BAB II
PAGE 19
BAB II
LANDASAN TEORETIS
2.1 Pengertian PuisiDalam karya sastra terdapat beberapa jenis
sastra, salah satunya adalah puisi. Puisi menurut Aminuddin
(1995:76) adalah sebagai berikut. secara etimologi, puisi berasal
dari bahasa yunani poeima membuat atau poeisi pembuatan dan dalam
bahasa inggris disebut peom atau poerty membuat atau pembuatan
karena lewat puisi seseorang telah menciptakan dunianya sendiri,
yang mungkin berisi pesan atau gambaran suasana tertentu, baik itu
fisik atau batiniah. Selain itu, puisi adalah karya sastra yang
mengunakan kata-kata sebagai media penyampain untuk menghasilkan
ilusi dan imajinasi, tentang keindahan, angan-angan dan harapan.
Sedangkan menurut Rahmat (1995:7) menyatakan definisi puisi sebagai
berikut. Puisi adalah suatu karya yang mengekpresikan pemikiran
yang membangkitkan perasaan, merangsang imajinasi, panca indra
dalam suasana yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang
direkam, diekpresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberikan
kesan pada para penikmatnya.
Selain itu Aftarudin (1991:16) menyatakan puisi sebagai bahasa
perasaan, bahasa cinta, benci, birahi, jiwa, pikiran, renungan
estetis, pengalaman dan penghayatan intensiras manusia.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan pengertian dari
puisi merupakan rekaman dan interprestasi dari pemikiran,
imajinasi, perasaan, dan pengalaman manusia yang penting, yang
diubah dalam wujud untai kata-kata indah, penuh makna dan berkesan.
Menggunakan kata-kata yang indah dan penuh makna sebagai media
penyampai dari penyair tentang hal yang dirasakannya. Selain itu
juga, puisi merupakan cerminan dari perasaan manusia dan
pengungkapan yang spontan dari perasaan-perasaan manusia. Karena
puisi merupakan salah satu karya sastra yang unik dan yang paling
tua yang monumental sehingga dapat memberikan pengaruh yang besar
bagi para penikmatnya hingga perubahan zaman.
Berdasarkan amanat puisi yang tersirat dari pemilihan kata-kata
yang baik, indah, dan penuh makna, dan juga sebagai hasil kreasi
manusia. Puisi mampu memaparkan yang ada diluar diri manusia persis
apa adanya, yang menjadi representasi dan puisi merupakan sarana
yang sesuai untuk menggungkapkan keadaan hati, pikiran dan
permasalahan.
2.2 Jenis-jenis Puisi
Secara umum puisi dapat dibedakan atas beberapa jenis.
Berdasarkan periodisasinya puisi dibedakan atas puisi lama dan
puisi baru atau sering pula dibedakan atas puisi tradisional dan
puisi modern. Dari segi gaya penulisan, dibedakan atas puisi
diaphaan (polos) yaitu puisi yang menyatakan suatu maksud dengan
sedikit sekali memakai lambang-lambang atau simbol-simbol,
kata-kata yang digunakan adalah kata-kata yang denotatif. Kedua,
puisi prismatis (membias). Puisi ini menyatakan suatu maksud atau
pengertian dengan menggunakan lambang-lambang, dengan kiasan, dan
dengan kalimat yang tidak langsung menyatakan maksud. Bila ditinjau
dari bentuk mentalnya terbagi atas epik, lirik, dramatik, dan
naratif.
1. Epik adalah salah satu jenis puisi yang panjang. Epik ini
menceritakan suatu peristiwa atau kejadian yang pada umumnya
menyangkut tokoh-tokoh yang gagah perkasa, pemberani dalam membela
kebenaran. Pada umumnya epik menyuguhkan sebagian besar tentang
konflik fisik atau spiritual, atau keduanya. Beberapa tokoh cerita
biasanya digambarkan secara luas dan mendetail. Gaya penyampaian
megah dan formal dan cenderung untuk dibuat secara indah sehingga
menjadi sangat memikat.
2. Lirik ialah puisi yang sangat pendek yang mengekspresikan
emosi. Lirik ini juga diartikan sebagai puisi yang dinyanyikan,
karena itu lirik disusun dengan cara yang sederhana dan
mengungkapkan sesuatu yang sederhana pula.
3. Dramatik yaitu puisi yang berbentuk dialog, biasa dibaca oleh
lebih dari satu orang supaya dapat dihayati dan ditangkap
pesannya.
4. Naratif adalah puisi yang menceritakan sesuatu secara
sederhana (Atar Semi, 1993: 101-106).
2.3 Unsur - Unsur Intrinsik PuisiAminuddin (2002:136) menganggap
bahwa puisi adalah sebuah struktur yang terdiri dari unsur-unsur
pembangun yang merupakan unsur-unsur terpadu yang tidak dapat
dipisahkan dari unsur lainnya dan saling berhubungan satu sama
lainnya. Struktur pembentuk puisi terbagi dua yakni struktur fisik
dan struktur batin.2.3.1. Struktur Fisik PuisiMenurut Aminudin
(2002:134) berpendapat bahwa struktur fisik puisi adalah sebagai
berikut. struktur fisik puisi adalah unsur pembentuk puisi yang
dapat diamati secara visual. Unsur-unsur tersebut meliputi (1)
diksi, (2) pengimajinasian/pencitraan, (3) majas, (4) kata
kongkret, (5) ritma, (6) tifografi. Struktur fisik puisi merupakan
salah satu yang dapat diamati secara visual karena dalam puisi juga
terdapat unsur-unsur yang hanya dapat ditangkap lewat kepekaan
batin dan pikiran pembaca. Struktur batin puisi akan sulit dipahami
sebelum memahami struktur fisik puisi terlebih dahulu. Maka dari
itu struktur fisik dibahas terlebih dahulu.
a. DiksiDalam karya sastra khususnya puisi, penyair menulis
puisi menggunakan pilihan kata-kata yang cermat dan sistematis,
sampai mendapatkan diksi yang tepat. Menurut (Aminuddin, 1995:78)
mendefenisikan diksi sebagai berikut. Diksi adalah pilihan
kata-kata yang tepat dan selaras yang memiliki efek keindahan,
dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga memperoleh
apa yang diharapkan. Dikarenakan penyair sangat cermat dalam
memilih kata-kata, sebab kata-kata yang ditulis harus
dipertimbangkan maknanya, komposisinya bunyi, ritma dan irama,
kedudukan kata itu ditengah kata lainnya, dan kedudukan kata dalam
keseluruhan teks puisi. Di dalam menentukan kata-kata pilihan dalam
diksi harus bersifat puitis artinya kata tersebut harus mempunyai
efek keindahan, dan berbeda dengan kata-kata dalam kehidupan
sehari-hari.b. Pengimajinasian (penciptaan)
Dalam puisi juga penyair juga menciptakan pengimajinasian.
Pengimajinasian merupakan ungkapan pengalaman dari penyair dalam
bentuk kata-kata untuk memberikan gambaran yang jelas dan
menimbulkan suasana yang khusus dalam puisi. Menurut Effendi
(Waluyo, 1987:53-54) definisi Pengimajinasian adalah susunan kata
yang dapat menggungkapkan pengalaman sensorik penyair seperti
penglihatan, pendengaran, dan perasaan, kedalam kata-kata.
Pengimajinasian ditandai oleh kata-kata yang konkret dan khas.
Pengimajinasian dalam puisi dapat diartikan sebagai diri
penyair, untuk menciptakan atau menimbulkan imaji dari para
pembacanya. Sehingga pembaca tergugah untuk menggunakan mata
hatinya untuk melihat benda-benda, warna, dan dengan telinga hati
mendengarkan bunyi-bunyian, selain itu juga dengan perasaan hati
kita menyentuh kesejukan dan keindahan benda dan warna. Sehingga
tercipta gambaran yang nyata dari sebuah puisi.
c. Majas
Majas adalah penggunaan bahasa atau kata secara khusus untuk
mendapatkan efek tertentu untuk menambah nilai estetik dan
kepuistisan. Menurut Aminuddin (2002:144) definisi majas adalah
sebagai berikut. Majas adalah bahasa atau kata yang digunakan
penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa.
Yakni secara tidak langsung menggungkapkan makna. Untuk mengetahui
majas pembaca harus menafsirkan kiasan atau lambang yang dibuat
oleh penyair. Tujuan dari penggunaan kiasan atau lambang untuk
menciptakan efek lebih beragam, efektif, sugestif dalam bahasa
puisi. Perlambangan atau kiasan juga digunakan oleh penyair untuk
memperjelas makna dan membuat nada dan suasana puisi menjadi lebih
jelas. Sehingga dapat menggugah pembaca.
d. Kata kongkret
Menurut Effendi (Waluyo, 1987:56) definisi kata kongkret adalah
kata yang digunakan penyair untuk membangkitkan imajinasi para
pembaca. Sehingga kata-kata tersebut dapat mengarah kepada arti
yang menyeluruh, kata kongkret erat hubungannya dengan penggunaan
kiasan atau lambang/simbol. Selain itu juga, menurut Waloyu
(1987:57) Pemberian arti pada kata konkret berdasarkan fungsi dari
kata konkret itu sendiri yang bertujuan untuk membangkitkan
imajinasi, daya berpikir dari para pembaca dan setiap pembaca dapat
mengartikan/menafsirkan berbeda.
Penggunaan kata kongkret yang tepat dengan apa yang dikemukakan
oleh penyair dalam sebuah puisi, membuat pembaca membayangkan
dengan lebih hidup dengan apa yang dimaksudkan oleh penyair. Dengan
kata lain, jika penyair mahir mengkongkretkan kata-kata, maka
pembaca seolah-olah melihat, mendengarkan, dan merasakan apa yang
dilukiskan oleh penyair. Dengan demikian pembaca terlibat penuh
secara batin kedalam puisinya. Selain itu juga, pengkongkretan
kata-kata erat hubungannya dengan pengimajinasian, perlambangan
atau pengkiasan.
e. Ritma
Menurut Waluyo (1979:84) ritma berasal dari bahasa yunani dari
kata rheo yang berarti gerakan-gerakan yang teratur, terus menerus
dan tidak putus-putus. Sedanglan Slamet Muljana (Waluyo, 1979:84)
menyatakan bahwa ritma merupakan bunyi rendah-tinggi,
panjang-pendek, keras-lemah, yang mengalun dengan teratur dan
berulang-ulang, sehingga membentuk keindahan.Ritma adalah
pengulangan bunyi yang sama dalam puisi. Namun ada juga yang
menggunakan kata rima untuk menggantikan istilah persajakan pada
sistem lain, karena diharapkan penepatan bunyi dan pengulangannya
tidak hanya pada akhir setiap baris. Namun juga untuk keseluruhan
teks, dalam ritma pemotongan-pemotongan baris menjadi frase yang
berulang-ulang dan merupakan unsur yang memperindah puisi tersebut
(Waluyo, 1979 : 42).
Dalam ritma terdapat onomatope (tiruan bunyi), bentuk intern
pola bunyi, intonasi, repetisi bunyi, dan persamaan bunyi. Jadi
ritma tidak khusus persamaan bunyi atau dalam istilah tradisional
disebut sajak. Rima lebih luas lagi karena menyangkut perpaduan
bunyi konsonan dan vokal untuk membangun orkestrasi atau
musikalitas.
Pengulangan bunyi pada puisi dimaksudkan untuk membentuk
musikalitas. Sehingga puisi menjadi merdu saat dibaca, untuk
pengulangan bunyi, penyair juga mempertimbangkan kelanjutan bunyi.
Dengan cara ini, bunyi-bunyi mendukung perasaan dan suasana puisi.
Pengulangan tidak hanya terbatas pada bunyi, namun mungkin pada
kata-kata atau ungkapan. Ritma sangat berhubungan dengan bunyi dan
juga berhubungan dengan pengulangan bunyi, kata, frasa, dan
kalimat. Ritma puisi berbeda dengan metrum (mantra), metrum berupa
pengulangan penekanan kata yang tepat.f. Tifografi
Tifografi merupakan pembeda antara puisi dengan prosa dan drama,
kata-kata yang disusun mewujudkan larik-larik yang panjang dan
pendeknya menbuat kesatuan yang terpadu. Menurut Aminuddin
(2002:146) berpendapat bahwa Tifografi berperan untuk menampilkan
aspek artistik visual dalam puisi, juga untuk menciptakan nuansa
makna dan suasana tertentu. Selain itu juga, untuk menunjukkan
adanya loncatan gagasan serta menjelaskan adanya satuan-satuan
makna yang hendak disampaikan oleh penyair.
2.3.2. Struktur Batin Puisi
Struktur batin puisi merupakan kesatuan makna puisi secara
keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan dengan struktur fiksi.
Menurut A Richards (Waluyo, 1987:106) menyebutkan bahwa makna atau
struktur batin dengan istilah hakekat
puisi. Ada empat unsur yaitu tema (sense), perasaan (feeling),
nada dan suasana (tone), dan amanat (intension). Keempat unsur
tersebut menyatu dalam penyampaian bahasa.
a. TemaMenurut A Richards (Waluyo, 1987: 106) tema dalam karya
sastra adalah sebagai berikut. Tema adalah Penafsiran-penafsiran
puisi akan memberikan tafsiran tema yang sama bagi sebuah puisi,
karena tema puisi bersifat lugas, objektif, dan khusus. Tema puisi
harus berhubungan dengan penyairnya, dengan konsepnya yang
terimajinasikan. Oleh sebab itu, tema bersifat khusus, tetap
objektif, lugas, dan berhubungan dengan arti karya sastra. Tema
merupakan ungkapanan yang berasal dari diri penyair, masyarakat,
atau keadaan penyair saat menulis puisi, yang merupakan pokok
pikiran atau pokok persoalan, sehingga menjadi landasan utama
penciptaan puisi.
b. Perasaan
A Richards (Waluyo, 1987:106) menyatakan perasaan adalah sikap
atau ungkapan perasaan penyair terhadap hasil karya sastranya yang
mengarah pada pada pokok persoalan yang terdapat didalanya, dalam
menciptakan puisi. Perasaan penyair ikut diekpresikan dan harus
dapat dihayati oleh pembaca, untuk mengunkapkan tema.
c. Nada dan Suasana
Dalam menulis puisi, penyair mempunyai sikap tertentu terhadap
pembaca. Apabila dia ingin bersikap menggurui, menasehati,
mengejek, menyindir kepada siapa saja yang ia kehendaki termasuk
pembaca sendiri, maka itu disebut nada puisi. Sedangkan suasana
merupakan keadaan jiwa pembaca setelah membaca puisi tersebut atau
akibat psikologis yang ditimbulkan oleh puisi itu. Menurut A
Richards (Waluyo, 1987:107) menyatakan nada dan suasana adalah
sebagai berikut.
Dengan nada dan suasana memberikan kesan mendalam kepada
pembaca. Puisi bukan hanya ungkapan yang bersifat teknis, namun
suatu ungkapan yang total karena keseluruhan aspek psikologi
penyair turut terlibat dan aspek-aspek psikologis itu
dikonsentarasikan untuk memperoleh imajinasi.
d. Amanat
Amanat yang hendak disampaikan oleh penyair dapat ditelaah
setelah kita memahami tema, perasaan, nada dan suasana puisi.
Amanat merupakan dorongan penyair untuk menciptakan puisinya,
amanat tersirat dibalik katakata, yang disusun dan juga berada
dibalik tema yang diungkapkan oleh penyair. Menurut Amanat adalah
keseluruhan makna yang terdapat pada puisi, makna puisi yang
dirasakan atas ide pokok yang disampaikan penyair.
Namun amanat dirumuskan sendiri oleh pembaca. Penafsiran puisi
akan berbeda dikarenakan sikap dan pengalaman pembaca yang
mempenguruhi pemaknaan. Meskipun amanat ditentukan oleh cara
pandang pembaca, tetapi, amanat tidak lepas dari tema dan isi puisi
yang disampaikan oleh penyair Dari tinjauan terhadap sebuah puisi
yang terdiri dari struktur batin dan fisik, ini dapat disimpulkan
bahwa kedua unsur ini sangat berkaitan erat.
2.3. Struktural-Semiotik
Menurut Junus (Pradopo, dkk, 2001:97) berpendapat bahwa teori
stukturalisme-semiotik merupakan gabungan dua teori strukrural dan
semiotik yang merupakan perkembangan strukturalisme (aliran
struktural). Sedangkan menurut Hawkes (Pradopo, dkk, 2001:98)
berpendapat bahwa struktural-semiotik adalah sebagai berikut.
Karya sastra merupakan sebuah struktur yang bagian-bagianya
saling berhubungan erat. Dalam struktur itu unsur-unsur tidak
mempunyai makna dengan sendirinya, maknanya ditentukan oleh
keterikatan hubungan dengan unsur-unsur lainnya dan keseluruhannya,
bahwa makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan
dinilai sepenuhnya atas dasar pemahaman dan fungsi unsur
keseluruhan karya sastra. Berdasarkan konsep semiotik untuk
memahami sastra sepenuhnya sebagai suatu struktur, haruslah
diinsafi ciri khas sastra sebagai tanda. Tanda baru bermakna bila
diberi makna oleh pembaca berdasarkan konvensi (perjanjian) yang
berhubungan dengannya. Struktural-semiotik merupakan sebuah usaha
untuk menganalis teks karya sastra sebagai suatu sistem
tanda/simbol sehingga karya sastra (puisi) mempunyai makna.
2.3.1 Pengertian Struktural
Kutha (2006:88) menyatakan bahwa structural secara etimologi
berasal dari bahasa latin yaitu structura yang berarti bentuk atau
bangunan. Sedangkan Nurgiantoro (2005:37) menyatakan struktural
mempunyai istilah lain yaitu strukturalisme yang berarti paham
mengenai unsur-unsur struktur itu sendiri dan hubungan unsur yang
satu dengan yang lainnya. Sedangkan Rahmat (2007:118) berpendapat
bahwa struktural dalam karya sastra sebagai berikut.
Karena karya sastra merupakan sebuah struktur. Struktur di sini
dalam arti bahwa karya sastra merupakan susunan unsur-unsur yang
bersistem, yang antar unsur-unsur terjadi hubungan yang timbal
balik, saling menentukan. Jadi, kesatuan unsur-unsur dalam sastra
bukan hanya berupa kumpulan hal-hal, melainkan hal-hal itu saling
terikat, saling terkait, dan saling bergantung. Konsep dasar yang
menjadi ciri khas dari teori struktural adalah adanya anggapan
bahwa di dalam karya sastra itu sendiri merupakan suatu struktur
yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat
dengan unsur-unsur pembangunya yang saling berhubungan satu sama
lainya.
2.3.2. Pengertian Semiotik
Bahasa sebagai media dalam penyampaian karya sastra khususnya
puisi merupakan sistem ketandaan yang mempunyai arti kebahasaan.
Sistem ketandaan tersebut disebut semiotik. Dalam mengkaji dan
memahami puisi tidak lepas dari analisis semiotik karena puisi
merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna. Semotik berasal dari
bahasa yunani kuno dari kata semeion yang berarti tanda atau sign
dalam bahasa Inggris. menurut Pradopo dkk (2001: 98, 2007:127)
mendefinisikan semiotik sebagai berikut:
Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang mempunyi
arti dan makna dengan bahasa yang disesuaikan. Selain itu, semiotik
adalah usaha untuk menganalisis karya sastra sebagia suatu tanda
dan menentukan bagian bagian apa yang memmungkinkan karya sastra
(puisi) mempunyai makna.Dalam pengertian tanda ada dua prinsip,
yaitu penanda (signifier) adalah bentuk formalnya dari yang
menandai sesuatu yang disebut petanda. Petanda (signified) adalah
sesuatu yang ditandai oleh petanda itu yaitu artinya. Contohnya
kata ibu merupakan tanda dan berupa satuan bunyi yang menandai arti
orang yang melahirkan kita. Selain itu semiotik adalah memahami
sebuah puisi yang tidak lepas dari analisis semiotik, karena
merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan bermakna.
Menganalisis puisi merupakan usaha untuk mengetahuai makna atau
memberikan makna kepada teks puisi. Makna puisi bukanlah
semata-mata arti bahasanya (arti denotatif), melainkan arti bahasa
dan suasana, perasaan, intensitas arti, arti tambahan (konotasi),
pengertian yang ditimbulkan oleh tanda-tanda. Selain itu juga,
semiotik berarti ilmu tandatanda (sign) secara sistematik. Semiotik
menunjukkan bidang kajian khusus, yaitu sistem yang secara umum
dipandang sebagai tanda, seperti puisi, rambu-rambu lalu lintas dan
nyanyian burung.
Berdasarkan hubungan antara penanda dan petanda, ada tiga jenis
tanda pokok yaitu:
a) Ikon adalah tanda hubungan antara penanda dan petandanya,
yang bersifat bersamaan bentuk alamiah. Contoh potret orang
menandai orang yang dipotret.
b) Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah
antara tanda petanda yang bersifat kasual atau hubungan
sebab-akibat. Contoh asap menandai adanya api.
c) Simbol merupakan tanda yang tidak menunjukkan hubungan
alamiah penanda dan petandanya. Hubungan antaranya bersifat arbiter
atau semau-maunya, hubunganya berdasarkan konvensi (perjanjian)
masyarakat. Contoh kata ibu orang yang melahirkan kita itu terjadi
atas konvensi masyarakat bahasa Indonesia, masyarakat Inggris
menyebutnya mother, Jepang okasan atau haha dan masyarakat bahasa
Prancis Ia mere( Pradopo , 2007:121-122).
Dengan adanya teori struktural-semiotik bertujuan untuk memahami
makna (struktur batin puisi) dalam teks puisi yang pada dasarnya
saling melengkapi. Namun dengan adanya ini dapat memperluas wawasan
pembaca. Selain itu dengan memahami makna puisi akan menumbuhkan
pengertian, penghayatan, kepekaan pikiran dan perasaan yang baik
terhadap karya sastra.
Dalam metode struktural-semiotik terdapat suatu cara untuk
memahami dan memberikan makna puisi dengan melakukan pembacaan
heuristik dan hermeneutik, yang bertujuan untuk menganalisis karya
sastra secara khusus sebagai suatu sistem tanda-tanda dan
memnentukan arti yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna
(Pradopo, dkk, 2007:123).
A. Pembacaan Heuristik
Pembacaan heuristik adalah puisi dibaca berdasarkan struktur
kebahasaannya atau secara semiotik. Untuk memperjelas arti bila
mana perlu diberi sisipan kata /sinonim kata-katanya ditaruhkan
dengan kalimat baku dan bila perlu disusun terbalik untuk
memperjelas arti.
B. Pembacaan Hermeneutik
Setelah pembacaan heuristik, puisi harus dibaca ulang kembali
dengan bacaan hermeneutik dan ditafsirkan secara hermeneutik
berdasarkan konvensi sastra (puisi), yaitu sistem semiotik tingkat
dua dengan memberikan makna diantarnya konvensi ketaklangsungan
ucapan (ekpresi) puisi. Menurut Riffaterre (Pradopo, 2007:209)
mengemukakan bahwa dalam pembacaan hermenutik, puisi memiliki
ketidak langsungan ekpresi disebabkan tiga hal: (1) penggantian
arti (displacing of meaning), (2) penyimpangan arti (distorting of
meaning), (3) penciptaan arti (creating of meaning).
a) Penggantian arti
Pada umumnya kata-kata kiasan menggantikan sesuatu yang lain,
lebihlebih metafora dan metomini. Dalam penggantian arti ini suatu
kata (kiasan) berarti lain (Pradopo, 2007:212.)
b) Penyimpangan arti
Menurut Riffaterre (Pradopo, 2001:76, 2007:213-219) mengemukan
bahwa penyimpangan arti diakibatkan oleh tiga hal yaitu (1)
Ambigunitas dalam puisi yaitu kata-kata, frase, kalimat sering
mempunyai arti ganda sehingga banyak penafsiaran. (2) Kontradiksi
dalam puisi berarti mengandung pertentangan yang disebabkan oleh
paradoks dan ironi yaitu salah satu cara yang berlawanan. Ironi ini
biasanya untuk menarik perhatian dengan cara membuat pembaca
berpikir. (3) Nonsense merupakan bentuk kata-kata secara lingustik
tidak mempunyai arti sebab tidak terdapat pada kosakata.
c) Penciptaan arti
Penciptaan arti merupakan konvensi kepuitisan yang berupa bentuk
visual yang secara linguistik tidak mempunyai arti, tetapi
menimbulkan makna dalam puisi. Jadi, penciptaan arti ini adalah
pengorganisasian teks diluar linguistik, diataranya: pembaitan,
enjamberment, ritma, tipografi, dan homologues (persamaan posisi)
(Pradopo, 2007:220).
Pemberian makna dilakukan kata demi kata, bait demi bait, larik
demi larik dengan memadankan kata-kata kiasan yang terdapat dalam
puisi dengan kata yang sesuai. Dalam hal ini setelah peneliti
mengetahui dan memahami tanda/simbol-simbol yang terdapat pada
puisi Numa, peneliti dapat menentukan tema dan amanat yang tersirat
dalam puisi.
2.4. Teks Dalam Karya Sastra
Teks berasal dari kata textum dalam bahasa latin yang berarti
tenunan, jalinan, susunaan yang menimpelstasi suatu aktivitas yang
komplek diantara aspek-aspek pembangunan. Istilah teks umumnya
digunakan dalam sastra, terutama dalam sastra kontemporer yang
telah berkembang menjadi ilmu tekstologi (Partini, 1992:24)
Menurut Sudjiman (1990 : 126)menyatakan bahwa teks dalam karya
sastra adalah naskah yang berupa kata-kata asli dari pengarang yang
mengungkapkan perasaan dan pertimbangan dari diri pengarang.
Sedangkan menurut Jakobson (Pradopo, 1992:39) menyatakan bahwa
Suatu teks dikatakan sebuah teks karya sastra bila teks tersebut
berfungsi sebagai sastra dan merupakan hasil sastra yang memiliki
unsur-unsur sastra didalamnya.
Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa unsur-unsur dalam
teks karya sastra disyaratkan tidak hanya memiliki hubungan yang
menggambarkan kesatuan. Melainkan dituntut adanya tatanan dan
jalinan yang erat antara satu unsur dengan unsur lain. Sehingga
tercipta teks karya sastra yang selaras. Selain itu juga, prinsip
teks karya sastra merupakan sarana pemberian makna pada sebuah
hasil dari teks sastra. khususnya puisi, dalam menghasilkan atau
menanggapi teks sastra itu penyair atau pengarang mempunyai
gagasan, pemikiran, konsep estetik dan pengetahuan tentang sastra
yang dimilikinya. Tatanan dan jalinan antara unsur inilah yang
secara kualitat sebagai kohesi dalam hal ini, kohesi merupakan
konsep semantik yang mengacu pada alat penghubung formal. Menurut
Hallidy dan Rugaiya Hasan (Widodo, 1987:45) kohesi ini muncul
apabila penafsiran unsur tertentu di dalam sebuah teks bergantung
pada unsur lain yang sama dalam teks yang sama. Dalam teks karya
sastra, kohesi adalah hubungan keselarasan antara unsur pendukung
teks. Selain berkaitan dengan satuan struktur kebahasaannya juga
berkaitan dengan aspek makna, untuk mewujudkan hubungan keselarasan
dalam teks. Diperlukan alat-alat penghubung seperti kata penunjuk,
kata penghubung, dan sejenisnya, alat-alat penghubung ini lazim
disebut piranti kohesi.
2.4 Pengertian Majas
Majas adalah cara menampilkan diri dalam bahasa. Menurut Prof.
Dr. H. G. Tarigan bahwa majas adalah cara mengungkapkan pikiran
melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian
penulis.Unsur kebahasaan antara lain: pilihan kata, frase, klausa,
dan kalimat. Menurut Goris Keraf, sebuah majas dikatakan baik bila
mengandung tiga dasar, yaitu: kejujuran, sopan santun, dan
menarik.
Gaya bahasa dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok,
yaitu:
a. Gaya bahasa perulangan
b. Gaya bahasa perbandingan
c. Gaya bahasa pertentangan
d. Gaya bahasa pertautan
2.4.1 Gaya Bahasa Perulangana. AliterasiAliterasi ialah sejenis
gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan pada suatu kata atau
beberapa kata, biasanya terjadi pada puisi.
Contoh:Kau keraskan kalbunya
Bagai batu membesi benar
Timbul telangkai bertongkat urat
Ditunjang pengacara petah pasih
b. Asonansi
Asonansi ialah sejenis gaya bahasa refetisi yang berjudul
perulangan vokal, pada suatu kata atau beberapa kata. Biasanya
dipergunakan dalam puisi untuk mendapatkan efek penekanan.
Contoh: Segala ada menekan dada
Mati api di dalam hati
Harum sekuntum bunga rahasia
Dengan hitam kelam
c. Antanaklasis
Antanaklasis ialah sejenis gaya bahasa yang mengandung
perulangan kata dengan makna berbeda.
Contoh: Karena buah penanya itu menjadi buah bibir orang.
d. Kiasmus
Kiasmus ialah gaya bahasa yang berisikan perulangan dan
sekaligus merupakan inversi atau pembalikan susunan antara dua kata
dalam satu kalimat.
Contoh: Ia menyalahkan yang benar dan membenarkan yang
salah.
e. Epizeukis
Epizeukis ialah gaya bahasa perulangan yang bersifat langsung.
Maksudnya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali
berturut-turut.
Contoh: Ingat kami harus bertobat, bertobat, sekali lagi
bertobat.
f. Tautotes
Tautotes ialah gaya bahasa perulangan yang berupa pengulangan
sebuah kata berkali-kali dalam sebuah konstruksi.
Contoh: Aku adalah kau, kau adalah aku, kau dan aku sama
saja.
g. Anafora
Anafora ialah gaya bahasa repetisi yang merupakan perulangan
kata pertama pada setiap baris atau kalimat.
Contoh:Kucari kau dalam toko-toko.
Kucari kau karena cemas karena sayang.
Kucari kau karena sayang karena bimbang.
Kucari kau karena kaya mesti diganyang.
h. Epistrofa (efifora)
Epistrofa ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan kata
pada akhir baris atau kalimat berurutan.
Contoh: Ibumu sedang memasak di dapur ketika kau tidur.
Aku mencercah daging ketika kau tidur.
i. Simploke
Simploke ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan awal
dan akhir beberapa baris (kalimat secara berturut-turut).
Contoh:Ada selusin gelas ditumpuk ke atas. Tak pecah.
Ada selusin piring ditumpuk ke atas. Tak pecah.
Ada selusin barang lain ditumpuk ke atas. Tak pecah.
j. Mesodiplosis
Mesodiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa pengulangan
kata atau frase di tengah-tengah baris atau kalimat secara
berturut-turut.
Contoh:Pendidik harus meningkatkan kecerdasan bangsa.
Para dokter harus meningkatkan kesehatan masyarakat.
k. Epanalepsis
Epanalepsis ialah gaya bahasa repetisi yang berupa perulangan
kata pertama pada akhir baris, klausa, atau kalimat.
Contoh: Saya akan berusaha meraih cita-cita saya.
l. Anadiplosis
Anadiplosis ialah gaya bahasa repetisi yang kata atau frase
terakhir dari suatu kalimat atau klausa menjadi kata atau frase
pertama pada klausa atau kalimat berikutnya.
Contoh:Dalam raga ada darah
Dalam darah ada tenaga
Dalam tenaga ada daya
Dalam daya ada segalanya
2.4.2 Gaya Bahasa Perbandingana. Perumpamaan
Perumpamaan ialah padanan kata atau simile yang berarti seperti.
Secara eksplisit jenis gaya bahasa ini ditandai oleh pemakaian
kata: seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, serupa.
Contoh: Seperti air dengan minyak.
b. Metafora
Metafora ialah gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara
implisit.
Contoh: Aku adalah angin yang kembara.
c. Personifikasi
Personifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat
insani pada barang atau benda yang tidak bernyawa ataupun pada ide
yang abstrak.
Contoh: Bunga ros menjaga dirinya dengan duri.
d. Depersonifikasi
Depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat
suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. Biasanya
memanfaatkan kata-kata: kalau, sekiranya, jikalau, misalkan, bila,
seandainya, seumpama.
Contoh: Kalau engkau jadi bunga, aku jadi tangkainya.
e. Alegori
Alegori ialah gaya bahasa yang menggunakan lambang-lambang yang
termasuk dalam alegon antara lain:
Fabel, contoh: Kancil dan Buaya
Parabel, contoh: Cerita Adam dan Hawa
f. Antitesis
Antitesis ialah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang
bertentangan.
Contoh: Dia gembira atas kegagalanku dalam ujian.
g. Pleonasme dan Tautologi
Pleonasme adalah penggunaan kata yang mubazir yang sebesarnya
tidak perlu. Contoh: Capek mulut saya berbicara.
Tautologi adalah gaya bahasa yang menggunakan kata atau frase
yang searti dengan kata yang telah disebutkan terdahulu. Contoh:
Apa maksud dan tujuannya datang ke mari?
h. Perifrasis
Perifrasis ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya sengaja
menggunakan frase yang sebenarnya dapat diganti dengan sebuah kata
saja.
Contoh: Wita telah menyelesaikan sekolahnya tahun 1988
(lulus).
i. Antisipasi (prolepsis)
Antisipasi ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya
menggunakan frase pendahuluan yang isinya sebenarnya masih akan
dikerjakan atau akan terjadi.
Contoh: Aku melonjak kegirangan karena aku mendapatkan piala
kemenangan.
j. Koreksio (epanortosis)
Koreksio ialah gaya bahasa yang dalam pernyataannya mula-mula
ingin menegaskan sesuatu. Namun, kemudian memeriksa dan memperbaiki
yang mana yang salah.
Contoh: Silakan Riki maju, bukan, maksud saya Rini!
2.4.3 Gaya Bahasa Pertentangana. Hiperbola
Hiperbola ialah gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang
berlebih-lebihan baik jumlah, ukuran, ataupun sifatnya dengan
tujuan untuk menekan, memperhebat, meningkatkan kesan dan
pengaruhnya.
Contoh: Pemikiran-pemikirannya tersebar ke seluruh dunia.
b. Litotes
Litotes ialah majas yang berupa pernyataan yang bersifat
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: Apa yang kami berikan ini memang tak berarti buatmu.
c. Ironi
Ironi ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang isinya
bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: Bagus benar rapormu Bar, banyak merahnya.
d. Oksimoron
Oksimoron ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang di
dalamnya mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang
berlawanan dalam frase atau dalam kalimat yang sama.
Contoh: Olahraga mendaki gunung memang menarik walupun sangat
membahayakan.
e. Paronomosia
Paronomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang berisi
penjajaran kata-kata yang sama bunyinya, tetapi berlainan
maknanya.
Contoh: Bisa ular itu bisa masuk ke sel-sel darah.
f. Zeugma dan Silepsis
Zeugma ialah gaya bahasa yang menggunakan dua konstruksi rapatan
dengan cara menghubungkan sebuah kata dengan dua atau lebih kata
lain. Dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahkan kedua kata
berikutnya sebenarnya hanya cocok untuk salah satu dari
padanya.
Contoh: Kami sudah mendengar berita itu dari radio dan surat
kabar.
Dalam silepsis kata yang dipergunakannya itu secara gramatikal
benar, tetapi kata tadi diterapkan pada kata lain yang sebenarnya
mempunyai makna lain.
Contoh: Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya.
g. Satire
Satire ialah gaya bahasa sejenis argumen atau puisi atau
karangan yang berisi kritik sosial baik secara terang-terangan
maupun terselubung.
Contoh:Jemu aku dengan bicaramu.
Kemakmuran, keadilan, kebahagiaan
Sudah sepuluh tahun engkau bicara
Aku masih tak punya celana
Budak kurus pengangkut sampah
h. Inuendo
Inuendo ialah gaya bahasa yang berupa sindiran dengan
mengecilkan kenyataan yang sebenarnya.
Contoh: Dia memang baik, cuma agak kurang jujur.
i. Antifrasis
Antifrasis ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang
menggunakan sebuah kata dengan makna kebalikannya. Berbeda dengan
ironi, yang berupa rangkaian kata yang mengungkapkan sindiran
dengan menyatakan kebalikan dari kenyataan, sedangkan pada
antifrasis hanya sebuah kata saja yang menyatakan kebalikan
itu.
Contoh Antifrasis: Lihatlah sang raksasa telah tiba (maksudnya
si cebol).
Contoh ironi: Kami tahu bahwa kau memang orang yang jujur
sehingga tak ada satu orang pun yang percaya padamu.
j. Paradoks
Paradoks ialah gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang
nyata dengan fakta-fakta yang ada.
Contoh: Teman akrab adakalanya merupakan musuh sejati.
k. Klimaks
Klimaks ialah gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang
makin lama makin mengandung penekanan atau makin meningkat
kepentingannya dari gagasan atau ungkapan sebelumnya.
Contoh: Hidup kita diharapkan berguna bagi saudara, orang tua,
nusa bangsa dan negara.
l. Anti klimaks
Antiklimaks ialah suatu pernyataan yang berisi gagasan-gagasan
yang disusun dengan urutan dari yang penting hingga yang kurang
penting.
Contoh: Bahasa Indonesia diajarkan kepada mahasiswa, siswa SLTA,
SLTP, dan SD.
m. Apostrof
Apostrof ialah gaya bahasa yang berupa pengalihan amanat dari
yang hadir kepada yang tidak hadir.
Contoh: Wahai dewa yang agung, datanglah dan lepaskan kami dari
cengkraman durjana.
n. Anastrof atau inversi
Anastrofialah gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan
membalikkan susunan kata dalam kalimat atau mengubah urutan
unsur-unsur konstruksi sintaksis.
Contoh: Diceraikannya istrinya tanpa setahu
saudara-saudaranya.
o. Apofasis
Apofasis ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang tampaknya
menolak sesuatu, tetapi sebenarnya justru menegaskannya.
Contoh : Sebenarnya saya tidak sampai hati mengatakan bahwa
anakmu kurang ajar.
p. Histeron Proteran
Histeron Proteran ialah gaya bahasa yang isinya merupakan
kebalikan dari suatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang
wajar.
Contoh : Jika kau memenangkan pertandingan itu berarti kematian
akan kau alami.
q. Hipalase
Hipalase ialah gaya bahasa yang berupa sebuah pernyataan yang
menggunakan kata untuk menerangkan suatu kata yang seharusnya lebih
tepat dikarenakan kata yang lain.
Contoh: Ia duduk pada bangku yang gelisah.
r. Sinisme
Sinismeialah gaya bahasa yang merupakan sindiran yang berbentuk
kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan atau
ketulusan hati.
Contoh: Anda benar-benar hebat sehingga pasir di gurun sahara
pun dapat Anda hitung.
s. Sarkasme
Sarkasme ialah gaya bahasa yang mengandung sindiran atau
olok-olok yang pedas atau kasar.
Contoh: Kau memang benar-benar bajingan.
2.4.4 Gaya Bahasa Pertautana. Metonimia
Metonimia ialah gaya bahasa yang menggunakan nama barang, orang,
hal, atau ciri sebagai pengganti barang itu sendiri.
Contoh: Parker jauh lebih mahal daripada pilot.
b. Sinekdoke
Sinekdokeialah gaya bahasa yang menyebutkan nama sebagian
sebagai nama pengganti barang sendiri.
Contoh Sinekdoke pars pro toto: Lima ekor kambing telah dipotong
pada acara itu.
Contoh Sinekdoke totem pro parte: Dalam pertandingan itu
Indonesia menang satu lawan Malaysia.
c. Alusio
Alusia ialah gaya bahasa yangmenunjuk secara tidak langsung ke
suatu pristiwa atau tokoh yang telah umum dikenal/ diketahui
orang.
Contoh: Apakah peristiwa Madiun akan terjadi lagi di sini?
d. Eufimisme
Eufimisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti
ungkapan yang dirasa lebih kasar yang dianggap
merugikan atau yang tidak menyenangkan.
Contoh: Tunasusila sebagai pengganti pelacur.
e. Eponim
Eponim ialah gaya bahasa yang menyebut nama seseorang yang
begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu
sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu.
Contoh: Dengan latihan yang sungguh saya yakin Anda akan menjadi
Mike Tyson.
f. Antonomasia
Antonomasia ialah gaya bahasa yang berupa pernyataan yang
menggunakan gelar resmi atau jabatan sebagai pengganti nama
diri.
Contoh: Kepala sekolah mengundang para orang tua murid.
g. Epitet
Epitetialah gaya bahasa yang berupa keterangan yang menyatakan
sesuatu sifat atau ciri yang khas dari seseorang atau suatu
hal.
Contoh: Putri malam menyambut kedatangan remaja yang sedang
mabuk asmara.
h. Erotesis
Erotesis ialah gaya bahasa yang berupa pertanyaan yang tidak
menuntut jawaban sama sekali.
Contoh: Tegakah membiarkan anak-anak dalam kesengsaraan?
i. Paralelisme
Paralelisme ialahgaya bahasa yang berusaha menyejajarkan
pemakaiankata-kata atau frase-frase yang
menduduki fungsi yang sama dan memiliki bentuk gramatikal yang
sama.
Contoh: + Bukan saja perbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga
harus diberantas.
- Bukan sajaperbuatan itu harus dikutuk, tetapi juga harus
memberantasnya (Ini contoh yang tidak baik).
j. Elipsis
Elipsis ialah gaya bahasa yang di dalamnya terdapat penanggalan
atau penghilangan salah satu atau beberapa
unsur penting dari suatu konstruksi sintaksis.
Contoh: Mereka ke Jakarta minggu lalu (perhitungan
prediksi).
Pulangnya membawa oleh-oleh banyak sekali (Penghilangan
subyek).
Saya sekarang sudah mengerti ( Penghilangan obyek).
Saya akan berangkat (penghilangan unsur Keterangan).
Mari makan!(penghilangan subyek dan obyek).
k. Gradasi
Gradasi ialah gaya bahasa yang mengandung beberapa kata
(sedikitnya tiga kata)yang diulang dalam konstruksi itu.
Contoh: Kita harus membangun, membangun jasmani dan rohani,
rohani yang kuat dan tangguh, dengan ketangguhan itu kita maju.
l. Asindeton
Asindenton ialah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau
suatukonstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar, tetapi
tidak dihubungkan dengan kata-kata penghubung.
Contoh: Ayah, ibu, anak merupakan inti dari sebuah keluarga.
m. Polisindeton
Polisindenton ialah gaya bahasa yang berupa sebuah kalimat atau
sebuah konstruksi yang mengandung kata-kata yang sejajar dan
dihubungkan dengan kata-kata penghubung.
Contoh: Pembangunan memerlukan sarana dan prasarana juga dana
serta kemampuan pelaksana.
5PAGE