Page 1
KARAKTERISTIK PENATAAN RUANGKARAKTERISTIK PENATAAN RUANG PROVINSI DIYPROVINSI DIY
2.12.1 Kinerja Perencanaan Tata Ruang Provinsi DIY Kinerja Perencanaan Tata Ruang Provinsi DIY
Dalam proses pemanfaatannya, RTRW Provinsi DIY 2007 sudah dapat berfungsi secara
optimal, namun seiring perkembangan wilayah maka terdapat beberapa aspek yang perlu
dilakukan penyesuaian. Beberapa hal mendasar yang dapat dikelompokkan ke dalam dua
kategori yaitu pengaruh eksternal dan pengaruh internal, yaitu:
A) Tata Ruang Eksternal Eksisting
Dalam proses berkembangnya suatu wilayah, peran dan fungsi dari wilayah lain (eksternal)
memberikan pengaruh timbal balik terhadap tingkat perkembangan wilayah tersebut.
Adapun wilayah-wilayah di luar Provinsi yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY,
antara lain:
Adanya kaitan Provinsi DIY dengan kota-kota besar di P. Jawa-Bali, yakni antara PKN
(Pusat Kegiatan Nasional) Semarang – Solo/Surakarta – Cilacap terhadap Provinsi
DIY.
Kota Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten di wilayah Provinsi DIY berinteraksi dengan
kota besar/kecil di sekitar Provinsi DIY seperti Kab. Magelang, Klaten, Purworejo,
Surakarta, Wonogiri.
Adanya kebijakan simpul-simpul kawasan utama pengembangan terpadu antara
beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Provinsi DIY seperti (Joglosemar, Pawonsari,
Gelangmantul, Subosuko-Wonosraten) yang akan meningkatkan daya saing dari
masing-masing wilayah.
Tantangan Implementasi RTRWN pada tataran RTRW Propinsi DIY, seperti telah
ditetapkannya Provinsi DIY sebagai Sistem Pusat-pusat Pengembangan serta
Kawasan Lindung.
Sebagian besar interkasi antar kota-kota tersebut menggunakan sarana transportasi
darat. Keterkaitan tersebut di wilayah Provinsi DIY telah berjalan mengikuti pola
aktivitas penduduk di bidang ekonomi dan interaksi sosial termasuk aspek pergerakan
berdasarkan sarana dan prasarana penduduk yang mendukung.
Faktor-takfor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola
pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY yaitu sebagai berikut
:
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 1
Page 2
a. Isu-isu global, yaitu Transformasi Teknologi dan Informasi, Transportasi dan
Pariwisata. Dengan perkembangan sistem tersebut, maka peranan dari jaringan
interaksi antar wilayah sangat penting. Secara spasial akan mendudukkan kota-kota
sebagai simpul yang terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya
pada sistem dan jaringan transportasi, tetapi juga pada kegiatan perekonomian, jasa
dan perdagangan.
Dengan mendudukan sektor pariwisata dan jasa sebagai sector unggulan di Provinsi
DIY, maka menuntut konsekuensi masuknya Provinsi DIY dalam jaringan global.
Adapun implikasi dari fenomena tersebut terhadap kebijaksanaan penataan ruang
wilayah antara lain :
1) Semakin meningkatnya kegiatan yang bersifat perkotaan, karena simpul-simpul
kegiatan tersebut akan tergabung dalam satu pola jaringan tertentu. Dalam hal ini
aksesibilitas, compatibilitas (kesesuaian interaksi kegiatan) dan fleksibilitas
merupakan syarat yang mendasar.
2) Ketersediaan sistem informasi dan teknologi mengenai kebijakan pembangunan
pada umumnya dan keruangan pada khususnya, dengan dukungan informasi
mengenai apa saja yang bisa ditawarkan dan dibutuhkan. Investasi yang
diharapkan masuk bukan hanya karena usaha pengolahan sumber daya di wilayah
Provinsi saja, tetapi juga pada simpul pasar yang dapat menarik untuk investasi
oleh kegiatan perekonomian daerah lain.
b. Kebijakan pengembangan terpadu wilayah JOGLO SEMAR, yaitu secara terpadu juga
merupakan bagian dari jawaban terhadap isu-isu global. Dengan memadukan simpul-
simpul utama di Jawa Tengah tersebut, diharapkan akan meningkatkan daya saing
dari masing-masing simpul dalam memperebutkan investasi baik dalam tingkat
regional maupun internasional. Ketiga simpul tersebut diharapkan mampu
meningkatkan aksesibilitas, kompatibilitas dan fleksibilitas kebijakan pembangunan
untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar bagi masing-masing simpul
pengembangan terpadu tersebut.
Implikasi dari kebijakan tersebut dalam kebijakan penataan ruang wilayah antara lain :
1) Penetapan fungsi dari masing-masing simpul
Semarang diharapkan mampu berkembang sebagai salah satu gerbang laut wilayah
Jawa dan Solo sebagai salah satu gerbang udara. Karena sifatnya sebagai gerbang,
kedua simpul tadi juga merupakan aglomerasi industri. Sedangkan wilayah Yogya
dengan keunggulan yang dimiliki merupakan pusat tujuan wisata dan penyedia tenaga
kerja terdidik dan jasa yang berkualitas disamping dapat berfungsi juga sebagai
gerbang udara di wilayah selatan Jawa Tengah.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 2
Page 3
2) Guna meningkatkan compatibilitas dan fleksibilitas dari simpul-simpul tersebut, maka
perlu peningkatan aksesibilitas antar simpul yang diwujudkan dalam pembangunan
jalan Tol Semarang-Solo dan Yogya-Solo.
3) Gagasan pengembangan lintas selatan Jawa, baik lintasan jalan raya maupun kereta
api. Gagasan ini merupakan usaha untuk mengurangi beban Pantura di satu sisi, selain
itu juga sebagai bagian dari usaha memacu perkembangan wilayah bagian selatan
Jawa Tengah.
Dari beberapa isu-isu pengaruh dari wilayah lain (eksternal) di atas maka secara
langsung akan berimplikasi terhadap kebijaksanaan penataan ruang wilayah
Provinsi DIY antara lain:
Semakin meningkatnya kegiatan yang bersifat perkotaan, karena simpul-simpul
kegiatan tersebut akan tergabung dalam satu pola jaringan tertentu. Dalam hal ini
aksesibilitas, kompatibilitas (kesesuaian interaksi kegiatan) dan fleksibilitas
merupakan syarat yang mendasar bagi Provinsi DIY dan wilayah disekitarnya.
Mampu meningkatkan daya saing dari masing-masing simpul dalam
memperebutkan investasi baik dalam tingkat regional maupun internasional.
Gambar 2.1 Peta Kebijakan Dasar Struktur Ruang RTR Pulau Jawa-Bali
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 3
Page 4
Gambar 2.2 Poros Perkembangan Strategis Dan Interkoneksi Kota-Kota
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 4
Page 5
Gambar 2.3 Peta Kawasan Strategis
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 5
Page 6
B) Tata Ruang Internal Eksisting
Stuktur tata ruang wilayah Provinsi DIY secara internal dipengaruhi oleh kondisi topografi
dan geografis wilayah, yang meliputi kawasan tertentu nasional (lindung dan cagar
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 6
Page 7
budaya), kawasan cepat tumbuh, kawasan potensial untuk berkembang, kawasan yang
kritis lingkungan Provinsi DIY.
Secara umum, karakteristik tata ruang internal Provinsi DIY ditandai dengan persoalan
tingginya kebutuhan ruang untuk kegiatan budidaya namun dilain pihak menghadapi
keterbatasan daya dukung maupun daya tampung lingkungan.
Kawasan-kawasan Provinsi DIY yang secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY,
antara lain:
1) Adanya Kawasan Fungsional yang terdiri dari:
Hutan Lindung, terdiri dari:
Hutan lindung di Kabupaten Gunung Kidul yang masuk dalam wilayah pengelolaan
RPH Kedungwanglu, BDH Paliyan, dan RPH Candi, BDH Karangmojo.
Hutan Lindung di Kabupaten Kulonprogo yang masuk dalam wilayah pengelolaan
RPH Sermo, BDH Kulonprogo.
Hutan Konservasi, terdiri dari:
Suaka Margasatwa terdapat 2 (dua) kawasan Suaka Margasatwa yaitu Suaka
Margasatwa (SM) Paliyan di Kabupaten Gunung Kidul dan SM Sermo di Kabupaten
Kulonprogo.
Taman Nasional yang yang terletak di Kabupaten Sleman merupakan hutan di
sekitar Gunung Merapi, seluas 163,64 ha ditunjuk sebagai Cagar Alam Plawangan
Turgo dan seluas 118,61 ha sebagai Hutan Taman Wisata Alam.
Cagar Alam/Taman Wisata Alam (TWA) yang berada diantara 2 (dua) desa yaitu
Desa Wukirsari dan Desa Girirejo yang masuk dalam wilayah Kecamatan Imogiri,
Kabupaten Bantul seluas 11,4 Ha yang terbagi dalam 1 (satu) petak kerja pada
RPH Mangunan, BDH Yogyakarta.
Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder yang terletak di BDH Playen, dengan seluas
617 ha berdasarkan Kepmenhut No 353/Menhut-II/04.
2) Wilayah Daerah Sungai (DAS)
Ditinjau dari aspek DAS, di Provinsi DIY terdapat 3 DAS yang cukup besar, yaitu : (a)
DAS Progo, (b) DAS Opak, (c) DAS Serang.
3) Kawasan tertentu nasional yang merupakan kawasan lindung dan cagar budaya perlu
dijaga/dilindungi dan dipantau perubahannya karena apabila pada salah satu dari
daerah tersebut terganggu fungsinya maka akan memberi pengaruh hingga nasional,
yaitu:
Taman Nasional Gunungapi Merapi, diarahkan agar berfungsi sebagai pelestarian
sumberdaya alam, perlindungan sumberdaya alam dan pendidikan dan penelitian,
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 7
Page 8
pembinaan cinta alam bagi generasi muda, rekreasi dan pariwisata dan
pengembangan / pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga.
Kawasan Cagar Budaya (Keraton, candi-candi).
Kawasan Rawan Bencana, yaitu : Rawan Gempa Bumi disekitar arah/jalur patahan
Opak, Rawan Bencana Gunung Api meletus di sekitar wilayah Gunung Merapi, dan
rawan tsunami, banjir dan air pasang di pesisir pantai Kulon Progo dan Bantul.
4) Kawasan yang cepat tumbuh
Kawasan Ibukota provinsi di Kota Yogyakarta.
Kawasan sekitar Kartamantul terutama di ruas jalan Penghubung utara-tengah dan
selatan (Yogyakarta-Sleman-Bantul).
5) Kawasan yang potensial untuk berkembang
Kabupaten Bantul, yaitu di Sewon, Kasihan, Banguntapan, Sedayu, Srandakan,
Imogiri dan Piyungan.
Kabupaten Sleman, yaitu di Godean, Gamping, Pakem, Depok.
Kabupaten Kulonprogo, yaitu di Wates, Temon, Pengasih, Sentolo, dan Manggulan.
Kabupaten Gunungkidul, yaitu : Wonosari, Bunder, Rongkop, Sadeng.
6) Kawasan yang Kritis Lingkungan
Kabupaten Gunungkidul, yaitu di Purwosari, Panggang, Tepus dan Rongkop.
Kabupaten Bantul, yaitu di Wonolelo, Wukirsari, Muntuk, Jatimulyo, Sendangsari.
Kabupaten Kulonprogo.
7) Kawasan Pesisir
Kabupaten Kulonprogo, yaitu di Pantai Congot, Pantai Glagah, Pantai Trisik, Pantai
Bugel, dan Pantai Karangwuni.
Kabupaten Bantul, yaitu di Pantai Pandansari, Pantai Pandansimo, Pantai Samas,
Pantai Sanden, dan Pantai Parangtritis.
Kabupaten Gunungkidul, yaitu Pantai Ngobaran, Pantai Sundak, Pantai Siung
Wanara, Pantai Wediombo, Pantai Ngungap dan Pantai Sadeng.
8) Kawasan Rawan Bencana Alam, seperti :
Gempa di Kabupaten Bantul dan sebagian wilayah selatan Kota Yogyakarta.
Tsunami, di sekitar kawasan pesisir Provinsi DIY.
Kekeringan, di sebagian wilayah selatan Kabupaten Gunungkidul
Gunung Merapi, di Kabupaten Sleman
Longsor dan erosi, di sebagian utara Kabupaten Gunungkidul, sebagian timur
Kabupaten Sleman (pada kemiringan 15 % seperti di Prambanan dan Pakem) dan
Kulonprogo.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 8
Page 9
9) Kawasan yang sangat tertinggal (desa-desa/kecamatan-kecamatan yang masih
tertinggal dari aspek ekonomi dan pendidikan serta sosial), seperti beberapa
kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 9
Page 10
Gambar 2.4 Peta Tata Ruang Internal Eksisting
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 10
Page 11
Gambar 2.5 Landuse eksisting
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 11
Page 12
Gambar 2.6 Peta Aliran DAS
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 12
Page 13
Gambar 2.7 Peta Satuan Fisiografi
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 13
Page 14
Gambar 2.8 Peta Kawasan Bencana
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 14
Page 15
Gambar 2.9 Peta Kawasan Terbangun & Budidaya pada Kawasan Rawan Bencana
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 15
Page 16
Gambar 2.10 Peta Kawasan Berfungsi Lindung dan Budidaya
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 16
Page 17
2.22.2 Kinerja Pemanfaatan Ruang Provinsi DIY Kinerja Pemanfaatan Ruang Provinsi DIY
Kinerja dan kondisi eksisting dari karakteristik wilayah Provinsi DIY dapat secara langsung
mempengaruhi perkembangan Provinsi DIY. Dari hasil kajian yang telah dilakukan
terdapat beberapa karakteristik tersebut antara lain:
2.2.12.2.1 PendudukPenduduk
Proyeksi penduduk Provinsi DIY berdasarkan metoda terpilih diatas maka jumlah penduduk
pada Tahun 2027 sebanyak 4.923.645 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di
Kabupaten Sleman berjumlah 1.309.348 jiwa. Hal yang menyebabkan tingginya jumlah
penduduk di Kabupaten Sleman karena beragam aktifitas yang terjadi.. Selain itu
meningkatnya lahan permukiman secara otomatis akan meningkatkan jumlah penduduk.
Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di Kota Yogyakarta sebesar
705.640 jiwa. Proyeksi penduduk di Provinsi DIY Tahun 2007 – 2027 dapat dilihat pada
Tabel II.1 dan Gambar 2.11 di bawah ini.
Tabel II.1Proyeksi Penduduk Provinsi DIY Tahun 2008– 2027
Tahun Proyeksi Kulonprogo Bantul Gunung
Kidul Sleman Yogyakarta Jumlah
2008 577.780 1.020.157 952.484 1.143.364 583.723 4.277.5082009 587.997 1.026.136 955.142 1.152.100 590.140 4.311.5152010 598.214 1.032.115 957.801 1.160.836 596.557 4.345.5232011 608.431 1.038.094 960.459 1.169.572 602.973 4.379.5292012 618.648 1.044.074 963.117 1.178.308 609.390 4.413.5372013 628.865 1.050.053 965.776 1.187.044 615.807 4.447.5452014 639.082 1.056.032 968.434 1.195.780 622.223 4.481.5512015 649.299 1.062.011 971.092 1.204.516 628.640 4.515.5582016 659.516 1.067.990 973.751 1.213.252 635.057 4.549.5662017 669.733 1.073.970 976.409 1.221.988 641.473 4.583.5732018 679.950 1.079.949 979.067 1.230.724 647.890 4.617.5802019 690.167 1.085.928 981.725 1.239.460 654.307 4.651.5872020 700.384 1.091.907 984.384 1.248.196 660.724 4.685.5952021 710.601 1.097.886 987.042 1.256.932 667.140 4.719.6012022 720.818 1.103.866 989.700 1.265.668 673.557 4.753.6092023 731.035 1.109.845 992.359 1.274.404 679.974 4.787.6172024 741.252 1.115.824 995.017 1.283.140 686.390 4.821.6232025 751.469 1.121.803 995.017 1.291.876 692.807 4.852.9722026 761.686 1.127.782 1.000.334 1.300.612 699.224 4.889.6382027 771.903 1.133.762 1.002.992 1.309.348 705.640 4.923.645
Sumber : Hasil Analisis 2007
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 17
Page 18
Proyeksi Penduduk Provinsi DI. Yogyakarta Tahun 2008-2027
0
200.000
400.000
600.000
800.000
1.000.000
1.200.000
1.400.000
Tahun Proyeksi
Jum
lah
(jiw
a)
Kab. Kulonprogo
Kab. Bantul
Kab. Gunung Kidul
Kab. Sleman
Kota Yogyakarta
Gambar 2.11Proyeksi Penduduk Provinsi DIY
Kepadatan dan Persebaran Penduduk
Berdasarkan hasil proyeksi diketahui bahwa pada kurun waktu tahun perencanaan kepadatan
penduduk tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta dengan jumlah kepadatan pada tahun 2027
sebesar 21.712 jiwa/Km2 diikuti Kabupaten Sleman (2.278 Jiwa/Km2), Kabupaten Bantul
(2.237Jiwa/Km2) dan Kabupaten Kulonprogo (1.317Jiwa/Km2). Sementara Kabupaten/Kota
dengan kepadatan penduduk terendah pada akhir tahun perencanaan adalah Kabupaten
Gunung Kidul (675 Jiwa/Km2. Proyeksi kepadatan dan persebaran penduduk di Provinsi DIY
disajikan pada Tabel II. 2 dan Gambar 2.12
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 18
Page 19
Tabel II.2Proyeksi Kepadatan PendudukProvinsi DIY Tahun 2007 – 2027
Tahun Proyeksi Kulonprogo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
2008 986 2.013 641 1.989 17.9602009 1.003 2.025 643 2.004 18.1582010 1.020 2.037 645 2.019 18.3562011 1.038 2.048 647 2.035 18.5532012 1.055 2.060 648 2.050 18.7502013 1.073 2.072 650 2.065 18.9472014 1.090 2.084 652 2.080 19.1452015 1.107 2.095 654 2.095 19.3422016 1.125 2.107 656 2.111 19.5402017 1.142 2.119 657 2.126 19.7382018 1.160 2.131 659 2.141 19.9352019 1.177 2.143 661 2.156 20.1332020 1.195 2.154 663 2.171 20.3302021 1.212 2.166 665 2.186 20.5272022 1.229 2.178 666 2.201 20.7252023 1.247 2.190 668 2.217 20.9222024 1.264 2.201 670 2.232 21.1202025 1.282 2.213 672 2.247 21.3172026 1.299 2.225 673 2.263 21.5142027 1.317 2.237 675 2.278 21.712
Tingkat Kepadatan S S R S T
Sumber : Hasil Analisis 2007
Keterangan :R = RendahS = SedangT = Tinggi
0
5000
10000
15000
20000
25000
Jumlah (jiwa)
Kulonprogo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta
Kab/Kota
Proyeksi Kepadatan Penduduk di Provinsi DIY Tahun 2008-2027 2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
2025
2026
2027
Gambar 2.12Proyeksi Kepadatan Penduduk Provinsi DIY Tahun 2007 – 2027
Dilihat dari persebarannya, terlihat bahwa kepadatan penduduk tertinggi ada di Kota
Yogyakarta. Dengan demikian pemusatan permukiman berada wilayah ini, walaupun bukan
merupakan jaminan bahwa Kota Yogyakarta tersebut merupakan kota paling berkembang tetapi
setidaknya memberikan gambaran bahwa wilayah tersebut menarik bagi kegiatan penduduk,
selain juga adanya faktor keterbatasan luasan lahan.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 19
Page 20
Berdasarkan hasil proyeksi di atas, dengan mengacu pada kriteria yang dikeluarkan oleh
National Urban Development Study (NUDS) dapat diidentifikasi bahwa pada akhir tahun
perencanaan 2027 dengan indikator kepadatan penduduk, Kota Yogyakarta masuk kedalam
kategori perkotaan. Adapun kriteria yang dikeluarkan oleh NUDS tersebut adalah sebagai
berikut:
Kepadatan penduduk perkotaan 25 jiwa/Ha = 2.500 jiwa/Km2
Kepadatan penduduk semi perkotaan 10-25 jiwa/Ha = 1.000 –2.500 jiwa/Km2
Kepadatan penduduk perdesaan dibawah 10 jiwa/Ha = 1.000 jiwa/Km2
Mengacu pada kriteria yang dikeluarkan oleh NUDS berdasarkan kepadatan penduduknya
pada akhir tahun perencanaan 2027, dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah di
Provinsi DIY termasuk kedalam kategori semi perkotaan, adapun yang hampir mendekati
kepada ciri pedesaan adalah Kabupaten Gunung Kidul. Untuk lebih jelasnya mengenai
peta kepadatan penduduk di Provinsi DIY dapat di lihat pada Gambar 2.13
Laju Pertumbuhan PendudukLaju Pertumbuhan Penduduk
Dari hasil proyeksi penduduk Provinsi DIY tahun 2007-2027 dapat dihitung laju
pertumbuhan penduduknya untuk setiap 5 tahun. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi
terdapat di Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2007-2011 yang mencapai 1,41%, Kota
Yogyakarta menempati tempat kedua sebesar 0,88%, kemudian diikuti oleh Kabupaten
Sleman dan Kabupaten Bantul. Laju pertumbuhan penduduk paling rendah terdapat di
Kabupaten Gunung Kidul yaitu sebesar 0,22% dan relatif sama pada setiap periodenya.
Penurunan jumlah penduduk di Kota Yogyakarta antara lain disebabkan beberapa
perguruan tinggi yang cukup besar di DIY kampusnya berada atau di pindah ke Kabupaten
Sleman dan Kabupaten Bantul, juga karena tumbuhnya pembangunan perumahan baru
yang cukup pesat di kedua wilayah tersebut sehingga terjadi perpindahan penduduk dari
Kota Yogyakarta ke Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara umum, laju
pertumbuhan penduduk di Provinsi DIY ini cenderung menurun pada setiap periodenya.
Laju pertumbuhan penduduk Provinsi DIY masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Jawa Tengah yang laju pertumbuhan penduduknya sebesar 0,35% yang pada 20 tahun
kedepan diperkirakan menurun sampai dengan 0,01%. Untuk lebih jelasnya mengenai
proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi DIY dapat dilihat pada Tabel II.3 dan
Tabel II.4.
Tabel II.3Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DIY
2000 – 2027 (Per 5 Tahun)Kabupaten/ Kota 2007- 2011 2012- 2016 2017- 2021 2022 - 2027
Kulonprogo 1.41% 1.30% 1.20% 1.12%Bantul 0.47% 0.46% 0.44% 0.43%Gunung Kidul 0.22% 0.22% 0.22% 0.21%Sleman 0.61% 0.59% 0.57% 0.55%Yogyakarta 0.88% 0.83% 0.79% 0.75%Provinsi DIY 0.64% 0.61% 0.59% 0.57%Sumber : Hasil Analisis 2007.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 20
Page 21
Tabel II.4Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DIY
2007- 2027 (Per 10 Tahun)Kabupaten/Kota 2007- 2016 2017- 2027
Kulonprogo 1.59% 1.35%Bantul 0.53% 0.50%Gunung Kidul 0.25% 0.24%Sleman 0.69% 0.64%Yogyakarta 0.99% 0.89%Provinsi DIY 0.72% 0.66%Sumber : Hasil Analisis 2007.
Karakteristik penduduk Provinsi DIY jika dilihat dari struktur penduduk, maka usia 15 tahun
keatas menurut mata pencaharian masih dominan bekerja pada sektor pertanian. Angka
tersebut bisa mewakili karakteristik masyarakat Provinsi DIY yang masih tergolong kedalam
masyarakat semi perkotaan, dimana sektor pertanian masih memegang peranan penting
dalam kehidupan masyarakatnya. Bila diperinci menurut jenis kelamin, maka dapat
dibedakan bahwa penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan
dengan perempuan.
Kondisi tingkat pendidikan penduduk DIY sebagai dampak kebijakan pemerataan
pendidikan, terutama kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, menunjukkan
angka yang tinggi dan sudah berhasil dituntaskan pada tahun 1996, baik melalui
pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.
Dalam aspek kesejahteraan masyarakat, taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup
memadai sejalan dengan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi dan
perlindungan sosial bagi masyarakat rentan termasuk bagi penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS).
Pemberdayaan keluarga miskin dan penanggulangan kemiskinan tetap menjadi prioritas
utama pemerintah dalam percepatan pemulihan kesejahteraan masyarakat. Jumlah
penduduk miskin di DIY tahun 2005 sebesar 275.110 KK (25%). Penduduk miskin terbesar
terdapat pada Kabupaten Gunungkidul sebesar 34,80%, Kabupaten Bantul sebesar
23,40%. Selanjutnya berturut-turut Kabupaten Sleman 19,26%, Kabupaten Kulon Progo
15,39% dan Kota Yogyakarta sebesar 7,15%.
Dari beberapa kajian mengenai karakteristik penduduk di atas dapat diketahui ini beberapa
permasalahan kependudukan yang ada Provinsi DIY:
Kesempatan perkembangan ekonomi lokal di daerah pedesaan masih sangat terbatas.
Tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata ditiap kabupaten/kota, dimana Kota
Yogyakarta memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya.
Aglomerasi dalam jumlah yang cukup besar terbentuk di sekitar Kota Yogyakarta
termasuk beberapa wilayah Kabupaten Sleman dan Bantul yang berbatasan dengan Kota
Yogyakarta.
Perubahan komposisi penduduk terjadi dari segi umur penduduk Provinsi DIY adalah
terjadinya penuaan struktur umur penduduk.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 21
Page 22
Gambar 2.13 Peta Kepadatan Penduduk
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 22
Page 23
2.2.22.2.2 Kegiatan EkonomiKegiatan Ekonomi
PDRB perkapita penduduk Provisni DIY tahun 2006 sebesar Rp 8,79 juta perkapita
pertahun, meningkat 15,60% dibandingkan tahun 2005. Hal ini menunjukkan terdapat
beberapa sektor ekonomi yang mampu menunjang kegiatan ekonomi di Provinsi DIY
mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 sebesar Rp. 29.780,54 juta, meningkat
17,16% dibandingkan tahun 2005 sebesar Rp 25.419,08 juta. Kontribusi empat sektor
terbesar, berturut-turut dari yang terbesar adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan,
hotel dan restoran, sektor pertanian dan industri pengolahan.
Dibidang ketenagakerjaan pengangguran masih menjadi permasalahan yang harus diatasi
karena kecenderungan makin tinggi tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran
terbuka pada tahun 2006 sebesar 6.25% lebih rendah dibandingkan denga tahun 2004 dan
2005 yang masing-masing sebesar 6,26% dan 7,59%. Secara terperinci mengenai
kegiatan-kegiatan ekonomi di Provinsi DIY ini adalah sebagai berikut:
a. Pertumbuhan ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY tahun 2004 dan 2005 sebesar 5,12% dan 4,74%,
lebih rendah dari pertumbunan ekonomi nasional sebesar 5,5% pada tahun 2006. Nilai
PDRB DIY dengan menggunakan harga konstan tahun 2000 tercatat Rp.17.539 mlyar pada
tahun 2006, lebih tinggi dari nilai PDRB tahun 2005 sebesar Rp. 16.911 milyar. Kondisi ini
disebabkan masih rendahnya daya beli masyarakat DIY walaupun kecenderungan suku
bunga domestik mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2006. Pengaruh kenaikan
harga BBM pada 1 Oktober 2005 dan terjadinya gempa tektonik tahun 2006 serta kenaikan
harga beras pada akhir tahun 2006 sebagai akibat kemarau panjang yang mengakibatkan
tertundanya musim tanam.
Laju pertumbuhan ekonomi Provisni DIY tahun 2007 diperkirakan meningkat sebesar
4,68%, lebih tinggi dari tahun 2006. Hal ini terutama dipicu oleh sektor pertanian dan sektor
bangunan yang diperkirakan tumbuh pesat. Sektor pertanian produktivitasnya akan
membaik setelah menghadapi kondisi cuaca yang kurang kondusif, sedangkan sektor
bangunan disebabkan berlangsungnya proses rekonstruksi bangunan dan fasilitas umum
yang rusak akibat gempa. Selain itu, industri pariwisata diperkirakan akan kembali
berkembang yang selanjutnya akan mendorong kinerja sektor perdagangan, hotel dan
restoran.
b. Peranan Sektoral
Perkembangan ekonomi wilayah ditentukan oleh seberapa besar sektor ekonomi yang
menjadi basis mampu menggerakkan ekonomi wilayah. Peranan sektor sektoral terhadap
pembentukan PDRB pada tahun 2006 di Provinsi DIY menunjukkan sektor perdagangan
hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar (20,74%). Peranan sektor berturut-turut
dari yang tinggi ke rendah adalah sektor perdagangan hotel dan restoran (20,74%), sektor
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 23
Page 24
pertanian (18,87%), sektor jasa-jasa (17,35%), sektor industri pengolahan (13,87%), sektor
pengangkutan dan komunikasi (9,98%), sektor bangunan (9,01%), sektor keuangan
persewaan dan jasa perusahaan (8,62%), sektor listrik gas dan air bersih (0,86), dan sektor
pertambangan dan penggalian (0,70%).
2.2.32.2.3 Guna LahanGuna Lahan
Perubahan guna lahan terbangun sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 terus
mengalami peningkatan. Lahan sawah pada tahun 1990 yang mencapai 19,86 %
berkurang menjadi 14,74 % pada tahun 2006. Sedangkan guna lahan permukiman yang
pada tahun 1990 berjumlah 15,74% terus mengalami peningkatan. Penetrasi guna lahan
permukiman tersebut sampai dengan tahun 2006 terus terjadi disekitar pusat Kota
Yogyakarta , Sleman dan Bantul. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan penggunaan
lahan di Provinsi DIY sejak tahun 1990 sampai dengan 2007 dapat dilihat dari Gambar 2.14
Selain permasalahan di atas juga terdapat beberapa permasalahan penggunaan lahan
yang tidak sesuai dengan struktur pemanfaatan ruang, diantaranya:
Alih fungsi lahan pertanian subur di kawasan lahan basah untuk kepentingan non
pertanian.
Pemanfaatan lahan untuk permukiman-pertambangan di sekitar kawasan lindung.
Munculnya kawasan baru untuk industri, sementara kawasan industri yang ada belum
dimanfaatkan.
Adanya pengaruh kegiatan pembangunan yang berdampak pada sulitnya pengendalian
konversi lahan.
Adapun beberapa lahan yang berpotensi untuk dikembangkan untuk kegiatan yang dapat
menunjang kegiatan pariwisata di Provinsi DIY, diantaranya:
Ditemukannya potensi ekosistem langka dan spesifik yang perlu dikelola dalam taraf
nasional seperti cagar alam karst,
Taman Nasional Merapi, Gumuk Pasir Barchan.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 24
Page 25
Gambar 2.14 Peta Perubahan Lahan 1990-2006 Provinsi DIY
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 25
Page 26
Gambar 2.14Peta Perubahan Guna Lahan Tahun 1990 sampai dengan 2006
Guna Lahan Tahun 1990
Guna Lahan Tahun 2006
Sumber : BPN , 1990 & Landsat TM7 (Geotrof) 2006
2.2.42.2.4 Infrastruktur WilayahInfrastruktur Wilayah
Penyediaan prasarana dan sarana daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
kegiatan pembangunan daerah. Dikarenakan lokasinya yang berada di tengah pulau Jawa,
Provisni DIY dapat memperoleh manfaat dari hinterland (daerah belakangnya). Jalur
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 26
Page 27
perhubungan udara, rel kereta, dan jalan raya dengan pusat-pusat perkotaan utama,
pelabuhan udara internasional dan pelabuhan laut lainnya di pulau Jawa merupakan aset
utama bagi sektor perdagangan dan industri. Di samping membantu ekspor, jalur
perhubungan/transportasi tersebut juga mempermudah impor dari Provinsi-Provinsi
terdekat dan aksesibilitas wisatawan ke Provinsi DIY.
Kondisi di atas berdampak pada perlunya penyediaan infrastruktur yang memadai yang
dapat menunjang berbagai sektor dalam pembangunan. Kegiatan sektor transportasi
merupakan tulang punggung dari pola distribusi barang maupun penumpang. Di samping
itu penyediaan sumber daya air, sarana perumahan dan permukiman termasuk di
dalamnya penyediaan air minum dan sanitasi serta pos dan telekomunikasi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan daerah. Berkurangnya kualitas dan
pelayanan dan tertundanya pembangunan infrastruktur baru dapat menghambat laju
pembangunan daerah.
A) Sistem Transportasi
1. Transportasi Darat
Total panjang jaringan jalan di Provinsi DIY sampai dengan tahun 2006 tercatat 4.840,82
km, yang terbagi dalam jalan-jalan berstatus Negara, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam
tahun 2005 tingkat kemantapan pada jaringan jalan negara relatif menurun kualitasnya.
Data pada tahun 2005 menunjukkan bahwa pada jaringan jalan negara dengan panjang
168,1 km, tingkat kemantapan jalan nasional yang baik dan sedang mencapai angka 49,42
%, sedangkan pada jaringan jalan Provinsi dengan panjang 690,25 km dan tingkat
kemantapan jalan mencapai 76,82 %. Untuk jaringan jalan lainnya, yakni jalan
kabupaten/kota panjang jalannya mencapai 3981,26 km dengan tingkat kemantapan jalan
yang baik dan sedang mencapai 75,77 %. Tingkat kemantapan jalan negara masih di
bawah 50 % sehingga memerlukan suatu perbaikan baik dengan pemeliharaan rutin,
Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks aksesibilitasnya, secara keseluruhan
kabupaten/kota di Provinsi DIY berada di atas SPM (Standar Pelayanan Minimal). Indeks
aksesibilitas yang berada di atas SPM menandakan bahwa panjang jaringan jalan yang
ada di wilayah Provinsi secara keseluruhan sudah mampu menunjang kegiatan arus
transportasi di wilayah Provinsi DIY. Akan tetapi, jika dilihat dari indeks mobilitasnya
sebagian wilayah Provinsi DIY berada di bawah standar pelayanan minimal, kecuali Kota
Yogyakarta. Hal ini karena tingkat pendapatan penduduk pada beberapa kabupaten/kota di
Provinsi DIY masih rendah sehingga berdampak pada kurangnya mobilitas penduduk untuk
melakukan perjalanan.
Sejalan dengan hasil perhitungan di atas, permasalahan perkembangan prasarana jalan
yang terjadi saat ini juga dapat dikaitkan dengan masalah keruangan di wilayah Provinsi
DIY, yakni terkait dengan aglomerasi pusat kegiatan dan keadaan alam. Aglomerasi pusat
kegiatan terkait dengan adanya berbagai faktor internal yang saling kait-mengkait dalam
suatu wilayah regional menimbulkan kecenderungan menumpuknya beban pada ruas-ruas
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 27
Page 28
jalan tertentu, khususnya di Kota Yogyakarta antara lain dari arah Bantul, Prambanan, dan
Gamping. Keadaan alam terkait dengan beberapa lintasan antar zona di Kulonprogo dan
Gunungkidul dengan kondisi ekstrim yang sulit diatasi karena kendala alam.
Bila kondisi ini dijelaskan dalam konteks masing-masing bagian wilayah, arus
perkembangan pergerakan bagian utara dan tengah horizontal Provinsi DIY sistem jaringan
jalan primer lintas yang sering dilalui, yaitu pada koridor Tempel – Sleman – Yogyakarta.
Pada bagian Barat vertikal yakni koridor Sedayu – Klangen – Wates, merupakan jalan yang
juga sering dilalui. Sedangkan jalan arah menuju wilayah selatan horisontal menuju Bantul
masih minim yakni melewati Jalan Arteri Selatan, Utara dan Barat (Yogyakarta) yang
merupakan jaringan primer kelas I. Pada bagian timur horisontal jalan yang
menyambungkan koridor Piyungan – Patuk – Gading – Wonosari – Ngeposari – Dumet
dapat dikatakan cukup baik namun masih jarang dilalui. Berdasarkan hal itu dapat
disimpulkan bahwa kondisi pergerakan melalui jalan memiliki ketimpangan yang masih
cukup besar antara wilayah barat-utara versus timur-selatan.
Perlunya jalan sebagai pemacu perkembangan dan pertumbuhan wilayah terutama bagi
kegiatan mobilitas distribusi barang pertanian dan penumpang di wilayah Provinsi DIY.
Dengan demikian, perlu kiranya pengembangan jalan pada jalur-jalur yang kiranya masih
sulit untuk dilalui oleh masyarakat di daerah Kulonprogo dan Gunungkidul. Hal ini selain
untuk membuka akses ke daerah-daerah yang belum terjangkau juga mampu
membangkitkan pergerakan barang dan penumpang.
Pada moda angkutan kereta api yang dikelola oleh PT. KA (Persero) SAOP IV Provinsi DIY
selama lima tahun terakhir ini tidak terjadi peningkatan yang cukup besar dari segi volume
pergerakan. Jumlah lalu lintas angkutan penumpang orang dan atau barang mencapai
2.604.604. Komposisinya pada tahun 2005 adalah 356.386 angkutan barang, dan
1.648.218 penumpang umum. Volume pergerakan barang dan penumpang KA dengan
menggunakan jalur kereta api di Provinsi DIY dengan rute antara lain: Prambanan - Wates
– Temon masih dirasakan minim sehingga diperlukan pengembangan jalur Double Track.
Untuk angkutan kereta api, Kota Yogyakarta salah satu kota yang menjadi lintasan utama
jaringan kereta api di Pulau Jawa. Hal ini karena hampir semua kereta api dari arah barat
dan timur Pulau Jawa melewati Kota Yogyakarta, dari arah timur terdiri dari Surabaya dan
Solo dan dari arah barat terdiri dari Bandung dan Jakarta.
2.2. Transportasi Laut Transportasi Laut
Provinsi DIY tidak memiliki pelabuhan yang digunakan sebagai sarana angkutan moda
transportasi laut. Beberapa pelabuhan yang ada di Provinsi DIY dikembangkan hanya
sebagai pelabuhan ikan dengan skala menengah dan untuk mendukung kegiatan wisata
pantai. Beberapa pelabuhan yang ada di Provinsi DIY antara lain Pelabuhan Sadeng, di
Kabupaten Gunung Kidul serta di Kabupaten Kulonprogo, yakni Pelabuhan Pandansimo
dan Pelabuhan Glagahsari.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 28
Page 29
Transportasi laut sudah mulai dirintis keberadaannya yaitu dengan dibangunnya Pusat
Pendaratan Ikan di Sadeng Kabupaten Gunungkidul dalam rangka peningkatan
pendayagunaan sumberdaya laut, khususnya perikanan meski pembinaan operasionalnya
masih dilaksanakan Administrator Pelabuhan Cilacap. Dalam pengembangannya,
keberadaan pelabuhan di atas, terdapat beberapa kendala seperti :
- Jarak yang relatif jauh menuju lokasi pelabuhan menyebabkan banyak waktu yang
terbuang
- Kurangnya fasilitas-fasilitas pelabuhan ikan untuk mendukung keselamatan para
nelayan.
Sejalan dengan perkembangan wilayah dan pertumbuhan kegiatan perdagangan di wilayah
Provinsi DIY, untuk itu perlu kiranya dicari lokasi yang layak bagi pengembangan
pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan penumpang dan barang dari dan ke wilayah
Provinsi DIY yang disesuaikan dengan kondisi alam.
3.3. Transportasi UdaraTransportasi Udara
Pelayanan transportasi udara untuk pergerakan ke luar wilayah Provinsi DIY dilayani oleh
Bandara Adisutjipto. Pelayanan angkutan udara di Bandar udara Adisucipto yang lokasinya
berjarak ± 9 km dari pusat Kota Yogyakarta pada saat ini yang memiliki spesifikasi panjang
dan lebar sebesar: 2.200 meter x 45 meter, Luas : 99.000 m2, Luas shulder : 186.742, 5
m2, serta mampu mendukung pendaratan pesawat : B -737, F-28, F- 100 dan MD 82.
Rute untuk penerbangan domestik yang dilayani oleh bandara Adisutjipto adalah Jakarta,
Surabaya, Denpasar, Bandung, Balikpapan dan Makassar. Selain itu rute penembangan
internasional yang dilayani adalah rute ke Kuala Lumpur dan Singapura. Pertumbuhan
lalulintas penumpang maupun barang di Bandara Adisutjipto Yogyakarta mengalami
peningkatan yang signifikan dalam 3 tahun terakhir, seiring dengan adanya deregulasi
angkutan penerbangan, yang ditandai dengan munculnya beberapa maskapai
penerbangan baru yang masuk ke Yogyakarta. Dilihat dari kapasitas pelayanan sampai
saat ini masih memadai, dimana load faktor-nya rata-rata berkisar antara 30 sampai 90%.
Tetapi dengan perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi DIY
yang pesat, maka untuk kedepan perlu dilakukan peningkatan kapasitas pelayanannya.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 29
Page 30
Gambar 2.15 Peta Pola Pergerakan Transportasi Internal
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 30
Page 31
Gambar 2.16 Peta Pola Pergerakan Transportasi Eksternal
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 31
Page 32
B) Jaringan Prasarana
1. Jaringan Irigasi
Provinsi DIY memiliki sistem pengairan/irigasi berupa Irigasi teknis, setengah teknis,
sederhana dan irigasi desa/non PU. Keberadaan irigasi sederhana pun tersebar di seluruh
Kabupaten dengan Kabupaten Sleman memiliki luas areal terluas yaitu 4.021 Ha.
Sedangkan untuk irigasi desa atau Non PU hanya berada di Kabupaten Kulonprogo ,
Bantul dan Gunung Kidul. Berdasarkan data areal daerah irigasi, sampai dengan tahun
2005 Provinsi DIY memiliki 48.354 Ha areal irigasi yang mengairi pertanian atau sebesar
15,17% dari luas wilayah Provinsi DIY yang tersebar di 4 (empat) kabupaten, kecuali Kota
Yogyakarta yang hanya memiliki pengairan irigasi setengah teknis seluas 121 Ha. Untuk
pengairan irigasi teknis tersebar diseluruh kabupaten, Kabupaten Sleman memiliki luas
area pengairan irigasi teknis terluas yaitu 9.930 Ha. Sedangkan di Kabupaten Gunung
Kidul hanya memiliki luas pengairan 156 Ha. Begitupun dengan pengairan setengah teknis
yang tersebar di seluruh Kabupaten dengan sebaran terluas berada di Kabupaten Bantul
12.183 Ha.
2. Listrik
Sistem jaringan listrik di DIY merupakan bagian dari sistem interkoneksi Pembangkit Jawa
Bali (PJB) sehingga stabilitas pasokan listrik tergantung kelancaran proses produksi dan
distribusi listrik PJB. Apabila PJB mengalami gangguan, otomatis akan berpengaruh pada
pasokan listrik di Provinsi DIY. PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) Wirobrajan hanya
melayani kebutuhan industri dan jasa pada saat-saat darurat. Sampai dengan tahun 2005,
produksi Listrik di Provinsi DIY pada tahun 2005 mencapai 1.480.699.686 KWH dengan
terpasang sebesar 774.623.087 KWH dan terjual sebesar 1.343.319.722 KWH. Hal ini
menunjukkan bahwa terdapat 137.379.964 KWH yang belum terjual sehingga keadaan ini
masih memungkinkan untuk lebih mengembangkan jangkauan pelayanan fasilitas listrik.
Proyeksi kebutuhan listrik untuk wilayah Provinsi DIY listrik sampai tahun 2027 bagi
kebutuhan rumah tangga, penerangan, komersial pemerintahan dan sosial mencapai
2.084.428.028 KWH. Jika dihitung rata-rata kenaikan atau penurunan pertahun, jumlah
kebutuhan listrik dari tahun eksisting tahun 2006 hingga 2027 adalah sebesar 277.393.032
kwh atau 2,76 % pertahun, sehingga perlu dilakukan peningkatan kapasitas terpasang
listrik sebesar 3 % pertahunnya. Kebutuhan energi listrik perlu dikembangkan terutama
untuk daerah kabupaten dan kota yang memiliki jumlah dan pertumbuhan penduduk
tertinggi, khususnya di Kota Yogyakarta dan pedesaan yang belum tersentuh oleh listrik.
Disamping itu, peningkatan kapasitas terpasang listrik untuk zone pemusatan kegiatan
industri dan komersial di Kawasan Sentolo, Kulonprogo dan Kawasan Pajangan, Bantul.
Sebagai antisipasi kebutuhan energi listrik di Provinsi DIY, telah terdapat pemanfaatan
energi listrik yang baru di Provinsi DIY sebesar 0,5 MW dari energi listrik tenaga air Waduk
Sermo, dan 51 MW dari energi listrik Banyuurip. Dengan pemanfaatan energi listrik yang
baru tersebut akan dapat memberikan energi listrik pada kawasan pedesaan sekitar
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 32
Page 33
pembangkit listrik. Dengan demikian masih diperlukan pengembangan kapasitas jaringan
energi listrik lainnya di Provinsi DIY.
3. Air Bersih
Jumlah penggunaan air yang disalurkan oleh PDAM Provinsi DIY pada tahun 2005 yang
tertinggi adalah untuk keperluan non niaga yaitu sebesar 19 juta m3, terutama untuk
keperluan rumah tangga. Jika dibandingkan dengan penggunaan air PDAM pada tahun
2001, terjadi peningkatan penggunaan air sebesar untuk keperluan sosial sebesar 20,04
%, sedangkan untuk penggunaan jenis industri dan instansi pemerintahan mengalami
penurunan 20-30 %. Seiring dengan perkembangan penduduk maka kebutuhan air bersih
tentunya akan bertambah pula. Dengan demikian, penambahan penyaluran air bersih perlu
dilakukan, dengan menambah kapasitas atau menambah jaringan sumber air bersih.
Perkiraan terhadap kebutuhan air minum di Provinsi DIY sampai tahun 2027 akan
dilakukan dengan asumsi kebutuhan penduduk akan air minum minimal adalah 138,8
liter/hari/orang untuk kebutuhan rumah tangga (domestik), 53,2 liter/hari/orang untuk
kebutuhan non domestik, dengan faktor kehilangan 48,2 liter/orang/hari. Dari hasil proyeksi
diperoleh informasi bahwa tingkat pelayanan air bersih di wilayah Provinsi DIY sampai
dengan tahun 2027 sebesar 13.346 liter/detik 32,09 %. Jika dirinci per kebutuhan, maka
kebutuhan air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar 679.463.010 liter/orang/hari dan
sisanya perkotaan dan kebocoran masing-masing sebesar 261.937.914 liter/orang/hari dan
237.319.689 liter/orang/hari. Dari tahun proyeksi eksisting terlihat bahwa total kebutuhan air
terus mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, yakni sebesar
877,50 liter atau sebesar 2 % pertahunnya. Berkembangnya fungsi dan peran Wilayah
Provinsi DIY tentunya akan menarik penduduk untuk datang dan menetap di wilayah ini.
Kondisi ini dengan sendirinya akan menambah tingkat kebutuhan masyarakat akan
pelayanan utilitas, termasuk kebutuhan akan air minum.
Banyak pabrik mengambil air bawah tanah dari sumur dalamnya sendiri dan untuk
tambahan diperoleh dari air pipa PDAM. Biasanya, hanya sedikit jumlah air yang dipakai
dari air pipa. Beberapa studi menyebutkan bahwa kebutuhan air industri dapat ditentukan
berdasarkan jumlah karyawan industri, seperti yang dilakukan oleh Nippon Koei, Co. Ltd
(1995), dimana besar kebutuhan air untuk karyawan industri rata-rata adalah 500
l/pekerja/hari. Berdasarkan standar tersebut dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan air
industri terbesar terdapat di Kota Yogyakarta sebesar 301 liter/detik, padahal jika dilihat
dari jumlah industri terbanyak terdapat di Kulonprogo namun hanya membutuhkan 110
liter/detik. Hal ini menunjukkan beberapa kabupaten/kota seperti Yogyakarta dan Sleman
merupakan industri kecil dan menengah, sedangkan di kabupaten Kulonprogo merupakan
industri besar yang pengolahannya tidak memerlukan banyak karyawan.
4. Telekomunikasi
Pelayanan prasarana telekomunikasi di Provisni DIY, dapat dikatakan relatif sudah dapat
menjangkau atau mencakup seluruh Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan Kancatel
(Kantor Cabang Telekomunikasi) Provinsi DIY terdiri dari 8 cabang, yaitu Wates, Bantul,
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 33
Page 34
Banguntapan, Srandakan, Wonosari, Sleman, Godean, Kalasan, Pakem/Kaliurang,
Kentungan, Babarsari, Pugeran dan Kota Baru.
Dari keseluruh Kancatel tersebut, hingga tahun 2005 telah terpasang 108.891 Saluran
Sambungan Telepon (SST). Kancatel Kotabaru dan Pugeran merupakan wilayah
administrasi telekomunikasi yang memiliki SST terbanyak, yaitu masing-masing 43.790
SST dan 28.747 SST, sedangkan Kancatel Srandakan merupakan Kandatel yang memiliki
SST terendah, yaitu sebanyak 254 SST. Pemakaian CDMA Flexy baik Trendy maupun
Classy pada tahun 2005 ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan, melebihi jumlah
sambungan telekomunikasi lainnya. Meskipun secara pelayanan untuk masyarakat kota
sudah terjangkau namun untuk jangkauan pelayanan ke desa masih perlu ditingkatkan, hal
ini untuk memudahkan masuknya informasi pengetahuan dan teknologil ke desa-desa yang
belum terjangkau pada kabupaten/kota di Provinsi DIY.
C) Prasarana Lingkungan
1. Sampah
Lokasi TPA yang resmi dapat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah di Provinsi
DIY terdapat 3 unit seluas 15 Ha, diantarnya terdapat di TPA Piyungan, TPA Pukir Sari dan
TPA Ringin Ardi. TPA Piyungan merupakan tempat pembuangan sampah bagi wilayah
Kertamantul (Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta), TPA Pukir Sari melayani
Kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul, dan TPA Ringin Ardi melayani Kabupaten Kulon
Progo. TPA Pukir Sari seluas 1 Ha dan TPA RIngin Ardi 1,5 Ha menggunakan sistem Open
Dumping, sedangkan TPA Piyungan memakai sistem Sanitary Landfill. Berdasarkan sisa
umur pakai, semuanya masih bisa digunakan sampai dengan 2010 mendatang, akan tetapi
jika TPA tersebut mampu dikelola dengan baik.
Kinerja penanganan sampah di Propinsi DIY terutama di perkotaan, berdasarkan proyeksi
jumlah timbunan sampah pada tahun 2027 mencapai 17.725 m3/hari. Jika dilihat dari
ketersediaan TPA di Provinsi DIY yang hanya memiliki 3 unit dengan total kapasitas 3,1
juta m³, maka apabila menggunakan asumsi di atas kapasitas tampung TPA hanya mampu
dioperasikan sampai dengan tahun 2007 atau pertengahan 2008. Dengan demikian, perlu
dilakukan penambahan TPA baru yang berkapasitas lebih dari TPA lama. Hal ini dapat
disebabkan kurangnya pengelolaan sampah hanya dilakukan sebagai sesuatu yang
bersifat rutin, yaitu hanya dengan cara memindahkan, membuang, dan memusnahkan
sampah.
Berdasarkan hasil analisis di atas maka diperlukan adanya suatu upaya pengelolaan
sampah secara terpadu, seperti melakukan daur ulang untuk sampah inorganik. Regulasi
pengelolaan sampah secara terpusat mengarah pada sistem buang – angkut dan berakhir
di tempat pembuangan akhir (TPA) harus dirubah kearah meminimalisir buangan sampah.
Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan
sumbernya dengan membangun alternatif-alternatif yang bisa menangani semua
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 34
Page 35
permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang
dibuang kembali ke ekonomi masyarakat atau ke alam.
2. Prasarana Air Limbah
Pengelolaan limbah domestik sistem non perpipaan perkotaan di Provinsi DIY, sebagian
besar kabupaten/kota di Provinsi DIY telah mempunyai instalasi pengolahan lumpur tinja
(IPLT). Kota besar seperti Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Sleman di Provinsi
DIY mempunyai sistem sewerage Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) terpusat yang
dirancang untuk melayani kapasitas 110.000 penduduk dengan disain kapasitas 15.500
m3/hari. Dalam realitasnya kapasitas pengolahan saat ini diperkirakan mencapai 11.300
m3/hari atau hanya 73% dari kapasitas yang tersedia. Jumlah sambungan resmi pengguna
jaringan pipa air limbah saat ini baru mencapai ± 10 ribu orang, tentunya ini masih jauh dari
kapasitas olah dari fasilitas IPAL itu sendiri.
Untuk Pengolah Air Limbah Komunal sampai saat ini telah dibangun ± 50 instalasi
pengolah air limbah komunal yang dibangun diwilayah bantaran sungai yang membelah
perkotaan Yogyakarta (Winongo, Code dan Gadjah Wong) mengingat di daerah tersebut
belum terlayani dengan jaringan pipa air limbah yang terpusat karena perbedaan faktor
geografis. Pemerintah di wilayah Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul) bersama
dengan Pemerintah Propinsi maupun NGO dalam perencanaan ke depan tengah berusaha
untuk memperbanyak membangun IPAL Komunal di wilayah bantaran sungai tersebut
(FA).
Adapun jaringan perpipaan air limbah dlihat dari data DEMY (Decentralization
Environmental Management for Yogyakarta) sampai dengan tahun 2006 saat ini telah ada
pelayanan air limbah dengan sisem terpusat yang instalasinya berada di wilayah
Pendowohardjo, Sewon, Bantul yang melayani 4 % penduduk perkotaan, dan beberapa
instalasi air limbah komunal di Zone Sungai Winongo, Zone Sungai Code dan Zone Sungai
Gadjah Wong yang khusus melayani masyarakat yang tidak terjangkau jaringan air limbah
terpusat yang cakupan pelayanannya masih kurang dari 1 % penduduk perkotaan, dan
27% merupakan sanitasi individual. Dari data tersebut berarti masih terdapat 70%
penduduk perkotaan yang belum menggunakan sistem terpusat, sistem komunal ataupun
individual, sehingga mereka masih membuang langsung kelingkungan sekitar seperti
sungai, sawah, saluran air hujan, saluran irigasi dan lahan terbuka lainnya.
2.2.52.2.5 Struktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan PeninjauanStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan
Kembali Tahun 2002 -2007Kembali Tahun 2002 -2007
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY telah dilakukan peninjauan kembali pada tahun
2002, peninjauan Kembali RTRW Provinsi DIY ditetapkan dengan Perda No. 10 Tahun
2005 Tentang Perubahan RTRW Provinsi DIY.
Hasil peninjauan kembali adalah bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY terdiri
dari struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana Struktur ruang meliputi RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-2029
2 - 35
Page 36
pengembangan sistem kota-kota, pengembangan infrastruktur wilayah, pengembangan
kawasan strategis dan kawasan pertahanan keamanan. Sedangkan rencana pola ruang
meliputi rencana pola ruang kawasan lindung, kawasan budidaya dan rencana daya
dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta kawasan rawan bencana.
Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah Provinsi DIY ke jaringan perkotaan poros
perekonomian dunia dalam rangka menyongsong era pasar bebas, maka diarahkan
pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain sebagai berikut :
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) / Kota Yogyakarta
PKN Kota Yogyakarta yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,
pariwisata, pendidikan dan pelayanan sosial merupakan pusat kegiatan nasional yang
sudah berkembang dan jenjang fungsinya ditetapkan sesuai dengan arahan RTRWN.
Sebagai ibukota Provinsi, telah menunjukkan perkembangan yang pesat dalam dekade
terakhir dan fisik perkotaannya telah melampaui batas-batas administratif kota
terutama pada arah utara (Kabupaten Sleman), hingga ke bagian selatan (Kabupaten
Bantul).
2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman , merupakan daerah yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pendidikan serta layanan
sosial yang sudah berkembang dan memiliki potensi perkembangan yang pesat di
masa depan.
Pada PKW Sleman memiliki bandara Adi Sucipto yang berfungsi pelayanan primer
yang dapat melayani untuk kepentingan layanan domestik dan internasional. Selain itu
juga terdapat Taman Nasional Gunungapi Merapi yang masih aktif dan beberapa
kawasan yang berfungsi sebagai cagar budaya (kawasan candi).
3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Bantul, merupakan daerah yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pelayanan sosial yang
memiliki potensi wilayah tumbuh cepat akibat desakan pertumbuhan dan
perkembangan wilayah Kota Yogyakarta ke wilayah sekitarnya.
4) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu meliputi Prambanan, Wates dan Wonosari,
merupakan daerah-daerah pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata,
pelayanan sosial.
Gambar 2.17 Peta RTRW Provinsi DIY 2002-2007 Rencana Pemanfaatan Ruang
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 36
Page 37
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 37
Page 38
A. Konsep Dasar RTRW 2002-2007
Untuk menangani masalah keruangan dalam pembangunan di Provinsi DIY untuk masa
2002 – 2007, bertumpu pada pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu
(comprehensive & integrated development). Pendekatan ini memberikan perhatian pada
sektor dan kawasan yang mendukung sektor dan kawasan prioritas serta memberikan
perhatian pula pada sektor dan kawasan yang menerima dampak dari sektor dan kawasan
prioritas tersebut. Pendekatan ini masih layak untuk dimanfaatkan pada masa 2002 – 2007.
Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah Provinsi DIY adalah “corridor
development” atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu
koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor kanan – kirinya.
Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan pembangunan dilakukan lebih
menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan
investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali.
B. Sistem Kota-Kota
Sesuai dengan konsep corridor and point development, pusat kegiatan utama yang
merupakan inti dari corridor tersebut, adalah greater Yogya, yang mencakup Kota
Yogyakarta, Kecamatan sekitar Yogya, Kota Bantul dan Sleman. Pusat kegiatan ini sebagai
kota Hirarki I yang merupakan pusat pelayanan seluruh Wilayah Provinsi DIY, bahkan
menjangkau wilayah Jawa Tengah bagian Selatan. Sedang sebagai pusat kegiatan kedua,
di bagian barat adalah Kota Wates dan di bagian Timur adalah Kota Wonosari. Kota Wates
melayani kehidupan bagian Selatan zone B, sedangkan Kota Wonosari melayani
kehidupan zone C. Selain itu, Prambanan, Tempel, Kretek dan Piyungan perlu pula
dikembangkan sebagai pusat layanan ekonomi skala regional (di bawah Ibu Kota
Kabupaten). Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai fungsi koridor perkotaan
Yogyakarta pada tahun 2002-2007 dapat dilihat pada Tabel II.5.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 38
Page 39
Tabel II.5Arahan Pengembangan Fungsi Koridor – Perkotaan Yogyakarta
Menurut RTRW Provinsi DIY Tahun 2002 – 2007
No. Arahan Fungsi Dominan Arahan Fungsi Dominan Keterangan
1. Inti Perkotaan Yogyakarta Perdagangan Pariwisata Pendidikan Pemerintahan Industri ( Perumahan
Kota Yogyakarta dan Sekitarnya
2. Koridor Jl. Magelang Industri kecil dan sedang Jasa Komersial/perdagangan Pertanian
Jalur Sleman – Tempel
3. Zona Pinggir Utara Pendidikan Pariwisata Perumahan Pertanian
Depok dan Mlati
4. Zona Pinggir Barat – Selatan Pendidikan Perumahan Pertanian Industri kecil – sedang
Godean, Moyudan, Gamping, Sedayu
5. Koridor Jl. Solo Industri besar – sedang Pertanian
Jalur Sentolo, Wates, Temon
6. Zona Pinggir Barat - Selatan Industri kecil-sedang-besar Pertanian Perumahan Pariwisata Pendidikan
Kasihan, Panjangan, Bantul
7. Zona Pinggir Timur - Selatan Pariwisata Pendidikan Pertanian Perumahan Industri kecil
Sewon, bangun tapan, Berbah, Pleret, Imogiri
8. Koridor Jl. Solo Pariwisata Pendidikan Pertanian Perumahan Industri kecil Komersial
Jalur Kalasan Prambanan
9. Pusat Pelayanan Pakem Pertanian Pariwisata Pendidikan
Jalur Pakem – Ngaglik.Pelayanan Lokal
10. Pusat Pelayanan Wates Pemerintahan Sosial – ekonomi
Pelayanan Sub Regional
11. Pusat Pelayanan Galur - Srandakan
Pemerintahan Industri kecil
Pelayanan Lokal
12. Pusat Pelayaan Kretek Pariwisata Industri kecil
Pelayanan Internasional
13. Pusat Pelayanan Semin Pertanian Fasilitas sosial - ekonomi
Pelayanan Tol – perbatasan
14. Pusat Pelayanan Wonosari Pemerintahan Pelayanan sosial – ekonomi Pertanian
Kelompok Playen- Wonosari – Semanu.Pelayanan Sub Regional
Sumber : RTRW Provinsi DIY, Tahun 2002 – 2007.
Secara umum, arahan pengembangan dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan
koridor perkotaan ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan kegiatan non pertanian di luar pusat-pusat pelayanan (pola
ekstensif) diarahkan ke lahan kurang subur (tegalan), terutama ke bagian barat dan
barat daya (Sedayu, Gamping, Pajangan, Kasihan).
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 39
Page 40
2. Pengembangan kegiatan non pertanian di lahan perkarangan/permukiman (pola
intensif).
3. Lahan-lahan pertanian produktif, diusahakan untuk tetap berfungsi sebagai budi
daya pertanian.
4. Perlu dikembangkan pola bercocok tanam baru, yang menghasilkan komoditi
dengan nilai tambah besar dan dapat segera dikuasai masyarakat petani.
Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah Provinsi DIY ke jaringan perkotaan poros
perekonomian dunia dalam rangka menyongsong era pasar bebas, maka diarahkan
pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain sebagai berikut :
1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta yang berfungsi sebagai pusat
pemerintahan, perdagangan, pariwisata, pendidikan dan pelayanan sosial merupakan
pusat kegiatan nasional yang sudah berkembang dan jenjang fungsinya ditetapkan
sesuai dengan arahan RTRWN. Sebagai ibukota Provinsi, telah menunjukkan
perkembangan yang pesat dalam dekade terakhir dan fisik perkotaannya telah
melampaui batas-batas administratif kota terutama pada arah utara (Kabupaten
Sleman), hingga ke bagian selatan (Kabupaten Bantul).
2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, merupakan daerah yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pendidikan serta layanan sosial
yang sudah berkembang dan memiliki potensi perkembangan yang pesat di masa
depan. Pada PKW Sleman memiliki bandara Adi Sucipto yang berfungsi pelayanan
primer yang dapat melayani untuk kepentingan layanan domestik dan internasional.
Selain itu juga terdapat Taman Nasional Gunungapi Merapi yang masih aktif dan
beberapa kawasan yang berfungsi sebagai cagar budaya (kawasan candi).
3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Bantul, merupakan daerah yang berfungsi sebagai
pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pelayanan sosial yang memiliki
potensi wilayah tumbuh cepat akibat desakan pertumbuhan dan perkembangan wilayah
Kota Yogyakarta ke wilayah sekitarnya.
4) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu meliputi Prambanan, Wates dan Wonosari,
merupakan daerah-daerah pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata,
pelayanan sosial.
C. Infrastruktur Utama Wilayah
Sebagai aspek pembentuk ruang, kondisi pengembangan infrastruktur wilayah di Provinsi
DIY secara umum belum sejalan dan mendukung kebijaksanaan struktur wilayah.
Kenyataan yang terjadi pengembangan infrastruktur cenderung mengikuti pola permintaan
pasar (trend oriented).
Secara umum kelengkapan infrastruktur jalan yang berfungsi menghubungkan antar pusat-
pusat pertumbuhan wilayah dan menghubungkan pusat pertumbuhan dengan wilayah
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 40
Page 41
belakangnya sudah cukup merata. Pada bagian Barat vertikal yakni koridor Sedayu –
Klangen – Wates, merupakan jalan yang juga sering dilalui. Sedangkan jalan arah menuju
wilayah selatan horisontal menuju Bantul masih minim yakni melewati Jalan Arteri Selatan,
Utara dan Barat (Yogyakarta) yang merupakan jaringan primer kelas I. Pada bagian timur
horisontal dapat dikatakan cukup baik yang menyambungkan koridor Piyungan – Patuk –
Gading – Wonosari – Ngeposari – Dumet. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa
kondisi pergerakan melalui jalan memiliki ketimpangan yang masih cukup besar antara
wilayah barat-utara versus timur-selatan.
Sebagai pendukung aktivitas sosial ekonomi ada beberapa infrastruktur wilayah lain,
seperti : terminal, pasar induk, dan rumah sakit yang belum tersebar secara proporsional.
Jika dilihat dari kelengkapan infrastruktur yang sejenis dan setingkat (misalnya terminal A,
pasar induk, dll), hanya pusat-pusat pertumbuhan tertentu saja memiliki ketersediaan yang
cukup lengkap, namun pada pusat pertumbuhan lainnya masih belum lengkap. Kondisi ini
terlihat pada Kota Yogyakarta yang memiliki beberapa sarana pasar induk dan terminal A,
sedangkan kabupaten/kota lainnya masih memiliki sarana dan prasarana aktivitas ekonomi
yang terbatas, baik dalam mendukung transportasi darat dan transportasi laut.
Selain jalan raya, potensi transportasi KA juga mampu melayani pergerakan orang dan
barang di wilayah Provinsi DIY sehingga memegang peranan cukup penting. Jalan rel yang
ada di wilayah Provinsi DIY menghubungkan wilayah Kota Yogyakarta – Kabupaten
Kulonprogo dengan melintasi wilayah Prambanan – Wates – Temon. Hal ini tentunya
menyebabkan kegiatan transportasi kereta api mendominasi di bagian jalur tengah Provinsi
DIY.
D. Perlunya Kebutuhan Merevisi RTRW Provinsi DIY 1992-2007 Beserta Perubahannya.
Perkembangan struktur tata ruang Provinsi DIY yang terjadi sampai tahun 2007
mengindikasikan adanya pergeseran yang cukup signifikan. Kajian kinerja struktur ruang
Provinsi DIY eksisting dilakukan dengan pendekatan analisis terhadap aspek-aspek
pembentuk ruang, yaitu sistem kota-kota, infrastruktur dan aspek daya dukung lingkungan.
Beberapa hal yang menyebakan perlu dilakukan penyusunan kembali RTRW Provinsi DIY
karena :
1. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang isi dari RTRW 2007 dan kurangnya
ketersediaan dokumen.
2. Format yang belum sesuai dengan kebutuhan operasional.
3. Substansi yang belum mengakomodasi perubahan dan kebutuhan kabupaten/kota.
4. Belum ada kejelasan kewenangan pengaturan antara provinsi dan kabupaten/kota.
5. Belum ada kejelasan mekanisme koordinasi dan negosiasi.
6. Belum ada kejelasan dalam penegakan peraturan.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 41
Page 42
Selain itu, ada beberapa permasalahan yang sedang dihadapi DIY yang belum tercantum
dalam RTRW 2007 :
1. Masalah kependudukan :
Proses Depopulasi di Pedesaan Terutama di Wilayah-Wilayah Tandus Dan Terisolir
Di Mana Kesempatan Ekonomi Lokal Sangat Terbatas.
Peningkatan Kepadatan Penduduk Pada Kluster Wilayah Sekitar Kota Yogyakarta
Dengan Beberapa Kecamatan di Sekelilingnya Yang Berada di Kabupaten Sleman
maupun Bantul.
Aglomerasi Dalam Jumlah Yang Cukup Besar Terbentuk Di Sekitar Kota
Yogyakarta Termasuk Beberapa Wilayah Kabupaten Sleman dan Bantul Yang
Berbatasan Dengan Kota Yogyakarta.
Perubahan Komposisi Yang Penting Terjadi Dari Segi Umur Penduduk DIY adalah
Terjadinya Penuaan Struktur Umur Penduduk
Semakin Tingginya Kesadaran Masyarakat Untuk Melaksanakan Partisipasi
Pembangunan Melalui Saluran-Saluran Lembaga Swadaya Masyarakat
2. Beberapa permasalahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan struktur
pemanfaatan ruang :
Alih Fungsi Lahan Pertanian Subur di Kawasan Lahan Basah untuk Kepentingan
Non Pertanian
Pemanfaatan Lahan untuk Permukiman-Pertambangan di Kawasan Lindung
Munculnya Kawasan Baru untuk Industri Sementara Kawasan Industri Yang Ada
Belum Dimanfaatkan
Ditemukannya Potensi Ekosistem Langka dan Spesifik yang Perlu Dikelola dalam
Taraf Nasional seperti Cagar Alam Karst,
Taman Nasional Merapi, Gumuk Pasir Barchan.
Adanya Pengaruh Kegiatan Pembangunan yang Berdampak Pada Sulitnya
Pengendalian Konversi Lahan.
3. Permasalahan terkait dengan Sumberdaya Air :
Adanya Kawasan Yang Kekurangan Air seperti Wilayah Gunung Sewu dan
Perbukitan Lainnya.
Penurunan Mutu Kualitas Air Oleh Resapan
Peruntukan Sumberdaya Air Yang Belum Optimal dan Merata
Lemahnya Pengendalian Pengelolaan Sumberdaya Air termasuk Upaya Pelestarian
Sumber-sumber
4. Permasalahan Sumberdaya Mineral
Sebagian Besar Wilayah Resapan, Sungai, Gumuk Pasir, Cagar Alam Karst, dan
Kawasan Berlereng >45% Memiliki Potensi Bahan Galian Golongan C.
Penambangan Tak Berijin di Kawasan Lindung Perlu Ditertibkan
Studi UKL/UPL dan Amdal Sebagai Syarat Ijin Penambangan
Reklamasi Lingkungan Penambangan
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 42
Page 43
Alih Fungsi Lahan Bekas Tambang Diharapkan Memulihkan Fungsi Ekonomi dan
Ekologi
5. Sumberdaya Hutan
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas 318,557 ha harus memiliki hutan
minimum seluas 95.567 ha.
Luas Hutan Yang ada Tidak Mencukupi, Harus Digantikan Oleh Penggunaan Lain.
(Kebun, Pekarangan, Tegal, dan Lahan terbuka)
Luas Lahan Kering di Prop.DIY Cukup Luas yaitu 215.361 ha Cukup Untuk
Menganti Fungsi Hutan.
Kab.Sleman Mempunyai Fungsi Ekologis Yang Cukup Penting Bagi Kota
Yogyakarta, Wilayah Kota Bantul, Sebagian Wilayah Kabupaten Kulon Progo dan
Sebagian Wilayah Kabupaten Gunung Kidul.
Fungsi Ekologis Tersebut Dapat Terwujud Apabila Kelestarian Sumberdaya Hutan
Lindung, Hutan Wisata dan Hutan Cagar Alam tetap ada dan kualitasnya Terjaga
Baik.
Karena Fungsi Sumberdaya Hutan di Kab. Sleman Sangat Penting, Perlu
Perubahan Status Ketiga Kawasan Hutan Tersebut Menjadi Satu Status Taman
nasional.
Tujuan Perubahan Status Tersebut Adalah Agar Semua Kepentingan Stake Holder
Dapat Diakomodasikan Ke Dalam Suatu Program Pengelolaan Sumber Daya Hutan
(One Island One Management)
Gunung Kidul mempunyai Ekosistem langka berupa Bukit Karst yang terus
dieksploitasi (Pertambangan) dalam skala besar tanpa memperhatikan gatra ramah
lingkungan Perlu Dikendalikan Untuk Menghindari Bencana dengan Penunjukan
Kawasan Konservasi Cagar Alam Karst.
Kulonprogo Yang Memiliki Kawasan Rawan Bencana Di Sekitar Puncak-puncak
Bukit Menoreh Perlu Dikembangkan dengan Hutan Rakyat sistem Agroforestry,
yaitu Kombinasi Status Hutan Lindung dengan Hutan Produksi
Bantul Bagian Tenggara yang Berbatasan Dengan Gunung Kidul Perlu
Dikembangkan dengan Status Hutan Rakyat dengan Tanaman Sejenis.
Selain itu Di Kabupaten Bantul Perlu Restorasi Hutan di Bantaran Pantai, Bantaran
Sungai, Sekitar Sumber Mata Air dan Lahan Rawan Bencana.
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 43