BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM 9811650054 (2001) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Hasil penelitiannya berupa bentuk, fungsi, dan makna afiks meN- yang ada dalam pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, sedangkan penelitian yang akan dilakukan peneliti tidak memuat bentuk, fungsi, makna afiks meN- tetapi bentuk dan makna verba berprefiks ber- yang digunakan dalam kalimat-kalimat yang ada pada wacana cerpen karya siswa. Metode penyediaan data yang digunakan oleh Rois (2001) adalah metode simak yang disejajarkan dengan metode observasi dan dilanjutkan dengan menggunakan metode studi dokumentasi, sedangkan metode yang digunaka oleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik dasar sadap dan kemudian dilanjutkan dengan mengklasifikasi data dengan menggunakan teknik catat. 2. Penelitian yang berjudul Tinjauan Bentuk dan Makna Kata Berafiks yang Berkategori Verba dalam Majalah Tempo dan Forum yang disusun oleh Diah Budiana (2011) mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia. Hasil Penelitiannya berupa bentuk dan makna kata berafiks yang berkategori verba, objek yang digunakan diambil dari majalah, dan teknik yang digunakan yaitu teknik dokumentasi dan teknik catat, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti lebih dipersempit dan lebih di khususkan lagi yaitu mengenai bentuk dan makna verba berprefiks ber- yang digunakan dalam kalimat-kalimat yang ada pada wacana cerpen karya siswa dengan menggunakan teknik sadap dan teknik catat. 7 Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
17
Embed
BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Relevan 1. Bahasa ...repository.ump.ac.id/5404/3/EVA SUSANDRA BAB II.pdf · Unsur-unsur segmental adalah bagian dari bentuk bahasa yang dapat dibagi-bagi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang berjudul Bentuk Fungsi Makna Afiks men- dalam Pengajaran
Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar disusun oleh Rois Sunanto NIM
9811650054 (2001) mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Hasil penelitiannya berupa bentuk, fungsi, dan makna afiks meN- yang ada
dalam pengajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar, sedangkan penelitian yang akan
dilakukan peneliti tidak memuat bentuk, fungsi, makna afiks meN- tetapi bentuk dan
makna verba berprefiks ber- yang digunakan dalam kalimat-kalimat yang ada pada
wacana cerpen karya siswa. Metode penyediaan data yang digunakan oleh Rois (2001)
adalah metode simak yang disejajarkan dengan metode observasi dan dilanjutkan
dengan menggunakan metode studi dokumentasi, sedangkan metode yang digunaka
oleh peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode simak dengan teknik dasar
sadap dan kemudian dilanjutkan dengan mengklasifikasi data dengan menggunakan
teknik catat.
2. Penelitian yang berjudul Tinjauan Bentuk dan Makna Kata Berafiks yang
Berkategori Verba dalam Majalah Tempo dan Forum yang disusun oleh Diah
Budiana (2011) mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia.
Hasil Penelitiannya berupa bentuk dan makna kata berafiks yang berkategori
verba, objek yang digunakan diambil dari majalah, dan teknik yang digunakan yaitu
teknik dokumentasi dan teknik catat, sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti lebih dipersempit dan lebih di khususkan lagi yaitu mengenai bentuk dan
makna verba berprefiks ber- yang digunakan dalam kalimat-kalimat yang ada pada
wacana cerpen karya siswa dengan menggunakan teknik sadap dan teknik catat.
7
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
8
B. Bahasa
1. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan lambang bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh para
anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi
diri (Achmad,dkk., 2012:3). Bahasa itu meliputi dua bidang yaitu bunyi yang
dihasilkan oleh alat-alat ucap dan arti (makna) yang tersirat dalam arus bunyi (Keraf,
1984: 15). Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bahasa
merupakan lambang bunyi yang arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap dan memiliki
arti (makna) tersirat yang dipergunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja
sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.
2. Bentuk dan Makna
Menurut Keraf (1984:16) bahasa sebagai alat komunikasi antar anggota
masyarakat terdiri dari dua bagian yang besar yaitu bentuk (arus ujaran) dan makna
(isi). Bentuk kebahasaan ialah bentuk fonetis yang bermakna (Soegijo, 1989:5).
Sedangkan menurut Keraf (1984: 16) bentuk bahasa adalah bagian dari bahasa yang
dapat dicerap panca indera baik dengan mendengar atau dengan membaca. Dari
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk bahasa ialah bentuk fonetis yang
bermakna yang dapat dicerap panca indera baik dengan mendengar atau dengan
membaca. Selanjutnya Keraf (1984:16) membagi bentuk bahasa menjadi dua bagian
yaitu unsur-unsur segmental dan unsur-unsur supresegmental. Unsur-unsur segmental
adalah bagian dari bentuk bahasa yang dapat dibagi-bagi atas bagian-nagian yang
lebih kecil (wacana, kalimat, klausa, frasa, kata, morfem, suku kata, dan fonem).
Unsur-unsur suprasegmental bahasa terdiri dari intonasi dan unsur-unsur bawahnya,
yang kehadirannya tergantung dari unsur-unsur segmental bahasa.
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
9
Makna adalah isi yang terkandung dalam sebuah bentuk yang dapat
menimbulkan reaksi tertentu (Keraf, 1984:16). Istilah makna dapat dibedakan menjadi
dua yaitu makna leksikal dan makna gramatikal (Soegijo, 1989:5). Chaer (2007:289)
menyatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang
sesuai dengan hasil observasi indra kita, atau makna yang apa adanya. Soegijo
(1989:5) menyatakan bahwa makna leksikal ialah makna perkamusan. Artinya kamus-
kamus dasar biasanya hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata yang
dijelaskannya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa makna
leksikal merupakan makna yang sebenarnya atau makna yang apa adanya. Oleh
karena itu, makna leksikal biasa juga disebut dengan makna perkamusan karena
biasanya dalam kamus dasar hanya memuat makna leksikal yang dimiliki oleh kata
yang dijelaskan.
Makna gramatikal makna yang timbul akibat proses gramatikal, seperti
afiksasi, reduplikasi, komposisi, atau kalimatisasi (Chaer, 2007:290). Umpamanya,
dalam proses afiksasi prefiks ber- pada bentuk dasar sepatu menjadi bersepatu
melahirkan makna gramatikal mengenakan atau memakai sepatu. Makna gramatikal
dapat dibedakan menjadi makna morfologis dan sintaktis (Soegijo, 1989:5-6). Makna
morfologis atau arti ialah makna yang timbul akibat proses morfologis atau akibat
hubungan antar bagian-bagian itu (Soegijo, 1989:6). Contoh dari makna morfologis
ada pada kata berbaju yang memiliki makna „memakai baju‟ makna tersebut timbul
karena adanya kombinasi antara prefiks ber- dengan baju. Berbeda dengan makna
morfologis Soegijo (1989:6) berpendapat mengenai makna sintaktis yaitu makna yang
terjadi akibat proses sintaksis, contohnya baju ibu; kata-kata baju dan ibu masing-
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
10
masing telah memiliki makna leksikal. Jika baju dan ibu digabungkan menjadi baju
ibu, timbullah makna yang menimbulkan hubungan antar kata yaitu „milik‟. Makna
itulah yang disebut makna sintaktis.
C. Morfologi
1. Pengertian Morfologi
Morfologi ialah ilmu cabang tata bahasa yang membicarakan hubungan
gramatikal bagian-bagaian intern kata (Soegijo, 1989:4). Menurut Ramlan morfologi
adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk
bentuk kata serta pengaruh perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata
(2012:20). Sejalan dengan pendapat sebelumnya, Keraf (1984:51) berpendapat bahwa
morfologi adalah bagian dari tatabahasa yang membicarakan bentuk kata. Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah cabang ilmu
tatabahasa yang membicarakan hubungan gramatikal bagian-bagian intern kata serta
pengaruh perubahan bentuk kataterhadap golongan dan arti kata.
2. Morfem dan Alomorf
Morfem adalah bentuk-bentuk berulang yang paling kecil beserta artinya
(Muslich, 2009:3). Morfem merupakan satuan terkecil, atau satuan gramatikal terkecil
(Achmad, dkk., 2013:55). Selanjutnya Soegijo (1989:6) berpendapat mengenai
morfem, menurutnya morfem adalah bentuk kebahasaan terkecil yang bermakna. Dari
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa morfem adalah bentuk-bentuk
satuan berulang terkecil beserta arti yang bermakna. Maksud dari bagian terkecil
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
11
adalah bahwa bentuk kebahasaan tersebut tidak dapat dianalisis menjadi bagian atau
unsur yang lebih kecil lagi tanpa harus merusak maknanya. Dengan kata lain,
pembagian bentuk menjadi bentuk yang lebih kecil lagi akan merusak makna bentuk
itu. Misalkan berbaju dapat dipisahkan menjadi ber- dan baju. Kedua bentuk tersebut
masing-masing memiliki makna. Prefiks ber- bermakna menggunakan, baju memiliki
makna pakaian, dengan demikian berbaju terdiri atas dua morfem.
Dalam bahasa Indonesia morfem dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas ialah morfem yang berpotensi
mandiri dan dapat diisolasikan dari morfem-morfem yang lain (Soegijo, 1989:6-7).
Sedangkan menurut Chaer (2008:151), morfem bebas adalah morfem yang tanpa
kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan. Sejalan dengan pendapat
sebelumnya, Achmad, dkk. (2012:57) berpendapat bahwa morfem bebas adalah
morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa morfem bebas adalah morfem yang
berpotensi mandiri dan dapat diisolasikan dari morfem-morfem yang lain sehingga
tanpa kehadiran morfem lain dapat muncul dalam ujaran atau petuturan.
Menurut Soegijo (1989:8) morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat
mandiri dan tidak dapat diisolasikan dari morfem-morfem yang lain. Morfen terikat
adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem yang lain tidak dapat
muncul dalam ujaran (Achmad, dkk., 2012:57). Chaer (2008:152) berpendapat bahwa
semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Berdasarkan pendapat
diatas dapat disimpulkan bahwa morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat
mandiri dan tidak dapat diisolasikan dari morfem-morfem yang lain sehingga tanpa
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
12
digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam ujaran. Dalam bahasa
Indonesia semua bentuk afiks merupakan morfem terikat. Contohnya terdapat pada
kata kata berambut. Kata rambut merupakan morfem bebas karena kata rambut dapat
berdiri sendiri, sedangkan yang melekat pada bentuk lain, seperti prefiks ber- disebut
dengan morfem terikat. Kata berambut terbentuk dari prefiks ber- + rambut. Prefiks
ber- yang bertemu dengan fonem /r/ pada kata rambut mengakibatkan fonem /r/ lesap
sehingga pengucapannya tidak panjang. Perubahan bentuk ber- menjadi ber, be- atau
bel- disebut dengan alomorf ber-. Alomorf adalah anggota suatu morfem yang
wujudnya berbeda, tetapi mempunyai fungsi dan makna yang sama (Alwi, dkk., 2003:
29).
3. Kata
Menurut Keraf (1984:53) kata adalah kesatuan-kesatuan yang terkecil yang
diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya, dan yang
mengandung suatu ide. Menurut Ramlan (2012:34) kata adalah satuan bebas yang
paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satuan-satuan bebas merupakan kata.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kata adalah
kesatuan-kesatuan yang terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas
bagian-bagian yang satuannya bebas dan mengandung suatu ide. Menurut Ramlan
(2012:33) kata merupakan dua macam satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan
gramatik. Sebagai satuan fonologik kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku
itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya, kata belajarterdiri dari tiga suku
ialah be-, la-, jar. Suku be terdiri dari fonem /b/ dan /ə/, suku la terdiri dari fonem /l/
dan /a/, dan suku jar terdiri dari fonem /j/, /a/, /r/. Jadi kata belajar terdiri tiga suku
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
13
kata dan tujuh fonem / b, ə, l, a, j, a, r /. Sebagai satuan gramatik kata mempunyai satu
atau beberapa morfem. Misalnya, belajar terdiri dari dua morfem ber- + ajar = belajar.
D. Proses Morfologis
1. Pengertian Proses Morfologis
Muslich (2009:32) berpendapat bahwa proses morfologis adalah proses
perubahan morfem menjadi sebuah kata yang baru. Sedangkan menurut Soegijo
(1989:18) proses morfologis adalah proses perubahan bentuk dasar dalam rangka
pembentukan kata-kata baru. Dari pendapat yang telah dipaparkan oleh para ahli
peneliti dapat menarik sebuah kesimpulan mengenai proses morfologis. Proses
morfologis adalah proses perubahan pada bentuk dasar dari morfem dalam rangka
pembentukan kata-kata baru. Dalam bahasa Indonesia proses morfologis meliputi:
afiksasi, reduplikasi, dan komposisi.
2. Afiksasi
Afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar
(Chaer, 2008:177). Sejalan dengan pendapat sebelumnya Achmad, dkk.(2012:63)
berpendapat bahwa afiksasi adalah proses penambahan afiks pada sebuah bentuk
dasar. Menurut Putrayasa (2010:5) afiksasi atau pengimbuhan adalah proses
pembentukan kata dengan membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik
bentuk dasar tunggal maupun kompleks. Menurut Soegijo (1989:19) afiksasi adalah
proses morfologis dalam rangka pembentukan kata-kata kompleks. Dari beberapa
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa afiksasi adalah proses morfologis dalam
rangka pembentukan kata dengan mebubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar,
baik bentuk dasar tunggal maupun bentuk dasar kompleks.
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
14
a. Pengertian Afiks
Menurut Ramlan (1997: 55) afiks ialah suatu satuan gramatik terikat yang di
dalam satu kata merupakan unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki kesanggupan
melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru.
Pendapat tersebut diperkuat oleh Muslich (2009: 41) yang berpendapat bahwa afiks
merupakan bentuk kebahasaan terikat yang hanya mempunyai arti gramatikal, yang
merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan merupakan bentuk dasar, yang
memiliki kesanggupan untuk membentuk kata baru. Pendapat tersebut diperkuat oleh
Chaer (2007:177), yaitu afiks merupakan sebuah bentuk, biasanya berupa morfem
terikat, yang diimbuhkan pada sebuah dasar dalam proses pembentukan kata.Dari
beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa afiks adalah suatuan gramatik
terikat dalam satu kata merupakan unsur yang bukan pokok kata, yang memiliki
kesanggupan melekat pada satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru
dalam proses pembentukan kata.
b. Jenis Afiks
Mempelajari mengenai afiks tentu harus mempelajari berbagai macan jenisnya.
Berdasarkan posisi melekatnya pada bentuk dasar, ada empat macam afiks, yaitu
menjadi prefiks atau awalan (ber-, meng-, peng-, dan per-), infiks atau sisipan (-er-
dan –el-), dan sufik atau akhiran (-an, -kan, -i). Disebutkan juga bahwa, Gabungan
antara Prefiks dan Sufiks yang membentuk suatu kesatuan disebut konfiks (Alwi,dkk.,
2003: 31-32). Kata berdatangan merupakan konfiks karena tidak ada bentuk
berdatang- atau –datangan, dalam kata ini secara serentak diletakan konfiks ber-an.
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
15
Tabel 1.1 Jenis Afiks
Berdasarkan Tempat Melekatnya
Prefiks Infiks Sufiks Konfiks
meN- -el- -an ber – an ke- -er- -kan ber – kan di- -em- -i ke-an
peN- -nya pe – an Per- per – an ter- se – nya se-
ber- meng- peng-
(Putrayasa, 2010: 10 dan Alwi,dkk., 2003: 31-32)
Dalam penelitian ini penulis membatasi teori jenis afiks yang akan digunakan
yaitu prefiks ber- dalam cerpen karya siswa di SMP Negeri 2 Purwokerto.
E. Prefiks ber-
Prefiks ber- merupakan sebuah imbuhan yang diletakkan di awal bentuk dasar.
Dilihat dari bentuknya, prefiks ber- dapat mengalami perubahan bentuk. Terdapat tiga
bentuk prefiks ber- jika diletakkan pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut adalah
ber-, be-, bel-. Prefiks ber- mempunyai fungsi dan memiliki arti setelah bersentuhan
dengan bentuk dasar.
1. Kaidah Morfofonemik Prefiks ber-
Mempelajari prefiks ber- ini tidak terlepas dari proses morfofonemik. Proses
morfofonemik dapat menyebabkan terjadinya perubahan fonem. Perubahan itu terjadi
pada fonem prefiks. Akibat proses morfofonemik ini prefiks ber- dapat mengalami
perubahan bentuk. Terdapat tiga bentuk yang dapat terjadi jika prefiks ber- dilekatkan
pada bentuk dasar. Ketiga bentuk tersebut adalah ber-, bel-, dan be- (Putrayasa,
2010:17).
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
16
Menurut Ramlan (1997:101) terdapat tiga kaidah morfofonemik untuk perfiks
ber- yang dapat dipelajari, yaitu:
ber - → be-
Apabila diikuti bentuk dasar yang berawal dengan fonem /r/, dan
beberapa bentuk dasar yang suku pertamanya berakhir dengan /ər/.
Contoh :
ber- + rantai → berantai
ber- + kerja → bekerja
ber- → bel-
Apabila diikuti bentuk dasar ajar.
Contoh : ber- + ajar → belajar
ber- → ber-
Apabila diikuti bentuk dasar selain yang tertera diatas, ialah bentuk
dasar yang tidak berawal dengan fonem /r/, bentuk dasar yang suku
pertamanya tidak berakhir dengan /ər/, dan bentuk dasar yang bukan
morfem ajar.
Misalkan :
ber- + kata → berkata
ber- + tugas → bertugas
ber- + sejarah → bersejarah
Pendapat mengenai proses morfofonemik pada prefiks ber- di atas hampir
sama dengan yang dipaparkan oleh Keraf (1984: 93-94). Menurutnya proses
morfofonemik dibagi menjadi tiga, yaitu :
a) Morfem ber- dirangkaikan saja di depan sebuah kata dengan tidak mengalami
perubahan apapun.
Contohnya : ber- + kuda → berkuda
ber- + sepedah → bersepedah
b) Bila fonem awal dimulai dengan fonem /r/ maka ber- mengambil bentuk lain
yaitu /be-/
Contoh :
ber- + rambut → berambut (*bukan berrambut*)
ber- + ternak → beternak (*bukan berternak*)
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
17
c) Fonem /r/ dapat berubah menjadi /l/ karena proses disimilasi yaitu pada kata
belajar yang terbentuk dari ber- + ajar = belajar.
2. Fungsi Prefiks ber-
Menurut Keraf (1984:95-96) fungsi prefiks ber- adalah membentuk kata kerja.
misalnya bersiul, bergerak, berjalan, dan sebagainya. Tetapi hal ini perlu diperhatikan
karena berdasarkan fraseologi suatu kata dapat disebut kata kerja bila dapat diperluas
dengan „dengan + kata sifat‟.
Contoh: bersiul dengan riang
bergerak dengan cepat, dan sebagainya.
Ternyata kata-kata semacam itu dapat diperluas dengan cara tersebut. Tetapi
disamping itu ada sejumlah kata yang tidak dapat menggunakan prosedur itu. Kita
tidak bisa mengatakan:
Contoh: beribu dengan baik
berlayar dengan putih
bila ber- itu diartikan mempunyai atau memiliki. Dengan pengertian mempunyai,
kata-kata itu akan diperluas dengan „yang + kata sifat‟:
Contoh: beribu yang baik
berlayar yang putih
Jadi kelompok kata itu memiliki ciri seperti kata benda.
Kesimpulannya adalah ber- mempunyai dua fungsi yaitu:
a. Membentuk kata kerja
Ciri-ciri kata kerja
Kata kerja memiliki ciri-ciri yaitu: (1) verbal memiliki fungsi utama sebagai
predikat, (2) verbal mengandung makna perbuatan, proses, keadaan yang bukan sifat
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
18
atau kualitas, (3) verbal, khususnya yang bermakna keadaan tidak dapat diberi prefiks
ter- yang berarti „paling’, (4) pada umumnya verba tidak dapat bergabung dengan
kata-kata yang menyatakan kesangatan, oleh karena itu tidak ada bentuk agak belajar,
sangat pergi(Alwi, dkk., 2003: 87).
Sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dari perilakunya dalam
frase, yakni dalam hal kemungkinan satuan itu didampingi partikel tidak dalam
konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu dengan partikel di, ke,
dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak. Selain itu, verba juga dapat
dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus V + dengan kata sifat. Keraf
(dalam Muslich, 2009:113) menjelaskan kata kerja adalah segala macam kata yang
dapat diperluas dengan kelompok kata “dengan + kata sifat”.
b. Merupakan transformasi dari kata mempunyai atau memiliki. Dengan demikian
kita dapat memperoleh kata-kata yang memiliki macam arti, dengan akibat cara
perluasannya juga bebeda.
Contoh: *berniat dengan tulus
*berniat yang tulus: mempunyai niat (yang tulus)
Alwi (2003:138) menambahkan sebuah pendapat mengenai penggunaan verba pada
adjektiva. Karena verba dan adjektiva kodrat sintaksisnya sangat dekat, ber- pada
verba yang diturunkan dari adjektiva ini sebenarnya bersifat manasuka pula tetapi
kadang-kadang muncul sedikit perbedaan makna dan pemakaiannya.
Contoh:
gembira → (ber-) gembira
bahagia → (ber-) berbahagia
sedih → (ber-) sedih
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
19
3. Makna Prefiks ber-
Makna secara gramatikal akan muncul dari sebuah afiks. Prefiks ber- yang
diikuti sebuah kata akan memunculkan makna tambahan, yaitu makna-makna yang
muncul akibat bergabungnya perfiks ber- dengan bentuk dasar yang dilekatinya.
Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam perfiks ber-, berikut ini
beberapa pendapat dari para ahli . Menurut Muslich (2009:69) bentuk dasar yang
dapat bergabung dengan imbuhan ber- dapat dikelompokkan atas empat kelas, yaitu
bentuk dasar yang berkelas verba (kata kerja), nomina (benda), ajektiva (kata sifat) ,
dan numeralia (bilangan). Berikut ini disajikan secara berkelompok arti imbuhan ber-
pada setiap kata tersebut.
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata kerja, maka imbuhan ber- mempunyai
makna seperti berikut :
a. „dalam keadaan seperti bentuk dasar‟
berada „dalam keadaan ada‟
berkembang „dalam keadaan (meng) kembang‟
b. „menjadi seperti bentuk dasar‟
berubah „menjadi berubah‟
c. „melakukan seperti bentuk dasar‟
bekerja „melakukan kegiatan kerja‟
berlari „melakukan kegiatan lari‟
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata benda, imbuhan ber- memiliki beberapa
kemungkinan makna sebagai berikut :
a. „memakai‟ atau „mengenakan‟, misalnya :
bersepatu „memakai atau mengenakan sepatu‟
berdasi „memakai atau mengenakan dasi‟
b. „mempunyai apa yang tersebut pada bentuk dasarnya‟, misalnya:
bersuami „mempunyai suami‟
berkumis „mempunyai kumis‟
c. „mengeluarkan‟. Misalnya:
berdarah „mengeluarkan darah‟
d. „mengerjakan‟, misalnya :
berladang „mengerjakan atau menggarap ladang‟
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
20
e. „Mengendarai‟ atau mengpergunakan‟, misalnya :
berkuda „mengendarai kuda/mempergunakan kuda‟
f. „bermain seperti bentuk dasar‟
bertinju „bermain tinju‟
bercatur „bermain catur‟
Apabila bentuk dasarnya berkelas kata sifat, imbuhan ber- mempunyai makna
„dalam keadaan‟, misalnya berduka, bersedih, bergembira, dan masih banyak
lagi.Apabila bentuk dasarnya berkelas kata bilangan, imbuhan ber- mempunyai makna
„menjadi‟ atau kumpulan yang terdiri atas jumlah yang tersebut pada bentuk dasar‟,
misalnya bersatu „kumpulan yang terdiri atas satu, berdua, berlima, dan sebagainya‟.
Bila ada proses pengulangan pada kelas numeralia ini, maka morfem ber- menuju
makna „dalam jumlah kelipatan seperti tersebut bentuk dasar‟. Misalnya berpuluh-
puluh „dalam jumlah kelipatan sepuluh‟, berjuta-juta, dan sebagainya.
Menurut Putrayasa (2010: 18), makna yang dapat didukung oleh prefiks ber-
setelah bersentuhan dengandengan bentuk dasar dapat dikelompokkan seperti berikut:
a. Prefiks ber- mengandung makna memiliki atau mempunyai. Contohnya: beribu,
berkaki, berlayar;
b. Mempergunakan atau memakai sesuatu yang disebut dalam kata dasar.
Contohnya: berkereta, berkacamata, berkalung;
c. Mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu. Contohnya: berkedai, berkuli,
bertukang, bernafas;
d. Memperoleh atau menghasilkan sesuatu. Contohnya: berhujan, berpanas, bersiul,
beranak;
e. Berada pada keadaan sebagai yang disebut dalam kata dasar. Contohnya:
beramai-ramai, bergegas, bermalas;
f. Jika kata dasarnya adalah bilangan atau kata benda yang menyatakan ukuran, ber-
mengandung arti himpunan. Contohnya: berempat, bertahun-tahun, berkilogram;
g. Menyatakan perbuatan yang tidak transitif. Contohnya: berkata, berjalan, berdiri,
berubah;
h. Menyatakan perbuatan mengenai diri sendiri atau refleksif. Contohnya:
berlindung, berhias, bercukur;
i. Menyatakan perbuatan berbalas atau resiprok. Contohnya: berkelahi, bertinju,
bergulat;
j. Jika dirangkaikan di depan sebuah kata yang berobjek, ber- mengandung arti
mempunyai pekerjaan tersebut. Contoh: berkedai nasi, bermain bola, bertolak
pinggang, bermata-mata.
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
21
Dari penelitian kedua pakar dapat disimpulkan bahwa makna pada prefiks ber-
adalah sebagai berikut:
a. mempunyai makna memiliki atau mempunyai.
b. mempergunakan atau memakai sesuatu.
c. mengerjakan sesuatu atau mengadakan sesuatu.
d. memperoleh atau menghasilkan sesuatu.
e. berada pada keadaan yang disebut dalam kata dasar.
f. jika kata dasarnya adalah bilangan atau kata benda yang menyatakan ukuran
maka prefiks ber- mengandung arti himpunan.
g. menyatakan perbuatan mengenai diri sendiri atau refleksif.
h. menyatakan perbuatan berbalas atau respirok.
i. menjadi seperti bentuk dasar.
j. melakukan seperti bentuk dasar.
k. mengeluarkan seperti pada bentuk dasar.
l. mengendarai seperti pada bentuk dasar
m. bermain seperti pada bentuk dasar
4. Wacana
a. Pengertian dan Jenis Wacana
Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Chaer, 2007:267).
Satuan pendukung kebahasaanya meliputi fonem, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat,
paragraf, hingga karangan utuh (Mulyana, 2005:1). Sebagai satuan bahasa yang
lengkap, maka wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
22
utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam
wacana lisan).
Jenis wacana dapat dibagikan sesuai dengan sudut pandang darimana wacana
itu dilihat. Berdasarkan media penyampaian wacana dibagi atas wacana lisan dan
wacana tulis. Wacana tulis adalah jenis wacana yang disampaikan dalam bentuk
tulisan. Sedangkan wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan
dan langsung dengan menggunakan bahasa verbal (Mulyana, 2005:51). Jenis wacana
berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua yaitu fiksi dan non fiksi. Wacana fiksi adalah
wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Wacana fiksi dapat dibagi
menjadi tiga yaitu: wacana prosa, wacana puisi, dan wacana drama. Wacana non fiksi
disebut juga sebagai wacana ilmiah. Jenis wacana ini disampaikan dengan pola dan
cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya (Mulyana, 54-55).
Contoh dari wacana non fiksi yaitu opini, essay, artikel, dan laporan penelitian. Jenis
wacana non fiksi berdasarkan isinya yaitu wacana politik, wacana sosial, wacana
ekonomi, wacana budaya, wacana hukum dan kriminalitas, dan olahraga dan
kesehatan.
b. Pengertian Cerpen
Cerpen merupakan bentuk kependekan dari cerita pendek (Sudjiman,
1990:16). Cerita merupakan kisahan nyata ataupun rekaan dalam bentuk prosa atau
puisi yang tujuannya menghibur atau memberikan informasi kepada pendengar atau
pembacanya (Sudjiman, 1990:14). Sejalan dengan pendapat sebelumnya Sastrapardja
(1978:82) berpendapat bahwa cerpen merupakan cerita pendek; sejenis cerita rekaan
yang banyak tertulis pada majalah-majalah dan lain-lain. Menurut Nurgiyantoro
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016
23
(2007:11) karena bentuk cerpen yang pendek, cerpen menuntut penceritaan yang serba
ringkas.
Dari beberapa pendapat yang telah dipaparkan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa cerpen merupakan kependekan dari cerita pendek. Cerpen
merupakan cerita nyata ataupun rekaan dalam bentuk prosa yang dapat digunakan
untuk menghibur pembacanya. Cerita jenis ini dapat ditemukan dimajalah-majalah
dan lain-lain. Alasan penulis memilih cerpen sebagai alat penelitian karena setelah
penulis mengamati ternyata penulis menemukan banyak fenomena yang
memunculkan beberapa pertanyaan, sehingga mendorong penulis untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Kajian Bentuk Dan Makna..., Eva Susandra, FKIP UMP, 2016