Top Banner
9 BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Derlina (2013) yang meneliti “Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak dengan Menggunakan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado”. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan penerbitan penagihan pajak dengan surat paksa dan pencairan/pelunasan tunggakan pajak pada seksi penagihan KPP Pratama Manado. Data dikumpulkan dengan peninjauan langsung dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis efektivitas. Hasil penelitian menunjukan bahwa penagihan tunggakan pajak dengan menggunakan surat paksa pada tahun 2011 dilihat dari jumlah lembar memiliki persentase efektivitas 41.26% yang indikatornya tergolong kurang efektif dan dari nominalnya memiliki persentase 64.84% yang indikatornya tergolong cukup efektif, sedangkan pada tahun 2012 dilihat dari jumlah lembar memiliki persentase efektivitas 84.09% yang indikatornya tergolong efektif dan dari nominalnya memiliki persentase 81.56% yang indikatornya tergolong efektif. Kukuh, Putrada, dan Devi (2014) yang meneliti “Pengaruh Surat Ketetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus KPP Pratama Malang Utara 2005-2013). Penelitian ini menggunakan analisis data uji klasik dan regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan SKP dan penagihan aktif
14

BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

Aug 13, 2019

Download

Documents

voxuyen
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

9

BAB II

TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Derlina (2013) yang meneliti “Efektivitas Penagihan Tunggakan Pajak

dengan Menggunakan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama

Manado”. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan penerbitan

penagihan pajak dengan surat paksa dan pencairan/pelunasan tunggakan pajak

pada seksi penagihan KPP Pratama Manado. Data dikumpulkan dengan

peninjauan langsung dan wawancara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis efektivitas.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penagihan tunggakan pajak dengan

menggunakan surat paksa pada tahun 2011 dilihat dari jumlah lembar memiliki

persentase efektivitas 41.26% yang indikatornya tergolong kurang efektif dan dari

nominalnya memiliki persentase 64.84% yang indikatornya tergolong cukup

efektif, sedangkan pada tahun 2012 dilihat dari jumlah lembar memiliki

persentase efektivitas 84.09% yang indikatornya tergolong efektif dan dari

nominalnya memiliki persentase 81.56% yang indikatornya tergolong efektif.

Kukuh, Putrada, dan Devi (2014) yang meneliti “Pengaruh Surat

Ketetapan Pajak dan Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan

Pajak Penghasilan Badan (Studi Kasus KPP Pratama Malang Utara 2005-2013).

Penelitian ini menggunakan analisis data uji klasik dan regresi linier berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan SKP dan penagihan aktif

Page 2: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

10

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah pencairan dan SKP memiliki

pengaruh signifikan terhadap pencairan tunggakan pajak.

Mala, Siti, Achmad (2013) yang meneliti “Analisis Efektivitas dan

Kontribusi Tindakan Penagihan Pajak Aktif dengan Surat Teguran dan Surat

Paksa Sebagai Upaya Pencairan Tunggakan Pajak (Studi pada Kantor Pelayanan

Pajak Pratama Batu Tahun 2010-2012)”. Hasil penelitian dengan menggunakan

rumus efektivitas menunjukkan bahwa efektivitas Surat Teguran tergolong tidak

efektif. Efektivitas Surat Paksa pada tahun 2010 dan 2012 tergolong tidak efektif

tetapi di tahun 2011 dikategorikan sangat efektif. Penilaian tingkat kontribusi

dengan menggunakan Rasio Penerimaan Tunggakan Pajak (RPTP) menunjukkan

Surat Teguran dan Surat Paksa masuk kategori sangat kurang.

Rudi (2013) yang meneliti “Pengaruh Kualitas Penetapan Pajak dan

Tindakan Penagihan Aktif terhadap Pencairan Tunggakan Pajak”. Populasi dalam

penelitian ini adalah penunggak pajak yang memperoleh keputusan

pengurangan/penghapusan sanksi atau keputusan keberatan/ banding di tahun

2010-2011 berjumlah 189 Wajib Pajak, baik Wajib Badan maupun Wajib Pajak

Orang Pribadi. Teknik pengambilan sampel penelitian ditentukan dengan

menggunakan Simple Random Sampling. Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu uji asumsi klasik dan uji kelayakan model. Hasil

penelitian menunjukkan Kualitas penetapan berpengaruh signifikan positif

terhadap pencairan tunggakan pajak, dan tindakan penagihan aktif berpengaruh

signifikan positif terhadap pencairan tunggakan pajak.

Page 3: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

11

Hendrawan (2014) yang meneliti “Pengaruh Surat Paksa terhadap

Pencairan Tunggakan Pajak dan Impliksinya terhadap Penerimaan Pajak”.

Populasi dalam penelitian ini adalah 16 (enam belas) Kantor Pelayanan Pajak di

Jawa Barat I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Surat Paksa berengaruh positif

terhadap pencairan tunggakan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor

Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Bara I. Pencairan tunggakan pajak

berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak

dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I.

Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu masih banyak terdapat ketidak

konsistenan antara satu dengan yang lain. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan

untuk mengkonfirmasi dan menguatkan hasil penelitian sebelumnya.

B. Teori dan Kajian Pustaka

1. Penagihan Pajak

Menurut Direktorat Jenderal Pajak melalui situs resminya

(www.pajak.go.id) Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan supaya

penanggung pajak (badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak)

melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau

mengingatkan, melaksanakan penagihan seketa dan sekaligus memberitahukan

surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan

penyanderaan, menjual barang yang telah disita. Dasar hukum pengaihan pajak

diatur dalam Undang-undang No. 19 tahun 1997 yang telah diubah menjadi

Undang-undang No.19 tahun 2000 tentang penagihan pajak dengan surat paksa.

Page 4: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

12

Menurut situs resmi Dirjen Pajak (www.pajak.go.id) tindakan penagihan pajak

terdiri dari :

a. Surat Teguran

Surat teguran atau juga disebut surat peringatan adalah surat yang

diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak

untuk melunasi utang pajaknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 10

Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Zuraida, 2011:65).

Zuraida, (2011;66) menyatakan bahwa dalam peraturan Menteri Keuangan

No.24/PMK.03/2008, tanggal 2 Februari 2008, sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.03/2010 diatur bahwa mengenai saat

penerbitan surat teguran, tergantung pada ada tidaknya sengketa dalam penetapan

pajak sebagai berikut :

- Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak

yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan

wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurag

Bayar (SKPKB) atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

(SKPKBT), kepada wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh)

hari sejaksaat jatuh tempo pengajuan keberatan.

- Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak

yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan

wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan

sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib

Page 5: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

13

pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

pengajuan banding.

- Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak

yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan

wajib pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan

sehubungan dengan Surat Ketetetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), atau

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), kepada wajib

pajak disampaikan surat teguran seletah 7 (tujh) hari sejak saat jauh tempo

pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan putusan banding.

- Dalam hal wajib pajak menyetujui seluruh jumlah pajak yang masih harus

dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada wajib pajak

disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo

pelunasan.

- Dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan

Pajak Kurang Bayar (SKPKB) atau Surat Letetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan (SKPKBT) setelah tanggal jatuh tempo pelunasan, tetapi sebelum

tanggal diterima surat pemberitahuan untuk hadir oleh wajib pajak, kepada

wajib pajak disampaikan surat teguran setelah 7 (tujuh) hari sejak tanggal

pencabutan pengajuan keberatan tersebut.

b. Surat Paksa

Surat paksa adalah surat perintah membayar hutang pajak dan biaya

penagihan. Surat paksa memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukanya sama

dengan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

Page 6: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

14

(Mardiasmo, 2011:127). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000

mengenai penagihan pajak dengan surat paksa, untuk pajak setelah lewat 21 hari

dari tanggal surat teguran tidak dilunasi, maka diterbitkan surat paksa yang

diberitahukan oleh Jurusita Pajak. Ini berarti bahwa juru sita sebagai petugas

pelaksana surat paksa dapat melakukan eksekusi langsung atas barang-barang-

barang milik penanggung pajak.

Surat paksa harus memiliki kekuatan hukum seperti putusan pengadilan

yang telah memiliki kekuatan hukum yang bersifat final, karena tanpa kekuatan

hukum yang bersifat tetap (Mardiasmo, 2011:127), maka surat kuasa masih dapat

diajukan gugatan atau peninjauan kembali, sehingga jika demikian, maka sifat

eksekutorialnya menjadi hilang. Jika surat paksa masih dapat disengketakan,

maka hal ini dapat menunda pelaksanaan eksekusinya. Dalam surat paksa ini

kekuatan hukum pajak yang bersifat memaksa atau dapat dipaksakan terlihat

nyata (Zuraida, 2011:72).

Zuraida,(2011;66) menyatakan bahwa gugatan hanya dilakukan atas

prosedur penerbitan dan pelaksanaan surat paksa, penanggung pajak yang merasa

hak dan kepentingannya dilanggar atas pelaksanaan surat paksa dapat mengajukan

gugatan hanya kepada pengadilan pajak. Jadi, yang digugat hanya prosedur

pelaksanaan surat paksa, bukan pada materi yang ada pada surat paksa. dalam

surat paksa sekurang-kurangnya harus memuat :

- Nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak;

- Dasar penagihan;

- Besarnya utang pajak;

Page 7: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

15

- Perintah untuk membayar.

Dalam surat paksa terdapat 2 (dua) perintah. Perintah pertama ditunjukkan

kepada penanggung pajak agr melakukan pelunasan urang pajaknya dan biaya

penagihan pajak dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam.

Perintah kedua, kepada juru sita yang melaksanakan surat paksa atau juru sita lain

yang ditunjuk untuk melanjutkan pelaksanaan surat paksa untuk melakukan

penyitaan atas barang-barang milik wajib pajak atau penanggung pajak apabila

dalam jangka waktu 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam surat paksa

tersebut tidak dipenuhi (Zuraida, 2011:72).

c. Surat Perintah Penyitaan

Penyitan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang

Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut

peraturan perundang-undangan (Mardiasmo, 2011:128). Tujuan dari tindakan

penyitaan sesunguhnya tidak untuk melakukan penjualan barang milik

penanggung pajak, melainkan hanya untuk menguasai barang penanggung pajak

sebagai jaminan pelunasan hutang pajak (Mardiasmo, 2011:90). Apabila utang

pajak tidak dilunasi Penanggung Pajak dalam jangka waktu 2 x 24 (dua kali dua

puluh empat) jam setelah Surat Paksa diberitahukan, pejabat menerbitkan Surat

Perintah Melaksanakan Penyitaan. Penyitaan dilakukan oleh Jurusita Pajak

disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa, penduduk

Indonesia, dikenal oleh Jurusita Pajak, dan dapat dipercaya. Setiap melaksanakan

penyitaan, Jurusita Pajak membuat berita acara pelaksanaan sita yang

Page 8: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

16

ditandatangani oleh Jurusita Pajak, Penanggung Pajak, dan sanksi-sanksi

(Mardiasmo,2011:128).

Mardiasmo, (2011:128) menyatakan bahwa barang yang disita dapat berupa :

- Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito

berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro, atau bentu lainnya yang

dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya,

piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain, dan atau

- Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan, dan kapal dengan isi

kotor tertentu.

Mardiasmo,(2011:128) menyatakan bahwa barang bergerak yang dikecualikan

dari penyitaan adalah :

- Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh

Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungan.

- Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah.

- Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari

negara.

- Buku-buku yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung

Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan

keilmuan.

- Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan

pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari

Rp 20.000.000,00 (Dua Puluh Juta Rupiah). Besarnya nilai peralatan

Page 9: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

17

ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan atau Keputusan Kepala

Daerah.

- Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan

keluarga yang menjadi tanggungannya.

d. Lelang

Lelang adalah setiap penjualan barang di muka umum dengan cara

penawaran harga secara lisan atau tertulis melalui usaha pengumpulan peminat

atau calon pembeli (Mardiasmo, 2011:130). Apabila utang pajak dan atau biaya

penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat

berwewenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita

melalui Kantor Lelang (Mardiasmo, 2011:130).

Menurut Undang-undang No.19 tahun 2000 Pasal 1 Sub 17, lelang adalah

penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan

atau tertulis melalui usaha pengmpulan peminat atau calon pembeli. Apabila

penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, Pejabat berwenang

melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui Kantor

Lelang. Barang yang disita berupa uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo

rekening koran, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang dan

penyertaan modal pada perusahaan lain, dikecualikan dari penjualan secara lelang.

Mardiasmo,(2011:130) menyatakan bahwa penjualan secara lelang terhadap

barang yang disita dilaksanakan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah

pengumuman lelang melalui media massa. Pengumuman lelang dilaksanakan

paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan. Hasil lelang dipergunakan

Page 10: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

18

terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayarar,

dan sisanya untuk membayar utang pajak.

2. PPh Pasal 25

PPh pasal 25 merupakan angsuran penghasilan pajak yang masih harus

dibayar sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulan pada tahun berjalan

(Mardiasmo, 2011;249). Angsuran Pajak PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan

paling lambat tanggal 15 bulan berikut, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak

paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya sesuai Pasal 3 Peraturan Menteri

Keuangan No.184/PMK.03/2007, yang kemudian diubah lagi sesuai Peraturan

Menteri Keuangan No.80/PMK.03/2010.

3. Perhitungan PPh Pasal 25

Dalam situs resmi Direktorat Jenderal Pajak (www.online-pajak.com) dan

undang-undang no.36 tahun 2008 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun

berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan

PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:

- Pajak penghasilan yang dipotong sesuai Pasal 21 (yaitu sesuai tarif pasal 17

ayat (1) bagi pemilik NPWP dan tambahan 20% bagi yang tidak memiliki

NPWP) dan Pasal 23 (15% berdasarkan dividen, bunga, royalti, dan hadiah -

serta 2% berdasarkan sewa dan penghasilan lain serta imbalan jasa) - serta

pajak penghasilan yang dipungut sesuai pasal 22 (pungutan 100% bagi yang

tidak memiliki NPWP

Page 11: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

19

- Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh

dikreditkan sesuai pasal 24; lalu dibagi 12 atau total bulan dalam pajak masa

setahun.

Pasal 25 ayat 4 dan 6 UU PPh menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang

dapat mempengaruhi besarnya jumlah angsuran PPh pasal 25 yaitu:

- Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP)

untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali

berdasarkan SKP tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan

penerbitan SKP.

- Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya

angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai

berikut:

- Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian;

- Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;

- SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu

yang ditentukan;

- Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;

- Wajib pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan

angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan;

dan/atau

- Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan wajib pajak.

-

Page 12: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

20

4. Sanksi keterlambatan pembayaran PPh pasal 25

Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat membayar, maka WP akan dikenai

bunga sebesar 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal

pembayaran sesuai dengan Sesuai Pasal 9 ayat (2a) UU Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan (KUP), WP dikenai bunga 2%.

C. Perumusan Hipotesis

1. Pengaruh Penerbitan Surat Paksa terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan

Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi

Menurut Undang-undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) No.19

tahun 2000 dalam pasal 1 ayat (12) disebutkan bahwa Surat Paksa adalah perintah

membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Sesuai dengan dasar hukum

penagihan pajak Undang-undang Nomor 19 pasal 7 ayat (1 dan 2) menjelaskan

bahwa surat paksa memiliki kekuatan hukum yang pasti dan tidak dapat ditentang,

Sehingga Setiap peningkatan/penurunan satu satuan tindakan penagihan aktif

maka akan meningkatkan/menurunkan pencairan tunggakan pajak sesuai dengan

Derlina (2013) menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa

dikategorikan efektif terhadap penerimaan tunggakan pajak. Hendrawan (2013)

menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat paksa berpengaruh signifikan.

H1 : Penerbitan surat paksa berpengaruh positif terhadap penerimaan Pajak

Penghasilan pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi.

2. Pengaruh Penerbitan Surat Perintah penyitaan terhadap Penerimaan Pajak

Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak Orang Pribadi

Page 13: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

21

Menurut Undang-undang No.19 tahun 2000, penyitaan adalah tindakan jurusita

pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna digunakan jaminan untuk

melunasi hutang pajaknya. Surat penyitaan merupakan serangkaian tindak lanjut

dari Surat Paksa, yang mana apabila dalam waktu 2 x 24 jam Wajib Pajak tidak

melunasi hutang pajaknya, maka diterbitkan Surat Perintah Melaksanakan

Penyitaan. Rifqiansyah (2014) menyatakan bahwa penagihan pajak dengan surat

penyitaan berpengaruh efektif terhadap pencairan tunggakan pajak. Ketika wajib

pajak dalam waktu 21 hari tidak melakukan pembayran pajak sesuai dengan yang

ada di dalam surat paksa maka akan dilakukan penyitan, dimana ketika penyitaan

dilakukan wajib pajak akan dikenakan biaya sebesar Rp 100.000,00 (Seratus ribu

rupiah) sehingga menyebabkan beban yang harus dibayar oleh wajib pajak akan

semakin besar, dan wajib pajak tidak memiliki pilihan lain selain harus membayar

hutang pajaknya. Karena jika tidak membayar hutang pajaknya maka barang milik

wajib pajak yang disita oleh petugas pajak akan di lelang sesuai dengan peraturan

yang berlaku.

H2 : Penerbitan surat perintah penyitaan berpengaruh positif terhadap penerimaan

PPh pasal 25 wajib pajak orang pribadi.

D. Kerangka Pemikiran

Variabel menjadi satu langkah yang digunakan dalam perumusan

hipotesis penelitian tentang variabel surat paksa (X1) dan surat penyitaan (X2)

sebagai variabel bebas terhadap penerimaan PPh pasal 25 WP-OP (Y) sebagai

variabel terikat. Hubungan antar variabel tersebut digambarkan pada gambar 2.1

sebagai berikut :

Page 14: BAB II TEORI PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian ...eprints.umm.ac.id/38151/3/BAB II.pdfmelunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau mengingatkan, melaksanakan

22

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Penerbitan Surat Paksa

Penerbitan Surat Penyitaan

Penerimaan PPh pasal 25