5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita a. Definisi American Association on Intellectual and Develpmental Disabilities (AAIDD) merumusakan nama baru untuk retardasi mental yaitu intellectual disability (ID) atau disabilitas intelektual (DI) pada tahun 2002 (AAIDD, 2002). Meskipun demikian DSM-IV-TR dan referensi lain masih menggunakan istilah retardasi mental. DI disebut juga tunagrahita di Indonesia. Tunagrahita adalah kecerdasan di bawah rata- rata dan memiliki kelemahan fungsi adaptif sejak masa anak atau sejak lahir. Tiga kriteria utama tunagrahita yaitu (1) IQ yang di bawah rata-rata secara signifikan; (2) defisit dalam perilaku adaptif; (3) onset sebelum usia 18 tahun (APA, 2000). b. Klasifikasi DSM IV-TR mengkategorikan retardasi mental menjadi 5 kelompok berdasarkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu mild mental retardation (retardasi mental ringan) dengan IQ 50-55 atau mencapai 70, moderate mental retardation (retardasi mental sedang) dengan IQ 35-40 sampai 50-55, severe mental retardation (retardasi mental berat) dengan IQ 20- 25 sampai 35-40, profound mental retardation (retardasi mental sangat
29
Embed
BAB II LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka 1. Tunagrahita · Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tunagrahita
a. Definisi
American Association on Intellectual and Develpmental Disabilities
(AAIDD) merumusakan nama baru untuk retardasi mental yaitu
intellectual disability (ID) atau disabilitas intelektual (DI) pada tahun
2002 (AAIDD, 2002). Meskipun demikian DSM-IV-TR dan referensi
lain masih menggunakan istilah retardasi mental. DI disebut juga
tunagrahita di Indonesia. Tunagrahita adalah kecerdasan di bawah rata-
rata dan memiliki kelemahan fungsi adaptif sejak masa anak atau sejak
lahir. Tiga kriteria utama tunagrahita yaitu (1) IQ yang di bawah rata-rata
secara signifikan; (2) defisit dalam perilaku adaptif; (3) onset sebelum
usia 18 tahun (APA, 2000).
b. Klasifikasi
DSM IV-TR mengkategorikan retardasi mental menjadi 5 kelompok
berdasarkan IQ (Intelligence Quotient) yaitu mild mental retardation
(retardasi mental ringan) dengan IQ 50-55 atau mencapai 70, moderate
mental retardation (retardasi mental sedang) dengan IQ 35-40 sampai
50-55, severe mental retardation (retardasi mental berat) dengan IQ 20-
25 sampai 35-40, profound mental retardation (retardasi mental sangat
6
berat) dengan IQ dibawah 20 atau 25, dan Mental retardation with
severity unspecified (retardasi mental yang tidak tergolongkan) (APA,
2000).
Pembagian lain oleh Maramis (2005) yang didasarkan atas tingkat
intelegensi yang dihubungkan dengan patokan sosial dan pendidikan
sebagai berikut:
1) Tunagrahita Taraf Perbatasan
Karakteristik tunagrahita taraf perbatasan adalah :
a) Intelligence Quotient : 68 - 85 (keadaan bodoh/bebal)
b) Patokan sosial : Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah
c) Patokan pendidikan : Beberapa kali tak naik kelas di SD
2) Tunagrahita Ringan
Karakteristik tunagrahita ringan adalah:
a) Intelligence Quotient : 52 – 67 (debil/moron/keadaan tolol)
b) Patokan sosial : Dapat mencari nafnah sendiri dengan
mengerjakan sesuatu yang sederhana dan mekanistis.
c) Patokan pendidikan : Dapat dididik dan dilatih tetapi pada
sekolah khusus (SLB)
3) Tunagrahita Sedang
Karakteristik tunagrahita sedang adalah:
a) Intelligence Quotient : 36 – 51 (taraf embisil/keadaan
dungu)
7
b) Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri. Dapat
melakukan perbuatan untuk keperluan dirinya (mandi,
berpakaian, makan, dan sebagainya).
c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, hanya dapat
dilatih.
4) Tunagrahita Berat
Karakteristik tunagrahita berat adalah:
a) Intelligence Quotient : 20 – 35
b) Patokan sosial : Tidak dapat mencari nafkah sendiri.
Kurang mampu melakukan perbuatan untuk keperluan
dirinya. Dapat mengenal bahaya.
c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik, dapat dilatih
untuk hal-hal yang sangat sederhana.
5) Tunagrahita Sangat Berat
Karakteristik tunagrahita sangat berat adalah:
a) Intelligence Quotient : Kurang dari 20 (idiot/keadaan
pander)
b) Patokan sosial : Tidak dapat mengurus diri sendiri dan tidak
dapat mengenal bahaya. Selama hidup tergantung dari
pihak lain.
c) Patokan pendidikan : Tidak dapat dididik dan dilatih.
Klasifikasi tunagrahita dalam pendidikan merupakan tunagrahita
ringan sampai sedang. Yaitu tunagrahita ringan di kelompok kelas C dan
8
tunagrahita sedang di kelompok kelas C1. Tunagrahita berat biasanya
tidak masuk dalam jenjang pendidikan karena keterbatasannya yang sulit
dilatih di sekolah luar biasa.
c. Faktor-Faktor Penyebab Tunagrahita
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa Ke-3
(Maramis, 2005) faktor-faktor penyebab tunagrahita adalah sebagai
berikut:
1) Infeksi dan intoksinasi
Infeksi yang terjadi pada masa prenatal dapat berakibat buruk pada
perkembangan janin, salah satunya yaitu rusaknya jaringan otak.
Begitu juga dengan terjadinya intoksinasi, jaringan otak juga dapat
rusak yang pada akhirnya menimbulkan tunagrahita. Infeksi dapat
terjadi karena masuknya bakteri ataupun virus ke dalam tubuh ibu
yang sedang mengandung. Intoksinasi dapat terjadi jika ibu
mengkonsumsi obat maupun makanan yang mengandung racun.
2) Terjadinya rudapaksa atau sebab fisik lain
Rudapaksa sebelum lahir serta trauma lainnya, seperti hiperradiasi,
alat kontrasepsi, dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan
kelainan tunagrahita. Kepala bayi dapat mengalami tekanan saat
pross kelahiran sehingga timbul pendarahan di dalam otak. Mungkin
juga karena terjadi kekurangan oksigen yang kemudian
menyebabkan terjadinya degenerasi sel-sel korteks otak yang kelak
mengakibatkan tunagrahita.
9
3) Gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Gangguan gizi yang berat dan berlangsung lama sebelum anak
berusia 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat
mengakibatkan tunagrahita. Keadaan seperti itu dapat diperbaiki
dengan memberikan gizi yang mencukupi sebelum anak berusia 6
tahun, sesudah itu biarpun anak tersebut dibanjiri dengan makanan
yang bergizi, inteligensi yang rendah tersebut sangat sukar untuk
ditingkatkan.
4) Penyakit otak yang nyata
Dalam kelompok ini termasuk tunagrahita akibat beberapa reaksi
sel-sel otak yang nyata, yang dapat bersifat degeneratif, ataupun
radang. Penyakit otak yang terjadi sejak lahir atau bayi dapat
menyebabkan penderita mengalamai keterbelakangan mental.
5) Penyakit atau pengaruh prenatal
Keadaan ini dapat diketahui sudah ada sejak dalam kandungan,
tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer
dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya.
6) Kelainan kromosom
Kelainan kromosom mungkin terjadi pada aspek jumlah maupun
bentuknya. Kelainan pada jumlah kromosom menyebabkan sindrom
down yang dulu sering disebut mongoloid.
10
7) Prematuritas
Tunagrahita yang termasuk ini termasuk tunagrahita yang
berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat
badannya kurang dari 2500 gram atau dengan masa kehamilan
kurang dari 38 minggu.
8) Akibat gangguan jiwa yang berat
Tunagrahita juga dapat terjadi karena adanya gangguan jiwa yang
berat pada masa kanak-kanak.
9) Deprivasi psikososial
Deprivasi artinya tidak terpenuhinya kebutuhan. Tidak terpenuhinya
kebutuhan psikososial awal-awal perkembangan ternyata juga dapat
menyebabkan terjadinya tunagrahita pada anak.
d. Karakteristik Anak Tunagrahita
a. Karakteristik Umum
Karakteristik anak tunagrahita yaitu: penampilan fisik tidak
seimbang; tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai dengan usianya;
perkembangan bicara dan penguasaan bahasanya terhambat; kurang
perhatian pada lingkungan; koordinasi gerakannya kurang dan sering
mengeluarkan ludah tanpa sadar. James D Page yang dikutip oleh
Suhaeri H.N (Amin, 1995) menguraikan karakteristik anak tunagrahita
sebagai berikut:
11
a) Kecerdasan. Kapasitas belajarnya sangat terbatas terutama untuk
hal-hal yang abstrak. Mereka lebih banyak belajar dengan cara
membeo (rote-learning) bukan dengan pengertian.
b) Sosial. Dalam pergaulan mereka tidak dapat mengurus,
memelihara, dan memimpin diri. Ketika masih kanak-kanak
mereka harus dibantu terus menerus, disingkirkan dari bahaya, dan
diawasi waktu bermain dengan anak lain.
c) Fungsi-fungsi mental lain. Mengalami kesukaran dalam
memusatkan perhatian, pelupa dan sukar mengungkapkan kembali
suatu ingatan. Mereka menghindari berpikir, kurang mampu
membuat asosiasi dan sukar membuat kreasi baru.
d) Dorongan dan emosi. Perkembangan dan dorongan emosi anak
tunagrahita berbeda-beda sesuai dengan tingkat ketunagrahitaan
masing-masing. Kehidupan emosinya lemah, mereka jarang
menghayati perasaan bangga, tanggung jawab dan hak sosial.
e) Organisme. Struktur dan fungsi organisme pada anak tunagrahita
umumnya kurang dari anak normal. Dapat berjalan dan berbicara
diusia yang lebih tua dari anak normal. Sikap dan gerakannya
kurang indah, bahkan di antaranya banyak yang mengalami cacat
bicara.
2) Karakteristik Khusus
Wardani (2002) mengemukakan karakteristik anak tunagrahita
menurut tingkat ketunagrahitaannya sebagai berikut:
12
a) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Meskipun tidak dapat menyamai anak normal yang seusia
dengannya, mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Kecerdasannya berkembang dengan
kecepatan antara setengah dan tiga perempat kecepatan anak
normal dan berhenti pada usia muda. Mereka dapat bergaul dan
mempelajari pekerjaan yang hanya memerlukan semi skilled. Pada
usia dewasa kecerdasannya mencapai tingkat usia anak normal 9
dan 12 tahun.
b) Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang hampir tidak bisa mempelajari
pelajaran-pelajaran akademik. Namum mereka masih memiliki
potensi untuk mengurus diri sendiri dan dilatih untuk mengerjakan
sesuatu secara rutin, dapat dilatih berkawan, mengikuti kegiatan
dan menghargai hak milik orang lain. Sampai batas tertentu mereka
selalu membutuhkan pengawasan, pemeliharaan dan bantuan orang
lain. Setelah dewasa kecerdasan mereka tidak lebih dari anak
normal usia 6 tahun.
c) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat dan Sangat Berat
Anak tunagrahita berat dan sangat berat sepanjang hidupnya
akan selalu tergantung pada pertolongan dan bantuan orang lain.
Mereka tidak dapat memelihara diri sendiri dan tidak dapat
membedakan bahaya dan bukan bahaya. Mereka juga tidak dapat
13
bicara, kalaupun bicara hanya mampu mengucapkan kata-kata atau
tanda sederhana saja. Kecerdasannya walaupun mencapai usia
dewasa berkisar seperti anak normal usia paling tinggi 4 tahun.
3) Karakteristik pada Masa Perkembangan
Pengenalan ciri-ciri pada perkembangan ini penting karena segera
dapat diketahui tanpa mendatangkan ahli terlebih dahulu. Beberapa
ciri yang dapat dijadikan indikator adanya kecurigaan berbeda dengan
anak pada umumnya menurut Triman Prasadio (Wardani, 2002)
adalah sebagai berikut:
a) Masa Bayi
Walaupun saat ini sulit untuk segera membedakannya tetapi para
ahli mengemukakan bahwa ciri-ciri bayi tunagrahita adalah:
tampak mengantuk saja, apatis, tidak pernah sadar, jarang
menangis, kalau menangis terus menerus, terlambat duduk, bicara,
dan berjalan.
b) Masa Kanak-kanak
Pada masa ini anak tunagrahita sedang lebih mudah dikenal
daripada anak tunagrahita ringan. Karena anak tunagrahita sedang
mulai memperlihatkan ciri-ciri klinis seperti mongoloid, kepala
besar, kepala kecil, dan lain-lain. Tetapi anak tunagrahita ringan
(yang lambat) memperlihatkan ciri-ciri: sukar memulai dan
melanjutkan sesuatu, mengerjakan sesuatu berulang-ulang tetapi
tidak ada variasi, penglihatannya tampak kosong, melamun,
14
ekspresi muka tanpa ada pengertian. Selanjutnya tunagrahita ringan
(yang cepat) memperlihatkan ciri-ciri: mereaksi cepat tetapi tidak
tepat, tampak aktif sehingga memberi kesan anak ini pintar,
pemusahatan perhatian sedikit, hiperaktif, bermain dengan
tangannya sendiri, cepat bergerak tanpa dipikirkan terlebih dahulu.
c) Masa Sekolah
Masa ini merupakan masa yang penting diperhatikan karena
biasanya anak tunagrahita langsung masuk sekolah dan ada di
kelas-kelas SD biasa. Ciri-ciri yang mereka munculkan adalah
sebagai berikut:
(1) adanya kesulitan belajar hampir pada semua mata pelajaran
(membaca, menulis, dan berhitung)
(2) prestasi yang kurang
(3) kebiasaan kerja tidak baik
(4) perhatian yang mudah beralih
(5) kemampuan motorik yang kurang
(6) perkembangan bahasa yang jelek
(7) kesulitan menyesuaikan diri
d) Masa Puber
Perubahan yang dimiliki remaja tunagrahita sama halnya dengan
remaja biasa. Pertumbuhan fisik berkembang normal, tetapi
perkembangan berpikir dan kepribadiannya berada di bawah
15
usianya. Akibatnya ia mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.
e. Masalah yang Dihadapi Anak Tunagrahita
Perkembangan fungsi intelektual anak tunagrahita yang rendah dan
disertai dengan perkembangan perilaku adaptif yang rendah pula akan
berakibat langsung pada kehidupan mereka sehari-hari, sehingga ia
banyak mengalami kesulitan dalam hidupnya. Masalah-masalah yang
dihadapi tersebut secara umum dikemukakan oleh Rochyadi dan Alimin
(2005) sebagai berikut:
1) Masalah Belajar
Aktivitas belajar berkaitan langsung dengan kemampuan
kecerdasan. Di dalam kegiatan sekurang-kurangnya dibutuhkan
kemampuan mengingat dan kemampuan untuk memahami, serta
kemampuan untuk mencari hubungan sebab akibat. Keadaan seperti
itu sulit dilakukan oleh anak tunagrahita karena mereka mengalami
kesulitan untuk dapat berpikir secara abstrak, belajar apapun harus
terkait dengan objek yang bersifat konkrit. Kondisi seperti itu ada
hubungannya dengan kelemahan ingatan jangka pendek, kelemahan
dalam bernalar, dan sukar sekali dalam mengembangkan ide.
2) Masalah Penyesuaian Diri
Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam memahami dan
mengartikan norma lingkungan. Oleh karena itu anak tunagrahita
sering melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan norma
16
lingkungan di mana mereka berada. Tingkah laku anak tunagrahita
sering dianggap aneh oleh sebagian masyarakat karena mungkin
tindakannya tidak lazim dilihat dari ukuran normatif atau karena
tingkah lakunya tidak sesuai dengan perkembangan umurnya.
Keganjilan tingkah laku yang tidak sesuai dengan ukuran normatif
lingkungan berkaitan dengan kesulitan memahami dan mengartikan
norma, sedangkan keganjilan tingkah laku lainnya berkaitan dengan
ketidaksesuaian antara perilaku yang ditampilkan dengan
perkembangan umur.
3) Gangguan Bicara dan Bahasa
Ada dua hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan gangguan
proses komunikasi, pertama; gangguan atau kesulitan bicara di mana
individu mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan bunyi bahasa
dengan benar.
Kenyataan menunjukkan bahwa banyak anak tunagrahita yang
mengalami gangguan bicara dibandingkan dengan anak-anak
normal. Kelihatan dengan jelas bahwa terdapat hubungan yang
positif antara rendahnya kemampuan kecerdasan dengan
kemampuan bicara yang dialami. Kedua; hal yang lebih serius dari
gangguan bicara adalah gangguan bahasa, di mana seorang anak
mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan kosa kata
serta kesulitan dalam memahami aturan sintaksis dari bahasa yang
digunakan.
17
4) Masalah Kepribadian
Anak tunagrahita memiliki ciri kepribadian yang khas, berbeda dari
anak-anak pada umumnya. Perbedaan ciri kepribadian ini berkaitan
erat dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Kepribadian
seseorang dibentuk oleh faktor organik seperti predisposisi genetik,
disfungsi otak dan faktor-faktor lingkungan seperti: pengalaman
pada masa kecil dan oleh lingkungan masyarakat secara umum.
2. Kecemasan
a. Definsi
Kecemasan atau ansietas merujuk kepada banyak definisi yang
variatif. Kecemasan pada umumnya merupakan perasaan takut yang
tidak jelas karena respon internal atau eksternal. Kecemasan tidak
dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari dan mempunyai pengaruh
yang positif untuk menyelesaikan masalah dan krisis. Kecemasan
masih dalam batas normal apabila dalam situasi tertentu yang
sewajarnya dan langsung hilang setelah masalahnya terselesaikan
(Videbeck, 2011). Hamilton (1969) membedakan antara kecemasan
sebagai reaksi normal dari bahaya, kecemasan sebagai perasaan yang
abnormal (patologis), dan kecemasan sebagai neurosis atau sindrom.
Kecemasan sebagai reaksi dari bahaya lebih ringan dari kecemasan
yang lain, tetapi lebih lama dari ketakutan biasa (fear) dan
individunya mengalami perubahan biologis yang sama seperti saat
mengahadapi stress. Lain halnya dengan kecemasan patologis yang
18
terjadi bukan karena stimulus eksternal melainkan stimulus internal,
selain itu, masih belum jelas hubungan antara kecemasan patologis
dengan kecemasan neurosis.
DSM-IV-TR mendefinisikan kecemasan sebagai sebuah
kekhawatiran dari bahaya masa depan atau ketidakberuntungan yang
disertai dengan perasaan disforia atau gejala somatik karena tertekan
(APA, 2000). Videbeck (2011) membedakan kecemasan sebagai
respon dari stres dan gangguan kecemasan. Kecemasan sebagai respon
dari stress beragam dari ringan sampai berat. Sedangkan gangguan
kecemasan merujuk pada DSM-IV-TR yaitu ketika kecemasan bukan
lagi sebagai respon dari bahaya atau perubahan, tetapi menjadi kronik
dan menjadi masalah utama dalam kehidupan seseorang yang
menjadikannya memiliki perilaku yang maladaptif dan gangguan
emosional (APA, 2000). Tipe gangguan kecemasan yaitu agoraphobia
dengan atau tidak dengan gangguan panik, gangguan panik fobia