Top Banner
11 BAB II LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma & Bakker (2002) mendefinisikan work engagement sebagai positivitas, pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang memiliki dimensi vigor, dedication dan absorbtion. Vigor adalah energi yang tinggi, adanya kemauan untuk investasi tenaga, restasi, tidak mudah lelah. Dedication adalah keterlibatan yang kuat ditandai dengan antusiasme, rasa bangga, dan inspirasi. Absorption adalah keadaan pada pekerja yang dikarakteristikan oleh waktu yang berjalaan dengan cepat dan sulitnya memisahkan seseorang dengan pekerjaanya. Schaufeli (2002) membedakan engagement dari konstruk-konstruk peran pekerjaan lainnya, keadaan sesaat dan spesifik, engagement mengacu pada keadaan afektif-kognitif yang lebih menetap (persisten) dan menyeluruh, yang tidak hanya fokus pada objek, kejadian, individu atau perilaku tertentu. Lebih lanjut lagi dijelskan bahwa engagement merupakan state-psikologis positif yang berhubungan dengan pekerjaan yang dicerminkan dengan kata-kata (antusias, enerjik, passion, vigor) dan engagement juga merupakan suatu state motivasional yang dicerminkan dalam keinginan yang murni untuk memberikan usaha yang fokus terhadap tujuan dan kesuksesan organisasi. Bakker & Leiter (2010) setuju bahwa
22

BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

Apr 11, 2019

Download

Documents

truongmien
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Work Engagement

1. Pengertian Work Engagement

Schaufeli, Salanova, Gonzalez-Roma & Bakker (2002) mendefinisikan

work engagement sebagai positivitas, pemenuhan kerja dari pusat pikiran yang

memiliki dimensi vigor, dedication dan absorbtion. Vigor adalah energi yang

tinggi, adanya kemauan untuk investasi tenaga, restasi, tidak mudah lelah.

Dedication adalah keterlibatan yang kuat ditandai dengan antusiasme, rasa

bangga, dan inspirasi. Absorption adalah keadaan pada pekerja yang

dikarakteristikan oleh waktu yang berjalaan dengan cepat dan sulitnya

memisahkan seseorang dengan pekerjaanya. Schaufeli (2002) membedakan

engagement dari konstruk-konstruk peran pekerjaan lainnya, keadaan sesaat dan

spesifik, engagement mengacu pada keadaan afektif-kognitif yang lebih

menetap (persisten) dan menyeluruh, yang tidak hanya fokus pada objek,

kejadian, individu atau perilaku tertentu. Lebih lanjut lagi dijelskan bahwa

engagement merupakan state-psikologis positif yang berhubungan dengan

pekerjaan yang dicerminkan dengan kata-kata (antusias, enerjik, passion, vigor)

dan engagement juga merupakan suatu state motivasional yang dicerminkan

dalam keinginan yang murni untuk memberikan usaha yang fokus terhadap

tujuan dan kesuksesan organisasi. Bakker & Leiter (2010) setuju bahwa

Page 2: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

12

engagement merupakan konseptualisasi terbaik dan dikarakteristikkan melalui

suatu level yang tinggi dari energi dan suatu identifikasi yang kuat dengan

pekerjaan seseorang.

Khan (dalam Mujiasih & Ratnaningsih 2012) mendefinisikan

engagement sebagai penguasaan karyawan sendiri terhadap peran individu

dalam pekerjaan, dimana karyawanakan mengikat diri dengan pekerjaannya,

kemudian akan bekerja dan mengekspresikan diri secara fisik, kognitif dan

emosional selama memerankan performanya. Aspek kognitif mengacu pada

keyakinan pekerja terhadap organisasi, pemimpin dan kondisi pekerjaan.Aspek

emosional mengacu pada bagaimana perasaan pekerja apakah positif atau

negatif terhadap organisasi dan pemimpinnya. Sedangkan aspek fisik mengenai

energi fisik yang dikerahkan oleh karyawan dalam melaksanakan perannya.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulakan bahwa work engagement

merupakan keadaan positifitas dan adanya pemenuhan diri dalam pekerjannya

seperti keinginan yang murni untuk memberikan usaha yang fokus terhadap

tujuan dan kesuksesan organisasi baik secara fisik, kognitif, dan afektif yang

dikarakteristikan dengan adanya vigor, dedication dan absorption.

2. Aspek-aspek Work Engagement

Menurut Schaufeli & Bakker (2006) mengemukakan bahwa work

engagement memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

a. Vigor

Merupakan curahan energi untuk melakukan pekerjaannya yang terbaik

dan adanya rasa senang/ kegembiraan terhadap setiap pekerjaannya. Kerelaan

Page 3: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

13

untuk memberikan usaha yang maksimal terhadap kinerjanya dan ketahanan

mental ketika menemui kesulitan dalam bekerja.

b. Dedication

Merupakan suatu kondisi dimana karyawan merasa terlibat sangat kuat

dalam suatu pekerjaan dan mengalami rasa kebermaknaan, antusiasme,

kebangaan, inspirasi dan tantangan. Selain itu merasa bahwa pekerjaan yang

dilakukan tersebut dapat memberikan inspirasi yang signifikan bagi dirinya

baik secara sosial maupun personal.

c. Absorption

Merupakan suatu kondisi dimana karyawan merasa waktu berjalan sangat

cepat karena terlarut dalam pekerjaannya. Karyawan merasa kesulitan untuk

lepas dari pekerjaannya. Dalam kondisi ini karyawan mencurahkan

konsentrasinya secara penuh pada pekerjaannya dan memiliki rasa

kesenangan hati untuk terus bekerja.

Dimensi work engagement yang dikemukakan oleh Schaufeli dan Baker yang

juga didukung pendapat Lockwood (2007) yang menyatakan bahwa work

engagement mempunyai tiga dimensi yang merupakan perilaku utama, aspek

tersebut mencakup:

a. Membicarakan hal-hal positif mengenai organisasi pada rekannya dan

merefrensikan organisasi tersebut pada pekrjaan dan pelanggan potensial.

b. Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi anggota organisasi tersebut

meskipun terdapat kesempatan untuk bekerja ditempat lain.

Page 4: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

14

c. Memberikn upaya dan menunjukaan perilaku yang keras untuk berkontribusi

dalam kesuksesan organisasi.

Berdasarkan uraian diatas, apek work engagement menurut Schaufeli &

Bakker (2006) dibagi menjadi tiga yaitu vigor, dedication, dan absorption. Vigor

berkaitan dengan kegembiraaan dan kerelaan dalam bekerja, dedication berkaitan

dengan keterikatan kuat dengan pekerjaanya, dan absorption berkaitan dengan

kondisi karyawan yang merasa waktu berjalan dengan cepat ketika

bekerja.Selain pendapat diatas, menurut Lockwood (2007) work engagement

mencakup tiga hal yaitu membicarakan hal-hal positif menegenai organisasi,

memiliki keinginan kuat untuk menjadi anggota organisasi, dan memberikan

upaya dan kontribusi dalam kesuksesan organisasi.

Pertimbangan penulis dari teori yang telah dijabarkan diatas, maka penulis

menggunakan tiga aspek dari Schaufeli & Bakker (2006). Ketiga aspek tersebut

adalah vigor, dedication, dan adsorption. Alasan pemilihan aspek diatas

dikarenakan teori Schaufeli memiliki dasar teori yang kuat dibandingkan dengan

teori yang lainya. Selain itu ketiga aspek tersebut mampu mencakup dimensi

fisik, kognitif, afektif, dan emosional.

3. Faktor yang mempengaruhi

Menurut Lockwood (2007) engagement merupakan konsep yang

kompleks dan dipengaruhi banyak faktor. Faktor tersebut meliputi:

a. Budaya di Tempat Kerja

Budaya yang baik akan memberikan peran yang kuat untuk membentuk

perilaku organisasional. Budaya organisasi yang memiliki keterbukaan dan

Page 5: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

15

sikap supportive serta komunikasi yang baik akan memberikan nilai tambah

bagi perusahaan/organisasi. Keadilan dan kepercayaan sebagai nilai

organisasi juga memberikan dampak positif bagi terciptanya keterikatan

karyawan. Hal tersebut akan memberikan persepsi bagi karyawan bahwa

setiap karyawan mendapat dukungan dari organisasi.

b. Komunikasi Organisasional

Komunikasi yang baik antara rekan kerja sangat dibutuhkan didalam

proses organisasi. Komunikasi yang baik akan membuat karyawan merasa

nyaman di lingkungan kerja dan secara tidak langsung meningkatkan

produktivitas kerja.

c. Gaya manajerial

Gaya manajerial terkait dengan bagaimana pemimpin memanajemen

karyawannya. Pemimpin dalam perusahan harus memiliki komitmen

terlebih dahulu dalam pekerjaanya selain itu dibutuhkan konsistensi

pemimpin dalam mementoring karyawan dalam menciptakan keterikatan

karyawan.

d. Penghargaan

Sistem penghargaan juga merupakan faktor yang penting dalam

membangun kateriktan dengan karyawan.hal ini dapat membuat karyawan

merasa dihargai dengan setiap apa yang dikerjakan sehingga hal ini dapat

menjadi dorongan yang positif untuk dapat bisa bergerak maju

mengembangkan diri dan perusahaan.

Page 6: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

16

e. Kepemimpinan

Model kepemimpinan akan mempengaruhi bagaimana karyawan

bertindak. Kepemimpinan yang menganut sistem yang baik akan

memberikan kesempatan karyawan untuk mengembangkan diri didalam

perusahaan. Kepemimpinan menjadi modal utama untuk mengerakkan

sistem organisasi.

f. Repuasi Perusahaan

Dengan adanya reputasi yang baik maka karyawan akan memiliki

pandangan yang baik tentang perusahaan maka hal ini dapat menjadi modal

ketertarikan karyawan terhadap perusahaan.

Schaufelli dan Bakker (2003) menyatakan bahwa work engagement pada

dasarnya dipengaruhi oleh dua hal yaitu:

a. JD-R (job demand-resources model) meliputi beberapa aspek seperti:

1. Lingkungan fisik, dan organisasi

Kenyamanan dalam bekerja sangat diperlukan dalam organisasi.

Dengan lingkungan yang baik karyawan akan mampu bekerja lebih lama

karena lingkungan yang nyaman.

2. Gaji, peluang untuk berkarir

Dengan adanya sistem yang baik di organisasi karyawan akan

merasa dihargai dan apa yang dikerjakannya sangat dipertimbangakan

oleh atasan. Adanya gaji yang benar, sistem kenaikan jabatan yang adil

akan membentuk keterkaitan dengan karyawan.

Page 7: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

17

3. Dukungan supervisior dan rekan kerja

Dukungan dari orang-orang di lingkungan kerja menjadi dorongan

secara psikologis sehingga karyawan tidak hanya kuat secara fisik

tetapi juga kuat secara mental.

4. Performance feedback

Penilaian terhadap prestasi bekerja akan menjadi dorongan bagi

karyawan untuk bergerak maju sehingga akan membentuk keteriktan

terhadap pekerjaanya dan perusahannya.

b. Model psikologis capital (psychological capital).psychological capital

meliputi:

1. Kepercayaan diri

2. Rasa optimis

3. Harapan mengenai masa depan

4. Rasa resiliansi

Dari penjelasan yang telah dijabarkan diatas, faktor yang dapat

mempengaruhi terciptanya rasa engaged pada karyawan meliputi budaya

organisasi, penghargaan, lingkungan kerja, dukungan dari rekan kerja, komunikasi

organisasi. Selain itu, faktor yang juga mempengaruhi work engagement dari

model JD-R (job demand-resources model) meliputi lingkungan fisik, dan

organisasi; gaji, peluang untuk berkarir; dukungan supervisior dan rekan kerja;

performance feedback. Sedangkan pada model psikologi capital (psychological

Page 8: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

18

capital) meliputi kepercayan diri, rasa optimis, harapan mengenai masa depan dan

rasa resiliansi.

Dari penjelasan diatas, dari pertimbangan penulis dengan didukung dengan

kondisi perusahaan yang akan dijadikan sebagai tempat penelitian, maka penulis

menggunakan teori dari Lockwood (2007). Dari beberapa faktor yang dijabarkan

maka budaya organisasi akan menjadi faktor yang dominan dalam penelitian ini.

Sehingga budaya organisasi merupakan variabel bebas dalam penelitian ini.

B. Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Menurut Kamus Ilmiah Populer budaya ialah sesuatu yang sudah menjadi

kebiasaan yang sudah sukar untuk diubah. Budaya merupakan konsep yang sangat

penting dalam memahami masyarakat kelompok manusia untuk waktu yang sangat

lama. Sedangkan organisasi ialah kelompok kerja sama antara orang-orang yang

diadakan untuk mencapai tujuan bersama (Novia, 2008).

Budaya organisasi adalah mengenai aspek subjektif dari apa yang terjadi di

dalam suatu perusahaan, mengacu kepada abstraksi seperti nilai dan norma yang

meliputi seluruh atau bagian suatu bisnis (Luthnas 2006). Budaya organisasi dapat

didefinisikan sebagai perangkat system nilai-nilai (values), keyakinan-keyakinan

(beliefs), asumsi-asumsi (assumption), atau norma-norma yang telah lama berlaku,

disepakati dan diikuti oleh para anggota suatu organisasi sebagai pedoman perilaku

dan pemecahan masalah-masalah oranisasinya. Budaya organisasi juga disebut

Page 9: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

19

budaya perusahaan, yaitu seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang telah relatif

lama berlakunya, dianut bersama oleh para anggota organisasi (karyawan) sebagai

norma perilaku dalam menyelesaikan masalah-masalah organisasi (perusahaan).

Dalam budaya organisasi terjadi sosialisasi nilai-nilai dan menginternalisasi dalam

diri para anggota, menjiwai orang per orang didalam organisasi. Dengan demikian

maka buaya organisasi merupakan jiwa organisasi dan jiwa para anggota organisasi

(Killmann, 1988)

Selain itu teori lain menyebutkan bahwa budaya organisasi adalah seperangkat

asumsi atau sistem keyakinan, nilai-nilai dan norma yang dikembangkan dalam

organisasi yang dijadikan pedoman tingkah laku bagi anggota-anggotanya untuk

mengatasi masalah adaptasi eksternal dan integrasi internal (Mangkunegara, 2005).

Sejalan dengan teori diatas menyebutkan bahwa budaya organisasi merupakan pola

keyakinan nilai-nilai organisasi yang dipahami, dijiwai dan dipraktekkan oleh

organisasi. Hal tersebut memberikan arti tersendiri dan menjadi dasar aturan

berperilaku dalam organisasi sehingga mempunyai volume dan beban kerja yang

harus diwujudkan guna mencapai tujuan organisasi (Davis, 2004).

Berdasarkan uraian teori diatas dapat dimengerti bahwa budaya organisasi

memiliki kontribusi yang vital diperusahaan. Budaya organisasi berperan sebagai

aturan untuk bertindak di lingkungan perusahaan. Pentingnya budaya organisasi

harus dipahami dan dihayati oleh setiap karyawan maupun petinggi perusahaan.

Maka dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah

suatu keyakinan yang dimiliki oleh organisasi tentang nilai, aturan keyakinan yang

Page 10: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

20

digunakan untuk pedoman dalam berperilaku dalam organisasi dan pedoman dalam

pemecahan permasalahan yang ada di organisasi atau perusahaan.

2. Pembentukan Budaya Organisasi

Menurut Ndraha (2003) terbentuknya budaya oganisasi tidak dalam sekejap,

tidak bisa dikarbid. Pembentukan budaya organisasi diawali oleh para pendiri. Hal

ini ditegaskan oleh Schein (Sobirin, 2007) yang menjelaskan proses pembentukan

budaya organisasi mengikuti alur sebagai berikut :

a. Para pendiri dan pemimpin lainnya membawa serta satu set asumsi dasar, nilai,

prespektif, artefak ke dalam organisasi dan menanamkannya kepada karyawan.

b. Budaya muncul ketika para anggota organisasi berinteraksi satu sama lain untuk

memecahkan masalah-masalah pokok organisasi yakni masalah integritas

internal dan adaptasi eksternal.

c. Secara perorangan, masing-masing anggota organisasi boleh jadi menjadi

seseorang pencipta budaya organisasi baru (culture creator) dan

mengembangkan berbagai cara untuk menyelesaikan persoalan-persoalan

individu seperti persoalan identitas diri, kontrol, dan pemenuhan kebutuhan

serta bagaimana agar bisa diterima oleh lingkungan yang diajarkan kepada

generasi penerus.

Sedangkan Greenberg dan Baron (2003) memberi perhatian pada tiga hal yang

dapat menciptakan budaya organisasi, yaitu:

a.Company founder (pendiri perusahaan)

Budaya organisasi dapat dilacak, paling tidak sebagian, pada pendiri perusahaan.

Pendiri perusahaan membawa strong values dan visi yang jelas tentang

Page 11: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

21

bagaimana organisasi harus bekerja, karena pendiri memainkan peranan penting

dalam menerima staf pada awalnya, maka sikap dan niai-nilai setiap

disampaikan pada pekerja baru. Sebagai hasilnya, pandangan mereka diterima

orang dalam organisasi dan tepat seperti yang diinginkan selama pemberdiri

masih berperan.

b. Experience with the environment (pengalaman dengan lingkungan)

Budaya organisasi berkembang diluar pengalaman organisasi dengan lingkungan

eksternal.Setiap organisasi harus menemukan celah bagi dirinya dalam industri

pasar.

c.Contact with Others (hubungan dengan orang lain)

Budaya organisasi juga berkembang diluar kontak antara kelompok individu

dalam organisasi yang datang berbagi interprestasi kejadian dan tindakan dalam

organisasi.

Berdasar uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat beberapa teori

yang menyatakan tentang pembentukan budaya organisasi disuatu perusahaan.

Pemahaman terbentuknya budaya organisasi disuatu perusahan sangat penting untuk

keberlagsungan proses organisasi. Hal ini akan berdampak pada perilaku karyawan

saat bekerja dan berperilaku di lingkungan perusahaan.

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa, disetiap perusahaan budaya organisasi

tidak dapat berdiri secara instan melainkan membutuhkan waktu yang cukup lama.

Berdasar teori diatas terciptanya budaya organisasi terdapat 3 tahap antara lain:

pendiri perusahaan, proses interaksi dengan lingkungan dan orang lain, dan

pemecahan masalah pokok perusahaan.

Page 12: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

22

3. Karakteristik Budaya Organisasi

Menurut Luthans (2006) terdapat sejumlah karakteristik penting budaya

organisasi. Beberapa diantaranya adalah:

a. Aturan perilaku yang diamati, yaitu ketika anggota organisasi berinteraksi satu

sama lain dengan menggunakan bahasa, istilah, dan ritual umum yang berkaitan

dengan rasa hormat dan cara berperilaku.

b. Norma, artinya adalah adanya standar perilaku, mencakup pedoman mengenai

seberapa banyak pekerjaan yang dilakukan, yang dalam banyak perusahaan

menjadi “Jangan melakukan terlalu banyak; Jangan terlalu sedikit.”

c. Nilai dominan, dimana organisasi di jadikan perusahaan sebagai tolok ukur

operasional dalam menjalankan perusahaaan. Serta di mana organisasi

mendukung dan berharap peserta membagikan nilai-nilai utama yang ada

sehingga nilai utama perusahaan dapat terrealisasikan dengan baik kepada

seluruh anggota perusahaan.

d. Aturan, terdapat pedoman ketat berkaitan dengan pencapaian perusahaan.

Pendatang baru harus memelajari teknik dan prosedur yang ada agar dapat

diterima sebagai anggota kelompok yang berkembang.

e. Iklim organisasi, merupakan keseluruhan “perasaan” yang disampaikan dengan

pengaturan yang bersifat fisik, cara anggota berinteraksi, dan cara anggota

organisasi berhubungan dengan pelanggan dan individu dari luar.

Menurut Robbins (dalam Egi Apriyanto, 2015) terdapat 10 karakteristik yang

apabila dicampur dan dicocokan, akan menjadi budaya organisasi. Kesepuluh

karakteristik budaya organisasi tersebut adalah:

Page 13: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

23

a. Inisiatif individual adalah tingkat tanggung jawab, kebebasan atau independensi

yang dipunyai setiap individu dalam mengemukakan pendapat. Inisiatif individu

tersebut perlu dihargai oleh kelompok atau pemipin suatu organisasi sepanjang

menyangkut ide untuk memajukaan dan mengembangkan organisasi.

b. Toleransi terhadap tindakan beresiko, dalam budaya organisasi perlu ditekankan

sejauhmana para pegawai dianjurkan untuk dapat bertindak agresif, inovatif,

dan mengambil resiko. Suatu budaya organisasi dikatakan baik, apabila dapat

memberikan toleransi kepada anggota, atau para pegawai untuk dapat bertindak

agresif dan inofatif untuk memejukaan organisasi serta berani mengambil resiko

terhadap apa yang dilakukannya.

c. Pengarahan dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi atau perusahaan dapat

menciptakan dengan jelas tercantum dalam visi, misi, dan tujuan organisasi.

Kondisi ini dapat berpengaruh dengan kinerja organisasi.

d. Integritas dimaksudkan sejauhmana suatu organisasi atau perusahaan dapat

mendorong unit-unit organisasi untuk bekerja dengan cara terkoordinasi.

Kekompakan unit-unit organisasi dalam bekerja dapat mendorong kualitas dan

kuantitias pekerjaan yang dihasilkan

e. Dukungan menajemen dimaksudkan sejauhmana para manajer dapat

memberikan komunikasi atau arahan, bantuan serta dukungan yang jelas

terhadap bawahan. Perhatian manajer terhadap bawahan (karyawan) sangat

membantu kelancaran kinerja atau organisasi.

f. Alat kontrol yang dapat dipakai adalah peraturan-peraturan atau norma-norma

yang berlaku dalam suatu organisasi. Untuk itu diperlukan sejumlah peraturan

Page 14: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

24

dan tenagga pengawas atau atasan langsung yang dapat digunakan untuk

mengawasi dan mengendalikan perilaku suatu organisasi.

g. Identitas dimaksudkan sejauhmana para anggota atau pegawai suatu organisasi

dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai suatu satu kesatuan dalam organisasi

dan bukan sebagai kelompok kerja tertentu atau keahlian professional tertentu.

Identitas diri sebagai satu kesatuan dalam organisasi sangat membantu

manajemen dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi.

h. Sistem imbalan dimaksudkan sejauhmana alokasi imbalan (kenaikan,gaji

promosi dan sebagainya) didasarkan atas prestasi kerja pegawai, bukan

didasarkan atas senioritas, sikap pilih kasih, dan sebagainya. Sistem imbalan

yang didasarkan atas prestasi kerja pegawai dapat mendorong pegawai suatu

organisasi atau untuk bertindak dan berperilaku inovatif dan mencari prestasi

kinerja yang maksimal sesuai kemampuan dan keahlian yang dimilikinya.

Sebaliknya sistem imbalan yang didasarkan pada senioritas, dan pilih kasih,

akan berakibat tenaga kerja yang memiliki kemapuan dan keahlian dapat

berperilaku pasif dan frustasi.

i. Toleransi terhadap konflik, sejauhmana para pegawai didorong untuk

mengemukakan konflik dan kritik secara terbuka. Perbedaan pendapat

merupakan fenomena yang sering terjadi dalam suatu organisasi. Namun

perbedaan pendapat atau kritik yang terjadi bias dijadikan sebagai media untuk

melakukan perbaikan dan perubahan strategi demi mencapai tujuan suatu

organisasi.

Page 15: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

25

j. Pola komunikasi, sejauhmana komunikasi dibatasi oleh hierarki kewenangan

yang formal. Kadang-kadang hirearki kewenangan dapat menghambat

terjadinya pola komunikasi antara atasan dan bawahan atau antar pegawai itu

sendiri.

Beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat banyak

karakteristik yang dapat dijadikan sebagai ukuran dalam kekuatan organisasi untuk

mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Pemahaman anggota terhadap budaya

organisasi sangat penting baik bagi organisasi maupun anggota itu sendiri yaitu

dapat memberikan arahan dan pedoman dalam berperilaku didalam organisasi,

mendorong sumber daya manusia untuk lebih mengembangkan potensinya, serta

sebagai pedoman penentu kebijakan yang berkenaan dengan ruang lingkup kegiatan

organisasi.

Karakteristik budaya organisasi yang digunakan penulis dalam penelitian

mengacu pada pendapat Luthans (2006) yaitu: aturan perilaku yang diamati,norma,

nilai dominan, filosofi, aturan, iklim organisasi. Peneliti menggunakan karakteristik

diatas karena peneliti ingin mengungkap budaya organisasi yang dimiliki oleh

perusahaan melalui karakteristik tersebut. Peneliti mengungkap budaya organisasi

melalui penilaian diri tiap karyawan terhadap budaya organisasi yang dimiliki

melalui karakteristik tersebut.

Page 16: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

26

C. Hubungan antara Work Engagement dengan Budaya Organisasi pada

Karyawan PT Harian Bernas

Menurut Robbins (2007) di dalam budaya kuat, nilai inti organisasi

dipegang secara mendalam dan dianut secara meluas. Semakin banyak anggota

organisasi yang menerima nilai-nilai inti suatu organisasi tersebut dan semakin

besar komitmen individupada nilai-nilai tersebut, maka semakin kuat budaya

tersebut mempengaruhi perilaku anggota-anggota organisasi terutama didalam

karyawan melaksanakan pekerjaan sehari-hari. Kuat atau lemahnya suatu budaya

dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti ukuran suatu organisasi, berapa lama

organisasi tersebut berdiri, pewarisan (learning process) yang dilakukan oleh

pendiri atau pemilik perusahaan dalam hal mencetuskan nilai-nilai yang dianut

perusahaannya. Kuatnya suatu budaya dapat dilihat juga melalui rendahnya tingkat

turnover atau keluar masuknya karyawan (Robbins, 2007).

Budaya organisasi dikatakan sebagai suatu perilaku yang sudah menjadi

kebisaan, keyakinan dan menjadi persepsi bersama seluruh yang terlibat di dalam

organisasi untuk mencapai tujuan organisasi dan hal tersebut yang menjadikan ciri

khas perusahaan untuk membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan

lainnya. Budaya yang sesuai harapan adalah budaya yang diinginkan oleh karyawan

perusahaan dan budaya yang tidak sesuai harapan adalah budaya yang tidak seperti

diinginkan oleh karyawan perusahaan (Akbar, 2013). Konsep budaya organisasi

tersebut dapat mempengaruhi work engagement ketika budaya perusahaan sesuai

harapan karyawan maka engagement dari karyawan akan tinggi, begitu juga

Page 17: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

27

sebaliknya ketika budaya dalam perusahaan tersebut tidak sesuai harapan dari

karyawan maka engagement dari karyawan akan rendah (Akbar, 2013)

Agar budaya organisi memiliki pengaruh yang baik bagi karyawan maupun

perusahaan maka budaya organisasi haruslah memenuhi karakeristik tertentu.

Karakteristik tersebut akan membentuk suatu kebisaan, keyakinan dan persepsi

pada karyaawan. Karakteristik yang dapat mempengaruhi budaya organisasi adalah

aturan perilaku yang diamati, norma,nilai dominan, filosofi, aturan dan iklim

organisasi (Luthnas, 2006). Karakteristik tersebut akan dibahas satu persatu dalam

kaitannya dengan work engagement.

Karakteristik aturan perilaku yang diamati menurut Beach (dalam

Sumarwanto, 2010) budaya merupakan inti dari apa yang penting dalam organisasi.

Seperti aktivitas memberi perintah dan larangan serta menggambarkan sesuatu yang

dilakukan dan tidak dilakukan yang mengatur perilaku anggota. Karyawan yang

memahami perilaku yang boleh dan tidak dilakukan diperusahaan biasanya

mengerti bagaimana caranya bertindak sehingga tidak akan menghambat

kinerjanya. Sebaliknya, jika karyawan tidak memahaminya maka perilaku yang

akan ditunjukaan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh perusahaan

sehingga akan menghambat kinerjanya (Yadnyawati, 2012). Dijelaskan menurut

Amstrong dan Baron (dalam Wibowo, 2010) bahwa kinerja memiliki korelasi

positif dengan engagement pada karyawan. Hal ini senada dengan pendapat yang

dikemukakan oleh Yadnyawati (2012) yaitu adanya hubungan antara budaya

organisasi dengan work engagement yang mana budaya organisasi akan terbentuk

jika karyawan mampu berperilaku seperti apa yang diharapkan perusahaan.

Page 18: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

28

Kemudian untuk karakteristik norma, menurut Luthnas (2006) yaitu

berbagai standar perilaku yang ada, termasuk di dalamnya tentang pedoman sejauh

mana suatu pekerjaan harus dilakukan. Norma yang ditetapkan akan membentuk

perilaku karyawan yang bertanggung jawab terhadap pekerjaanya. Lebih lanjut lagi

dijelaskan bahwa norma yang diterapkan akan mengatur perilaku sehingga rasa

tanggung jawab terjalin dengan baik. Sebaliknya, jika norma tidak diterapkan

dengan baik maka akan terjadi rasa acuh terhadap pekerjaanya. Lockwood (dalam

Mujiasih, 2012) menyatakan bahwa adanya hubungan timbal balik antara norma

dengan rasa engaged yang mana dengan norma yang baik akan membentuk

tanggung jawab yang baik pada pekerjaanya sebaliknya dengan rasa engaged yang

tinggi maka karyawan memiliki persepsi positif pada norma di perusahaan.

Selanjutnya mengenai karakteristik nilai dominan, dikatakan sebagai (1)

sebuah konsep atau keyakinan (2) tentang tujuan akhir atau sebuah perilaku yang

patut dicapai (3) yang bersifat transendental untuk situasi tertentu (4) menjadi

pedoman untuk memilih atau mengevaluasi perilaku atau sebuah kejadian dan (5)

tersusun sesuai dengan arti pentignya (Schein, 2010). Nilai yang baik dalam sebuah

organisasi akan menjadikan anggota organisasi menerima keterikatannya pada nilai

organisasional yang berlaku, sehingga meningkat pula komitmen terhadap

keberhasilan sistem nilai yang dianut. Sebaliknya jika nilai yang dianut tidak sesuai

maka akan menjadikan anggota organisasi menolak untuk terikat dengan

perusahaan sehingga komitmen yang dimiliki menurun dan turnover akan

meningkat (Siagian 2003). Menurut Luthans (2006) mengungkapkan bahwa

semakin besar nilai-nilai organisasi yang dapat diterima karyawan, semakin positif

Page 19: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

29

budaya organisasi, sehingga semakin tampak pengaruhnya pada rasa enagement

pada karyawan.

Karakteristik filosofi, karyawan yang memiliki keselarasan nilai-nilai

dengan perusahaan akan memiliki keterikatan yang tinggi. Itulah sebabnya budaya

organisasi yang baik biasanya meletakkan dasar filosofi nilai-nilai ideologis atau

humanis sebagai fondasinya (Hermala, 2009). Lebih lanjut dijelaskan bahwa

memiliki fondasi filosofi yang kuat akan membentuk nilai yang baik sehingga

perusahaan akan berdiri dengan baik selanjutnya karyawan akan menerima

perusahaan dan memiliki komitmen, loyalitas, dan rasa percaya. Sebaliknya jika

fondasi filosofi yang kurang akan menurunkan derajat perusahaan sehingga

karyawan tidak memimiliki komitmen, loyalitas dan rasa percaya pada perusahaan.

Perusahaan yang memiliki skor tinggi pada karakteristik filosofi tersebut

kemungkinan memiliki karyawan yang engaged dengan pekerjaanya. Sebaliknya

jika skor filosofi yang buruk pada perusahaan akan membawa perilaku karyawan

yang tidak engaged pada pekerjaan maupun pada perusahaanya (Hermala, 2009).

Kemudian untuk karakteristik aturan, dikatakan oleh McBain (dalam

Mudjiasih, 2012) aturan dibuat oleh pemimpin perusahaan maka pemimpin

perusahaan harus memiliki konsistensi dalam memonitoring karyawan.

Memonitoring dapat dilakukan dengan memberikan pengawasan secara menyeluruh

pada karyawan sehingga perilaku yang ditunjukkan tidak menyimpang dari aturan

yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selain itu pengawasan secara berkala akan

meningkatkan perilaku disiplin pada karyawan. Hal ini menjadi jalan bagi manajer

untuk menciptakan engagement pada karyawan, sehingga secara khusus hal ini

Page 20: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

30

disebut sebagai penggerak. Lebih lanjut dijelaskan bahwa aturan yang bagus akan

membentuk perilaku karyawan dengan baik sehingga akan meningkatkan engaged

karyawan pada pekerjaanya. Sebaliknya aturan yang kurang baik akan mengubah

perilaku karyawan menjadi tidak teratur. Lebih lanjut perilaku karyawan yang tidak

teratur akan menghambat karyawan dalam bekerja sehingga pekerjaan yang

dilakukan menjadi tidak produktif dan tidak memiliki tanggung jawab pada

pekerjaanya. Senada dengan hal tersebut, pendapat yang dikemukakan oleh

Yadnyawati (2012) bahwa aturan, nilai dan norma pada perusahaan akan

membentuk perilaku sehingga mampu membentuk komitmen dan totalitas

(engaged) pada karyawan. Lebih lanjut jika aturan, nilai dan noram tidak diterapkan

dengan baik maka perilaku yang terbentuk tidak akan menunjukkan adanya

komitmen pada pekerjaanya dan kurangnya totalitas dalam bekerja.

Berlanjut ke karakteristik iklim organisasi, McBraim (dalam Mudjiasih,

2012) mengatakan bahwa dalam budaya organisasi untuk menciptakan lingkungan

yang kondusif biasanya merupakan bagian dari nilai organisasi yang dikembangkan

dari filosofi dasarnya. Nilai ini biasanya tertuang dalam salah satu prinsip atau asas

yang mendasari pola interaksi antar sesama karyawan. Prinsip-prinsip semacam itu

mencakup lingkungan kerja yang kondusif. Kenyamanan kondisi lingkungan kerja

menjadi pemicu terciptanya work engagement pada karyawan. Denison (dalam

Erni, 2004) mencatat bahwa secara umum iklim organisasi berkaitan dengan

situasi, paradigma, perasaan dan perilaku anggota organisasi. Semakin baik suatu

iklim organisasi pada suatu organisasi maka situasi, paradigma, perasaan dan

perilaku anggota organisasi akan semakin baik sehingga kinerja akan semakin

Page 21: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

31

meningkat. Sebaliknya jika iklim organisasi buruk maka situasi, paradigma,

perasaan dan perilaku anggota organisasi akan buruk sehingga akan menyebabkan

penurunan kinerja pada karyawan. Lebih lanjut lagi dijelaskan Luthans (2006)

bahwa iklim organisasi memiliki kontribusi pada peningkatan rasa engagement

pada karyawan. Iklim organisasi yang baik akan meningkatkan rasa loyal pada

pekerjaanya dan perusahaanya.

Skema hubungan Budaya Organisasi dengan Work Engagement dapatdilihat pada bagan berikut:

BUDAYA ORGANISASI

Aturan Perilakuyang diamati

Norma Nilai Filosofi Aturan IklimOrganisasi

WORK ENGAGEMENT Karyawan yangmemiliki rasa engagedmemiliki rasa totalitasdalam bekerjadiwujudkan denganperilaku memberikanusaha yang maksimal,antusias, mencurahkantenaganya untukbekerja.

Page 22: BAB II LANDASAN TEORI - eprints.mercubuana-yogya.ac.ideprints.mercubuana-yogya.ac.id/1091/3/BAB II.pdf · LANDASAN TEORI A. Work Engagement 1. Pengertian Work Engagement Schaufeli,

32

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian teorits sebelumnya, maka rumusan hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah: Ada hubungan positif antara budaya

organisasi dengan work engagement pada karyawan Harian Bernas. Semakin

positif budaya organisasi maka akan semakin tinggi work engagement pada

karyawan Harian Bernas. Sebaliknya, jika semakin negatif budaya organisasi

maka akan semakin rendah work engagement pada karyawan.