Top Banner
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Neonatus 2.1.1 Pengertian Neonatus Neonatus adalah bayi yang baru saja mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari. Lahirnya biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. Bayi baru lahir memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine kekehidupan rekstrauterine) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk hidup dengan baik. Selain itu, neonatus adalah individu yang sedang bertumbuh (Sembiring, 2019). 2.1.2 Perkembangan Neonatus Wahyuni (2011) berpendapat bahwa fisiologi neonatus merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus mulai dari peredaran darah, metabolism, system pernafasan, sampai dengan keseimbangan asam dan basa : 1) Peredaran Darah Setelah bayi lahir paru akan berkembang yang akan mengakibatkan tekanan artriol dalam paru menurun yang diikuti dengan menurunnya tekanan pada jantung sebelah kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanan jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung sebelah kanan dan hal tersebutlah yang membuat foremen ovale secara fungsional menutup. Hal ini terjadi pada jam-jam pertama setelah kelahiran. Oleh karena tekanan dalam aorta desenden naik dan juga karena rangsangan biokimia serta duktus arteiosus yang berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari pertama (Sembiring, 2019). Aliran darah paru pada hari pertama kehidupan adalah 4-5 liter per menit meter persegi. Aliran darah sistolik pada hari pertama rendah yaitu 1.96 liter per menit per meter persegi dan bertambah pada hari kedua dan ketiga karena penutupan duktus arterious. Tekanan darah pada waktu lahir dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfuse plasenta yang pada
21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

Oct 02, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Neonatus

2.1.1 Pengertian Neonatus

Neonatus adalah bayi yang baru saja mengalami proses kelahiran, berusia

0-28 hari. Lahirnya biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. Bayi baru lahir

memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri

dari kehidupan intrauterine kekehidupan rekstrauterine) dan toleransi bagi bayi baru

lahir untuk hidup dengan baik. Selain itu, neonatus adalah individu yang sedang

bertumbuh (Sembiring, 2019).

2.1.2 Perkembangan Neonatus

Wahyuni (2011) berpendapat bahwa fisiologi neonatus merupakan ilmu yang

mempelajari fungsi dan proses vital neonatus mulai dari peredaran darah,

metabolism, system pernafasan, sampai dengan keseimbangan asam dan basa :

1) Peredaran Darah

Setelah bayi lahir paru akan berkembang yang akan mengakibatkan

tekanan artriol dalam paru menurun yang diikuti dengan menurunnya

tekanan pada jantung sebelah kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanan

jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung

sebelah kanan dan hal tersebutlah yang membuat foremen ovale secara

fungsional menutup. Hal ini terjadi pada jam-jam pertama setelah kelahiran.

Oleh karena tekanan dalam aorta desenden naik dan juga karena rangsangan

biokimia serta duktus arteiosus yang berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari

pertama (Sembiring, 2019).

Aliran darah paru pada hari pertama kehidupan adalah 4-5 liter per

menit meter persegi. Aliran darah sistolik pada hari pertama rendah yaitu

1.96 liter per menit per meter persegi dan bertambah pada hari kedua dan

ketiga karena penutupan duktus arterious. Tekanan darah pada waktu lahir

dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfuse plasenta yang pada

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

6

jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi

konstan (Wahyuni, 2011).

Dalam waktu singkat perubahan-perubahan besar tekanan darah

pada bayi baru lahir, sekalipun perubahan-perubahan ini secara anatomi

tidak selesai dalam hitungan minggu, penutup fungsional foramen ovale dan

duktus arteriosus terjadi segera setelah kelahiran, yang paling penting untuk

dipahami adalah bahwa perubahan sirkulasi dari janin ke bayi baru lahir

berkaitan mutlak dengan kecukupan fungsi respirasi (Armini, Marhaeni, &

Sriasih, 2017).

2) Keseimbangan air dan fungsi ginjal

Tubuh neonatus relatif mengandung banyak air. Kadar natrium juga

relatif lebih besar dibandingkan dengan kalium karena ruang ekstraseluler

yang luas. Fungsi ginjal masih belum sempurna karena jumlah nefron yang

masih belum sebanyak orang dewasa. Ketidakseimbangan luas permukaan

glomerulus dan volume tubulus proksimal. Renal blood flow relatif kurang

baik dibandingkan dengan orang dewasa (Noordiati, 2018).

3) Metabolisme

Pada jam-jam pertama kehidupan bayi, energy didapatkan dari

perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energy berasal dari pembakaran

lemak. Setelah mendapat susu sekitar di hari keenam energy diperoleh dari

lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60% dan 40%

(Noorbaya & Johan, 2019).

4) System Pernafasan

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi pada waktu 30 menit

pertama sesudah lahir. Usia bayi pertama kali untuk mempertahankan

tekanan alveoli selain karena adanya surfaktan, yang adanya terkait napas

dan pengeluaran napas dengan merintis sehingga udara bisa bertahan di

dalam. Bayi batu lahir bernapas dengan cara pernapasan difrakmatik dan

abdominal sehingga untuk frekuensi dan kedalaman bernapas belum teratur

(Noordiati, 2018).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

7

5) Hati

Setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan mirfologis

yang berupa kenaikan kadar protein dan penurunan kadar lemak serta

glikogen. Sel homopoetik juga mulai berkurang, walaupun dalam waktu

yang lama. Enzim hatia belum aktif benar pada waktu bayi baru lahir, daya

detoksifikasi pada neonatus juga belum sempurna (Wagiyo, 2016).

6) Immunoglobulin

Neonatus tidak memiliki sel plasma pada sumsum tulang juga tidak

memiliki lamina propia ilium dan apendiks. Plasenta merupakan sawar,

sehingga fetus bebas dari antigen dan stress imonogis. Pada neonatus hanya

terdapat gemaglobolin G, sehingga imonologi dari ibu dapat berpindah

melalui plasenta karena berat molekul kecil. Akan tetapi bila ada infeksi

yang melalui plasenta (toksoplasma, herpes, simplek, lues, dan lain-lain)

reaksi imonologis dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma serta

antibody gama A,G dan M (Noordiati, 2018).

7) Traktus Digestivus

Traktus digestivus lerative lebih berat dan lebih panjang dibandingkan

dengan orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat

berwarna hitam kehijauan yang terdiri atas mikropolisakarida atau yang

biasa disebut meconium. Meconium kebuar biasanya pada 10 jam pertama

kehidupan dan dalam 4 hari setelah kelahiran biasanya feses sudah

berbentuk dan berwarna seperti feses biasanya. Enzim dalam traktus

digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus, kecuali enzim amylase

pancreas (Maternity, Anjani, & Evrianasari, 2018).

8) Keseimbangan Asam Basa

Tingkat keasaman darah pada waktu lahir umumnya rendah karena

glikolisis anaerobic. Namun dalam waktu 24 jam neonatus telah

mengkompensasi asidosis ini (Sembiring, 2019).

2.1.3 Masalah Bayi Resiko Tinggi

Neonatus atau bayi baru lahir rentang mengalami masalah-masalah. Berikut

merupakan masalah yang biasanya dialami oleh neonatus atau bayi baru lahir:

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

8

1) Asfiksia

Asfiksia neonatrum merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan

yang berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah dan sangat

berarti dan sangat beresiko untuk terjadinya kematian dimana keadaan janin

tidak spontan bernafas dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan

makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk

dalam kehidupan berlanjut (Manuaba, 2010).

Afiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian. Afiksia juga mempengaruhi fungsi organ

vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi

pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila afiksia

berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai

menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-

angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea

primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan mengap-mengap dan

tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan

kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama

periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.

Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan mengap-

mengap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga

mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin

lama malin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea

sekunder (Saifuddin, 2009).

2) Ikterus

Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sclera, selaput

lender, kulit, atau organ akibat penumpukan bilirubin. Tingginya kadar

bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-

beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin,

yang serumnya mungkin menjurus kearah terjadinya 8olistic8m8 bila kadar

bilirubin tidak dikendalikan (Surasmi, dkk, 2009). Tindakan keperawatan

utama untuk mengatasi ikterus neonatorum adalah tindakan fototerapi.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

9

Fototeraoi hanya diberikan kepada bayi yang mengalami sakit kuning yang

parah dan dicurigai kadar bilirubin tak terkonjugasi yang dapat

membahayakan bayi jika bilirubin meningkat (England, 2012).

Fototerapi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar

Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi

kemajuan fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

yang berlebihan, dan implementasinya telah secara drastic membatasi

transfuse tukar (Bhutani, 2011).

3) Sianosis

Sianosis adalah manifestasi tersering dari penyakit jantung

simptomatik pada neonatus. Sianosis adalah tanda fisik dengan karakteristik

membrane mukosa, bantalan kuku, dan kulit biru. Sianosis dapat terlihat jika

terdapat konsentrasi absolut hemoglobin deosihenasi sedikirnya 3 g/dl.

Deteksi awal dari sianosis pada neonatus adalah sangat penting. Banyak

tempat untuk memperhatikan sianosis pada tubuh, termasuk bibir, kuku jari

tangan, kuku jari kaki, mukosa mulut, konjungtiva, dan ujung hidung. Ujung

lidah adalah tempat yang baik untuk melihat adanya sianosis, tidak

dipengaruhi etnis, dan sirkulasi tidak melambat seperti bagian perifer dari

tubuh. Seringkali sianosis terjadi tanpa disertai adanya gagal nafas karena

disebabkan kelainan srtuktural kardiovaskular sedangkan kelainan berat

dari parenkim paru mengakibatkan sianosis yang diserai dengan gagal nafas

(Rachmawati, 2016).

4) BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500

gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR mempunyai resiko

mengalami kegagalan nafas yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum

(Cahyo, 2013). Penyebab BBLR secara umum bersifat multifactorial,

sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan

pencegahan. Namun penyabab terbanyak BBLR adalah kelahiran

premature. Secara teori menyebutkan penyebab BBLR antara lain 9olist ibu

(usia, paritas, jarak kehamilan, riwayat penyakit, social ekonomi,

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

10

kebiasaan), 10olist janin, 10olist plasenta, dan 10olist lingkungan

(Proverawati, 2010).

BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) memiliki resiko kematian pada

usia dibawah 1 tahun, 17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan

berat lahir normal. Hal ini dimungkinkan karena pada BBLR kematangan

organ tubuh yang belum sempurna. Apabila BBLR tidak ditangani dengan

baik maka akan memiliki resiko untuk mengalami penyakit neonatus yang

lebih besar dari pada bayi dengan berat lahir normal. Beberapa penyakit

yang sering dialami BBLR adalah sindrom gangguan pernapasan idiopatik,

pneumonia aspirasi, perdarahan intraventrikular, fibroplasia retrolental dan

hiperbilirubinemia (Dewiyanti, 2015).

5) Bayi Prematur

Bayi lahir prematur merupakan salah satu kejadian abnormal dalam

sebuah proses kelahiran yang ditandai dengan kelahiran tidak cukup umur,

yaitu antara 20-38 minggu masa kehamilan terhitung dari hari pertama

menstruasi terakhir. Faktor resiko kelahiran bayi premature dapat dibedakan

menjadi dua yaitu internal yang meliputi gangguan autoimun, stress, dan

kondisi fisik, sedangkan eksternal antara lain social ekonomi, gaya hidup,

asupan nutrisi, perawatan kesehatan, polusi udara, dan paparan asar rokok

(Karmaya, Putra, & Noriani, 2015).

Bayi premature pada umumnya memerlukan bantuan untuk

kelangsungan hidupnya segera setelah lahir. Hal ini akan menyebabkan bayi

berpisah dari ibunya. Pelibatan ibu dalam perawatan bayi dapat

memfasilitasi tali kasih dan kelekatan yang tertunda antara ibu dan bayi.

Hubungan kasih saying dan kedekatan ibu-bayi dimulai dengan interaksi.

Interaksi ibu-bayi merupakan hubungan timbal balik yang aktif dan saling

mempengaruhi antara ibu dan bayi melalui perilaku saling bertatapan,

tersenyum, meniru, kontingengsi, responsive, selaras dan bermain (Rustina,

2013).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

11

2.2 Konsep Ikterus Neonatus

2.2.1 Pengertian Ikterus Neonatus

Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh

pewarnaan ikterus pada kulit dan 11olist akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi

yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila

kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus neonatorum dapat menimbulkan

ensefalopati bilirubin yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek

toksisbilirubin pada 11olist saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa batang otak

(Marmi, 2015).

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam

darah, baik oleh fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai

dengan ikterus. Bilirubin diproduksi dalam retikuloendotelial sebagai produk akhir

dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat

hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada

albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat

dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin

direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak

terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan

bilirubin plasma total. Pengobatan pada kasus hiperbilirubinemia dapat berupa

fototerapi, intravena immunoglobulin (IVIG), 11olistic11 pengganti, penghentian

ASI sementara, dan terapi medikamentosa (Ridha, 2014).

2.2.2 Klasifikasi Ikterus

Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar

bilirubin dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus,

dengan 11olist penyebab fisiologik dan non-fisiologik.

1) Ikterus fisiologik

Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar

bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup

bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya

sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun

cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

12

selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI,

kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL)

dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan

dapat mencapai 6 minggu (Roesli, 2008).

Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan terjadi

peningkatan kadar dengan kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan

lebih lama, demikian pula dengan penurunannya bila tidak diberikan

fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar sampai 10-12 mg/dl masih dalam

kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan

metabolism bilirubin.1,2,4 Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan

kurang bulan ialah secara berurut 50-60% dan 80%. Umumnya fenomena

ikterus ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik

tidak disebabkan oleh tunggal tetapi kombinasi dari berbagai yang

berhubungan dengan maturitas fisiologik bayi baru lahir. Peningkatan kadar

bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh

kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan klirens

bilirubin (Maulida, 2013).

2) Ikterus non-fisiologik

Jenis icterus ini dulu dikenal sebagai icterus patologik, yang tidak

mudah dibedakan dengan icterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal dibawah

ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu ikterus yang terjadi

sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang

memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5

mg/dL/jam; adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi

(muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,

takipnea, atau suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan

hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan

(Tazami, 2013).

2.2.3 Metabolisme Bilirubin

Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi hemoglobin

pada 12olist retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus

lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

13

menghasilkan 35 mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi

tidak larut dalam air. Transportasi bilirubin indirek melalui ikatan dengan albumin.

Bilirubin ditransfer melalui sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak

(Ariani, 2010). Di dalam sel, bilirubin akan terikat pada ligandin, serta sebagian

kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses

dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin plasma dan ligandin

dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan

diekskresi ke dalam empedu. Dalam sitosol hepatosit, ligandin mengikat bilirubin

sedangkan albumin tidak. Dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin

menjadi bilirubin diglukoronid (Sunar, 2009).

Sebagian kecil bilirubin terdapat dalam bentuk monoglukoronid, yang akan

diubah oleh glukoronil-transferase menjadi diglukorinid. Enzim yang terlibat dalam

sintesis bilirubin diglukorinid, yaitu uridin difosfat-glukoronid transferase (UDPG-

T), yang mengatalisis pembentukan bilirubin monoglukoronid. Sintesis dan

ekskresi diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat

membentuk ikatan seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam

empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.

Konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, terjadi ekskresi

segera ke empedu kemudian ke usus. Bilirubin direk ini tidak di sebagian di dalam

usus. Bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi, siklus

ini disebut siklus enterohepatik (Ernawati, 2009).

2.2.4 Faktor Resiko

1) ASI yang kurang

Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat

bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk

memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi

pada bayi yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI (Tazami, 2013).

2) Peningkatan jumlah sel darah merah

Jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk

terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis

golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat

abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat darah;

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

14

kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia (Roesli,

2012).

3) Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh

Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari

ibu ke janin di dalam dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia.

Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital,

dan sepsis (Roesli, 2012).

2.2.5 Etiologi Ikterus

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.

Penyebab yang sering ditemukan disini adalah yang timbul akibat inkompatibilitas

golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat timbul

karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subapeneoratik)

atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi memegang peranan penting dalam

terjadinya hiperbilirubinemia. Keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis

dan gastroenteritis. Beberapa factor lain yang juga merupakan penyebab

hiperbilirubinemia adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis,

hipoglikemia dan polisitemia (Ratuain, 2015). Kejadian yang sering ditemukan

adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu

berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran

eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau bayi, meningkatnya

bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Keadaan lain yang memperhatikan peningkatan kadar bilirubin adalah

apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil

transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekresi, misalnya penderita

hepaititis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra atau ekstra 14olisti

(Maulida, 2013).

2.2.6 Patofisiologi

Ikterus pada neonatus disebabkan oleh maturase fungsional (fisiologis) atau

manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh puluh lima persen dari bilirubin

yang ada pada neonatus berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari myoglobin

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

15

sitokorm, katalase dan triptofan pirolase. 1 gram hemoglobin yang hancur akan

menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menhancurkan eritrosit

sebanyak 1 gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin

bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek dalam

lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi

kern ikterus. Yang memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas,

afiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 gram), infeksi

hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain-lain. Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh

enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,

kemudian diekskresikan ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan

menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine

urobilinogen. Pada neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek

di dalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting

terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang

disebut siklus Intrahepatik (Widiawati, 2017).

2.2.7 Derajat Ikterus

Pengamatan ikterus pada neonatus paling baik dilakukan dalam cahaya

matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk

menghilangkan warna karena pengaruh sirkusi darah. Warna kuning pada bayi sulit

terlihat apabila dalam cahaya buatan sperti lampu. Ada beberapa cara untuk

menentukan derajat ikterus yang merupakan resiko terjadinya kern ikterus,

misalnya kadar bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer)

dilakukan dibawah sinar biasa (day light). Sebaiknya penilaian ikterus pada

neonatus dilakukan secara laboratorium, apabila fasilitas tidak memungkinkan

dapat dilakukan secara klinis (Sembiring, 2019).

2.2.8 Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis pada icterus neonatus sebagai berikut:

1) Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin

Bilirubin dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan

urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui

ASI memiliki zat-zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK. ASI

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

16

sangat diperlukan oleh bayi dengan kondisi hiperbilirubin. Ibu bisa

menyusui bayi dengan frekuensi yang sering agar bilirubin dapat dipecah

(Kosim, 2016).

2) Fototerapi

Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol

yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam

air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.

a) Cara kerja fototerapi

Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisis bilirubin dari suatu

senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol

yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan

menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus

sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar dalam

feses (Azlin, 2016).

b) Komplikasi fototerapi

Menurut Azlin (2016) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada

fototerapi adalah terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan

mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan),

timbulnya kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar

(berupa kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai, gangguan

pada retina jika mata tidak ditutup, dan kenaikan suhu tubuh akibat sinar

lampu.

3) Tranfusi Tukar

Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia yang

tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi

kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar dilakukan pada

icterus yang disebabkan hemolysis yan terdapat pada ketidakselarasan

rhesus ABO, defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi

toksoplasmosis dan sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfuse tukar

adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

17

bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per jam, anemia berat pada neonatus

dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat

kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse tukar adalah

mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolysis, membuang antibody

yang menyebabkan hemolysis, menurunkan kadar bilirubin indirek dan

memperbaiki anemia (Kosim, 2016).

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada ikterus neonatus adalah

yang pertama pemeriksaan kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum

direk dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia kurang

lebih 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu kolestatis. Yang kedua pemeriksaan

darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi. Pemeriksaan ini ntuk melihat

morfologi eritrosit dan hitung retikulosit. Dalam pemeriksaan ini untuk mengetahui

adanya sel abnormal. Yang ketiga pemeriksaan untuk menentuan golongan darah

dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang berasal dari ibu dengan Rh negative

harus dilakukan pemeriksaan golongan darah, factor Rh uji comb pada saat bayi

dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (normal bila

Hb >14 mg/dL dan bilirubin tali pusat <4 mg/dL). Yang keempat pemeriksaan

enzim G-6-PD (glukuronil transferase). G6PD merupakan enzim yang berfungsi

untuk memastikan proses oksidasi dan jangka hidup sel darah merah (eritrosit)

normal (Prasetyo, 2016),

2.2.10 Cara Pencegahan Ikterus Neonatus

Ikterus pada neonatus dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu dengan

pengawasan antenatal yang baik, menghindari obat yang meningkatkan ikterus

pada neonatus pada masa kehamilan dan kelahiran misalnya sulfafurasol, oksitosin,

novobiosin, dan lain-lain. Ikterus juga dapat dicegah dengan pencegahan dan

pengobatan hipoksia pada janin dan neonatus, pencegahan fenobarbital pada ibu 1-

2 hari sebelum partus, pemberian makanan yang dini, pencegahan infeksi, dan

pemberian ASI yang adekuat dapat membantu mencegah terjadinya ikterus pada

neonatus (Sembiring, 2019).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

18

2.3 Konsep ASI

2.3.1 Pengertian ASI

ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan laktosa,

protein, dan garam 18olisti yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan

merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI memenuhi segala kebutuhan makanan

bayi baik gizi, imunologi, dan yang lainnya. ASI memberikan kesempatan bagi ibu

mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya. Fungsi ini tidak dapat

dialihkan kepada ayah/suami dan merupakan suatu kelebihan kaum wanita. ASI

ekslusif diberikan sejak umur 0 gari sampai 6 bulan (Bahiyatun, 2009).

2.3.2 Jenis ASI

ASI yang dihasilkan oleh ibu memiliki jenis dan kandungan yang berbeda-beda,

terdapat 3 jenis ASI yang diproduksi oleh ibu.

1) Kolostrum

Kolostrum adalah cairan kekuning-kuningan yang diproduksi pada

hari pertama hingga keempat dengan kandungan protein dan zat antiinfeksi

yang tinggi serta berfungsi sebagai pemenuhan gizi dan proteksi bayi baru

lahir. Kolostrum berfungsi untuk membersihkan saluran pencernaan pada

neonatus. Produksi kolotrum dimulai pada masa kehamilan sampai

beberapa hari setelah kelahiran. Kolostrum menfandung tinggi imunoglobin

A (IgA) sebagai sumber imun pasif bagi bayi karena mengandung antibody

yang tinggi. Kolostrum lebih banyak mengandung protein daripada ASI

matur. Dalam kolostrum, protein yang utama adalah globulin. Kadar

karbohidrat dan lemak lebih rendah daripada ASI yang matur. Terdapat

tripsin inhibitor sehingga hidrolisis protein yang ada di dalam usus bayi

menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar

antibody pada bayi (Bayu, 2014).

2) Transitional Milk (ASI Peralihan)

ASI peralihan adalah air susu ibu yang keluar setelah kolostrum. ASI

peralihan diproduksi 8-20 hari dengan kadar lemak, laktosa, dan vitamin

larut air yang lebih tinggi, dan kadar protein, mineral lebih rendah. Kadar

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

19

protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak serta volume

juga semakin meningkat. ASI peralihan disekresi dari hari ke-4 sampai

dengan hari ke-10 dari masa laktasi. Pada masa transisi, pengeluaran ASI

mulai stabil dan keluhan nyeri pada payudara ibu mulai berkurang. Ibu perlu

mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan kalsium.

(Ambarwati, 2009).

3) Mature Milk (ASI Matang)

ASI matang adalah air susu ibu yang dihasilkan sekitar 21 hari

setelah melahirkan dengan kandungan sekitar 90% air untuk hidrasi bayi

dan 10% karbohidrat, protein, dan lemak untuk perkembangan bayi.ASI

matur merupakan cairan berwarna putih kekuningan yang berasal dari Ca-

kasein, riboflafin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. ASI matang

memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk diproduksi pada

awal menyusui dengan kandungan tinggi protein, laktosa, dan nutrisi

lainnya namun rendah lemak, serta komposisi lebih encer. Sedangkan

hindmilk diproduksi menjelang akhir menyusui dengan kandungan tinggi

lemak (Ambarwati, 2009).

2.3.3 Kandungan ASI

Menurut Baskoro (2008) ASI merupakan makanan paling ideal dan seimbang

bagi bayi, zat gizi yang terkandung dalam ASI adalah :

1) Lemak

Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI yang mudah

diserap oleh bayi. Asal lemak essensial dalam ASI akan membentuk asam

lemak tidak jenuh rantai panjang decosahexaenoic acid (DHA) dan

arachidoic acid (AA) yang berfungsi untuk pertumbuhan otak anak.

Kandungan lemak dalam ASI pada ibu berbeda-beda dari fase menyusui ke

fase berikutnya, pada awalnya kandungan lemak rendah, kemudian

jumlahnya akan meningkat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam

perkembangan tubuh bayi (Adriani, 2016).

2) Karbohidrat

Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI yang bermanfaat

untuk meningkatkan absorbs kalsium dan merangsang pertumbuhan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

20

lactobacillus bifidus. Karbohidrat dalam ASI mengandung laktosa yang

memiliki fungsi sebagai sumber energy untuk otak bayi. Hidrat arang yang

terkandung dalam ASI merupakan nutrisi yang sangat penting yang

mempunyai peran dalam pertumbuhan sel saraf otak, serta memberi energy

untuk kerja sel saraf usus. Sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat

yang mempunyai fungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang

berbahaya dan membatu penyerapan kalsium dan mineral (Adriani, 2016).

3) Protein

Protein dalam ASI yaitu whey, kasein, sistin, dan taurin. Sistin dan

taurin merupakan asam amino yang tidak dapat ditemukan pada susu sapi.

Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatic dan taurin untuk pertumbuhan

anak. Ptotein dalam ASI lebih mudah diserap dan lebih mudah dicerna

(Adriani, 2016).

4) Garam dan Mineral

Kandungan garam dan mineral pada ASI relative rendah karena

ginjal bayi belum dapat mengosentrasikan air kemih dengan baik.

Kandungan garam dan mineral pada ASI kalsium, kalium, natruim,

tembaga, zat besi, dan mangan. Mineral yang terkandung dalam ASI adalah

kalsium, magnesium, vitamin D, lemak, dan fosfor. Kandungan tersebut

mudah diserap dengan baik oleh bayi. Mineral yang terkandung dalam ASI

berfungsi untuk membantu proses metabolism nayi dan perkembangan bayi

(Setiawan, 2012).

5) Vitamin

ASI mengandung banyak vitamin yaitu diantaranya vitamin D,

vitamin E, dan vitamin K. Vitamin yang terkandung dalam ASI yaitu

vitamin K yang berfungsi sebagai proses pembekuan darah. Vitamin lainnya

yang tekandung dalam ASI adalah vitamin A yang baik untuk kesehatan

mata dan vitamin E yang berfungsi untuk ketahanan dinding sel darah merah

(Setiawan, 2012).

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

21

2.3.4 Manfaat Pemberian ASI

ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi yang memiliki berbagai

manfaat, baik bagi bayi, ibu maupun keluarga. Manfaat ASI menurut (Damayanti,

2010) adalah:

1) Manfaat ASI bagi bayi

Anak yang mendapatkan ASI ekslusif mempunyai IQ lebih tinggi

dibandingkan dengan ASI nonekslusif. Pemberian ASI pada bayi dapat

merangsang kecerdasan emosional. Doa dan harapan yang didengungkan

selama proses menyusui dapat mengasah kecerdasan spiritual bayi.

Komposisi gizi pada ASI yang lengkap bermanfaat memenuhi kebutuhan

bayi, sehingga anak terhindar dari malnutrisi. Kandungan antibody pada

ASI mampu memberikan imunitas bayi sehingga mampu mencegah

terjadinya kanker limfomaligna dan bayi lebih sehat dan lebih kuat

dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI (Yuliarti, 2010).

2) Manfaat ASI bagi ibu

ASI bermanfaat juga bagi ibu yaitu mencegah perdarahan persalinan,

mempercepat involusi uteri, mengurangi resiko anemia, mengurangi resiko

kanker ovarium dan payudara, memperkuat ikatan ibu dan bayi,

mempercepat kembali ke berat badan semula, dan sebagai metode

kontrasepsi sementara (Yuliarti, Keajaiban ASI, 2010).

3) Manfaat ASI bagi keluarga

ASI selalu tersedia dimanapun ibu berada dan selalu dalam kondisi

steril, sedangkan pemberian susu formula yang harus mencuci dan

mensterilkan botol sebelum digunakan. ASI diproduksi ibu setiap hari

sehingga tidak perlu biaya seperti membelikan susu formula. Pemberian

ASI dapat menyehatkan bayi sehingga menghemat pengeluaran keluarga

untuk berobat (Yuliarti, Keajaiban ASI, 2010).

2.3.5 Alasan Pemberian ASI Eksklusif

Riset yang mendukung pemberian ASI eksklusif adalah riset medis

mengatakan ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik

khususnya pada 6 bulan pertama. System pencernaan bayi belum memilihi

protein dan enzim yang lengkap hingga usia 6 bulan. Pemberian makanan

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

22

padat sebelum usia 6 bulan tidak dapat dicerna dengan baik oleh bayi dan

mengakibatkan reaksi tidak nyaman seperti gangguan pencernaan,

timbulnya gas, dan konstipasi. Bayi usia 4-6 bulan memiliki usus yang

belum menutup sempurna, sehingga protein dan bakteri pathogen akan

mudah masuk ke dalam aliran darah. Kandungan antibody pada ASI dapat

melapisi organ pencernaan bayi dan menyediakan kekebalan pasif,

mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus

terjadi. Kandungan zat besi pada ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi

dibandingkan zat besi dari susu sapi atau susu formula, sehingga bayi

dengan ASI eksklusif akan terhindar dari anemia. Pemberian makanan padat

terlalu dini akan meningkatkan kandungan lemak dan berat badan pada

masa anak-anak. Menunda pemberian makanan padat membantu

melindungi bayi dari resiko obesitas di masa dating. Pemberian makanan

padat akan mengurangi asupan ASI bagi bayi, sehingga produksi ASI akan

semakin sedikit (Widuri, 2013).

2.3.6 Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI

Haryono (2014) berpendapat bahwa factor yang mempengaruhi pemberian ASI

menurut dibedakan menjadi tiga factor yaitu factor pemudah (predisposing factors),

factor pendukung (enabling factors), dan factor pendorong (reinforcing factors).

1) Factor Pemudah (predisposing factors)

Faktor pemudah yang mempengaruhi pemberian ASI yaitu 22olist

pendidikan. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang untuk mencari tahu

informasi yang dibutuhkannya. Pendidikan ibu yang tinggi akan lebih

mudah menerima suatu ide baru, promosi dan informasi mengenai ASI

mudah diterima dan diterapkan. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup

tentang ASI dalam hal posisi menyusui, merawat payudara, merangsang

ASI, manfaat dan keunggulan ASI, akan memotivasi ibu untuk memberikan

ASI dengan benar dan akan meningkatkan pemberian ASI kepada bayi.

Adat budaya juga mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI kepada

bayinya. Ibu yang tinggal dengan budaya yang tidak bertentangan dengan

kesehatan khususnya pemberian ASI akan melakukan pemberian ASI

eksklusif, dan ibu yang tinggal dengan budaya pemberian makanan

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

23

pendamping ASI lebih dini akan gagal dalam pemberian ASI eksklusif

(Rachmawati M. D., 2010).

2) Factor Pendukung (enabling factors)

Pendapatan keluarga yang tinggi cenderung mengkonsumsi

makanan dengan kandungan gizi baik. Ibu dengan status gizi yang

mencukupi akan melancarkan produksi ASI sehingga ibu dapat memberikan

ASI secara optimal kepada bayi. Ibu menyusui membutuhkan tambahan

kalori 700 kkal, dan 16 gram protein setiap hari selama 6 bulan.

Ketersediaan waktu erat kaitannya dengan status pekerjaan ibu. Ibu yang

tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak untuk bersama dengan bayi dan

dengan leluasa memberikan ASI kepada bayi. Ibu yang bekerja dapat

meluangkan waktu di rumah atau di tempat kerja untuk memerah ASI setiap

3-4 jam dan disimpan untuk diberikan kepada bayi saat ibu bekerja.

Kesehatan ibu juga mempengaruhi kemampuan ibu dalam menyusui. Ibu

yang sehat dapat memberikan ASI secara optimal tanpa khawatir dapat

menularkan penyakit kepada bayinya (Proverawati, 2010).

3) Factor pendorong (reinforcing factors)

Factor pendorong meliputi dukungan keluarga. Ibu yang menyusui

membutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan terutama suami, baik

ketika mmulai maupun melanjutkan menyusui. Dukungan petugas

kesehatan yang professional juga dapat memberikan informasi atau nasehat

kepada ibu tentang ASI dan manfaatnya, sehingga mempengaruhi

kontinuitas ibu dalam memberikan ASI (Rachmawati M. D., 2010).

2.4 Konsep Pengalaman

2.4.1 Pengertian Pengalaman

Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani

maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi. Pengalaman

dapat diartikan sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan

menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat

tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi. Pengalaman adalah

pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran

serta pengalaman masa lalu. Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

24

oleh panca indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh

ataupun dirasakan saat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama berlangsung.

Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan

menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. Dari beberapa pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani,

maupun dirasakan yang kemudian disimpan dalam memori (Soyomukti, 2017).

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman

Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat suatu

obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan

seseorang, pelaku atau factor pada pihak yang mempunyai pengalaman, factor

obyek atau target yang dipersepsikan dan factor situasi dimana pengalaman itu

dilakukan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya,

lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup setiap individu

juga ikut menentukan pengalaman. Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek

dapat berbeda-beda karena pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang

dipengaruhi oleh isi memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan

akan disimpan di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk

menanggapi hal yang baru (Latif, 2014).

2.4.3 Jenis Pengalaman

Terdapat beberapa jenis pengalaman, yaitu:

1) Pengalaman Lahiriah

Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang jelas dan benar-benar

oleh indera manusia. Contohnya seperti manusia mengatakan bulan ini

bersinar dan menerangi kegelapan setelah melihat cahayanya di malam hari,

atau tangannya terasa sakit karena telah dicubit akibatnya tangannya

merasakan sakit (Adhim, 2016).

2) Pengalaman Batiniah

Pengalaman batiniah adalah pengalaman yang tidak terlihat jelas

oleh mata manusia tidak teraba oleh tangan manusia karena pengalaman itu

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1 - UMM

25

ada di dalam batin manusia yang mengalaminya. Contohnya seperti rasa

senang, rasa sedih, raasa gelisah, rasa ragu, dan lain sebagainya. Semua rasa

itu hanya bisa diketahui oleh orang yang telah mengalaminya dan

merasakan lewat pengalaman batin (Adhim, 2016).

2.4.4 Fungsi Pengalaman

Pengalaman setian orang terhadap suatu objek dapat berbeda-beda karena

pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya.

Adapun yang memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan didalam

memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk menanggapi hal yang baru.

Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda walaupun melihat suatu objek

yang sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang,

pelaku atau factor pada pihak yang mempunyai pengalaman, factor objek atau

target yang dipersepsikan dan factor situasi dimana pengalaman itu dilakukan.

Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik,

pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut

menentukan pengalaman (Latif, 2014).