Page 1
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Neonatus
2.1.1 Pengertian Neonatus
Neonatus adalah bayi yang baru saja mengalami proses kelahiran, berusia
0-28 hari. Lahirnya biasanya dengan usia gestasi 38-42 minggu. Bayi baru lahir
memerlukan penyesuaian fisiologis berupa maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri
dari kehidupan intrauterine kekehidupan rekstrauterine) dan toleransi bagi bayi baru
lahir untuk hidup dengan baik. Selain itu, neonatus adalah individu yang sedang
bertumbuh (Sembiring, 2019).
2.1.2 Perkembangan Neonatus
Wahyuni (2011) berpendapat bahwa fisiologi neonatus merupakan ilmu yang
mempelajari fungsi dan proses vital neonatus mulai dari peredaran darah,
metabolism, system pernafasan, sampai dengan keseimbangan asam dan basa :
1) Peredaran Darah
Setelah bayi lahir paru akan berkembang yang akan mengakibatkan
tekanan artriol dalam paru menurun yang diikuti dengan menurunnya
tekanan pada jantung sebelah kanan. Kondisi ini menyebabkan tekanan
jantung sebelah kiri lebih besar dibandingkan dengan tekanan jantung
sebelah kanan dan hal tersebutlah yang membuat foremen ovale secara
fungsional menutup. Hal ini terjadi pada jam-jam pertama setelah kelahiran.
Oleh karena tekanan dalam aorta desenden naik dan juga karena rangsangan
biokimia serta duktus arteiosus yang berobliterasi. Hal ini terjadi pada hari
pertama (Sembiring, 2019).
Aliran darah paru pada hari pertama kehidupan adalah 4-5 liter per
menit meter persegi. Aliran darah sistolik pada hari pertama rendah yaitu
1.96 liter per menit per meter persegi dan bertambah pada hari kedua dan
ketiga karena penutupan duktus arterious. Tekanan darah pada waktu lahir
dipengaruhi oleh jumlah darah yang melalui transfuse plasenta yang pada
Page 2
6
jam-jam pertama sedikit menurun, untuk kemudian naik lagi dan menjadi
konstan (Wahyuni, 2011).
Dalam waktu singkat perubahan-perubahan besar tekanan darah
pada bayi baru lahir, sekalipun perubahan-perubahan ini secara anatomi
tidak selesai dalam hitungan minggu, penutup fungsional foramen ovale dan
duktus arteriosus terjadi segera setelah kelahiran, yang paling penting untuk
dipahami adalah bahwa perubahan sirkulasi dari janin ke bayi baru lahir
berkaitan mutlak dengan kecukupan fungsi respirasi (Armini, Marhaeni, &
Sriasih, 2017).
2) Keseimbangan air dan fungsi ginjal
Tubuh neonatus relatif mengandung banyak air. Kadar natrium juga
relatif lebih besar dibandingkan dengan kalium karena ruang ekstraseluler
yang luas. Fungsi ginjal masih belum sempurna karena jumlah nefron yang
masih belum sebanyak orang dewasa. Ketidakseimbangan luas permukaan
glomerulus dan volume tubulus proksimal. Renal blood flow relatif kurang
baik dibandingkan dengan orang dewasa (Noordiati, 2018).
3) Metabolisme
Pada jam-jam pertama kehidupan bayi, energy didapatkan dari
perubahan karbohidrat. Pada hari kedua, energy berasal dari pembakaran
lemak. Setelah mendapat susu sekitar di hari keenam energy diperoleh dari
lemak dan karbohidrat yang masing-masing sebesar 60% dan 40%
(Noorbaya & Johan, 2019).
4) System Pernafasan
Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi pada waktu 30 menit
pertama sesudah lahir. Usia bayi pertama kali untuk mempertahankan
tekanan alveoli selain karena adanya surfaktan, yang adanya terkait napas
dan pengeluaran napas dengan merintis sehingga udara bisa bertahan di
dalam. Bayi batu lahir bernapas dengan cara pernapasan difrakmatik dan
abdominal sehingga untuk frekuensi dan kedalaman bernapas belum teratur
(Noordiati, 2018).
Page 3
7
5) Hati
Setelah lahir, hati menunjukkan perubahan kimia dan mirfologis
yang berupa kenaikan kadar protein dan penurunan kadar lemak serta
glikogen. Sel homopoetik juga mulai berkurang, walaupun dalam waktu
yang lama. Enzim hatia belum aktif benar pada waktu bayi baru lahir, daya
detoksifikasi pada neonatus juga belum sempurna (Wagiyo, 2016).
6) Immunoglobulin
Neonatus tidak memiliki sel plasma pada sumsum tulang juga tidak
memiliki lamina propia ilium dan apendiks. Plasenta merupakan sawar,
sehingga fetus bebas dari antigen dan stress imonogis. Pada neonatus hanya
terdapat gemaglobolin G, sehingga imonologi dari ibu dapat berpindah
melalui plasenta karena berat molekul kecil. Akan tetapi bila ada infeksi
yang melalui plasenta (toksoplasma, herpes, simplek, lues, dan lain-lain)
reaksi imonologis dapat terjadi dengan pembentukan sel plasma serta
antibody gama A,G dan M (Noordiati, 2018).
7) Traktus Digestivus
Traktus digestivus lerative lebih berat dan lebih panjang dibandingkan
dengan orang dewasa. Pada neonatus traktus digestivus mengandung zat
berwarna hitam kehijauan yang terdiri atas mikropolisakarida atau yang
biasa disebut meconium. Meconium kebuar biasanya pada 10 jam pertama
kehidupan dan dalam 4 hari setelah kelahiran biasanya feses sudah
berbentuk dan berwarna seperti feses biasanya. Enzim dalam traktus
digestivus biasanya sudah terdapat pada neonatus, kecuali enzim amylase
pancreas (Maternity, Anjani, & Evrianasari, 2018).
8) Keseimbangan Asam Basa
Tingkat keasaman darah pada waktu lahir umumnya rendah karena
glikolisis anaerobic. Namun dalam waktu 24 jam neonatus telah
mengkompensasi asidosis ini (Sembiring, 2019).
2.1.3 Masalah Bayi Resiko Tinggi
Neonatus atau bayi baru lahir rentang mengalami masalah-masalah. Berikut
merupakan masalah yang biasanya dialami oleh neonatus atau bayi baru lahir:
Page 4
8
1) Asfiksia
Asfiksia neonatrum merupakan suatu kejadian kegawatdaruratan
yang berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah dan sangat
berarti dan sangat beresiko untuk terjadinya kematian dimana keadaan janin
tidak spontan bernafas dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan
makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan berlanjut (Manuaba, 2010).
Afiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Afiksia juga mempengaruhi fungsi organ
vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan oksigen akan terjadi
pernapasan yang cepat dalam periode yang singkat. Apabila afiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai
menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-
angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea
primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan mengap-mengap dan
tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan
kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama
periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan mengap-
mengap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga
mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin
lama malin lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea
sekunder (Saifuddin, 2009).
2) Ikterus
Ikterus adalah warna kuning yang dapat terlihat pada sclera, selaput
lender, kulit, atau organ akibat penumpukan bilirubin. Tingginya kadar
bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi pada setiap bayi berbeda-
beda. Dapat juga diartikan sebagai ikterus dengan konsentrasi bilirubin,
yang serumnya mungkin menjurus kearah terjadinya 8olistic8m8 bila kadar
bilirubin tidak dikendalikan (Surasmi, dkk, 2009). Tindakan keperawatan
utama untuk mengatasi ikterus neonatorum adalah tindakan fototerapi.
Page 5
9
Fototeraoi hanya diberikan kepada bayi yang mengalami sakit kuning yang
parah dan dicurigai kadar bilirubin tak terkonjugasi yang dapat
membahayakan bayi jika bilirubin meningkat (England, 2012).
Fototerapi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kadar
Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi
kemajuan fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
yang berlebihan, dan implementasinya telah secara drastic membatasi
transfuse tukar (Bhutani, 2011).
3) Sianosis
Sianosis adalah manifestasi tersering dari penyakit jantung
simptomatik pada neonatus. Sianosis adalah tanda fisik dengan karakteristik
membrane mukosa, bantalan kuku, dan kulit biru. Sianosis dapat terlihat jika
terdapat konsentrasi absolut hemoglobin deosihenasi sedikirnya 3 g/dl.
Deteksi awal dari sianosis pada neonatus adalah sangat penting. Banyak
tempat untuk memperhatikan sianosis pada tubuh, termasuk bibir, kuku jari
tangan, kuku jari kaki, mukosa mulut, konjungtiva, dan ujung hidung. Ujung
lidah adalah tempat yang baik untuk melihat adanya sianosis, tidak
dipengaruhi etnis, dan sirkulasi tidak melambat seperti bagian perifer dari
tubuh. Seringkali sianosis terjadi tanpa disertai adanya gagal nafas karena
disebabkan kelainan srtuktural kardiovaskular sedangkan kelainan berat
dari parenkim paru mengakibatkan sianosis yang diserai dengan gagal nafas
(Rachmawati, 2016).
4) BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah)
BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500
gram tanpa memandang masa kehamilan. BBLR mempunyai resiko
mengalami kegagalan nafas yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum
(Cahyo, 2013). Penyebab BBLR secara umum bersifat multifactorial,
sehingga kadang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan
pencegahan. Namun penyabab terbanyak BBLR adalah kelahiran
premature. Secara teori menyebutkan penyebab BBLR antara lain 9olist ibu
(usia, paritas, jarak kehamilan, riwayat penyakit, social ekonomi,
Page 6
10
kebiasaan), 10olist janin, 10olist plasenta, dan 10olist lingkungan
(Proverawati, 2010).
BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) memiliki resiko kematian pada
usia dibawah 1 tahun, 17 kali lebih besar dari bayi yang dilahirkan dengan
berat lahir normal. Hal ini dimungkinkan karena pada BBLR kematangan
organ tubuh yang belum sempurna. Apabila BBLR tidak ditangani dengan
baik maka akan memiliki resiko untuk mengalami penyakit neonatus yang
lebih besar dari pada bayi dengan berat lahir normal. Beberapa penyakit
yang sering dialami BBLR adalah sindrom gangguan pernapasan idiopatik,
pneumonia aspirasi, perdarahan intraventrikular, fibroplasia retrolental dan
hiperbilirubinemia (Dewiyanti, 2015).
5) Bayi Prematur
Bayi lahir prematur merupakan salah satu kejadian abnormal dalam
sebuah proses kelahiran yang ditandai dengan kelahiran tidak cukup umur,
yaitu antara 20-38 minggu masa kehamilan terhitung dari hari pertama
menstruasi terakhir. Faktor resiko kelahiran bayi premature dapat dibedakan
menjadi dua yaitu internal yang meliputi gangguan autoimun, stress, dan
kondisi fisik, sedangkan eksternal antara lain social ekonomi, gaya hidup,
asupan nutrisi, perawatan kesehatan, polusi udara, dan paparan asar rokok
(Karmaya, Putra, & Noriani, 2015).
Bayi premature pada umumnya memerlukan bantuan untuk
kelangsungan hidupnya segera setelah lahir. Hal ini akan menyebabkan bayi
berpisah dari ibunya. Pelibatan ibu dalam perawatan bayi dapat
memfasilitasi tali kasih dan kelekatan yang tertunda antara ibu dan bayi.
Hubungan kasih saying dan kedekatan ibu-bayi dimulai dengan interaksi.
Interaksi ibu-bayi merupakan hubungan timbal balik yang aktif dan saling
mempengaruhi antara ibu dan bayi melalui perilaku saling bertatapan,
tersenyum, meniru, kontingengsi, responsive, selaras dan bermain (Rustina,
2013).
Page 7
11
2.2 Konsep Ikterus Neonatus
2.2.1 Pengertian Ikterus Neonatus
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikterus pada kulit dan 11olist akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi
yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak pada bayi baru lahir bila
kadar bilirubin darah 5-7 mg/dL. Ikterus neonatorum dapat menimbulkan
ensefalopati bilirubin yaitu manifestasi klinis yang timbul akibat efek
toksisbilirubin pada 11olist saraf pusat di ganglia basalis dan beberapa batang otak
(Marmi, 2015).
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam
darah, baik oleh fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai
dengan ikterus. Bilirubin diproduksi dalam retikuloendotelial sebagai produk akhir
dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi reduksi. Karena sifat
hidrofobiknya, bilirubin tak terkonjugasi diangkut dalam plasma, terikat erat pada
albumin. Ketika mencapai hati, bilirubin diangkut ke dalam hepatosit, terikat
dengan ligandin. Setelah diekskresikan ke dalam usus melalui empedu, bilirubin
direduksi menjadi tetrapirol tak berwarna oleh mikroba di usus besar. Bilirubin tak
terkonjugasi ini dapat diserap kembali ke dalam sirkulasi, sehingga meningkatkan
bilirubin plasma total. Pengobatan pada kasus hiperbilirubinemia dapat berupa
fototerapi, intravena immunoglobulin (IVIG), 11olistic11 pengganti, penghentian
ASI sementara, dan terapi medikamentosa (Ridha, 2014).
2.2.2 Klasifikasi Ikterus
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
bilirubin dalam darah >5mg/dL, yang secara klinis ditandai oleh adanya ikterus,
dengan 11olist penyebab fisiologik dan non-fisiologik.
1) Ikterus fisiologik
Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL. Pada bayi cukup
bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin akan mencapai puncaknya
sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3 kehidupan dan kemudian akan menurun
cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL
Page 8
12
selama 1 sampai 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI,
kadar bilirubin puncak akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL)
dan penurunan terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan
dapat mencapai 6 minggu (Roesli, 2008).
Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan terjadi
peningkatan kadar dengan kadar puncak yang lebih tinggi dan bertahan
lebih lama, demikian pula dengan penurunannya bila tidak diberikan
fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar sampai 10-12 mg/dl masih dalam
kisaran fisiologik, bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan
metabolism bilirubin.1,2,4 Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan
kurang bulan ialah secara berurut 50-60% dan 80%. Umumnya fenomena
ikterus ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik
tidak disebabkan oleh tunggal tetapi kombinasi dari berbagai yang
berhubungan dengan maturitas fisiologik bayi baru lahir. Peningkatan kadar
bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi bayi baru lahir disebabkan oleh
kombinasi peningkatan ketersediaan bilirubin dan penurunan klirens
bilirubin (Maulida, 2013).
2) Ikterus non-fisiologik
Jenis icterus ini dulu dikenal sebagai icterus patologik, yang tidak
mudah dibedakan dengan icterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal dibawah
ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu ikterus yang terjadi
sebelum usia 24 jam; setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang
memerlukan fototerapi; peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5
mg/dL/jam; adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi
(muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea,
takipnea, atau suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan
hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan
(Tazami, 2013).
2.2.3 Metabolisme Bilirubin
Sebagian besar produksi bilirubin merupakan akibat degradasi hemoglobin
pada 12olist retikuloendotelial. Tingkat penghancuran hemoglobin pada neonatus
lebih tinggi daripada bayi yang lebih tua. Sekitar 1 g hemoglobin dapat
Page 9
13
menghasilkan 35 mg bilirubin indirek, yaitu bilirubin yang larut dalam lemak tetapi
tidak larut dalam air. Transportasi bilirubin indirek melalui ikatan dengan albumin.
Bilirubin ditransfer melalui sel ke dalam hepatosit, sedangkan albumin tidak
(Ariani, 2010). Di dalam sel, bilirubin akan terikat pada ligandin, serta sebagian
kecil pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan proses
dua arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin plasma dan ligandin
dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk hepatosit dikonjugasi dan
diekskresi ke dalam empedu. Dalam sitosol hepatosit, ligandin mengikat bilirubin
sedangkan albumin tidak. Dalam hepatosit terjadi konjugasi lanjut dari bilirubin
menjadi bilirubin diglukoronid (Sunar, 2009).
Sebagian kecil bilirubin terdapat dalam bentuk monoglukoronid, yang akan
diubah oleh glukoronil-transferase menjadi diglukorinid. Enzim yang terlibat dalam
sintesis bilirubin diglukorinid, yaitu uridin difosfat-glukoronid transferase (UDPG-
T), yang mengatalisis pembentukan bilirubin monoglukoronid. Sintesis dan
ekskresi diglukoronid terjadi di kanalikuli empedu. Isomer bilirubin yang dapat
membentuk ikatan seperti bilirubin natural IX dapat diekskresi langsung ke dalam
empedu tanpa konjugasi, misalnya isomer yang terjadi sesudah terapi sinar.
Konjugasi bilirubin menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, terjadi ekskresi
segera ke empedu kemudian ke usus. Bilirubin direk ini tidak di sebagian di dalam
usus. Bilirubin direk dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi, siklus
ini disebut siklus enterohepatik (Ernawati, 2009).
2.2.4 Faktor Resiko
1) ASI yang kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat
bermasalah karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk
memroses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat terjadi
pada bayi yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI (Tazami, 2013).
2) Peningkatan jumlah sel darah merah
Jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko untuk
terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang memiliki jenis
golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir dengan anemia akibat
abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis), atau mendapat darah;
Page 10
14
kesemuanya berisiko tinggi akan mengalami hiperbilirubinemia (Roesli,
2012).
3) Infeksi/ inkompabilitas ABO-Rh
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari
ibu ke janin di dalam dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia.
Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis kongenital,
dan sepsis (Roesli, 2012).
2.2.5 Etiologi Ikterus
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.
Penyebab yang sering ditemukan disini adalah yang timbul akibat inkompatibilitas
golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat timbul
karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subapeneoratik)
atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi memegang peranan penting dalam
terjadinya hiperbilirubinemia. Keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis
dan gastroenteritis. Beberapa factor lain yang juga merupakan penyebab
hiperbilirubinemia adalah hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan asidosis,
hipoglikemia dan polisitemia (Ratuain, 2015). Kejadian yang sering ditemukan
adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau bayi, meningkatnya
bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Keadaan lain yang memperhatikan peningkatan kadar bilirubin adalah
apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil
transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekresi, misalnya penderita
hepaititis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra atau ekstra 14olisti
(Maulida, 2013).
2.2.6 Patofisiologi
Ikterus pada neonatus disebabkan oleh maturase fungsional (fisiologis) atau
manifestasi dari suatu penyakit (patologik). Tujuh puluh lima persen dari bilirubin
yang ada pada neonatus berasal dari penghancuran hemoglobin dan dari myoglobin
Page 11
15
sitokorm, katalase dan triptofan pirolase. 1 gram hemoglobin yang hancur akan
menghasilkan 35 mg bilirubin. Bayi cukup bulan akan menhancurkan eritrosit
sebanyak 1 gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan albumin
bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek dalam
lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk ke dalam otak dan terjadi
kern ikterus. Yang memudahkan terjadinya hal tersebut adalah imaturitas,
afiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2000 gram), infeksi
hipoglikemia, hiperkarbia, dan lain-lain. Di dalam hepar bilirubin akan diikat oleh
enzim glucuronil transverase menjadi bilirubin direk yang larut dalam air,
kemudian diekskresikan ke system empedu selanjutnya masuk ke dalam usus dan
menjadi sterkobilin. Sebagian diserap kembali dan keluar melalui urine
urobilinogen. Pada neonatus bilirubin direk dapat diubah menjadi bilirubin indirek
di dalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting
terhadap perubahan tersebut. Bilirubin indirek ini diserap kembali ke hati yang
disebut siklus Intrahepatik (Widiawati, 2017).
2.2.7 Derajat Ikterus
Pengamatan ikterus pada neonatus paling baik dilakukan dalam cahaya
matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk
menghilangkan warna karena pengaruh sirkusi darah. Warna kuning pada bayi sulit
terlihat apabila dalam cahaya buatan sperti lampu. Ada beberapa cara untuk
menentukan derajat ikterus yang merupakan resiko terjadinya kern ikterus,
misalnya kadar bilirubin bebas, kadar bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis (Kramer)
dilakukan dibawah sinar biasa (day light). Sebaiknya penilaian ikterus pada
neonatus dilakukan secara laboratorium, apabila fasilitas tidak memungkinkan
dapat dilakukan secara klinis (Sembiring, 2019).
2.2.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis pada icterus neonatus sebagai berikut:
1) Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin
Bilirubin dapat dipecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan
urine, untuk itu bayi harus mendapatkan cukup ASI. Seperti yang diketahui
ASI memiliki zat-zat terbaik yang dapat memperlancar BAB dan BAK. ASI
Page 12
16
sangat diperlukan oleh bayi dengan kondisi hiperbilirubin. Ibu bisa
menyusui bayi dengan frekuensi yang sering agar bilirubin dapat dipecah
(Kosim, 2016).
2) Fototerapi
Fototerapi diberikan jika kadar bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol
yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam
air, dan dikeluarkan melalui urine, tinja, sehingga kadar bilirubin menurun.
a) Cara kerja fototerapi
Fototerapi dapat menimbulkan dekomposisis bilirubin dari suatu
senyawa tetrapirol yang sulit larut dalam air menjadi senyawa dipirol
yang mudah larut dalam air dan cairan empedu duodenum dan
menyebabkan bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus
sehingga peristaltic usus meningkat dan bilirubin akan keluar dalam
feses (Azlin, 2016).
b) Komplikasi fototerapi
Menurut Azlin (2016) beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada
fototerapi adalah terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan
mengakibatkan peningkatan Insensible Water Loss (penguapan cairan),
timbulnya kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar
(berupa kemerahan) tetapi akan hilang jika fototerapi selesai, gangguan
pada retina jika mata tidak ditutup, dan kenaikan suhu tubuh akibat sinar
lampu.
3) Tranfusi Tukar
Transfuse tukar dilakukan pada keadaan hiperbilirubinemia yang
tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, misalnya telah diberikan fototerapi
kadar bilirubin tetap tinggi. Pada umumnya transfuse tukar dilakukan pada
icterus yang disebabkan hemolysis yan terdapat pada ketidakselarasan
rhesus ABO, defisiensi enzim glukuronil transferase G-6-PD, infeksi
toksoplasmosis dan sebagainya. Indikasi untuk melakukan transfuse tukar
adalah kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg%, peningkatan kadar
Page 13
17
bilirubin indirek cepat yaitu 0,3-1 mg% per jam, anemia berat pada neonatus
dengan gejala gagal jantung, bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat
kurang dari 14 mg% dan uji comb positif. Tujuan transfuse tukar adalah
mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolysis, membuang antibody
yang menyebabkan hemolysis, menurunkan kadar bilirubin indirek dan
memperbaiki anemia (Kosim, 2016).
2.2.9 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada ikterus neonatus adalah
yang pertama pemeriksaan kadar bilirubin serum (total). Kadar bilirubin serum
direk dianjurkan untuk diperiksa, bila dijumpai bayi kuning dengan usia kurang
lebih 10 hari dan tau dicurigai adanya suatu kolestatis. Yang kedua pemeriksaan
darah tepi lengkap dan gambaran apusan darah tepi. Pemeriksaan ini ntuk melihat
morfologi eritrosit dan hitung retikulosit. Dalam pemeriksaan ini untuk mengetahui
adanya sel abnormal. Yang ketiga pemeriksaan untuk menentuan golongan darah
dan factor Rh dari ibu dan bayi. Bayi yang berasal dari ibu dengan Rh negative
harus dilakukan pemeriksaan golongan darah, factor Rh uji comb pada saat bayi
dilahirkan, kadar hemoglobin dan bilirubin tali pusat juga diperiksa (normal bila
Hb >14 mg/dL dan bilirubin tali pusat <4 mg/dL). Yang keempat pemeriksaan
enzim G-6-PD (glukuronil transferase). G6PD merupakan enzim yang berfungsi
untuk memastikan proses oksidasi dan jangka hidup sel darah merah (eritrosit)
normal (Prasetyo, 2016),
2.2.10 Cara Pencegahan Ikterus Neonatus
Ikterus pada neonatus dapat dicegah dengan beberapa cara yaitu dengan
pengawasan antenatal yang baik, menghindari obat yang meningkatkan ikterus
pada neonatus pada masa kehamilan dan kelahiran misalnya sulfafurasol, oksitosin,
novobiosin, dan lain-lain. Ikterus juga dapat dicegah dengan pencegahan dan
pengobatan hipoksia pada janin dan neonatus, pencegahan fenobarbital pada ibu 1-
2 hari sebelum partus, pemberian makanan yang dini, pencegahan infeksi, dan
pemberian ASI yang adekuat dapat membantu mencegah terjadinya ikterus pada
neonatus (Sembiring, 2019).
Page 14
18
2.3 Konsep ASI
2.3.1 Pengertian ASI
ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan laktosa,
protein, dan garam 18olisti yang disekresi oleh kedua kelenjar payudara ibu dan
merupakan makanan terbaik untuk bayi. ASI memenuhi segala kebutuhan makanan
bayi baik gizi, imunologi, dan yang lainnya. ASI memberikan kesempatan bagi ibu
mencurahkan cinta kasih serta perlindungan kepada anaknya. Fungsi ini tidak dapat
dialihkan kepada ayah/suami dan merupakan suatu kelebihan kaum wanita. ASI
ekslusif diberikan sejak umur 0 gari sampai 6 bulan (Bahiyatun, 2009).
2.3.2 Jenis ASI
ASI yang dihasilkan oleh ibu memiliki jenis dan kandungan yang berbeda-beda,
terdapat 3 jenis ASI yang diproduksi oleh ibu.
1) Kolostrum
Kolostrum adalah cairan kekuning-kuningan yang diproduksi pada
hari pertama hingga keempat dengan kandungan protein dan zat antiinfeksi
yang tinggi serta berfungsi sebagai pemenuhan gizi dan proteksi bayi baru
lahir. Kolostrum berfungsi untuk membersihkan saluran pencernaan pada
neonatus. Produksi kolotrum dimulai pada masa kehamilan sampai
beberapa hari setelah kelahiran. Kolostrum menfandung tinggi imunoglobin
A (IgA) sebagai sumber imun pasif bagi bayi karena mengandung antibody
yang tinggi. Kolostrum lebih banyak mengandung protein daripada ASI
matur. Dalam kolostrum, protein yang utama adalah globulin. Kadar
karbohidrat dan lemak lebih rendah daripada ASI yang matur. Terdapat
tripsin inhibitor sehingga hidrolisis protein yang ada di dalam usus bayi
menjadi kurang sempurna. Hal ini akan lebih banyak menambah kadar
antibody pada bayi (Bayu, 2014).
2) Transitional Milk (ASI Peralihan)
ASI peralihan adalah air susu ibu yang keluar setelah kolostrum. ASI
peralihan diproduksi 8-20 hari dengan kadar lemak, laktosa, dan vitamin
larut air yang lebih tinggi, dan kadar protein, mineral lebih rendah. Kadar
Page 15
19
protein makin rendah, sedangkan kadar karbohidrat dan lemak serta volume
juga semakin meningkat. ASI peralihan disekresi dari hari ke-4 sampai
dengan hari ke-10 dari masa laktasi. Pada masa transisi, pengeluaran ASI
mulai stabil dan keluhan nyeri pada payudara ibu mulai berkurang. Ibu perlu
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein dan kalsium.
(Ambarwati, 2009).
3) Mature Milk (ASI Matang)
ASI matang adalah air susu ibu yang dihasilkan sekitar 21 hari
setelah melahirkan dengan kandungan sekitar 90% air untuk hidrasi bayi
dan 10% karbohidrat, protein, dan lemak untuk perkembangan bayi.ASI
matur merupakan cairan berwarna putih kekuningan yang berasal dari Ca-
kasein, riboflafin, dan karoten yang terdapat di dalamnya. ASI matang
memiliki dua tipe yaitu foremilk dan hindmilk. Foremilk diproduksi pada
awal menyusui dengan kandungan tinggi protein, laktosa, dan nutrisi
lainnya namun rendah lemak, serta komposisi lebih encer. Sedangkan
hindmilk diproduksi menjelang akhir menyusui dengan kandungan tinggi
lemak (Ambarwati, 2009).
2.3.3 Kandungan ASI
Menurut Baskoro (2008) ASI merupakan makanan paling ideal dan seimbang
bagi bayi, zat gizi yang terkandung dalam ASI adalah :
1) Lemak
Lemak merupakan sumber kalori utama dalam ASI yang mudah
diserap oleh bayi. Asal lemak essensial dalam ASI akan membentuk asam
lemak tidak jenuh rantai panjang decosahexaenoic acid (DHA) dan
arachidoic acid (AA) yang berfungsi untuk pertumbuhan otak anak.
Kandungan lemak dalam ASI pada ibu berbeda-beda dari fase menyusui ke
fase berikutnya, pada awalnya kandungan lemak rendah, kemudian
jumlahnya akan meningkat sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam
perkembangan tubuh bayi (Adriani, 2016).
2) Karbohidrat
Laktosa merupakan karbohidrat utama dalam ASI yang bermanfaat
untuk meningkatkan absorbs kalsium dan merangsang pertumbuhan
Page 16
20
lactobacillus bifidus. Karbohidrat dalam ASI mengandung laktosa yang
memiliki fungsi sebagai sumber energy untuk otak bayi. Hidrat arang yang
terkandung dalam ASI merupakan nutrisi yang sangat penting yang
mempunyai peran dalam pertumbuhan sel saraf otak, serta memberi energy
untuk kerja sel saraf usus. Sebagian laktosa akan diubah menjadi asam laktat
yang mempunyai fungsi untuk mencegah pertumbuhan bakteri yang
berbahaya dan membatu penyerapan kalsium dan mineral (Adriani, 2016).
3) Protein
Protein dalam ASI yaitu whey, kasein, sistin, dan taurin. Sistin dan
taurin merupakan asam amino yang tidak dapat ditemukan pada susu sapi.
Sistin diperlukan untuk pertumbuhan somatic dan taurin untuk pertumbuhan
anak. Ptotein dalam ASI lebih mudah diserap dan lebih mudah dicerna
(Adriani, 2016).
4) Garam dan Mineral
Kandungan garam dan mineral pada ASI relative rendah karena
ginjal bayi belum dapat mengosentrasikan air kemih dengan baik.
Kandungan garam dan mineral pada ASI kalsium, kalium, natruim,
tembaga, zat besi, dan mangan. Mineral yang terkandung dalam ASI adalah
kalsium, magnesium, vitamin D, lemak, dan fosfor. Kandungan tersebut
mudah diserap dengan baik oleh bayi. Mineral yang terkandung dalam ASI
berfungsi untuk membantu proses metabolism nayi dan perkembangan bayi
(Setiawan, 2012).
5) Vitamin
ASI mengandung banyak vitamin yaitu diantaranya vitamin D,
vitamin E, dan vitamin K. Vitamin yang terkandung dalam ASI yaitu
vitamin K yang berfungsi sebagai proses pembekuan darah. Vitamin lainnya
yang tekandung dalam ASI adalah vitamin A yang baik untuk kesehatan
mata dan vitamin E yang berfungsi untuk ketahanan dinding sel darah merah
(Setiawan, 2012).
Page 17
21
2.3.4 Manfaat Pemberian ASI
ASI merupakan makanan yang sempurna bagi bayi yang memiliki berbagai
manfaat, baik bagi bayi, ibu maupun keluarga. Manfaat ASI menurut (Damayanti,
2010) adalah:
1) Manfaat ASI bagi bayi
Anak yang mendapatkan ASI ekslusif mempunyai IQ lebih tinggi
dibandingkan dengan ASI nonekslusif. Pemberian ASI pada bayi dapat
merangsang kecerdasan emosional. Doa dan harapan yang didengungkan
selama proses menyusui dapat mengasah kecerdasan spiritual bayi.
Komposisi gizi pada ASI yang lengkap bermanfaat memenuhi kebutuhan
bayi, sehingga anak terhindar dari malnutrisi. Kandungan antibody pada
ASI mampu memberikan imunitas bayi sehingga mampu mencegah
terjadinya kanker limfomaligna dan bayi lebih sehat dan lebih kuat
dibandingkan dengan bayi yang tidak mendapatkan ASI (Yuliarti, 2010).
2) Manfaat ASI bagi ibu
ASI bermanfaat juga bagi ibu yaitu mencegah perdarahan persalinan,
mempercepat involusi uteri, mengurangi resiko anemia, mengurangi resiko
kanker ovarium dan payudara, memperkuat ikatan ibu dan bayi,
mempercepat kembali ke berat badan semula, dan sebagai metode
kontrasepsi sementara (Yuliarti, Keajaiban ASI, 2010).
3) Manfaat ASI bagi keluarga
ASI selalu tersedia dimanapun ibu berada dan selalu dalam kondisi
steril, sedangkan pemberian susu formula yang harus mencuci dan
mensterilkan botol sebelum digunakan. ASI diproduksi ibu setiap hari
sehingga tidak perlu biaya seperti membelikan susu formula. Pemberian
ASI dapat menyehatkan bayi sehingga menghemat pengeluaran keluarga
untuk berobat (Yuliarti, Keajaiban ASI, 2010).
2.3.5 Alasan Pemberian ASI Eksklusif
Riset yang mendukung pemberian ASI eksklusif adalah riset medis
mengatakan ASI eksklusif membuat bayi berkembang dengan baik
khususnya pada 6 bulan pertama. System pencernaan bayi belum memilihi
protein dan enzim yang lengkap hingga usia 6 bulan. Pemberian makanan
Page 18
22
padat sebelum usia 6 bulan tidak dapat dicerna dengan baik oleh bayi dan
mengakibatkan reaksi tidak nyaman seperti gangguan pencernaan,
timbulnya gas, dan konstipasi. Bayi usia 4-6 bulan memiliki usus yang
belum menutup sempurna, sehingga protein dan bakteri pathogen akan
mudah masuk ke dalam aliran darah. Kandungan antibody pada ASI dapat
melapisi organ pencernaan bayi dan menyediakan kekebalan pasif,
mengurangi terjadinya penyakit dan reaksi alergi sebelum penutupan usus
terjadi. Kandungan zat besi pada ASI lebih mudah diserap oleh tubuh bayi
dibandingkan zat besi dari susu sapi atau susu formula, sehingga bayi
dengan ASI eksklusif akan terhindar dari anemia. Pemberian makanan padat
terlalu dini akan meningkatkan kandungan lemak dan berat badan pada
masa anak-anak. Menunda pemberian makanan padat membantu
melindungi bayi dari resiko obesitas di masa dating. Pemberian makanan
padat akan mengurangi asupan ASI bagi bayi, sehingga produksi ASI akan
semakin sedikit (Widuri, 2013).
2.3.6 Faktor Yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Haryono (2014) berpendapat bahwa factor yang mempengaruhi pemberian ASI
menurut dibedakan menjadi tiga factor yaitu factor pemudah (predisposing factors),
factor pendukung (enabling factors), dan factor pendorong (reinforcing factors).
1) Factor Pemudah (predisposing factors)
Faktor pemudah yang mempengaruhi pemberian ASI yaitu 22olist
pendidikan. Pendidikan akan mempengaruhi seseorang untuk mencari tahu
informasi yang dibutuhkannya. Pendidikan ibu yang tinggi akan lebih
mudah menerima suatu ide baru, promosi dan informasi mengenai ASI
mudah diterima dan diterapkan. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup
tentang ASI dalam hal posisi menyusui, merawat payudara, merangsang
ASI, manfaat dan keunggulan ASI, akan memotivasi ibu untuk memberikan
ASI dengan benar dan akan meningkatkan pemberian ASI kepada bayi.
Adat budaya juga mempengaruhi ibu untuk memberikan ASI kepada
bayinya. Ibu yang tinggal dengan budaya yang tidak bertentangan dengan
kesehatan khususnya pemberian ASI akan melakukan pemberian ASI
eksklusif, dan ibu yang tinggal dengan budaya pemberian makanan
Page 19
23
pendamping ASI lebih dini akan gagal dalam pemberian ASI eksklusif
(Rachmawati M. D., 2010).
2) Factor Pendukung (enabling factors)
Pendapatan keluarga yang tinggi cenderung mengkonsumsi
makanan dengan kandungan gizi baik. Ibu dengan status gizi yang
mencukupi akan melancarkan produksi ASI sehingga ibu dapat memberikan
ASI secara optimal kepada bayi. Ibu menyusui membutuhkan tambahan
kalori 700 kkal, dan 16 gram protein setiap hari selama 6 bulan.
Ketersediaan waktu erat kaitannya dengan status pekerjaan ibu. Ibu yang
tidak bekerja memiliki waktu lebih banyak untuk bersama dengan bayi dan
dengan leluasa memberikan ASI kepada bayi. Ibu yang bekerja dapat
meluangkan waktu di rumah atau di tempat kerja untuk memerah ASI setiap
3-4 jam dan disimpan untuk diberikan kepada bayi saat ibu bekerja.
Kesehatan ibu juga mempengaruhi kemampuan ibu dalam menyusui. Ibu
yang sehat dapat memberikan ASI secara optimal tanpa khawatir dapat
menularkan penyakit kepada bayinya (Proverawati, 2010).
3) Factor pendorong (reinforcing factors)
Factor pendorong meliputi dukungan keluarga. Ibu yang menyusui
membutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan terutama suami, baik
ketika mmulai maupun melanjutkan menyusui. Dukungan petugas
kesehatan yang professional juga dapat memberikan informasi atau nasehat
kepada ibu tentang ASI dan manfaatnya, sehingga mempengaruhi
kontinuitas ibu dalam memberikan ASI (Rachmawati M. D., 2010).
2.4 Konsep Pengalaman
2.4.1 Pengertian Pengalaman
Pengalaman dapat diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami, dijalani
maupun dirasakan, baik sudah lama maupun yang baru saja terjadi. Pengalaman
dapat diartikan sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan
menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat
tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi. Pengalaman adalah
pengamatan yang merupakan kombinasi penglihatan, penciuman, pendengaran
serta pengalaman masa lalu. Pengalaman merupakan peristiwa yang tertangkap
Page 20
24
oleh panca indera dan tersimpan dalam memori. Pengalaman dapat diperoleh
ataupun dirasakan saat peristiwa baru saja terjadi maupun sudah lama berlangsung.
Pengalaman yang terjadi dapat diberikan kepada siapa saja untuk digunakan dan
menjadi pedoman serta pembelajaran manusia. Dari beberapa pendapat tersebut
dapat disimpulkan bahwa pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani,
maupun dirasakan yang kemudian disimpan dalam memori (Soyomukti, 2017).
2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengalaman
Setiap orang mempunyai pengalaman yang berbeda walaupun melihat suatu
obyek yang sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan
seseorang, pelaku atau factor pada pihak yang mempunyai pengalaman, factor
obyek atau target yang dipersepsikan dan factor situasi dimana pengalaman itu
dilakukan. Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya,
lingkungan fisik, pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup setiap individu
juga ikut menentukan pengalaman. Pengalaman setiap orang terhadap suatu obyek
dapat berbeda-beda karena pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang
dipengaruhi oleh isi memorinya. Apapun yang memasuki indera dan diperhatikan
akan disimpan di dalam memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk
menanggapi hal yang baru (Latif, 2014).
2.4.3 Jenis Pengalaman
Terdapat beberapa jenis pengalaman, yaitu:
1) Pengalaman Lahiriah
Pengalaman lahiriah adalah pengalaman yang jelas dan benar-benar
oleh indera manusia. Contohnya seperti manusia mengatakan bulan ini
bersinar dan menerangi kegelapan setelah melihat cahayanya di malam hari,
atau tangannya terasa sakit karena telah dicubit akibatnya tangannya
merasakan sakit (Adhim, 2016).
2) Pengalaman Batiniah
Pengalaman batiniah adalah pengalaman yang tidak terlihat jelas
oleh mata manusia tidak teraba oleh tangan manusia karena pengalaman itu
Page 21
25
ada di dalam batin manusia yang mengalaminya. Contohnya seperti rasa
senang, rasa sedih, raasa gelisah, rasa ragu, dan lain sebagainya. Semua rasa
itu hanya bisa diketahui oleh orang yang telah mengalaminya dan
merasakan lewat pengalaman batin (Adhim, 2016).
2.4.4 Fungsi Pengalaman
Pengalaman setian orang terhadap suatu objek dapat berbeda-beda karena
pengalaman mempunyai sifat subyektif, yang dipengaruhi oleh isi memorinya.
Adapun yang memasuki indera dan diperhatikan akan disimpan didalam
memorinya dan akan digunakan sebagai referensi untuk menanggapi hal yang baru.
Setiap orang memiliki pengalaman yang berbeda walaupun melihat suatu objek
yang sama, hal ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan seseorang,
pelaku atau factor pada pihak yang mempunyai pengalaman, factor objek atau
target yang dipersepsikan dan factor situasi dimana pengalaman itu dilakukan.
Umur, tingkat pendidikan, latar belakang social ekonomi, budaya, lingkungan fisik,
pekerjaan, kepribadian, dan pengalaman hidup setiap individu juga ikut
menentukan pengalaman (Latif, 2014).