Top Banner
BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARA PERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan 1. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Pola Kemitraan Kemitraan usaha merupakan salah satu upaya pemerintah untuk tercapainya pembangunan pertanian modern yang berorientasi agribisnis dalam bidang perkebunan khususnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya dengan melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil dalam berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, hal ini juga difaktori bahwa usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi khususnya. Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar. Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, mendefinisikan kemitraan adalah kerjasama usaha antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai 27 Universitas Sumatera Utara
33

BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

Mar 03, 2019

Download

Documents

vuongnguyet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

27

BAB II

PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA PERKEBUNAN ANTARAPERUSAHAAN PERKEBUNAN DENGAN MASYARAKAT

A. Tinjauan Umum Pola Kemitraan Perkebunan

1. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Pola Kemitraan

Kemitraan usaha merupakan salah satu upaya pemerintah untuk tercapainya

pembangunan pertanian modern yang berorientasi agribisnis dalam bidang

perkebunan khususnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, salah satunya dengan

melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil dalam

berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar pengusaha kecil

dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar, hal ini juga

difaktori bahwa usaha kecil merupakan bagian yang integral dari dunia usaha

nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting dan

strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi khususnya.

Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Kemitraan adalah kerja sama dalam keterkaitan

usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan,

mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha

Mikro, Kecil, dan Menengah dengan Usaha Besar.

Selanjutnya menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

1997 tentang Kemitraan, mendefinisikan kemitraan adalah kerjasama usaha antara

Usaha Kecil dengan Usaha Menengah dan atau dengan Usaha Besar disertai

27

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

28

pembinaan dan pengembangan oleh Usaha Menengah dan atau Usaha Besar dengan

memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 peran pemerintah

dalam mengatur pola kemitraan pengusaha besar, menengah dan kecil tertuang dalam

ketentuan umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 yang

menyebutkan tentang: 27

“Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan

usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh

usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Dari definisi kemitraan sebagaimana tersebut di atas, mengandung makna

bahwa tanggung jawab moral pengusaha menengah/besar untuk membimbing dan

membina pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan usahanya sehingga

mampu menjadi mitra yang handal untuk menarik keuntungan dan kesejahteraan

bersama. Selanjutnya dari definisi tersebut dapat diketahui unsur-unsur penting dari

kemitraan, yaitu:28

1. Kerjasama usaha, yang didasari oleh kesejajaran kedudukan atau mempunyai

derajat yang sama bagi kedua pihak yang bermitra, tidak ada pihak yang

dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama untuk meningkatkan

27 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, Pasal 1Ayat 8.28 Ian Linton, Kemitraan Meraih Keuntungan Bersama, (Jakarta : Hailarang, 1997), hlm. 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

29

keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan usaha tanpa saling

mengeksploitasi satu sama lain serta saling berkembangnya rasa saling

percaya diantara mereka.

2. Antara pengusaha besar atau menengah dengan pengusaha kecil, diharapkan

usaha besar atau menengah dapat bekerjasama saling menguntungkan dengan

pelaku ekonomi lain (usaha kecil) untuk mencapai kesejahteraan bersama.

3. Pembinaan dan pengembangan, yang dilakukan oleh usaha besar atau usaha

menengah terhadap usaha kecil, yang dapat berupa pembinaan mutu produksi,

peningkatan kemampuan SDM, pembinaan manajemen produksi, dan lain-

lain.

4. Prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan,

yang akan terjalin karena para mitra akan dan saling mengenal posisi

keunggulan dan kelemahan masing-masing yang akan berdampak pada

efisiensi dan turunya biaya produksi. Karena kemitraan didasarkan pada

prinsip win-win solution partnership, maka para mitra akan mempunyai posisi

tawar yang akan setara berdasarkan peran masing-masing. Ciri dari kemitraan

adalah kesejajaran kedudukan, tidak ada pihak yang dirugikan dan bertujuan

untuk meningkatkan keuntungan bersama melalui kerjasama tanpa saling

mengeksploitasi satu dan yang lain dan tumbuhnya rasa saling percaya

diantara mereka.

Selanjutnya Ian Linton mengartikan kemitraan sebagai sebuah cara melakukan

bisnis dimana pemasok dan pelanggan berniaga satu sama lain untuk mencapai tujuan

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

30

bisnis bersama.29 Berdasarkan motivasi ekonomi tersebut maka prinsip kemitraan

dapat didasarkan atas saling memperkuat.

Mengenai pengertian kemitraan secara umum kemitraan secara umum

perkebunan diartikan sebagai segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu

pada tanah atau media lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengelola dan

memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu

pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan

kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.30

Dalam pedoman pola hubungan kemitraan, mitra dapat bertindak sebagai

perusahaan inti atau perusahaan pembina atau perusahaan pengelola atau perusahaan

penghela, sedangkan plasma disini adalah masyarakat sebagai petani.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil memuat

pengertian tentang kemitraan yaitu:

“Kemitraan adalah kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau

dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha

menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling

memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan”.

Pengertian tentang kemitraan ini juga dituangkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan. Dari pengertian tentang kemitraan ini ada

beberapa unsur yang terkandung di dalamnya, yaitu:

29 Ibid30 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, Pasal 1

Ayat 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

31

1) Kemitraan merupakan kerjasama usaha.

2) Pihak-pihak adalah usaha skala kecil dengan usaha skala menengah dan usaha

skala besar.

3) Kemitraan tersebut harus disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh

usaha yang lebih besar.

4) Prinsip-prinsip yang digunakan dalam kemitraan adalah saling

menguntungkan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Konsep kemitraan tersebut secara lebih rinci diuraikan dalam Pasal 27

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995, disebutkan bahwa kemitraan dapat

dilaksanakan dengan beberapa bentuk antara lain: 31

1. Inti-plasma adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha

menengah atau usaha besar sebagai inti membina dan mengembangkan usaha

kecil yang menjadi plasma dalam penyediaan lahan, penyediaan sarana

produksi, pemberian bimbingan teknis manajemen usaha, produksi,

perolehan, penguasaan, dan peningkatan teknologi yang diperlukan bagi

peningkatan efisiensi dan produktifitas usaha. Program inti-plasma ini,

diperlukan keseriusan dan kesiapan, baik pihak usaha kecil sebagai pihak

yang mendapat bantuan untuk dapat mengembangkan usahanya, maupun

pihak usaha besar yang mempunyai tanggung jawab sosial untuk

mengembangkan usaha kecil sebagai mitra usaha dalam jangka panjang.

31 Op.cit, Pasal. 27.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

32

2. Sub kontraktor adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara

usaha besar dengan usaha kecil/menengah, di mana usaha besar sebagai

perusahaan induk (parent firm) meminta kepada usaha kecil/menengah

(selaku subkontraktor) untuk mengerjakan seluruh atau sebagian pekerjaan

(komponen) dengan tanggung jawab penuh pada perusahaan induk.

3. Dagang umum adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha

menengah atau usaha besar yang berlangsung dalam bentuk kerjasama

pemasaran, penyediaan lokasi usaha, atau penerimaan pasokan dari usaha

kecil mitra usahanya untuk memenuhi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha

besar dan atau usaha menengah yang bersangkutan.

4. Waralaba (franchise) adalah suatu sistem yang menggambarkan hubungan

antara usaha besar (franchisor) dengan usaha kecil (franchises), di mana

franchisee diberikan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan ciri khas

usaha, dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak

franchisor dalam rangka penyediaan atau penjualan barang dan atau jasa.

5. Keagenan merupakan hubungan kemitraan, dimana pihak principal

memproduksi/memiliki sesuatu, sedangkan pihak lain (agen) bertindak

sebagai pihak yang menjalankan bisnis tersebut dan menghubungkan produk

yang bersangkutan langsung dengan pihak ketiga.

6. Bentuk-bentuk lain diluar pola sebagaimana yang tertulis di atas, yang saat ini

sudah berkembang tetapi belum dibakukan atau pola-pola baru yang timbul

dimasa yang akan datang.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

33

Kemitraan sebagaimana tersebut di atas juga telah dimuat kembali dalam

Pasal 26 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah yang menyebutkan: 32

Kemitraan dilaksanakan dengan pola:

a. Inti-plasma;

b. Subkontrak;

c. Waralaba;

d. Perdagangan umum;

e. Distribusi dan keagenan; dan

f. Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti: bagi hasil, kerjasama operasional,

usaha patungan (joint venture), dan peyumberluaran (outsourching).

Dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

juga menerangkan mengenai kemitraan usaha perkebunan dengan polanya dapat

berupa kerja sama penyediaan sarana produksi, kerja sama produksi, pengeolaan dan

pemasaran, transportasi, kerja sama operasional, kepemilikan saham, dan jasa

pendukung lainnya.

Bentuk perjanjian kemitraan inti plasma ini adalah tertulis. Sesuai dengan

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman

Perizinan Usaha Perkebunan Pasal 23 Ayat (2) sebagai syarat formal yang

32 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil,dan Menengah, Pasal 26.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

34

mengesampingkan prinsip konsensualitas yang dianut dalam Pasal 1338 Buku ke III

KUH Perdata.

Pada dasarnya, kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang dilakukan

antara satu pihak/ lebih, dengan satu pihak/lebih lainnya dalam memenuhi kebutuhan

ataupu keperluan masing-masing pihak. Suatu pekerjaan yang dilakukan sendiri-

sendiri oleh masing-masing pihak akan sangat sulit diselesaikan jika ada beberapa

hambatan yang dihadapi. Kebutuhan saling berkerjasama dan saling melengkapi

sebagai makhluk sosial (zoon politikon) apabila dilakukan secara bersama-sama tentu

akan menghasilkan nilai maksimal. Begitu pula dalam kemitraan usaha perkebunan

antara perusahaan mitra dengan masyarakat sebagai kelompok mitra akan mempunyai

keuntungan tersendiri pada masing-masing pihak yang tentunya akan memperkuat

bidang usaha perkebunan dengan meingkatkan profit bagi perusahaan, serta akan

membentuk pondasi dasar ekonomi yang kuat bagi masyarakat dilain pihak.

2. Dasar Hukum Pola Kemitraan di bidang Perkebunan

Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar (UUD)

1945 melaksanakan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat

adil dan makmur yang merata. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut perlu

menyusun langkah-langkah strategis baik dalam bentuk mekanisme pembentukan

program yang akuntabel serta penyusunan perangkat regulasi yang dapat menampung

kebutuhan semua stakeholders.

Perangkat regulasi merupakan aspek terpenting sebagai dasar pelaksanaan

suatu tindakan pemerintah dalam menyusun program-program yang efektif dan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

35

efisien. Pembentukan regulasi di bidang perkebunan dalam hal kemitraan usaha

adalah salah satu upaya Pemerintah dalam menyusun langkah strategis guna

memberikan pedoman dalam pelaksanaan kemitraan dapat berjalan sesuai harapan.

Selain itu, juga sebagai perlindungan hukum secara preventif bagi para pihak yang

akan mengadakan kerja sama kemitraan.

Terbitnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil

merupakan awal mula munculnya program pemerintah terhadap kemitraan yang

bertujuan untuk membangkitkan usaha-usaha kecil yang dimiliki masyarakat. Pada

Tahun 2004, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004

tentang Perkebunan yang juga memberikan pengaturan terhadap kemitraan usaha

perkebunan. Selanjutnya sebagai aturan pelaksananya diatur dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 44 Tahun1997 tentang Kemitraan, yang kemudian secara lebih

rinci diatur dengan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97

tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dan Peraturan Menteri Pertanian

Nomor 26/Permentan/OT.210/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.

Selanjutnya sehubungan dengan perkembangan lingkungan perekonomian

yang semakin dinasmis dan global dibentuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008

tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai pengganti Undang-Undang

Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

3. Tujuan dan Manfaat Pola Kemitraan

Dalam landasan filosofis, kebijakan pemerintah di bidang kemitraan yang

terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

36

adalah untuk lebih mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri

dan andal sebagai usaha bersama sebagai asas kekeluargaan.

Pada tahun 1970-an peran pemerintah terhadap pengembangan perkebunan

rakyat semakin meningkat. Dalam kurun waktu tersebut program pemerintah

diarahkan pada usaha itensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi pertanian.

Pelaksanaan program pemerintah tersebut dilaksanakan dengan dua pendekatan yaitu

pendekatan partial dan integreted. Pendekatan partial adalah bantuan yang diberikan

pada perkebunan dalam bentuk penyediaan sebagian dari faktor produksi yang

umumnya bahan tanaman dan pembinaan. Sedangkan pendekatan integreted adalah

pemberian seluruh faktor produksi sampai tahap pemasarannya. Pelaksana dengan

pendekatan integreted adalah dalam bentuk pola UPP (Unit Pelaksana Proyek) dan

pola PIR (Perusahaan Inti Rakyat).33

Menurut Hafsah dalam Junaidi, pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan

adalah “win-win solution parnership”. Kesadaran saling menguntungkan tidak berarti

harus saling memiliki kemampuan dan kekuatan yang sama, tetapi yang dipentingkan

adalah posisi tawar menawar yang setara berdasarkan ketentuan masing-masing.

Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui kemitraan adalah: 34

1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan menengah

Untuk menunjang meningkatnya pendapatan masyarakat khusus bagi usaha

kecil dan menengah diperlukan upaya yang secara menyeluruh, optimal, dan

33 Mubyarto, Pengantar Ekonomi Pertanian, Edisi III (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.243.34 Junaidi, “Kajian Pelaksanaan Kemitraan antara Petani Paprika HIdroponik dengan PT

Saung Mirwan”, (Institut Pertanian Bogor, Bogor. 2000).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

37

berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian

kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-

luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran,

dan potensi usaha kecil dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi,

pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan, lapangan kerja, dan

pengentasan kemiskinan.

2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan

Dalam pra pelaksanaan kemitraan, pasti ada sesuatu nilai tambah yang ingin

diraih oleh masing-masing pihak yang bermitra. Harapan adanya peningkatan nilai

tambah ini selain diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan modal

dan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga ada nilai tambah yang non

ekonomi seperti peningkatan kemapuan manajemen, penguasaan teknologi dan

kepuasan tertentu. Hal ini merupakan konsekuensi logis dan alamiah dari adanya

kemitraan. Hal tersebut pula harus didasari sampai sejauh mana kemampuan untuk

memanfaatkan keinginan tersebut dan untuk memperkuat keunggulan-keunggulan

yang dimilikinya, sehingga dengan bermitra terjadi suatu sinergi antara para pelaku

yang bermitra sehingga nilai tambah yang diterima akan lebih besar.

3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil

Tujuan pokok setiap tahap pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf

hidup, mencerdaskan, mensejahterakan seluruh rakyat secara adil dan merata serta

meletakkan landasan yang kuat bagii pembangunan tahap berikutnya. Pembangunan

ekonomi merupakan suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

38

meningkat dalam jangka panjang. Pembangunan pedesaan merupakan bagian dari

pembangunan nasional guna mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, dengan

salah satu caranya adalah mengadakan kemitraan usaha yang dapat dilakukan oleh

masyarakat dengan pengusaha besar. Disamping itu strategi pembangunan selain

untuk meningkatkan pertumbuhan juga harus memperhatikan pemerataan hasil-hasil

pembangunan, yang didalamnya termasuk pembangunan dibidang pertanian dengan

sub sektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam pemberdayaan

ekonomi rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi angka

kemiskinan.

4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi pedesaan

Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dari tingkat pedesaan, salah satunya

dengan cara melakukan upaya kemitraan usaha antara usaha besar dengan usaha kecil

dalam berbagai pola hubungan. Pola hubungan kemitraan ini ditujukan agar

pengusaha kecil dapat lebih aktif berperan bersama-sama dengan pengusaha besar,

oleh karenanya bagaimanapun juga usaha kecil merupakan bagian yang integral dari

dunia usaha nasional dan mempunyai eksistensi, potensi, peranan yang sangat penting

dan strategis dalam mewujudkan pembangunan ekonomi pada khususnya.

5. Memperluas kesempatan kerja

Dalam rangka mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia, pemerintah

terus berusaha untuk membuka sebesar-besarnya lapangan kerja baru. Salah satu

usaha yang ditempuh untuk memperluas lapangan kerja adalah dengan memberikan

peluang bagi pengusaha besar dan pengusaha kecil untuk melakukan kerja sama

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

39

dengan bentuk kemitraan dengan prinsip saling memerlukan. Pengusaha besar yang

cenderung mempunyai permodalan dan ketersediaan sarana dan prasarana usaha yang

memadai membutuhkan tenaga sumber daya manusia untuk memproduksi usahanya.

Dengan adanya kerjasama yang demikian masyarakat yang pada dasarnya hanya

memiliki kemampuan dalam hal jasa tenaga kerja, setidaknya mampu ditampung oleh

pengusaha besar dimaksud.

Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Keputusan Menteri Pertanian Nomor

940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian dijelaskan

bahwa kemitraan usaha pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan,

kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumber daya kelompok mitra,

peningkatan skala usaha dalam rangka menumbuhkan dan meingkatkan kemampuan

usaha kelompok mitra yang mandiri.

Menurut Mubyarto kebijaksanaan pertanian adalah “serangkaian kegiatan

yang terus, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan

tertentu”. Adapun kebijaksanaan di Indonesia adalah untuk memajukan pertanian,

mengusahakan agar pertanian lebih produktif sehingga produksi dan efisiensi

produksi naik.35

Menurut Supeno, tujuan kemitraan dibedakan menurut pendekatan kultural

dan struktural. Berdasarkan pendekatan kultural, tujuan kemitraan adalah agar mitra

usaha dapat menerima dan mengadaptasi nilai-nilai baru dalam berusaha, seperti

perluasan wawasan, prakarsa dan kreatifitas berani mengambil resiko, etos kerja,

35 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

40

kemampuan aspek-aspek manajerial, berkerja atas dasar perencanaan, dan

berwawasan ke depan. Adapun tujuan kemitraan berdasarkan pendekatan struktural

adalah: 36

1. Saling mendukung, saling membutuhkan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan antara usaha kecil dan usaha besar melalui ikatan kerjasama

kedepan dan kebelakang.

2. Menciptakan nilai tambah efisiensi dan produktifitas usaha bagi kedua belah

pihak yang akan memperkuat ekonomi dan industri nasional sehingga menjadi

tulang punggung pembangunan dan tatanan dunia usaha.

3. Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan, manajemen, dan

teknologi sehingga menjadi bekal masyarakat untuk bisa turut berperan sebagai

pemain yang dominan di pasar global.

4. Mengatasi kesenjangan sosial yang selama ini merupakan masalah yang sulit.

B. Perjanjian Pola Kemitraan Usaha berdasarkan Keputusan MenteriPertanian Nomor 940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman KemitraanUsaha Pertanian.

1. Perjanjian pada Umumnya

Beberapa definisi perjanjian atau persetujuan itu sendiri menurut beberapa ahli

adalah:

Subekti, mengatakan: 37

36 Ubaidillah, “Dampak Pelaksanaan Kemitraan Pendapatan Petani Mitra”, FakultasPertanian, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2012.

37 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1984), hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

41

“Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal”.

Menurut Wirjono Prodjodikoro adalah: 38

“Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara

dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk

melakukan sesuatu hal atau tidak melakukan sesuatu hal, sedangkan pihak lain

berhak menuntut pelaksanaan perjanjian itu”.

Sedangkan Pasal 1313 KUH Perdata memberikan rumusan sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.

Rumusan perjanjian atau persetujuan yang dimaksud dalam ketentuan Pasal

1313 KUH Perdata tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan

(perjanjian yang merupakan salah satu sumber dari perikatan, disamping sumber

lainnya yaitu undang-undang). Dengan mengacu pada ketentuan Pasal 1313 KUH

Perdata tersebut di atas, maka dapat ditentukan dalam undang-undang, maka

perjanjian tersebut adalah mengikat kedua belah pihak seperti undang-undang, artinya

menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang membuatnya, karena pada

asasnya setiap perjanjian harus ditepati.

Di dalam hukum perjanjian terdapat beberapa asas yang harus ditaati bagi

mereka yang membuat perjanjian, yaitu:39

38 R. Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, (Bandung: Bale, 1980), hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

42

1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian (partij otonomi), yaitu sepakat

mereka mengikatkan diri.

2. Asas konsensualisme, yaitu setiap orang diberi kesempatan untuk menyatakan

keinginannya (will), yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian.

3. Asas kepercayaan (vertrouwensbeginsel), yaitu seseorang yang mengadakan

perjanjian dengan pihak lain, menumbuhkan kepercayaan diantara kedua

pihak itu bahwa satu sama lain akan memegang janjinya.

4. Asas kekuatan mengikat, yaitu terikatnya para pihak pada perjanjian tapi tidak

hanya terbatas pada apa yang diperjanjikannya, akan tetapi juga terhadap

kebiasaan, kepatutan dan moral.

5. Asas persamaan hukum, yaitu menempatkan para pihak di dalam persamaan

derajat, tidak ada perbedaan kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan, jabatan dan

lain-lain.

6. Asas keseimbangan, yaitu menghendaki kedua pihak memenuhi dan

melaksanakan perjanjian itu.

7. Asas kepastian hukum, yaitu perjanjian sebagai suatu figur hukum harus

mengandung kepastian hukum yang dilihat dari kekuatan mengikat perjanjian

itu yaitu sebagai Undang-Undang bagi para pihak.

39 Mariam D. Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung : Citra Aditya Bakti,2001), hlm. 82-89.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

43

8. Asas moral, yaitu seseorang yang melakukan suatu perbuatan dengan sukarela

(moral), yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk

meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya.

9. Asas kepatutan, yaitu melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan

juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat.

10. Asas kebiasaan, yaitu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara

tegas diatur, tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan yang lazim

diikuti.

Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata telah ditentukan untuk

sahnya suatu perjanjian diperlukan 4 (empat) persyaratan, yaitu:40

1. Sepakat mereka yang mengikat diri;

Pada dasarnya kata sepakat adalah pertemuan atau persertujuan kehendak

antara para pihak dalam perjanjian. Seseorang dikatakan memberikan persetujuannya

atau kesepakatannya apabila ia memang menghendaki apa yang ia sepakati. Sepakat

sebagai persyaratan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antara

pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (acceptetie).

Dan pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi

(acceptatie). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa penawaran dan akseptasi

merupakan unsur yang sangat penting untuk menentukan lahirnya perjanjian.

Disamping itu, kata sepakat dapat diungkapkan dalam berbagai cara, yaitu:

1. Secara lisan

40 Ibid, hlm. 79-82.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

44

2. Tertulis

3. Dengan tanda

4. Dengan symbol

5. Dengan diam-diam

Dengan demikian secara formal suatu pernyataan kesepakatan para pihak

dalam suatu perjanjian tertulis cukup dengan pembubuhan tanda tangan pada

perjanjian tersebut.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

Kecakapan para pihak dalam membuat perikatan pada dasarnya adalah

sebagaimana bunyi Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu sudah dewasa (jo. Pasal 330 KUH

Perdata, umur 21 tahun ke atas), dan sedang tidak berasa di bawah pengampunan (jo.

Pasal 433 KUH Perdata). Namun selain itu juga memerlukan ketentuan-ketentuan

tertentu yaitu mengenai orang yang berhak atau memiliki kapasitas untuk membuat

perjanjian. Misalnya suatu perseroan terbatas, maka pihak yang memiliki kapasitas

untuk membuat perjanjian adalah Direksi dari Perseroan Terbatas tersebut

sebagaimana diatur dalam Pasal 92 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas.

3. Suatu hal tertentu;

Suatu perjanjian harus memiliki suatu obyek tertentu. Pada Pasal 1332 KUH

Perdata menerangkan bahwa barang yang dapat dijadikan objek perjanjian saja yang

dapat diperdagangkan. Kemudian pada Pasal 1333 KUH Perdata, mempertegas apa

yang dimaksud dengan suatu hal tertentu, yakni barang yang sudah ditentukan

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

45

jenisnya, termasuk juga barang yang dapat ditentukan atau dihitung kemudian,

walaupun pada saat perjanjian belum ditentukan.

4. Sebab yang halal;

Dengan istilah secara sah pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa

pembuatan perjanjian harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Semua

persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah (Pasal 1320 KUH Perdata)

adalah mengikat sebagai undang-undang terhadap para pihak. Disini tersimpul

realisasi asas kepastian hukum. Pasal 1338 Ayat (1) KUH Perdata menunjukkan

kekuatan kedudukan kreditur dan sebagai konsekuansinya perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali secara sepihak. Namun kedudukan ini diimbangi dengan Pasal 1338

Ayat (3) KUH Perdata, dimana undang-undang memberikan perlindungan kepada

debitur, sehingga kedudukan antara kreditur dan debitur menjadi seimbang. Hal ini

merupakan realisasi dari asas keseimbangan.

Syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata mengenai hak dan

kewajiban bagi para pihak dan atau pihak ketiga, yang meliputi subyek dan obyek

perjanjian. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyeknya, sedangkan syarat yang

ketiga dan keempat menyangkut obyeknya. Suatu perjanjian yang mengandung cacat

pada subyeknya, maka perjanjian itu dapat dibatalkan, sedangkan suatu perjanjian

yang mengandung cacat pada obyeknya, maka perjanjian tersebut adalah batal demi

hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

46

Lebih jauh hubungan kemitraan antara perusahaan inti dan plasma dituangkan

dalam suatu perjanjian tertulis. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 29

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil yang menyebutkan: 41

“Hubungan kemitraan dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang

sekurang-kurangnya mengatur bentuk dan lingkup kegiatan usaha kemitraan,

hak dan kewajiban masing-masing pihak, bentuk pembinaan dan

pengembangan serta jangka waktu dan penyelesaian perselisihan”.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan, pada

Penjelasan Pasal 18 diuraikan lebih jauh mengenai perjanjian kemitraan tersebut.

Disebutkan bahwa perjanjian tersebut berbentuk tertulis, dalam bahasa Indonesia,

atau bahasa lain, dapat dibawah tangan atau dengan akta notaris, dan sekurang-

kurangnya memuat:

1. Nama

2. Tempat kedudukan masing-masing pihak

3. Bentuk dan lingkup usaha yang dimitrakan

4. Pola kemitraan yang digunakan

5. Hak dan kewajiban masing-masing pihak

6. Jangka waktu berlakunya kemitraan

7. Cara pembayaran

8. Bentuk pembinaan yang diberikan oleh usaha besar dan usaha menengah

9. Cara penyelesaian perselisihan

41 Op.cit, Pasal 29.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

47

Kemudian Pasal 19 disebutkan bahwa menteri atau menteri teknis

memberikan bimbingan atau bantuan lain yang diperlukan usaha kecil bagi

terselenggaranya kemitraan. Dalam penjelasan Pasal 19 disebutkan bahwa bimbingan

dan bantuan tersebut meliputi antara lain penyusunan perjanjian dan persyaratannya,

tetapi dalam kenyataannya tidak ada bimbingan dalam penyusunan perjanjian dan

persyaratannya.

Pola kemitraan antara perusahaan inti dan plasma biasanya diikat dalam suatu

perjanjian standar yang dibuat dan dipersiapkan terlebih dulu oleh perusahaan inti.

Sedangkan secara prinsip suatu perjanjian terjadi berdasarkan asas kebebasan

berkontrak, tetapi dalam perkembangan selanjutnya ternyata dapat mendatangkan

ketidakadilan. Karena prinsip kebebasan berkontrak ini hanya dapat mencapai

tujuannya, yaitu mendatangkan kesejahteraan seoptimal mungkin apabila para pihak

memiliki posisi tawar yang seimbang. Prinsip kebebasan berkontrak sendiri

diwujudkan dalam 5 (lima) bentuk prinsip hukum, yaitu: 42

1. Kebebasan menentukan isi kontrak

2. Kebebasan menentukan bentuk kontrak

3. Kontrak mengikat sebagai undang-undang

4. Aturan memaksa (mandatory rules) sebagai perkecualian, dan

5. Sifat internasional dan tujuan prinsip-prinsip UNIDROIT yang harus

diperhatikan dalam penafsiran kontrak.

42 Mariam D. Barulzaman. Op. cit. hlm 160-164.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

48

Selanjutnya apakah pemberlakuan perjanjian standar tidak merupakan

pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak, untuk hal tersebut harus merujuk

kepada doktrin dan yurisprudensi yang menjabarkan kebebasan para pihak untuk

memilih hukum mana yang berlaku, tidak berarti bahwa pilihan boleh dilakukan

secara sewenang-wenang karena terdapat berbagai pembatasan, yaitu: 43

1. Sepanjang tidak melanggar kepentingan umum;

2. Tidak boleh menjadi suatu penyelundupan hukum; dan

3. Hanya boleh dilangsungkan berkenaan dengan bidang hukum perjanjian.

Asas kebebasaan berkontrak atau dikenal dengan istilah freedom of contract,

liberty of contract atau party autonomy adalah merupakan salah satu asas terpenting

di dalam hukum perjanjian. Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas,

pancaran hak asasi manusia. Sedangkan ruang lingkup dari asas kebebasan

berkontrak adalah meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi

perjanjian yang ingin mereka buat serta adanya anggapan umum bahwa menurut

hukum seseorang adalah tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian yang

mengandung pengertian bahwa asas kebebasan berkontrak adalah memberikan

kebebasan bagai para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin membuat

perjanjian.

Ide dasar yang melandasi asas kebebasan berkontrak adalah bahwa setiap

individu dapat membuat perjanjian dalam arti seluas-luasnya, tanpa campur tangan

43 BM Kunjtoro Jakti, Pengaturan Perdagangan International Pengalaman Indonesia DalamPraktek, dalam Jual Beli Barang secara International, (Jakarta: Elips), hlm. 99.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

49

dari pihak luar. Dengan demikian Hukum ataupun Negara tidak dapat campur tangan

terhadap perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Tetapi dalam perkembangannya,

kebebasan seperti tersebut di atas akhirnya bukan tanpa batas. Pengadilan juga

kemudian berpendapat bahwa asas kebebasan berkontrak memang tidak dapat

dibiarkan bekerja tanpa pembatasan.

Pengaturan isi perjanjian tidak semata-mata dibiarkan kepada para pihak yang

akan melakukan perjanjian, akan tetapi perlu diawasi pemerintah sebagai pengemban

kepentingan umum yang menjaga keseimbangan kepentingan individu dan

kepentingan masyarakat. Melalui penerobosan Hukum Perjanjian ke bidang Hukum

Publik, dengan campur tangan pemerintah ini terjadi pemasyarakatan Hukum

Perjanjian.

Di Indonesia asas kebebasan berkontrak dapat ditemukan dalam KUH Perdata

pada Pasal 1338 Ayat (1), yang menyebutkan bahwa:

“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang

bagi mereka yang membuatnya.”

Sedangkan asas kebebasan berkontrak diartikan, “Suatu asas, bahwa setiap

orang yang hidup dalam masyarakat boleh membuat perjanjian yang dianggap perlu

olehnya.”

Ruang lingkup asas kebebasan berkontrak, menurut hukum perjanjian

Indonesia adalah sebagai berikut:44

44 Subekti dan R. Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PradnyaParamita, 1961, hlm. 47.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

50

1. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian (termasuk membuat

perjanjian dengan klausul-klausul yang direvisi dalam suatu perjanjian

standar).

2. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.

3. Kebebasan untuk menentukan atau memilih causa dari perjanjian yang akan

dibuatnya sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kepatutan,

kesusilaan dan kepentingan umum.

4. Kebebasan untuk menentukan objek perjanjian sepanjang tidak bertentangan

dengan undang-undang, kepatutan, kesusilaan dan kepentingan umum.

5. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian dengan memperhatikan

formalitas yang ditentukan dalam undang-undang.

6. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang

yang bersifat opsional dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang

dikeluarkan oleh pemerintah guna melindungi pihak yang posisinya lebih

lemah dalam rangka mencapai negara kesejahteraan.

Sedangkan pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak dalam

KUHPerdata dijumpai dalam hal terpenuhinya tiga alasan yang dapat menyebabkan

suatu perjanjian tidak lagi mengikat pihak-pihak yang membuatnya, yaitu:

1. dikarenakan perjanjian yang disepakati dengan adanya paksaan (dwang)

2. kekhilafan (dwaling)

3. dan penipuan (bedrog)

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

51

Ketentuan tersebut pada hakikatnya dimaksudkan oleh undang-undang

sebagai pembatasan berlakunya asas kebebasan berkontrak. Di dalam hukum

perjanjian tersebut, asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang mampu

memelihara keseimbangan ini tetap perlu dipertahankan, yaitu “pengembangan

kepribadian” untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagian hidup lahir dan batin

yang serasi, selaras dan seimbang dengan kepentingan masyarakat. Di dalam

perkembangannya, asas kebebasan berkontrak ini semakin sempit jika dilihat dari

beberapa segi, yaitu: 45

a. dari segi kepentingan umum

b. dari segi perjanjian baku (standard)

c. dari segi perjanjian dengan pemerintah.

2. Latar Belakang Keputusan Menteri Pertanian Nomor 940/KPTS/OT.210/10/97

tentang Pedoman Kemitraan Usaha Perkebunan

Indonesia sebagai negara agraris memiliki arti penting dalam bidang

perkebunan untuk pembangunan nasional. Selain mampu menciptakan lapangan kerja

yang mempunyai arah pada kesejahteraan rakyat, juga sebagai sumber perolehan

devisa negara. Kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang perkebunan sangatlah

diperlukan dalam menata lahan-lahan perkebunan agar dapat menjadi peluang

meningkatkan kesejahteraan rakyat.

45 Mariam D. Barulzaman. Op.cit. hlm. 87

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

52

Kemitraan adalah solusi terbaik untuk membangun harmonisasi hubungan

yang saling menguntungkan, khususnya antara perusahaan yanng bergerak di bidang

perkebunan dengan masyarakat disekitarnya. Untuk itu dibutuhkan campur tangan

pemerintah dalam upaya peningkatan produktifitas kelapa sawit dan penggunaan

teknologi yang tepat melalui pola kemitraan antara, masyarakat pemerintah dan

investor.

Sesuai dengan Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1986 tentang Pengembangan

Perkebunan dengan Pola Perusahaan Inti Rakyat yang dikaitkan dengan program

transmigrasi dimana dinyatakan luas lahan yang disediakan untuk masing-masing

peserta adalah :

1. Lahan kebun plasma adalah 2 Ha; dan

2. Lahan Perkarangan, termasuk tapak perumahan adalah 0,5 Ha.

Selanjutnya, pada tahun 1998 Instruksi Presiden dimaksud tidak diberlakukan

lagi dan diganti dengan pola KKPA yang didasarkan atas Keputusan Bersama

Menteri Pertanian, Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil Nomor

73/kpts/KB.510/2/1998 dan Nomor 01/SKB/M/11/98. Seiring perkembangan dunia

investasi di bidang perkebunan, diterbitkanlah Peraturan Menteri Pertanian Nomor

33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Program Revitalisasi Perkebunan.

Pada tahun 1997, sebagai aturan pelaksana Peraturan Pemerintah Tahun 1997

tentang Kemitraan, terbit Keputusan Menteri Pertanian Nomor

940/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian. Dalam

substansi Keputusan tersebut dalam Pasal 2 Ayat (1) huruf a, menerangkan bahwa

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

53

pola inti-plasma merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, yang didalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan

kelompok mitra sebagai plasma.

3. Hubungan Hukum antara Perusahaan Inti dengan Masyarakat sebagai Petani

Plasma Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan tentang Kemitraan

Dalam hubungan pola kemitraan, pola yang paling sederhana adalah

pengembangan bisnis biasa ditingkatkan menjadi hubungan bisnis dengan adanya

ikatan tanggung jawab masing-masing pihak yang bermitra dalam mewujudkan

kemitraan usaha yang membutuhkan, saling menguntungkan dan saling memperkuat.

Hubungan kemitraan yang dilaksanakan antara perusahaan inti dan petani adalah

dengan pola inti plasma.

Pola inti plasma ini di dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 9 Tahun

1995 tentang Usaha Kecil disebutkan sebagai berikut:

“Inti plasma merupakan hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usahamenengah atau usaha besar yang di dalamnya usaha menengah atau usahabesar bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma, perusahaan intimelaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi, bimbinganteknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi”.

Secara garis besarnya, perusahaan besar mempunyai tanggung jawab terhadap

pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan dan pembinaan mulai dari

sarana produksi, bimbingan teknis sampai dengan pemasaran hasil produksi. Dalam

hubungan kemitraan antara perusahaan inti dengan Petani plasma ini, perusahaan inti

menyediakan bibit, penanaman, pemeliharaan hingga berlangsungnya kegiatan

pemasaran . Sedangkan pihak petani plasma menyediakan lahan (areal), pelaksanaan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

54

pemeliharaan secara intensif harus diupayakan mendapat pengawasan dan pembinaan

teknis dari perusahaan inti. Perusahaan inti akan menjamin pemasaran dengan

mengambil hasil panen dengan harga dasar yang berpedoman pada satuan harga yang

telah ditentukan dalam perjanjian.

Berdasarkan kondisi yang ada maka dapat dilihat bahwa sebenarnya pola inti

plasma merupakan suatu hubungan kerja sama timbal balik yang saling

menguntungkan. Beberapa keunggulan dari pelaksanaan pola inti plasma adalah

sebagai berikut:46

1. Memberikan keuntungan timbal balik antara perusahaan inti dengan plasma

melalui pembinaan dan penyediaan sarana produksi, pengolahan serta pemasaran

hasil, sehingga tumbuh ketergantungan yang saling menguntungkan.

2. Meningkatkan keberdayaan plasma dalam hal kelembagaan, modal sehingga

pasokan bahan baku kepada perusahaan inti lebih terjamin dalam jumlah dan

kualitas.

3. Usaha skala kecil/gurem yang dibimbing inti mampu memenuhi skala ekonomi,

sehingga usaha kecil ini mampu mencapai efisiensi.

4. Perusahaan inti dapat mengembangkan komoditas, barang produksi yang

mempunyai keunggulan dan mampu bersaing dipasaran.

5. Keberhasilan pola inti-plasma dapat menjadi daya tarik bagi investor lainnya

sehingga dapat menumbuhkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi yang baru yang

46 Lala M. Kolopaking, “Kemitraan dalam Pengembangan Usaha Ekonomi SkalaKecil/Gurem”, (Makalah Lokakarya Nasional Pengembangan Ekonomi Daerah Melalui SinergitasPengembangan Kawasan, Jakarta, 2002).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

55

pada gilirannya membantu pemerataan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat.

Dalam pelaksanaan pola inti plasma tersebut ada beberapa catatan yang perlu

dicermati agar pelaksanaannya dapat berjalan saling menguntungkan baik itu di pihak

inti maupun di pihak plasma, yaitu:47

1. Persiapan dan tahapan awal merupakan proses yang menyita waktu, perhatian,

memerlukan kesabaran dan upaya yang terus menerus, sebelum menjadi pola

yang berhasil dan saling menguntungkan

2. Pola inti plasma ini akan berhasil baik, bila jenis usaha inti sama atau terkait

dengan apa yang dihasilkan plasma

3. Kemitraan akan berhasil baik bila dilaksanakan pada skala ekonomi layak

4. Kemitraan harus didasarkan pada perjanjian kerja yang merinci secara jelas

atas hak-hak dan kewajiban pihak-pihak yang bermitra.

C. Perjanjian Pola Kemitraan berdasarkan Peraturan Menteri PertanianNomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan UsahaPertanian

1. Prinsip-prinsip Kemitraan Usaha dalam Perjanjian Pola Kemitraan

Kemitraan usaha antara beberapa pelaku ekonomi diupayakan dapat

menciptakan sistem ekonomi yang efektif dan efisien. Namun pada kenyataannya,

hubungan kemitraan yang sering terjadi belum sepenuhnya seseuai dengan konsep-

konsep kemitraan, yaitu saling menguntungkan kedua belah pihak. pada umumnya

47 Ibid, hal. 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

56

kemitraan hanya menguntungkan pihak perusahaan yang cenderung memiliki posisi

yang kuat dalam hal permodalan, teknologi, dan manajemen yang baik dibanding

petani.

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang

Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan memberikan pengertian tentang kemitraan

perkebunan, tujuan kemitraan serta asas-asas yang mendasari kemitraan perkebunan.

Kemitraan perkebunan adalah hubungan kerja yang saling menguntungkan,

menghargai, bertanggung jawab, memperkuat dan saling ketergantungan antara

perusahaan perkebunan dengan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitar

perkebunan.48

Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang Kemitraan,

prinsip-prinsip dasar kemitraan yang terkadung didalamnya adalah sebagai berikut :

a. Prinsip saling memerlukan

Menurut John L. Mariotti, kemitraan merupakan suatu rangkai proses

yang dimulai dengan mengenal calon mitranya, mengetahui posisi unggulan

dan kelemahan usahanya. Pemahaman akan keunggulan yang ada akan

menghasilkan energi yang akan berdampak pada efisiensi, turunnya biaya

produksi dan sebagainya. Penerapannya dalam kemitraan, perusahaan besar

dapat menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan

menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan kecil. Sebaliknya,

48 Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang PedomanPerizinan Usaha Perkebunan, Pasal 1 Ayat 16.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

57

perusahaan yang lebih kecil yang umumnya relatif lemah dalam hal

kemampuan teknologi, permodalan dan sarana produksi melalui teknologi dan

sarana produksi yang dimiliki oleh perusahaan besar. 49 Dengan demikian

dalam mengisi kebutuhan dimaksud perlu adanya prinsip saling memerlukan

antara satu/lebih pihak dengan satu/lebih pihak lainnya.

b. Prinsip saling memperkuat

Dalam melaksanakan kemitraan usaha, para pihak yang bekerjasama

tentunya mempunyai suatu tujuan untuk meningkatkan nilai tambah baik

dalam bentuk nilai ekonomi maupun dalam bentuk peningkatan produktifitas

perusahaan. Adanya keinginan tersebut merupakan hal yang logis dari

kemitraan. Keinginan untuk memperkuat beberapa keunggulan yang

dimilikinya pasti akan terukur dengan kemampuan dan kekuatannya dan sulit

untuk dapat dipenuhi dengan maksimal.

Timbulnya motivasi ekonomi tersebut, perlu dibarengi dengan adanya

prinsip saling memperkuat satu dengan lainnya. Kesadaran kekurangan pada

bidang manjemen dan permodalan pada salah satu pihak yang akan bermitra

diperlukan bantuan dari pihak lain dalam melengkapinya yang dilaksanakan

dengan hubungan timbal balik. oleh karana itu, maka para pihak yang

bermitra akan saling mengisi dan saling melengkapi kekurangan yang ada.

c. Prinsip saling menguntungkan

49 John L. Marioti dalam Muhammaad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha, (Jakarta: PustakaSinar Harapan), hlm. 51

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

58

Pada kemitraan usaha, tidak mesti para pihak yang bermitra harus

mempunyai kekuatan yang sama, namun esensinya adalah pada posisi tawar

yang setara berdasarkan peran masing-masing. Berpedoman pada kesejajaran

kedudukan dalam kemitra, maka para pihak yang bermitra tidak akan ada

yang merasa dirugikan dan tereksploitasi, justru akan timbulnya rasa saling

percaya yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan bagi masing-

masing pihak yang diperoleh melalui pengembangan usaha yang dilakukan.

2. Kemitraan Usaha sebagai Persyaratan Pemberian Izin Usaha Perkebunan

Dalam Pasal 15 huruf m, salah satu persyaratan perizinan usaha perkebunan

adalah membuat pernyataan kesediaan melakukan kemitraan. Beberapa

persyaratan teknik lain yang harus dipenuhi oleh perusahaan perkebunan yang

dimuat dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007

tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan yaitu, mengenai perizinan yang

harus dimiliki oleh perusahaan perkebunan baik sebagai usaha perkebunan,

budidaya tanaman, dan pengolahan hasil produksi. Izin usaha perkebunan ini

wajib dimiliki oleh perusahaan perkebunan. Sebagai syarat administratif yang

harus dimiliki dan diperoleh dari pemerintah untuk dapat melakukan kegiatan

perkebunan.

Dalam pelaksanaan kemitraan usaha perkebunan di Kabupaten Aceh Jaya,

Pemerintah Daerah belum membentuk suatu aturan yang secara khusus mengatur

tentang kemitraan usaha baik di bidang perkebunan maupun dibidang lainnya.

Selama ini, dalam pelaksanaan kemitraan usaha perkebunan pihak Pemerintah

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB II PENGATURAN POLA KEMITRAAN USAHA …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/44006/3/Chapter II.pdf · luasnya melalui kemitraan usaha, sehingga mampu meningkatkan kedudukan,

59

Daerah hanya merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004

tentang Perkebunan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang

Kemitraan dan Peraturan/Keputusan Menteri Pertanian.

Demikian pula terkait mengenai pemberian izin perkebunan di Kabupaten

Aceh Jaya, pihak Pemerintah Daerah juga belum mempunyai regulasi yang

secara detail mengatur mengenai kewajiban untuk melakukan kemitraan usaha

perkebunan sebelum dikeluarkannya izin usaha perkebunan.

Universitas Sumatera Utara