13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Respon Nyeri Bayi Saat Imunisasi 2.1.1 Imunisasi a. Pengertian Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Tujuan pemberian imunisasi adalah untuk meningkatkan kekebalan bayi dan anak secara aktif terhadap suatu penyakit yang dapat didegah dengan imunisasi (PD3I), sehingga bila kelak terpapar tidak akan menderita penyakit tersebut atau sakit ringan (Ditjen PP dan PL, 2009). Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan atau dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau sekelompok orang, yang bertujuan untuk merangsang timbulnya zat antipenyakit tertentu pada orang– orang tersebut. Sebagai akibatnya,maka orang yang diberikan vaksin akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang bersangkutan (Achmadi, 2006). Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kekebalan diatas ambang 13
28
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 a. - sinta.unud.ac.id II.pdf · Vaksin combo saat ini adalah DTP/Hib yaitu untuk ... Vaksin Hepatitis B Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Respon Nyeri Bayi Saat Imunisasi
2.1.1 Imunisasi
a. Pengertian
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak
dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu. Tujuan pemberian imunisasi adalah
untuk meningkatkan kekebalan bayi dan anak secara aktif terhadap suatu
penyakit yang dapat didegah dengan imunisasi (PD3I), sehingga bila kelak
terpapar tidak akan menderita penyakit tersebut atau sakit ringan (Ditjen PP dan
PL, 2009). Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari kuman atau virus yang
menjadi penyebab penyakit yang bersangkutan, yang telah dilemahkan atau
dimatikan, atau diambil sebagian, atau mungkin tiruan dari kuman penyebab
penyakit, yang secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh seseorang atau
sekelompok orang, yang bertujuan untuk merangsang timbulnya zat
antipenyakit tertentu pada orang– orang tersebut. Sebagai akibatnya,maka orang
yang diberikan vaksin akan memiliki kekebalan terhadap penyakit yang
bersangkutan (Achmadi, 2006).
Imunisasi dasar adalah pemberian imunisasi awal pada bayi yang baru
lahir sampai usia satu tahun untuk mencapai kekebalan diatas ambang
13
14
perlindungan . Pemberian imunisasi memberikan manfaat kepada anak berupa
mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
atau kematian. Keluarga juga merasakan manfaat berupa hilangnya kecemasan
dan stress akibat anak sering sakit serta dengan pemberian imunisasi, Negara
dapat memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
cerdas untuk melanjutkan pembangunan Negara (Pusat Promkes Depkes RI,
2009).
b. Jenis – Jenis Imunisasi Dasar
Pemerintah Indonesia menerapkan lima jenis imunisasi dasar yang wajib
bagi anak – anak, yang disebut Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
meliputi pemberian vaksin BCG (baciulus Callmete Guerin), polio, hepatitis B
(HepB), DPT (dipteri, pertusis, tetanus) dan campak (IDAI, 2011). Saat ini
sudah dianjurkan penggunaan vaksin kombinasi (vaksin combo, combine
vaccine), mengingat anak sampai usia lima tahun akan mendapatkan suntikan
sebanyak 13 kali suntikan vaksin secara terpisah. Dengan adanya vaksin combo
jumlah kunjungan dan biaya ke fasilitas kesehatan berkurang, meningkatkan
cakupan imunisasi, pengurangan biaya pengadaan vaksin dan mengejar
imunisasi yang terlambat. Vaksin combo saat ini adalah DTP/Hib yaitu untuk
mencegah penyakit dipteri, pertusis, tetanus dan haemophillus influenzae tipe B
atau DTP/HepB (Sarimin, 2012). Penjelasan masing – masing vaksin sebagai
berikut :
15
1) Vaksin BCG
Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah
dilemahkan. Pemberiannya secara intrakutan tepat di insersio muskulus
deltoideus. Kontraindikasi pada anak yang berpenyakit TBC atau uji
mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun serta penderita
HIV/AIDS (Probandari dkk., 2013).
2) Vaksin DPT (Diphteri,Pertusis dan Tetanus)
Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan
(toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus
dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam
bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif
ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan
kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal,
kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis.
Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.
Pemberian secara intramuscular pada paha aterolateral (vastus lateralis).
Reaksi imunisasi yang ditimbulkan berupa demam ringan, pembengkakan
dan nyeri ditempat suntikan selama 1-2 hari. Kontraindikasi pada anak yang
sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak
yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan (Probandari dkk., 2013).
16
3) Vaksin Poliomelitis
Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung
virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang mengandung virus polio
yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara injeksi, (2) vaksin
yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin), cara
pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan lebih banyak dipakai di
Indonesia. Kontraindikasi pada diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan
(Probandari dkk., 2013).
4) Vaksin Campak
Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk
program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada
vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps
dan rubella (campak jerman) disebut MMR. Pemberian secara sub cutan
biasanya di lengan kiri atas. Reaksi imunisasi berupa pembengkakan dan
nyeri di daerah injeksi. Kontraindikasi pada anak dengan sakit parah,
penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan
kekebalan, penyakit keganasan (Probandari dkk., 2013).
5) Vaksin Hepatitis B
Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu
bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun
cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat
17
vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan
tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan kekebalan
sampai berumur beberapa bulan setelah lahir. Pemberian secara
Intramuskular pada paha anterolateral (vastus lateralis).Reaksi imunisasi
berupa nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas atau
pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari. Kontraindikasi pada anak
dengan penyakit berat (Probandari dkk., 2013).
6) Vaksin DPT/HB (COMBO)
Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan
dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub
unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non
infectious. Pemberian secara Intramuskular pada paha anterolateral (vastus
lateralis) dengan kontraindikasi pada Syok dan kejang setelah 3 hari injeksi
sebelumnya (Probandari dkk., 2013).
c. Jadwal Imunisasi
Jadwal pemberian vaksin merupakan gabungan dari pemberian vaksin
18
wajib dan vaksin disarakan. Vaksin COMBO tidak terjadwal, akan tetapi tetap
diberikan dengan pertimbangan efisiensi dan cost effective. Berikut adalah
jadwal imunisasi yang direkomendasikan oleh IDAI :
Gambar 1. Jadwal Imunisasi (Sumber : IDAI, 2012)
d. Reaksi Suntikan Imunisasi
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi kejadian ikutan
pasca imunisasi (KIPI). Reaksi suntikan langsung misalnya nyeri, bengkak dan
kemerahan pada area suntikan. Efek tidak langsung berkaitan dengan status
psikologis bayi dimana bayi merasa ketakutan dan ketidaknyamanan yang
dimanifestasikan dengan tangisan, gerakan, hiperventilasi, mual dan bahkan
pingsan sebagai bentuk gangguan dari gangguan psikologis akibat reaksi
suntikan imunisasi (IDAI, 2011).
Menurut telaah Pokja KIPI Depkes RI, penyebab timbulnya KIPI
sebagian besar karena kesalahan prosedur dan tehnik pelaksanaan imunisasi dan
faktor kebetulan. Penanganan menurut rekomendasi IDAI dalam pencegahan
KIPI akibat reaksi suntikan, dengan menganjurkan menggunakan teknik
penyuntikan yang benar, menciptakan suasana ruangan tempat penyuntikan
yang tenang, serta mengatasi rasa takut yang muncul pada anak yang lebih besar
(IDAI, 2011). Agar imunisasi bisa diterima oleh orang tua dapat melalui metode
pencegahan KIPI bahwa memberikan instruksi kepada orang tua bagaimana
cara menurunkan nyeri pada anak, dapat menurunkan respon nyeri pada anak
19
saat menerima suntikan imunisasi, sehingga anak dan orang tua tidak
mengalami trauma dan membuat orang tua kembali membawa anaknya untuk
imunisasi selanjutnya (Sarimin, 2012).
2.1.2 Respon Nyeri Pada Bayi
a. Pengertian Nyeri
International association for the study of pain (IASP) dalam (Astuti,
2012) mendefinisikan nyeri sebagai sensori subjektif dan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi dimana terjadi kerusakan. Nyeri
merupakan suatu kondisi perasaan yang tidak nyaman disebabkan oleh stimulus
tertentu. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik maupun
mental. Nyeri bersifat subjektif sehingga respon setiap orang tidak sama
merasakan nyeri (Potter & Perry, 2006). Nyeri digolongkan ke dalam tanda vital
ke 5 yang dapat memberikan perubahan fisiologi, ekonomi, sosial dan
emosional yang berkepanjangan (Yudhowibowo, 2011).
b. Respon Nyeri Bayi
Bayi belum dapat menyampaikan rasa nyeri yang dirasakan secara
verbal. Sehingga diperlukan metode pengukuran secara khusus. Salah satu
metode pengukurannya dengan melihat gerak-gerik, ekspresi wajah dan irama
jantung. Respon prilaku pada bayi dibedakan berdasarkan tahapan tumbuh
20
kembangnya. Perbedaan tersebut ada pada respon motorik, respon ekspresif dan
kemampuan mengantisipasi nyeri. Adapun penjelasannya menurut Astuti
(2011) adalah sebagai berikut :
1) Bayi Muda
Respon motorik berupa generalisata termasuk gerakan memukul/ menebah,
kekakuan, reflek menarik yang berlebihan,kehilangan reflek mengisap yang
tidak terorganisasi, mulai untuk makan atau minum dan tidak dilanjutkan.
Respon ekpresif berupa menangis keras, mata tertutup rapat, mulut terbuka
dan meringis. Sedangkan kemampuan mengantisipasi nyeri tidak ada kaitan
mendekati stimulus dengan nyeri.
2) Bayi
Respon motorik pada bayi bersifat lokalisata, menarik apa yang terkena,
perilaku mengisap atau makan seperti bayi muda. Respon ekspresif seperti
bayi muda kecuali mata mungkin terbuka. Sedangkan kemampuan
mengantisipasi nyeri berupa tahanan fisik setelah stimulus nyeri.
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Nyeri
Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri pada bayi
dijelaskan menurut Potter dan Perry (2006) sebagai berikut :
1) Usia
21
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi.
2) Kebudayaan
Anak akan belajar dari budaya orang tuanya,bagaimana seharusnya ia
berespon terhadap nyeri misalnya tidak pantas laki–laki mengeluh nyeri,
sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri.
3) Ansietas
Cemas dan perasaan tidak nyaman dapat meningkatkan persepsi terhadap
nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
4) Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan
kemampuan koping.
5) Pengalaman sebelumnya
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa
lalu dalam mengatasi nyeri.
6) Dukungan sosial dan keluarga
22
Anak yang mengalami nyeri sering kali bergantung kepada anggota keluarga
atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan.
d. Dampak Nyeri
Wong, et al, dalam (Astuti,2011) menjelaskan bahwa akibat akut dan
jangka panjang dari nyeri pada bayi masih dalam penelitian oleh banyak
peneliti. Akan tetapi, keterbatasan pengetahuan yang ada memperlihatkan
adanya potensi dampak buruk yang serius dari nyeri yang tidak ditangani.
Dampak tersebut antara lain :
1) Dampak Akut
Dampak akut yang ditimbulkan pada bayi berupa : perdarahan
ventrikuler/intraventrikuler, peningkatan pelepasan kimia dan hormone,
pemecahan cadangan lemak dan karbohidrat, hiperglikemia berkepanjangan,
peningkatan morbiditas di NICU, mempori kejadian nyeri, hipersensitifitas
terhadap nyeri, respon terhadap nyeri memanjang, inervasi korda spinalis
yang tidak tepat, respon terhadap rangsang yang tidak berbahaya yang tidak
tepat dan penurunan ambang nyeri.
2) Dampak Potensi jangka Panjang
Akibat potensi jangka panjang yang dapat terjadi dari nyeri pada byi antara
lain : peningkatan keluhan somatic tanpa sebab yang jelas, peningkatan
respon fisiologis dan tingkah laku terhadap nyeri, peningkatan prevalensi
deficit neurologi, masalah psikososial, penolakan terhadap kontak manusia.
23
Dampak yang dapat diamati antara lain keterlambatan perkembangan,