Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TENAGA KERJA 1. Pengertian Tenaga Kerja/Buruh Pabrik Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia tenaga kerja adalah orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu, orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan istilah personalia, di dalamnya meliputi buruh. Buruh yang dimaksud
43

Bab II. Fix (Andri)

Dec 07, 2015

Download

Documents

Andri Roukmana

fergerger
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Bab II. Fix (Andri)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TENAGA KERJA

1. Pengertian Tenaga Kerja/Buruh Pabrik

Tenaga kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia

kerja. Menurut Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah

setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang

dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk

masyarakat. Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia tenaga

kerja adalah orang yang bekerja atau mengerjakan sesuatu, orang yang

mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan

kerja.

Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua

kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk

tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia

kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15

tahun – 64 tahun. Tenaga kerja merupakan istilah yang identik dengan

istilah personalia, di dalamnya meliputi buruh. Buruh yang dimaksud

adalah mereka yang bekerja pada usaha perorangan dan diberikan

imbalan kerja secara harian maupun borongan sesuai dengan kesepakatan

kedua belah pihak, biasanya imbalan kerja tersebut diberikan secara harian.

Pengertian tenaga kerja dalam penelitian ini adalah mereka

yang bekerja pada suatu perusahaan yang didalam maupun diluar

hubungan kerja untuk menghasilkan barang maupun jasa. Tenaga kerja

di Indonesia menghadapi permasalahan dalam hal produktifitasnya

yang rendah. Hal ini terjadi akibat jumlah orang yang mencari

pekerjaan atau yang menganggur semakin besar. Keadaan tersebut

membawa konsekuensi terhadap usaha penyediaan lapangan pekerjaan

bagi angkatan kerja baru. Dengan adanya permasalahan mengenai

Page 2: Bab II. Fix (Andri)

ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja,

maka perlu upaya peningkatan mutu tenaga kerja, dan meningkatkan

sumberdaya manusia yang baik akan menghasilkan tenaga kerja

yang terampil dan mempunyai produktifitas yang tinggi. Akibatnya

tenaga kerja akan mudah dalam mencari kerja, atau mampu menciptakan

lapangan kerja sendiri.

2. Penggolongan Tenaga Kerja

Menurut Hendra Poerwanto (2013), dari segi keahlian dan

pendidikannya tenaga kerja dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Tenaga kerja kasar yaitu tenaga kerja yang berpendidikan rendah

dan tidak mempunyai keahlian dalam suatu bidang pekerjaan.

b. Tenaga kerja terampil yaitu tenaga kerja yang mempunyai keahlian

dan pendidikan atau pengalaman kerja seperti montir mobil, tukang

kayu, dan tukang memperbaiki televisi dan radio.

c. Tenaga kerja terdidik yaitu tenaga kerja yang mempunyai

pendidikan yang tinggi dan ahli dalam bidang-bidang tertentu seperti

dokter, akuntan ahli ekonomi, dan insinyur.

B. KESELAMATAN KERJA

1. Pengertian keselamatan kerja

Perlindungan tenaga kerja meliputi beberapa aspek dan salah

satunya yaitu perlindungan keselamatan, perlindungan tersebut bermaksud

agar tenaga kerja secara aman melakukan kerjaannya sehari-hari untuk

meningkatkan produksi dan produktivitas. Tenaga kerja harus memperoleh

perlindungan dari berbagai permasalahan disekitarnya dan pada dirinya

yang dapat menimpa atau mengganggu dirinya serta pelaksanaan

pekerjaannya.

Menurut Robert L. Mathis (2006), program manajemen keselamatan

kerja yang efektif adalah :

a. Komitmen dan tanggung jawab perusahaan

Page 3: Bab II. Fix (Andri)

Inti manajemen keselamatan kerja adalah komitmen perusahaan dan

usaha-usaha keselamatan kerja yang komperhensif. Usaha ini sebaiknya

dikoordinasikan dari tingkat manajemen paling tinggi untuk melibatkan

seluruh anggota perusahaan. Begitu komitmen dibuat untuk adanya

keselamatan kerja, usaha-usaha perencanaan harus dikoordinasikan

dengan tugas-tugas yang diberikan oleh para atasan, manajer, spesialis

keselamatan kerja dan spesialis sumber daya manusia.

b. Kebijakan dan disiplin keselamatan kerja

Mendesain kebijakan dan peraturan keselamatan kerja serta

mendisiplinkan pelaku pelangaran, merupakan komponen penting usaha-

usaha keselamatan kerja. Dukungan yang sering terhadap perlunya

perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap praktik-

praktik keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam

meningkatkan keselamatan para pekerja.

c. Komunikasi dan pelatihan keselamatan kerja

Satu cara untuk mendorong keselamatan kerja karyawan adalah

dengan melibatkan seluruh karyawan di setiap kesempatan dalam sesi

pelatihan tentang keselamatan kerja dan dalam pertemuan-pertemuan

komite, dimana pertemuan ini juga diadakan secara rutin. Sebagai

tambahan dalam keselamatan kerja, komunikasi yang terus-menerus dalam

membangun kesadaran keselamatan kerja juga penting.

d. Komite keselamatan kerja

Para pekerja sering kali dilibatkan dalam perencanaan keselamatan kerja

melalui komite keselamatan kerja, kadangkala terdiri dari para pekerja

yang berasal dari berbagai tingkat jabatan dan departemen. Komite

keselamatan kerja biasanya secara reguler memiliki jadwal meeting,

memiliki tanggung jawab spesifik untuk mengadakan tinjauan

keselamatan kerja, dan membuat rekomendasi dalam perubahan-perubahan

yang diperlukan untuk menghindari kecelakaan kerja di masa mendatang.

e. Inspeksi, penyelidikan kecelakaan kerja, dan pelatihan

Pada saat terjadi kecelakaan, maka harus diselidiki oleh komite

Page 4: Bab II. Fix (Andri)

keselamatan kerja perusahaan atau oleh koordinator keselamatan kerja.

Dalam menyelidiki lokasi kecelakaan, adalah penting untuk menetapkan

kondisi fisik dan lingkungan yang turut menyumbang terjadinya

kecelakaan itu. Selain itu penyelidikan dengan wawancara terhadap

karyawan yang mengalami kecelakaan, dengan atasan langsungnya,

dan para saksi kecelakaan itu.

Dalam penyelidikan kecelakaan kerja ada kaitan eratnya dengan

penelitian, untuk menetapkan cara-cara mencegah terjadinya kecelakaan.

Mengidentifikasikan sebab-sebab kecelakaan terjadi sangat berguna,

namun mengambil langkah-langkah dalam mencegah kecelakaan yang

sama juga sangat penting.

f. Evaluasi terhadap usaha-usaha keselamatan kerja

Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha–usaha keselamatan

kerjanya. Sama seperti catatan akuntansi perusahaan yang diaudit, usaha-

usaha keselamatan kerja perusahaan juga harus diaudit secara periodik.

Analisis ini harus dirancang untuk mengukur kemajuan dalam manajemen

keselamatan kerja.

Menurut Gary Dessler (2009), ada tiga alasan perlunya program-

program keselamatan kerja :

a. Moral

Para manajer melakukan upaya pencegahan kecelakaan, dan atas dasar

kemanusiaan. Mereka melakukan hal ini untuk meringankan penderitaan

karyawan yang mengalami kecelakaan dan keluarganya.

b. Hukum

Terdapat berbagai peraturan perundang-undang yang mengatur tentang

keselamatan kerja dan hukuman terdapat pihak-pihak yang membangkan

ditetapkan cukup berat. Berdasarkan peraturan perundang-undangan

itu, perusahaan dapat dikenakan denda dan para supervisor dapat

ditahan apabila ternyata bertanggungjawab atas kecelakaan fatal. Manajer

yang terbukti bersalah dikenakan hukuman penjara selama lima tahun

dengan masa percobaan sepuluh tahun.

Page 5: Bab II. Fix (Andri)

c. Ekonomi

Biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan akan cukup meskipun

kecelakaan yang terjadi sangat tinggi ataupun kecelakaan yang terjadi

kecil. Asuransi kompensasi karyawan ditunjukkan untuk memberi ganti

rugi kepada pegawai yang mengalami kecelakaan. Asuransi ini tidak

meliputi biaya langsung dan tidak langsung lainnya yang dikaitkan dengan

kecelakaan.

Menurut Gary Dessler (2009), terdapat tiga penyebab kecelakaan yang

utama:

a. Kemungkinan terjadinya kecelakaan

Seperti berjalan di sampingn jendela kaca tepat pada saat seseorang

melempar bola pada jendela tersebut, memiliki andil yang besar bagi

timbulnya kecelakan.

b. Kondisi yang tidak aman, meliputi:

1) Peralatan yang tidak diamankan dengan baik.

2) Peralatan yang rusak.

3) Pengaturan atau prosedur yang berbahaya di sekitar mesin-mesin

atau peralatan.

4) Gudang yang tidak aman: terlalu sesak atau banyaknya jumlah

barang yang tersimpan didalam gudang sehingga terjadi kemacetan

pada arus barang.

5) Penerangan yang tidak baik (menyilaukan, gelap).

6) Ventilasi yang tidak baik (pengaturan udara tidak baik atau

sumber udara kotor).

c. Tindakan yang tidak aman dari pihak pegawai, meliputi:

1) Tidak mengamankan peralatan.

2) Tidak menggunakan pakaian pelindung atau peralatan perlindungan.

3) Membuang benda sembarangan.

4) Bekerja dengan kecepatan yang tidak aman (apakah terlalu cepat

atau terlalu lambat menyebabkan tidak berfungsinya alat pengaman

Page 6: Bab II. Fix (Andri)

dengan memindahkan).

5) Menggunakan peralatan yang tidak aman atau dengan ceroboh.

6) Menggunakan prosedur yang tidak aman dalam memuat,

menempatkan, mencampur dan mengkombinasi.

7) Mengambil posisi yang tidak aman di bawah beban yang tergantung.

8) Mengangkat barang dengan ceroboh, mengganggu/menggoda,

bertengkar, bermain-main dan sebagainya.

2. Indikator Keselamatan

Menurut Suma’ur (2009) adapun indikator - indikator keselamatan

kerja meliputi :

a. Tempat Kerja

Tempat kerja merupakan lokasi dimana para karyawan melaksanakan

aktifitas kerjanya.

b. Mesin dan Peralatan

Mesin dan Peralatan adalah bagian dari kegiatan operasional dalam

proses produksi yang biasanya berupa alat – alat berat dan ringan.

C. KESEHATAN KERJA

1. Pengertian kesehatan kerja

Pengertian dari kesehatan kerja berbeda-beda. Kesehatan kerja

menurut Suma’mur (2009) adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan atau

kedokteran beserta prekteknya yang bertujuan agar tenaga kerja

memperoleh derajat kesehatan yang setinggi- tingginya, baik fisik atau

mental maupun sosial, dengan upaya promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan

oleh pekerjaan dan atau lingkungan kerja, serta terhadap penyakit pada

umumnya. Sedangkan kesehatan kerja menurut Anggraini (2008), meliputi

segala upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja dan penyakit

lainnya pada tenaga kerja. Namun secara umum pengertiannya sama

yaitu suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan agar

Page 7: Bab II. Fix (Andri)

tercipta produktivitas yang setinggi- tingginya.

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan masyarakat

yang mempunyai ruang lingkup tenaga kerja, yang bertujuan untuk

mendapatkan derajat kesehatan bagi tenaga kerja seoptimal mungkin baik

fisik, mental, maupun sosial dan produktif (Ismail A, 2010).

Status kesehatan seseorang, dapat ditentukan oleh 4 faktor yakni:

a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan); kimia

(organik/anorganik, logam berat, debu); biologik (virus, bakteri,

mikroorganisme) dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan)

b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.

c. Pelayanan kesehatan: promotif, preventif, perawatan, pengobatan,

pencegahan kecacatan, dan rehabilitasi.

d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan tiap manusia.

Kesehatan kerja merupakan bagian yang spesifik dari segi

kesehatan umumnya, lebih memfokuskan lingkup kegiatannya pada

peningkatan kualitas hidup tenaga kerja melalui penerapan usaha

kesehatan yang bertujuan untuk:

a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja.

b. Melindungi dan mencegah tenaga kerja dari semua gangguan

kesehatan akibat lingkungan kerja dan pekerjaannya.

c. Menempatkan tenaga kerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental

dan pendidikan atau keterampilannya.

d. Meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

(A.M. Sugeng Budiono dalam Live Setyaningsih, 2006)

Tujuan utama kesehatan kerja adalah pencegahan dan

pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan dan

peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi

efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan

kerja dan menambah semangat serta kenikmatan kerja, perlindungan

Page 8: Bab II. Fix (Andri)

bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindari bahaya-bahaya

pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan dan

perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin

ditimbulkan oleh produk-produk industry (Suma’mur, 2009).

Menurut Buchari (2007), tujuan dari kesehatan kerja adalah :

a. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja

yang setinggi-tingginya baik jasmani, rohani, maupun sosial untuk

semua lapangan pekerjaan.

b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang diakibatkan

oleh kondisi kerja.

c. Mencegah tenaga kerja dari bahaya kesehatan yang timbul akibat

pekerjaan.

d. Menempatkan tenaga kerja pada suatu lingkungan kerja yang

sesuai dengan kondisi fisik, faal tubuh dan mental psikologis

tenaga kerja yang bersangkutan.

Melalui upaya kesehatan kerja akan terwujud tenaga kerja yang

sehat dan produktif sehingga mampu meningkatkan kesejahteraannya dan

keluarganya serta masyarakat luas. Tenaga kerja tidak saja diharapkan

sehat dan produktif selama masa kerjanya tapi juga sesudah masa kerja

berakhir, sehingga ia dapat menjalani masa pensiun dan hari tuanya tanpa

diganggu oleh berbagai penyakit dan gangguan kesehatan

yang diakibatkan oleh pekerjaan maupun lingkungan kerja pada waktu

masih aktif bekerja (Buchari, 2007).

Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi :

a. Kesehatan kuratif

Kesehatan kuratif adalah menekan seminimal mungkin angka

absen karena sakit, serta memperpendek lamanya sakit.

b. Kesehatan preventif

Kesehatan prefentif merupakan upaya untuk mencegah tenaga

Page 9: Bab II. Fix (Andri)

kerja mengalami gangguan kesehatan dan penyakit.

c. Kesehatan rehabilitatif

Pengamanan bahaya oleh karena proses produksi yang

mungkin berakibat kepada tenaga kerja maupun masyarakat luas.

d. Kesehatan promitif

Penyesuaian diantara tenaga kerja dan pekerjaannya dengan

tujuan kegairahan dan efisiensi kerja.

(Buchari, 2007)

Setiap perusahaan wajib menyelenggarakan program kesehatan

kerja di mana tujuan dari pada penyelenggaraan kesehatan kerja tersebut

adalah untuk kepentingan semua pihak yang terliat dalam proses

produksi, seperti pengusaha dan tenaga kerja, serta semua orang yang

berada di lingkungan perusahaan.

Bahaya kesehatan kerja merupakan bahaya kesehatan yang

ada di tempat kerja, bahaya yang dapat menimbulkan dampak pada

pekerja, Dampak dapat berupa :

a. Gangguan kesehatan umumnya bersifat kronis.

b. Penyakit akibat kerja maupun Kematian.

c. Produktivitas menurun.

2. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja diartikan sebagai segala sesuatu yang berada

di sekitar tenaga kerja yang dapat mampengaruhi dirinya dalam

melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan. Tempat kerja adalah

tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau

tetap, di mana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki kerja untuk

keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-

sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam Keputusan Menteri Tenaga

Kerja RI No. KEP.187/MEN/1999 pasal 1.

Setiap tempat kerja selalu mempunyai risiko kemungkinan

terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan dan

Page 10: Bab II. Fix (Andri)

penyakit akibat kerja sangat mengganggu operasi perusahaan apabila tidak

mengambill langkah pengendalian yang memadai. Bagi pekerja,

kecelakaan dan sakit akibat kerja sangat merugikan dan dapat

menimbulkan penderitaan, tidak hanya bagi pekerja itu sendiri tapi juga

bagi keluarganya terutama jika kecelakaan atau penyakit akibat kerja

tersebut sampai mengakibatkan cacat tetap atau kematian (Anggraini,

2008).

Menurut Armansyah, B. (2008), tempat kerja adalah tempat

dilakukannya pekerjaan bagi sesuatu usaha di mana terdapat tenaga

kerja yang bekerja dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat

tersebut. Tempat kerja mencakup semua kegiataan usaha baik yang

bersifat ekonomis maupun sosial, seperti :

a. Bengkel tempat kerja pelajaran praktek.

b. Tempat rekreasi.

c. Rumah sakit.

d. Tempat ibadah.

e. Tempat berbelanja.

f. Pusat hiburan.

Untuk mengendalikan risiko kecelakaan dan penyakit akibat

kerja, perlu diidentifikasi sumber bahaya yang ada di tempat kerja dan

dievaluasi tingkat risikonya serta dilakukan pengendalian yang memadai.

Bahaya dari lingkungan kerja dapat digolongkan atas berbagai jenis

bahaya yang dapat mengakibatkan berbagai gangguan kesehatan dan

penyakit akibat kerja (Anggraini, 2008).

Konsep program hygiene Perusahaan terdapat 4 komponen

pengelolaan lingkungan kerja, yaitu :

a. Antisipasi

Merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memprediksi

kemungkinan/potensi-potensi bahaya yang ada di tempat kerja,

khususnya bahaya kesehatan kerja.

Page 11: Bab II. Fix (Andri)

b. Recognisi

Merupakan serangkaian kegiatan dalam mengenali dan mengukur

semua faktor-faktor lingkungan kerja dan stres agar diperoleh

suatu metode yang logis dan sistematis untuk kemungkinan suatu

masalah dievaluasi secara obyektif.

c. Evaluasi

Merupakan kegiatan dalam melakukan penilaian/analisa terhadap

hasil rekognisi sehingga dapat ditentukan apakah suatu

lingkungan kerja berbahaya/tidak terhadap kesehatan kerja.

d. Kontrol

Merupakan serangkaian kegiatan dalam mengendalikan hazard di

tempat kerja sehingga tidak menimbulkan gangguan kesehatan

pada pekerja. Untuk menekan konsentrasi/dosis hazard yang

memapar pekerja sampai pada tingkat yang tidak membahayakan

kesehatan.

3. Gangguan Kesehatan

Menurut Suma’mur (2009) agar seorang tenaga kerja ada

dalam keserasian sebaik-baiknya yang berarti dapat terjamin keadaan

kesehatan dan produktivitas kerja setinggi-tingginya maka perlu ada

keseimbangan yang menguntungkan dari faktor-faktor, yaitu:

a. Beban Kerja

Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya. Beban yang

dimaksud mungkin fisik, mental atau sosial. Beban kerja dapat

menyebabkan kelelahan. Kelelahan yang terjadi bias kelelahan fisik

maupun kelelahan mental yang berlebihan, maka beban kerja pada

seorang tenaga kerja disesuaikan dengan kemampuannya.

b. Beban Tambahan Akibat Lingkunga Kerja

Beban tambahan akibat lingkungan kerja sebagai tambahan pada

beban kerja yang langsung akibat pekerjaan sebenarnya. Suatu

Page 12: Bab II. Fix (Andri)

pekerjaan biasanya dilakukan dalam suatu lingkungan atau situasi

yang mengakibatkan beban tambahan pada jasmani dan rohani

tenaga kerja. Faktor-faktor penyebab beban tambahan ada lima, yaitu:

1) Faktor fisik, yaitu penerangan, suhu udara kelembaban,

getaran, radiasi dan tekanan udara.

2) Faktor kimia, yaitu gas, uap, debu, kabut, fume, asap, awan,

cairan dan benda padat.

3) Faktor fisiologis, yaitu konstruksi mesin, sikap dan cara kerja.

4) Faktor biologi, yaitu virus, bakteri, jamur.

5) Faktor mental psikologis yaitu suasana kerja, hubungan antar

tenaga kerja, hubungan antara tenaga kerja dengan atasan.

c. Kapasitas Kerja

Kapasitas kerja adalah kemampuan seorang tenaga kerja dalam

melakukan pekerjaannya. Kemampuan kerja sangat tergantung pada

keterampilan, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran-ukuran

tubuh.

4. Penyakit Akibat Kerja (PAK)

Dalam melakukan tugasnya di perusahaan atau sekelompok

pekerja beresiko mendapat kecelakaan atau PAK. PAK merupakan

penyakit yang timbul karena hubungan kerja/disebabkan oleh

pekerjaan/lingkungan kerja (Suma’mur, 2009).

Bahkan seseorang atau sekelompok pekerja yang melakukan

tugasnya di perusahaan pun dapat beresiko terkena kecelakaan atau

penyakit akibat kerja. Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No.02/MEN/1981 Penyakit Akibat Kerja adalah setiap

penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja,

sedangkan dalam Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit

yang Timbul Akibat Hubungan Kerja pada pasal 1 dan 2 disebutkan

bahwa penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapat

jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masalah dalam hubungan

Page 13: Bab II. Fix (Andri)

kerja ataupun setelah hubungan kerja berakhir.

Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.

PER 01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja

bahwa penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh

pekerjaan atau lingkungan kerja. Penyakit akibat kerja (occupational

disease) ditetapkan berdasarkan karakteristik penyebab dan proses

terjadinya lambat (kronis). Bila proses terjadinya cepat atau mendadak

(akut) disebut kecelakaan (Tarwaka, 2008).

Yang menjadi penyebab penyakit akibat kerja adalah sebagai

berikut (suma’mur, 2009) :

a. Faktor fisik, seperti :

1) Suara yang dapat mengakibatkan katulian.

2) Radiasi sinar rontgen atau sinar radioaktif

3) Suhu yang terlalu tinggi menyebabkan heat stroke (pukulan

panas).

4) Tekanan darah tinggi menyebabkan penyakit kaison.

5) Penerangan lampu yang buruk dapat mengakibatkan kelainan

pada indra penglihatan.

b. Faktor kimiawi, seperti :

1) Debu yang menyebabkan pneumoconiosis.

2) Uap yang dapat menyebabkan dermatosis.

3) Gas

4) Larutan zat kimia menyebabkan iritasi pada kulit.

5) Awan atau kabut.

c. Faktor biologis, misalnya bibit penyakit antraks atau brucella

yang mengakibatkan penyakit akibat kerja pada pekerja penyamak

kulit.

d. Faktor fisiologis/ergonomis, yaitu antara lain kesalahan konstruksi

mesin, sikap badan yang tidak benar dalam melakukan pekerjaan

dan lain-lain yang dapat menyebabkan kelelahan fisik dan gangguan

kesehatan.

Page 14: Bab II. Fix (Andri)

e. Faktor mental psikologi, misalnya hubungan kerja atau industrial

yang tidak baik, dengan akibat timbulnya misalnya depresi atau

penyakit psikosomatis.

Cara menegakkan penyakit akibat kerja agak berlainan dari

pada diagnose penyakit umum. Langkah yang perlu diambil untuk

menegakkan suatu diagnosa penyakit akibat kerja adalah :

a. Riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan.

b. Pemeriksaan klinis.

c. Pemeriksaan labolatorium.

d. Pemeriksaan Ro.

e. Pemeriksaan tempat kerja dan ruangan.

f. Hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan gejala penyakit.

Bila seluruh cara di atas masih dianggap meragukan, kesimpulan pada

akhirnya berada dan sesuai dengan keputusan dokter yang memeriksanya.

Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting

bagi manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif. Diagnosis penyakit akibat kerja juga merupakan penentu

bagi dimiliki atau tidak dimilikinya atas jaminan penyakit akibat kerja

yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja. Sebagaimana

berlaku bagi semua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten

membuat diagnosa penyakit akibat kerja (Suma’mur, 2009).

Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. KEPTS.

333/MEN/1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja,

bahwa diagnosis penyakit akibat kerja ditegakkan melalui serangkaian

pemeriksaan klinis dan pemeriksaan kondisi pekerjaan serta

lingkungannya untuk membuktikan adanya hubungan sebab akibat antara

penyakit dan pekerjaannya.

5. Usaha Pencegahan

Menurut Armansyah, B. (2008), langkah- langkah ke arah

pencegahan penyakit akibat kerja terdiri dari kesadaran manajemen

Page 15: Bab II. Fix (Andri)

untuk mencegah penyakit akibat kerja dan mengatur tata cara

pencegahan. Manajemen harus sadar bahwa peningkatan produktivitas

kerja sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan prestasi kerja. Kedua hal

tersebut tidak terlepas dari tenaga kerja yang sehat, selamat dan

sejahtera. Jadi, peningkatan kesejahteraan dan keselamatan kerja harus

didukung oleh lingkungan yang sehat. Sedangkan tata cara pencegahan

tersebut adalah sebagai berikut:

a. Substitusi

Bahan-bahan berbahaya atau terbukti dapat menyebabkan penyakit

secara cepat atau lambat harus ditukar dengan yang lebih aman.

b. Isolasi

Mengisolasi proses yang bising atau percampuran bahan atau larutan

yang menimbulkan gas berbahaya.

c. Ventilasi penyedotan

Kipas penghisap atau exhaust fan pada tempat-tempat tertentu

dipasang agar gas yang berbahaya terhisap keluar dan ditukar dengan

udara bersih. Misalnya, tempat parkir di lantai bawah tanah harus

dilengkapi dengan exhaust fan.

d. Ventilasi umum

Tempat-tempat bekerja bagi tenaga kerja seperti tempat pengemasan

atau dapur produksi harus dilengkapi dengan ventilasi umum untuk

memudahkan peredaran udara.

e. Alat pelindung

Alat-alat yang melindungi tubuh atau sebagian dari tubuh wajib

dipakai oleh tenaga kerja, misalnya topi pengaman, masker,

respirator (alat pernafasan), kacamata, sarung tangan, pakaian kerja

dan sebagainya.

f. Pemeriksaan kesehatan pra karya

Setiap tenaga kerja harus terlebih dahulu melalui pemeriksaan

kesehatan umum dan khusus untuk menginderakan kelemahan

masing-masing.

Page 16: Bab II. Fix (Andri)

g. Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan ini perlu mengindera sedini mungkin apakah

faktor-faktor penyebab penyakit sudah menimbulkan gangguan atau

kelainan.

h. Pemeriksaan kesehatan khusus

Tenaga kerja yang menunjukan gejala yang dicurigai ada kaitannya

dengan lingkungan kerjanya harus dikirim ke poliklinik spesialis

untuk menjalani pemerikasaan khusus. Langkah seperti ini sangat

membantu tenaga kerja itu sendiri atau manajemen.

i. Penerangan pra karya

Sebelum tenaga kerja bekerja, terlebih dahulu harus menjalani induksi

atau perkenalan pada lingkungan pekerjaan dan semua peraturan

tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Langkah seperti ini biasanya

menimbulkan rasa berhati-hati dan meningkatkan kewaspadaan.

j. Pendidikan keselamatan dan kesehatan kerja

Pendidikan ini dijalankan oleh setiap mandor (foreman), penyelia,

anggota Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan

ahlinya. Kemudian mereka mendidik tenaga kerja dalam praktek

manufaktur yang baik dan kesehatan kerja.

Gangguan-gangguan pada kesehatan dan daya kerja akibat

berbagai faktor dalam pekerjaan bisa dihindari, asal saja pekerja dan

pimpinan perusahaan ada kemauan baik untuk mencegahnya. Tentu

perundang- undangan tidak akan ada faedahnya, apabila pimpinan

perusahaan tidak melaksanakan ketetapan-ketetapan perundang-undangan

itu, juga apabila para pekerja tidak mengambil peranan penting dalam

menghindarkan gangguan-gangguan kesehatan tersebut (Suma’mur, 2009).

Pemeriksaan kesehatan kerja ditetapkan dalam Peraturan

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 02/MEN/1980

(Pungky W, 2002) tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

Page 17: Bab II. Fix (Andri)

dalam penyelenggaraan keselamatan kerja yang meliputi :

a. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja

Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ditujukan agar tenaga kerja

yang diterima untuk melakukan pekerjaan, antara lain:

1) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja ditujukan agar tenaga

kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang

setinggi- tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang

akan mengenai tenaga kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan

yang akan dilakukan sehingga keselamatan dan kesehatan tenaga

kerja yang bersangkutan dan tenaga kerja lainnya dapat terjamin.

2) Semua perusahaan sebagaimana tersebut dalam Undang-undang

No. 1 tahun 1970, harus mengadakan pemeriksaan kesehatan

sebelun kerja.

3) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja meliputi pemeriksaan

kesehatan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru

(bila mungkin) dan laboratorium rutin serta pemeriksaan lain

yang dianggap perlu.

4) Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu perlu dilakukan pemeriksaan

yang sesuai dengan kebutuhan guna mencegah bahaya yang

diperkirakan timbul.

5) Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman

pemeriksaan kesehatan sebelum kerja yang menjamin penempatan

tenaga kerja sesuai dengan kesehatan dan pekerjaan yang akan

dilakukannya dan pedoman tersebut mendapatkan persetujuan

terlebih dahulu oleh direktur.

6) Pedoman pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dibina dan

dikembangkan mengikuti kemampuan perusahaan dan kemajuan

kedokteran dalam keselamatan kerja.

7) Jika 3 (tiga) bulan sebelumnya telah dilakukan pemeriksaan

kesehatan oleh dokter, tidak ada keraguan-raguan maka perlu

dilakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja.

Page 18: Bab II. Fix (Andri)

b. Pemeriksaan kesehatan berkala

Pemeriksaan kesehatan berkala adalah pemeriksaan kesehatan

pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh

dokter.

1) Pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk

mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada

dalam pekerjaannya serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-

pengaruh dari pekerjaan seawall mungkin yang perlu dikendalikan

dengan usaha- usaha pencegahan.

2) Semua perusahaan harus melakukan pemeriksaan kesehatan

berkala bagi tenaga kerja sekurang-kurangnya 1 tahun sekali,

kecuali ditentukan lain oleh Direktur Jenderal Pembinaan dan

Perlindungan Tenaga Kerja.

3) Pengusaha atau pengurus dan dokter wajib menyusun pedoman

pemeriksaan kesehatan berkala sesuai dengan kebutuhan menurut

jenis-jenis pekerjaan yang ada.

4) Pedoman pemeriksaan kesehatan dikembangkan mengikuti

kemampuan.

5) Dalam hal ditemukan kelainan atau gangguan kesehatan pada

tenaga kerja pada pemeriksaan berkala, pengurus wajib

mengadakan tindak lanjut untuk memperbaiki kelainan-kelainan

tersebut dan sebab- sebabnya untuk menjamin terselenggaranya

keselamatan dan kesehatan kerja.

6) Agar pemeriksaan kesehatan berkala mencapai sasaran yang

luas, maka pelayanan kesehatan di luar perusahaan dapat

dimanfaatkan oleh pengurus menurut keperluan.

7) Dalam melaksanakan kewajiban pemeriksaan kesehatan berkala,

direktur jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan

Perlindungan Tenaga Kerja dapat menunjuk satu atau beberapa

badan sebagai penyelenggara yang akan membantu perusahaan

yang tidak mampu melakukan sendiri pemeriksaan kesehatan

Page 19: Bab II. Fix (Andri)

berkala.

c. Pemeriksaan kesehatan khusus

Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan

yang dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja

tertentu, meliputi:

1) Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai

adanya pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga

kerja atau golongan-golongan tenaga kerja tertentu.

2) Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan pula terhadap:

a) Tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau

penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 (dua)

minggu.

b) Tenaga kerja yang berusia di atas 40 tahun atau tenaga

kerja wanita dan tenaga kerja cacat, serta tenaga kerja

muda yang melakukan pekerjaan tertentu.

c) Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu

mengenai gangguan-gangguan kesehatannya perlu dilakukan

pemeriksaan khusus sesuai dengan kebutuhan.

3) Pemeriksan kesehatankhusus diadakan pula apabila terdapat

keluhan-keluhan diantara tenaga kerja, atau atas pengamatan

Pegawai Pengawas Keselamtan dan Kesehatan Kerja, atau

atas penilaian Pusat Bina Hiperkes dan balai-balainya atau atas

pendapat umum masyarakat.

4) Terhadap kelalaian/gangguan yang disebabkan akibat pekerjaan

dan ditemukan pada pemeriksaan khusus ini berlaku ketentuan

Asuransi Sosial Tenaga Kerja sesuai dengan peraturan perundang-

undangan.

Page 20: Bab II. Fix (Andri)

Menurut Mangkunegara (2009), bekerja diperlukan usaha-usaha untuk

meningkatkan kesehatan kerja. Adapun usaha-usaha untuk meningkatkan

kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna

ruangan kerja, penerangan yang cukup terang dan menyejukkan, dan

mencegah kebisingan.

b. Mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya penyakit.

c. Memelihara kebersihan, ketertiban dan keserasian lingkungan kerja.

6. Indikator Kesehatan Kerja

Menurut Gary Dessler (2009 : 346), indikator kesehatan kerja terdiri dari:

a. Keadaan dan Kondisi Karyawan

Keadaan dan kondisi karyawan adalah keadaan yang dialami oleh

karyawan pada saat bekerja yang mendukung aktivitas dalam bekerja.

b. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah lingkungan yang lebih luas dari tempat kerja

yang mendukung aktivitas karyawan dalam bekerja.

c. Perlindungan Karyawan

Perlindungan karyawan merupakan fasilitas yang diberikan untuk

menunjang kesejahteraan karyawan.

7. Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dalam Pasal 86 ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan

disebutkan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas: Keselamatan dan kesehatan kerja; Moral

dan kesusilaan; dan Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat

manusia serta nilai-nilai agama.

Tujuan diselenggarakannya K3 adalah untuk melindungi keselamatan

pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal.

Ditinjau dari segi keilmuan, K3 diartikan sebagai ilmu pengetahuan dan

penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan

Page 21: Bab II. Fix (Andri)

dan penyakit akibat kerja di tempat kerja. K3 harus diterapkan dan

dilaksanakan di setiap tempat kerja/perusahaan. Tempat kerja adalah setiap

tempat yang di dalamnya terdapat 3 (tiga) unsur, yaitu :

a. Adanya suatu usaha, baik bersifat ekonomi maupun sosial

b. Adanya sumber bahaya

c. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya, baik secara terus-

menerus maupun sewaktu-waktu.

Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen K3 yang terintegrasi

dengan sistem manajemen perusahaan. Ada 3 (tiga) hal di sini, yaitu:

a. Tindakan membahayakan (unsafe practices/actions)

Tindakan yang membahayakan adalah tindakan yang menjalankan

pekerjaan tanpa mempunyai kewenangan/bekerja bukan pada

kewenangannya, gagal menciptakan keadaan yang baik sehingga

menjadi tidak aman atau memanas menjalankan pekerjaan yang

tidak sesuai dengan kecepatan geraknya, pengrusakan alat pengaman

peralatan yang digunakan, bekerja berlebihan/melebihi jam kerja di

tempat kerja, mengangkat/mengangkut beban yang berlebihan,

menggunakan tenaga berlebihan/tenaganya,

peminum/pemabuk/mengkonsumsi narkoba.

b. Kondisi yang membahayakan (unsafe conditions)

Adapun yang dimaksud dengan kondisi yang membahayakan adalah

kondisi yang:

1) Dalam keadaan pengamanan yang berlebihan.

2) Alat dari peralatan yang sudah tidak layak.

3) Terjadi kemacetan (congestion)

4) Sistem peringatan yang berlebihan (inadequate warning system)

5) ada api dan di tempat yang berbahaya; alat penjaga/pengaman

gedung kurang standar.

6) kondisi suhu (atmosfir) yang membahayakan.

7) terpapar gas, fumes, bising, radiasi.

8) Pencahayaan dan ventilasi yang kurang atau pun berlebihan.

Page 22: Bab II. Fix (Andri)

c. Upaya-upaya pengendalian K3

Adapun suatu bentuk upaya pengendalian K3 antara lain:

substitusi bahan kimia yang berbahaya,proses isolasi, pemasangan

lokal exhauster, ventilasi umum, pemakaian APD,

ketatarumahtanggaan perusahaan, pengadaan fasilitas saniter,

pemeriksaan kesehatan sebelum kerja dan berkala, penyelenggaraan

latihan/penyuluhan kepada semua karyawan dan pengusaha, dan

kontrol administrasi.

D. PERILAKU

1. Defenisi Perilaku

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan

atau lingkungan (Depdiknas, 2005). Dari pandangan biologis perilaku

merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan.

Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat

diamati dan dipelajari. Morgan et.al dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan

bahwa perilaku adalah suatu yang dilakukan oleh manusia atau binatang

dalam bentuk yang dapat diamati dengan beberapa cara (Notoatmodjo

2010).

2. Klasifikasi perilaku

Menurut Skinner (2014), dilihat dari bentuk respon terhadap

stimulus maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a. Perilaku tertutup

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

pada perhatian, persepsi, pengetahuan, kesadaran dan sikap yang terjadi

pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati

secara jelas.

b. Perilaku terbuka

Page 23: Bab II. Fix (Andri)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk

tindakan atau praktek yang dengan mudah dapat diamati atau dengan

mudah dipelajari.

Notoatmodjo membagi ranah perilaku menjadi tiga bagian yaitu,

pengetahuan (Knowledge), sikap (Attitude) dan Tindakan (Practice). Bentuk

operasional perilaku ini dapat dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yaitu dengan mengetahui situasi

atau rangsangan dari luar.

b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau

rangsangan dari luar. Dalam hal ini lingkungan berperan dalam

membentuk perilaku manusia yang ada di dalamnya. Sementara itu

lingkungan terdiri dari, lingkungan pertama adalah lingkungan alam yang

bersifat fisik dan akan mencetak perilaku manusia sesuai dengan sifat

dan keadaaan alam tersebut. Sedangkan lingkungan yang kedua adalah

lingkungan sosial budaya yang bersifat non fisik tetapi mempunyai

pengaruh yang kuat terhadap pembentukan perilaku manusia.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yakni berupa

perbuatan atau action terhadap situasi atau rangsangan dari luar

(Notoatmodjo, 2012).

Klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health

related behaviour) menurut Becker (1979, dikutip dari Notoatmodjo, 2010)

sebagai berikut :

a. Perilaku kesehatan, yaitu tindakan seseorang dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatannya.

b. Perilaku sakit, yakni segala tindakan seseorang yang merasa sakit untuk

merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya termasuk juga

pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, serta usaha

mencegah penyakit tersebut.

Page 24: Bab II. Fix (Andri)

c. Perilaku peran sakit, yakni segala tindakan seseorang yang sedang sakit

untuk memperoleh kesembuhan.

3. Faktor-faktor yang berperan dalam pembentukan perilaku

Menurut Notoatmodjo (2012) faktor-faktor yang berperan dalam

pembentukan perilaku dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu:

a. Faktor internal

Faktor yang berada dalam diri individu itu sendiri yaitu berupa

kecerdasan, persepsi, motivasi, minat, emosi dan sebagainya untuk

mengolah pengaruh-pengaruh dari luar. Motivasi merupakan penggerak

perilaku, hubungan antara kedua konstruksi ini cukup kompleks, antara

lain dapat dilihat sebagai berikut:

1) Motivasi yang sama dapat saja menggerakkan perilaku yang berbeda

demikian pula perilaku yang sama dapat saja diarahkan oleh

motivasi yang berbeda.

2) Motivasi mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.

3) Penguatan positif/ positive reinforcement menyebabkan satu perilaku

tertentu cenderung untuk diulang kembali.

4) Kekuatan perilaku dapat melemah akibat dari perbuatan itu bersifat

tidak menyenangkan.

b. Faktor eksternal

Faktor-faktor yang berada diluar individu yang bersangkutan yang

meliputi objek, orang, kelompok dan hasil-hasil kebudayaan yang

disajikan sasaran dalam mewujudkan bentuk perilakunya.

Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah

konsep dari Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo (2010) menurut

Lawrence Green perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama yakni :

1) Faktor predisposisi (predisposing faktor).

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap

hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut

Page 25: Bab II. Fix (Andri)

masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dfan

sebagainya.

2) Faktor pemungkin (enabling faktor)

Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau

fasilitas kesehatan bagi masyarakat.

3) Faktor penguat (reinforcing faktor)

Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh

masyarakat, tokoh agama dan perilaku petugas termasuk petugas

kesehatan, suami dalam memberikan dukungannya kepada ibu

primipara dalam merawat bayi baru lahir.

Page 26: Bab II. Fix (Andri)

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1Kerangka Teori Penelitian

Menurut (Suma’mur, 2009 ; Buchari, 2007)

Factor-faktor yang mempengaruhi kesehatan buruh pabrik :1. Beban kerja

a. Fisik b. Mental atau Sosial

2. Beban tambahan akibat lingkungan kerja :a. faktor fisikb. faktor kimiac. faktor fisiologisd. faktor biologise. faktor mental

psikologis3. Kapasitas kerja

a. Keterampilan b. Keadaan gizic. Jenis kelamin d. Usia atau Umure. Ukuran tubuh

Upaya meningkatkan kesehatan kerja :

1. Kuratif2. Preventif3. rehabilitatif4. promotif

Dampak yang timbul pada kesehatan Buruh Pabrik : 1. Gangguan kesehatan

umumnya yang bersifat kronis.

2. Penyakit akibat kerja maupun kematian.

3. Produktivitas menurun.

Perilaku KesehatanKerja

Page 27: Bab II. Fix (Andri)

F. Kerangka Konsep

Variabel Penelitian

Gambar 2.2Kerangka Konsep Penelitian

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang

hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009).

Variabel yang terdapat dalam penelitian ini adalah Upaya Buruh pabrik dalam

menjaga perilaku kesehatan kerja.

Upaya buruh pabrik Perilaku kesehatan kerja