Top Banner
17 BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI KEBUDAYAAN 2.1 Pengantar Pada bab sebelumnya, penulis telah menjelaskan permasalahan yang akan diteliti, yakni global interreligious dialogue: diplomasi kultural dalam kebijakan dialog agama bilateral Indonesia. Dialog agama bagian dari studi interdisipliner. Studi interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dari pendekatan beragam disiplin. Hubungan dialog agama tidak hanya dilihat sebagai persoalan teologi, tapi juga isu sosial, budaya, ekonomi, politik. Hubungan bilateral merupakan hubungan antara dua negara atau lebih dalam forum diskusi internasional untuk meningkatkan hubungan kerja sama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik dan agama. Diplomasi dilakukan untuk terciptanya kelangsungan hidup umat beragama yang rukun dan damai termasuk untuk mengatasi isu global yang terindikasi mengancam keamanan dunia. Diplomasi kebudayaan, kebudayaan yang dimiliki Indonesia merupakan elemen yang harus digali, dikaji karena esensinya yang begitu penting dalam penguatan fondasi jati diri bangsa dalam menghadapi berbagai tantangan globalisasi. Tulisan ini akan melihat hubungan dialog agama dari perspektif sosiologis, tetapi juga diplomasi bilateral dan budaya dalam kehidupan dalam sebuah pertunjukkan, interaksi komunitas. Tulisan ini akan menyimpulkan bahwa dialog agama yang dilakukan melalui cara diplomasi kebudayaan tidak hanya penting
19

BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

17

BAB II

DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI

KEBUDAYAAN

2.1 Pengantar

Pada bab sebelumnya, penulis telah menjelaskan permasalahan yang akan

diteliti, yakni global interreligious dialogue: diplomasi kultural dalam kebijakan

dialog agama bilateral Indonesia. Dialog agama bagian dari studi interdisipliner.

Studi interdisipliner adalah pendekatan dalam pemecahan suatu masalah dari

pendekatan beragam disiplin. Hubungan dialog agama tidak hanya dilihat sebagai

persoalan teologi, tapi juga isu sosial, budaya, ekonomi, politik. Hubungan

bilateral merupakan hubungan antara dua negara atau lebih dalam forum diskusi

internasional untuk meningkatkan hubungan kerja sama dalam bidang ekonomi,

sosial, budaya, politik dan agama.

Diplomasi dilakukan untuk terciptanya kelangsungan hidup umat

beragama yang rukun dan damai termasuk untuk mengatasi isu global yang

terindikasi mengancam keamanan dunia. Diplomasi kebudayaan, kebudayaan

yang dimiliki Indonesia merupakan elemen yang harus digali, dikaji karena

esensinya yang begitu penting dalam penguatan fondasi jati diri bangsa dalam

menghadapi berbagai tantangan globalisasi.

Tulisan ini akan melihat hubungan dialog agama dari perspektif sosiologis,

tetapi juga diplomasi bilateral dan budaya dalam kehidupan dalam sebuah

pertunjukkan, interaksi komunitas. Tulisan ini akan menyimpulkan bahwa dialog

agama yang dilakukan melalui cara diplomasi kebudayaan tidak hanya penting

Page 2: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

18

karena pesan verbal tetapi juga tindakan. Dalam bab ini penulis juga akan menulis

tentang teori yang digunakan permasalahan tersebut memiliki beberapa konsep

yang akan dianalisis dengan menggunakan teori tentang dialog agama, diplomasi

bilateral dan diplomasi kebudayaan. Oleh sebab itu, penulis akan menguraikan

teori-teori tersebut sebagai berikut:

2.2 Dialog Agama

Konsep dari sebuah ajaran agama ialah untuk menganjurkan sebuah

keharmonisan, kerukunan, kedamaian, saling menghormati, menjunjung tinggi

prinsip kebersamaan, namun pada kenyataan konsep tersebut belum dapat bisa

terlaksana seperti yang diharapkan oleh masing-masing penganut agama. Oleh

karena itu, untuk mewujudkan konsep-konsep agama perlu adanya instrumen

tepat yaitu “dialog”. Dialog dikatakan sebagai sebuah keterbukaan pandangan

yang berbeda, tetapi memiliki kepedulian terhadap satu dan yang lainnya. Dialog

yang dilakukan antar umat beragama adalah wujud dari sebuah keharmonisan.

Menurut Paul Knitter1 cara efektif dalam melaksanakan sebuah dialog antaragama

adalah dengan mengupayakan dialog itu menjadi dialog yang bertanggungjawab

secara global.

Dialog bukan untuk saling mengalahkan akan tetapi untuk saling

memahami antara satu pihak lain dengan baik, untuk mencapai kesepakatan penuh

secara universal. Dialog berorientasi sebagai sebuah sarana komunikasi untuk

menjembatani kesalahpahaman dalam budaya yang berbeda, mengungkapkan

1 Paul F. Knitter, Satu Bumi Banyak Agama: Agama dan Tanggug Jawab Global (Jakarta:

Gunung Mulia, 2010), 23.

Page 3: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

19

pandangan dalam bahasa masing-masing2. Dialog bukan hanya sebagai sebuah

orientasi hidup bersama secara damai dengan cara toleransi dengan pemeluk

agama lain, melainkan berpartisipasi secara aktif terhadap keberadaan pemeluk

agama lain3. Yang terkenal satu hal yaitu masyarakat Indonesia adalah negara

yang pluralisme agama, dialog ini merupakan pilihan alternatif ideal dalam

sebuah penyelesaian konflik antar umat beragama. Konflik antar umat beragama

bisa berdampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat. Dialog juga bisa

dijadikan sebagai sebuah solusi untuk menyelesaikan fenomena, dan bisa

dijadikan sebagai upaya pencegahan sebelum terjadi hal-hal yang tidak

diinginkan.

Dalam buku Etik Global, Hans Kung mengungkapkan “Tak ada

perdamaian dunia tanpa perdamaian antaragama”4. Tidak ada perdamaian dunia

tanpa perdamaian tanpa perdamaian bangsa-bangsa, tidak ada bangsa-bangsa

tanpa perdamaian agama-agama, tidak ada perdamaian agama-agama tanpa dialog

antaragama. Dari apa yang telah disampaikan Hans Kung dampak suatu dialog

sangat besar dan tidak hanya bagi umat beragama saja tetapi juga manusia di

seluruh penjuru dunia. Kalimat ini penulis pakai untuk menjadi acuan dalam

pemikiran Paul Knitter dalam bukunya “Satu Bumi banyak Agama”, Knitter

menyertakan pemikiran atau pandangan Hans Kung dalam bukunya tersebut. Bagi

Hans Kung, dalam situsi global saat ini, umat manusia memerlukan visi mengenai

2 Raimundo Panikar, “The Intra Religius Dialogue”, dalam A. Sudiarja (ed), Dialog Intra

Religius (Yogyakarta: Kanisius, 1994), 33. 3 Ahmad Zarkasi, Idrus Ruslan, Agustam, et.al., “Dialog Antar Umat Beragama Dalam

Upaya Pencegahan Konflik”. (Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung Indonesia, 2019). 4 Hans Kung, Karl-Josef Kuschel, Etik Global (Yogyakarta: Sisiphus bekerjasama dengan

Pustaka Pelajar, 1999), xvii.

Page 4: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

20

kehidupan bersama secara damai, hidup bersama diantara berbagai macam

budaya, agama bagi perawatan bumi5.

Usaha Kung untuk menyusun etika global mempunyai tujuan yaitu untuk

menjalin sebuah perdamaian antara agama-agama dan untuk “mengobati” dunia

yang sedang mengalami krisis mengenai makna nilai dan norma. Dalam dunia

yang masih harus menciptakan sebuah perdamaian, agama berbagi pada satu

tanggungjawab bersama, yaitu menciptakan sebuah perdamaian. Inilah yang

tanggungjawab bersama yang harus menjadi pemikiran setiap kelompok agama

atau agama secara keseluruhan. Dalam buku “Etika global” dibutuhkan manusia

yang dapat hidup dan bekerja sama dalam melindungi kemanusiaan dan

lingkungannya.

Menurut William Placher dan John Cobb salah satu hubungan dasar bagi

hubungan antar agama apa pun adalah semua umat beragama harus mengakui

perlunya sebuah nilai dari dialog tersebut. Dialog akan menghasilkan sebuah

pengukuhan keserasian dan saling pengertian6. Kita melihat bahwa perdamaian

antar agama adalah syarat utama bagi suatu perdamaian dunia. Asumsi mengenai

dunia dan agama, dalam arti dunia menjadi satu, multikultur dan multiregius.

Namun juga dipihak lain mengartikan bahwa perdamaian dunia tersebut sekaligus

merupakan lingkungan yang kondusif bagi perdamaian antara agama. Tidak

disangkal bahwa agama dan aspek dalam kehidupan bermasyarakat saling

tergantung, saling mempengaruhi yang lain, tidak bisa berdiri sendiri tanpa

subyek yang lain. Dalam kehidupan dunia ini satu-satunya jalan yaitu

5 Hans Kung, Etik Global, 16-20.

6 Nurcholis Majid, “Dialog Agama-agama dalam Perspektif Universalisme al-Islam”

dalam Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus AF, Passing Over – Melintasi Batas Agama

(Jakarta: Gramedia Pustaka, 1998), 6.

Page 5: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

21

„persaudaraan antaragama‟. Dan sebuah kerjasama dari agama-agama yang

memiliki nilai-nilai etika harus disumbangkan pada umat manusia.

Menurut Leonard Swidler7 yang dikenal sebagai salah satu guru studi

dialog agama dunia, menjelaskan bahwa dialog merupakan percakapan antara dua

atau lebih dengan pandangan yang berbeda, tujuan utama dalam hal ini agar

peserta dapat belajar dari sesama. Oleh karena itu, mereka dapat berubah dan

tumbuh. Kalau kata agama dipahami sebagai hal yang kongkrit, bukan sebuah

metafisis, maka dialog antaragama berarti dialog antar orang-orang beragama.

Manusia mendapatkan tempat sentral dalam sebuah dialog, dengan syarat,

manusia tidak dipahami secara metafisis, malainkan manusia yang kongkrit.

Manusia yang kongkrit artinya, menunjuk kepada orang-orang beriman dalam

agama tertentu, dalam lingkungan budaya tertentu, dan dengan aspirasi tertentu

dan pada masa tertentu.

Mengenai arti dan praktik dialog, Swidler pernah menguraikannya yang

disebut sebagai “The Dialogue Decalogue”. Adapun rekomendasi Swidler

mengenai dialog antaragama yang sukses8 ada sepuluh titah dialog decalogue:

Pertama, tujuan utama dialog untuk belajar, untuk mengubah dan tumbuh dalam

persepsi dan pemahaman tentang realitas. Kedua, dialog antaragama, interideologi

harus merupakan dua sisi, komunitas agama atau ideologis dan komunitas agama

atau ideologis. Ketiga, berdialog dengan penuuh kejujuran dan ketulusan hati

dengan mitranya. Keempat, dalam dialog antaragama, interideologis tidak boleh

7 Izak Lattu, ”Performative Interreligious Engagement: Memikirkan Sosiologi Hubungan

Lintas Agama‟ dalam Sosiologi Agama Pilihan Berteologi di Indonesia: 25 Tahun Pascasarjana

Sosiologi Agama Universitas Kristen satya Wacana. (Salatiga: Universitas Kristen Satya

Wacana, 2016), 281-282. 8 Leonard Swidler, “The Dialogue Decalogue: Ground Rules for Interreligious,

Interideological Dialogue”. Diambil dari https://www.dialogueinstitute.org.html (diakses pada

tanggal 16 Oktober 2019), 1-5.

Page 6: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

22

dibandingkan cita-cita dengan mitra. Kelima, setiap peserta harus mendefinsiakn

dirinya sendiri. Keenam, peserta dialog harus datang ke dialog tanpa asumsi keras

dan tepat dititik perselisihan berada. Ketujuh, dialog hanya dapat terjadi diantara

yang sederajat, untuk saling belajar. Kedelapan, dialog hanya dapat terjadi atas

dasar rasa saling percaya. Kesembilan, orang-orang yang ada dalam dialog

antaragama, interideologis paling tidak mengkritik diri sendiri dan tradisi agama

atau ideologis mereka sendiri. Kesepuluh, setiap peserta harus berusaha untuk

mengalami agama atau ideologi “dari dalam”.

Menurut Swidler inti dan tujuan utama dialog adalah belajar, bertumbuh

seturut pemahaman yang muncul dan bertindak dalam terang pemahaman

tersebut. Dialog hendaknya datang dengan sikap jujur, tulus dan juga kerendahan

hati, tidak mempermalukan rekannya dan bersikap tentang keunggulan imannya.

Dialog seperti proses hidup bersama yang tersedia “face to face” dengan rekan

atau lawan dialog. Dialog adalah kesediaan berjalan “side by side” bersama umat

dengan keberagaman yang berbeda (ada proses menghadapi tantangan bersama,

lalu berkolaborasi mengatasi persoalan hidup agar dapat masuk memperbaharui

hidup9.

Dalam tesisnya Samuel Huntington10

, benturan yang paling keras

menurutnya adalah terjadi antara kebudayaan Kristen Barat dan kebudayaan

Islam. Dari tesis tersebut memperkuat asumsi sebagian ilmuan Barat melihat

Islam sebagai sebuah ancaman. Dalam bukunya Huntington berpendapat bahwa

berakhirnya perang dingin sumber konflik utama dihadapi oleh umat manusia

9 Martin Lukito Sinaga, Beriman Dalam Dialog: Esai-Esai Tentang Tuhan Dan Agama

(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018), 73-75. 10

Samuel P. Huntington, 2004. Benturan Antar Peradaban dan Masa Depan Politik

Dunia (The Clash of Civilizations and The Remarking of Word Order). Terj. M. Sadat Ismail.

(Yogyakarta: Qalam, 2012). Cet. XI.

Page 7: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

23

yaitu tidak lagi masalah ideologi, ekonomi tetapi perbedaan kebudayaan11

.

Budaya disini oleh berbagai wilayah daerah, desa, etnis, agama dan yang

mempunyai tingkat keberagaman budaya yang berbeda. Perbandingannya, yang

berkaitan dengan “perdaban” dan “kebudayaan”. Pendukung mazhab Jerman atau

Eropa Kontinental yang membedakan antara cultur (kebudayaan) dan civilization

(peradaban).

Manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, sebagai seni, adat

istiadat, kebiasaan atau kepercayaan dalam tradisi yang merupakan cara hidup

masyarakat, peradaban berarti perbaikan pemikiran, tata krama. Peradaban

terdiferensiasi oleh budaya, sejarah, bahasa, tradisi dan yang terpenting ialah

agama12

. Perbedaan agama melahirkan perbedaan dalam memandang antara

hukum manusia-Tuhan, individu-kelompok, hak-kewajiban, warga-negara dan

sebagainya. Sejarah mencatat perbedaan inilah yang menimbulkan konflik paling

keras dan berkepanjangan. Budaya dalam manifestasinya lebih luas ialah

peradaban, unsur yang membentuk kohesi, disintegrasi dan konflik. Bahwa perang

antaretnik, antarsuku, antaragama dan juga antarbangsa adala fenomena umum.

2.3 Diplomasi Bilateral

Diplomasi dalam kajian hubungan internasional digunakan sebagai

inisiatif mempromosikan negara, menigkatkan eksistensi atau pengaruh ke negara

lainuntuk kepentingan nasional masing-masing negara13

. Di era globalisasi saat

11

Vita Vitria, “Konflik Peradaban Samuel P. Huntington: Kebangkitan Islam yang

Dirisaukan” HUMANIKA, Vol 9. No. 1 (Maret 2009), 39-52. 12

Samuel P. Huntington, “Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia?”. Terj.

Saiful Muzani. Dalam jurnal Ulumul Qur’an, Vol 4. No. 5 (1993), 25-40. 13

KM Panikar “The Principle and Practive Diplomacy” dalam Diplomasi. Terj. Harwanto

dan Misrawati (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 3.

Page 8: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

24

ini, negara-negara cenderung memenuhi kepentingan negara dengan melakukan

sebuah diplomasi. Diplomasi ini dilakukan pada pertemuan khusus antar negara.

Secara konvensional, diplomasi merupakan suatu usaha sebuah negara dalam

mengupayakan kepentingan nasional dalam ranah internasional. Dapat diartikan

sebagai suatu hubungan luar negeri antara satu negara dengan negara lain14

.

Diplomasi merupakan salah satu cara untuk mencapai kepentingan negara

yang damai. Saat berakhirnya Perang Dunia I, dimana perang yang terjadi antara

negara tidak dapat terhindarkan. Perang tersebut menimbulkan banyak kerugian

bagi peserta perang. Yang kemudian terbentuk Liga Bangsa-Bangsa (LBB) yang

bertujuan untuk mencegah perang agar tidak kembali pecah. LBB ini menerapkan

aktivitas diplomasi multilateral yang secara damai. Meskipun LBB tidak mampu

mencegah perperangan, karena dimana saat itu perang dunia kembali pecah.

Namun, LBB membuat atau melahirkan organisasi-organisasi yang kemudian

memaksa negara untuk mencapai kepentingan negaranya melalui cara yang lebih

damai yaitu melalui diplomasi.

Diplomasi dilakukan dengan menjalin suatu hubungan antar negara.

Hubungan yang melibatkan banyak negara (multilateral) atau hubungan yang

melibatkan hanya dua negara (bilateral). Barston mendefinisikan diplomasi

sebagai manajemen hubungan antar negara atau sebuah hubungan antar negara

dengan aktor internasional lainnya15

. Diplomasi dapat dilakukan dalam pertemuan

khusus maupun konferensi umum. Melalui diplomasi inilah sebuah negara dapat

membangun citra negaranya. Dalam hubungan antar negara, diplomasi pada

14

Tulus Warsito dan Wahyuni Kartisari, Diplomasi Kebudayaan: Konsep Dan Relevansi

Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia (Yogyakarta: Ombak, 2007), 2. 15

Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2008), 4.

Page 9: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

25

umumnya diterapkan pada tingkat awal sebuah negara hendak melakukan

hubungan bilateral dengan negara lain hingga keduanya mengembangkan

hubungan diplomasi ke tingkat selanjutnya.

Diplomasi memiliki kaitan erat dengan politik luar negeri, kebijakan luar

negeri dirancang dan diformulasikan oleh Menteri Luar Negeri dan staf

Departemen Luar Negeri. Keberhasilan sebuah kegiatan diplomasi dinilai dari

tujuan awal. Diplomat melakukan diplomasi untuk mengejar kepentingan nasional

dengan cara saling tukar menukar informasi secara terus menerus dengan negara

lain16

. Diplomasi sebuah komunikasi antar sejumlah pihak yang didesain untuk

mencapai suatu kesepakatan. Menurut KM Panikkar, diplomasi dalam

hubungannya dengan politik internasional yaitu seni untuk mengedepankan

kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara lain17

.

Ada beberapa bagian dalam melakukan diplomasi, yakni:

1. Negosiasi

Negosiasi merupakan bagian yang dimana tidak terpisahkan dari

sebuah pelaksanaan diplomasi. Sifat, tujuan dan visi dari politik luar

negeri suatu negara dilihat dari aktivitas negosiasi yang dilakukan. Citra

suatu negara, ditentukan dari keberhasilan para diplomat dalam sebuah

negosiasi dan mencari kesepakatan terhadap kepentingan nasionalnya.

Para diplomat sebagai wakil negara dan pemerintahan memegang peranan

penting terhadap keberhasilan sebuah negosiasi. Abbe Duguet18

, memberi

16

Djelantik, Diplomasi Antara, 14. 17

Rizki Rahmadini Nurika, “Peran Globalisasi di Balik Munculnya Tantangan Baru Bagi

Diplomasi di Era Kontemporer”, Jurnal Sospol, Vol. 3 No. 1 (2017), 128. 18

Djelantik, Diplomasi Antara, 39. (Negosiasi adalah kontak dan komunikasi antara

pembuat kebijakan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan. Yang ingin dicapai adalah

harmoni dan saling pegertian, bukan semata-mata kemenangan).

Page 10: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

26

batasan mengenai negosiasi:”...Negotiation is a contact and

communication between policy makers with a view toward coming to

terms. The search is for harmony and unanimity, not victory...”.

Dalam lingkup kerja diplomat, secara garis besar Konperensi Wina

menjabarkan fungsi-fungsi dari seorang diplomat, yakni19

:

a. Mewakili negara yang mengirim di negara yang menerima.

b. Melindungi kepentingan negara dan bangsa negara pengirim di

negara penerima di dalam batas-batas yang diijinkan oleh

Hukum Internasional.

c. Melakukan negosiasi dengan pemerintahan negara penerima.

d. Memastikan secara sah menurut hukum, segala kondisi dan

perkembangan dinegara penerima dan melaporkan kepada

negara pengirim.

e. Memajukan hubungan persahabatan antara negara pengirim

dan negara penerima serta mengembangakan hubungan-

hubungan ekonomi, budaya, dan ilmu pengetahuan.

2. Pemungutan Suara (Voting)

Pemungutan suara perlu diketahui oleh setiap para delegasi20

, ada

empat aspek pemungutan suara, yaitu: bobot voting, syarat kuorum, syarat

mayoritas, dan cara-cara pemungutan suara. Ada lima metode pemungutan

suara, yaitu: pertama, dengan mengangkat tangan. Delegasi yang

mengangkat tangan akan dihitung oleh petugas sekretariat. Kedua, dengan

cara berdiri. Ketiga, melalui roll call (pemanggilan). Posisi yang diambil

19

Djelantik, Diplomasi Antara, 40. 20

Djelantik, Diplomasi Antara, 51-56.

Page 11: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

27

setiap delegasi melalui pemungutan suara dengan roll call dinyatakan

dalam sebuah catatan resmi. Keempat, dengan pemungutan suara rahasia

(Secret Ballot). Cara ini, setiap delegasi memasukkan suara mereka ke

dalam satu kotak suara khusus, kemudian dihitungoleh petugas sekretariat.

Kelima, Postal Ballot. Pengambilan keputusan ini biasanya menggunakan

sistem pemungutan suara melalui pos. Suara akan dikirim melalui pos

yang telah diisi, kemudian dikirim kembali ke sekretariat.

2.4 Diplomasi Kebudayaan

Konsep dari diplomasi kebudayaan dari dua kata yaitu diplomasi dan

kebudayaan. Diplomasi adalah sebuah instrumen yang digunakan dalam

hubungan internasional guna untuk mencapai sebuah kepentingan nasional.

Secara konvensional, diploamsi sebagai usaha negara bangsa untuk

memperjuangan kepentingan nasional terutama pada kalangan masyarakat

internasional21

. Secara umum kata budaya atau kebudayaan berasal dari kata

bahasa Sansekerta buddhayah, yang adalah bentuk jamak dari kata buddhi (budi

atau akal) yang diatika sebagai hal yang berkaaitan dengan akal dan budi

manusia22

.

Koentjaraningrat23

mengatakan bahwa kebudayaan adalah perkembangan

dari bentuk jamak budi daya yang artinya daya dari budi dan kekuatan dari akal.

Kemudian juga Koentjaraningrat merumuskan definisi kebudayaan yaitu “

keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar,

21

K.J. Holsti, International Politics, A Framework For Analysis (New Delhi: Prentice

Hlm of India, 1984), 82-83. 22

Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1993), 9. 23

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Jakarta: Aksara Baru, 1981), 5.

Page 12: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

28

beserta dengan keseluruhan dari hasil budi dan karyanya”. Menurut

Koentjaraningrat, ada tiga wujud kebudayaan, yaitu24

:

1. Ide, gagasan, nilai, norma, peraturan berfungsi mengatur, mengendalikan,

memberi arah pada kelakuan, perbuatan manusia dalam masyarakat

disebut “adat tata kelakuan”.

2. Aktivitas kelakuan berpola dari manusia yang disebut “ sistem sosial”

Sistem sosial terdiri dari rangkaian aktivitas dalam masyarakat yang selalu

mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan, seperti

gotong-royong dan kerja sama.

3. Benda-benda hasil karya manusia yang disebut “kebudayaan fisik” seperti

candi borobudur, pesawat udara atau kain batik.

Bagi negara modern seperti Indonesia, bukan hanya berwujud sebuah unit

geopolitik semata, namun pada kenyataannya mengandung keragaman kelompok

sosial dan sistem budaya yang tercermin pada keanekaragaman kebudayaan suku

bangsa. Seperti halnya semboyan “Bhineka Tunggal Ika” sesungguhnya masih

lebih merupakan suatu cita-cita yang masih harus diperjuangkan oleh segenap

bangsa Indonesia daripada sebagai kenyataan yang benar-benar hidup di dalam

masyarakat25

. Kebudayaan Indonesia berakar dari kebudayaan etnik (lokal) di

Indonesia yang memiliki keragaman. Multikulturalisme dapat dimaknai sebagai

sebuah kepercayaan yang menyatakan bahwa kelompok-kelompok etnik atau

budaya (ethnic and cultural groups) dapat hidup berdampingan secara damai

24

Abdulkadir Muhammad, Ilmu Sosial Budaya Dasar (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

2011), 75-76. 25

Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2001), 4.

Page 13: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

29

dalam prinsip coexistence yang ditandai oleh kesediaan menghormati budaya

lain26

.

Secara konseptual kearifan lokal adalah bagian dari kearifan lokal.

Haryati27

mengungkapkan bahwa kearifan lokal (local genius) secara keseluruhan

dapat dianggap sama dengan cultural identity yang dapat diartikan dengan

identitas atau kepribadian budaya suatu bangsa. Kearifan lokal dapat dimaknai

sebagai kebijakan manusia dan komunitas dengan bersandar pada sebuah nilai-

nilai, etika, dan perilaku yang secara tradisional mengelola berbagai sumber daya

alam, sumber daya hayati, sumber daya manusia, dan sumber daya budaya untuk

kelestarian bagi kelangsungan hidup berkelanjutan.

Menurut Barker28

identitas merupakan produk wacana-wacana, atau cara-

cara tertentu dalam berbicara (regulated ways of speaking) tentang dunia. Karena

melalui pertuturan dan pertulisan-lah seseorang dan atau sekelompok orang dapat

dikenal dan memperkenalkan jati dirinya. Jati diri sebagai seorang guru, pejabat,

pedagang, dokter dan lain-lain dapat dipahami lewat bahasanya, lewat tuturan dan

tulisannya. Dengan istilah lain identitas diciptakan dan bukan ditemukan, dan

terbentuk dari representasi-representasi terutama bahasa.

Diplomasi adalah cara, peraturan, sebuah tata krama, yang digunakan

suatu negara untuk mencapai kesepakatan nasionalnya dalam hubungannya

dengan negara lain atau masyarakat internasional. Sebelumnya seperti pada

penjelasan diatas diplomasi tidak bisa dipisahkan dari suatu negara, justru sangat

26

Ida Bagus Brata, “Kearifan Budaya Lokal Perekat Identitas Bangsa”, Jurnal Bakti

Saraswati, Vol. 05. No. 01 (Maret 2016), 9-16. 27

Soerjanto Poespowardojo, ”Pengertian Local Genius dan Relevansinya dalam

Modernisasi” dalam Ayatrohaedi (ed) Keperibadian Budaya Bangsa (Local Genius), (Jakarta:

Pustaka Jaya, 1986), 18-19. 28

Chris Barker, Cultural Studies Teori dan Praktek (Yogyakarta: Bentang, 2005), 14.

Page 14: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

30

erat dengan politik luar negeri. Kebijakan luar negeri, budaya, nilai, norma

merupakan bagian dari soft power. Diplomasi terbagi atas dua bagian, yakni soft

power dan hard power. Sebelumnya sudah dijelaskan mengenai diplomasi budaya

(cultural diplomacy) yang merupakan bagian dari diplomasi publik (soft power

diplomacy).

Soft diplomacy adalah diplomasi dalam bentuk peneyelesaian secara

damai, dalam bidang kebudayaan, bahasa, ekonomi dan persahabatan. Sedangkan

hard diplomacy adalah diplomasi dalam bentuk perang atau kekerasan, yaitu

agresi militer dan politik. Menurut Joseph Nye, sebuah kemampuan untuk

menarik atau mengajak orang untuk saling bekerjasama29

. Soft power bagian dari

diplomasi publik yang mempunyai turunan terdiri dari diplomasi budaya,

diplomasi media, diplomasi kerjasama dan diplomasi olahraga.

Diplomasi budaya penggunaanya ada macam seperti film, wayang,

kuliner, fashion, kebudayaan tradisional, bahkan dialog lintas agama. Diplomasi

publik dalam karyanya Mark Leonard, Public Diplomacy mengatakan diplomasi

publik merupakan cara untuk membangun hubungan dengan cara memahami

kebutuhan, budaya, dan masyarakat; membenarkan mispersepsi yang ada dalam

masyarakat internasional; mencari area dimana pemerintah dapat menemukan

kesamaan pandangan30

.

Diplomasi kebudayaan merupakan salah satu alat saat ini bagi negara-

negara untuk mendapatkan posisi dimata dunia internasional. Diplomasi budaya

dalam hubungan internasional adalah hal yang menarik dan penting. Diplomasi

29

Siswo Pramono, Resources of Indonesian Soft Power Diplomacy (Jakarta: Jakarta

Post, 2011). Diambil dari http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/28/resources-indonesian-

soft-power-diplomacy.html (diakses pada tanggal 18 September 2019, 21:30). 30

Mark Leonard, Public Diplomacy. (London: The Foreign Policy Centre, 2002), 8.

Page 15: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

31

tidak dilakukan dalam mekanisme pemerintah ke pemerintah, tetapi lebih

ditekankan kepada hubungan pemerintah ke masyarakat dan yang terpenting yaitu

hubungan masyarakat ke masyarakat31

. Diplomasi kebudayaan dianggap sebagai

alat memperlihatkan peradaban suatu bangsa. Seseorang yang menaruh perhatian

terhadap sesuatu atau kebudayaan suatu negara, maka muncul rasa keingintahuan

tentang negara yang memiliki ketertarikan tersebut.

Dalam bukunya diplomasi kebudayaan, Tulus Warsito dan Wahyuni

Kartikasari mengartikan diplomasi kebudayaan upaya negara untuk

memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui kebudayaan, baik itu secara

mikro seperti pendidikan, olahraga, ilmu pengetahuan, dan kesenian, atau makro

dengan ciri-ciri utama, misalnya propaganda dan lain-lain, secara pengertian

konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi maupun militer32

.

Ada juga secara makro mengartikan kebudayaan yaitu bagian dari sistem gagasan,

tindakan, dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan

milik diri manusia dengan belajar33

.

Diplomasi kebudayaan yang mengenalkan budaya Indonesia dimana

publik menjadi bagian target dari strategi yang dikenal dengan diplomasi publik.

Kebudayaan dipandang sangat mempunyai pengaruh daripada menggunakan

kekuatan militer. Diplomasi publik adalah faktor yang penting dalam menunjang

keberhasilan diplomasi jalur pertama yang dilakukan wakil-wakil pemerintah.

Diplomasi publik bertujuan untuk menumbuhkan opini masyarakat yang positif

31

Gusti Ayu, Pentingnya Diplomasi Budaya dan Peranan Social Media dalam Diplomasi

Budaya suatu Negara, 2016. Diambil dari https://id.linkedin.com/pulse/pentingnya-

diplomasibudaya-dan-peranan-social-media-dalam-diplomasi-budaya-suatu-negara (diakses pada

tanggal 18 September 2019). 32

Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan

Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia (Yogyakarta: Ombak, 2007), 4. 33

Kuntjaraningrat, Pengantar Antropologi Budaya (Jakarta: Aksara Baru, 1979), 193.

Page 16: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

32

dinegara melalui interaksi dengan kelompok kepentingan. Diplomasi publik

melengkapi upaya-upaya pemerintah dalam diplomasi tradisional. Idealnya,

diplomasi publik ini harus membuka jalan negosiasi yang dilakukan antar

pemerintah, memberi masukan melalui informasi-informasi serta memberikan visi

yang berbeda terhadap suatu masalah.

Diplomasi publik mempunyai tiga tujuan utama, yaitu34

:

1. Untuk menghindarkan atau menyelesaikan konflik antar kelompok atau

negara dengan cara terus mengembangkan komunikasi saling pengertian

dan meningkatkan kualitas hubungan pribadi.

2. Untuk mengurangi ketegangan, ketakutan, kemarahan, kesalahpahaman

dan memberikan individu pengalaman-pengalaman khusus ketika saling

berinteraksi.

3. Sebagai jembatan antara kegiatan diplomasi jalur pertama yang dilakukan

antara pemerintah dengan masyarakat. Dengan menjelaskan pokook

permasalahan dari sudut pandang masing-masing, berbagi perasaan dan

kebutuhan, melalui komunikasi intensif tanpa prasangka. Diplomasi publik

kemudian menajdi sbuah landasan untuk melakukan negosiasi yang lebih

formal atau untuk mambangun sebuah kebijakan.

Yang dapat melakukan kegiatan diplomasi kebudayaan yaitu pemerintah

maupun lembaga non-pemerintah, individual maupun kolektif, atau setiap

warganegara. Tujuan dari diplomasi kebudayaan adalah untuk mempengaruhi

pendapat umum (masyarakat negara lain) untuk mendukung suatu

kebijaksanaan politik luar negeri. Adapun sasaran utama diplomasi

34

Sukawarsini Djelantik, Diplomasi Antara Teori dan Praktik (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2008), 216.

Page 17: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

33

kebudayaan adalah pendapat umum, pada level nasional (dari suatu

masyarakat negara tertentu) maupun internasional, dengan harapan bahwa

pendapat umum tersebut dapat mempengaruhi para pengambil keputusan para

pemerintah atau organisasi internasional35

.

Kenyataannya bahwa pusat budaya modern berada pada negara-negara

maju yang memberi arti strategis negara maju untuk mengembangkan

pangaruh budaya36

(hegemoni) demi keuntungan dan juga kepentingan

nasionalnya. Sebab utama yang dibahas adalah diplomasi kebudayaan dalam

fungsinya politik luar negeri. Ketika politik luar negeri dan berbagai negara

harus berbenturan dalam politik internasional kemampuan (kekuatan) nasional

lebih menentukan daripada kemauan (kepentigan) nasional. Dilain pihak,

ketika pluralisme budaya dunia memberikan peluang kepada masyarakat

negara berkembeng untuk kebudayaan “lokal” yang unik, khas, sekaligus

dapat membantu pencapaian kepentingan nasional dalam percaturan politik

internasional.

Artinya bahwa, pluralisme harus dimanfaatkan sabagai peluang untuk

diplomasi kebudayaan. Pluralisme adalah peluang untuk tampil khas, dan

globalisme adalah peluang lain untuk tampil khas yang lain. Jika dirinci

mengenai sektor yang bersifat global dan plural, maka berikut adalah sejumlah

kriteria yang dapat dijadikan alat untuk mendeskripsikan ciri-ciri berikut. Dari

segi politik yang berkaitan langsung High Politics seperti politik pemerintahan

dan militer adalah bersifat global. Bahwa, semua negara bangsa mempunyai

kepedulian dan kepentingan yanag sama terhadap efektifitas politik dan

35

Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari, Diplomasi Kebudayaan: Konsep dan

Relevansi Bagi Negara Berkembang: Studi Kasus Indonesia (Yogyakarta: Ombak, 2007), 5. 36

Tulus Warsito, Diplomasi Kebudayaan, 43-46.

Page 18: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

34

militer. Low Politics seperti ekonomi, ideologi, agama, atau kebudayaan

mikro umumnya bersifat plural. Karena setiap negara bangsa mempunyai latar

belakang dan permasalahan yang berbeda-beda.

2.5 Kesimpulan

Kegiatan dialog lintas agama adalah sebagai saluran komunikasi efektif antara

Pemerintah Indonesia (Kemlu) dan kalangan civil society seperti ormas

keagamaan, pemuda dan mahasiswa, universitas, dan media masa. Kegiatan ini

adalah forum bagi civil society untuk menyuarakan pandangan dan seruan

toleransi dan perdamaian, sehingga bisa merubah potensi konflik menjadi kerja

sama yang sama-sama menguntungkan. Secara tidak langsung, Pemerintah

Indonesia telah mendekatkan jurang pemisah antara faktor internasional dengan

faktor domestik. Dialog lintas agama terbukti merupakan wahana bagi Pemerintah

Indonesia untuk tetap konsisten melibatkan seluruh komponen dalam civil society

sekaligus menciptakan networking dan kerja sama serta bantuan luar negeri.

Diplomasi merupakan cara, dengan peraturan dan tata krama tertentu, yang

digunakan suatu negara guna mencapai kesepakatan nasional negara tersebut

dalam hubungnnya dengan negara lain atau dengan masyarakat internasional.

Dalam konteks ini maka dikenal dengan “Diplomasi Kebudayan”, dengan

mengesampingkan penggunaan kekuatan militer dan ekonomi, lebih menonjolkan

penggunaan bidang kebudayaan. Budaya masyarakat suatu negara dapat

memperlihatkan sisi positif dari suatu negara, nilai-nilai menarik yang

membedakan identitas negara satu dengan negara lainnya sehingga masyarakat

Page 19: BAB II DIALOG AGAMA, DIPLOMASI BILATERAL DAN DIPLOMASI ...

35

dapat perlahan tertarik dan mulai menaruh perhatian pada negara lain dalam

konteks lebih luas seperti konteks ekonomi, politik, dan sosial dari negara yang

memiliki daya tarik. Hubungan kerja sama Indonesia di bidang sosial budaya

dengan negara Serbia terus meningkat. Ini diperlihatkan dengan semakin

banyaknya program people-to-people contact. Indonesia telah menandatangani

Nota Kerjasama perjanjian atau kesepakatan dalam bidang pendidikan, iptek,

peace corps, pariwisata, seni dan budaya serta olah raga.