Top Banner
7 BAB II A. TELAAH PUSTAKA 1. Anak balita ( anak usia bawah lima tahun ) a. Definisi Anak balita adalah anak yang berusia antara 0 - 5 tahun. Pada kelompok ini pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tetapi aktivitasnya lebih banyak. Kelompok balita lebih rawan terhadap penyakit infeksi dan kurang gizi. Oleh sebab itu masukkan zat gizi hendaknya benar-benar di perhatikan. Memasuki usia 2 tahun anak yang tadinya menurut, kini mulai menunjukan rasa suka, dan tidak suka, bahkan mulai berani menolak makanan yang diberikan ibunya (Lisdiana, 1998) b. Karakteristik
36

BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

Aug 10, 2015

Download

Documents

Dendy Cahya

telaah pustaka
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

7

BAB II

A. TELAAH PUSTAKA

1. Anak balita ( anak usia bawah lima tahun )

a. Definisi

Anak balita adalah anak yang berusia antara 0 - 5 tahun. Pada

kelompok ini pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tetapi

aktivitasnya lebih banyak. Kelompok balita lebih rawan terhadap

penyakit infeksi dan kurang gizi. Oleh sebab itu masukkan zat gizi

hendaknya benar-benar di perhatikan. Memasuki usia 2 tahun anak

yang tadinya menurut, kini mulai menunjukan rasa suka, dan tidak

suka, bahkan mulai berani menolak makanan yang diberikan ibunya

(Lisdiana, 1998)

b. Karakteristik

Beberapa kondisi atau anggapan yang menyebabkan anak

balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain:

1) Anak balita baru berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke

makanan dewasa

2) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik atau ibunya sudah

bekerja penuh sehingga perhatian ibu menjadi berkurang.

3) Anak balita sudah mulai bermain di tanah dan sudah dapat bermain

di rumahnya sendiri sehingga lebih terpapar terhadap lingkungan

Page 2: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

8

yang kotor dan kondisi yang memunngkinkan untuk terinfeksi

dengan berbagai macam penyakit.

4) Anak balita belum dapat mengurus dirinya termasuk dalam

memilih makanan. Dipihak lain ibunya sudah tidak begitu

memperhatikan lagi makanan anak balita, karena sudah di anggap

dapat makan sendiiri. (Notoadmodjo, 2003)

2. Status Gizi

a. Definisi Status Gizi

Gizi adalah proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melaui proses digesti, absorbsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme, dan pengeluaran zat-zat gizi yang tidak

digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan

fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi.

Status gizi adalah eksposisi dari keadaan keseimbangan

dalam bentuk variabel tertentu. Status gizi merupakan hasil akhir dari

keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh dengan

kebutuhan tubuh akan zat gizi tersebut. (Supariasa, 2002)

Status gizi balita merupakan gambaran dari status gizi

masyarakat. Rendahnya status gizi balita akan menjadi masalah pada

sumber daya manusia. Apabila pada saat rawan gizi balita tidak

memperoleh zat gizi yang dibutuhkan, maka balita tersebut akan rentan

terhadap penurunan status gizi. Penurunan zat gizi dimulai dari

Page 3: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

9

kekurangan zat mikro yang berlanjut pada kekurangan energi dan

protein. Penurunan status gizi ditandai dengan penurunan berat badan

(Komari, 2000)

Gizi sangat erat kaitanya dengan kesehatan seseorang.

Apabila fungsi tersebut dapat berjalan dengan baik, jumlah zat gizi

yang di konsumsi seseorang harus sesuai dengan kebutuhan tubuh.

Apabila tubuh mengkonsumsi zat gizi kurang dari kebutuhannya maka

akan terjadi gizi kurang. Sebaliknya, apabila jumlah zat gizi yang di

konsumsi berlebih akan mengakibatkan tubuh kelebihan gizi. Gizi

kurang dan gizi lebih sering di sebut pula gizi salah yang dapat

menurunkan berbagai masalah kesehatan (Lisdiana, 1998)

b. Kurang energi dan protein (KEP)

Kurang energi protein adalah seseorang yang kurang gizi

yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam

sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut KEP

apabila badannya kurang dari 80% Indeks Berat Badan menurut umur

(BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi zat gizi (energi

dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Pada

umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan

rendah (Supariasa, 2002).

Page 4: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

10

3. Penilaian Status Gizi

Untuk menentukan status gizi diperlukan pemeriksaan fisik dan

antropometri. Secara klinis dibedakan marasmus, kwashiorkor, marasmik

kwashiorkor. Adapun standar antropometri yang digunakan adalah berat

beda menurut umur (BB/U) < -3SD yang menurut Depkes RI disebut gizi

buruk sementara menurut WHO adalah berat badan menurut tinggi badan

(BB/TB) < -3SD (Suwarti, 2005)

Penilaian status gizi golongan rawan dapat memberikan informasi

penting tentang keadaan gizi suatu masyarakat pada saat sekarang maupun

masa lampau. (Roedjito, 1989)

a. Penilaian Status Gizi Secara Langsung

1) Antropometri

Dalam antropometri dapat dilakukan beberapa macam

pengukuran terhadap berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas

dan sebagainya. Dari pengukuran tersebut, berat badan, tinggi

badan, dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling

sering dilakukan dalam survei gizi.

2) Klinis

Penilaian klinis status gizi yaitu penilaian yang

mempelajari dan menguasai tanda fisik yang ditimbulkan sebagai

akibat gangguan kesehatan dan penyakit kurang gizi. Gejala dan

tanda fisik yang tampak dapat menjadi bantuan untuk mengetahui

kekurangan gizi. Namun kelemahan cara ini terletak pda kesukaran

Page 5: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

11

dalam pembakuannya dan sering sangat subyektif. Selain

diperlukan untuk melakukannya dan memerlukan keterampilan

khusus (Roedjito, 1989)

Pengukuran klinis biasanya dilakukan oleh dokter di klinik

untuk melihat adanya kelainan kelainan organ tubuh akibat KEP,

misalnya adanya pembengkakan, perubahan warna dan sifat

rambut, kelainan kulit dan sebagainya (Soekirman, 2000)

3) Biokimia

Pemeriksaan biokimia dalam penilaian status gizi

memberikan hasil yang lebih tepat dan obyektif daripada menilai

konsumsi pangan dan pemeriksaan lain. Pemeriksaan biokimia

yang sering digunakan adalah tekhnik pengukuran kandungan

berbagai zat gizi dan substansi kimia lain dalam darah dan urin

(Supariasa, 2002)

4) Biofisik

Penentuan status gizi dengan biofisik adalah melihat dari

kemampuan fungsi dan jaringan dan perubahan struktur.Tes

kemampuan jaringan meliputi kemampuan kerja dan energi

exspenditur serta adaptasi sikap. Tes perubahan struktur dapat

dilihat secara klinis maupun tidak dapat dilihat klinis. Pemeriksaan

yang tidak dapat dilihat secara klinis biasanya dengan pemeriksaan

radiologi. Pemeriksaan secara biofisik sangat mahal memerlukan

Page 6: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

12

tenaga profesional dan dapat diterapkan dalam keadaan tertentu

saja (Supariasa, 2002)

b. Penilaian Status Gizi secara Tak Langsung

1) Survei konsumsi makanan

a) Metode recall 24 jam

Individu diminta untuk mengingat segala sesuatu yang

dimakan sehari sebelumnya. Suatu sampel untuk mengumpulkan

ingatan selama 24 jam. Keuntungannya, ingatan selama 24 jam ini

mudah dan cepat dikerjakan. Kerugian, orang tersebut tidak dapat

mengingat dengan tepat apa yang ia makan dan minum(Moore

1997)

b) Food Records

Metode ini digunakan untuk mencatat jumlah yang di

komsumsi. Pada metode ini setiap responden di mintai untuk

mencatat semua yang ia makan dan setiap x sebelum makan dalam

ukuran rumah tangga (URT) atau menimbang dalam ukuran berat

(gram) dalam periode tertentu (2-4 hari berturut-turut) termasuk

cara persiapan dan pengolahan makanan tersebut.

Metode ini dapat memberikan informasi komsumsi yang

dikomsumsi oleh individu.

Page 7: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

13

c) Food Weighing

Pada metode penimbangan makanan responden atau

petugas menimbang dan mencatat seluruh makanan yang

dikomsumsi responden selama 1 hari.

Penimbangan makanan ini biasanya berlangsung beberapa

hari tergantung dari tujuan, terdapat sisa tersebut untuk mengetahui

junlah sesungguhnya makanan yang dikomsumsi. (Supariasa,

2002)

d) Food Frequency Questionaire

Tenaga kesehatan yang profesional mengumpulkan

informasi tentang berapa kali dalam sehari, seminggu, atau sebulan

seorang makan-makanan tertentu.

Keuntungan, bila digunakan dengan ingatan selama 24

jam. Maka kuesioner frekuensi makan dapat membuka

mengsahkan ketepatan dari ingatan dan memberikan gambaran

yang lebih lengkap tentang makanan yang dimakan oleh orang

tersebut. Metode ini dapat di sesuaikan dengan bahan-bahan gizi

tertentu yang menarik perhatian dan tidak memberikan informasi

selain makanan yang dimakan.

Kerugian, kuesioner frekuensi makanan ini sudah

memberikan informasi kuantitatif (Moore,1997).

Page 8: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

14

2) Statistik Vital

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisa data beberapa statistik kesehatan seperti angka

kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

(Supariasa2002)

3) Faktor Ekologi

Malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil

interaksi beberapa faktor fisik biologis dan lingkungan budaya.

Jumlah makanan yang tersedia sanat tergantung dari keadaan

ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dll. (Supariasa,2002)

4. Indikator Status Gizi

a. Indikator BB/U

Indikator BB/U dapat normal, lebih rendah atau lebih

tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U

normal, digolongkan pada status gizi baik. BB/U rendah dapat berarti

berstatus gizi kurang atau buruk. Sedangkan BB/U tinggi dapat

digolongkan berstatus gizi lebih. Baik berstatus gizi kurang maupun

lebih kedua - duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi

kesehatan. Status gizi kurang yang di ukur dengan indikator BB/U

didalam gizi dikelompokkan kedalam kelompokan “Berat Badan

Rendah” (BBR) atau Underweight.

Page 9: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

15

Kelebihan Indikator BB/U:

a) Dapat dengan mudah dimengerti masyarakat umum

b) Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka

waktu pendek

c) Dapat mendeteksi kegemukan

Kelemahan Indikator BB/U:

a) Interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat

pembengkakan atau oedem

b) Data umur yang akurat sangat sulit diperoleh terutama di

negara-negara yang sedang berkembang

c) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak

dilepas / koreksi dan anak bergerak terus

d) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua

untuk tidak mau menimbangkan anaknya karena di anggap

seperti barang dagangan. (Soekirman, 2000)

Page 10: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

16

Tabel. 1 Indikator BB/U menurut baku WHO/NCHS

Kategori Z Score

Status gizi lebih

Status gizi baik

Status gizi sedang

Status gizi kurang

˃ +2,0 SD

≥ -2,0 SD sampai ≤ +2,0 SD

≥ -3,0 SD sampai ˂ -2,0 SD

˂ -3,0 SD

b. Indikator TB/U atau PB/U

Hasil pengukuran TB/U menggambarkan status gizi masa

lalu. Seseorang yang tergolong PTSU “ Pendek Tak Sesuai Umur “

kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan

BBLR yang diukur dengan TB/U mungkin dapat diperbaiki dalam

waktu yang pendek, baik pada anak maupun dewasa. PTSU pada

dewasa tak lagi dapat dipulihkan atau dinormalkan. Pada anak balita

kemungkinan untuk penormalan atau pertumbuhan linier dan

mengejar pertumbuhan potensial masih ada.

Kelebihan indikator TB/U (PB/U):

a) Dapat memberikan gambaran masyarakat keadaan gizi masa

lampau.

b) Dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk.

Page 11: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

17

Kekurangan Indikator TB/U (PB/U)

a) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada

kelompok usia balita.

b) Tidak dapat menggambarkan keadaan gizi masa kini.

c) Memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh

di negara-negara berkembang.

d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama

dilakukan oleh petugas non-profesional. (Soekirman, 2000)

Tabel. 2 Indikator TB/U menurut baku WHO/NCHS

Kategori Z Score

Normal

Pendek

Sangat pendek

≥ 2,0 SD

˂ -2,0 SD

˂ -3, SD

( Sumber: Riskesdas, 2011 )

c. Indikator BB/TB

Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan

indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan keadaan status

gizi saat ini dengan lebih spesifik dan sensitif. Artinya mereka yang

BB/TB kurang dikategorikan sebagai “kurus” atau “wasted”

Kelebihan Indikator BB/TB:

a) Independen terhadap umur dan RAS

Page 12: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

18

b) Dapat menilai status “kurus” dan “gemuk” dan keadaan

marasmus atau KEP berat lain

Kekurangan indikator BB/TB:

a) Kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak

dilepas / koreksi dan anak bergerak terus

b) Masalah sosial budaya setempat yang mempengaruhi orang tua

untuk tidak mau menimbangkan anaknya karena di anggap

seperti barang dagangan.

c) Kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada

kelompok usia balita.

d) Kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur terutama

dilakukan oleh petugas non-profesional.

e) Tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut

pendek, normal atau jangkung. (Soekirman, 2000)

Tabel. 3 Indikator BB/TB menurut baku antropometri Balita WHO

2005

kategori Z Score

Gemuk

Normal

Kurus

Sangat kurus

˃ 2,0 SD

≥ -2,0 SD sampai ≤ 2,0 SD

≥ -3,0 SD sampai ˂ -2,0 SD

˂ -3,0 SD

Page 13: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

19

Tabel. 4 Pengertian indikator status gizi

Indikator

BB/U

Indikator

TB/U

Indikator

BB/TB

Kesimpulan

1. Rendah

2. Normal

3. Rendah

4. Normal

5. Rendah

6. Normal

Rendah

Rendah

Rendah

Normal

Normal

Normal

Normal

Lebih

Rendah

Normal

Rendah

Rendah

Keadaan gizi anak saat ini baik, tetapi anak tersebut

mengalami masalah gizi kronis. BB anak proporsional

dengan TB nya.

Anak mengalami gizi kronis dan pada saat ini anak

mengalami kegemukan karena BB lebih dari

proporsional terhadap TB nya.

Anak mengalami kurang gizi berat dan kronis artinya

pada saat ini kondisi gizi anak tidak baik dan riwayat

masa lalu nya yang tidak baik.

Keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu.

Anak mengalami kurang gizi yang berat (kurus)

Keadaan gizi anak secara umum baik, tapi berat badan

nya kurang proporsional terhadap TB (jangkung).

5. Klasifikasi Status Gizi

Dalam menentuka klarifikasi harus ada ukuran baku yang disebut

reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan dari Indonesia

adalah WHO antro 2005. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam

pemantauna status gizi (PSG) anak balita menggunakan rujukan baku

WHO 2005.

Page 14: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

20

Tabel. 5 Klasifikasi KKP menurut Depkes 2000

Indeks Simpangan Baku Status Gizi

BB terhadap Usia

(BB/U)

≥ 2,0 SD

-2,0 SD sampai +2,0

SD

˂ -2,0 SD sampai -3,0

SD

˂ -3 SD

Gizi lebih

Gizi baik

Gizi kurang

Gizi buruk

TB menurut Usia

(TB/U)

Normal

Pendek

-2,0 SD sampai +2,0

SD

˂ -2,0 SD

BB menurut tinggi

(BB/TB)

≥ 2,0 SD

-2,0 SD sampai +2,0

SD

˂ -2,0 SD sampai -3,0

SD

˂ -3,0 SD

Gemuk

Normal

Kurus

Sangat kurus

Page 15: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

21

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi

a. Faktor langsung

1) Asupan makanan

Asupan makan merupakan jenis dan banyaknya makanan

yang dapat di hitung kandungan zat gizi nya yang terkandung

meliputi energi, protein, lemak dan zat gizi lainnya (Lestari, 1997)

Makanan mempengaruhi secara langsung pertumbuhan

tubuh manusia, sedangkan terhadap perkembangan tubuh pengaruh

ini tidaklah secara langsung. Makanan yang sempurna

memungkinkan kelenjar-kelenjar dan alat alat tubuh bekerja

dengan baik dan pekerjaan-pekerjaan faal yang sempurna. Faal

tubuh yang sempurna memungkinkan koordinasi yang baik

terhadap perkembangan tubuh. (Moehji, 1982)

Keluhan umum yang sering di alami orang tua tentang

makanan pada anak balita adalah kesulitan makan dan kerewelan

makan. Anak balita merupakan golongan konsumtif pasif artinya

belum dapat mengambil, memilih dan makan sendiri. Sukar diberi

pengertian serta kemampuan untuk menerima jenis makanan juga

terbatas.

Kesulitan makan tersebut antara lain, karena nafsu makan

kurang serta tidak menyukai makanan tertentu (misal; sayur). Hal

tersebut disebabkan antara lain karena gangguan kesehatan,

emosional, rasa khawatir dan sebagainya. (Wahyuti, 1991)

Page 16: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

22

Konsumsi aneka ragam bahan makanan bagi balita dapat

menjamin kelengkapan zat gizi yang diperlukan tubuhnya. Karena

setiap bahan makanan mengandung sumber zat gizi yang berbeda

baik jenis maupun jumlahnya. (Depkes, 2000)

a) Tingkat kecukupan energi

Setiap balita dianjurkan makan dengan hidangan yang

cukup mengandung sumber zat tenaga atau energi agar dapat

melaksanakan kegiatannya sehari-hari seperti bermain, belajar,

rekreasi dan kegiatan lainnya (Depkes, 2000)

Tabel. 6 Kecukupan energi sehari untuk bayi dan anak menurut umur

(kkal/kg BB).

Gol umur Pria Wanita

0 – 1

1 – 3

4 – 6

110 – 120

100

90

110 – 120

100

90

Sumber: Widya Karya Nasiona Pangan dan Gizi 1983. (Persagi, 1997)

Kebutuhan energi sehari anak pada tahun pertama

kurang lebih 100 – 200 kkal/kg BB. Untuk tiap 3 tahun

penambahan umur kebutuhan energi turun kurang lebih 10

kkal/kg BB (Persagi, 1997)

Page 17: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

23

Kecukupan energi balita ditandai oleh berat badan yang

normal. Mengetahui berat badan balita menggunakan KMS,

konsumsi energi yang terlalu banyak menyebabkan anak

menjadi gemuk, sebaliknya konsumsi energi yang kurang

menyebabkan anak menjadi kurus (Depkes, 2000)

b) Tingkat Kecukupan Protein

Kebutuhan protein adalah konsumsi yang dapat

diperlukan untuk mencegah kehilangan protein tubuh dan

memungkinkan produksi protein yang diperlukan untuk

pertumbuhan, perbaikan sel-sel tubuh, kehamilan serta

menyusui. Angka kecukupan protein dipengaruhi oleh mutu

protein hidangan yang dimasukkan dalam skor asam amino,

daya cerna protein dan berat badan seseorang (Supariasa, 2002)

Kekurangan protein yang kronis pada anak-anak

menyebabkan pertumbuhan anak-anak terhambat dan tampak

tidak sebanding dengan umurnya. Pada keadaan yang lebih

buruk, dapat mengakibatkan kurus seperti kulit bersisik, pucat,

bengkak dan perubahan warna rambut. (Suhadjo, 1996)

Page 18: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

24

Tabel. 7 Angka kecukupan protein yang di anjurkan per orang

sehari

Gol. umur BB (kg) TB (cm) Protein (gr)

0 – 2 bln

7 – 12 bln

1 – 3 th

4 – 6 th

5,5

8,5

12

18

60

71

90

110

12

15

23

32

Sumber: Almatsier, 2002

2) Infeksi

Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan

oleh masuknya bakteri patogen ke dalam tubuh manusia. Penyakit

infeksi dapat menyebabkan peradangan, panas, rasa sakit,

pembengkakan yang disertai gejala umum misal demam.

(Supariasa, 2002)

Penyakit infeksi berpotensi sebagai penyokong atau

pembangkitan KKP. Penyakit diare, campak, dan infeksi saluran

napas kerap menghilangkan nafsu makan. Penyakit saluran

pencernaan yang sebagian muncul dalam bentuk muntah dan

gangguan penyerapan, menyebabkan kehilangan zat-zat gizi dalam

jumlah besar, percepatan proses katabolisme meningkatkan

kebutuhan sekaligus menambah kehilangan zat-zat gizi (Arisman,

2002)

Page 19: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

25

Antara kecukupan gizi dan penyakit infeksi terdapat

hubungan sebab akibat dan timbal balik yang sangat erat. Gizi

yang buruk menyebabkan mudahnya terjadi infeksi karena daya

tahan tubuh menurun. Sebaliknya, penyakit infeksi yang sering

menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan zat gizi sedangkan

nafsu makan biasanya menurun. Jika terjadi infeksi dapat

mengakibatkan anak yang gizinya baik akan menderita gangguan

gizi. (Moehji, 1992)

b. Faktor tak Langsung

1) Pengetahuan Gizi Ibu

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi memalui panca indra manusia, yakni

indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuna manusia diperoleh dari mata dan

telinga. (Notoadmodjo, 2003)

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif

mempunyai 6 tingkatan yaitu:

a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah di pelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan

tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu

Page 20: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

26

yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b) Comprehension (memahami)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paha terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap obyek-obyek yang

dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan

makanan yang bergizi.

c) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan

sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus,

metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

d) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam kemampuan-kemampuan,

tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan

masih seperti ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

Page 21: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

27

analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti

dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e) Sintetis (syntetis)

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis

adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi-formulasi yang ada.

f) Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang

telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara anak yang

cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat

menafsirkan sebab-sebab mengapa ibu-ibu mau ikut KB dan

sebagainya.

Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang

kebutuhan pangan adalah umum dijumpai disetiap negara di dunia.

Kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi

merupakan faktor penting dalam masalah gizi. Lain sebab yang

paling penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan

Page 22: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

28

tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut

dalam kehidupan sehari-hari. (Suhardjo, 2003)

2) Tingkat Pendidikan

Pendidikan merupakan dasar atau landasan segala ilmu

pengetahuan serta merupakan dasar yang penting untuk dimiliki

oleh setiap orang karena pendidikan pada hakikatnya adalah usaha

untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuannya di dalam

dan diluar sekolah serta berlangsung seumur hidup. Semakin tinggi

pendidikan yang dicapai oleh masyarakat semakin mudah

kemajuan masyarakat dicapai. Semakin tinggi pendidikan

seseorang akan semakin tinggi pula tingkat pengetahuan akan

kesehatan dan gizi keluarganya sehingga mempengaruhi kualitas

dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarganya.

(Suhardjo, 1996)

Wanita yang berpendidikan lebih rendah atau tidak

berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak

dibandingkan yang berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang

berpendidikan rendah umurnya tidak dapat atau sulit di ajak

memahami dampak negatif dari mempunyai banyak anak.

(Khomsan, 2002)

3) Pola Asuh

Pola asuh adalah sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain

dalam hal keterkaitanya dengan anak, memberikan makan,

Page 23: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

29

merawat, pemeliharaan kesehatan, memberikan dukungan emosi

yang dibutuhkan untuk tumbuh kembang, termasuk didalamnya

tentang kasih sayang (Soekirman, 2000)

Pola asuh yang tidak tepat terutama pada bayi dan balita

dapat menyebabkan asupan gizi yang diterima rendah. Meskipun

pangan tersedia tapi apabila pola asuh bayi dan balita tidak tepat,

maka anak mendapatkan asupan gizi rendah dan mengalami miskin

ransangan sensorik. Akibatnya anak akan mengalami gangguan

pertumbuhan dan perkembangan. (Untoro, 2001)

4) Ketersediaan pangan

Menurut Undang-Undang No. 7 tahun 1996, pangan

adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik

yang diolah maupun yang tidak di olah yang di peruntukkan

sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. (Tejasari,

2005)

Ketersediaan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi

kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah cukup

dan cukup mutu gizinya. (Soekirman, 2000)

Kekurangan pangan, pemecahannya tidak selalu berupa

peningkatan produksi dan pengadaan pangan. Pada kasus tertentu,

seperti dalam keadaan krisis (bencana, kekeringan, perang,

kekacauan sosial, krisis ekonomi). Masalah gizi muncul akibat

masalah ketahanan pengan dalam keluarga, yaitu kemampuan

Page 24: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

30

rumah tangga dalam memperoleh makanan untuk semua anggota.

(Supariasa, 2002)

5) Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu

kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga

berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan antara lain

mencakup: perumahan, pembuangan kotoran manusia, penyedia air

bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor, rumah hewan

ternak dan sebagainya. Adapun yang dimaksudkan kesehatan

lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau

mengoptimumkan lingkungan hidup manusia yang merupakan

media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi

manusia yang hidup di dalamnya. (Notoadmodjo, 2003)

6) Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan adalah akses atau keterjangkauan

anak dan keluarga terhadap upaya pencegahan penyakit dan

pemeliharaan kesehatan (Soekirman, 2000)

Sistem pelayanan kesehatan mencakup pelayanan

kedokteran (medical service) dan pelayanan kesehatan masyarakat

(public health service). Secara umum pelayanan kesehatan

mesyarakat adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan yang

tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan

Page 25: BAB II fix pengetahuan gizi ibu, kecukupan energi dan protein balita dengan status gizi balita 24-59 bulan

31

promotif (peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat.

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa pelayanan kesehatan

masyarakat tidak melakukan pelayanan kuratif (pengobatan) dan

rehabilitatif (pemulihan). (Notoadmodjo, 2003)