10 BAB II TEORI MUSIK GAMELAN DALAM LITURGI IBADAH Liturgi dalam Ibadah Dalam karya E. Martasudjita berjudul Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, pada umumnya yang muncul pertama kali dalam pikiran banyak orang mengenai Liturgi adalah mengenai doa, ibadat, urutan ibadat, nyanyian liturgi, peralatan liturgi, cara duduk atau berdiri yang liturgi dan sebagainya. Pandangan popular mengenai liturgi selalu menyangkut hal-hal praktisi yang berhubungan dengan tata ibadat atau doa atau bersifat kultis. 1 Kultis berasal dari kata Latin cultus, dari kata kerja colere yang berarti memelihara, merawat, menghormati atau menyembah. Dalam arti ini berliturgi berarti melaksanakan tindakan kultis, yaitu melakukan tindakan penghormatan dan penyembahan kepada Tuhan dengan serangkaian tata upacara yang teratur. Dalam ilmu liturgi dalam sejarah gereja, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana ibadat secara benar sehingga ibadah itu ‘sah’ dan ‘manjur’. Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani Leitourgia. Kata ini terbentuk dari akar kata benda ergon, yang berarti karya dan leitos yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos ( bangsa atau rakyat). Secara harafiah, leitourgia berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti karya publik yakni pelayanan dari rakyat untuk rakyat. 2 1 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 13-14. 2 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 15.
42
Embed
BAB II TEORI MUSIK GAMELAN DALAM LITURGI IBADAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/13357/2/T2_752016031_BAB II... · TEORI MUSIK GAMELAN DALAM LITURGI IBADAH . Liturgi dalam Ibadah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TEORI MUSIK GAMELAN DALAM LITURGI IBADAH
Liturgi dalam Ibadah
Dalam karya E. Martasudjita berjudul Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi,
pada umumnya yang muncul pertama kali dalam pikiran banyak orang mengenai Liturgi adalah
mengenai doa, ibadat, urutan ibadat, nyanyian liturgi, peralatan liturgi, cara duduk atau berdiri
yang liturgi dan sebagainya. Pandangan popular mengenai liturgi selalu menyangkut hal-hal
praktisi yang berhubungan dengan tata ibadat atau doa atau bersifat kultis.1 Kultis berasal dari
kata Latin cultus, dari kata kerja colere yang berarti memelihara, merawat, menghormati atau
menyembah. Dalam arti ini berliturgi berarti melaksanakan tindakan kultis, yaitu melakukan
tindakan penghormatan dan penyembahan kepada Tuhan dengan serangkaian tata upacara yang
teratur. Dalam ilmu liturgi dalam sejarah gereja, ilmu liturgi hanya merupakan ilmu tentang
rubrik, ilmu tentang aturan. Ilmu liturgi hanya menjadi ilmu mengenai bagaimana ibadat secara
benar sehingga ibadah itu ‘sah’ dan ‘manjur’. Kata Liturgi berasal dari bahasa Yunani
Leitourgia. Kata ini terbentuk dari akar kata benda ergon, yang berarti karya dan leitos yang
merupakan kata sifat untuk kata benda laos ( bangsa atau rakyat). Secara harafiah, leitourgia
berarti karya atau pelayanan yang dibaktikan bagi kepentingan bangsa. Kata leitourgia berarti
karya publik yakni pelayanan dari rakyat untuk rakyat.2
1 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi (Yogyakarta: Kanisius, 2011), 13-14.
2 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 15.
11
Dokumen Konstitusi liturgi merupakan hasil proses panjang dari perjuangan
pembaharuan liturgi melalui gerakan pembaharuan liturgi. Gerakan pembaruan dalam gereja
Katolik Roma sudah ada sejak abad 1987. Gerakan tersebut tidak berhasil dan pihak Vatikan
tidak mendukung. Pada abad 19 di biara-biara terjadi usaha pembaharuan liturgi. Namun pada
awal dan terutama pertengahan abad 20 gerakan liturgi mencapai puncak. Dokumen Konsili
Vatikan sebagai puncak dan mahkota perjuangan dalam pembaharuan liturgi. Menurut Konsili
Vatikan II mengatakan wajar liturgi dipandang sebagai pelaksana tugas imamat Yesus karena
ada pengudusan manusia dilambangkan dengan tanda-tanda lahir serta dilaksanakan dengan cara
yang khas bagi masing-masing. Rumusan tersebut dipengaruhi oleh rumusan Mediator Dei, paus
Pius XII menyatakan liturgi sebagai ‘ibadat umum dalam penebus kita sebagai kepala Gereja
yang menyerahkan diri kepada Bapa dan juga ibadah dalam komunitas umat beriman
menyerahkan diri kepada pendirinya melalui Dia kepada Allah Bapa di sorga. Itulah ibadat yang
dilaksanakan oleh Tubuh mistik Kristus seutuhnya, kepada dan para anggotanya. Isi perayaan
liturgi adalah misteri karya keselamatan Allah dalam Kristus yang berupa karya pengudusan
umat manusia dan pemuliaan Allah. Pengudusan umat manusia dan pemuliaan Allah merupakan
satu realitas keselamatan yang dilihat dari dua segi yaitu Allah kepada manusia serta manusia
kepada Allah. Subjek atau pelaku liturgi adalah Yesus Kristus dan gereja. Liturgi merupakan
tindakan Kristus sekaligus tindakan gereja. Oleh karena itu liturgi adalah perayaan misteri karya
keselamatan Allah dalam Kristus yang dilaksanakan oleh Yesus Sang Imam Agung bersama
gerejaNya dalam ikatan Roh Kudus.3
3 E. Martasudjita, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 20-22.
12
Liturgi adalah sebuah perayaan kehidupan. Perayaan menunjuk tiga hal, yaitu liturgi bukan
tindakan perseorangan melainkan tindakkan bersama, liturgi menuntut dari hakikatnya partisipasi
seluruh umat beriman secara sadar dan aktif, dan liturgi merangkum keterlibatan hati dan
pengalaman hidup konkret umat secara penuh dan bukan sekadar suatu upacara yang menekankan
rutinitas dan kewajiban. Liturgi dapat dipandang sebagai sebuah undangan manusia berliturgi atau
merayakan Iman karean diiundang Allah. Allah berinisiatif untuk menjumpai manusia. Liturgi
Kristiani berpangkal tolak dari Allah dan pertama-tama bergerak dari Allah. Seluruh dinamika
perayaan iman yang dialami dalam liturgi dimulai dari Allah. Allah mencari dan mengundang kita
dan bukan kita yang mencari Allah Undangan dan panggilan Allah pada diri Kristiani terungkap
dalam kata gereja. 4
Menurut Abineno, liturgi dalam Perjanjian Baru memiliki pemahaman lebih luas
dibandingkan ibadah ( perkumpulan jemaat, pemberitaan Firman dan Sakramen). Ia melingkupi
seluruh hidup dan pelayanan jemaat. Karena itu, liturgi pola liturgia bagi jemaat hendaknya
begitu rupa, sehingga tiap-tiap kali, kalau ia datang berkumpul dalam ibadahnya, ia berada dalam
dunia dan karena itu ia tidak boleh menutup dirinya bagi dunia. Dalam perayaan liturgi Jemaat
tidak berdiri sendiri. Gereja-gereja yang telah ada lebih dahulu ada dibandingkan sekarang dan
mereka telah berbuat demikian. Dalam perayaaan liturgi jemaat bukan saja mendengarkan suara
gereja yang terdahulu, tetapi ia sadar bahwa di sisinya lebih baik masih ada ‘saudara-saudara’,
yaitu gereja-gereja lain di dunia yang dalam liturgi mereka berusaha untuk mengatakan apa yang
mau ia katakan tetapi dengan bahasa mereka sendiri. Jadi dalam liturgi jemaat hidup
bersama-sama dengan yang harus dihormati dan dengan saudara-saudaranya dalam oikumenitas
waktu dan ruang. Sementara ia mendengarkan kesaksian mereka, tidak berhenti memberi
4 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, (Yogyakarta: Kanisius, 1998) 15-17.
13
kesaksiannya sendiri. Ia tidak meniru-niru mereka dan tidak menaklukan dirinya kepada mereka.
Sebagai pola liturgi yang berasal dari luar dan diimpor ke dalam, ia mencoba menggunakannya
tetapi ia juga menguji apakah pola-pola liturgi benar-benar dapat diterapkan. Berdasarkan
pemahaman tersebut ingin menggambarkan keadaan kita saat ini ditengah dunia yang begitu
kompleks, maka pola liturgia mengikuti konteks yang ada, sehingga keberadaan gereja
khususnya liturgi dapat menyentuh jemaat yang beribadah dan menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari.5
Berliturgi berarti bertemunya umat Allah dengan yang empunya dunia ini. Berliturgi dalam
ibadah berarti mempunyai tempat dalam beribadah yang disebut gedung gereja. Kata gereja
berasal dari kata Portugis igreja yang diturunkan dari bahasa Latin ecclesia berarti pertemuan,
rapat atau sidang. Sebutan gereja pertama-tama menunjuk peristiwa orang berkumpul atau
pertemuan dari orang-orang yang berkumpul. Mereka berkumpul bukan atas inisiatif sendiri,
tetapi atas dasar panggilan dari Allah. Gereja adalah pertemuan umat Allah. Mereka adalah umat
yang dipanggil, dipilih dan dikumpulkan oleh Allah sendiri bukan hanya menjadi umat Allah
tetapi untuk menyembah Allah yang satu dan hidup. Panggilan umat Allah untuk menyembah
Allah terutama terlaksana dalam ibadah atau liturgi. Gereja adalah pertemuan umat dalam rangka
berliturgi. Pada masa Perjanjian Lama, Allah memanggil, memilih dan mengkhusukan umat Israel
diantara bangsa-bangsa kafir agar mereka berkumpul untuk menyembah Allah Israel. Dalam masa
perjanjian Baru, Allah melalui Kristus memanggil, memilih dan mengkhususkan umat baru
diantara bangsa-bangsa di dunia untuk menyembah Allah dalam roh dan kebenaran.6
5 J.L. Ch. Abineno. Gereja dan Ibadah Gereja, ( Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986), 42-44.
6 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, 17-36.
14
Gereja adalah pertemuan umat yang dipanggil dari dunia ini oleh Allah melalui Kristus
dalam Roh Kudus bagi pelayanan Allah dan bagi liturgi. Menurut Konsili Vatikan II, gereja
menyatakan dirinya dan menampakan dirinya dalam liturgi, artinya jika orang ingin mengetahui
dan melihat gereja, maka orang tersebut perlu melihat pertemuan umat yang sedang berliturgi.
Dalam liturgi umat beriman memyampaikan dan mengungkapkan apa yang mereka imani. Mereka
menyebut memuji dan memuliakan Allah Bapa yang mengutus Yesus demi keselamatan manusia.
Dalam kuasa Roh Kudus umat beriman mengenangkan dengan penuh syukur misteri
penyelamatan Allah dalam Kristus. Semuanya terjadi terhadap liturgi. Gereja tampil sebagai
gereja ketika berliturgi, artinya gereja mengekspresikan melalui liturgi, karena liturgi merupakan
ungkapan diri gereja. Liturgi bukan hanya menjadi ungkapan dan cerminan diri gereja tetapi dalam
liturgi lahirlah dan terbentuklah gereja.7
Musik Liturgi dalam Ibadah
Salah satu bentuk dari liturgi adalah musik. Manusia tidak bisa melepaskan diri dari
musik. Musik selalu menjadi bagian ungkapan dan media komunikasi manusia. Apa yang
terkadang tidak dapat disampaikan melalui kata-kata, dapat diungkapkan melalui musik. Musik
benar-benar menjadi bidang simbolisasi manusia. Karena itu, liturgi gereja menggunakan musik
sebagai salah satu bentuk ungkapan perayaan iman. Musik memiliki peranan yang penting dalam
liturgi. Adapun peranan musik dalam liturgi adalah musik sebagai bagian dari liturgi itu sendiri,
musik menggungkapkan partisipasi aktif umat dan musik memperjelas misteri Kristus.8
7 E. Martasudjita, Makna Liturgi bagi kehidupan sehari-hari, 17-36.
8 E. Martasudjita, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 134-135.
15
Dalam buku Abineno yang berjudul Gereja dan Ibadah gereja, didalamnya membahas
mengenai kesenian gerejawi. Yang dimaksudkan ialah kesenian yang diterapkan atas praktik atau
pelayanan gereja. Sebagai kesenian ia juga harus dinilai dengan kriteria aesthetis ( keindahan).
Karena keindahan ia diterapkan atas praktik atau pelayanan gereja. Bukan hanya kesenian tetapi
kesenian gerejawi. Hal ini yang paling menentukan. Pelayanan adalah norma yang penting dari
kesenian gerejawi. Norma untuk kegunaanya tidak ia terima dari dirinya sendiri. Norma terletak
di luar dirinya, sekalipun ia berkata-kata oleh dirinya sendiri. Karena itu kita tidak boleh
menuntut norma-norma keindahan yang tersendiri. Yang terpenting diantaranya ialah ia juga
menggunakan bentuk yang terikat. Oleh bentuk yang terbentuk ia mengungkapkan pergaulan
manusia dengan Allah. Contoh yang jelas ialah bentuk-bentuk kesenian yang tua dalam musik,
dalam tarian, dalam kata, lukisan. Semua bentuk kesenian bersifat religious. Segala sesuatu yang
manusia alami dalam pergaulannya dengan Allah meminta bentuk yang terikat. Demikian
nyanyian, menurut para ahli timbul dari penyumpahan. Hal itu telah disungguhkan oleh
Ambrosius ( uskup dari Milan). Pengalaman-pengalaman dalam pergaulan manusia dengan
Allah tercermin dalam bentuk yang mengungkapkan pemberiaan Allah kepada manusia. Sebagai
contoh, alat-alat gereja yang digunakan dalam perjamuan, yaitu untuk roti dan anggur gereja
tidak menggunakan piring dan gelas biasa, atau nyanyian-nyanyian yang gereja gunakan dalam
ibadah, nyanyian dituangkan oleh pemazmur dan nabi dalam bentuk yang terikat.9
9 J.L. CH. Abineno, Gereja dan Ibadah Gereja, 172-174.
16
Istilah musik berasal dari bahasa Yunani mousike yang diterjemahkan ke bahasa Latin
musika. Istilah musik yang digunakan dalam liturgi gereja adalah musik liturgi atau musik
Gereja. Kongresgasi Suci untuk Ibadat dalam Instruksi mengenai musik gereja (1967),
menyatakan bahwa musika sacra mencakup nyanyian Gregorian, berbagai jenis musik gereja,
baik yang lama maupun baru, musik gereja untuk orgel dan untuk alat musik lain yang diizinkan,
nyanyian gereja atau nyanyian liturgi umat dan nyanyian rohani umat. Gereja perdana sudah
mengenal musik, terutama nyanyian dan musik instrumental. Musik liturgi gereja perdana
berakar pada tradisi musik ibadat Yunani yang kemungkinan besar tidak diringi alat musik.
Dalam Perjanjian Baru, terdapat praktik musik nyanyian, seperti ketika Yesus dan para murid
menyanyikan kidung Hallel sesudah merayakan perjamuan Paskah. Menurut Konsili Vatikan II,
musik gereja mendapat tempat yang sangat penting dalam liturgi. Konsili Vatikan II memandang
musik liturgi bukan sekadar sebagai selingan, tambahan atau dekorasi, melainkan sebagai
‘bagian liturgi meriah yang penting atau integral’.10
Dengan kata lain, musik liturgi termasuk
liturgi itu sendiri. Musik sebagai bagian liturgi tampak jelas, sebagai contoh Kyrie, Gloria,
mazmur tanggapan dan Kudus yang memang termasuk bagian Liturgi Sabda dan Ekaristi. Pada
hakikatnya musik liturgi bersifat simbolis, artinya musik liturgi dapat menjadi ungkapan peran
serta aktif umat. Musik dapat membangkitkan suasana bagi tumbuhnya daya tangkap dan daya
tanggap jiwa terhadap sabda dan karunia Allah dalam liturgi. Musik liturgi berfungsi untuk
memperjelas misteri Kristus, menumbuhkan kesadaran kebersamaan dan komunikasi antar
jemaat dan memberikan kemeriahan dan keagungan bagi liturgi. Konsili Vatikan II
menggarisbawahi fungsi musik dalam liturgy, yaitu untuk melayani liturgi. Itu berarti musik
liturgi diciptakan dan dibuat untuk melayani dan mengabdi liturgi bukan sebaliknya. Musik
liturgi tidak boleh seakan-akan menjadi lebih penting daripada liturgi itu sendiri.
10
E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195.
17
Musik liturgi harus dimasukkan dan diletakkan di konteks perayaan dan penggungkapan iman
Gereja. Peranan musik dalam liturgi menurut paham Konsili Vatikan II yaitu dimensi liturgis
yang berarti musik sebagai bagian itu sendiri, dimensi eklesiologis yang berarti musik
mengungkapkan partisipasi aktif umat, serta dimensi Kristologis yang berarti musik memperjelas
Misteri Kristus.11
Dimensi liturgis
Tempat musik bukanlah hanya sebagai tempelan agar liturgi menjadi meriah, melainkan musik
benar-benar sebagai bagian liturgi sendiri yaitu bagian liturgi yang penting dan integral.
Nyanyian kudus misalnya merupakan bagian dari Doa Syukur Agung sendiri yang secara mutlak
harus ada. Karena musik merupakan bagian liturgi sendiri, musik harus digunakan dan diadakan
dalam rangka perayaan liturgi. Suatu pertunjukan orkes musik yang indah, mengharukan dan
membuat orang menangis tersedu-sedu dalam Perayaan Ekaristi belum tentu merupakan musik
liturgi yang baik. Sebaliknya, suatu paduan suara umat, dimana dinyanyikan dengan gembira dan
semangat belum tentu merupakan musik liturgi yang jelek. Kriteria utama musik liturgi adalah
bagaimana suatu lagu dan musik dapat membantu orang dalam berliturgi, yaitu berjumpa dengan
Tuhan dan sesamanya.12
Dimensi Eklesiologis
Musik liturgi dimaksudkan untuk mengungkapkan peran serta umat secara aktif. Konsili Vatikan
mengharapkan suatu perayaan liturgi yang memungkinkan umat dapat berperan aktif secara
penuh, sadar dan aktif. Dalam hal ini musik dapat memberi sumbangan yang penting. Beberapa
lagu dan musik yang sesuai dengan tema liturgi dan tempatnya akan membantu umat dalam
11
E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195. 12
E. Martasudjta, Pengantar Liturgi: Makna, Sejarah dan Teologi Liturgi, 195.
18
memasuki misteri iman yang dirayakan. Musik liturgi memungkinkan umat untuk lebih baik
menangkap sabda Tuhan dan karunia sakramen yang dirayakan. Misalnya sebuah lagu pembuka
yang tepat dan baik akan membantu umat memasuki perayaan liturgi secara siap, bersemangat
dan bergairah. Lagu dapat ikut membangun kebersamaan umat beriman yang sedang beribadah.
Kebersamaan itu sudah bisa tercipta sejak persiapan seperti ketika para anggota paduan suara
dan musik berlatih dan tahap pelaksanaan perayaan liturgi bersama seluruh umat beriman serta
akhirnya pada waktu sesudah perayaan liturgi.13
Dimensi Kristologi
Musik liturgi memperjelas Misteri Kristus. Melalui isi syair, musik dapat ikut memperdalam
misteri iman akan Yesus yang sedang dirayakan dalam Liturgi. Musik dan lagu harus
mempunyai syair-syair yang sesuai dengan ajaran iman gereja. Di pihak petugas, pemilihan lagu
atau musik harus memperhatikan tema dan jiwa perayaan liturgi yang akan dirayakan. Melalui
melodi, musik dapat membantu umat untuk merenungkan dan ‘berkontemplasi’ pada misteri
iman yang dirayakan. Melodi musik yang indah dan sesuai dengan jiwa liturgi akan menciptakan
suasana yang kondusif bagi doa dan perjumpaan dengan Allah.14
Musik Gereja dapat didefinisikan sebagai musik yang ditulis dengan tujuan untuk
dimainkan di gereja, atau musik untuk mengiringi ibadah liturgi, atau suatu musik yang bersifat
suci, seperti nyanyian yang dinyanyikan digereja. Musik atau Leitourgia yang
berarti: laos (umat) dan ergon(karya). Dengan demikian, liturgi merupakan bakti dan
ungkapan syukur umat. Fungsi musik dalam liturgi adalah sebagai nyanyian dan pujian, sebagai
doa, sebagai alat proklamasi, sebagai cerita (Ungkapan hati atas kehadiran Tuhan di tengah kita,
13
E. Martasudjta, 196 14
E. Martasudjta, Pr, Liturgi: Pengantar untuk Studi dan Praksis Liturgi, 196.
ungkapan hati atas perbuatan Tuhan bagi kita, ungkapan hati untuk memperkuat iman kita semua)
dan karunia Allah. Melalui musik kita beribadah kepada Allah. Tujuan ibadah kita adalah untuk
mempersembahkan seluruh hidup kita sebagai ibadah sejati bagi Allah, bukan persembahan bagi
para pengunjung ibadah.15
Musik merupakan ‘ekspresi ungkapan isi hati manusia. Setiap orang
mempunyai berbagai macam emosi, dan emosi memerlukan saluran. Saluran bagi ungkapan
emosi manusia dapat berupa gerakan badan atau vokal. Ungkapan fisik dapat berupa tarian, dan
ungkapan vokal dapat berupa nyanyian. Ungkapan-ungkapan semacam ini lambat laun menjadi
suatu seni. Musik punya pengaruh yang kuat bagi emosi manusia, ia dapat menjadi alat yg hebat
untuk merangsang emosi pendengarnya-mengangkat, memberi inspirasi, mendorong,
memperangkap seseorang, dan dapat menjatuhkan atau menghancurkan seseorang.’ 16
Musik Tradisional
Pengertian musik tradisional menurut Tyas Andijaning adalah musik atau seni suara
yang berasal dari berbagai daerah, dalam hal ini Indonesia. Musik tradisional menggunakan
bahasa, gaya, dan tradisi khas daerah setempat.17
Definisi musik tradisional menurut Yayat
Nursantara yaitu musik yang berkembang di daerah asal musik berada. Musik tradisional adalah
musik yang hidup di masyarakat secara turun-temurun dan berkelanjutan pada suatu daerah.
Musik tradisional terbentuk dari budaya daerah setempat sehingga cenderung bersifat sederhana
baik lagu maupun instrumentnya. Secara umum musik tradisional memiliki ciri khas sebagai
berikut: dipelajari secara lisan, tidak memiliki notasi, bersifat informal, pemainnya tidak
terspesialisasi dan bagian dari budaya masyarakat.18
Musik tradisional ialah musik dalam sebuah
masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun dan berkelanjutan pada masyarakat suatu
15
Wikipedia, Musik Gereja, diundah pada 04 Juli 2017, https://id.wikipedia.org/wiki/Musik_Kristen. 16
Ivan, Christian. “ Peran Musik dalam gereja: suatu tinjauan Theologi dan Historis”. Last modified May 6, 2015 , accessed July 2, 2017, https://www.academia.edu/12248012/PERAN_MUSIK_DALAM_GEREJA.
17 Tyas Andijaning, Hartaris, Seni Musik SMA Untuk Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 1.
18 Yayat Nursantara, 2007. Seni Budaya Untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007), 22.