-
II-1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Distribusi
Awalnya tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit
listrik seperti
PLTA, PLTU, PLTG dan yang lainnya, dengan tegangan yang pada
umumnya
merupakan tegangan menengah (TM) 6, 11, 20 kV. Pada umumnya
pusat
pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna tenaga
listrik, untuk
mentransmisikan tenaga listrik dari pembangkit ini, maka
diperlukan penggunaan
tegangan tinggi (TT) yaitu 70 kV, 150 kV, atau tegangan ekstra
tinggi (TET) yaitu
500 kV untuk Jawa dan 275 kV untuk Sumut. Tegangan yang lebih
tinggi ini
diperoleh dengan transformator penaik tegangan (step up
transformator).
Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan
efisiensi,
antara lain penggunaan penampang penghantar menjadi efisien,
karena arus yang
mengalir akan menjadi lebih kecil, ketika tegangan tinggi
diterapkan.
Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga
listrik, yang
dapat merupakan suatu daerah industri atau suatu kota. Tegangan
melalui gardu
induk (GI) diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20kV.
Setiap gardu
induk (GI) sesungguhnya merupakan pusat beban untuk suatu daerah
pelanggan
tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang waktu sehingga daya
yang di
bangkitkan dalam pusat-pusat listrik harus selalu berubah.
Perubahan daya yang
dilakukan di pusat pembangkit ini bertujuan untuk mempertahankan
tenaga listrik
tetap pada frekuensi 50Hz. Proses perubahan ini dikoordinasikan
dengan pusat
pengaturan beban (P3B).
-
II-2
Tegangan menengah dari gardu induk (GI) ini melalui saluran
distribusi
primer, untuk disalurkan ke gardu-gardu distribusi (GD) atau
pemakai tegangan
menengah (TM). Dari saluran distribusi primer, tegangan menegah
(TM)
diturunkan menjadi tegangan rendah (TR) 220V/380 V melalui gardu
distribusi
(GD). Tegangan rendah dari gardu distribusi disalurkan melalui
saluran tegangan
rendah ke konsumen tegangan rendah.
Pada Gambar 2.1 terlihat jelas bahwa arah mengalirnya enegi
listrik
berawal dari pusat tenaga listrik melalui saluran-saluran
transmisi dan distribusi
dan sampai pada konsumen.
Gambar 2.1. Sistem Tenaga Listrik
Pembangkit
Saluran Transmisi
Saluran Distribusi
primer
Saluran Distribusi
Skuender
Utilitas
Pembangkit
Listrik TM
GI Transformatos
Penaik
TT/TET
GI Transformatos
Penurun
Ke Pemakai
TM
KWH Meter
TR
GD
Instalasi Pemakai
TR
-
II-3
A. Distribusi Primer
Distribusi primer adalah sistem distribusi yang mempergunakan
tegangan
menengah. Pada distribusi primer terdapat tiga jenis dasar
jaringang, Yaitu :
1) Sistem Radial
2) Sistem Loop
3) Sistem Spindle
Pada Sistem Radial merupakan sitem yang paling sederhana dan
paling
banyak dipakai, terdiri atas fider (feeders) atau rangkaian
tersendiri, yang seolah-
olah keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara
radial, Fider itu dapat
juga dianggap sebagai terdiri atas suatu bagian utama dari mana
saluran samping
atau lateral lain bersumber dan dihubungkan dengan transformator
distribusi
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2, Saluran samping sering
disambung pada
fider dengan sekring (fuse), Dengan demikian maka gangguan pada
saluran
samping tidak akan mengganggu seluruh fider, Bilamana sekring
itu tidak bekerja
atau terdapat gangguan pada fider, proteksi pada saklar daya di
gardu induk akan
bekerja, dan seluruh fider akan kehilangan energi, Pemasokan
pada rumah sakit
atau pemakai vital lain tidak boleh mengalami gangguan yang
berlangsung lama,
Dalam hal demikian, Satu fider tambahan disediakan, Yang
menyediakan suatu
sumber penyedia energi alternatif.
-
II-4
Gambar 2.2 Skema Saluran Radial
B. Distribusi Sekunder
Distribusi sekunder mempergunakan tegangan rendah,
Sebagaimana
halnya dengan distribusi primer, terdapat pula
pertimbangan-pertimbangan perihal
kehandalan pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder
dapat terdiri atas
tiga jenis umum :
a) Pelayanan Dengan Transformator Sendiri
Pelayanan dengan transformator tersendiri dilakukan untuk
pemakai yang
agak besar atau bila para pemakai terletak agak berjauhan
terutama di daerah luar
kota, Sehingga saluran tegangan rendahnya akan menjadi terlampau
panjang,
Skema ini terlihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi
Tersendiri
Saluran Samping
Saluran Samping
Saluran Utama
Saluran Samping
Saluran Utama
GI
GD GD
GD
GD
GD
GD
GD
TM
Saklar Daya
Atau
Sekring
GD
TR
Pemakai
-
II-5
b) Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai
Yang mungkin terbanyak dipakai adalah sistem yang mempergunakan
satu
transformator dengan saluran tegangan rendah yang melayani
sejumlah pemakai,
Sistem ini memperhatikan beban dan keperluan pemakai yang
berbeda-beda
sifatnya, Gambar 2.4 memperlihatkan situasi ini, Di Indonesia
sistem ini banyak
dipakai.
Gambar 2.4. Penggunaan Satu Gardu Distribusi Untuk Sejumlah
Pemakai
c) Bangking Sekunder
Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada
beberapa
transformator secara paralel, Sejumlah pemakai dilayani dari
saluran tegangan
rendah ini, Transformator-transformator diisi dari satu sumber
energi, Hal ini
disebut bangking sekunder transformator.
Sistem yang mempergunakan banking sekunder tidak begitu
banyak
dipakai, Antara transformator dan saluran sekunder biasanya
terdapat sekring atau
saklar daya otomatik guna melepaskan transformator dari saluran
tegangan rendah
bila terdapat gangguan pada transformator, Dapat juga dipasang
sekring antara
seksi-seksi pada saluran tegangan rendah. Lihat pada Gambar 2.5
Kelebihan
sistem ini dianggap dapat memberikan pelayanan yang tidak
terganggu dalam
Saklar Daya
Atau
Sekring
GD
Saklar Daya
Atau
Sekring
GD
Pemakai
TM
Isolator Pemisah TR
-
II-6
waktu begitu lama, Di lain pihak bilamana salah satu
transformator terganggu,
Beban tambahan yang harus dipikul transformator-transformator
lain dapat
mengakibatkan banyak transformator turut terganggu.
Gambar 2.5. Bangking Sekunder, Dengan Dua Gardu Distribusi
Dihubungkan Juga Pada Sisi Tegangan Rendah
2.2 Sistem Tiga Fasa
Kebanyakan sistem listrik dibangun dengan sistem tiga fasa. Hal
tersebut
didasarkan pada alasan-alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya
pada beban,
Alasan ekonomi dikarenakan dengan sistem tiga fasa, Penggunaan
penghantar
untuk transmisi menjadi lebih sedikit, Sedangkan alasan
kestabilan dikarenakan
pada sistem tiga fasa daya mengalir sebagai layaknya tiga buah
sistem fasa
tunggal, Sehingga untuk peralatan dengan catu tiga fasa, Daya
sistem akan lebih
stabil bila dibandingkan dengan peralatan dengan sistem satu
fasa.
Sistem tiga fasa atau sistem fasa banyak lainnya, secara umum
akan
memunculkan sistem yang lebih kompleks, Akan tetapi secara
prinsip untuk
analisa, Sistem tetap mudah dilaksanakan.
Saklar Daya
Atau
Sekring
GD
Saklar Daya
Atau
Sekring
GD
Pemakai
TM
Pembatas
TR
-
II-7
Sistem tiga fasa dapat digambarkan dengan suatu sistem yang
terdiri dari
tiga sistem fasa tunggal, sebagai berikut :
Gambar 2.6. Sistem Tiga Fasa Sebagai Tiga Sistem Fasa
Tunggal.
Va = Vm sin ωt (2.1)
Vb = Vm sin (ωt - 1200) (2.2)
Vc = Vm sin (ωt + 1200) (2.3)
Sedangkan bentuk gelombang dari sistem tiga fasa yang merupakan
fungsi
waktu ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.7 Bentuk Gelombang Pada Sistem Tiga Fasa
Pada gambar nampak bahwa antara tegangan fasa satu dengan
yang
lainnya mempunyai perbedaan fase sebesar 120o atau 2π/3. Pada
umumnya fasa
Vc
Vb Va
Va Vc j
Vb-j
0 900
180 270 360
0
-0,5
-1
0,5
1
Va Vb Vc
t
gg
l
-
II-8
dengan sudut fasa 0o disebut dengan fasa R, fasa dengan sudut
fasa 120
o disebut
fasa S dan fasa dengan sudut fasa 240o disebut dengan fasa T.
Perbedaaan sudut
fasa tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya kumparan yang
masing-
masing tersebar secara terpisah dengan jarak 120o.
A. Sistem Y dan ∆
Sistem Y merupakan sistem sambungan pada sistem tiga fasa
yang
menggunakan empat Line, yaitu fasa R, S, T dan N. Sistem
sambungan tersebut
akan menyerupai huruf Y, yang memiliki empat titik sambungan
yaitu pada
ujung-ujung huruf dan pada titik pertemuan antara tiga garis
pembentuk huruf.
Sistem Y dapat digambarkan dengan skema berikut.
Gambar 2.8 (A) Sistem Y (wye) dan (B) Sistem Delta
Sistem hubungan atau sambungan Y, sering juga disebut
sebagai
hubungan bintang. Sedangkan pada sistem yang lain yang disebut
sebagai sistem
delta hanya menggunakan fasa R, S dan T untuk hubungan dari
sumber ke beban,
sebagaimana gambar diatas.Tegangan efektif antar fasa umumnya
adalah 380 V
dan tegangan efektif fasa ke netral adalah 220 V.
R S
T
Z Z
Z
N
Z
Z Z
R
S T
(A) (B)
-
II-9
a) Beban Seimbang Terhubung Y
Analisis rangkaian tiga fasa beban seimbang hubungan bintang 4
Line
sama dengan beban tidak seimbang karena ketiga impedansi beban
sama maka
besarnya arus sama di semua Line yang berbeda hanya sudutnya
saja masing-
masing berbeda 1200
Gambar 2.9. Beban seimbang terhubung Y (Wye)
Ia =
=
= IL -φ A
Ib =
=
= IL -120
0 –φ = IL -120
0 –φ A
Ic =
=
= IL 120
0 –φ = IL 120
0 –φ A
Menghitung arus yang mengalir pada Line netral kita gunakan
KCL
(Kirhoff Current Low) pada titik netral adalah
In – Ia – Ib – Ic = 0 Sehingga In = - (Ia+Ib+Ic) = 0
Daya pada beban hubungan bintang empat Line
Daya nyata
Daya nyata pada fasa A : PA =Van Ia cosφ A =VLN IL cosφ = Vf If
cosφ (w)
Daya nyata pada fasa B : Pc =Vbn Ia cosφ B =VLN IL cos φ = Vf If
cosφ (w)
Daya nyata pada fasa C : Pc = Vcn Ia cosφ C =VLN IL cosφ = Vf If
cosφ (w)
n
b
c
a
Van
Vcn
A
B
C
N
VA- Z Φ
VB- Z Φ VC- Z Φ
Vbn
Ia
In
Ic
Ib
-
II-10
Daya nyata tiga fasa : P3ϕ = PA + PB + PC = 3. Vf If cos φ
(w)
Daya reaktif :
Daya reaktif pada fasa A : QA = Van Ia sinφA=VL IL sinφ = Vf If
φ (VAR)
Daya reaktif pada fasa B : QB = Vbn Ib sinφB=VL IL sinφ = Vf If
φ (VAR)
Daya reaktif pada fasa C : QC = Vcn Ic sinφC=VL IL sinφ = Vf If
φ (VAR)
Daya reaktif tiga fasa : Q3ϕ = Q A + Q B + QC
Berdasarkan besaran fasa : Q3ϕ = 3.V I sin φ (var)
Berdasarkan besar line to Line : Q3ϕ = √3.VLL IL sin φ (var)
Daya semu :
Daya semu pada fasa A : SA = Van Ia = VLN IL φ = Vf If φ
(VA)
Daya semu pada fasa B : SB = Vbn Ib = VLN IL φ = Vf If φ
(VA)
Daya semu pada fasa C : SC = Vcn Ic = VLN IL φ = Vf If φ
(VA)
Daya semu tiga fasa : S3ϕ = S A + S B + S C
Berdasarkan besaran fasa : Q3ϕ = 3.V I φ (VA)
Berdasarkan besar line to Line : Q3ϕ = √3.VLL IL φ (VA)
Gambar 2.10. Diagram vector arus beban seimbang hubungan Y
(Wye)
VB
IB IA
IC
VA
VC
-
II-11
b) Beban Tak Seimbang Terhubung Y
Pada sistem ini masing-masing fase akan mengalirkan arus yang
tak
seimbang menuju Netral (pada sistem empat Line). Sedangkan pada
sistem tiga
Line akan mengakibatkan tegangan yang berubah cukup signifikan
dan
memunculkan suatu netral yang berbeda dari netral yang
semestinya.
(A)
(B)
Gambar 2.11. (A) Beban tak seimbang terhubung bintang empat Line
dan
(B) Beban tak seimbang terhubung bintang tiga Line.
n
b
c
a
Van
Vcn
A
B
C
N
Z1 =ZA
ZB Zc
Vbn
Ia
In
Ic
Ib
n
b
c
a
Vac
Vbc
A
B
C
N
Z1 =ZA
ZB Zc
Ia
Ic
Ib
Vab
I1
I2
-
II-12
Gambar 2.12. Diagram vector arus beban Tak seimbang hubungan Y
(Wye)
Arus pada beban hubungan bintang empat line dengan metode arus
lup
diperoleh persamaan arus sebagi berikut
Ia =
=
, Ib =
=
= Ic =
=
Arus yang mengalir pada Line netral kita gunakan KCL (Kirhoff
Current
Low) pada titik N, Diperoleh
In + Ia + Ib + Ic = 0 sehingga In = -( Ia + Ib + Ic)
Daya pada beban hubungan bintang empat Line
Daya nyata
Daya nyata pada fasa A : PA =Van Ia cosφ A (w)
Daya nyata pada fasa B : PB =Vbn Ia cosφ B (w)
Daya nyata pada fasa C : PC = Vcn Ia cosφ C (w)
Daya nyata tiga fasa : P3ϕ = PA + PB + PC (w)
Daya reaktif :
Daya reaktif pada fasa A : QA = Van Ia sinφA (VAR)
Daya reaktif pada fasa B : QB = Vbn Ib sinφB (VAR)
Daya reaktif pada fasa C : QC = Vcn Ic sinφC (VAR)
VB
IA
VA
IC VC
IB
ϕ
ϕ
ϕ
-
II-13
Daya reaktif tiga fasa : : Q3ϕ = Q A + Q B + QC
Daya semu :
Daya semu pada fasa A : SA = Van Ia (VA)
Daya semu pada fasa B : SB = Vbn Ib (VA)
Daya semu pada fasa C : SC = Vcn Ic (VA)
Daya semu tiga fasa : : S3ϕ = S A + S B + S C
Sedangkan pada sistem tiga Line ini titik netral beban tidak
dihubungkan
dengan titik netral sumber sehingga tegangan yang digunakan
adalah tegangan
line to line (VLL) dari sumber, Untuk menghitung arus pada
setiap Line digunakan
metode arus lup, sebagai berikut:
Dapat digunakan dua arus lup atau tiga arus lup, misal digunakan
dua buah
arus lup, yaitu :
1. arus lup yang melewati a-A-N-B-b-a=I1
2. arus lup yang melewati c-C-N-A-a-c=I2
diperoleh dua persamaan 1 dan persamaan 2 diperoleh I1 dan I2,
sehingga
arus Line dapat dihitung dari arus lup.
Ia=I1-I2 ; Ib = - I1 dan Ic=I2 dimana Ia + Ib + Ic = 0
Daya pada beban hubungan bintang tiga Line :
Daya nyata
Daya nyata pada fasa A : PA = VAN Ia cosφA (w)
Daya nyata pada fasa B : PB = VBN Ib cosφB (w)
Daya nyata pada fasa C : PC = VCN Ic cosφC (w)
Daya nyata tiga fasa : P3ϕ = PA = PB = PC (w)
-
II-14
Daya reaktif :
Daya reaktif pada fasa A : QA = VAN IasinφA (VAR)
Daya reaktif pada fasa B : QB = VBN Ib sinφB (VAR)
Daya reaktif pada fasa C : QC = VCN Ic sinφC (VAR)
Daya reaktif tiga fasa : Q3ϕ = Q A = Q B = QC
Daya semu :
Daya semu pada fasa A : SA = VAN Ia (VA)
Daya semu pada fasa B : SB = VBN Ib (VA)
Daya semu pada fasa C : SC = VCN Ic (VA)
Daya semu tiga fasa : S3ϕ = S A + S B + S C
c) Beban Seimbang Terhubung Delta
Pada sitem delta, bila tiga buah beban dengan impedansi yang
sama
disambungkan pada sumber tiga fasa, Maka arus di dalam ketiga
impedansai akan
sama besar tetapi terpisah dengan sudut sebesar 120o, Dan
dikenal dengan arus
fasa atau arus beban untuk keadaan yang demikian, Maka dalam
rangkaian akan
berlaku :
Gambar 2.13. Beban Seimbang Terhubung Delta
ZBC=Z φ
ZAB=Z ZCA=Z φ
A
C B
ICA
IAB IBC
Ia
Ib
Ic
VCA
VAB
VBC
B
A
C
-
II-15
Arus fasa :
IAB =
=
=
=
= If -φ (A)
IBC =
=
=
φ =
= -1200 –φ = If -120
0 –φ (A)
ICA =
=
=
=
= 1200 –φ = If 120
0 –φ (A)
Arus Line :
Ia = IAB – ICA = If φ - If 1200 - φ = √3 If φ -300 (A)
Ib = IBC – IAB = If 1200 - If - φ = √3 If -1200- φ -300 (A)
Ic = ICA – IBC = If 1200- φ - If - 1200 = √3 If 1200- φ -300
(A)
Daya semu
S3ϕ = SAB + SBC + SCA = VAB (IAB ) + VBC(IBC) + VCA(ICA)
Daya nyata
P3ϕ = PAB + PBC + PCA
Dimana : PAB = VABIAB cosφAB =Vf If cosφ (watt)
PBC = VBCIBC cosφBC = Vf If cosφ (watt)
PCA = VCAICA cosφCA = Vf If cosφ (watt)
Jadi P3ϕ = PAB + PBC + PCA = 3.Vf If cosφ (watt)
Daya reaktif
Q3ϕ = QAB + QBC +QCA
Dimana : QAB = VAB IABsinφAB = Vf If sinφ (VAR)
PBC = VBC IBC sinφBC = Vf If sinφ (VAR)
PCA = VCA ICA sinφCA = Vf If sinφ (VAR)
-
II-16
Daya semu:
S3ϕ = SAB +SBC +SCA = VAB (IAB ) +VBC (IBC ) +VCA (ICA )
S3ϕ = 3.Vf If φ (VA)
Karena pada beban seimbang ada hubungan Vf =VLL dan VL =
√ , Maka
rumus daya dapat dituliskan sebagai berikut :
Berdasarkan harga perfasa :
P3ϕ = 3.Vf If cosφ (watt) ; Q3ϕ = 3.Vf If sinφ (var) dan S3ϕ =
3.Vf If φ (VA)
Berdasarkan harga antar Line (antara line)
P3 ϕ = 3.VLL IL cosφ (watt) ; Q3 ϕ = 3.VLL IL sinφ (var) dan S3
ϕ = 3.Vf If φ (VA)
Gambar 2.14. Diagram vector arus beban seimbang hubungan
delta
d) Beban Tak Seimbang Terhubung Delta
Beban tak seimbang yang direfresentasikan dengan tiga buah
impedansi
masing-masing Z1 . Z2 . Z3 yang dihubungkan delta yang dapat
dicatu sumber
hubungan delta maupun sumber hubungan bintang.
VBC
IAB
VAB
IBC
VCA
Ic
Ia -IcA
Ib
-IAB
ICA
-IBC
-
II-17
Pada system tiga fasa hubungan delta terdapat dua macam arus,
yaitu arus
Line (IL) dan arus fasa (If), Arus Line yaitu arus yang mengalir
pada Line
penghantar terdiri dari Ia ; IB dan IC, Arus fasa yaitu arus
yang mengalir didalam
impedansi setiap fasa terdiri dari IAB, IBC dan IAB
Gambar 2.15. Beban tak seimbang terhubung Delta
Untuk menghitung arus dan daya pada rangkaian 3 fasa hubungan
delta
digunakan metode arus lup yang akhirnya menghasilkan :
Arus fasa :
IAB =
=
IBC =
=
ICA =
=
Arus Line :
Ia = IAB – ICA
Ib = IBC – IAB
Ic = ICA – IBC
ZBC
ZAC ZAB
A
B C
ICA
IAB IBC
IA
IC
IB
VAB
VCA
VBC
c
a
b
-
II-18
Daya pada Beban :
Daya semu : S3ϕ = SAB + SBC + SCA = VAB(IAB)0 +VBC(IBC)
0 + VCA(ICA)
0
Daya nyata : P3ϕ = PAB + PBC + PCA
Dimana PAB= VABIAB cos θAB
PBC= VBCIBC cos θBC
PCA= VCAICA cos θCA
Daya Reaktif : Q3ϕ = QAB + QBC + QCA
Dimana QAB= VAB IAB sin θAB
QBC= VBC IBC sin θBC
QCA= VCA ICA sin θCA
Gambar 2.16. Diagram vector arus beban Tak seimbang hubungan
delta.
Dalam sistem tiga-fasa seimbang, Besar tegangan adalah sama di
semua
fasa dan antara fasa yang berurutan terdapat beda fasa 120o.
Demikian pula halnya
dengan arus; keadaan ini membuat arus di penghantar netral
bernilai nol. Tidak
demikian halnya dengan keadaan tak-seimbang; tegangan dan arus
di setiap fasa
tidak sama dan beda fasa antar tegangan fasa-netral tidak
120o.
IA
IC
IB
VBC
VAB
VCA
ϕ
ϕ
ϕ
-
II-19
e) Komponen Simetris
Tegangan di setiap fasa (fasa-netral) sistem tak-seimbang dapat
kita
tuliskan sebagai
Va = Va αa ; Vb = Vb αb ; Vc = Vc αc (2.4)
Satu kesatuan tiga fasor tak-seimbang ini, dipandang sebagai
terdiri dari
tiga komponen fasor seimbang yaitu:
komponen urutan positif
komponen urutan negatif
komponen urutan nol
Komponen urutan positif adalah fasor tiga-fasa seimbang dengan
selisih
sudut fasa 120o, dengan urutan abc. Komponen urutan negatif
adalah fasor tiga-
fasa seimbang dengan selisih sudut fasa 120o dengan urutan cba,
dan komponen
urutan nol adalah fasor tiga-fasa tanpa selisih sudut fasa. Tiga
set fasor seimbang
ini digambarkan pada gambar 2.17. Perhatikanlah bahwa baik
komponen urutan
positif maupun negatif, memiliki selisih sudut fasa 120o;
artinya kemunculan
tegangan berselisih 120o
secara berurutan, sedangkan komponen urutan nol tidak
memiliki selisih sudut fasa, yang berarti gelombang tegangan di
ketiga-fasa
muncul dan bervariasi secara bersamaan. Oleh karena itu jumlah
fasor arus urutan
nol di titik penghatar netral tidaklah nol melainkan 3 kali arus
urutan nol.
Komponen urutan nol diberi tambahan indeks 0, urutan positif
diberi
tambahan indeks 1, urutan negatif dengan tambahan indeks 2.
Komponen-
komponen ini disebut komponen simetris. Dengan komponen simetris
ini maka
pernyataan tegangan semula (yang tidak seimbang) menjadi
-
II-20
Va =Va0 +Va1 +Va2 Vb =Vb0 +Vb1 +Vb2 Vc =Vc0 +Vc1 +Vc2
Gambar 2.17. Komponen seimbang dari fasor tegangantiga-fasa
tak-seimbang.
f) Operator a
Penulisan komponen urutan dilakukan dengan memanfaatkan operator
a,
yang sesungguhnya adalah fasor satuan yang berbentuk
a = 1 120o
Suatu fasor, apabila dikalikan dengan a akan menjadi fasor lain
yang
terputar ke arah positif sebesar 120o, Dan jika dikalikan dengan
a
2 akan terputar
ke arah posistif 240o. Memanfaatkan operator a ini untuk
menuliskan komponen
urutan positif dan negatif. Dengan operator a ini, indeks a,b,c
dapat dihilangkan
karena arah fasor sudah dinyatakan oleh operator a, sehingga
dapat menuliskan
Va0 = Vb0 = Vc0 = V0
Va1 = V1 ; Vb1 = aV1 ; Vc1 = a2V1
Va2 = V2 ; Vb2 = a2V2 ; Vc2 = aV2
Sehingga
Va =V0 +V1 +V2
Vb =V0 +a2V1 + aV2
Vc = V0 +aV1 + a2V2
VC1
Va1
Vb1 VC2
Va2
Vb2 Va0. Vb0. Vc0
Urutan Nol Urutan Positif Urutan Negatif
-
II-21
Gambar 2.18. Penulisan komponen urutan dengan menggunakan
operator a.
Persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk matriks
menjadi
=
g) Mencari Komponen Simetris
Komponen simetris adalah besaran-besaran hasil olah matematik;
ia tidak
diukur dalam praktek. Yang terukur adalah besaran - besaran yang
tak-seimbang
yaitu Va , Vb , Vc . Komponen simetris dapat kita cari dari
hasil Operator a
dengan menjumlahkan fasor-fasor dan dengan mengingat bahwa (1 +
a + a2) = 0,
yaitu
Va =V0 +V1 +V2
Vb =V0 +a2V1 + aV2
Vc = V0 +aV1 + a2V2
Va + Vb + Vc = 3V0 + (1+a2+a) V1 + (1+a+a
2) V2 = 3V0
V0 =
(Va + Vb + Vc )
Jika
Va =V0 +V1 +V2
Vb =V0 +a2V1 + aV2
aV1 = VC1
V1 = Va1
a2V1 = Vb1
V0
Urutan Nol Urutan Positif Urutan Negatif
a2V2 = Vc2
aV2 = VC1
V2 = Va2
-
II-22
Vc = V0 +aV1 + a2V2
Dikalikan dengan a dan baris ke-tiga kita kalikan dengan a2,
kemudian
kita jumlahkan, kita peroleh:
Va = V0 + V1 + V2
a2Vb = aV0 + a
3V1 + a
2V2
a2Vc = a
2V0 + a
3V1 + a
4V2
Va + aVb + a2Vc = ( 1 + a
2 + a ) V0 + ( 1 + a + a
2 ) V1 + 3V2 = 3V1
V1 =
( Va + aVb + a
2Vc )
Jika dari hasil Operator a yang diatas dikalikan `dengan a2 dan
baris ke-
tiga dikalikan dengan a, kemudian dijumlahkan, diperoleh:
Va = V0 + V1 + V2
a2Vb = a
2V0 + a
4V1 + a
3V2
aVc = aV0 + a2V1 + a
3V2
Va + aVb + a2Vc = ( 1 + a
2 + a ) V0 + ( 1 + a + a
2 ) V1 + 3V2 = 3V2
V2 =
( Va + a
2Vb + aVc )
Relasi
V0 =
(Va + Vb + Vc )
V1 =
( Va + aVb + a
2Vc )
V2 =
( Va + a
2Vb + aVc )
Dikumpulkan dalam satu penulisan matriks:
=
-
II-23
Dengan demikian mempunyai dua relasi antara besaran fasa dan
komponen simetrisnya yaitu :
=
Dan
=
Yang masing - masing dapat dituliskan dengan lebih kompak
sebagai
berikut:
Vabc = [ ] V012
V012 = [ ]-1
Vabc
Dengan
[ ] =
dan [ ]-1 =
Dengan cara yang sama dapat memperoleh relasi untuk arus
Iabc = [ ] I012 (2.5)
I012 = [ ]-1
Iabc (2.6)
B. Jatuh Tegangan atau Drop Voltage
Jatuh tegangan adalah selisih antara tegangan ujung pengiriman
dan
tegangan ujung penerimaan, jatuh tegangan disebabkan oleh
hambatan dan arus,
pada saluran bolak-balik besarnya tergantung dari impedansi dan
admitansi
saluran serta pada beban dan faktor daya. Jatuh tegangan
dinyatakan dengan
rumus:
Vdrop = –
(2.7)
-
II-24
Dalam teori listrik arus bolak-balik penjumlahan daya dilakukan
secara
vektoris, yang dibentuk vektornya merupakan segitiga siku-siku,
yang dikenal
dengan segitiga daya. Sudut θ merupakan sudut pergeseran fasa,
semakin besar
sudutnya, semakin besar Daya Semu (S), dan semakin besar pula
Daya Reaktif
(Q), sehingga faktor dayanya (cos θ)semakin kecil. Perbandingan
antara besar
daya aktif dengan daya semu disebut faktor daya (cos θ ), θ
adalah sudut yang
dibentuk antara daya aktif dan daya semu.
PF ( cos θ) =
(2.8)
Seperti diketahui, kerugian daya suatu saluran merupakan
perkalian arus
pangkat dua dengan resistansi atau reaktansi dari saluran
tersebut.
Rugi– rugi daya dinyatakan sebagai berikut.
Rugi daya nyata (∆P) = 3 I2 . R (Watt) (2.9)
Rugi daya reaktif (∆Q) = 3 I2 . X (VAR) (2.10)
perhitungan jatuh tegangan pada penghantar jaringan distribusi,
Adapun
yang akan dihitung disini adalah dari saluran sampai ke trafo
terjauh dari GI, yaitu
dari saluran utama tiga phasa 20 kV, percabangan satu phasa.
Adapun rumus jatuh
tegangan adalah :
Vs = Vs’
Maka :
∆ V = Vs’ – Vr (2.11)
∆ V = I R cos θ+ I X sin θ (2.12)
∆ V = I (R cos θ+ X sin θ) (2.13)
Dimana :
∆ V = Tegangan Jatuh (Volt)
Vr = Tegangan reaktif (Volt)
-
II-25
I = arus penghantar phasa (Ampere)
R = resistansi/tahanan penghantar phasa (Ω/km)
X = reaktansi saluran (Ω/km)
θ = sudut daya
Maka di masukan untuk panjang salurannya
∆ V = I . l (R cos θ + X sin θ) (2.14)
Dengan :
l : Panjang penghantar (km)
Maka untuk saluran distribusi primer besar jatuh tegangan pada
saluran
distribusi primer adalah :
△Vtotal = △V utama + △V sub utama + △V lateral (2.15)
∆ V = I × (Rtotal cosφ + Xtotal sin φ) (2.16)
Dimana
Rtotal = Rutama l utama + Rsub utama l sub utama + Rlateral l
lateral (2.17)
Xtotal = Xutama l utama + Xsub utama l sub utama + Xlateral l
lateral (2.18)
Untuk besar arus primer transformator
I =
√ (2.19)
Dimana :
I = Besar arus phasa (A)
Sin = Besar KVA saluran (KVA)
VLL = Besar tegangan jala-jala (V)
-
II-26
Dan untuk mencari besar persentase jatuh tegangan
% △V = △
× 100 % (2.20)
2.3 Transformator Distribusi
Transformator merupakan alat yang memegang peran penting
dalam
sistem distribusi. Transformator distribusi mengubah tegangan
menengah (di
Indonesia 20 kV) menjadi tegangan rendah (di Indonesia 220/380).
Sebagaimana
halnya dengan komponen-komponen lain dari rangkaian distribusi,
rugi-rugi
energi dan turun tegangan yang disebabkan arus listrik yang
mengalir menuju
beban, Sehingga harus dilakukan penentuan untuk pemilihan dan
lokasi
transformator.
Gambar 2.19 (a). Skema Gardu Distribusi Dengan Satu
Transformator
Gambar 2.19 (b). Skema Gardu Distribusi Dengan Dua
Transformator
Keterangan Gambar 2.6 (a) dan (b) :
GD = Transformator Distribusi
GD
TR
TR
P
P
S S
TM
S TR
TR
P
P
TR
TR
P
P
GD
GD
P
P
TM
TM
P
S
-
II-27
P = Proteksi, berupa Sekring
S = Saklar atau Pemisah
TM = Tegangan Menengah
TR = Tegangan Rendah
Transformator distribusi yang umum digunakan adalah
transformator step-
down 20KV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan tegangan
rendah adalah
380V. Karena terjadi drop tegangan, maka pada rak tegangan
rendah dibuat di
atas 380V agar tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil
dari 380V. Pada
kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer
dihubungkan ke
sumber tegangan bolak-balik, sehingga pada inti tansformator
yang terbuat dari
bahan ferromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya
magnet (fluks = Ф).
Karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-balik, maka fluks
yang
terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang
berubah-ubah. Jika
arus yang mengalir berbentuk sinusoidal, Maka fluks yang terjadi
akan berbentuk
sinusoidal pula. Karena fluks tersebut mengalir melalui inti
yang mana pada inti
tersebut terdapat belitan primer dan sekunder, Maka pada belitan
primer dan
sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik) induksi,
Tetapi arah ggl
induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder,
Sedangkan
frekuensi masing-masing tegangan sama dengan frekuensi
sumbernya.
A. Prinsip Kerja Transformator
Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan
sekunder) yang
bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris
namun berhubungan
secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi
(reluctance) rendah.
Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan
bolak-
-
II-28
balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang
dilaminasi, karena
kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah
arus primer.
Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer
terjadi
induksi dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena
pengaruh induksi
dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama yang
menyebabkan
timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah
arus sekunder
jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat
ditransfer
keseluruhan (secara magnetisasi).
Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang
dapat
ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang
elektronika,
transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara
sumber dan beban
untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus
bolak-balik antara
rangkaian.
Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah
untuk
mengurangi reluktansi (tahanan magnetis) dari rangkaian magnetis
(common
magnetic circuit).
B. Spesifikasi Umum Tegangan Primer Transformator Distribusi
Tegangan primer sesuai dengan tegangan nominal sistem pada
jaringan
tegangan menengah (JTM) yang berlaku dilingkungan
ketenagalistrikan yaitu 6
KV dan 20 KV. Dengan demikian ada dua macam transformator
distribusi yang
dibedakan oleh tegangan primernya, yaitu :
a. Transformator distibusi bertegangan primer 6 KV
b. Transformator distribusi betegangan primer 20 KV
-
II-29
Catatan :
Pada sistem distribusi tiga phasa, 4 kawat, maka transformator
phasa
tunggal yang dipasang tentunya mempunyai tegangan pengenal
misalnya untuk 20
kV yaitu :
√ = 12 Kv
C. Spesifikasi Umum Tegangan Skunder Transformatos
Distribusi
Tegangan sekunder ditetapkan tanpa disesuaikan dengan
tegangan
nominal sistem jaringan tegangan rendah (JTR) yang berlaku
dilingkungan PLN
(127 V & 220 V untuk sistem phasa tunggal dan 127/220 V dan
220/380 V untuk
sistem tiga phasa), yaitu 133/231 V dan 231/400 V (pada keadaan
tanpa beban).
Dengan demikian ada empat macam transformator distribusi
yang
dibedakan oleh tegangan sekundernya, yaitu :
a. Transformator distribusi bertegangan sekunder 133/231 V
b. Transformator distribusi bertegangan sekunder 231/400 V
c. Transformator distribusi bertegagan sekunder 133/231 V dan
231/400 V
yang dapat digunakan secara serentak (simultan).
D. Spesifikasi Umum Daya Pengenal Transformator Distribusi
Nilai-nilai daya pengenal tranformator distribusi yang lebih
banyak
dipakai dalam SPLN 8 : 1978 IEC 76 – 1 (1976) seperti pada Tabel
2.1, sedang
yang bertanda * (bintang) adalah nilai-nilai standar
transformator distribusi yang
dipakai PLN.
-
II-30
Tabel 2.1 Tabel Nilai Daya Pengenal Transformator Distribusi
KVA
5 40 315*
6,3 50* 400*
8 63 500*
10 80 630*
12,5 100* 800*
16* 125 1000*
20 160* 1250*
25* 200* 1600*
31,5 250* Dst
2.4 Matlab
A. Umum
MATLAB (yang berarti "matrix laboratory") diciptakan pada akhir
tahun
1970-an oleh Cleve Moler, Yang kemudian dia menjadi Ketua
Departemen Ilmu
Komputer di Universitas New Mexico. Ia merancangnya untuk
memberikan akses
bagi mahasiswa dalam memakai LINPACK dan EISPACK tanpa harus
mempelajari Fortran.
Karyanya itu segera menyebar ke universitas-universitas lain
dan
memperoleh sambutan hangat di kalangan komunitas matematika
terapan. Jack
Little, Seorang insinyur, Dipertemukan dengan karyanya tersebut
selama
kunjungan Moler ke Universitas Stanford pada tahun 1983.
Menyadari potensi komersialnya, Ia bergabung dengan Moler dan
Steve
Bangert. Mereka menulis ulang MATLAB dalam bahasa pemrograman
C,
Kemudian mendirikan The MathWorks pada tahun 1984 untuk
melanjutkan
pengembangannya. Pustaka yang ditulis ulang tadi kini dikenal
dengan nama
-
II-31
JACKPAC. Pada tahun 2000, MATLAB ditulis ulang dengan
pemakaian
sekumpulan pustaka baru untuk manipulasi matriks, LAPACK.
MATLAB pertama kali diadopsi oleh insinyur rancangan kontrol
(yang
juga spesialisasi Little), tapi lalu menyebar secara cepat ke
berbagai bidang lain.
Kini juga digunakan di bidang pendidikan, khususnya dalam
pengajaran aljabar
linear dan analisis numerik, serta populer di kalangan ilmuwan
yang menekuni
bidang pengolahan citra.
Matlab banyak digunakan pada :
a) Matematika dan Komputansi
b) Pengembangan dan Algoritma
c) Pemrograman modeling, simulasi, dan pembuatan prototipe
d) Analisa Data , eksplorasi dan visualisasi
e) Analisis numerik dan statistik
f) Pengembangan aplikasi teknik
Matlab juga merupakan bahasa pemrograman computer berbasis
window
dengan orientasi dasarnya adalah matrik, namun pada program ini
tidak menutup
kemungkinan untuk pengerjaan permasalahan non matrik. Selain itu
matlab juga
merupakan bahasa pemrograman yang berbasis pada obyek (OOP),
namun disisi
lain karena matlab bukanlah type compiler, maka program yang
dihasilkan pada
matlab tidak dapat berdiri sendiri.
Namun agar hasil program dapat berdiri sendiri maka harus
dilakukan
transfer pada bahasa pemrograman yang lain, misalnya C++. Pada
matlab terdapat
tiga windows yang digunakan dalam operasinya yaitu ;
a. Command windows (layar perintah)
-
II-32
b. Figure windows (layar gambar),
c. Note Pad (sebagai editor program).
B. Fungsi Dari Setiap Window MATLAB
a) MATLAB Command window/editor
MATLAB Command window/editor merupakan window yang muncul
ketika
kita membuka pertama kali setiap kita menjalankan aplikasi
MATLAB, Pada
window kita dapat melakukan akses-akses ke command-command
MATLAB
dengan cara mengetikkan barisan-barisan ekpresi MATLAB, seperti
mengakses
help window dan lain-lainnya. Command Window (layar perintah)
dapat kita
gunakan untuk menjalankan program/perintah yang dibuat pada
layar editor
matlab. Pada windows/layar ini kita dapat mengakses perintah
maupun komponen
pendukung (help file dll) yang ada di matlab secara langsung.
Salah satu cirri dari
command windows ditandai dengan tanda prompt (>>).
b) MATLAB Editor/Debugger (Editor M-File/Pencarian
Kesalahan)
Window ini merupakan tool yang disediakan oleh Matlab 5 keatas.
Berfungsi
sebagai editor script Matlab (M-file). Walaupun sebenarnya
script ini untuk
pemrograman Matlab dapat saja menggunakan editor yang lain
seperi notepad,
wordpad bahkan word.
Untuk mengakses window m-file ini dapat kita lakukan dengan cara
:
Memilih menu File - kemudian pilih New
Pilih m-file, maka MATLAB akan menampilkan editor window :
selain dengan cara di atas untuk menampilkan editor M-file ini,
kita dapat juga
melakukanya dengan cara :
>> edit
-
II-33
c) Figure Windows
Window ini merupakan hasil visualisasi dari script Matlab. Namun
Matlab
memberi kemudahan bagi programer untuk mengedit window ini
sekaligus
memberikan program khusus untuk itu. Sehingga window ini selain
berfungsi
sebagai visualisasi output dapat juga sekaligus menjadi media
input yang
interaktif.
d) MATLAB help window
MATLAB juga menyediakan sistem help yang dapat diakses dengan
perintah
help. Misalnya, untuk memperoleh informasi mengenai fungsi elfun
yaitu fungsi
untuk trigonometri, eksponensial, complex dan lain-lain, maka
kita hanya perlu
mengetikkan perintah berikut :
» help elfun
dan kemudian menekan enter maka di layar akan muncul informasi
dalam bentuk
teks pada layar MATLAB yaitu : Elementary math functions.
e) Cari fungsi icon dan toolbar MATLAB
Fungsi pengaturan file dalam MATLAB :
dir / ls : Digunakan untuk melihat isi dari sebuah direktori
aktif.
Cd : Digunakan untuk melakukan perpindahan dari direktori
aktif.
Pwd : Digunakan untuk melihat direktori yang sedang aktif.
Mkdir : Digunakan untuk membuat sebuah direktori.
What : Digunakan untuk melihat nama file m dalam direktori
aktif.
Who : Digunakan untuk melihat variabel yang sedang aktif.
Whos : Digunakan untuk menampilkan nama setiap variabel.
Delete : Digunakan untuk menghapus file.
-
II-34
Clear : Digunakan untuk menghapus variabel.
Clc : Digunakan untuk membersihkan layar.
Doc : Digunakan untuk melihat dokumentasi The MathWorks,
Inc.
dalam format html secara online.
Demo :Digunakan untuk mencoba beberapa tampilan demo yang
disediakan oleh Matlab.
f) Fungsi help plot di command window :
1) Function subplot digunakan untuk membuat suatu figure dapat
memuat
lebih dari satu gambar. Perintah sublot didefinisikan sebagai
:
subplot(n,m,i)
Perintah tersebut membagi suatu figure menjadi suatu matriks m x
n area
grafik dan i, berfungsi sebagai indeks penomoran gambar. Subplot
dinomori
dari kiri ke kanan dimulai dari baris teratas.
2) Function title digunakan untuk memberi judul pada gambar.
Input dari
perintah title berupa string. Syntax title sebagai berikut :
title(‘string’)
3) Function xlabel digunakan untuk memberi label sumbu pada
sumbu x.
Input dari perintah xlabel berupa string. Syntax xlabel sebagai
berikut :
xlabel(‘string’)
4) Function ylabel digunakan untuk memberi label sumbu y. Input
dari
perintah ylabel berupa string. Syntax ylabel sebagai berikut
:
ylabel(‘string’)
5) Function axis digunakan untuk mengatur nilai minimum dan
maksimum
dari sumbu x dan sumbu y , function axis didefinisikan sebagai
:
-
II-35
axis([ xmin xmax ymin ymax ])
6) Function grid digunakan untuk memberi grid pada gambar
kita
Command Window = tempat syntax matlab ditulis dan dieksekusi
Command History = tempat penyimpanan syntax Matlab yang
pernah
dijalankan user
Workspace = tempat penyimpanan variable-variabel
Current Directory = Folder utama tempat penyimpanan M-files yang
akan
dijalankan
g) Syntax-syintax dasar Matlab :
Operasi Dasar Matematika
+ = tambah = penjumlahan
- = kurang = pengurangan
* = perkalian (vektor) = perkalian (vektor)
.* = perkalian (skalar) = perkalian (skalar)
/ = bagi = pembagian
^ = pangkat = perpangkatan
Dan banyak lagi beberapa Fungsi syintax-syintax lainya,seperti
untuk membuat
Grafik yaitu :
>>plot(a,b) = plot a (sb x) dan b (sb y)
>>figure = menambah figure baru
>>hold on = menimpa gambar lama
>>hold off = membersihkan figure
-
II-36
>>plot(x,y,’--
rs’,’Linewidth’,2,’MarkerEdgeColor’,’k’,’MarkerFaceColor’,’g’,’MarkerS
ize’,2)