Top Banner
6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning) Muhamad Nur dalam Gatot (2007: 1.24) mengemukakan bahwa menurut teori konstruktivis berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek dan penemuan atau inkuiri. Menurut teori ini pula, Budiningsih dalam Gatot (2007 : 1.25) berpendapat bahwa pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif ini diperlukan dalam kegiatan pembelajaran untuk mengkonstruksi siswa dalam memahami konsep, fakta ataupun hal- hal baru melalui pengalaman maupun lingkungannya untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Depdiknas dalam Komalasari (2010: 62) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan merupakan pembelajaran yang dilakukan melalui kelompok- kelompok kecil untuk menciptakan adanya interaksi antar siswa untuk mencapai tujuan belajar. Sejalan dengan itu, Bern dan Erickson (Komalasari, 2010: 62) menyatakan bahwa cooperative learning merupakan strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat tersebut juga diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sugiyarto (2010: 37) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat dilihat bahwa yang menjadi pokok dalam pembelajaran kooperatif ini adalah adanya penggunaan kelompok- kelompok kecil yang bertujuan agar siswa dapat saling berinteraksi dengan siswa lain untuk bekerjasama sehingga dapat memaksimalkan tercapainya tujuan belajar yang diharapkan. Suprihatiningrum (2013: 191) juga
19

BAB II KAJIAN PUSTAKA · 2016. 8. 15. · 8 4) Ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpesonal and small group skill), ketrampilan siswa menyampaikan ide, pendapat, gagasan

Jan 31, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 6

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    2.1 Kajian Teori

    2.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

    Muhamad Nur dalam Gatot (2007: 1.24) mengemukakan bahwa menurut

    teori konstruktivis berlandaskan pada teori Vygotsky yang telah digunakan dalam

    menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelajaran kooperatif,

    pembelajaran berbasis proyek dan penemuan atau inkuiri. Menurut teori ini pula,

    Budiningsih dalam Gatot (2007 : 1.25) berpendapat bahwa pengetahuan bukanlah

    kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai

    konstruksi kognitif seseorang terhadap objek, pengalaman, maupun

    lingkungannya. Oleh karena itu, pembelajaran kooperatif ini diperlukan dalam

    kegiatan pembelajaran untuk mengkonstruksi siswa dalam memahami konsep,

    fakta ataupun hal- hal baru melalui pengalaman maupun lingkungannya untuk

    mencapai tujuan belajar.

    Menurut Depdiknas dalam Komalasari (2010: 62) mengemukakan bahwa

    pembelajaran kooperatif merupakan merupakan pembelajaran yang dilakukan

    melalui kelompok- kelompok kecil untuk menciptakan adanya interaksi antar

    siswa untuk mencapai tujuan belajar. Sejalan dengan itu, Bern dan Erickson

    (Komalasari, 2010: 62) menyatakan bahwa cooperative learning merupakan

    strategi pembelajaran yang mengorganisir pembelajaran dengan kelompok belajar

    kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pendapat

    tersebut juga diperkuat dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sugiyarto (2010:

    37) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran yang

    berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerjasama dalam

    memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dapat dilihat

    bahwa yang menjadi pokok dalam pembelajaran kooperatif ini adalah adanya

    penggunaan kelompok- kelompok kecil yang bertujuan agar siswa dapat saling

    berinteraksi dengan siswa lain untuk bekerjasama sehingga dapat memaksimalkan

    tercapainya tujuan belajar yang diharapkan. Suprihatiningrum (2013: 191) juga

  • 7

    sependapat dengan ahli- ahli sebelumnya yang menyatakan bahwa pembelajaran

    kooperatif (cooperative learning) mengacu pada model pembelajaran di mana

    siswa berkerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu. Tugas dari

    anggota- anggota kelompok kecil ini adalah menyelesaikan tugas- tugas kelompok

    dalam memahami dan mempelajari materi itu sendiri. Dengan adanya kelompok

    ini akan melatih ketrampilan siswa secara khusus dalam bekerja sama dalam

    anggota kelompok dengan baik.

    Lie dalam Sugiyarto (2010) menyampaikan ada beberapa elemen-

    elemen dalam pembelajaran kooperatif yaitu :

    1) Saling ketergantungan positif yang dapat menciptakan suasana yang mendorong siswa saling membutuhkan.

    2) Interaksi tatap muka. Memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog.

    3) Akuntabilitas individual. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual

    dan hasil tersebut disampaikan guru dalam kelompok.

    4) Ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi seperti ketrampilan sosial misalnya rasa, sikap, sopan terhadap teman,

    mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, dan menjalin

    hubungan antar pribadi.

    Sedangkan menurut Johnson & Johnson dalam Suprihatiningrum (2013:

    194), mengemukakan terdapat lima unsur penting dalam belajar koopertif, yaitu :

    1) Saling ketergantungan secara positif (positif independence), bahwa siswa merasa dirinya merupakan bagian dalam

    kelompok yang sedang bekerja sama untuk mencapai tujuan

    dan terikat dengan yang lain. Sehingga dalam kerja sama

    tersebut, keberhasilan akan dirasakan semua anggota dalam

    kelompok bukan hanya seorang.

    2) Interaksi tatap muka semakin meningkat (face to face promotive interaction), model pembelajaran ini akan

    meningkatkan interaksi antar siswa. Kegagalan seorang akan

    mempengaruhi keberhasilan kelompok, sehingga dengan

    interaksi dan tatap muka antar anggota kelompok akan saling

    membantu.

    3) Tanggung jawab individual (induvidual accountability/ personal responsibility), siswa tidak hanya sekedar

    “membonceng” keberhasilan dalam kelompok namun benar-

    benar membantu keberhasilan kelompok. Hal tersebut dapat

    ditunjukkan dengan partisipasi aktifnya dalam kelompok.

  • 8

    4) Ketrampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpesonal and small group skill), ketrampilan siswa menyampaikan ide,

    pendapat, gagasan dan hal- hal lain dalam kelompok dengan

    ketrampilan khususnya.

    5) Proses kelompok (group processing), proses ini sangat penting dalam kegiatan kooperatif, dan proses ini terjadi jika anggota

    kelompok mendiskusikan bersama untuk mencapai tujuan yang

    baik dan demi kerja sama yang baik pula dalam kelompok.

    Beberapa unsur dan ciri- ciri pembelajaran kooperatif tersebut harus

    dilaksanakan untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pembelajaran. Hal

    tersebut juga menjadi keunggulan dari pembelajaran kooperatif dibandingkan

    dengan pembelajaran tradisional atau konvensional. Dengan penggunaan

    pembelajaran kooperatif, siswa tidak akan cepat bosan dengan kegiatan

    pembelajaran tetapi sebaliknya, akan membuat mereka semakin antusias,

    termotivasi dan aktif dalam pembelajaran. Menurut Ibrahim dkk

    (Suprihatiningrum, 2013: 192) terdapat 6 langkah atau tahapan di dalam pelajaran

    yang menggunakan pembelajaran kooperatif seperti pada tabel berikut :

  • 9

    Langkah- langkah Model Pembelajaran Kooperatif

    Fase Tingkah laku Guru

    Fase – 1

    Menyampaikan tujuan dan

    motivasi siswa

    Guru menyampaikan semua tujuan

    pelajaran yang ingin dicapai pada

    pelajaran tersebut dan memotivasi siswa

    belajar.

    Fase – 2

    Menyajikan informasi

    Guru menyajikan informasi kepada

    siswa dengan jalan demonstrasi atau

    lewat bahan bacaaan.

    Fase – 3

    Mengorganisasikan siswa

    ke dalam kelompok-

    kelompok belajar

    Guru menjelaskan kepada siswa

    bagaimana caranya membentuk

    kelompok belajar dan membantu setiap

    kelompok agar melakukan transisi

    secara efisien.

    Fase – 4

    Membimbing kelompok

    bekerja dan belajar

    Guru membimbing kelompok-

    kelompok belajar pada saat mereka

    mengerjakan tugas mereka.

    Fase – 5

    Evaluasi

    Guru mengevaluasi hasil belajar tentang

    materi yang telah dipelajari atau masing-

    masing kelompok mempresentasikan

    hasil kerjanya.

    Fase – 6

    Memberikan penghargaan

    Guru mencari cara- cara untuk

    menghargai, baik upaya maupun hasil

    belajar individu dan kelompok.

    Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

    kooperatif merupakan strategi yang digunakan untuk membantu mengkonstruksi

    siswa dalam memahami hal- hal baru melalui pengalaman dan lingkungannya

    dengan bantuan pembentukan kelompok- kelompok kecil yang saling berinteraksi

    dan bekerjasama untuk mencapai tujuan belajar yang diharapkan.

  • 10

    2.1.1.1 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Head

    Together) Dengan Kartu Domino Matematika (Domat)

    Numbered Head Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama

    merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi

    pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional

    (Trianto, 2007: 62). Model pembelajaran ini pertama kali dikembangkan oleh

    Spenser Kagan (1993) untuk lebih banyak melibatkan siswa dalam mengecek

    pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Dengan penggunaan model

    pembelajaran ini guru akan mengetahui tingkat ataupun pola pemahaman siswa

    dalam pelajaran melalui interaksi dan kerjasama yang dilakukan. Untuk

    mengetahui tingkat pemahaman tersebut pun, guru dapat memodivikasi kegiatan

    pembelajaran yang dilakukan dengan permainan ataupun penggunaan media yang

    sesuai dengan materi pelajaran. Kelebihan dari model pembelajaran NHT ini

    dalam satu kelompok semua siswa harus memahami tugas dan materi yang

    disampaikan guru, karena guru dapat menunjuk setiap siswa dalam kelompok

    untuk menyampaikan hasil kerja kelompok. Jadi, semua siswa berpeluang untuk

    menyampaikan hasil kerja mereka. Oleh karena itu, setiap siswa dalam kelompok

    harus menguasai materi pelajaran karena guru dapat mengajukan pertanyaan

    kepada seluruh kelas.

    Dalam mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan

    struktur empat fase sebagai sintaks NHT (Trianto, 2007: 62) yaitu :

    1) Fase 1 : Penomoran Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok yang

    terdiri dari 3- 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok

    diberi nomor antara 1 sampai 5.

    2) Fase 2 : Mengajukan Pertanyaan Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan

    yang diajukan guru kepada siswa dapat bervariasi. Pertanyaan

    tersebut dapat secara spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

    Misalnya, “Berapakah jumlah gigi orang dewasa?” Atau dapat

    pula berbentuk arahan misalnya, “Pastikan setiap orang

    mengetahui 5 buah ibu kota propinsi yang terletak di Pulau

    Sumatera.”

    3) Fase 3 : Berpikir Bersama

  • 11

    Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan

    itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya agar

    mengetahui jawaban tim tersebut.

    4) Fase 4 : Menjawab Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang

    nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba

    menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

    Secara lebih rinci Komalasari (2010: 62) menjelaskan langkah- langkah

    dalam kegiatan pembelajaran menggunakan NHT atau kepala bernomor.

    1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

    2) Guru memberikan tugas dan masing- masing kelompok mengerjakannya.

    3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/

    mengetahui jawabannya.

    4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

    5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

    6) Kesimpulan.

    Seperti yang telah diuraikan mengenai model pembelajaran kooperatif

    tipe NHT (Numbered Head Together), bahwa model pembelajaran ini membantu

    mengkonstruksi siswa dalam kegiatan pembelajaran dengan mengelompokkan

    siswa. Kelompok yang dibentuk ini tidak hanya sekedar kelompok biasa, namun

    bertujuan agar setiap siswa saling berkomunikasi, bekerjasama dan berinteraksi

    secara utuh dalam memahami pelajaran yang disampaikan. Selain itu, untuk

    memotivasi siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, setiap siswa dalam

    kelompok harus dapat menguasai materi yang diberikan guru, karena guru dapat

    meminta setiap siswa untuk mewakili kelompok dalam menjawab pertanyaan dari

    guru berdasarkan nomor yang ditunjuk oleh guru. Oleh karena itu, kelebihan dari

    pembelajaran model NHT ini bahwa setiap siswa dalam kelompok turt

    berpartisipasi aktif untuk mencapai tujuan belajar.

    Model pembelajaran ini, yaitu Number Heads Together (NHT) akan

    dilengkapi dengan kartu domino matematika, yang nantinya akan membantu

    pendidik atau guru dalam menyampaikan informasi kepada siswa. penggunaan

  • 12

    media ini bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami materi yang

    disampaikan, dan juga agar siswa lebih terfokus dalam kegiatan pembelajaran.

    Pada dasarnya penggunaan kartu domino matrmatika (domat) ini seperti halnya

    kartu domino pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah pada kartu

    domino terdapat bulatan- bulatan merah, namun yang digunakan pada kartu domat

    ini adalah kartu domino yang bertuliskan materi itu sendiri, yaitu bilangan

    Romawi.

    2.1.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share) Dengan

    Kartu Domino Matematika (Domat)

    Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) atau berpikir

    berpasangan berbagi merupakan jenis strategi pembelajaran yang dirangcang

    untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi Think Pair Share berkembang

    dari penelitian dan belajar kooperatif dan waktu tunggu. Hal ini pertama kali

    dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai

    yang dikutip Arends (1997), yang menyatakan bahwa TPS (Think Pair Share)

    merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi

    kelas (Trianto, 2007: 61). Prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share

    adalah memberikan siswa lebih banyak waktu untuk berpikir, untuk merespon dan

    saling membantu. Guru memperkirakan hanya melengkapi penyajian singkat atau

    siswa membaca tugas, atau situasi yang menjadi tanda tanya. Sekarang guru

    menginginkan siswa mempertimbangkan lebih banyak apa yang telah dijelaskan

    dan dialami. Guru memilih menggunakan Think Pair Share untuk

    membandingkan tanya jawab kelompok keseluruhan. Dalam melaksanakan

    kegiatan ini, guru perlu menggunakan langkah- langkah atau fase sebagai berikut

    (Trianto, 2007 : 61) :

    1) Langkah 1 : Berpikir (Thinking) Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan

    dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu

    beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

    Siswa yang membutuhkan penjelasan bahwa berbicara atau

    mengerjakan bukan bagian berpikir.

    2) Langkah 2 : Berpasangan (Paring) Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan

    mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama

  • 13

    waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu

    pertanyaan yang diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu

    masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru

    memberika waktu tidak lebih dari 4 sampai 5 menit untuk

    berpasangan.

    3) Langkah 3 : (Sharing) Pada langkah akhir, guru meminta pasangan- pasangan untuk

    berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan.

    Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke

    pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Arends,

    (1997) disadur Tjokrodiharjo, (2003).

    Kelebihan dari strategi pembelajaran ini setiap siswa diberi waktu untuk

    berpikir secara individual terlebih dahulu. Sehingga, ketika setiap siswa diminta

    untuk berpasangan setiap siswa sudah memiliki konsep awal terlebih dahulu untuk

    mendiskusikan dengan teman dalam pasangannya. Dalam diskusi secara

    berpasangan tersebut, siswa diberi kesempatan untuk mengemukakan yang

    menjadi ide, gagasan, pertanyaan ataupun jawaban dari apa yang disampaikan

    guru. Kemudian pada kegiatan akhir setiap pasangan berbagi kepada pasangan

    yaitu siswa lain di kelas, mengenai hasil dari pemikiran mereka secara

    berpasangan. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang dilakukan dapat

    melibatkan siswa secara aktif dan berpusat pada siswa (student centered).

    Model pembelajaran ini, yaitu Think Pair Share (TPS) akan dilengkapi

    dengan kartu domino matematika, yang nantinya akan membantu pendidik atau

    guru dalam menyampaikan informasi kepada siswa. penggunaan media ini

    bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami materi yang disampaikan, dan

    juga agar siswa lebih terfokus dalam kegiatan pembelajaran. Pada dasarnya

    penggunaan kartu domino matrmatika (domat) ini seperti halnya kartu domino

    pada umumnya. Namun, yang membedakan adalah pada kartu domino terdapat

    bulatan- bulatan merah, namun yang digunakan pada kartu domat ini adalah kartu

    domino yang bertuliskan materi itu sendiri, yaitu bilangan Romawi.

    2.1.2 Definisi Hasil Belajar

    Slameto (2003) menyatakan bahwa belajar merupakan suatu proses usaha

    yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang

    baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi

  • 14

    dengan lingkungannya. Menilik dari definisi mengenai belajar yang tersebut,

    dapat dimaknai bahwa perubahan – perubahan tingkah laku baru yang dialami

    individu tersebut merupakan hasil dari proses yang dilakukan individu dengan

    pengalaman di lingkungannya yang dinamakan hasil belajar. Secara singkat Tri

    Anni (2004) juga menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku

    yang diperoleh individu setelah mengalami aktivitas belajar (Learning Activity).

    Perubahan- perubahan tingkah laku yang dialami individu tersebut dapat

    menyangkut aspek- aspek kognitif, afektif dan psikomotor dari individu di mana

    aspek – aspek tersebut akan membantu individu memahami atau pun mengenal

    hal- hal baru dari pengalamannya (Susanto, 2013: 5). Secara spesifik Nawawi

    dalam K.Brahim dalam Susanto (2013: 5) mengemukakan bahwa hasil belajar

    diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran

    di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai

    sejumlah materi pelajaran tertentu. Dari pendapat tersebut terlihat bahwa hasil

    belajar merupakan komponen yang diperlukan dalam belajar karena tujuan dari

    belajar itu sendiri adalah perubahan tingkah laku yang baru. Dengan adanya hasil

    belajar maka guru dapat mengetahui seberapa tingkat perubahan tingkah laku

    yang dialami siswa dalam belajar.

    Gagne & Bridge dalam Suprihatiningrum (2013) berpendapat bahwa

    hasil belajar adalah kemampuan- kemampuan yang dimiliki siswa sebagai akibat

    perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa (learner’s

    performance). Hal ini tidak terlepas dari peran guru yang penting dalam melihat

    atau mengamati hasil belajar siswa, sehingga dalam dunia pendidikan guru

    sebagai pemberi nilai, penghargaan (reward) dan motivator bagi siswa untuk

    menunjang hasil belajar yang lebih baik. Secara lebih spesifik Reigeluth dalam

    Suprihatiningrum (2013) mengatakan hasil belajar merupakan hasil kinerja

    (performance) dari individu yaitu siswa yang diindikasikan sebagai suatu

    kemampuan yang telah diperoleh di mana hasil tersebut dinyatakan dalam bentuk

    tujuan khusus yaitu perilaku atau unjuk kerja.

    Untuk mengetahui apakah hasil belajar yang dicapai sesuai dengan tujuan

    yang dikehendaki dapat diketahui dengan cara evaluasi. Sunal dalam

  • 15

    Susanto(2013) mengemukakan evaluasi merupakan proses penggunaan informasi

    untuk membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi

    kebutuhan siswa. Dengan cara ini pula dapat dijadikan tindak lanjut (feedback)

    dalam mengukur tingkat pemahaman siswa. Kemajuan yang diukur ini bukan

    hanya sekedar dalam ilmu pengetahuan saja namun juga ketrampilan dan sikap

    siswa.

    Dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar

    merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan serangkaian kegiatan

    belajar (pembelajaran) di mana dhasil tersebut dilambangkan dengan skor atau

    nilai.

    2.1.3 Hakikat Matematika

    Matematika adalah sebagai struktur pelajaran abstrak dan saling

    berkaitan. Matematika juga merupakan baris ekspresi bagi kebanyakan rumus-

    rumus ilmiah. Hal- hal yang tidak diketahui ini dapat dicari menggunakan

    matematika. Sebagai pengetahuan, matematika mempunyai ciri- ciri khusus antara

    lain abstrak, deduktif, konsisten, hierarkis, dan logis. Soedjadi (Muhsetyo, 2007:

    1.2) menyatakan bahwa keabstrakan matematika karena objek dasarnya abstrak

    yaitu fakta, konsep, operasi dan prinsip. Ciri keabstrakan matematika beserta

    cirinya yang tidak sederhana ini menyebabkan matematika tidak mudah untuk

    dipelajari dan pada akhirnya banyak siswa yang kurang tertarik dengan mata

    pelajaran ini.

    Namun demikian, ada hal yang tidak dapat dipungkiri pentingnya

    mempelajari matematika karena mata pelajaran ini berfungsi untuk

    mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bilangan-

    bilangan dan simbol serta ketajaman penalaran yang dapat membantu

    memperjelas dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari- hari,

    seperti halnya bahasa, membaca dan menulis.

    Sementara itu James dan James (Suherman, 2001: 18) dalam kamus

    matematikanya mengatakan bahwa

    matematika merupakan ilmu tentang logika mengenai

    bentuk, susunan, besaran, dan konsep- konsep yang

    berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah

  • 16

    yang banyak yang terbagi ke dalam bidang yaitu aljabar,

    analisis, dan geometri.

    Menurut Susanto (2013: 185) matematika merupakan salah satu bidang

    studi yang ada pada jenjang pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar sampai

    pada jenjang perguruan tinggi, bahkan mata pelajaran ini juga diajarkan di taman

    kanak- kanak (TK) secara informal. Hal ini menunjukkan pentingnya matematika

    dalam bidang pendidikan dan dalam kehidupan sehari- hari.

    Belajar matematika merupakan suatu syarat cukup untuk melanjutkan

    pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena hal ini melatih seseorang untuk

    berpikir kritis, kreatif dan aktif. Seperti yang sudah diuraikan dalam hakikat

    matematika tersebut, bidang studi ini merupakan ide- ide abstrak yang berisi

    simbol- simbol maka konsep matematika harus dipahami terlebih dahulu sebelum

    memanipulasi simbol- simbol tersebut. pembelajaran mengandung makna belajar

    dan mengajar sehingga ada subjek yang akan memberikan informasi (informan)

    dan ada objek yang akan menerima informasi.

    2.1.4 Pembelajaran Matematika SD

    Menurut Dimyanti (Susanto, 2013) mengemukakan bahwa pembelajaran

    merupakan kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk

    membuat siswa belajar secara aktif dengan penyediaan sumber belajar. Dalam

    pembelajaran ini ada aktivitas guru dalam merancang bahan pelajaran agar proses

    belajar mengajar tersebut dapat berlangsung secara efektif, yang dapat

    memberikan makna kepada siswa.

    Pembelajaran matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang

    dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa serta dapat

    meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya

    peningkatan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Susanto, 2013).

    Pembelajaran matematika mengandung dua jenis kegiatan yang tidak bisa

    dipisahkan yaitu mengajar matematika dan belajar matematika. Kedua jenis

    kegiatan ini akan berkolaborasi secara terpadu yang akan membawa suasana

    dalam kegiatan pembelajaran matematika menjadi menyenangkan karena adanya

    interaksi antar guru dengan siswa dan antar siswa dengan siswa.

  • 17

    Peran guru dalam hal ini menjadi kunci kesuksesan kegiatan

    pembelajaran yang kondusif, menyenangkan dan efektif untuk mengarahkan siswa

    mencapai tujuan secara optimal. Oleh karena itu, guru perlu menempatkan

    posisinya secara dinamis dan fleksibel sebagai informan, transformator, organizer

    serta evaluator bagi terwujudnya kegiatan belajar siswa yang dinamis dan inovatif.

    Seperti yang sudah diuraikan sebelumnya pembelajaran matematika ada

    pada semua jenjang atau tingkat pendidikan mulai dari tingkat sekolah dasar

    sampai pada tingkat perguruan tinggi. Dari jenjang pendidikan yang ada, tingkat

    sekolah dasar menjadi tolakan pertama dalam keberhasilan mencapai tujuan

    pendidikan dan pembelajaran. Menurut Piaget (Sumantri dkk, 2007) pendidikan

    anak pada usia sekolah dasar adalah 7 tahun sampai dengan 12 tahun yaitu pada

    tahap perkembangan operasional konkret yang mana kemampuan kemampuan

    berpikir logis muncul pada tahap ini. Sehingga kemampuan berpikir yang

    dihadapai siswa pada tahap ini adalah permasalahan yang konkret atau nyata.

    Oleh karena itu, pembelajaran matematika di sekolah dasar memiliki tujuan

    khusus sesuai dengan tahap perkembangannya.

    Secara sigkat dan rinci dalam standar isi pendidikan menurut

    Permendiknas No 22 Tahun 2006 tentang standar isi telah memaparkan

    standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika pada setiap jenjang

    pendidikan, terutama pada jenjang SD. Dari penjabaran berikut, peneliti

    mengambil materi matematika pada semester 2 pada standar kompetensi

    nomor 7, yaitu menggunakan lambang bilangan romawi. Seperti diketahui

    materi ini terbilang singkat dan mudah bagi siswa sekolah dasar. Namun,

    ada pula siswa yang kurang memahami materi ini karena guru mengajarkan

    untuk menghafal lambang bilangan romawi tersebut. Jika hanya dengan

    menghafal siswa akan mudah lupa. Namun, dengan adanya tindakan atau

    aktivitas yang berkaitan dengan materi, siswa akan dapat mengingat dan

    memahaminya. Berikut standar kompetensi dan kompetensi dasar

    Matematika Kelas IV Semester 2:

  • 18

    (Sumber : educloud.fkip.unila.ac.id/index.php)

    2.1.5 Media Pembelajaran Matematika

    Media merupakan alat bantu pembelajaran yang secara sengaja dan

    terencana disiapkan atau disediakan guru untuk mempresentasikan atau

    menjelaskan bahan pelajaran, serta digunakan siswa untuk dapat terlibat langsung

    dengan pembelajaran matematika (Muhsetyo, 2007).

    Menurut Sundayana (2013), mengatakan bahwa media dilihat dari asal

    katanya yaitu dari bahasa Latih dan merupakan bentuk jamak dari kata Medium

    yang secara harafiah berarti “perantara” atau “penyalur”. Maka media merupakan

    informasi belajar atau penyalur pesan.

    Jadi, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran merupakan suatu

    sarana atau alat bantu yang secara terencana disiapkan oleh guru untuk membantu

    menyampaikan informasi yaitu suatu materi pelajaran kepada peserta didik,

  • 19

    dimana alat tersebut juga dapat membantu mengaktifkan dan memotivasi siswa

    dengan keikutsetaannya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.

    Media pembelajaran tentunya memiliki fungsi masing- masing sesuai

    dengan tujuan dan situasi dalam penggunaannya. Seperti yang dikemukakan

    Sadiman ( Sundayana, 2013: 7) yang menyatakan bahwa media mempunyai

    fungsi :

    1) Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalitas. 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya indra. 3) Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara

    siswa dengan sumber belajar.

    4) Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori & kinestetiknya.

    5) Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman & menimbulkan persepsi yang sama.

    6) Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar. 7) Pembelajaran dapat lebih menarik. 8) Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan

    teori belajar.

    9) Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek. 10) Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. 11) Proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan

    dimanpun diperlukan.

    12) Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan.

    Ada banyak media yang dapat digunakan guru untuk menunjang

    kesuksesan pemberian makna dan pemahaman dalam kegiatan pembelajaran. Oleh

    karena itu,dari bermacam- macam media yang dapat digunakan tersebut pengguna

    perlu mengetahui pengelompokkannya agar memudahkan pengguna untuk

    mengetahui cara pemakaian, ketepatan pemakaian atau dalam pemilihannya.

    Sanjaya (Sundayana, 2013: 13) menyatakan media pembelajaran dapat

    diklasifikasikan menjadi beberapa klasifikasi tergantung pada dari sudut mana

    melihatnya.

    1) Dilihat dari sifatnya, media dibagi ke dalam : a) Media auditif, yaitu media yang hanya dapat didengar saja atau

    media yang memiliki unsur suara seperti radio atau rekaman

    suara.

  • 20

    b) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja dan tidak mengandung unsur suara. Seperti, gambar, foto, lukisan,

    dan berbagai bentuk bahan cetak.

    c) Media audiovisual, yaitu jenis media yang selain mengandung unsur suara juga mengandung unsu gambar yang bisa dilihat.

    Misalnya, televisi, film. Kemampuan media ini dapat lebih

    menarik sebab mengandung kedua unsur suara dan gambar.

    2) Dilihat dari kemampuan menjangkaunya, media dapat pula dibagi ke dalam :

    a) Media yang memiliki daya liput luas dan serentak, seperti radio dan televisi. Dengan media ini siswa dapat mengetahui kejadian-

    kejadian aktual secara serentak tanpa menggunakan ruang

    khusus. Misalnya, berita mengenai terjadinya bencana alam di

    suatu negara.

    b) Media yang mempunyai daya liput yang terbatas oleh ruang dan waktu, seperti film, video, dan lain sebagainya.

    3) Dilihat dari cara atau teknik pemakaiannya, media dapat dibagi : a) Media yang diproyeksikan, seperti film, transparansi, slide, dan

    lain sebagainya. Jenis media ini membutuhkan alat proyeksi

    khusus seperti film projector untuk memproyeksikan film,

    overhead projector (OHP) untuk memproyeksikan transparansi.

    Sehingga, alat proyektor menjadi pendukung utama dalam

    menggunakan media yang akan digunakan tersebut.

    b) Media yang tidak diproyeksikan, seperti gambar, foto, lukisan, radio dan lain sebagainya.

    2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

    Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dian Ratnasari (2013) yang

    berjudul “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share

    terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas IV SD Negeri Kadunguter 02

    Brebes,” menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair

    Share efektif dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal tersebut

    dibuktikan dengan kondisi awal sebelum perlakuan memiliki rata- rata nilai 56,5

    (kurang dari KKM), dan setelah mendapat perlakuan dengan model pembelajaran

    kooperatif tipe Think Pair Share nilai rata- rata meningkat menjadi 84. Sehingga,

    dapat dikatakan bahwa penggunaan model pembelajaran tipe Think Pair Share ini

    efektif meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika

    Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Noor Amirul Lutfi

    (2011) yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran NHT Dan Model

    Pembelajaran Tipe Jigsaw Dengan Berbantu LKS Pada Pokok Bahasan Bangun

  • 21

    Ruang Sisi Datar (Kubus Dan Balok) Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VIII

    Semester 2 SMP Negeri 3 Welehan Jepara TahunAjaran 2010/ 2011,”

    menunjukkan bahwa model pembelajaran Numbered Nead Together (NHT)

    berbantu LKS dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran

    matematika dengan pokok bahasan bangun ruang sisi datar yaitu kubus dan balok.

    Hal tersebut dapat terlihat dengan hasil penelitian yang ditunjukkan dengan rata-

    rata 85 pada hasil kelas eksperimen I dan 79,13 untuk hasil kelas eksperimen II

    yang menggunakan model pembelejaran kooperatif tipe Jigsaw, dan hasil rata-

    rata pada kelas kontrol dengan metode konvensional adalah 73.05. Menurut hasil

    penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

    NHT (Numbered Nead Together) dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada

    mata pelajaran matematika.

    Selain penggunaan metode dan model pembelajaran yang menarik, media

    pembelajaran juga menjadi komponen penting untuk menunjang proses belajar

    mengajar dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Misalnya dengan penggunaan

    media permainan yang membantu meningkatkan hasil belajar siswa, seperti

    penelitian yang dilakukan oleh Mustika Anis A (2013). Penelitian yang berjudul

    “Efektivitas Model Pembelajaran NHT dengan Reading Guide Dengan Media

    Kartu Domino Terhadap Hasil Belajar Siswa Di MTS Negeri Bawu Jepara Tahun

    Ajaran 2012/ 2013,” dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan penggunaan

    media kartu domino dibandingkan dengan penggunaan metode konvensional.

    2.3 Kerangka Berpikir

    Pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang terencana atau

    proses yang dilakukan dalam upaya memberikan pengalaman belajar kepada

    peserta didik sehingga peserta didik dapat memperoleh kompetensi tentang materi

    yang disampaikan. Dalam memberikan pengalaman tersebut guru dituntut untuk

    kreatif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang menarik salah satunya

    adalah dengan penggunaan model pembelajaran yang variatif, seperti model

    pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dan NHT(Numbered Head

    Together). Model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)

    merupakan pembelajaran kooperatif yang membantu siswa bekerja sama dengan

  • 22

    siswa lain. Namun, yang menjadi keunggulannya adalah memberikan kesempatan

    bagi semua siswa untuk berpikir terlebih dahulu mengenai materi yang

    disampaikan.

    Selain itu model pembelajaran NHT (Numbered Head Together) juga

    memiliki keunggulan tersendiri yang memberikan kesempatan bagi siswa untuk

    berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompok dan membantu siswa saling

    bekerja sama dalam membantu siswa lain dalam kelompok untuk memahami

    materi atau bahan yang harus dikuasai. Keberhasilan pembelajaran tersebut tidak

    hanya terfokus pada model pembelajaran yang menyenangkan namun, diperlukan

    pula media yang membantu siswa lebih memahami pelajaran.

    Ada banyak media pembelajaran yang dapat digunakan guru sesuai

    dengan bahan atau kesesuaian materi yang akan disampaikan, contohnya

    penggunaan media kartu Domino Matematika (Domat) untuk membantu siswa

    memahami materi bilangan romawi pada mata pelajaran matematika. Media ini

    dapat membuat kegiatan pembelajaran lebih menyenangkan, mengaktifkan siswa,

    dan menantang siswa untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran.

    Sehingga, tujuan pembelajaran yang diharapkan dapat tercapai dengan maksimal.

  • 23

    Bagan kerangka berpikir penelitian

    2.4 Hipotesis

    H0 : Tidak terdapat perbedaan signifikan dari hasil belajar matematika

    pada siswa kelas IV SD Gugus Gajah Mungkur menggunakan

    model pembelajaran NHT dilengkapi kartu domino matematika

    (domat) dengan hasil belajar matematika siswa dengan

    menggunakan model pembelajaran TPS dilengkapi kartu domino

    matematika (domat).

    Ha : Terdapat perbedaan signifikan dari Hasil belajar matematika pada

    siswa kelas IV SD Gugus Gajah Mungkur menggunakan model

    pembelajaran NHT dilengkapi kartu domino matematika (domat)

    Kelas

    eksperimen I

    pretest

    Pembelajaran

    menggunakan metode

    NHT dengan media kartu

    domino matematika

    Post test

    Kelas

    eksperimen II

    pretest

    Pembelajaran

    menggunakan metode

    TPS dengan media kartu

    domino matematika

    Post test

    Hasil pretes tidak boleh

    ada perbedaan yang

    signifikan

    Uji beda post test apakah

    ada pengaruh yang

    signifikan dengan

    penggunaan metode NHT

    atau TPS dengan media

    kartu domino matematika

  • 24

    dengan hasil belajar matematika siswa dengan menggunakan model

    pembelajaran TPS dilengkapi kartu domino matematika (domat).