Top Banner
KARAKTERISTIK PENATAAN RUANG PROVINSI KARAKTERISTIK PENATAAN RUANG PROVINSI DIY DIY 2.1 2.1 Kinerja Perencanaan Tata Ruang Provinsi DIY Kinerja Perencanaan Tata Ruang Provinsi DIY Dalam proses pemanfaatannya, RTRW Provinsi DIY 2007 sudah dapat berfungsi secara optimal, namun seiring perkembangan wilayah maka terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan penyesuaian. Beberapa hal mendasar yang dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu pengaruh eksternal dan pengaruh internal, yaitu: A) Tata Ruang Eksternal Eksisting Dalam proses berkembangnya suatu wilayah, peran dan fungsi dari wilayah lain (eksternal) memberikan pengaruh timbal balik terhadap tingkat perkembangan wilayah tersebut. Adapun wilayah-wilayah di luar Provinsi yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY, antara lain: Adanya kaitan Provinsi DIY dengan kota-kota besar di P. Jawa- Bali, yakni antara PKN (Pusat Kegiatan Nasional) Semarang – Solo/Surakarta – Cilacap terhadap Provinsi DIY. Kota Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten di wilayah Provinsi DIY berinteraksi dengan kota besar/kecil di sekitar Provinsi DIY seperti Kab. Magelang, Klaten, Purworejo, Surakarta, Wonogiri. Adanya kebijakan simpul-simpul kawasan utama pengembangan terpadu antara beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Provinsi DIY seperti (Joglosemar, Pawonsari, Gelangmantul, Subosuko- Wonosraten) yang akan meningkatkan daya saing dari masing-masing wilayah. RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-2029 2 - 1
54

BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Apr 09, 2019

Download

Documents

lelien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

KARAKTERISTIK PENATAAN RUANGKARAKTERISTIK PENATAAN RUANG PROVINSI DIYPROVINSI DIY

2.12.1 Kinerja Perencanaan Tata Ruang Provinsi DIY Kinerja Perencanaan Tata Ruang Provinsi DIY

Dalam proses pemanfaatannya, RTRW Provinsi DIY 2007 sudah dapat berfungsi secara

optimal, namun seiring perkembangan wilayah maka terdapat beberapa aspek yang perlu

dilakukan penyesuaian. Beberapa hal mendasar yang dapat dikelompokkan ke dalam dua

kategori yaitu pengaruh eksternal dan pengaruh internal, yaitu:

A) Tata Ruang Eksternal Eksisting

Dalam proses berkembangnya suatu wilayah, peran dan fungsi dari wilayah lain (eksternal)

memberikan pengaruh timbal balik terhadap tingkat perkembangan wilayah tersebut.

Adapun wilayah-wilayah di luar Provinsi yang secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY,

antara lain:

Adanya kaitan Provinsi DIY dengan kota-kota besar di P. Jawa-Bali, yakni antara PKN

(Pusat Kegiatan Nasional) Semarang – Solo/Surakarta – Cilacap terhadap Provinsi

DIY.

Kota Yogyakarta dan kabupaten-kabupaten di wilayah Provinsi DIY berinteraksi dengan

kota besar/kecil di sekitar Provinsi DIY seperti Kab. Magelang, Klaten, Purworejo,

Surakarta, Wonogiri.

Adanya kebijakan simpul-simpul kawasan utama pengembangan terpadu antara

beberapa wilayah di Jawa Tengah dan Provinsi DIY seperti (Joglosemar, Pawonsari,

Gelangmantul, Subosuko-Wonosraten) yang akan meningkatkan daya saing dari

masing-masing wilayah.

Tantangan Implementasi RTRWN pada tataran RTRW Propinsi DIY, seperti telah

ditetapkannya Provinsi DIY sebagai Sistem Pusat-pusat Pengembangan serta

Kawasan Lindung.

Sebagian besar interkasi antar kota-kota tersebut menggunakan sarana transportasi

darat. Keterkaitan tersebut di wilayah Provinsi DIY telah berjalan mengikuti pola

aktivitas penduduk di bidang ekonomi dan interaksi sosial termasuk aspek pergerakan

berdasarkan sarana dan prasarana penduduk yang mendukung.

Faktor-takfor eksternal yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola

pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY yaitu sebagai berikut

:

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 1

Page 2: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

a. Isu-isu global, yaitu Transformasi Teknologi dan Informasi, Transportasi dan

Pariwisata. Dengan perkembangan sistem tersebut, maka peranan dari jaringan

interaksi antar wilayah sangat penting. Secara spasial akan mendudukkan kota-kota

sebagai simpul yang terkait satu dengan yang lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya

pada sistem dan jaringan transportasi, tetapi juga pada kegiatan perekonomian, jasa

dan perdagangan.

Dengan mendudukan sektor pariwisata dan jasa sebagai sector unggulan di Provinsi

DIY, maka menuntut konsekuensi masuknya Provinsi DIY dalam jaringan global.

Adapun implikasi dari fenomena tersebut terhadap kebijaksanaan penataan ruang

wilayah antara lain :

1) Semakin meningkatnya kegiatan yang bersifat perkotaan, karena simpul-simpul

kegiatan tersebut akan tergabung dalam satu pola jaringan tertentu. Dalam hal ini

aksesibilitas, compatibilitas (kesesuaian interaksi kegiatan) dan fleksibilitas

merupakan syarat yang mendasar.

2) Ketersediaan sistem informasi dan teknologi mengenai kebijakan pembangunan

pada umumnya dan keruangan pada khususnya, dengan dukungan informasi

mengenai apa saja yang bisa ditawarkan dan dibutuhkan. Investasi yang

diharapkan masuk bukan hanya karena usaha pengolahan sumber daya di wilayah

Provinsi saja, tetapi juga pada simpul pasar yang dapat menarik untuk investasi

oleh kegiatan perekonomian daerah lain.

b. Kebijakan pengembangan terpadu wilayah JOGLO SEMAR, yaitu secara terpadu juga

merupakan bagian dari jawaban terhadap isu-isu global. Dengan memadukan simpul-

simpul utama di Jawa Tengah tersebut, diharapkan akan meningkatkan daya saing

dari masing-masing simpul dalam memperebutkan investasi baik dalam tingkat

regional maupun internasional. Ketiga simpul tersebut diharapkan mampu

meningkatkan aksesibilitas, kompatibilitas dan fleksibilitas kebijakan pembangunan

untuk memperoleh nilai tambah yang lebih besar bagi masing-masing simpul

pengembangan terpadu tersebut.

Implikasi dari kebijakan tersebut dalam kebijakan penataan ruang wilayah antara lain :

1) Penetapan fungsi dari masing-masing simpul

Semarang diharapkan mampu berkembang sebagai salah satu gerbang laut wilayah

Jawa dan Solo sebagai salah satu gerbang udara. Karena sifatnya sebagai gerbang,

kedua simpul tadi juga merupakan aglomerasi industri. Sedangkan wilayah Yogya

dengan keunggulan yang dimiliki merupakan pusat tujuan wisata dan penyedia tenaga

kerja terdidik dan jasa yang berkualitas disamping dapat berfungsi juga sebagai

gerbang udara di wilayah selatan Jawa Tengah.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 2

Page 3: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

2) Guna meningkatkan compatibilitas dan fleksibilitas dari simpul-simpul tersebut, maka

perlu peningkatan aksesibilitas antar simpul yang diwujudkan dalam pembangunan

jalan Tol Semarang-Solo dan Yogya-Solo.

3) Gagasan pengembangan lintas selatan Jawa, baik lintasan jalan raya maupun kereta

api. Gagasan ini merupakan usaha untuk mengurangi beban Pantura di satu sisi, selain

itu juga sebagai bagian dari usaha memacu perkembangan wilayah bagian selatan

Jawa Tengah.

Dari beberapa isu-isu pengaruh dari wilayah lain (eksternal) di atas maka secara

langsung akan berimplikasi terhadap kebijaksanaan penataan ruang wilayah

Provinsi DIY antara lain:

Semakin meningkatnya kegiatan yang bersifat perkotaan, karena simpul-simpul

kegiatan tersebut akan tergabung dalam satu pola jaringan tertentu. Dalam hal ini

aksesibilitas, kompatibilitas (kesesuaian interaksi kegiatan) dan fleksibilitas

merupakan syarat yang mendasar bagi Provinsi DIY dan wilayah disekitarnya.

Mampu meningkatkan daya saing dari masing-masing simpul dalam

memperebutkan investasi baik dalam tingkat regional maupun internasional.

Gambar 2.1 Peta Kebijakan Dasar Struktur Ruang RTR Pulau Jawa-Bali

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 3

Page 4: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.2 Poros Perkembangan Strategis Dan Interkoneksi Kota-Kota

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 4

Page 5: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.3 Peta Kawasan Strategis

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 5

Page 6: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

B) Tata Ruang Internal Eksisting

Stuktur tata ruang wilayah Provinsi DIY secara internal dipengaruhi oleh kondisi topografi

dan geografis wilayah, yang meliputi kawasan tertentu nasional (lindung dan cagar

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 6

Page 7: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

budaya), kawasan cepat tumbuh, kawasan potensial untuk berkembang, kawasan yang

kritis lingkungan Provinsi DIY.

Secara umum, karakteristik tata ruang internal Provinsi DIY ditandai dengan persoalan

tingginya kebutuhan ruang untuk kegiatan budidaya namun dilain pihak menghadapi

keterbatasan daya dukung maupun daya tampung lingkungan.

Kawasan-kawasan Provinsi DIY yang secara langsung maupun tidak langsung

mempengaruhi pola pemanfaatan ruang dan perkembangan pembangunan di Provinsi DIY,

antara lain:

1) Adanya Kawasan Fungsional yang terdiri dari:

Hutan Lindung, terdiri dari:

Hutan lindung di Kabupaten Gunung Kidul yang masuk dalam wilayah pengelolaan

RPH Kedungwanglu, BDH Paliyan, dan RPH Candi, BDH Karangmojo.

Hutan Lindung di Kabupaten Kulonprogo yang masuk dalam wilayah pengelolaan

RPH Sermo, BDH Kulonprogo.

Hutan Konservasi, terdiri dari:

Suaka Margasatwa terdapat 2 (dua) kawasan Suaka Margasatwa yaitu Suaka

Margasatwa (SM) Paliyan di Kabupaten Gunung Kidul dan SM Sermo di Kabupaten

Kulonprogo.

Taman Nasional yang yang terletak di Kabupaten Sleman merupakan hutan di

sekitar Gunung Merapi, seluas 163,64 ha ditunjuk sebagai Cagar Alam Plawangan

Turgo dan seluas 118,61 ha sebagai Hutan Taman Wisata Alam.

Cagar Alam/Taman Wisata Alam (TWA) yang berada diantara 2 (dua) desa yaitu

Desa Wukirsari dan Desa Girirejo yang masuk dalam wilayah Kecamatan Imogiri,

Kabupaten Bantul seluas 11,4 Ha yang terbagi dalam 1 (satu) petak kerja pada

RPH Mangunan, BDH Yogyakarta.

Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder yang terletak di BDH Playen, dengan seluas

617 ha berdasarkan Kepmenhut No 353/Menhut-II/04.

2) Wilayah Daerah Sungai (DAS)

Ditinjau dari aspek DAS, di Provinsi DIY terdapat 3 DAS yang cukup besar, yaitu : (a)

DAS Progo, (b) DAS Opak, (c) DAS Serang.

3) Kawasan tertentu nasional yang merupakan kawasan lindung dan cagar budaya perlu

dijaga/dilindungi dan dipantau perubahannya karena apabila pada salah satu dari

daerah tersebut terganggu fungsinya maka akan memberi pengaruh hingga nasional,

yaitu:

Taman Nasional Gunungapi Merapi, diarahkan agar berfungsi sebagai pelestarian

sumberdaya alam, perlindungan sumberdaya alam dan pendidikan dan penelitian,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 7

Page 8: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

pembinaan cinta alam bagi generasi muda, rekreasi dan pariwisata dan

pengembangan / pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga.

Kawasan Cagar Budaya (Keraton, candi-candi).

Kawasan Rawan Bencana, yaitu : Rawan Gempa Bumi disekitar arah/jalur patahan

Opak, Rawan Bencana Gunung Api meletus di sekitar wilayah Gunung Merapi, dan

rawan tsunami, banjir dan air pasang di pesisir pantai Kulon Progo dan Bantul.

4) Kawasan yang cepat tumbuh

Kawasan Ibukota provinsi di Kota Yogyakarta.

Kawasan sekitar Kartamantul terutama di ruas jalan Penghubung utara-tengah dan

selatan (Yogyakarta-Sleman-Bantul).

5) Kawasan yang potensial untuk berkembang

Kabupaten Bantul, yaitu di Sewon, Kasihan, Banguntapan, Sedayu, Srandakan,

Imogiri dan Piyungan.

Kabupaten Sleman, yaitu di Godean, Gamping, Pakem, Depok.

Kabupaten Kulonprogo, yaitu di Wates, Temon, Pengasih, Sentolo, dan Manggulan.

Kabupaten Gunungkidul, yaitu : Wonosari, Bunder, Rongkop, Sadeng.

6) Kawasan yang Kritis Lingkungan

Kabupaten Gunungkidul, yaitu di Purwosari, Panggang, Tepus dan Rongkop.

Kabupaten Bantul, yaitu di Wonolelo, Wukirsari, Muntuk, Jatimulyo, Sendangsari.

Kabupaten Kulonprogo.

7) Kawasan Pesisir

Kabupaten Kulonprogo, yaitu di Pantai Congot, Pantai Glagah, Pantai Trisik, Pantai

Bugel, dan Pantai Karangwuni.

Kabupaten Bantul, yaitu di Pantai Pandansari, Pantai Pandansimo, Pantai Samas,

Pantai Sanden, dan Pantai Parangtritis.

Kabupaten Gunungkidul, yaitu Pantai Ngobaran, Pantai Sundak, Pantai Siung

Wanara, Pantai Wediombo, Pantai Ngungap dan Pantai Sadeng.

8) Kawasan Rawan Bencana Alam, seperti :

Gempa di Kabupaten Bantul dan sebagian wilayah selatan Kota Yogyakarta.

Tsunami, di sekitar kawasan pesisir Provinsi DIY.

Kekeringan, di sebagian wilayah selatan Kabupaten Gunungkidul

Gunung Merapi, di Kabupaten Sleman

Longsor dan erosi, di sebagian utara Kabupaten Gunungkidul, sebagian timur

Kabupaten Sleman (pada kemiringan 15 % seperti di Prambanan dan Pakem) dan

Kulonprogo.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 8

Page 9: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

9) Kawasan yang sangat tertinggal (desa-desa/kecamatan-kecamatan yang masih

tertinggal dari aspek ekonomi dan pendidikan serta sosial), seperti beberapa

kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 9

Page 10: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.4 Peta Tata Ruang Internal Eksisting

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 10

Page 11: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.5 Landuse eksisting

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 11

Page 12: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.6 Peta Aliran DAS

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 12

Page 13: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.7 Peta Satuan Fisiografi

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 13

Page 14: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.8 Peta Kawasan Bencana

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 14

Page 15: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.9 Peta Kawasan Terbangun & Budidaya pada Kawasan Rawan Bencana

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 15

Page 16: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.10 Peta Kawasan Berfungsi Lindung dan Budidaya

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 16

Page 17: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

2.22.2 Kinerja Pemanfaatan Ruang Provinsi DIY Kinerja Pemanfaatan Ruang Provinsi DIY

Kinerja dan kondisi eksisting dari karakteristik wilayah Provinsi DIY dapat secara langsung

mempengaruhi perkembangan Provinsi DIY. Dari hasil kajian yang telah dilakukan

terdapat beberapa karakteristik tersebut antara lain:

2.2.12.2.1 PendudukPenduduk

Proyeksi penduduk Provinsi DIY berdasarkan metoda terpilih diatas maka jumlah penduduk

pada Tahun 2027 sebanyak 4.923.645 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di

Kabupaten Sleman berjumlah 1.309.348 jiwa. Hal yang menyebabkan tingginya jumlah

penduduk di Kabupaten Sleman karena beragam aktifitas yang terjadi.. Selain itu

meningkatnya lahan permukiman secara otomatis akan meningkatkan jumlah penduduk.

Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit berada di Kota Yogyakarta sebesar

705.640 jiwa. Proyeksi penduduk di Provinsi DIY Tahun 2007 – 2027 dapat dilihat pada

Tabel II.1 dan Gambar 2.11 di bawah ini.

Tabel II.1Proyeksi Penduduk Provinsi DIY Tahun 2008– 2027

Tahun Proyeksi Kulonprogo Bantul Gunung

Kidul Sleman Yogyakarta Jumlah

2008 577.780 1.020.157 952.484 1.143.364 583.723 4.277.5082009 587.997 1.026.136 955.142 1.152.100 590.140 4.311.5152010 598.214 1.032.115 957.801 1.160.836 596.557 4.345.5232011 608.431 1.038.094 960.459 1.169.572 602.973 4.379.5292012 618.648 1.044.074 963.117 1.178.308 609.390 4.413.5372013 628.865 1.050.053 965.776 1.187.044 615.807 4.447.5452014 639.082 1.056.032 968.434 1.195.780 622.223 4.481.5512015 649.299 1.062.011 971.092 1.204.516 628.640 4.515.5582016 659.516 1.067.990 973.751 1.213.252 635.057 4.549.5662017 669.733 1.073.970 976.409 1.221.988 641.473 4.583.5732018 679.950 1.079.949 979.067 1.230.724 647.890 4.617.5802019 690.167 1.085.928 981.725 1.239.460 654.307 4.651.5872020 700.384 1.091.907 984.384 1.248.196 660.724 4.685.5952021 710.601 1.097.886 987.042 1.256.932 667.140 4.719.6012022 720.818 1.103.866 989.700 1.265.668 673.557 4.753.6092023 731.035 1.109.845 992.359 1.274.404 679.974 4.787.6172024 741.252 1.115.824 995.017 1.283.140 686.390 4.821.6232025 751.469 1.121.803 995.017 1.291.876 692.807 4.852.9722026 761.686 1.127.782 1.000.334 1.300.612 699.224 4.889.6382027 771.903 1.133.762 1.002.992 1.309.348 705.640 4.923.645

Sumber : Hasil Analisis 2007

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 17

Page 18: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Proyeksi Penduduk Provinsi DI. Yogyakarta Tahun 2008-2027

0

200.000

400.000

600.000

800.000

1.000.000

1.200.000

1.400.000

Tahun Proyeksi

Jum

lah

(jiw

a)

Kab. Kulonprogo

Kab. Bantul

Kab. Gunung Kidul

Kab. Sleman

Kota Yogyakarta

Gambar 2.11Proyeksi Penduduk Provinsi DIY

Kepadatan dan Persebaran Penduduk

Berdasarkan hasil proyeksi diketahui bahwa pada kurun waktu tahun perencanaan kepadatan

penduduk tertinggi terdapat di Kota Yogyakarta dengan jumlah kepadatan pada tahun 2027

sebesar 21.712 jiwa/Km2 diikuti Kabupaten Sleman (2.278 Jiwa/Km2), Kabupaten Bantul

(2.237Jiwa/Km2) dan Kabupaten Kulonprogo (1.317Jiwa/Km2). Sementara Kabupaten/Kota

dengan kepadatan penduduk terendah pada akhir tahun perencanaan adalah Kabupaten

Gunung Kidul (675 Jiwa/Km2. Proyeksi kepadatan dan persebaran penduduk di Provinsi DIY

disajikan pada Tabel II. 2 dan Gambar 2.12

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 18

Page 19: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Tabel II.2Proyeksi Kepadatan PendudukProvinsi DIY Tahun 2007 – 2027

Tahun Proyeksi Kulonprogo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

2008 986 2.013 641 1.989 17.9602009 1.003 2.025 643 2.004 18.1582010 1.020 2.037 645 2.019 18.3562011 1.038 2.048 647 2.035 18.5532012 1.055 2.060 648 2.050 18.7502013 1.073 2.072 650 2.065 18.9472014 1.090 2.084 652 2.080 19.1452015 1.107 2.095 654 2.095 19.3422016 1.125 2.107 656 2.111 19.5402017 1.142 2.119 657 2.126 19.7382018 1.160 2.131 659 2.141 19.9352019 1.177 2.143 661 2.156 20.1332020 1.195 2.154 663 2.171 20.3302021 1.212 2.166 665 2.186 20.5272022 1.229 2.178 666 2.201 20.7252023 1.247 2.190 668 2.217 20.9222024 1.264 2.201 670 2.232 21.1202025 1.282 2.213 672 2.247 21.3172026 1.299 2.225 673 2.263 21.5142027 1.317 2.237 675 2.278 21.712

Tingkat Kepadatan S S R S T

Sumber : Hasil Analisis 2007

Keterangan :R = RendahS = SedangT = Tinggi

0

5000

10000

15000

20000

25000

Jumlah (jiwa)

Kulonprogo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta

Kab/Kota

Proyeksi Kepadatan Penduduk di Provinsi DIY Tahun 2008-2027 2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

2023

2024

2025

2026

2027

Gambar 2.12Proyeksi Kepadatan Penduduk Provinsi DIY Tahun 2007 – 2027

Dilihat dari persebarannya, terlihat bahwa kepadatan penduduk tertinggi ada di Kota

Yogyakarta. Dengan demikian pemusatan permukiman berada wilayah ini, walaupun bukan

merupakan jaminan bahwa Kota Yogyakarta tersebut merupakan kota paling berkembang tetapi

setidaknya memberikan gambaran bahwa wilayah tersebut menarik bagi kegiatan penduduk,

selain juga adanya faktor keterbatasan luasan lahan.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 19

Page 20: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Berdasarkan hasil proyeksi di atas, dengan mengacu pada kriteria yang dikeluarkan oleh

National Urban Development Study (NUDS) dapat diidentifikasi bahwa pada akhir tahun

perencanaan 2027 dengan indikator kepadatan penduduk, Kota Yogyakarta masuk kedalam

kategori perkotaan. Adapun kriteria yang dikeluarkan oleh NUDS tersebut adalah sebagai

berikut:

Kepadatan penduduk perkotaan 25 jiwa/Ha = 2.500 jiwa/Km2

Kepadatan penduduk semi perkotaan 10-25 jiwa/Ha = 1.000 –2.500 jiwa/Km2

Kepadatan penduduk perdesaan dibawah 10 jiwa/Ha = 1.000 jiwa/Km2

Mengacu pada kriteria yang dikeluarkan oleh NUDS berdasarkan kepadatan penduduknya

pada akhir tahun perencanaan 2027, dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah di

Provinsi DIY termasuk kedalam kategori semi perkotaan, adapun yang hampir mendekati

kepada ciri pedesaan adalah Kabupaten Gunung Kidul. Untuk lebih jelasnya mengenai

peta kepadatan penduduk di Provinsi DIY dapat di lihat pada Gambar 2.13

Laju Pertumbuhan PendudukLaju Pertumbuhan Penduduk

Dari hasil proyeksi penduduk Provinsi DIY tahun 2007-2027 dapat dihitung laju

pertumbuhan penduduknya untuk setiap 5 tahun. Laju pertumbuhan penduduk paling tinggi

terdapat di Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2007-2011 yang mencapai 1,41%, Kota

Yogyakarta menempati tempat kedua sebesar 0,88%, kemudian diikuti oleh Kabupaten

Sleman dan Kabupaten Bantul. Laju pertumbuhan penduduk paling rendah terdapat di

Kabupaten Gunung Kidul yaitu sebesar 0,22% dan relatif sama pada setiap periodenya.

Penurunan jumlah penduduk di Kota Yogyakarta antara lain disebabkan beberapa

perguruan tinggi yang cukup besar di DIY kampusnya berada atau di pindah ke Kabupaten

Sleman dan Kabupaten Bantul, juga karena tumbuhnya pembangunan perumahan baru

yang cukup pesat di kedua wilayah tersebut sehingga terjadi perpindahan penduduk dari

Kota Yogyakarta ke Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara umum, laju

pertumbuhan penduduk di Provinsi DIY ini cenderung menurun pada setiap periodenya.

Laju pertumbuhan penduduk Provinsi DIY masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan

Jawa Tengah yang laju pertumbuhan penduduknya sebesar 0,35% yang pada 20 tahun

kedepan diperkirakan menurun sampai dengan 0,01%. Untuk lebih jelasnya mengenai

proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk di Provinsi DIY dapat dilihat pada Tabel II.3 dan

Tabel II.4.

Tabel II.3Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DIY

2000 – 2027 (Per 5 Tahun)Kabupaten/ Kota 2007- 2011 2012- 2016 2017- 2021 2022 - 2027

Kulonprogo 1.41% 1.30% 1.20% 1.12%Bantul 0.47% 0.46% 0.44% 0.43%Gunung Kidul 0.22% 0.22% 0.22% 0.21%Sleman 0.61% 0.59% 0.57% 0.55%Yogyakarta 0.88% 0.83% 0.79% 0.75%Provinsi DIY 0.64% 0.61% 0.59% 0.57%Sumber : Hasil Analisis 2007.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 20

Page 21: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Tabel II.4Proyeksi Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DIY

2007- 2027 (Per 10 Tahun)Kabupaten/Kota 2007- 2016 2017- 2027

Kulonprogo 1.59% 1.35%Bantul 0.53% 0.50%Gunung Kidul 0.25% 0.24%Sleman 0.69% 0.64%Yogyakarta 0.99% 0.89%Provinsi DIY 0.72% 0.66%Sumber : Hasil Analisis 2007.

Karakteristik penduduk Provinsi DIY jika dilihat dari struktur penduduk, maka usia 15 tahun

keatas menurut mata pencaharian masih dominan bekerja pada sektor pertanian. Angka

tersebut bisa mewakili karakteristik masyarakat Provinsi DIY yang masih tergolong kedalam

masyarakat semi perkotaan, dimana sektor pertanian masih memegang peranan penting

dalam kehidupan masyarakatnya. Bila diperinci menurut jenis kelamin, maka dapat

dibedakan bahwa penduduk dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan

dengan perempuan.

Kondisi tingkat pendidikan penduduk DIY sebagai dampak kebijakan pemerataan

pendidikan, terutama kebijakan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun, menunjukkan

angka yang tinggi dan sudah berhasil dituntaskan pada tahun 1996, baik melalui

pendidikan formal maupun pendidikan nonformal.

Dalam aspek kesejahteraan masyarakat, taraf kesejahteraan sosial masyarakat cukup

memadai sejalan dengan berbagai upaya pemberdayaan, pelayanan, rehabilitasi dan

perlindungan sosial bagi masyarakat rentan termasuk bagi penyandang masalah

kesejahteraan sosial (PMKS).

Pemberdayaan keluarga miskin dan penanggulangan kemiskinan tetap menjadi prioritas

utama pemerintah dalam percepatan pemulihan kesejahteraan masyarakat. Jumlah

penduduk miskin di DIY tahun 2005 sebesar 275.110 KK (25%). Penduduk miskin terbesar

terdapat pada Kabupaten Gunungkidul sebesar 34,80%, Kabupaten Bantul sebesar

23,40%. Selanjutnya berturut-turut Kabupaten Sleman 19,26%, Kabupaten Kulon Progo

15,39% dan Kota Yogyakarta sebesar 7,15%.

Dari beberapa kajian mengenai karakteristik penduduk di atas dapat diketahui ini beberapa

permasalahan kependudukan yang ada Provinsi DIY:

Kesempatan perkembangan ekonomi lokal di daerah pedesaan masih sangat terbatas.

Tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata ditiap kabupaten/kota, dimana Kota

Yogyakarta memiliki kepadatan penduduk sangat tinggi dibandingkan dengan

kabupaten/kota lainnya.

Aglomerasi dalam jumlah yang cukup besar terbentuk di sekitar Kota Yogyakarta

termasuk beberapa wilayah Kabupaten Sleman dan Bantul yang berbatasan dengan Kota

Yogyakarta.

Perubahan komposisi penduduk terjadi dari segi umur penduduk Provinsi DIY adalah

terjadinya penuaan struktur umur penduduk.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 21

Page 22: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.13 Peta Kepadatan Penduduk

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 22

Page 23: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

2.2.22.2.2 Kegiatan EkonomiKegiatan Ekonomi

PDRB perkapita penduduk Provisni DIY tahun 2006 sebesar Rp 8,79 juta perkapita

pertahun, meningkat 15,60% dibandingkan tahun 2005. Hal ini menunjukkan terdapat

beberapa sektor ekonomi yang mampu menunjang kegiatan ekonomi di Provinsi DIY

mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) atas dasar harga berlaku pada tahun 2006 sebesar Rp. 29.780,54 juta, meningkat

17,16% dibandingkan tahun 2005 sebesar Rp 25.419,08 juta. Kontribusi empat sektor

terbesar, berturut-turut dari yang terbesar adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan,

hotel dan restoran, sektor pertanian dan industri pengolahan.

Dibidang ketenagakerjaan pengangguran masih menjadi permasalahan yang harus diatasi

karena kecenderungan makin tinggi tingkat pengangguran terbuka. Tingkat pengangguran

terbuka pada tahun 2006 sebesar 6.25% lebih rendah dibandingkan denga tahun 2004 dan

2005 yang masing-masing sebesar 6,26% dan 7,59%. Secara terperinci mengenai

kegiatan-kegiatan ekonomi di Provinsi DIY ini adalah sebagai berikut:

a. Pertumbuhan ekonomi

Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi DIY tahun 2004 dan 2005 sebesar 5,12% dan 4,74%,

lebih rendah dari pertumbunan ekonomi nasional sebesar 5,5% pada tahun 2006. Nilai

PDRB DIY dengan menggunakan harga konstan tahun 2000 tercatat Rp.17.539 mlyar pada

tahun 2006, lebih tinggi dari nilai PDRB tahun 2005 sebesar Rp. 16.911 milyar. Kondisi ini

disebabkan masih rendahnya daya beli masyarakat DIY walaupun kecenderungan suku

bunga domestik mengalami penurunan sejak pertengahan tahun 2006. Pengaruh kenaikan

harga BBM pada 1 Oktober 2005 dan terjadinya gempa tektonik tahun 2006 serta kenaikan

harga beras pada akhir tahun 2006 sebagai akibat kemarau panjang yang mengakibatkan

tertundanya musim tanam.

Laju pertumbuhan ekonomi Provisni DIY tahun 2007 diperkirakan meningkat sebesar

4,68%, lebih tinggi dari tahun 2006. Hal ini terutama dipicu oleh sektor pertanian dan sektor

bangunan yang diperkirakan tumbuh pesat. Sektor pertanian produktivitasnya akan

membaik setelah menghadapi kondisi cuaca yang kurang kondusif, sedangkan sektor

bangunan disebabkan berlangsungnya proses rekonstruksi bangunan dan fasilitas umum

yang rusak akibat gempa. Selain itu, industri pariwisata diperkirakan akan kembali

berkembang yang selanjutnya akan mendorong kinerja sektor perdagangan, hotel dan

restoran.

b. Peranan Sektoral

Perkembangan ekonomi wilayah ditentukan oleh seberapa besar sektor ekonomi yang

menjadi basis mampu menggerakkan ekonomi wilayah. Peranan sektor sektoral terhadap

pembentukan PDRB pada tahun 2006 di Provinsi DIY menunjukkan sektor perdagangan

hotel dan restoran memberikan kontribusi terbesar (20,74%). Peranan sektor berturut-turut

dari yang tinggi ke rendah adalah sektor perdagangan hotel dan restoran (20,74%), sektor

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 23

Page 24: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

pertanian (18,87%), sektor jasa-jasa (17,35%), sektor industri pengolahan (13,87%), sektor

pengangkutan dan komunikasi (9,98%), sektor bangunan (9,01%), sektor keuangan

persewaan dan jasa perusahaan (8,62%), sektor listrik gas dan air bersih (0,86), dan sektor

pertambangan dan penggalian (0,70%).

2.2.32.2.3 Guna LahanGuna Lahan

Perubahan guna lahan terbangun sejak tahun 1990 sampai dengan tahun 2006 terus

mengalami peningkatan. Lahan sawah pada tahun 1990 yang mencapai 19,86 %

berkurang menjadi 14,74 % pada tahun 2006. Sedangkan guna lahan permukiman yang

pada tahun 1990 berjumlah 15,74% terus mengalami peningkatan. Penetrasi guna lahan

permukiman tersebut sampai dengan tahun 2006 terus terjadi disekitar pusat Kota

Yogyakarta , Sleman dan Bantul. Untuk lebih jelasnya mengenai perubahan penggunaan

lahan di Provinsi DIY sejak tahun 1990 sampai dengan 2007 dapat dilihat dari Gambar 2.14

Selain permasalahan di atas juga terdapat beberapa permasalahan penggunaan lahan

yang tidak sesuai dengan struktur pemanfaatan ruang, diantaranya:

Alih fungsi lahan pertanian subur di kawasan lahan basah untuk kepentingan non

pertanian.

Pemanfaatan lahan untuk permukiman-pertambangan di sekitar kawasan lindung.

Munculnya kawasan baru untuk industri, sementara kawasan industri yang ada belum

dimanfaatkan.

Adanya pengaruh kegiatan pembangunan yang berdampak pada sulitnya pengendalian

konversi lahan.

Adapun beberapa lahan yang berpotensi untuk dikembangkan untuk kegiatan yang dapat

menunjang kegiatan pariwisata di Provinsi DIY, diantaranya:

Ditemukannya potensi ekosistem langka dan spesifik yang perlu dikelola dalam taraf

nasional seperti cagar alam karst,

Taman Nasional Merapi, Gumuk Pasir Barchan.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 24

Page 25: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.14 Peta Perubahan Lahan 1990-2006 Provinsi DIY

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 25

Page 26: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.14Peta Perubahan Guna Lahan Tahun 1990 sampai dengan 2006

Guna Lahan Tahun 1990

Guna Lahan Tahun 2006

Sumber : BPN , 1990 & Landsat TM7 (Geotrof) 2006

2.2.42.2.4 Infrastruktur WilayahInfrastruktur Wilayah

Penyediaan prasarana dan sarana daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari

kegiatan pembangunan daerah. Dikarenakan lokasinya yang berada di tengah pulau Jawa,

Provisni DIY dapat memperoleh manfaat dari hinterland (daerah belakangnya). Jalur

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 26

Page 27: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

perhubungan udara, rel kereta, dan jalan raya dengan pusat-pusat perkotaan utama,

pelabuhan udara internasional dan pelabuhan laut lainnya di pulau Jawa merupakan aset

utama bagi sektor perdagangan dan industri. Di samping membantu ekspor, jalur

perhubungan/transportasi tersebut juga mempermudah impor dari Provinsi-Provinsi

terdekat dan aksesibilitas wisatawan ke Provinsi DIY.

Kondisi di atas berdampak pada perlunya penyediaan infrastruktur yang memadai yang

dapat menunjang berbagai sektor dalam pembangunan. Kegiatan sektor transportasi

merupakan tulang punggung dari pola distribusi barang maupun penumpang. Di samping

itu penyediaan sumber daya air, sarana perumahan dan permukiman termasuk di

dalamnya penyediaan air minum dan sanitasi serta pos dan telekomunikasi merupakan

bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan daerah. Berkurangnya kualitas dan

pelayanan dan tertundanya pembangunan infrastruktur baru dapat menghambat laju

pembangunan daerah.

A) Sistem Transportasi

1. Transportasi Darat

Total panjang jaringan jalan di Provinsi DIY sampai dengan tahun 2006 tercatat 4.840,82

km, yang terbagi dalam jalan-jalan berstatus Negara, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Dalam

tahun 2005 tingkat kemantapan pada jaringan jalan negara relatif menurun kualitasnya.

Data pada tahun 2005 menunjukkan bahwa pada jaringan jalan negara dengan panjang

168,1 km, tingkat kemantapan jalan nasional yang baik dan sedang mencapai angka 49,42

%, sedangkan pada jaringan jalan Provinsi dengan panjang 690,25 km dan tingkat

kemantapan jalan mencapai 76,82 %. Untuk jaringan jalan lainnya, yakni jalan

kabupaten/kota panjang jalannya mencapai 3981,26 km dengan tingkat kemantapan jalan

yang baik dan sedang mencapai 75,77 %. Tingkat kemantapan jalan negara masih di

bawah 50 % sehingga memerlukan suatu perbaikan baik dengan pemeliharaan rutin,

Berdasarkan hasil perhitungan nilai indeks aksesibilitasnya, secara keseluruhan

kabupaten/kota di Provinsi DIY berada di atas SPM (Standar Pelayanan Minimal). Indeks

aksesibilitas yang berada di atas SPM menandakan bahwa panjang jaringan jalan yang

ada di wilayah Provinsi secara keseluruhan sudah mampu menunjang kegiatan arus

transportasi di wilayah Provinsi DIY. Akan tetapi, jika dilihat dari indeks mobilitasnya

sebagian wilayah Provinsi DIY berada di bawah standar pelayanan minimal, kecuali Kota

Yogyakarta. Hal ini karena tingkat pendapatan penduduk pada beberapa kabupaten/kota di

Provinsi DIY masih rendah sehingga berdampak pada kurangnya mobilitas penduduk untuk

melakukan perjalanan.

Sejalan dengan hasil perhitungan di atas, permasalahan perkembangan prasarana jalan

yang terjadi saat ini juga dapat dikaitkan dengan masalah keruangan di wilayah Provinsi

DIY, yakni terkait dengan aglomerasi pusat kegiatan dan keadaan alam. Aglomerasi pusat

kegiatan terkait dengan adanya berbagai faktor internal yang saling kait-mengkait dalam

suatu wilayah regional menimbulkan kecenderungan menumpuknya beban pada ruas-ruas

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 27

Page 28: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

jalan tertentu, khususnya di Kota Yogyakarta antara lain dari arah Bantul, Prambanan, dan

Gamping. Keadaan alam terkait dengan beberapa lintasan antar zona di Kulonprogo dan

Gunungkidul dengan kondisi ekstrim yang sulit diatasi karena kendala alam.

Bila kondisi ini dijelaskan dalam konteks masing-masing bagian wilayah, arus

perkembangan pergerakan bagian utara dan tengah horizontal Provinsi DIY sistem jaringan

jalan primer lintas yang sering dilalui, yaitu pada koridor Tempel – Sleman – Yogyakarta.

Pada bagian Barat vertikal yakni koridor Sedayu – Klangen – Wates, merupakan jalan yang

juga sering dilalui. Sedangkan jalan arah menuju wilayah selatan horisontal menuju Bantul

masih minim yakni melewati Jalan Arteri Selatan, Utara dan Barat (Yogyakarta) yang

merupakan jaringan primer kelas I. Pada bagian timur horisontal jalan yang

menyambungkan koridor Piyungan – Patuk – Gading – Wonosari – Ngeposari – Dumet

dapat dikatakan cukup baik namun masih jarang dilalui. Berdasarkan hal itu dapat

disimpulkan bahwa kondisi pergerakan melalui jalan memiliki ketimpangan yang masih

cukup besar antara wilayah barat-utara versus timur-selatan.

Perlunya jalan sebagai pemacu perkembangan dan pertumbuhan wilayah terutama bagi

kegiatan mobilitas distribusi barang pertanian dan penumpang di wilayah Provinsi DIY.

Dengan demikian, perlu kiranya pengembangan jalan pada jalur-jalur yang kiranya masih

sulit untuk dilalui oleh masyarakat di daerah Kulonprogo dan Gunungkidul. Hal ini selain

untuk membuka akses ke daerah-daerah yang belum terjangkau juga mampu

membangkitkan pergerakan barang dan penumpang.

Pada moda angkutan kereta api yang dikelola oleh PT. KA (Persero) SAOP IV Provinsi DIY

selama lima tahun terakhir ini tidak terjadi peningkatan yang cukup besar dari segi volume

pergerakan. Jumlah lalu lintas angkutan penumpang orang dan atau barang mencapai

2.604.604. Komposisinya pada tahun 2005 adalah 356.386 angkutan barang, dan

1.648.218 penumpang umum. Volume pergerakan barang dan penumpang KA dengan

menggunakan jalur kereta api di Provinsi DIY dengan rute antara lain: Prambanan - Wates

– Temon masih dirasakan minim sehingga diperlukan pengembangan jalur Double Track.

Untuk angkutan kereta api, Kota Yogyakarta salah satu kota yang menjadi lintasan utama

jaringan kereta api di Pulau Jawa. Hal ini karena hampir semua kereta api dari arah barat

dan timur Pulau Jawa melewati Kota Yogyakarta, dari arah timur terdiri dari Surabaya dan

Solo dan dari arah barat terdiri dari Bandung dan Jakarta.

2.2. Transportasi Laut Transportasi Laut

Provinsi DIY tidak memiliki pelabuhan yang digunakan sebagai sarana angkutan moda

transportasi laut. Beberapa pelabuhan yang ada di Provinsi DIY dikembangkan hanya

sebagai pelabuhan ikan dengan skala menengah dan untuk mendukung kegiatan wisata

pantai. Beberapa pelabuhan yang ada di Provinsi DIY antara lain Pelabuhan Sadeng, di

Kabupaten Gunung Kidul serta di Kabupaten Kulonprogo, yakni Pelabuhan Pandansimo

dan Pelabuhan Glagahsari.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 28

Page 29: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Transportasi laut sudah mulai dirintis keberadaannya yaitu dengan dibangunnya Pusat

Pendaratan Ikan di Sadeng Kabupaten Gunungkidul dalam rangka peningkatan

pendayagunaan sumberdaya laut, khususnya perikanan meski pembinaan operasionalnya

masih dilaksanakan Administrator Pelabuhan Cilacap. Dalam pengembangannya,

keberadaan pelabuhan di atas, terdapat beberapa kendala seperti :

- Jarak yang relatif jauh menuju lokasi pelabuhan menyebabkan banyak waktu yang

terbuang

- Kurangnya fasilitas-fasilitas pelabuhan ikan untuk mendukung keselamatan para

nelayan.

Sejalan dengan perkembangan wilayah dan pertumbuhan kegiatan perdagangan di wilayah

Provinsi DIY, untuk itu perlu kiranya dicari lokasi yang layak bagi pengembangan

pelabuhan yang melayani kegiatan angkutan penumpang dan barang dari dan ke wilayah

Provinsi DIY yang disesuaikan dengan kondisi alam.

3.3. Transportasi UdaraTransportasi Udara

Pelayanan transportasi udara untuk pergerakan ke luar wilayah Provinsi DIY dilayani oleh

Bandara Adisutjipto. Pelayanan angkutan udara di Bandar udara Adisucipto yang lokasinya

berjarak ± 9 km dari pusat Kota Yogyakarta pada saat ini yang memiliki spesifikasi panjang

dan lebar sebesar: 2.200 meter x 45 meter, Luas : 99.000 m2, Luas shulder : 186.742, 5

m2, serta mampu mendukung pendaratan pesawat : B -737, F-28, F- 100 dan MD 82.

Rute untuk penerbangan domestik yang dilayani oleh bandara Adisutjipto adalah Jakarta,

Surabaya, Denpasar, Bandung, Balikpapan dan Makassar. Selain itu rute penembangan

internasional yang dilayani adalah rute ke Kuala Lumpur dan Singapura. Pertumbuhan

lalulintas penumpang maupun barang di Bandara Adisutjipto Yogyakarta mengalami

peningkatan yang signifikan dalam 3 tahun terakhir, seiring dengan adanya deregulasi

angkutan penerbangan, yang ditandai dengan munculnya beberapa maskapai

penerbangan baru yang masuk ke Yogyakarta. Dilihat dari kapasitas pelayanan sampai

saat ini masih memadai, dimana load faktor-nya rata-rata berkisar antara 30 sampai 90%.

Tetapi dengan perkembangan penduduk dan pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi DIY

yang pesat, maka untuk kedepan perlu dilakukan peningkatan kapasitas pelayanannya.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 29

Page 30: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.15 Peta Pola Pergerakan Transportasi Internal

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 30

Page 31: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Gambar 2.16 Peta Pola Pergerakan Transportasi Eksternal

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 31

Page 32: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

B) Jaringan Prasarana

1. Jaringan Irigasi

Provinsi DIY memiliki sistem pengairan/irigasi berupa Irigasi teknis, setengah teknis,

sederhana dan irigasi desa/non PU. Keberadaan irigasi sederhana pun tersebar di seluruh

Kabupaten dengan Kabupaten Sleman memiliki luas areal terluas yaitu 4.021 Ha.

Sedangkan untuk irigasi desa atau Non PU hanya berada di Kabupaten Kulonprogo ,

Bantul dan Gunung Kidul. Berdasarkan data areal daerah irigasi, sampai dengan tahun

2005 Provinsi DIY memiliki 48.354 Ha areal irigasi yang mengairi pertanian atau sebesar

15,17% dari luas wilayah Provinsi DIY yang tersebar di 4 (empat) kabupaten, kecuali Kota

Yogyakarta yang hanya memiliki pengairan irigasi setengah teknis seluas 121 Ha. Untuk

pengairan irigasi teknis tersebar diseluruh kabupaten, Kabupaten Sleman memiliki luas

area pengairan irigasi teknis terluas yaitu 9.930 Ha. Sedangkan di Kabupaten Gunung

Kidul hanya memiliki luas pengairan 156 Ha. Begitupun dengan pengairan setengah teknis

yang tersebar di seluruh Kabupaten dengan sebaran terluas berada di Kabupaten Bantul

12.183 Ha.

2. Listrik

Sistem jaringan listrik di DIY merupakan bagian dari sistem interkoneksi Pembangkit Jawa

Bali (PJB) sehingga stabilitas pasokan listrik tergantung kelancaran proses produksi dan

distribusi listrik PJB. Apabila PJB mengalami gangguan, otomatis akan berpengaruh pada

pasokan listrik di Provinsi DIY. PLTD (Pusat Listrik Tenaga Diesel) Wirobrajan hanya

melayani kebutuhan industri dan jasa pada saat-saat darurat. Sampai dengan tahun 2005,

produksi Listrik di Provinsi DIY pada tahun 2005 mencapai 1.480.699.686 KWH dengan

terpasang sebesar 774.623.087 KWH dan terjual sebesar 1.343.319.722 KWH. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat 137.379.964 KWH yang belum terjual sehingga keadaan ini

masih memungkinkan untuk lebih mengembangkan jangkauan pelayanan fasilitas listrik.

Proyeksi kebutuhan listrik untuk wilayah Provinsi DIY listrik sampai tahun 2027 bagi

kebutuhan rumah tangga, penerangan, komersial pemerintahan dan sosial mencapai

2.084.428.028 KWH. Jika dihitung rata-rata kenaikan atau penurunan pertahun, jumlah

kebutuhan listrik dari tahun eksisting tahun 2006 hingga 2027 adalah sebesar 277.393.032

kwh atau 2,76 % pertahun, sehingga perlu dilakukan peningkatan kapasitas terpasang

listrik sebesar 3 % pertahunnya. Kebutuhan energi listrik perlu dikembangkan terutama

untuk daerah kabupaten dan kota yang memiliki jumlah dan pertumbuhan penduduk

tertinggi, khususnya di Kota Yogyakarta dan pedesaan yang belum tersentuh oleh listrik.

Disamping itu, peningkatan kapasitas terpasang listrik untuk zone pemusatan kegiatan

industri dan komersial di Kawasan Sentolo, Kulonprogo dan Kawasan Pajangan, Bantul.

Sebagai antisipasi kebutuhan energi listrik di Provinsi DIY, telah terdapat pemanfaatan

energi listrik yang baru di Provinsi DIY sebesar 0,5 MW dari energi listrik tenaga air Waduk

Sermo, dan 51 MW dari energi listrik Banyuurip. Dengan pemanfaatan energi listrik yang

baru tersebut akan dapat memberikan energi listrik pada kawasan pedesaan sekitar

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 32

Page 33: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

pembangkit listrik. Dengan demikian masih diperlukan pengembangan kapasitas jaringan

energi listrik lainnya di Provinsi DIY.

3. Air Bersih

Jumlah penggunaan air yang disalurkan oleh PDAM Provinsi DIY pada tahun 2005 yang

tertinggi adalah untuk keperluan non niaga yaitu sebesar 19 juta m3, terutama untuk

keperluan rumah tangga. Jika dibandingkan dengan penggunaan air PDAM pada tahun

2001, terjadi peningkatan penggunaan air sebesar untuk keperluan sosial sebesar 20,04

%, sedangkan untuk penggunaan jenis industri dan instansi pemerintahan mengalami

penurunan 20-30 %. Seiring dengan perkembangan penduduk maka kebutuhan air bersih

tentunya akan bertambah pula. Dengan demikian, penambahan penyaluran air bersih perlu

dilakukan, dengan menambah kapasitas atau menambah jaringan sumber air bersih.

Perkiraan terhadap kebutuhan air minum di Provinsi DIY sampai tahun 2027 akan

dilakukan dengan asumsi kebutuhan penduduk akan air minum minimal adalah 138,8

liter/hari/orang untuk kebutuhan rumah tangga (domestik), 53,2 liter/hari/orang untuk

kebutuhan non domestik, dengan faktor kehilangan 48,2 liter/orang/hari. Dari hasil proyeksi

diperoleh informasi bahwa tingkat pelayanan air bersih di wilayah Provinsi DIY sampai

dengan tahun 2027 sebesar 13.346 liter/detik 32,09 %. Jika dirinci per kebutuhan, maka

kebutuhan air untuk kebutuhan rumah tangga sebesar 679.463.010 liter/orang/hari dan

sisanya perkotaan dan kebocoran masing-masing sebesar 261.937.914 liter/orang/hari dan

237.319.689 liter/orang/hari. Dari tahun proyeksi eksisting terlihat bahwa total kebutuhan air

terus mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, yakni sebesar

877,50 liter atau sebesar 2 % pertahunnya. Berkembangnya fungsi dan peran Wilayah

Provinsi DIY tentunya akan menarik penduduk untuk datang dan menetap di wilayah ini.

Kondisi ini dengan sendirinya akan menambah tingkat kebutuhan masyarakat akan

pelayanan utilitas, termasuk kebutuhan akan air minum.

Banyak pabrik mengambil air bawah tanah dari sumur dalamnya sendiri dan untuk

tambahan diperoleh dari air pipa PDAM. Biasanya, hanya sedikit jumlah air yang dipakai

dari air pipa. Beberapa studi menyebutkan bahwa kebutuhan air industri dapat ditentukan

berdasarkan jumlah karyawan industri, seperti yang dilakukan oleh Nippon Koei, Co. Ltd

(1995), dimana besar kebutuhan air untuk karyawan industri rata-rata adalah 500

l/pekerja/hari. Berdasarkan standar tersebut dapat diketahui bahwa jumlah kebutuhan air

industri terbesar terdapat di Kota Yogyakarta sebesar 301 liter/detik, padahal jika dilihat

dari jumlah industri terbanyak terdapat di Kulonprogo namun hanya membutuhkan 110

liter/detik. Hal ini menunjukkan beberapa kabupaten/kota seperti Yogyakarta dan Sleman

merupakan industri kecil dan menengah, sedangkan di kabupaten Kulonprogo merupakan

industri besar yang pengolahannya tidak memerlukan banyak karyawan.

4. Telekomunikasi

Pelayanan prasarana telekomunikasi di Provisni DIY, dapat dikatakan relatif sudah dapat

menjangkau atau mencakup seluruh Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan Kancatel

(Kantor Cabang Telekomunikasi) Provinsi DIY terdiri dari 8 cabang, yaitu Wates, Bantul,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 33

Page 34: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Banguntapan, Srandakan, Wonosari, Sleman, Godean, Kalasan, Pakem/Kaliurang,

Kentungan, Babarsari, Pugeran dan Kota Baru.

Dari keseluruh Kancatel tersebut, hingga tahun 2005 telah terpasang 108.891 Saluran

Sambungan Telepon (SST). Kancatel Kotabaru dan Pugeran merupakan wilayah

administrasi telekomunikasi yang memiliki SST terbanyak, yaitu masing-masing 43.790

SST dan 28.747 SST, sedangkan Kancatel Srandakan merupakan Kandatel yang memiliki

SST terendah, yaitu sebanyak 254 SST. Pemakaian CDMA Flexy baik Trendy maupun

Classy pada tahun 2005 ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan, melebihi jumlah

sambungan telekomunikasi lainnya. Meskipun secara pelayanan untuk masyarakat kota

sudah terjangkau namun untuk jangkauan pelayanan ke desa masih perlu ditingkatkan, hal

ini untuk memudahkan masuknya informasi pengetahuan dan teknologil ke desa-desa yang

belum terjangkau pada kabupaten/kota di Provinsi DIY.

C) Prasarana Lingkungan

1. Sampah

Lokasi TPA yang resmi dapat digunakan sebagai tempat pembuangan sampah di Provinsi

DIY terdapat 3 unit seluas 15 Ha, diantarnya terdapat di TPA Piyungan, TPA Pukir Sari dan

TPA Ringin Ardi. TPA Piyungan merupakan tempat pembuangan sampah bagi wilayah

Kertamantul (Kabupaten Sleman, Bantul, dan Kota Yogyakarta), TPA Pukir Sari melayani

Kota Wonosari Kabupaten Gunungkidul, dan TPA Ringin Ardi melayani Kabupaten Kulon

Progo. TPA Pukir Sari seluas 1 Ha dan TPA RIngin Ardi 1,5 Ha menggunakan sistem Open

Dumping, sedangkan TPA Piyungan memakai sistem Sanitary Landfill. Berdasarkan sisa

umur pakai, semuanya masih bisa digunakan sampai dengan 2010 mendatang, akan tetapi

jika TPA tersebut mampu dikelola dengan baik.

Kinerja penanganan sampah di Propinsi DIY terutama di perkotaan, berdasarkan proyeksi

jumlah timbunan sampah pada tahun 2027 mencapai 17.725 m3/hari. Jika dilihat dari

ketersediaan TPA di Provinsi DIY yang hanya memiliki 3 unit dengan total kapasitas 3,1

juta m³, maka apabila menggunakan asumsi di atas kapasitas tampung TPA hanya mampu

dioperasikan sampai dengan tahun 2007 atau pertengahan 2008. Dengan demikian, perlu

dilakukan penambahan TPA baru yang berkapasitas lebih dari TPA lama. Hal ini dapat

disebabkan kurangnya pengelolaan sampah hanya dilakukan sebagai sesuatu yang

bersifat rutin, yaitu hanya dengan cara memindahkan, membuang, dan memusnahkan

sampah.

Berdasarkan hasil analisis di atas maka diperlukan adanya suatu upaya pengelolaan

sampah secara terpadu, seperti melakukan daur ulang untuk sampah inorganik. Regulasi

pengelolaan sampah secara terpusat mengarah pada sistem buang – angkut dan berakhir

di tempat pembuangan akhir (TPA) harus dirubah kearah meminimalisir buangan sampah.

Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan

sumbernya dengan membangun alternatif-alternatif yang bisa menangani semua

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 34

Page 35: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

permasalahan pembuangan sampah dengan cara mendaur-ulang semua limbah yang

dibuang kembali ke ekonomi masyarakat  atau ke alam.

2. Prasarana Air Limbah

Pengelolaan limbah domestik sistem non perpipaan perkotaan di Provinsi DIY, sebagian

besar kabupaten/kota di Provinsi DIY telah mempunyai instalasi pengolahan lumpur tinja

(IPLT). Kota besar seperti Kota Yogyakarta dan sebagian Kabupaten Sleman di Provinsi

DIY mempunyai sistem sewerage Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL) terpusat yang

dirancang untuk melayani kapasitas 110.000 penduduk dengan disain kapasitas 15.500

m3/hari. Dalam realitasnya kapasitas pengolahan saat ini diperkirakan mencapai 11.300

m3/hari atau hanya 73% dari kapasitas yang tersedia. Jumlah sambungan resmi pengguna

jaringan pipa air limbah saat ini baru mencapai ± 10 ribu orang, tentunya ini masih jauh dari

kapasitas olah dari fasilitas IPAL itu sendiri.

Untuk Pengolah Air Limbah Komunal sampai saat ini telah dibangun ± 50 instalasi

pengolah air limbah komunal yang dibangun diwilayah bantaran sungai yang membelah

perkotaan Yogyakarta (Winongo, Code dan Gadjah Wong) mengingat di daerah tersebut

belum terlayani dengan jaringan pipa air limbah yang terpusat karena perbedaan faktor

geografis. Pemerintah di wilayah Kartamantul (Yogyakarta, Sleman, Bantul) bersama

dengan Pemerintah Propinsi maupun NGO dalam perencanaan ke depan tengah berusaha

untuk memperbanyak membangun IPAL Komunal di wilayah bantaran sungai tersebut 

(FA).

Adapun jaringan perpipaan air limbah dlihat dari data DEMY (Decentralization

Environmental Management for Yogyakarta) sampai dengan tahun 2006 saat ini telah ada

pelayanan air limbah dengan sisem terpusat yang instalasinya berada di wilayah

Pendowohardjo, Sewon, Bantul yang melayani 4 % penduduk perkotaan, dan beberapa

instalasi air limbah komunal di Zone Sungai Winongo, Zone Sungai Code dan Zone Sungai

Gadjah Wong yang khusus melayani masyarakat yang tidak terjangkau jaringan air limbah

terpusat yang cakupan pelayanannya masih kurang dari 1 % penduduk perkotaan, dan

27% merupakan sanitasi individual. Dari data tersebut berarti masih terdapat 70%

penduduk perkotaan yang belum menggunakan sistem terpusat, sistem komunal ataupun

individual, sehingga mereka masih membuang langsung kelingkungan sekitar seperti

sungai, sawah, saluran air hujan, saluran irigasi dan lahan terbuka lainnya.

2.2.52.2.5 Struktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan PeninjauanStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan

Kembali Tahun 2002 -2007Kembali Tahun 2002 -2007

Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY telah dilakukan peninjauan kembali pada tahun

2002, peninjauan Kembali RTRW Provinsi DIY ditetapkan dengan Perda No. 10 Tahun

2005 Tentang Perubahan RTRW Provinsi DIY.

Hasil peninjauan kembali adalah bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DIY terdiri

dari struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana Struktur ruang meliputi RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-2029

2 - 35

Page 36: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

pengembangan sistem kota-kota, pengembangan infrastruktur wilayah, pengembangan

kawasan strategis dan kawasan pertahanan keamanan. Sedangkan rencana pola ruang

meliputi rencana pola ruang kawasan lindung, kawasan budidaya dan rencana daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup, serta kawasan rawan bencana.

Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah Provinsi DIY ke jaringan perkotaan poros

perekonomian dunia dalam rangka menyongsong era pasar bebas, maka diarahkan

pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain sebagai berikut :

1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN) / Kota Yogyakarta

PKN Kota Yogyakarta yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, perdagangan,

pariwisata, pendidikan dan pelayanan sosial merupakan pusat kegiatan nasional yang

sudah berkembang dan jenjang fungsinya ditetapkan sesuai dengan arahan RTRWN.

Sebagai ibukota Provinsi, telah menunjukkan perkembangan yang pesat dalam dekade

terakhir dan fisik perkotaannya telah melampaui batas-batas administratif kota

terutama pada arah utara (Kabupaten Sleman), hingga ke bagian selatan (Kabupaten

Bantul).

2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman , merupakan daerah yang berfungsi sebagai

pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pendidikan serta layanan

sosial yang sudah berkembang dan memiliki potensi perkembangan yang pesat di

masa depan.

Pada PKW Sleman memiliki bandara Adi Sucipto yang berfungsi pelayanan primer

yang dapat melayani untuk kepentingan layanan domestik dan internasional. Selain itu

juga terdapat Taman Nasional Gunungapi Merapi yang masih aktif dan beberapa

kawasan yang berfungsi sebagai cagar budaya (kawasan candi).

3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Bantul, merupakan daerah yang berfungsi sebagai

pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pelayanan sosial yang

memiliki potensi wilayah tumbuh cepat akibat desakan pertumbuhan dan

perkembangan wilayah Kota Yogyakarta ke wilayah sekitarnya.

4) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu meliputi Prambanan, Wates dan Wonosari,

merupakan daerah-daerah pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata,

pelayanan sosial.

Gambar 2.17 Peta RTRW Provinsi DIY 2002-2007 Rencana Pemanfaatan Ruang

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 36

Page 37: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 37

Page 38: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

A. Konsep Dasar RTRW 2002-2007

Untuk menangani masalah keruangan dalam pembangunan di Provinsi DIY untuk masa

2002 – 2007, bertumpu pada pendekatan perencanaan yang menyeluruh dan terpadu

(comprehensive & integrated development). Pendekatan ini memberikan perhatian pada

sektor dan kawasan yang mendukung sektor dan kawasan prioritas serta memberikan

perhatian pula pada sektor dan kawasan yang menerima dampak dari sektor dan kawasan

prioritas tersebut. Pendekatan ini masih layak untuk dimanfaatkan pada masa 2002 – 2007.

Model yang digunakan dalam tata ruang wilayah Provinsi DIY adalah “corridor

development” atau disebut dengan “pemusatan intensitas kegiatan manusia pada suatu

koridor tertentu” yang berfokus pada Kota Yogyakarta dan jalan koridor kanan – kirinya.

Dalam konteks ini, aspek pengendalian dan pengarahan pembangunan dilakukan lebih

menonjol dalam koridor prioritas, terhadap kegiatan investasi swasta, dibandingkan dengan

investasi pembangunan oleh pemerintah yang dengan sendirinya harus terkendali.

B. Sistem Kota-Kota

Sesuai dengan konsep corridor and point development, pusat kegiatan utama yang

merupakan inti dari corridor tersebut, adalah greater Yogya, yang mencakup Kota

Yogyakarta, Kecamatan sekitar Yogya, Kota Bantul dan Sleman. Pusat kegiatan ini sebagai

kota Hirarki I yang merupakan pusat pelayanan seluruh Wilayah Provinsi DIY, bahkan

menjangkau wilayah Jawa Tengah bagian Selatan. Sedang sebagai pusat kegiatan kedua,

di bagian barat adalah Kota Wates dan di bagian Timur adalah Kota Wonosari. Kota Wates

melayani kehidupan bagian Selatan zone B, sedangkan Kota Wonosari melayani

kehidupan zone C. Selain itu, Prambanan, Tempel, Kretek dan Piyungan perlu pula

dikembangkan sebagai pusat layanan ekonomi skala regional (di bawah Ibu Kota

Kabupaten). Untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai fungsi koridor perkotaan

Yogyakarta pada tahun 2002-2007 dapat dilihat pada Tabel II.5.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 38

Page 39: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Tabel II.5Arahan Pengembangan Fungsi Koridor – Perkotaan Yogyakarta

Menurut RTRW Provinsi DIY Tahun 2002 – 2007

No. Arahan Fungsi Dominan Arahan Fungsi Dominan Keterangan

1. Inti Perkotaan Yogyakarta Perdagangan Pariwisata Pendidikan Pemerintahan Industri ( Perumahan

Kota Yogyakarta dan Sekitarnya

2. Koridor Jl. Magelang Industri kecil dan sedang Jasa Komersial/perdagangan Pertanian

Jalur Sleman – Tempel

3. Zona Pinggir Utara Pendidikan Pariwisata Perumahan Pertanian

Depok dan Mlati

4. Zona Pinggir Barat – Selatan Pendidikan Perumahan Pertanian Industri kecil – sedang

Godean, Moyudan, Gamping, Sedayu

5. Koridor Jl. Solo Industri besar – sedang Pertanian

Jalur Sentolo, Wates, Temon

6. Zona Pinggir Barat - Selatan Industri kecil-sedang-besar Pertanian Perumahan Pariwisata Pendidikan

Kasihan, Panjangan, Bantul

7. Zona Pinggir Timur - Selatan Pariwisata Pendidikan Pertanian Perumahan Industri kecil

Sewon, bangun tapan, Berbah, Pleret, Imogiri

8. Koridor Jl. Solo Pariwisata Pendidikan Pertanian Perumahan Industri kecil Komersial

Jalur Kalasan Prambanan

9. Pusat Pelayanan Pakem Pertanian Pariwisata Pendidikan

Jalur Pakem – Ngaglik.Pelayanan Lokal

10. Pusat Pelayanan Wates Pemerintahan Sosial – ekonomi

Pelayanan Sub Regional

11. Pusat Pelayanan Galur - Srandakan

Pemerintahan Industri kecil

Pelayanan Lokal

12. Pusat Pelayaan Kretek Pariwisata Industri kecil

Pelayanan Internasional

13. Pusat Pelayanan Semin Pertanian Fasilitas sosial - ekonomi

Pelayanan Tol – perbatasan

14. Pusat Pelayanan Wonosari Pemerintahan Pelayanan sosial – ekonomi Pertanian

Kelompok Playen- Wonosari – Semanu.Pelayanan Sub Regional

Sumber : RTRW Provinsi DIY, Tahun 2002 – 2007.

Secara umum, arahan pengembangan dan pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan

koridor perkotaan ini adalah sebagai berikut :

1. Pengembangan kegiatan non pertanian di luar pusat-pusat pelayanan (pola

ekstensif) diarahkan ke lahan kurang subur (tegalan), terutama ke bagian barat dan

barat daya (Sedayu, Gamping, Pajangan, Kasihan).

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 39

Page 40: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

2. Pengembangan kegiatan non pertanian di lahan perkarangan/permukiman (pola

intensif).

3. Lahan-lahan pertanian produktif, diusahakan untuk tetap berfungsi sebagai budi

daya pertanian.

4. Perlu dikembangkan pola bercocok tanam baru, yang menghasilkan komoditi

dengan nilai tambah besar dan dapat segera dikuasai masyarakat petani.

Untuk mendukung aksesibilitas global wilayah Provinsi DIY ke jaringan perkotaan poros

perekonomian dunia dalam rangka menyongsong era pasar bebas, maka diarahkan

pengembangan pusat-pusat pelayanan antara lain sebagai berikut :

1) Pusat Kegiatan Nasional (PKN)/Kota Yogyakarta yang berfungsi sebagai pusat

pemerintahan, perdagangan, pariwisata, pendidikan dan pelayanan sosial merupakan

pusat kegiatan nasional yang sudah berkembang dan jenjang fungsinya ditetapkan

sesuai dengan arahan RTRWN. Sebagai ibukota Provinsi, telah menunjukkan

perkembangan yang pesat dalam dekade terakhir dan fisik perkotaannya telah

melampaui batas-batas administratif kota terutama pada arah utara (Kabupaten

Sleman), hingga ke bagian selatan (Kabupaten Bantul).

2) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Sleman, merupakan daerah yang berfungsi sebagai

pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pendidikan serta layanan sosial

yang sudah berkembang dan memiliki potensi perkembangan yang pesat di masa

depan. Pada PKW Sleman memiliki bandara Adi Sucipto yang berfungsi pelayanan

primer yang dapat melayani untuk kepentingan layanan domestik dan internasional.

Selain itu juga terdapat Taman Nasional Gunungapi Merapi yang masih aktif dan

beberapa kawasan yang berfungsi sebagai cagar budaya (kawasan candi).

3) Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Bantul, merupakan daerah yang berfungsi sebagai

pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata dan pelayanan sosial yang memiliki

potensi wilayah tumbuh cepat akibat desakan pertumbuhan dan perkembangan wilayah

Kota Yogyakarta ke wilayah sekitarnya.

4) Pusat Kegiatan Lokal (PKL) yaitu meliputi Prambanan, Wates dan Wonosari,

merupakan daerah-daerah pusat pemerintahan, jasa, perdagangan, pariwisata,

pelayanan sosial.

C. Infrastruktur Utama Wilayah

Sebagai aspek pembentuk ruang, kondisi pengembangan infrastruktur wilayah di Provinsi

DIY secara umum belum sejalan dan mendukung kebijaksanaan struktur wilayah.

Kenyataan yang terjadi pengembangan infrastruktur cenderung mengikuti pola permintaan

pasar (trend oriented).

Secara umum kelengkapan infrastruktur jalan yang berfungsi menghubungkan antar pusat-

pusat pertumbuhan wilayah dan menghubungkan pusat pertumbuhan dengan wilayah

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 40

Page 41: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

belakangnya sudah cukup merata. Pada bagian Barat vertikal yakni koridor Sedayu –

Klangen – Wates, merupakan jalan yang juga sering dilalui. Sedangkan jalan arah menuju

wilayah selatan horisontal menuju Bantul masih minim yakni melewati Jalan Arteri Selatan,

Utara dan Barat (Yogyakarta) yang merupakan jaringan primer kelas I. Pada bagian timur

horisontal dapat dikatakan cukup baik yang menyambungkan koridor Piyungan – Patuk –

Gading – Wonosari – Ngeposari – Dumet. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa

kondisi pergerakan melalui jalan memiliki ketimpangan yang masih cukup besar antara

wilayah barat-utara versus timur-selatan.

Sebagai pendukung aktivitas sosial ekonomi ada beberapa infrastruktur wilayah lain,

seperti : terminal, pasar induk, dan rumah sakit yang belum tersebar secara proporsional.

Jika dilihat dari kelengkapan infrastruktur yang sejenis dan setingkat (misalnya terminal A,

pasar induk, dll), hanya pusat-pusat pertumbuhan tertentu saja memiliki ketersediaan yang

cukup lengkap, namun pada pusat pertumbuhan lainnya masih belum lengkap. Kondisi ini

terlihat pada Kota Yogyakarta yang memiliki beberapa sarana pasar induk dan terminal A,

sedangkan kabupaten/kota lainnya masih memiliki sarana dan prasarana aktivitas ekonomi

yang terbatas, baik dalam mendukung transportasi darat dan transportasi laut.

Selain jalan raya, potensi transportasi KA juga mampu melayani pergerakan orang dan

barang di wilayah Provinsi DIY sehingga memegang peranan cukup penting. Jalan rel yang

ada di wilayah Provinsi DIY menghubungkan wilayah Kota Yogyakarta – Kabupaten

Kulonprogo dengan melintasi wilayah Prambanan – Wates – Temon. Hal ini tentunya

menyebabkan kegiatan transportasi kereta api mendominasi di bagian jalur tengah Provinsi

DIY.

D. Perlunya Kebutuhan Merevisi RTRW Provinsi DIY 1992-2007 Beserta Perubahannya.

Perkembangan struktur tata ruang Provinsi DIY yang terjadi sampai tahun 2007

mengindikasikan adanya pergeseran yang cukup signifikan. Kajian kinerja struktur ruang

Provinsi DIY eksisting dilakukan dengan pendekatan analisis terhadap aspek-aspek

pembentuk ruang, yaitu sistem kota-kota, infrastruktur dan aspek daya dukung lingkungan.

Beberapa hal yang menyebakan perlu dilakukan penyusunan kembali RTRW Provinsi DIY

karena :

1. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang isi dari RTRW 2007 dan kurangnya

ketersediaan dokumen.

2. Format yang belum sesuai dengan kebutuhan operasional.

3. Substansi yang belum mengakomodasi perubahan dan kebutuhan kabupaten/kota.

4. Belum ada kejelasan kewenangan pengaturan antara provinsi dan kabupaten/kota.

5. Belum ada kejelasan mekanisme koordinasi dan negosiasi.

6. Belum ada kejelasan dalam penegakan peraturan.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 41

Page 42: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Selain itu, ada beberapa permasalahan yang sedang dihadapi DIY yang belum tercantum

dalam RTRW 2007 :

1. Masalah kependudukan :

Proses Depopulasi di Pedesaan Terutama di Wilayah-Wilayah Tandus Dan Terisolir

Di Mana Kesempatan Ekonomi Lokal Sangat Terbatas.

Peningkatan Kepadatan Penduduk Pada Kluster Wilayah Sekitar Kota Yogyakarta

Dengan Beberapa Kecamatan di Sekelilingnya Yang Berada di Kabupaten Sleman

maupun Bantul.

Aglomerasi Dalam Jumlah Yang Cukup Besar Terbentuk Di Sekitar Kota

Yogyakarta Termasuk Beberapa Wilayah Kabupaten Sleman dan Bantul Yang

Berbatasan Dengan Kota Yogyakarta.

Perubahan Komposisi Yang Penting Terjadi Dari Segi Umur Penduduk DIY adalah

Terjadinya Penuaan Struktur Umur Penduduk

Semakin Tingginya Kesadaran Masyarakat Untuk Melaksanakan Partisipasi

Pembangunan Melalui Saluran-Saluran Lembaga Swadaya Masyarakat

2. Beberapa permasalahan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan struktur

pemanfaatan ruang :

Alih Fungsi Lahan Pertanian Subur di Kawasan Lahan Basah untuk Kepentingan

Non Pertanian

Pemanfaatan Lahan untuk Permukiman-Pertambangan di Kawasan Lindung

Munculnya Kawasan Baru untuk Industri Sementara Kawasan Industri Yang Ada

Belum Dimanfaatkan

Ditemukannya Potensi Ekosistem Langka dan Spesifik yang Perlu Dikelola dalam

Taraf Nasional seperti Cagar Alam Karst,

Taman Nasional Merapi, Gumuk Pasir Barchan.

Adanya Pengaruh Kegiatan Pembangunan yang Berdampak Pada Sulitnya

Pengendalian Konversi Lahan.

3. Permasalahan terkait dengan Sumberdaya Air :

Adanya Kawasan Yang Kekurangan Air seperti Wilayah Gunung Sewu dan

Perbukitan Lainnya.

Penurunan Mutu Kualitas Air Oleh Resapan

Peruntukan Sumberdaya Air Yang Belum Optimal dan Merata

Lemahnya Pengendalian Pengelolaan Sumberdaya Air termasuk Upaya Pelestarian

Sumber-sumber

4. Permasalahan Sumberdaya Mineral

Sebagian Besar Wilayah Resapan, Sungai, Gumuk Pasir, Cagar Alam Karst, dan

Kawasan Berlereng >45% Memiliki Potensi Bahan Galian Golongan C.

Penambangan Tak Berijin di Kawasan Lindung Perlu Ditertibkan

Studi UKL/UPL dan Amdal Sebagai Syarat Ijin Penambangan

Reklamasi Lingkungan Penambangan

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 42

Page 43: BAB II - Perpustakaan BAPPENASperpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital... · Web viewStruktur Tata Ruang Berdasarkan RTRW 1992-2007 dan Peninjauan Kembali Tahun 2002 -2007

Alih Fungsi Lahan Bekas Tambang Diharapkan Memulihkan Fungsi Ekonomi dan

Ekologi

5. Sumberdaya Hutan

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas 318,557 ha harus memiliki hutan

minimum seluas 95.567 ha.

Luas Hutan Yang ada Tidak Mencukupi, Harus Digantikan Oleh Penggunaan Lain.

(Kebun, Pekarangan, Tegal, dan Lahan terbuka)

Luas Lahan Kering di Prop.DIY Cukup Luas yaitu 215.361 ha Cukup Untuk

Menganti Fungsi Hutan.

Kab.Sleman Mempunyai Fungsi Ekologis Yang Cukup Penting Bagi Kota

Yogyakarta, Wilayah Kota Bantul, Sebagian Wilayah Kabupaten Kulon Progo dan

Sebagian Wilayah Kabupaten Gunung Kidul.

Fungsi Ekologis Tersebut Dapat Terwujud Apabila Kelestarian Sumberdaya Hutan

Lindung, Hutan Wisata dan Hutan Cagar Alam tetap ada dan kualitasnya Terjaga

Baik.

Karena Fungsi Sumberdaya Hutan di Kab. Sleman Sangat Penting, Perlu

Perubahan Status Ketiga Kawasan Hutan Tersebut Menjadi Satu Status Taman

nasional.

Tujuan Perubahan Status Tersebut Adalah Agar Semua Kepentingan Stake Holder

Dapat Diakomodasikan Ke Dalam Suatu Program Pengelolaan Sumber Daya Hutan

(One Island One Management)

Gunung Kidul mempunyai Ekosistem langka berupa Bukit Karst yang terus

dieksploitasi (Pertambangan) dalam skala besar tanpa memperhatikan gatra ramah

lingkungan Perlu Dikendalikan Untuk Menghindari Bencana dengan Penunjukan

Kawasan Konservasi Cagar Alam Karst.

Kulonprogo Yang Memiliki Kawasan Rawan Bencana Di Sekitar Puncak-puncak

Bukit Menoreh Perlu Dikembangkan dengan Hutan Rakyat sistem Agroforestry,

yaitu Kombinasi Status Hutan Lindung dengan Hutan Produksi

Bantul Bagian Tenggara yang Berbatasan Dengan Gunung Kidul Perlu

Dikembangkan dengan Status Hutan Rakyat dengan Tanaman Sejenis.

Selain itu Di Kabupaten Bantul Perlu Restorasi Hutan di Bantaran Pantai, Bantaran

Sungai, Sekitar Sumber Mata Air dan Lahan Rawan Bencana.

RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI DIY 2009-20292 - 43