6 jam. Dosis maksimal yang diberikan adalah 2

g/kg. Efeknya pada pasien dengan pembengkakan otak iskemik masih belum

diketahui, tetapi sering digunakan sebagai ukuran sebelum pasien menjalani

dekompresi kraniektomi (Bansal et al, 2013).

2.11.5.2 ACE Inhibitor

Antihipertensi ACE-I digunakan secara luas, bersifat nefroprotektif dan

menurunkan resiko albuminuria ketika penggunaannya dikombinasikan dengan ARB.

ACE-I merupakan standart penggunaan antihipertensi pada pasien paska infark

miokard atau stroke iskemik, dengan terapi dimulai 24 jam setelah terjadinya infark

(Harvey and Champe, 2013). Penggunaan obat ini hanya pada pasien dengan stroke

akut karena penurunan tekanan darah pada periode akut (7 hari pertama) dapat

mengakibatkan penurunan aliran darah serebral dan memperburuk gejala (Dipiro

et al, 2012).

Berdasarkan studi Cardiovascular and cerebrovascular outcomes in elderly

hypertensive patients treated with either ARB or ACEI, disebutkan bahwa ACEI

lebih efektif dari pada ARB dalam menurunkan morbidity dan mortality

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

28

terjadinya gangguan kardiovaskular maupun cerebrovaskular pada pasien

hipertensi. Pada lansia ACEI lebih memiliki efek protektif dari pada ARB.

Pembuluh darah pada pasien tua akan mengalami penebalan dinding arteri dan

pembuluh darah inflamasi berkontribusi terhadap disfungsi faskular yang

mempercepat perkembangan penyakit jantung koroner dan stroke. Dengan adanya

ACEI akan meningkatkan Ang 1-7 dan menghambat degradasi bradikinin

sehingga dapat mengakbatkan respon yang lebih menguntungkan daripada ARB

(Ma et al, 2012).

2.11.5.3 Angiotensin Reseptor Blocker (ARB)

ARB merupakan terapi alternatif pengganti ACE-I, namun ARB tidak

mempengaruhi kadar bradikinin sehingga tidak memicu terjadinya batuk seperti

yang terjadi pada ACE-I. ARB dikontraindikasikan pada wanita hamil (Harvey

and Champe, 2013). Angiotensin reseptor bloker merupakan antagonis kompetitif

dari angiotensin II pada reseptor AT1, yang menyebabkan penurunan resistensi

perifer tanpa adanya reflek peningkatan denyut jantung dan menurunkan kadar

aldosteron. ARB tidak menimbulkan efek bradikin yang menyebabkan munculnya

efek samping batuk seperti pada penggunaan ACEI (Dipiro et al, 2012).

Berdasarkan studi A combined role of calcium channel blockers and

angiotensin receptor blockers in stroke prevention, telah dikaitkan dengan

perkembangan dan kemajuan penyakit serebrovaskular pada pasien dengan

hipertensi. Angiotensin II diperkirangan dapat mendorong remodeling,

menghambat endotelium-dependen relaksasi dan mengganggu darah di barier

otak. Sehingga penggunaan ARB ini dapat untuk cerebroprotection. Menurut

hipotesis yang di usulkan oleh Boutitie et al dalam uji klinik, ARB dapat

memberikan perlindungan terhadap stroke selain menurunkan tekanan darah

karena mereka menghambat efek angiotensin I pada sirkulasi serebral, tetapi disini

dikatakan memungkinkan angiotensin II untuk berpotensi memberikan

perlindungan terhadap stroke melalui reseptor angiotensin II (Wang, 2009).

2.11.5.4 β-Bloker

Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian beta

bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan

frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

29

jantung, hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat

penurunan produksi angiotensin II, dan efek sentral yang mempengaruhi aktivitas

saraf simpatis,perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan aktivitas

neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin (Nafrialdi,

2007).

2.11.5.5 Calcium Channel Blocker (CCB)

Calcium channel blockers juga mengurangi resistensi perifer dan tekanan

darah. Mekanisme kerja pada hipertensi adalah penghambatan masuknya kalsium

ke dalam sel otot polos arteri. Verapamil, diltiazem, dan keluarga dihidropiridin

(amlodipine, felodipin, isradipin, nicardipine, nifedipine, dan nisoldipin) semua

sama-sama efektif dalam menurunkan tekanan darah, dan banyak formulasi yang

saat ini disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat ini. Clevidipine adalah

anggota baru dari grup ini yang diformulasikan untuk digunakan infus saja.

Perbedaan hemodinamik antara calcium channel blocker mungkin mempengaruhi

pilihan agen tertentu. Nifedipine dan agen dihidropiridin lain yang lebih selektif

sebagai vasodilator dan efek depresan jantung lebih rendah dari verapamil dan

diltiazem. Refleks aktivasi simpatik dengan sedikit takikardia menjaga atau

meningkatkan output jantung pada kebanyakan pasien diberikan dihidropiridin.

Verapamil memiliki efek depresan terbesar pada jantung dan dapat menurunkan

denyut jantung dan curah jantung. Diltiazem memiliki tindakan menengah.

Beberapa studi epidemiologi melaporkan peningkatan risiko infark miokard atau

kematian pada pasien yang menerima short-acting nifedipine untuk hipertensi.

Oleh karena itu disarankan bahwa dihidropiridin oral short-acting tidak boleh

digunakan untuk hipertensi. Sustained-release kalsium atau kalsium dengan paruh

panjang mengontrol tekanan darah secara halus dan yang lebih tepat untuk

pengobatan hipertensi kronis. Melalui pembuluh darah nicardipine dan clevidipine

tersedia untuk pengobatan hipertensi saat terapi oral tidak layak; verapamil

parenteral dan diltiazem juga dapat digunakan untuk indikasi yang sama. Oral

nifedipine short-acting telah digunakan dalam manajemen darurat hipertensi berat

(Katzung, 2012).

Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot pembuluh

darah dan miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

30

relaksasi arteriol, sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi

perifer ini sering diikuti oleh refleks takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila

menggunakan golongan dihidropiridin kerja pendek (nifedipin). Sedangkan

diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan takikardia karena efek kronotopik

negatif langsung pada jantung (Nafrialdi, 2007).

Berdasarkan studi perbandingan Primary stroke prevention and

hypertention treatment: which is the first-line strategy obat antihipertensi

golongan Calcium Channel Blocker dapat menurunkan insiden stroke 38% pada

pasien stroke dengan hipertensi. Calcium Channel Blocker juga telah terbukti

memberikan perlindungan yang lebih baik untuk penanganan stroke dibandingkan

obat yang lain seperti ACE inhibitor, β-bloker, dan diuretik. Berdasarkan studi

meta-analisa CCB (Calcium Channel Blocker) telah terbukti memberikan manfaat

dibandingkan dengan ACE inhibitor. Selain itu resiko stroke berulang dengan obat

golongan Calcium Channel Blocker seperti amlodipin secara statistik lebih rendah

dibandingkan dengan obat antihipertensi lain. Nifedipin juga dapat mengurangi

risiko terjadinya stroke atau Transient Ischemic Attack (TIA) sebesar 30%

dibandingkan dengan plasebo pada pasien hipertensi dengan risiko kardiovaskular

tinggi (Ravenni, 2011).

2.11.5.5.1 Amlodipin

Gambar 2.5 Struktur Amlodipin (McEvoy, 2008)

Amlodipin merupakan golongan CCB (Calcium Channel Blocker)

dihydropiridin yang memiliki mekanisme kerja sama dengan nifedipin, namun

tidak memiliki efek inotropik negatif selain itu keduanya memiliki masa kerja

yang lebih panjang sehingga dapat diberikan sekali dalam sehari. Amlodipin

diberikan secara oral dalam bentuk base. Amlodipin base 6,9 mg setara dengan

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

31

5mg amlodipin. Pada hipertensi biasanya digunakan dosis 5 mg satu kali sehari,

dan dapat ditingkatkan sampai 10 mg satu kali sehari (McEvoy, 2008).

Mekanisme kerja

Menghambat pergerakan ion kalsium melintasi membran sel sistemik dan

otot polos pembuluh darah koroner (Tatro, 2008). Sehingga tidak terjadi influk

kalsium dalam pembuluh darah dan mencegah terjadinya vasokonstriksi otot

polos pembuluh darah. Dengan mencegah terjadinya vasokonstrisi otot polos

pembuluh darah maka akan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah yang

mengakibatkan penurunan tekanan perfusi di pembuluh darah sehingga tekanan

darah akan turun dan resiko stroke akan berkurang (McEvoy, 2008).

Farmakokinetik

Amlodipin baik diserap setelah dosis oral, dengan konsentrasi kadar puncak

dalam darah yang terjadi setelah 6 sampai 12 jam. Bioavailabilitasnya bervariasi

biasanya sekitar 60 sampai 65%. Amlodipin dapat berikatan dengan protein

plasma sekitar 97,5% dan memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 35 sampai 50

jam. Selain itu konsentrasi steady state dalam plasma tidak tercapai setelah 7

sampai 8 hari penggunaan. Amlodipin secara ekstensif dimetabolisme dalam hati

dan 10% dari dosis di ekskresi melalui ginjal bersama urin (McEvoy, 2008).

Absorpsi

Berdasarkan studi yang menggunakan 24 subyek sehat menunjukkan bahwa

absorpsi dari amlodipin dalam bentuk kapsul sama dengan amlodipin dalam

bentuk larutan. Dijelaskan bahwa cepat lambatnya absorpsi amlodipin tergantung

dari komposisi amlodipin bukan dari bentuk sediaan. Selain itu penyerapan

amlodipin juga tidak dipengaruhi oleh adanya makanan (McEvoy, 2008).

Dosis

Amlodipin diminum 1 dd 5 mg, maksimal pemberian 10 mg (Tjay, 2007).

Sediaan di Indonesia

Tabel II.3 Sediaan Amlodpin (ISO INDONESIA, 2016)

NAMA OBAT KANDUNGAN BENTUK SEDIAAN

A-B Vask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

32

Actapin Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Amcor Amlodipin besilat 5 mg Tablet

Amdixal Amlodipin maleat 5 mg;10 mg Tablet

Amlodipine Amlodipine 5 mg;10 mg Tablet

Amlodipine Amlodipine besilat 5 mg Tablet

Amlogal Amlodipin 5 mg Tablet

Bufacardo Amlodipin besilat 6,9 mg setara

dengan amlodipin 5 mg

Tablet

Caduet Amlodipin besilat, atorvastatin Tablet

Calsivas Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Cardicap Amlodipin besilat setara dengan 5

mg/10 mg amlodipin

Tablet

Cardisan Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Cardivask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Comdipin Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Cydipin Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Dovask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Ethivask Amlodipin besilat 5 mg Tablet

Exforge Amlodipin 5 mg(5 mg;10 mg),

Valsartan 80 mg(160 mg;160 mg)

Tablet

Finevaks Amlodipine 5 mg;10 mg Tablet

Fulopin Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Gensia Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Genvask Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Gracivask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Hexavask Amlodipin maleat 5 mg Tablet

Intervask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Lodipas Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Lopiten Amlodipin besilat 10 mg Tablet

Lovask Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Normoten Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Norvask Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Omesivask Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Opivask Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Pehavask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Provask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Sandovask Amlodipin besilat setara amlodipin 5

mg;10 mg

Tablet

Selescardio Amlodpin besilat 5 mg Tablet

Sandovask Amlodipin besilat setara amlodipin

5 mg;10 mg

Tablet

Selescardio Amlodipin besilat 5 mg Kaplet

Simvask Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Stamotens Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

33

Tensivask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Theravask Amlodipin besilat 5 mg;10 mg Tablet

Vasgard Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Zenicardo Amlodipin 5 mg;10 mg Tablet

Zevask Amlodipin besilat setara amlodipin

10 mg

Tablet

Zevask Kapl Amlodipin 5 mg Kaplet

2.11.5.5.2 Nikardipin

Gambar 2.6 Struktur Nikardipin (McEvoy, 2008)

Nikardipin merupakan golongan CCB (Calcium Channel Blocker)

dihydropiridin yang memiliki mekanisme kerja sama dengan nifedipin dan

memiliki efek inotropik negatif yang mungkin lebih kecil (McEvoy, 2008).

Mekanisme kerja

Menghambat pergerakan ion kalsium melintasi membran sel sistemik dan

otot polos pembuluh darah koroner (Tatro, 2008). Sehingga tidak terjadi influk

kalsium dalam pembuluh darah dan mencegah terjadinya vasokonstriksi otot

polos pembuluh darah. Dengan mencegah terjadinya vasokonstrisi otot polos

pembuluh darah maka akan terjadi vasodilatasi pada pembuluh darah yang

mengakibatkan penurunan tekanan perfusi di pembuluh darah sehingga tekanan

darah akan turun dan resiko stroke akan berkurang (McEvoy, 2008).

Farmakokinetik

Nikardipin terabsorbsi seara sempurna di GIT pada pemberian oral, namun

obat ini dapat mengalami first pass metabolisme dengan bioavailabilitas sekitar

35% dengan dosis steady state 30 mg.

Obat nikardipin dimetaboisme di hati, selain itu obat ini terekskresi melaui

ginjal bersama urin dan terekskresi juga melalui feses dengan waktu paruh

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

34

eliminasi sekitar 8,6 jam. Nikardipin 95% dapat berikatan dengan protein plasma

(McEvoy, 2008).

Dosis

Dosis awal 3 dd 20 mg, meningkat sampai 3 dd 30 mg dengan dosis lazim 60-120

mg sehari (McEvoy, 2008).

Sediaan di Indonesia

Tabel II.4 Sediaan Nikardipin (ISO INDONESIA, 2016)

NAMA OBAT KANDUNGAN BENTUK SEDIAAN

Blistra Nicardipin HCl Ampul @10 mL inj 1 mg/Ml

Cardene Nicardipin HCL 20 mg Kapsul

Cardene SR Nicardipin HCL 30 mg Kapsul

Carsive Nikardipin HCl 1 mg/mL Ampul

Loxen Retard Nikardipin HCl 20 mg Tablet salut film

Nikardipine Nikardipin HCl 1 mg/mL Ampul

Nikardipine Nikardipin HCl 20 mg Kapsul

Perdipine Nikardipin HCl 2 mg;10 mg Ampul

Tensilo Nikardipin HCl Vial @10 mL inj 1 mg/mL

2.11.5.5.3 Nifedipin

Gambar 2.7 Struktur Nifedipin (McEvoy, 2008)

Sublingual nifedipin menyebabkan penurunan AP dan resistensi pembuluh

darah perifer. Ini tidak mempengaruhi kekakuan aorta. Secara umum, nifedipine

mengurangi daya eksternal total dan komponen stabil hemodinamik. Komponen

berosilasi atau berdenyut seperti impedansi, gelombang refleksi pulsa tidak

berubah signifikan. Nifedipin memilik efek vasodilatasi yang kuat sehingga dapat

menimbulkan refleks simpatis berupa peningkatan fekuensi jantung. Nifedipin

dapat merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi arteri koroner dan

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

35

perifer. Obat ini lebih berpengaruh pada pembuluh darah dan kurang berpengaruh

pada myocardium. Nifedipin jarang menimbulkan gagal jantung karena efek

inotropik negatifnya diimbangi oleh pengurangan kerja ventrikel kiri. Obat ini

memiliki masa kerja pendek sehingga tidak dianjurkan untuk pengobatan jangka

panjang karena menimbulkan variasi tekanan darah yang besar sehingga

mengurangi manfaat untuk mencegah komplikasi (Chen, 2012).

Mekanisme kerja

Menghambat pergerakan ion kalsium melintasi membran sel myocardium dan

sistemik. Selain itu nifedipin dapat menurunkan resistensi pembuluh darah perifer

dengan meminimalkan efek pada konduksi SA node dan AV node, sehingga dapat

mengurangi kebutuhan oksigen myocardial dan mencegah kejang arteri koroner

(Tatro, 2008).

Farmakokinetik

Nifedipin terabsorbsi secara sempurna pada GIT, namun mengalami first pass

metabolisme dengan bioavaibilitas setelah pemberian oral sekitar 45 dan 75%

tetapi memiliki masa kerja pendek. Kadar puncak dalam darah sekitar 30 menit

setelah pemberian oral. Sekitar 92 sampai 98% obat nifedipin terikat dalam

protein plasma dan termetabolisme di hati dan dapat mengalami ekskresi sekitar

70 sampai 80% melalui urin dan ASI dengan waktu paruh sekitar 2 jam setelah

pemberian oral (McEvoy, 2008).

Dosis

Dosis awal 3 dd 10 mg setelah makan dan dosis pemeliharaan 3 dd 5 mg sampai

20 mg (McEvoy, 2008).

Sediaan di Indonesia

Tabel II.5 Sediaan Nifedipin (ISO INDONESIA, 2016)

NAMA OBAT KANDUNGAN BENTUK SEDIAAN

Adalat Nifedipin 5 mg;10 mg Tablet

Adalat Oros Nifedipin GITS 20 mg;30

mg;60 mg

Tablet

Adalat Retard Nifedipin retard 20 mg Tablet

Calcianta Nifedipin 5 mg;10 mg Tablet

Carvas Nifedipin 10 mg Tablet

Farmalat Nifedipin 5 mg;10 mg Tablet

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

36

Ficor Nifedipin 10 mg Tablet

Kemolat Nifedipin 10 mg Tablet

Nifedipin Nifedipin 10 mg Tablet

Vasdalat Retard Nifedipin 5 mg;10 mg Tablet

2.11.5.5.4 Diltiazem

Gambar 2.8 Struktur Diltiazem (McEvoy, 2008)

Diltiazem merupakan benzothiazepine calcium-channel blocker . Diltiazem

merupakan vasodilator perifer dan koroner dengan aktifitas inotropik negatif

tetapi terbatas sifat vasodilator dibandingkan dengan nifedipin golongan CCB

dihydropiridin. Selain itu diltiazem berbeda dengan nifedipin, diltiazem

cenderung menghambat konduksi jantung pada SA dan AV node (McEvoy,

2008).

Mekanisme kerja

Menghambat pergerakan ion kalsium melintasi membran sel sistemik dan

otot polos pembuluh darah koroner, memperlambat pergerakan ion kalsium

melintasi membran sel antara otot jantung dan sel cardiac pacemaker,

menurunkan konduksi dari sinoatrial (SA) and atrioventricular (AV) (Tatro,

2008).

Farmakokinetik

Pada pemberian oral diltiazem terabsorbsi secara sempurna pada GIT dan

dapat mengalai firts pass hepatic metabolism, dengan konsentrasi kadar

puncaknya sekitar 3 sampai 4 jam setelah pemberian oral. 80% obat ini akan

terikat dengan protein plasma dan dapat terdistribusikan kedalam ASI sehingga

kontrainsikasi pada ibu menyusui. Obat ini mengalami metaboisme di hati,

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

37

terutama pada sitokrom P450 isoenzyme CYP3A4. Dltiazem memiliki waktu

paruh 3 sampai 4 jam dan dapat terekskresi 2 sampai 4% melalui urin (McEvoy,

2008).

Dosis

Dosis yang diberikan untuk pasien stroke 5-40µg/kg/menit infus kontinyu dengan

mula kerja 5-15 menit (PERDOSSI, 2007). 3 dd 60mg, bila perlu dinaikkan

sampai 3 dd 120mg (Tjay, 2007).

Sediaan di Indonesia

Tabel II.6 Sediaan Diltiazem (ISO INDONESIA, 2016)

NAMA OBAT KANDUNGAN BENTUK SEDIAAN

Dilmen Diltiazem HCl 60 mg Tablet

Diltiazem Diltiazem 30 mg Tablet

Farmabes Diltiazem HCl 30 mg Tablet

Herbesser Diltiazem HCl 30 mg; 60 mg Tablet

Herbesser SR Diltiazem HCl 90 mg; 180 mg Kapsul

Herbesser CD Diltiazem HCl 100 mg;200 mg Kapsul

Herbesser Inj. Diltiazem HCl 10 mg; 50 mg Ampul/vial

2.11.5.5.5 Verapamil

Gambar 2.9 Struktur Verapamil (McEvoy, 2008)

Mekanisme kerja

Menghambat pergerakan ion kalsium melintasi membran sel yang mengakibatkan

kontraksi otot polos pembuluh darah (Tatro, 2008).

Farmakokinetik

Verapamil terabsorbsi secara sempurna pada GIT, namun mengalami first pass

metabolisme di hari dan memiliki bioavaibilitas sekitar 20%. Kadar puncak dalam

darah sekitar 1 sampai 2 jam setelah pemberian oral. Sekitar 90% obat verapamil

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

38

terikat dalam protein plasma dan termetabolisme di hati dan dapat mengalami

ekskresi sekitar 70% melalui urin dan 16% melalui feses (McEvoy, 2008).

Dosis

Varampamil diberikan dosis 3-4 dd 80mg, maksimal pemberial 720mg sehari

untuk beberapa minggu (Tjay, 2007).

Sediaan di Indonesia

Tabel II.7 Sediaan Verapamil (ISO INDONESIA, 2016)

NAMA OBAT KANDUNGAN BENTUK SEDIAAN

Isoptin/Isoptin SR Verapamil HCl 80 mg Tablet

Tarka Trandolapril 2 mg, Verapamil HCl

180 mg Kapsul

2.11.6 Antihiperlipidemia

2.11.6.1 Statin

Statin telah terbukti mengurangi risiko stroke sekitar 30% pada pasien

dengan penyakit arteri koroner dan plasma lipid tinggi. Berdasarkan The National

Cholesterol Education Program (NCEP), stroke iskemik atau TIA

direkomendasikan penggunaan statin untuk mencapai konsentrasi low-density

lipoprotein (LDL) kurang dari 100 mg / dL. Studi lain pada Heart Protection

Study, membuktikan bahwa simvastatin 40 mg / hari dapat mengurangi risiko

stroke pada individu yang berisiko tinggi (termasuk pasien dengan riwayat stroke)

sebesar 25% (P <0,0001), bahkan pada pasien dengan konsentrasi LDL kurang

dari 116 mg / dL. Para peneliti juga menunjukkan bahwa penggunaan ini sangat

aman, dengan kejadian miopati sebesar 0,01%. Sedangkan berdasarkan studi The

Stroke Prevention by Aggressive Reduction in Cholesterol (SPARCL) penggunaan

atorvastatin 80 mg setiap hari mengurangi risiko stroke berulang sebesar 16% dan

kejadian koroner sebesar 42% yang menyebabkan peningkatan enzim hati, namun

tidak ada peningkatan miopati. Oleh karena itu, direkomendasikan bahwa pasien

stroke iskemik, terlepas dari kolesterol awal, diobati dengan terapi statin dosis

tinggi untuk pencegahan stroke sekunder (Dipiro et al, 2012).

Statin mempunyai peran sentral dalam pengobatan hiperkolesterolemia

(obat penurun lipid). Obat ini sangat efektif dalam menurunkan kolesterol total

dan LDL dan mempunyai sedikit efek samping. Saat ini statin merupakan obat

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

39

pilihan pertama. Inhibitor HMG KoA Reduktase memblok sintesis kolesterol

dalam hati. Hal ini menstimulasi lebih banyak enzim, cenderung untuk

mengembalikan kolesterol menjadi normal (Calderon, 2010).

2.11.4.2 Fibrat

Selain efektifitasnya dalam menurunkan kolesterol, fibrat juga dapat

menurunkan angka kejadian kardiovaskular fatal dan stroke non fatal. Hasil meta-

analisis yang berjudul “Lipid management in the prevention of stroke: a meta-

analysis of fibrates for stroke prevention” menunjukkan bahwa secara

keseluruhan terapi fibrat tidak dikaitkan dengan penurunan yang signifikan pada

resiko stroke. Namun terapi fibrat berperan penting dalam mengurangi risiko

stroke fatal pada pasien dengan riwayat diabetes sebelumnya dan penyakit

kardiovaskular (Zhou et al, 2013).

Gemfibrozil dan benzafibrat menghasilkan penurunan ringan pada LDL

(sekitar 10%) dan peningkatan HDL (sekitar 10%) menyebabkan penurunan

trigliserida plasma (sekitar 30%). Fibrat sering digunakan pada pasien yang

memiliki kolesterol HDL rendah dan/atau trigliserida tinggi. Fibrat bekerja

sebagai ligan untuk reseptor transkripsi nukleus, reseptor alfa peroksisom yang

diaktifasi proliferator (PPAR-α, peroxisome proliferator-activated receptor

alpha), mengakibatkan peningkatan produksi dan menstimulasi aktivitas

lipoprotein lipase. Fibrat juga menginduksi pengalihan asam lemak bebas hati dari

reaksi esterifikasi dengan oksidasi, sehingga mengurangi sekresi hati dari

triacylglycerol dan kaya kolesterol VLDL kolesterol. Fibrat juga memiliki efek

langsung pada antiatherogenic jaringan pembuluh darah dengan menghambat

tumor necrosis factor-α, yang menginduksi ekspresi molekul adhesi selular

vaskular oleh endotelium (Shao, 2011).

2.12 Penggunaan Calcium Channel Blocker (CCB) pada Pasien Stroke

Iskemik

Calcium Channel Blocker (CCB) telah terbukti memberikan perlindungan

yang lebih baik terhadap stroke dibandingkan obat antihipertensi terdahulu,

seperti β-blocker, diuretik, dan ACE Inhibitor. Hal ini terutama diamati dalam

penelitian meta-analisis yang melibatkan 4 percobaan, dimana CCB telah terbukti

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Otakeprints.umm.ac.id/43146/3/jiptummpp-gdl-ameliawula... · otak tiba-tiba terganggu, karena sebagian sel-sel otak mengalami kematian

40

memberikan manfaat dibandingkan dengan ACE Inhibitor. Dalam penelitian,

nifedipin dapat mengurangi risiko terjadinya stroke atau Transient Ischemic

Attack (TIA) sebesar 30% dibandingkan dengan plasebo pada pasien hipertensi

dengan risiko kardiovaskular tinggi. Selain itu resiko stroke berulang dengan obat

golongan Calcium Channel Blocker seperti amlodipin secara statistik lebih rendah

dibandingkan dengan obat antihipertensi lain (Ravenni, 2011).

Calcium Channel Blocker (CCB), ACE Inhibitor, diuretik, dan b-

adrenergik dapat menurunkan kejadian stroke pada populasi hipertensi.

Diantaranya, CCB dapat mengurangi stroke lebih banyak daripada plasebo dan b-

adrenergik, namun tidak berbeda dengan ACE Inhibitor dan diuretik (Chen,

2013).

Pengaruh pemberian obat antihipertensi termasuk CCB terhadap pasien

stroke iskemik akut tidak selalu terjadi penurunan tekanan darah, tetapi ada yang

tetap atau bahkan meningkat. Dari 55 subyek yang mengalami stroke iskemik

dengan rentang usia 35-84 tahun, tekanan darah pasien saat masuk rumah sakit

adalah ≥160 mmHg (67%), 140-159 mmHg (24%), dan <140 mmHg (9%).

Diberikan 13 jenis obat antihipertensi (5 golongan obat antihipertensi), baik yang

digunakan sebagai agen tunggal maupun dalam kombinasi. Setelah mendapatkan

obat antihipertensi tunggal, pasien yang mengalami penurunan tekanan darah

sistolik pada hari ke-3 adalah 60%, sedangkan yang 17% tetap dan 23% naik.

Setelah mendapatkan obat antihipertensi kombinasi, pasien yang mengalami

penurunan tekanan darah sistolik pada hari ke-3 adalah 75%, sedangkan yang

10% tetap dan 15% naik. Dilakukan uji chi-square untuk mengevaluasi hubungan

perbandingan hasil dari terapi obat antihipertensi tunggal dan obat anihipertensi

kombinasi terhadap penurunan tekanan darah pasien stroke iskemik. Berdasarkan

hasil uji chi-square, terapi obat antihipertensi tunggal maupun kombinasi

mempunyai kemampuan yang sama dalam menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik pada pasien stroke iskemik akut di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

(Sedjatiningsih et al, 2012).