Top Banner
II-1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Distribusi Awalnya tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit listrik seperti PLTA, PLTU, PLTG dan yang lainnya, dengan tegangan yang pada umumnya merupakan tegangan menengah (TM) 6, 11, 20 kV. Pada umumnya pusat pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna tenaga listrik, untuk mentransmisikan tenaga listrik dari pembangkit ini, maka diperlukan penggunaan tegangan tinggi (TT) yaitu 70 kV, 150 kV, atau tegangan ekstra tinggi (TET) yaitu 500 kV untuk Jawa dan 275 kV untuk Sumut. Tegangan yang lebih tinggi ini diperoleh dengan transformator penaik tegangan (step up transformator). Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan efisiensi, antara lain penggunaan penampang penghantar menjadi efisien, karena arus yang mengalir akan menjadi lebih kecil, ketika tegangan tinggi diterapkan. Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang dapat merupakan suatu daerah industri atau suatu kota. Tegangan melalui gardu induk (GI) diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20kV. Setiap gardu induk (GI) sesungguhnya merupakan pusat beban untuk suatu daerah pelanggan tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang waktu sehingga daya yang di bangkitkan dalam pusat-pusat listrik harus selalu berubah. Perubahan daya yang dilakukan di pusat pembangkit ini bertujuan untuk mempertahankan tenaga listrik tetap pada frekuensi 50Hz. Proses perubahan ini dikoordinasikan dengan pusat pengaturan beban (P3B).
36

BAB II LANDASAN TEORIrepositori.unsil.ac.id/1119/4/Bab_2.pdf · 2019. 9. 24. · BAB II LANDASAN TEORI ... fasa S dan fasa dengan sudut fasa 240o disebut dengan fasa T. Perbedaaan

Feb 14, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • II-1

    BAB II

    LANDASAN TEORI

    2.1 Sistem Distribusi

    Awalnya tenaga listrik dihasilkan di pusat-pusat pembangkit listrik seperti

    PLTA, PLTU, PLTG dan yang lainnya, dengan tegangan yang pada umumnya

    merupakan tegangan menengah (TM) 6, 11, 20 kV. Pada umumnya pusat

    pembangkit tenaga listrik berada jauh dari pengguna tenaga listrik, untuk

    mentransmisikan tenaga listrik dari pembangkit ini, maka diperlukan penggunaan

    tegangan tinggi (TT) yaitu 70 kV, 150 kV, atau tegangan ekstra tinggi (TET) yaitu

    500 kV untuk Jawa dan 275 kV untuk Sumut. Tegangan yang lebih tinggi ini

    diperoleh dengan transformator penaik tegangan (step up transformator).

    Pemakaian tegangan tinggi ini diperlukan untuk berbagai alasan efisiensi,

    antara lain penggunaan penampang penghantar menjadi efisien, karena arus yang

    mengalir akan menjadi lebih kecil, ketika tegangan tinggi diterapkan.

    Setelah saluran transmisi mendekati pusat pemakaian tenaga listrik, yang

    dapat merupakan suatu daerah industri atau suatu kota. Tegangan melalui gardu

    induk (GI) diturunkan menjadi tegangan menengah (TM) 20kV. Setiap gardu

    induk (GI) sesungguhnya merupakan pusat beban untuk suatu daerah pelanggan

    tertentu, bebannya berubah-ubah sepanjang waktu sehingga daya yang di

    bangkitkan dalam pusat-pusat listrik harus selalu berubah. Perubahan daya yang

    dilakukan di pusat pembangkit ini bertujuan untuk mempertahankan tenaga listrik

    tetap pada frekuensi 50Hz. Proses perubahan ini dikoordinasikan dengan pusat

    pengaturan beban (P3B).

  • II-2

    Tegangan menengah dari gardu induk (GI) ini melalui saluran distribusi

    primer, untuk disalurkan ke gardu-gardu distribusi (GD) atau pemakai tegangan

    menengah (TM). Dari saluran distribusi primer, tegangan menegah (TM)

    diturunkan menjadi tegangan rendah (TR) 220V/380 V melalui gardu distribusi

    (GD). Tegangan rendah dari gardu distribusi disalurkan melalui saluran tegangan

    rendah ke konsumen tegangan rendah.

    Pada Gambar 2.1 terlihat jelas bahwa arah mengalirnya enegi listrik

    berawal dari pusat tenaga listrik melalui saluran-saluran transmisi dan distribusi

    dan sampai pada konsumen.

    Gambar 2.1. Sistem Tenaga Listrik

    Pembangkit

    Saluran Transmisi

    Saluran Distribusi

    primer

    Saluran Distribusi

    Skuender

    Utilitas

    Pembangkit

    Listrik TM

    GI Transformatos

    Penaik

    TT/TET

    GI Transformatos

    Penurun

    Ke Pemakai

    TM

    KWH Meter

    TR

    GD

    Instalasi Pemakai

    TR

  • II-3

    A. Distribusi Primer

    Distribusi primer adalah sistem distribusi yang mempergunakan tegangan

    menengah. Pada distribusi primer terdapat tiga jenis dasar jaringang, Yaitu :

    1) Sistem Radial

    2) Sistem Loop

    3) Sistem Spindle

    Pada Sistem Radial merupakan sitem yang paling sederhana dan paling

    banyak dipakai, terdiri atas fider (feeders) atau rangkaian tersendiri, yang seolah-

    olah keluar dari suatu sumber atau wilayah tertentu secara radial, Fider itu dapat

    juga dianggap sebagai terdiri atas suatu bagian utama dari mana saluran samping

    atau lateral lain bersumber dan dihubungkan dengan transformator distribusi

    sebagaimana terlihat pada Gambar 2.2, Saluran samping sering disambung pada

    fider dengan sekring (fuse), Dengan demikian maka gangguan pada saluran

    samping tidak akan mengganggu seluruh fider, Bilamana sekring itu tidak bekerja

    atau terdapat gangguan pada fider, proteksi pada saklar daya di gardu induk akan

    bekerja, dan seluruh fider akan kehilangan energi, Pemasokan pada rumah sakit

    atau pemakai vital lain tidak boleh mengalami gangguan yang berlangsung lama,

    Dalam hal demikian, Satu fider tambahan disediakan, Yang menyediakan suatu

    sumber penyedia energi alternatif.

  • II-4

    Gambar 2.2 Skema Saluran Radial

    B. Distribusi Sekunder

    Distribusi sekunder mempergunakan tegangan rendah, Sebagaimana

    halnya dengan distribusi primer, terdapat pula pertimbangan-pertimbangan perihal

    kehandalan pelayanan dan regulasi tegangan. Sistem sekunder dapat terdiri atas

    tiga jenis umum :

    a) Pelayanan Dengan Transformator Sendiri

    Pelayanan dengan transformator tersendiri dilakukan untuk pemakai yang

    agak besar atau bila para pemakai terletak agak berjauhan terutama di daerah luar

    kota, Sehingga saluran tegangan rendahnya akan menjadi terlampau panjang,

    Skema ini terlihat pada Gambar 2.3.

    Gambar 2.3. Sambungan Pemakai Besar Dengan Gardu Distribusi Tersendiri

    Saluran Samping

    Saluran Samping

    Saluran Utama

    Saluran Samping

    Saluran Utama

    GI

    GD GD

    GD

    GD

    GD

    GD

    GD

    TM

    Saklar Daya

    Atau

    Sekring

    GD

    TR

    Pemakai

  • II-5

    b) Penggunaan Satu Transformator Untuk Sejumlah Pemakai

    Yang mungkin terbanyak dipakai adalah sistem yang mempergunakan satu

    transformator dengan saluran tegangan rendah yang melayani sejumlah pemakai,

    Sistem ini memperhatikan beban dan keperluan pemakai yang berbeda-beda

    sifatnya, Gambar 2.4 memperlihatkan situasi ini, Di Indonesia sistem ini banyak

    dipakai.

    Gambar 2.4. Penggunaan Satu Gardu Distribusi Untuk Sejumlah Pemakai

    c) Bangking Sekunder

    Penggunaan satu saluran tegangan rendah yang tersambung pada beberapa

    transformator secara paralel, Sejumlah pemakai dilayani dari saluran tegangan

    rendah ini, Transformator-transformator diisi dari satu sumber energi, Hal ini

    disebut bangking sekunder transformator.

    Sistem yang mempergunakan banking sekunder tidak begitu banyak

    dipakai, Antara transformator dan saluran sekunder biasanya terdapat sekring atau

    saklar daya otomatik guna melepaskan transformator dari saluran tegangan rendah

    bila terdapat gangguan pada transformator, Dapat juga dipasang sekring antara

    seksi-seksi pada saluran tegangan rendah. Lihat pada Gambar 2.5 Kelebihan

    sistem ini dianggap dapat memberikan pelayanan yang tidak terganggu dalam

    Saklar Daya

    Atau

    Sekring

    GD

    Saklar Daya

    Atau

    Sekring

    GD

    Pemakai

    TM

    Isolator Pemisah TR

  • II-6

    waktu begitu lama, Di lain pihak bilamana salah satu transformator terganggu,

    Beban tambahan yang harus dipikul transformator-transformator lain dapat

    mengakibatkan banyak transformator turut terganggu.

    Gambar 2.5. Bangking Sekunder, Dengan Dua Gardu Distribusi

    Dihubungkan Juga Pada Sisi Tegangan Rendah

    2.2 Sistem Tiga Fasa

    Kebanyakan sistem listrik dibangun dengan sistem tiga fasa. Hal tersebut

    didasarkan pada alasan-alasan ekonomi dan kestabilan aliran daya pada beban,

    Alasan ekonomi dikarenakan dengan sistem tiga fasa, Penggunaan penghantar

    untuk transmisi menjadi lebih sedikit, Sedangkan alasan kestabilan dikarenakan

    pada sistem tiga fasa daya mengalir sebagai layaknya tiga buah sistem fasa

    tunggal, Sehingga untuk peralatan dengan catu tiga fasa, Daya sistem akan lebih

    stabil bila dibandingkan dengan peralatan dengan sistem satu fasa.

    Sistem tiga fasa atau sistem fasa banyak lainnya, secara umum akan

    memunculkan sistem yang lebih kompleks, Akan tetapi secara prinsip untuk

    analisa, Sistem tetap mudah dilaksanakan.

    Saklar Daya

    Atau

    Sekring

    GD

    Saklar Daya

    Atau

    Sekring

    GD

    Pemakai

    TM

    Pembatas

    TR

  • II-7

    Sistem tiga fasa dapat digambarkan dengan suatu sistem yang terdiri dari

    tiga sistem fasa tunggal, sebagai berikut :

    Gambar 2.6. Sistem Tiga Fasa Sebagai Tiga Sistem Fasa Tunggal.

    Va = Vm sin ωt (2.1)

    Vb = Vm sin (ωt - 1200) (2.2)

    Vc = Vm sin (ωt + 1200) (2.3)

    Sedangkan bentuk gelombang dari sistem tiga fasa yang merupakan fungsi

    waktu ditunjukkan pada gambar berikut.

    Gambar 2.7 Bentuk Gelombang Pada Sistem Tiga Fasa

    Pada gambar nampak bahwa antara tegangan fasa satu dengan yang

    lainnya mempunyai perbedaan fase sebesar 120o atau 2π/3. Pada umumnya fasa

    Vc

    Vb Va

    Va Vc j

    Vb-j

    0 900

    180 270 360

    0

    -0,5

    -1

    0,5

    1

    Va Vb Vc

    t

    gg

    l

  • II-8

    dengan sudut fasa 0o disebut dengan fasa R, fasa dengan sudut fasa 120

    o disebut

    fasa S dan fasa dengan sudut fasa 240o disebut dengan fasa T. Perbedaaan sudut

    fasa tersebut pada pembangkit dimulai dari adanya kumparan yang masing-

    masing tersebar secara terpisah dengan jarak 120o.

    A. Sistem Y dan ∆

    Sistem Y merupakan sistem sambungan pada sistem tiga fasa yang

    menggunakan empat Line, yaitu fasa R, S, T dan N. Sistem sambungan tersebut

    akan menyerupai huruf Y, yang memiliki empat titik sambungan yaitu pada

    ujung-ujung huruf dan pada titik pertemuan antara tiga garis pembentuk huruf.

    Sistem Y dapat digambarkan dengan skema berikut.

    Gambar 2.8 (A) Sistem Y (wye) dan (B) Sistem Delta

    Sistem hubungan atau sambungan Y, sering juga disebut sebagai

    hubungan bintang. Sedangkan pada sistem yang lain yang disebut sebagai sistem

    delta hanya menggunakan fasa R, S dan T untuk hubungan dari sumber ke beban,

    sebagaimana gambar diatas.Tegangan efektif antar fasa umumnya adalah 380 V

    dan tegangan efektif fasa ke netral adalah 220 V.

    R S

    T

    Z Z

    Z

    N

    Z

    Z Z

    R

    S T

    (A) (B)

  • II-9

    a) Beban Seimbang Terhubung Y

    Analisis rangkaian tiga fasa beban seimbang hubungan bintang 4 Line

    sama dengan beban tidak seimbang karena ketiga impedansi beban sama maka

    besarnya arus sama di semua Line yang berbeda hanya sudutnya saja masing-

    masing berbeda 1200

    Gambar 2.9. Beban seimbang terhubung Y (Wye)

    Ia =

    =

    = IL -φ A

    Ib =

    =

    = IL -120

    0 –φ = IL -120

    0 –φ A

    Ic =

    =

    = IL 120

    0 –φ = IL 120

    0 –φ A

    Menghitung arus yang mengalir pada Line netral kita gunakan KCL

    (Kirhoff Current Low) pada titik netral adalah

    In – Ia – Ib – Ic = 0 Sehingga In = - (Ia+Ib+Ic) = 0

    Daya pada beban hubungan bintang empat Line

    Daya nyata

    Daya nyata pada fasa A : PA =Van Ia cosφ A =VLN IL cosφ = Vf If cosφ (w)

    Daya nyata pada fasa B : Pc =Vbn Ia cosφ B =VLN IL cos φ = Vf If cosφ (w)

    Daya nyata pada fasa C : Pc = Vcn Ia cosφ C =VLN IL cosφ = Vf If cosφ (w)

    n

    b

    c

    a

    Van

    Vcn

    A

    B

    C

    N

    VA- Z Φ

    VB- Z Φ VC- Z Φ

    Vbn

    Ia

    In

    Ic

    Ib

  • II-10

    Daya nyata tiga fasa : P3ϕ = PA + PB + PC = 3. Vf If cos φ (w)

    Daya reaktif :

    Daya reaktif pada fasa A : QA = Van Ia sinφA=VL IL sinφ = Vf If φ (VAR)

    Daya reaktif pada fasa B : QB = Vbn Ib sinφB=VL IL sinφ = Vf If φ (VAR)

    Daya reaktif pada fasa C : QC = Vcn Ic sinφC=VL IL sinφ = Vf If φ (VAR)

    Daya reaktif tiga fasa : Q3ϕ = Q A + Q B + QC

    Berdasarkan besaran fasa : Q3ϕ = 3.V I sin φ (var)

    Berdasarkan besar line to Line : Q3ϕ = √3.VLL IL sin φ (var)

    Daya semu :

    Daya semu pada fasa A : SA = Van Ia = VLN IL φ = Vf If φ (VA)

    Daya semu pada fasa B : SB = Vbn Ib = VLN IL φ = Vf If φ (VA)

    Daya semu pada fasa C : SC = Vcn Ic = VLN IL φ = Vf If φ (VA)

    Daya semu tiga fasa : S3ϕ = S A + S B + S C

    Berdasarkan besaran fasa : Q3ϕ = 3.V I φ (VA)

    Berdasarkan besar line to Line : Q3ϕ = √3.VLL IL φ (VA)

    Gambar 2.10. Diagram vector arus beban seimbang hubungan Y (Wye)

    VB

    IB IA

    IC

    VA

    VC

  • II-11

    b) Beban Tak Seimbang Terhubung Y

    Pada sistem ini masing-masing fase akan mengalirkan arus yang tak

    seimbang menuju Netral (pada sistem empat Line). Sedangkan pada sistem tiga

    Line akan mengakibatkan tegangan yang berubah cukup signifikan dan

    memunculkan suatu netral yang berbeda dari netral yang semestinya.

    (A)

    (B)

    Gambar 2.11. (A) Beban tak seimbang terhubung bintang empat Line dan

    (B) Beban tak seimbang terhubung bintang tiga Line.

    n

    b

    c

    a

    Van

    Vcn

    A

    B

    C

    N

    Z1 =ZA

    ZB Zc

    Vbn

    Ia

    In

    Ic

    Ib

    n

    b

    c

    a

    Vac

    Vbc

    A

    B

    C

    N

    Z1 =ZA

    ZB Zc

    Ia

    Ic

    Ib

    Vab

    I1

    I2

  • II-12

    Gambar 2.12. Diagram vector arus beban Tak seimbang hubungan Y (Wye)

    Arus pada beban hubungan bintang empat line dengan metode arus lup

    diperoleh persamaan arus sebagi berikut

    Ia =

    =

    , Ib =

    =

    = Ic =

    =

    Arus yang mengalir pada Line netral kita gunakan KCL (Kirhoff Current

    Low) pada titik N, Diperoleh

    In + Ia + Ib + Ic = 0 sehingga In = -( Ia + Ib + Ic)

    Daya pada beban hubungan bintang empat Line

    Daya nyata

    Daya nyata pada fasa A : PA =Van Ia cosφ A (w)

    Daya nyata pada fasa B : PB =Vbn Ia cosφ B (w)

    Daya nyata pada fasa C : PC = Vcn Ia cosφ C (w)

    Daya nyata tiga fasa : P3ϕ = PA + PB + PC (w)

    Daya reaktif :

    Daya reaktif pada fasa A : QA = Van Ia sinφA (VAR)

    Daya reaktif pada fasa B : QB = Vbn Ib sinφB (VAR)

    Daya reaktif pada fasa C : QC = Vcn Ic sinφC (VAR)

    VB

    IA

    VA

    IC VC

    IB

    ϕ

    ϕ

    ϕ

  • II-13

    Daya reaktif tiga fasa : : Q3ϕ = Q A + Q B + QC

    Daya semu :

    Daya semu pada fasa A : SA = Van Ia (VA)

    Daya semu pada fasa B : SB = Vbn Ib (VA)

    Daya semu pada fasa C : SC = Vcn Ic (VA)

    Daya semu tiga fasa : : S3ϕ = S A + S B + S C

    Sedangkan pada sistem tiga Line ini titik netral beban tidak dihubungkan

    dengan titik netral sumber sehingga tegangan yang digunakan adalah tegangan

    line to line (VLL) dari sumber, Untuk menghitung arus pada setiap Line digunakan

    metode arus lup, sebagai berikut:

    Dapat digunakan dua arus lup atau tiga arus lup, misal digunakan dua buah

    arus lup, yaitu :

    1. arus lup yang melewati a-A-N-B-b-a=I1

    2. arus lup yang melewati c-C-N-A-a-c=I2

    diperoleh dua persamaan 1 dan persamaan 2 diperoleh I1 dan I2, sehingga

    arus Line dapat dihitung dari arus lup.

    Ia=I1-I2 ; Ib = - I1 dan Ic=I2 dimana Ia + Ib + Ic = 0

    Daya pada beban hubungan bintang tiga Line :

    Daya nyata

    Daya nyata pada fasa A : PA = VAN Ia cosφA (w)

    Daya nyata pada fasa B : PB = VBN Ib cosφB (w)

    Daya nyata pada fasa C : PC = VCN Ic cosφC (w)

    Daya nyata tiga fasa : P3ϕ = PA = PB = PC (w)

  • II-14

    Daya reaktif :

    Daya reaktif pada fasa A : QA = VAN IasinφA (VAR)

    Daya reaktif pada fasa B : QB = VBN Ib sinφB (VAR)

    Daya reaktif pada fasa C : QC = VCN Ic sinφC (VAR)

    Daya reaktif tiga fasa : Q3ϕ = Q A = Q B = QC

    Daya semu :

    Daya semu pada fasa A : SA = VAN Ia (VA)

    Daya semu pada fasa B : SB = VBN Ib (VA)

    Daya semu pada fasa C : SC = VCN Ic (VA)

    Daya semu tiga fasa : S3ϕ = S A + S B + S C

    c) Beban Seimbang Terhubung Delta

    Pada sitem delta, bila tiga buah beban dengan impedansi yang sama

    disambungkan pada sumber tiga fasa, Maka arus di dalam ketiga impedansai akan

    sama besar tetapi terpisah dengan sudut sebesar 120o, Dan dikenal dengan arus

    fasa atau arus beban untuk keadaan yang demikian, Maka dalam rangkaian akan

    berlaku :

    Gambar 2.13. Beban Seimbang Terhubung Delta

    ZBC=Z φ

    ZAB=Z ZCA=Z φ

    A

    C B

    ICA

    IAB IBC

    Ia

    Ib

    Ic

    VCA

    VAB

    VBC

    B

    A

    C

  • II-15

    Arus fasa :

    IAB =

    =

    =

    =

    = If -φ (A)

    IBC =

    =

    =

    φ =

    = -1200 –φ = If -120

    0 –φ (A)

    ICA =

    =

    =

    =

    = 1200 –φ = If 120

    0 –φ (A)

    Arus Line :

    Ia = IAB – ICA = If φ - If 1200 - φ = √3 If φ -300 (A)

    Ib = IBC – IAB = If 1200 - If - φ = √3 If -1200- φ -300 (A)

    Ic = ICA – IBC = If 1200- φ - If - 1200 = √3 If 1200- φ -300 (A)

    Daya semu

    S3ϕ = SAB + SBC + SCA = VAB (IAB ) + VBC(IBC) + VCA(ICA)

    Daya nyata

    P3ϕ = PAB + PBC + PCA

    Dimana : PAB = VABIAB cosφAB =Vf If cosφ (watt)

    PBC = VBCIBC cosφBC = Vf If cosφ (watt)

    PCA = VCAICA cosφCA = Vf If cosφ (watt)

    Jadi P3ϕ = PAB + PBC + PCA = 3.Vf If cosφ (watt)

    Daya reaktif

    Q3ϕ = QAB + QBC +QCA

    Dimana : QAB = VAB IABsinφAB = Vf If sinφ (VAR)

    PBC = VBC IBC sinφBC = Vf If sinφ (VAR)

    PCA = VCA ICA sinφCA = Vf If sinφ (VAR)

  • II-16

    Daya semu:

    S3ϕ = SAB +SBC +SCA = VAB (IAB ) +VBC (IBC ) +VCA (ICA )

    S3ϕ = 3.Vf If φ (VA)

    Karena pada beban seimbang ada hubungan Vf =VLL dan VL =

    √ , Maka

    rumus daya dapat dituliskan sebagai berikut :

    Berdasarkan harga perfasa :

    P3ϕ = 3.Vf If cosφ (watt) ; Q3ϕ = 3.Vf If sinφ (var) dan S3ϕ = 3.Vf If φ (VA)

    Berdasarkan harga antar Line (antara line)

    P3 ϕ = 3.VLL IL cosφ (watt) ; Q3 ϕ = 3.VLL IL sinφ (var) dan S3 ϕ = 3.Vf If φ (VA)

    Gambar 2.14. Diagram vector arus beban seimbang hubungan delta

    d) Beban Tak Seimbang Terhubung Delta

    Beban tak seimbang yang direfresentasikan dengan tiga buah impedansi

    masing-masing Z1 . Z2 . Z3 yang dihubungkan delta yang dapat dicatu sumber

    hubungan delta maupun sumber hubungan bintang.

    VBC

    IAB

    VAB

    IBC

    VCA

    Ic

    Ia -IcA

    Ib

    -IAB

    ICA

    -IBC

  • II-17

    Pada system tiga fasa hubungan delta terdapat dua macam arus, yaitu arus

    Line (IL) dan arus fasa (If), Arus Line yaitu arus yang mengalir pada Line

    penghantar terdiri dari Ia ; IB dan IC, Arus fasa yaitu arus yang mengalir didalam

    impedansi setiap fasa terdiri dari IAB, IBC dan IAB

    Gambar 2.15. Beban tak seimbang terhubung Delta

    Untuk menghitung arus dan daya pada rangkaian 3 fasa hubungan delta

    digunakan metode arus lup yang akhirnya menghasilkan :

    Arus fasa :

    IAB =

    =

    IBC =

    =

    ICA =

    =

    Arus Line :

    Ia = IAB – ICA

    Ib = IBC – IAB

    Ic = ICA – IBC

    ZBC

    ZAC ZAB

    A

    B C

    ICA

    IAB IBC

    IA

    IC

    IB

    VAB

    VCA

    VBC

    c

    a

    b

  • II-18

    Daya pada Beban :

    Daya semu : S3ϕ = SAB + SBC + SCA = VAB(IAB)0 +VBC(IBC)

    0 + VCA(ICA)

    0

    Daya nyata : P3ϕ = PAB + PBC + PCA

    Dimana PAB= VABIAB cos θAB

    PBC= VBCIBC cos θBC

    PCA= VCAICA cos θCA

    Daya Reaktif : Q3ϕ = QAB + QBC + QCA

    Dimana QAB= VAB IAB sin θAB

    QBC= VBC IBC sin θBC

    QCA= VCA ICA sin θCA

    Gambar 2.16. Diagram vector arus beban Tak seimbang hubungan delta.

    Dalam sistem tiga-fasa seimbang, Besar tegangan adalah sama di semua

    fasa dan antara fasa yang berurutan terdapat beda fasa 120o. Demikian pula halnya

    dengan arus; keadaan ini membuat arus di penghantar netral bernilai nol. Tidak

    demikian halnya dengan keadaan tak-seimbang; tegangan dan arus di setiap fasa

    tidak sama dan beda fasa antar tegangan fasa-netral tidak 120o.

    IA

    IC

    IB

    VBC

    VAB

    VCA

    ϕ

    ϕ

    ϕ

  • II-19

    e) Komponen Simetris

    Tegangan di setiap fasa (fasa-netral) sistem tak-seimbang dapat kita

    tuliskan sebagai

    Va = Va αa ; Vb = Vb αb ; Vc = Vc αc (2.4)

    Satu kesatuan tiga fasor tak-seimbang ini, dipandang sebagai terdiri dari

    tiga komponen fasor seimbang yaitu:

    komponen urutan positif

    komponen urutan negatif

    komponen urutan nol

    Komponen urutan positif adalah fasor tiga-fasa seimbang dengan selisih

    sudut fasa 120o, dengan urutan abc. Komponen urutan negatif adalah fasor tiga-

    fasa seimbang dengan selisih sudut fasa 120o dengan urutan cba, dan komponen

    urutan nol adalah fasor tiga-fasa tanpa selisih sudut fasa. Tiga set fasor seimbang

    ini digambarkan pada gambar 2.17. Perhatikanlah bahwa baik komponen urutan

    positif maupun negatif, memiliki selisih sudut fasa 120o; artinya kemunculan

    tegangan berselisih 120o

    secara berurutan, sedangkan komponen urutan nol tidak

    memiliki selisih sudut fasa, yang berarti gelombang tegangan di ketiga-fasa

    muncul dan bervariasi secara bersamaan. Oleh karena itu jumlah fasor arus urutan

    nol di titik penghatar netral tidaklah nol melainkan 3 kali arus urutan nol.

    Komponen urutan nol diberi tambahan indeks 0, urutan positif diberi

    tambahan indeks 1, urutan negatif dengan tambahan indeks 2. Komponen-

    komponen ini disebut komponen simetris. Dengan komponen simetris ini maka

    pernyataan tegangan semula (yang tidak seimbang) menjadi

  • II-20

    Va =Va0 +Va1 +Va2 Vb =Vb0 +Vb1 +Vb2 Vc =Vc0 +Vc1 +Vc2

    Gambar 2.17. Komponen seimbang dari fasor tegangantiga-fasa tak-seimbang.

    f) Operator a

    Penulisan komponen urutan dilakukan dengan memanfaatkan operator a,

    yang sesungguhnya adalah fasor satuan yang berbentuk

    a = 1 120o

    Suatu fasor, apabila dikalikan dengan a akan menjadi fasor lain yang

    terputar ke arah positif sebesar 120o, Dan jika dikalikan dengan a

    2 akan terputar

    ke arah posistif 240o. Memanfaatkan operator a ini untuk menuliskan komponen

    urutan positif dan negatif. Dengan operator a ini, indeks a,b,c dapat dihilangkan

    karena arah fasor sudah dinyatakan oleh operator a, sehingga dapat menuliskan

    Va0 = Vb0 = Vc0 = V0

    Va1 = V1 ; Vb1 = aV1 ; Vc1 = a2V1

    Va2 = V2 ; Vb2 = a2V2 ; Vc2 = aV2

    Sehingga

    Va =V0 +V1 +V2

    Vb =V0 +a2V1 + aV2

    Vc = V0 +aV1 + a2V2

    VC1

    Va1

    Vb1 VC2

    Va2

    Vb2 Va0. Vb0. Vc0

    Urutan Nol Urutan Positif Urutan Negatif

  • II-21

    Gambar 2.18. Penulisan komponen urutan dengan menggunakan operator a.

    Persamaan diatas dapat dituliskan dalam bentuk matriks menjadi

    =

    g) Mencari Komponen Simetris

    Komponen simetris adalah besaran-besaran hasil olah matematik; ia tidak

    diukur dalam praktek. Yang terukur adalah besaran - besaran yang tak-seimbang

    yaitu Va , Vb , Vc . Komponen simetris dapat kita cari dari hasil Operator a

    dengan menjumlahkan fasor-fasor dan dengan mengingat bahwa (1 + a + a2) = 0,

    yaitu

    Va =V0 +V1 +V2

    Vb =V0 +a2V1 + aV2

    Vc = V0 +aV1 + a2V2

    Va + Vb + Vc = 3V0 + (1+a2+a) V1 + (1+a+a

    2) V2 = 3V0

    V0 =

    (Va + Vb + Vc )

    Jika

    Va =V0 +V1 +V2

    Vb =V0 +a2V1 + aV2

    aV1 = VC1

    V1 = Va1

    a2V1 = Vb1

    V0

    Urutan Nol Urutan Positif Urutan Negatif

    a2V2 = Vc2

    aV2 = VC1

    V2 = Va2

  • II-22

    Vc = V0 +aV1 + a2V2

    Dikalikan dengan a dan baris ke-tiga kita kalikan dengan a2, kemudian

    kita jumlahkan, kita peroleh:

    Va = V0 + V1 + V2

    a2Vb = aV0 + a

    3V1 + a

    2V2

    a2Vc = a

    2V0 + a

    3V1 + a

    4V2

    Va + aVb + a2Vc = ( 1 + a

    2 + a ) V0 + ( 1 + a + a

    2 ) V1 + 3V2 = 3V1

    V1 =

    ( Va + aVb + a

    2Vc )

    Jika dari hasil Operator a yang diatas dikalikan `dengan a2 dan baris ke-

    tiga dikalikan dengan a, kemudian dijumlahkan, diperoleh:

    Va = V0 + V1 + V2

    a2Vb = a

    2V0 + a

    4V1 + a

    3V2

    aVc = aV0 + a2V1 + a

    3V2

    Va + aVb + a2Vc = ( 1 + a

    2 + a ) V0 + ( 1 + a + a

    2 ) V1 + 3V2 = 3V2

    V2 =

    ( Va + a

    2Vb + aVc )

    Relasi

    V0 =

    (Va + Vb + Vc )

    V1 =

    ( Va + aVb + a

    2Vc )

    V2 =

    ( Va + a

    2Vb + aVc )

    Dikumpulkan dalam satu penulisan matriks:

    =

  • II-23

    Dengan demikian mempunyai dua relasi antara besaran fasa dan

    komponen simetrisnya yaitu :

    =

    Dan

    =

    Yang masing - masing dapat dituliskan dengan lebih kompak sebagai

    berikut:

    Vabc = [ ] V012

    V012 = [ ]-1

    Vabc

    Dengan

    [ ] =

    dan [ ]-1 =

    Dengan cara yang sama dapat memperoleh relasi untuk arus

    Iabc = [ ] I012 (2.5)

    I012 = [ ]-1

    Iabc (2.6)

    B. Jatuh Tegangan atau Drop Voltage

    Jatuh tegangan adalah selisih antara tegangan ujung pengiriman dan

    tegangan ujung penerimaan, jatuh tegangan disebabkan oleh hambatan dan arus,

    pada saluran bolak-balik besarnya tergantung dari impedansi dan admitansi

    saluran serta pada beban dan faktor daya. Jatuh tegangan dinyatakan dengan

    rumus:

    Vdrop = –

    (2.7)

  • II-24

    Dalam teori listrik arus bolak-balik penjumlahan daya dilakukan secara

    vektoris, yang dibentuk vektornya merupakan segitiga siku-siku, yang dikenal

    dengan segitiga daya. Sudut θ merupakan sudut pergeseran fasa, semakin besar

    sudutnya, semakin besar Daya Semu (S), dan semakin besar pula Daya Reaktif

    (Q), sehingga faktor dayanya (cos θ)semakin kecil. Perbandingan antara besar

    daya aktif dengan daya semu disebut faktor daya (cos θ ), θ adalah sudut yang

    dibentuk antara daya aktif dan daya semu.

    PF ( cos θ) =

    (2.8)

    Seperti diketahui, kerugian daya suatu saluran merupakan perkalian arus

    pangkat dua dengan resistansi atau reaktansi dari saluran tersebut.

    Rugi– rugi daya dinyatakan sebagai berikut.

    Rugi daya nyata (∆P) = 3 I2 . R (Watt) (2.9)

    Rugi daya reaktif (∆Q) = 3 I2 . X (VAR) (2.10)

    perhitungan jatuh tegangan pada penghantar jaringan distribusi, Adapun

    yang akan dihitung disini adalah dari saluran sampai ke trafo terjauh dari GI, yaitu

    dari saluran utama tiga phasa 20 kV, percabangan satu phasa. Adapun rumus jatuh

    tegangan adalah :

    Vs = Vs’

    Maka :

    ∆ V = Vs’ – Vr (2.11)

    ∆ V = I R cos θ+ I X sin θ (2.12)

    ∆ V = I (R cos θ+ X sin θ) (2.13)

    Dimana :

    ∆ V = Tegangan Jatuh (Volt)

    Vr = Tegangan reaktif (Volt)

  • II-25

    I = arus penghantar phasa (Ampere)

    R = resistansi/tahanan penghantar phasa (Ω/km)

    X = reaktansi saluran (Ω/km)

    θ = sudut daya

    Maka di masukan untuk panjang salurannya

    ∆ V = I . l (R cos θ + X sin θ) (2.14)

    Dengan :

    l : Panjang penghantar (km)

    Maka untuk saluran distribusi primer besar jatuh tegangan pada saluran

    distribusi primer adalah :

    △Vtotal = △V utama + △V sub utama + △V lateral (2.15)

    ∆ V = I × (Rtotal cosφ + Xtotal sin φ) (2.16)

    Dimana

    Rtotal = Rutama l utama + Rsub utama l sub utama + Rlateral l lateral (2.17)

    Xtotal = Xutama l utama + Xsub utama l sub utama + Xlateral l lateral (2.18)

    Untuk besar arus primer transformator

    I =

    √ (2.19)

    Dimana :

    I = Besar arus phasa (A)

    Sin = Besar KVA saluran (KVA)

    VLL = Besar tegangan jala-jala (V)

  • II-26

    Dan untuk mencari besar persentase jatuh tegangan

    % △V = △

    × 100 % (2.20)

    2.3 Transformator Distribusi

    Transformator merupakan alat yang memegang peran penting dalam

    sistem distribusi. Transformator distribusi mengubah tegangan menengah (di

    Indonesia 20 kV) menjadi tegangan rendah (di Indonesia 220/380). Sebagaimana

    halnya dengan komponen-komponen lain dari rangkaian distribusi, rugi-rugi

    energi dan turun tegangan yang disebabkan arus listrik yang mengalir menuju

    beban, Sehingga harus dilakukan penentuan untuk pemilihan dan lokasi

    transformator.

    Gambar 2.19 (a). Skema Gardu Distribusi Dengan Satu Transformator

    Gambar 2.19 (b). Skema Gardu Distribusi Dengan Dua Transformator

    Keterangan Gambar 2.6 (a) dan (b) :

    GD = Transformator Distribusi

    GD

    TR

    TR

    P

    P

    S S

    TM

    S TR

    TR

    P

    P

    TR

    TR

    P

    P

    GD

    GD

    P

    P

    TM

    TM

    P

    S

  • II-27

    P = Proteksi, berupa Sekring

    S = Saklar atau Pemisah

    TM = Tegangan Menengah

    TR = Tegangan Rendah

    Transformator distribusi yang umum digunakan adalah transformator step-

    down 20KV/400V. Tegangan fasa ke fasa sistem jaringan tegangan rendah adalah

    380V. Karena terjadi drop tegangan, maka pada rak tegangan rendah dibuat di

    atas 380V agar tegangan pada ujung penerima tidak lebih kecil dari 380V. Pada

    kumparan primer akan mengalir arus jika kumparan primer dihubungkan ke

    sumber tegangan bolak-balik, sehingga pada inti tansformator yang terbuat dari

    bahan ferromagnet akan terbentuk sejumlah garis-garis gaya magnet (fluks = Ф).

    Karena arus yang mengalir merupakan arus bolak-balik, maka fluks yang

    terbentuk pada inti akan mempunyai arah dan jumlah yang berubah-ubah. Jika

    arus yang mengalir berbentuk sinusoidal, Maka fluks yang terjadi akan berbentuk

    sinusoidal pula. Karena fluks tersebut mengalir melalui inti yang mana pada inti

    tersebut terdapat belitan primer dan sekunder, Maka pada belitan primer dan

    sekunder tersebut akan timbul ggl (gaya gerak listrik) induksi, Tetapi arah ggl

    induksi primer berlawanan dengan arah ggl induksi sekunder, Sedangkan

    frekuensi masing-masing tegangan sama dengan frekuensi sumbernya.

    A. Prinsip Kerja Transformator

    Transformator terdiri atas dua buah kumparan (primer dan sekunder) yang

    bersifat induktif. Kedua kumparan ini terpisah secara elektris namun berhubungan

    secara magnetis melalui jalur yang memiliki reluktansi (reluctance) rendah.

    Apabila kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-

  • II-28

    balik maka fluks bolak-balik akan muncul di dalam inti yang dilaminasi, karena

    kumparan tersebut membentuk jaringan tertutup maka mengalirlah arus primer.

    Akibat adanya fluks di kumparan primer maka di kumparan primer terjadi

    induksi dan terjadi pula induksi di kumparan sekunder karena pengaruh induksi

    dari kumparan primer atau disebut sebagai induksi bersama yang menyebabkan

    timbulnya fluks magnet di kumparan sekunder, maka mengalirlah arus sekunder

    jika rangkaian sekunder di bebani, sehingga energi listrik dapat ditransfer

    keseluruhan (secara magnetisasi).

    Perlu diingat bahwa hanya tegangan listrik arus bolak-balik yang dapat

    ditransformasikan oleh transformator, sedangkan dalam bidang elektronika,

    transformator digunakan sebagai gandengan impedansi antara sumber dan beban

    untuk menghambat arus searah sambil tetap melakukan arus bolak-balik antara

    rangkaian.

    Tujuan utama menggunakan inti pada transformator adalah untuk

    mengurangi reluktansi (tahanan magnetis) dari rangkaian magnetis (common

    magnetic circuit).

    B. Spesifikasi Umum Tegangan Primer Transformator Distribusi

    Tegangan primer sesuai dengan tegangan nominal sistem pada jaringan

    tegangan menengah (JTM) yang berlaku dilingkungan ketenagalistrikan yaitu 6

    KV dan 20 KV. Dengan demikian ada dua macam transformator distribusi yang

    dibedakan oleh tegangan primernya, yaitu :

    a. Transformator distibusi bertegangan primer 6 KV

    b. Transformator distribusi betegangan primer 20 KV

  • II-29

    Catatan :

    Pada sistem distribusi tiga phasa, 4 kawat, maka transformator phasa

    tunggal yang dipasang tentunya mempunyai tegangan pengenal misalnya untuk 20

    kV yaitu :

    √ = 12 Kv

    C. Spesifikasi Umum Tegangan Skunder Transformatos Distribusi

    Tegangan sekunder ditetapkan tanpa disesuaikan dengan tegangan

    nominal sistem jaringan tegangan rendah (JTR) yang berlaku dilingkungan PLN

    (127 V & 220 V untuk sistem phasa tunggal dan 127/220 V dan 220/380 V untuk

    sistem tiga phasa), yaitu 133/231 V dan 231/400 V (pada keadaan tanpa beban).

    Dengan demikian ada empat macam transformator distribusi yang

    dibedakan oleh tegangan sekundernya, yaitu :

    a. Transformator distribusi bertegangan sekunder 133/231 V

    b. Transformator distribusi bertegangan sekunder 231/400 V

    c. Transformator distribusi bertegagan sekunder 133/231 V dan 231/400 V

    yang dapat digunakan secara serentak (simultan).

    D. Spesifikasi Umum Daya Pengenal Transformator Distribusi

    Nilai-nilai daya pengenal tranformator distribusi yang lebih banyak

    dipakai dalam SPLN 8 : 1978 IEC 76 – 1 (1976) seperti pada Tabel 2.1, sedang

    yang bertanda * (bintang) adalah nilai-nilai standar transformator distribusi yang

    dipakai PLN.

  • II-30

    Tabel 2.1 Tabel Nilai Daya Pengenal Transformator Distribusi

    KVA

    5 40 315*

    6,3 50* 400*

    8 63 500*

    10 80 630*

    12,5 100* 800*

    16* 125 1000*

    20 160* 1250*

    25* 200* 1600*

    31,5 250* Dst

    2.4 Matlab

    A. Umum

    MATLAB (yang berarti "matrix laboratory") diciptakan pada akhir tahun

    1970-an oleh Cleve Moler, Yang kemudian dia menjadi Ketua Departemen Ilmu

    Komputer di Universitas New Mexico. Ia merancangnya untuk memberikan akses

    bagi mahasiswa dalam memakai LINPACK dan EISPACK tanpa harus

    mempelajari Fortran.

    Karyanya itu segera menyebar ke universitas-universitas lain dan

    memperoleh sambutan hangat di kalangan komunitas matematika terapan. Jack

    Little, Seorang insinyur, Dipertemukan dengan karyanya tersebut selama

    kunjungan Moler ke Universitas Stanford pada tahun 1983.

    Menyadari potensi komersialnya, Ia bergabung dengan Moler dan Steve

    Bangert. Mereka menulis ulang MATLAB dalam bahasa pemrograman C,

    Kemudian mendirikan The MathWorks pada tahun 1984 untuk melanjutkan

    pengembangannya. Pustaka yang ditulis ulang tadi kini dikenal dengan nama

  • II-31

    JACKPAC. Pada tahun 2000, MATLAB ditulis ulang dengan pemakaian

    sekumpulan pustaka baru untuk manipulasi matriks, LAPACK.

    MATLAB pertama kali diadopsi oleh insinyur rancangan kontrol (yang

    juga spesialisasi Little), tapi lalu menyebar secara cepat ke berbagai bidang lain.

    Kini juga digunakan di bidang pendidikan, khususnya dalam pengajaran aljabar

    linear dan analisis numerik, serta populer di kalangan ilmuwan yang menekuni

    bidang pengolahan citra.

    Matlab banyak digunakan pada :

    a) Matematika dan Komputansi

    b) Pengembangan dan Algoritma

    c) Pemrograman modeling, simulasi, dan pembuatan prototipe

    d) Analisa Data , eksplorasi dan visualisasi

    e) Analisis numerik dan statistik

    f) Pengembangan aplikasi teknik

    Matlab juga merupakan bahasa pemrograman computer berbasis window

    dengan orientasi dasarnya adalah matrik, namun pada program ini tidak menutup

    kemungkinan untuk pengerjaan permasalahan non matrik. Selain itu matlab juga

    merupakan bahasa pemrograman yang berbasis pada obyek (OOP), namun disisi

    lain karena matlab bukanlah type compiler, maka program yang dihasilkan pada

    matlab tidak dapat berdiri sendiri.

    Namun agar hasil program dapat berdiri sendiri maka harus dilakukan

    transfer pada bahasa pemrograman yang lain, misalnya C++. Pada matlab terdapat

    tiga windows yang digunakan dalam operasinya yaitu ;

    a. Command windows (layar perintah)

  • II-32

    b. Figure windows (layar gambar),

    c. Note Pad (sebagai editor program).

    B. Fungsi Dari Setiap Window MATLAB

    a) MATLAB Command window/editor

    MATLAB Command window/editor merupakan window yang muncul ketika

    kita membuka pertama kali setiap kita menjalankan aplikasi MATLAB, Pada

    window kita dapat melakukan akses-akses ke command-command MATLAB

    dengan cara mengetikkan barisan-barisan ekpresi MATLAB, seperti mengakses

    help window dan lain-lainnya. Command Window (layar perintah) dapat kita

    gunakan untuk menjalankan program/perintah yang dibuat pada layar editor

    matlab. Pada windows/layar ini kita dapat mengakses perintah maupun komponen

    pendukung (help file dll) yang ada di matlab secara langsung. Salah satu cirri dari

    command windows ditandai dengan tanda prompt (>>).

    b) MATLAB Editor/Debugger (Editor M-File/Pencarian Kesalahan)

    Window ini merupakan tool yang disediakan oleh Matlab 5 keatas. Berfungsi

    sebagai editor script Matlab (M-file). Walaupun sebenarnya script ini untuk

    pemrograman Matlab dapat saja menggunakan editor yang lain seperi notepad,

    wordpad bahkan word.

    Untuk mengakses window m-file ini dapat kita lakukan dengan cara :

    Memilih menu File - kemudian pilih New

    Pilih m-file, maka MATLAB akan menampilkan editor window :

    selain dengan cara di atas untuk menampilkan editor M-file ini, kita dapat juga

    melakukanya dengan cara :

    >> edit

  • II-33

    c) Figure Windows

    Window ini merupakan hasil visualisasi dari script Matlab. Namun Matlab

    memberi kemudahan bagi programer untuk mengedit window ini sekaligus

    memberikan program khusus untuk itu. Sehingga window ini selain berfungsi

    sebagai visualisasi output dapat juga sekaligus menjadi media input yang

    interaktif.

    d) MATLAB help window

    MATLAB juga menyediakan sistem help yang dapat diakses dengan perintah

    help. Misalnya, untuk memperoleh informasi mengenai fungsi elfun yaitu fungsi

    untuk trigonometri, eksponensial, complex dan lain-lain, maka kita hanya perlu

    mengetikkan perintah berikut :

    » help elfun

    dan kemudian menekan enter maka di layar akan muncul informasi dalam bentuk

    teks pada layar MATLAB yaitu : Elementary math functions.

    e) Cari fungsi icon dan toolbar MATLAB

    Fungsi pengaturan file dalam MATLAB :

    dir / ls : Digunakan untuk melihat isi dari sebuah direktori aktif.

    Cd : Digunakan untuk melakukan perpindahan dari direktori aktif.

    Pwd : Digunakan untuk melihat direktori yang sedang aktif.

    Mkdir : Digunakan untuk membuat sebuah direktori.

    What : Digunakan untuk melihat nama file m dalam direktori aktif.

    Who : Digunakan untuk melihat variabel yang sedang aktif.

    Whos : Digunakan untuk menampilkan nama setiap variabel.

    Delete : Digunakan untuk menghapus file.

  • II-34

    Clear : Digunakan untuk menghapus variabel.

    Clc : Digunakan untuk membersihkan layar.

    Doc : Digunakan untuk melihat dokumentasi The MathWorks, Inc.

    dalam format html secara online.

    Demo :Digunakan untuk mencoba beberapa tampilan demo yang

    disediakan oleh Matlab.

    f) Fungsi help plot di command window :

    1) Function subplot digunakan untuk membuat suatu figure dapat memuat

    lebih dari satu gambar. Perintah sublot didefinisikan sebagai :

    subplot(n,m,i)

    Perintah tersebut membagi suatu figure menjadi suatu matriks m x n area

    grafik dan i, berfungsi sebagai indeks penomoran gambar. Subplot dinomori

    dari kiri ke kanan dimulai dari baris teratas.

    2) Function title digunakan untuk memberi judul pada gambar. Input dari

    perintah title berupa string. Syntax title sebagai berikut :

    title(‘string’)

    3) Function xlabel digunakan untuk memberi label sumbu pada sumbu x.

    Input dari perintah xlabel berupa string. Syntax xlabel sebagai berikut :

    xlabel(‘string’)

    4) Function ylabel digunakan untuk memberi label sumbu y. Input dari

    perintah ylabel berupa string. Syntax ylabel sebagai berikut :

    ylabel(‘string’)

    5) Function axis digunakan untuk mengatur nilai minimum dan maksimum

    dari sumbu x dan sumbu y , function axis didefinisikan sebagai :

  • II-35

    axis([ xmin xmax ymin ymax ])

    6) Function grid digunakan untuk memberi grid pada gambar kita

    Command Window = tempat syntax matlab ditulis dan dieksekusi

    Command History = tempat penyimpanan syntax Matlab yang pernah

    dijalankan user

    Workspace = tempat penyimpanan variable-variabel

    Current Directory = Folder utama tempat penyimpanan M-files yang akan

    dijalankan

    g) Syntax-syintax dasar Matlab :

    Operasi Dasar Matematika

    + = tambah = penjumlahan

    - = kurang = pengurangan

    * = perkalian (vektor) = perkalian (vektor)

    .* = perkalian (skalar) = perkalian (skalar)

    / = bagi = pembagian

    ^ = pangkat = perpangkatan

    Dan banyak lagi beberapa Fungsi syintax-syintax lainya,seperti untuk membuat

    Grafik yaitu :

    >>plot(a,b) = plot a (sb x) dan b (sb y)

    >>figure = menambah figure baru

    >>hold on = menimpa gambar lama

    >>hold off = membersihkan figure

  • II-36

    >>plot(x,y,’--

    rs’,’Linewidth’,2,’MarkerEdgeColor’,’k’,’MarkerFaceColor’,’g’,’MarkerS

    ize’,2)