Top Banner
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang bercabang menghubungkan tempat bettukarnya gas dengan lingkungan luar. Udara di dalam paru digerakkan melalui proses ventilasi, yang terdiri atas rongga toraks, otot interkostal, diafragma, dan komponen elastis jaringan paru. Sistem pernapasan secara umum dibagi menjadi saluran napas atas dan bawah. Secara fungsional, dibedakan menjadi bagian konduksi dan bagian respiratorik (Junquiera A, Mescher L, 2011). (Junquiera A, Mescher L, 2011) Gambar 2.1 Anatomi Percabangan Bronkus
36

BAB II Anatomi dan Fisiologi Paru - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/58625/3/BAB II.pdf · 2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang

Oct 22, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru

    Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang bercabang

    menghubungkan tempat bettukarnya gas dengan lingkungan luar. Udara di

    dalam paru digerakkan melalui proses ventilasi, yang terdiri atas rongga

    toraks, otot interkostal, diafragma, dan komponen elastis jaringan paru.

    Sistem pernapasan secara umum dibagi menjadi saluran napas atas dan

    bawah. Secara fungsional, dibedakan menjadi bagian konduksi dan bagian

    respiratorik (Junquiera A, Mescher L, 2011).

    (Junquiera A, Mescher L, 2011) Gambar 2.1

    Anatomi Percabangan Bronkus

  • 7

    Sistem pernapasan terdiri atas hidung, pharynx (Tenggorokan), larynx

    (kotak suara), tenggorokan (saluran pernafasan), bronkus, dan paru-paru.

    Menurut struktural, sistem pernafasan dapat dibagi menjadi 2 bagian.Pertama

    bagian atas sistem pernafasan didalamnya termasuk hidung, pharynx, dan

    struktur terkait. Kedua sistem pernafasan bawah terdiri atas larynx,

    tenggorokan, bronkus, dan paru-paru. Apabila dilihat dari fungsinya dapat

    dibagi atas 2 bagian. Pertama disebut conducting zone terdiri dari rangkaian

    interkoneksi ruangan yang berongga di luar dan dalam paru-paru. Hal ini

    termasuk hidung, pharynx, larynx, tenggorokan, bronkus, bronchioles, dan

    terminal bronchioles, fungsinya untuk menyaring, menghangatkan, dan

    melembabkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Kedua disebut Respiratory

    zone yang terdiri dari jaringan di dalam paru-paru di mana didalamnya terjadi

    pertukaran gas . Hal ini termasuk bronchioles, alveolar duct, alveolar sacs,

    dan alveolus dimana semuanya memiliki peranan utama dalam pertukaran gas

    antara udara dan darah. Tujuan melakukan pernapasan untuk menyediakan

    pasokan oksigen untuk jaringan dan membuang karbon dioksida. (Tortora GJ,

    Derrickson B, 2009).

    2.1.1 Pengaturan Pernafasan

    Terdapat beberapa mekanisme dalam pertukaran gas di dalam

    paru. Pompa pernafasan memiliki peranan yang penting dalam proses

    pernafasan, pompa ini memiliki dua komponen elastis yang pertama

    dari paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru, dindingnya

    terdiri dari kerangka dan jaringan kerangka toraks, diafragma, serta

    dinding abdomen beserta isinya. Otot pernafasan merupakan bagian

  • 8

    utama dalam kekuatan untuk memompa, diafragma dengan dibantu otot

    yang mengangkat sternum dan tulang iga berperan dalam proses

    peningkatan volume paru dan proses ekspirasi adalah proses dimana

    semua yang berperan ketika proses inspirasi menjadi relaksasi. Otot

    pernafasan diatur oleh pusat pernafasan dengan reseptor di pons dan

    medulla oblongata yang berisi neuron-neuron dimana hasil keluaran

    motoric akhir akan diteruskan ke medulla spinalis dan saraf frenikus

    yang mempersarafi diafragma. Saraf utama yang juga ikut berperan

    yaitu saraf aksesorius dan interkostalis torasika yang mempersarafi otot

    bantu pernafasan. Faktor utama dalam pengaturan pernafasan atau

    rangsangan pernafasan adalah adanya respon dari kemoreseptor

    terhadap peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2) atau

    penurunan pH darah arteri. Perununan tekanan parsial O2 di arteri juga

    dapat merangsan terjadinya ventilasi, kemoreseptor di badan carotis

    dan arcus aorta peka terhadap penurunan PaO2 dan pH serta

    peningkatan PaCO2,akan tetapi penurunannya harus turun dari nilai

    normal antara 90 sampai 100 mmHg hingga mencapai 60 mmHg.

    Mekanisme lain dalam pengaturan pernafasan yakni ketika udara

    masuk paru dan paru akan mengembang, reseptor akan mengirimkan

    sinyal pada pusat pernafasan agar menghentikan pengembangan agar

    tidak berlanjut hasilnya sinyal dari reseptor regang akan berhenti pada

    akhir ekspirasi ketika paru mengempis dan akan terjadi proses inspirasi

    ulang. (Price SA, Wilson LM, 2006)

  • 9

    2.1.2 Ventilasi Paru

    Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluar udara dari

    atmosfer dengan udara di alveolus paru. Paru-paru dapat kembang

    kempis dengan 2 cara, pertama dengan gerakan naik turun diafragma

    dengan tujuan memperbesar atau memperkecil rongga dada, untuk

    mencapai pernafasan yang sempurna dapat menggunakan metode ini,

    ketika inspirasi kontraksi diafgragma menarik bagian bawah paru

    menuju ke bawah sehingga memperbesar ruang dada, selama ekspirasi

    diafragma berelaksasi dan struktur abdomen akan menekan paru-paru

    untuk proses pengeluaran udara kedua dengan cara mengangkat dan

    menekan tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada.

    (Guyton C, Hall JE, 2011).

    Alveolus berbentuk kantong mirip anggur yang mempunyai

    dinding tipis dan mempunyai daya mengembang di ujung cabang

    saluran nafas. Dinding alveolus terdiri atas satu lapisan tipis sel alveolus

    tipe I, pada setiap alveolus dikelilingi anyaman kapiler pulmonal.

    Ruang intertisium diantara alveolus dan anyaman kapiler membentuk

    suatu sawar yang tipis, karena ketipisan inilah yang memudahkan

    pertukaran gas. Selain berisi sel alveolus tipe I sebagai pembentuk

    dinding yang tipis pada epitel permukaan alveolus juga terdapat sel

    alveolus tipe II, sel alveolus tipe II memproduksi surfaktan paru yakni

    suatu fosfolipoprotein yang mempermudah paru untuk mengembang

    dan menurunkan tegangan permukaan serta berperan dalam stabilitas

    paru . Apabila surfaktan tidak terdapat di dalam cairan alveolus, akan

  • 10

    tejadi perubahan daya elastis tegangan permukaan paru secara total.

    Selain itu terdapat sel makrofag alveolus yang berfungsi sebagai

    mekanisme pertahanan di dalam lumen alveolus. Apabila surfaktan

    tidak terdapat di dalam cairan alveolus, akan tejadiperubahan daya

    elastis tegangan permukaan paru secara total. (Sherwood L, 2013)

    2.1.3 Pertahanan Saluran Pernafasan

    Beberapa partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari 1

    mikrometer berdifusi melewati dinding alveolus dan melekat pada

    cairan alveolus. Akan tetapi, pada partikel yang ukuran diameternya

    lebih kecil dari 0,5 mikrometer tetap tersuspensi di dalam udara

    alveolus dan nantinya akan keluar melalui ekspirasi. Partikel asap rokok

    yang memiliki ukuran sekitar 0,3 mikrometer. Partikel ini hampir tidak

    ada yang mengendap dalam saluran pernafasan sebelum masuk ke

    alveolus, akan tetapi sepertiganya mengendap dalam alveolus melalui

    proses difusi, lalu terbentuk suspensi yang nantinya akan dikeluarkan

    melalui udara ekspirasi. Partikel-partikel yang terjerat dalam alveolus

    dikeluarkan oleh makrofag alveolus, dan beberapa partikel lainnya akan

    dibawa keluar melalui aliran limfatik paru. Jumlah partikel yang

    berlebihan akan menyebabkan tumbuhnya jaringan fibrosa dalam

    septum alveolus, yang menyebabkan cacat permanen (Guyton C, Hall

    JE, 2011).

    Permukaan paru yang luas terpisahkan oleh membran yang tipis

    dari system sirkulasi hal ini tentu menyebabkan seseorang rentan

    terhadap masuknya benda asing ke saluran nafas akan tetapi

  • 11

    kenyataannya tidak, saluran nafas tetap dalam kondisi steril karena ada

    beberapa mekanisme pertahanan oleh saluran pernafasan. Lapisan

    mucus dalam saluran nafas mengandung faktor imunoglobun (Ig)

    terutama IgA, PMN, dan interferon. Makrofag alveolar merupakan

    pertahanan terakhir dan terpenting dalam hal melawan invasi bakteri

    yang masuk ke dalam paru, makrofag alveolus adalah sel fagositik yang

    memiliki system enzimatik dan dapat bermigrasi, sel ini dapat bergerak

    pada permukaan alveolus yang berfungsi menelan bakteri atau benda

    asing, ketika benda asing tadi sudah tertelan makrofag maka metabolit

    O2 akan kembali berfungsi. Hydrogen peroksida di dalam makrofag

    akan menelan benda asing tanpa menyebabkan reaksi peradangan yang

    berarti, sisa partikel yang telah ditelan akan masuk melalui pembuluh

    limfe atau ke bronkiolus dan dibuang oleh escalator mukosiliaris.

    Makrofag membersihkan permukaan paru ketika inspirasi dengan

    kecepatan yang sangat menakjubkan. Pengaruh yang muncul karena

    adanya paparan etil alcohol, merokok dan penggunaan obat

    kortikosteroid akan mengganggu mekanisme pertahanan ini (Price SA,

    Wilson LM, 2006).

    2.1.4 Transport Oksigen dan Karbon Dioksida

    Oksigen diangkut dari paru-paru menuju ke jaringan tubuh

    melalui bebrapa jalan, pertama secara fisik melalui larut dalam plasma

    yang nantinya berikatan dengan Hb menjadi HbO2, ikatan antara Hb dan

    O2 bersifat reversible dengan jumlah yang diangkut sesungguhnya

    mempunyai hubungan non linear terhadap tekanan parsial O2 arteri

  • 12

    (PaO2) yang ditentukan melalui jumlah O2 fisik yang larut dalam

    plasma darah akan tetapi O2 yang secara fisik larut dalam plasma

    mempunyai hubungan dengan tekanan parsial O2 dalam alveolus PAO2.

    Sebagian besar O2 diangkut oleh Hb dalam sel darah merah, akan tetapi

    pada keadaan tertentu missal keracunan karbon monoksida atau terjadi

    hemolysis massif dengan infufisiensi Hb, O2 yang tersisan dugunakan

    untuk mempertahankan hidup diangkut secara fisik dengan cara

    memberikan pasien O2 dengan tekanan lebih tinggi daripada tekanan

    atmosfer (Price SA, Wilson LM, 2006).

    Sebanyak 98 persen darah dari paru masuk atrium kiri, mengalir

    melalui pembuluh kapiler alveolus dan akan terjadi teroksigenasi

    sampai PO2 kira-kira 104 mm Hg. Sekitar 2 persennya sisanya melewati

    aorta melalui sirkulasi bronkial, terutama menyuplai jaringan pada paru

    dan tidak terpapar dengan udara paru, aliran darah ini disebut "aliran

    pintas", yang berarti darah mengambil jalan pintas melaui daerah

    pertukaran gas. Ketika meninggalkan paru, PO2 darah pintas hampir

    sama seperti darah vena pada sistemik normal, kira-kira 40 mm Hg.

    Ketika darah ini bercampur darah vena paru dengan darah yang

    teroksigenasi yang berasal dari kapiler alveolus; campuran darah ini

    disebut campuran darah vena yang menyebabkan PO2 darah yang

    masuk ke dalam jantung kiri dan darah yang dipompa ke dalam aorta,

    menjadi turun sampai sekitar 95 mm Hg (Guyton C, Hall JE, 2011).

    Sebagian kecil CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut ke paru.

    PCO2 darah vena 45 mm Hg dan darah arteri 40 mm Hg. Jumlah CO2

  • 13

    terlarut pada cairan darah dengan tekanan 45 mm Hg kira-kira 2,7 ml/dl

    (2,7 volume persen). Jumlah yang terlarut dengan tekanan 40 mm Hg

    kira-kira 2,4 ml, atau berbeda 0,3 ml. Oleh karenanya hanya 0,3 ml CO2

    yang diangkut dalam bentuk terlarut oleh setiap 100 ml aliran darah.

    Jumlah ini berkisar 7 persen dari semua CO2 yang diangkut secara

    normal. Selain bereaksi dengan air, CO2 juga bereaksi langsung dengan

    beberapa radikal amino molekul hemoglobin lalu membentuk senyawa

    karbaminohemoglobin (CO2Hgb). Gabungan CO2 dengan hemoglobin

    ini adalah reaksi reversibel, sehingga CO2 mudah dilepaskan ke dalam

    alveoli yang memiliki PCO2 yang lebih rendah dari pada kapiler paru.

    Jumlah CO2 yang dapat dibawa dari jaringan menuju paru dalam bentuk

    gabungan karbamino dengan hemoglobin dan protein plasma sekitar 30

    persen dari jumlah total keseluruhan yang diangkut, dengan nilai

    normal kira-kira 1,5 ml karbon dioksida dalam setiap 100 ml darah.

    Reaksi lebih lambat dari pada reaksi CO2 dengan air di dalam sel darah

    merah. (Guyton C, Hall JE, 2011). Terjadinya hipoventilasi pada

    banyak keadaan dapat mempengaruhi pompa pernafasan adanya

    retensi CO2 juga dikaitkan dengan emfisema dan bronchitis kronik

    karena udara terperangkap dalam paru (Price SA, Wilson LM, 2006).

    2.2 Histologi Paru

    2.2.1 Alveolus

    Alveolus merupakan bentukan evaginasi mirip kantong dengan

    diameter sekitar 200 µm, dari bronchiolus respiratorius, duktus

  • 14

    alveolaris, dan saccus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab atas

    terbentuknya struktur menyerupai spons dalam paru. Secara struktural,

    alveolus mirip kantong kecil yang terbuka pada salah satu sisinya, yang

    mirip dengan sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk

    merupakan tempat berlangsungnya pertukaran gas O2 dan CO2 antara

    udara dan darah. Struktur dinding alveolus ditujukan untuk

    memudahkan dan memperlancar difusi antar lingkungan luar dengan

    dalam (Junquiera A, Mescher L, 2011).

    Septum interalveolus adalah bagian yang pada umunya setiap

    dinding terletak di antara dua alveolus yang bersebelahan . Satu septum

    interalveolar mempunyai sel dan matriks ekstrasel fibrosa, terutama

    serat elastin dan kolagen yang divaskularisasi oleh sejumlah besar

    jalinan kapiler tubuh. Septum interalveolus dibedakan menjadi 3 jenis

    sel utama yakni sel endotel,sel alveolus tipe I dan sel alveolus tipe II.

    Tebal keseluruhan dari ketiga lapisan bervariasi dari 0,1 sampai 1,5 µm.

    Di dalam septum interalveolus, anastomosis kapiler paru ditunjang oleh

    jalinan serat retikular dan elastin, yang merupakan struktur penyangga

    utama alveolus. Makrofag dan leukosit lain juga dapat ditemukan di

    dalam interstisium septum. Sel endotel kapiler yang sangat tipis dan

    sering disalahartikan dengan sel epitel alveolus tipe I. Lapisan endotel

    kapiler bersifat terus-menerus dan tidak bertingkat. Inti dan organel

    lainnya berkumpul menjadi satu sehingga bagian sel selebihnya sangat

    tipis menjadikan efisiensi pertukaran gas meningkat. Ciri utama

  • 15

    sitoplasma di bagian sel yang gepeng adalah banyaknya vesikel

    pinositotik (Junquiera A, Mescher L, 2011).

    (Difiore, Eroschenko PV, 2010)

    Gambar 2.2 Histologi Paru (Pandangan Menyeluruh)

    Perbesaran 100x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

    (Difiore, Eroschenko PV, 2010) Gambar 2.3

    Histologi Alveolus Perbesaran 100x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

  • 16

    Sel alveolus tipe I disebut juga sebagai pneumosit tipe I atau sel

    alveolar skuamosa adalah se1 yang sangat tipis yang melapisi

    permukaan alveolus. Sel tipe I menempati 97% dari permukaan

    alveolus. Sel-sel ini begitu tipisnya yakni setebal 25 µm sehingga perlu

    pembuktian dengan mikroskop electron untuk mengetahui bahwa

    semua alveolus tertutupi oleh epitel pelapis. Organel-organel seperti

    retikulum endoplasma, apparatus Golgi, dan mitokondria berkumpul di

    sekitar inti sehingga daerah di sekitar sitoplasma hampir bebas dari

    organel dan dapat mengurangi ketebalan sawar darah dengan udara.

    Sitoplasma yang tipis mengandung vesikel pinositotik yang cukup

    banyak, dimana dapat berperan pada pergantian surfaktan dan

    pembuangan partikel asing yang berasal dari permukaan luar. Selain

    desmosom, semua sel epitel tipe I juga memiliki taut kedap yang

    berfungsi untuk mencegah perembesan cairan jaringan masuk ke ruang

    udara alveolus. Fungsi utama sel ini adalah membeniuk sawar dengan

    ketebalan yang tipis sehingga dapat dengan mudah dilalui gas

    (Junquiera A, Mescher L, 2011).

    Sel alveolus tipe II atau disebut pneumosit tipe II menyebar di

    antar sel-sel alveolus tipe I dengan taut kedap dan desmosom yang

    menghubungkannya dengan sel tersebut. Sel tipe II berbentuk sedikit

    kubus yang berkelompok menjadi dua atau 3 di sepanjang permukaan

    alveolus pada pertemuan dinding alveolus. Sel ini berada di membrane

    basal dan bagian dari epitel, sel ini memiliki asal yang sama dengan sel

    tipe I yang melapisi dinding alveolus.Pada sediaan histologi, sel-sel tipe

  • 17

    II menampilkan ciri sitoplasma bervesikel khas atau bentukan spons.

    Vesikel ini disebabkan adanya badan lamela yang tetap disimpan dan

    terdapat dalam jaringan yang disiapkan untuk studi mikroskop elektron.

    Badan berlamel menghasilkan materi yang tersebar rata di atas

    permukaan alveolus yang membentuk lapisan ekstrasel yakni berupa

    surfaktan paru yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan

    dari sel alveolus, apabila surfaktan tidak ada maka paru akan kolaps

    ketika proses ekspirasi, surfaktan akan terus diganti secara terus

    menerus (Junquiera A, Mescher L, 2011).

    (Difiore, Eroschenko PV, 2010)

    Gambar 2.4 Histologi Dinding Alveolus dan Sel Alveolus

    Perbesaran 1000x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

    2.2.2 Duktus Alveolus

    Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah muara

    alveolus menuju dinding bronkiolus makin banyak. Bronkiolus

    respiratorius bercabang menjadi suatu saluran yang disebut duktus

    alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi sel

  • 18

    alveolus yang gepeng yang sangat halus. Di lamina propria yang

    mengelilingi tepi alveolus terdapat anyaman sel otot polos, dimana pada

    ujung distal duktus alveolus sudah tidak ada. Sejumlah matriks besar

    berserat elastin dan kolagen memberikan penompang pada duktus dan

    alveolusnya. Duktus alveolus bermuara ke dalam atrium yang

    berhubungan dengan saccus alveolaris. Banyak serat-serat elastin dan

    serat retikulin membentuk jalinan rumit di sekitar muara atrium, sakus

    alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin yang menjadikan alveolus

    mengembang ketika inspirasi dan berkontraksi secara pasif ketika

    ekspirasi. Serat-serat retikular berfungsi untuk penunjang yang

    mencegah terjadinya pengembangan berlebih dan kerusakan kapiler-

    kapiler halus dan septa alveolar yang sangat tipis (Junquiera A, Mescher

    L, 2011).

    (Difiore, Eroschenko PV, 2010) Gambar 2.5

    Histologi Paru Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

  • 19

    (Novera H, Endah BPP, 2018) Gambar 2.6

    Histologi Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

    a. Alveolus b. Pembuluh darah. c. Sel makrofag alveolar

    2.3 Rokok

    Rokok adalah produk dari tanaman tembakau yang bertujuan dibakar

    dan dihisap dan/atau dihirup asapnya,termasuk rokok kretek,cerutu,rokok

    putih atau dalam bentuk lainnya yang dihasilkan oleh tanaman nicotina

    tabacum,nicotina rustica dan spesies lainnya yang apabila dibakar asapnya

    mengandung tar,nikotin baik menggunakan bahan tambahan atau tidak.

    Rokok biasanya berbentuk silindris dengan bahan berisi daun tembakau

    yang telah dicacah lalu dibungkus kertas, rokok umumnya memiliki ukuran

    panjang 70 hingga 120mm dengan diameter sekitar 10mm. Produk

    tembakau yang dimaksud mengandung zat adiktif berbahaya bagi kesehatan

    secara langsung maupun secara tidak langsung (Infodatin, 2015).

  • 20

    2.3.1 E-Cigarette

    Semakin meningkatnya konsumsi dan angka kematian akibat

    rokok, WHO membentuk WHO Framework Convention on Tobacco

    Control (WHOFCTC) untuk memberikan solusi atas epidemi tersebut.

    WHO-FCTC membentuk suatu program yang ditujukan untuk

    mengurangi konsumsi rokok, yang dikenal dengan Terapi Pengganti

    Nikotin/Nicotine Replacement Therapy (NRT). Seiring dengan

    perkembangan teknologi modern, beberapa industri memprakarsai

    berbagai metode NRT, salah satunya rokok elektrik atau e-cigarette

    (electronic cigarette) (WHO, 2009).

    Rokok elektronik adalah rokok yang menggunakan listrik dengan

    sumber tenaga baterai, yang mengevaporasi nikotin dalam sediaan

    cairan, yang kemudian hasil evaporasinya di inhalasi seperti rokok

    konvensional, tanpa pembakaran langsung. Secara umum sebuah rokok

    elektronik terdiri dari 3 bagian yaitu : baterai, ruang evaporasi/atomizer

    bagian yang memanaskan dan menguapkan larutan nikotin), dan tangki

    e-liquid (Gambar 2.7) (William M, Trtchounian A, Talbot P, 2010).

  • 21

    (Thomas et al., 2015).

    Gambar 2.7 Mekanisme Dasar E-cigarette

    Rokok elektrik dibagi lagi sesuai generasinya yaitu generasi

    pertama - dapat diisi ulang dan dibuang, dan generasi ke-2 dan ke-3

    yang menggunakan sistem tangki dan personal vaporizer (Gambar 2.8)

    (Zhu SH, Sun JY, Bonnevie E, 2014). Walaupun memiliki banyak

    variasi bentuk dan kapasitas, rokok elektrik menggunakan prinsip kerja

    evaporasi yang sama. Prinsip kerja ini dikenal sebagai electronic

    nicotine delivery system/ENDS (William M, Trtchounian A, Talbot P,

    2010)

  • 22

    (Thomas et al., 2015).

    Gambar 2.8 Variasi Generasi ke-2 dan ke-3 E-cigarette

    E-cigarette merupakan perangkat untuk merokok yang berisi

    bahan-bahan kimia seperti nikotin, senyawa carbonyl, dan bahan

    organik volatile yang dikenal telah membahayakan kesehatan dan

    perasa dalam liquidnya serta bahan additive yang dihirup pengguna

    dengan sebutan aerosol atau biasa dikenal dengan sebutan asap. Cara

    penggunaan e-cigarette dengan cara meneteskan liquid yang

    memngandung rasa ke alat e-cigarette (U.S Departement of health and

    human services, 2016).

    Tabel 2.1 Tinjauan Umum tentang Konstituen dalam E-Cigarette

    (Hahn J, Hengen YBM, Kohl-Himmelseher M, et al, 2014)

    Agent Sampel positiv Nicotine 65 % Glycerol 94 % 1,2 propanediol 94 % Ethylene glycol 91 % 1,3 propanediol 13 % Thujone 4 % Ethyl vanilin 26 %

  • 23

    Dalam studi menunjukkan bahwa setelah pengaturan keluar

    aerosol/asap dari e-cigarette menyebabkan tingkat stress sel paru lebih

    ringan tingkatannya daripada konvensional akan tetapi lebih berbahaya

    daripada udara bersih, dalam liquid e-cigarette mengandung turunan

    propylene glycol setelah dipanaskan akan memproduksi formaldehyde

    yang merupakan zat karsinogenik yang ditemukan juga di rokok

    konvensional (Kansas Health institute, 2016). Semua produk dari

    senyawa perasa tembakau menginduksi terjadinya kematian sel karena

    zat didalmnya menstimulasi keluarnya senyawa oxidative stress, dan

    dalam beberapa studi kasus menunjukkan bahwa setelah penggunaan e-

    cigarette tembakau secara akut menimbulkan gangguan fungsi endotel

    paru (Jessica L, Fetterman RMW, Bihua FRB, 2018).

  • 24

    Tabel 2.2 Bahan Kimia pada E-Cigarette dan Efek terhadap Tubuh Chemical Detected

    Concentration Range

    Biological System Affected

    Nicotine not detected to 36.6 mg/mL

    Addiction Gastrointestinal carcinogen Raises blood pressure and heart rate

    Aldehydes Acetaldehyde 0.11 to 2.94 lg/15 puffs

    Carcinogen Aggravation of alcohol-induced liver damage

    Acrolein 0.044 to 6.74 lg/15 puffs

    Ocular irritation Respiratory irritation

    Formaldehyde 0.2 to 27.1 lg/15 puffs

    Carcinogen Bronchitis, pneumonia, and increase asthma risk in children Ocular, nasal, and throat irritant

    Volatile organic compounds

    Propylene glycol

    0 to 82.875 mg/15 puffs

    Throat and airways irritation. Carcinogen Increase asthma risk in children

    Glycerin 75 to 225 lg/15 puffs

    Lipoid pneumonia Ocular, dermal, and pulmonary irritant

    Toluene

  • 25

    Dalam berbagai penelitian serial yang dilakukan berhasil

    didapatkan beberapa senyawa yang paling umum terdapat pada aerosol

    asap rokok elektrik, antara lain; tobacco-specific nitrosamin (TSNA),

    akrolein, formaldehid, nikotin, nikotirin, glisidol asetaldehid, asetol,

    diasetil glikol (DAG) dan dietilen glikol (DEG). DAG adalah zat perisa

    makanan yang menimbulkan rasa dan aroma khas seperti mentega;

    formaldehid, TSNA, DEG, dan glisidol adalah zat karsinogen; glisidol

    asetaldehid, asetol, dan akrolein adalah zat iritan kuat; sedangkan

    nikotin dan nikotirin (hasil dari pembakaran nikotin) adalah zat

    psikoaktif dengan sifat adiktif yang tinggi (Hua et al., 2016)

    2.3.2 Rokok Konvensional

    Rokok konvensional adalah produk olahan tembakau yang

    dikonsumsi secara inhalasi asap hasil pembakarannya, baik dengan atau

    tanpa menggunakan bahan tambahan. Merokok dewasa ini bukan lagi

    merupakan suatu tren, melainkan gaya hidup yang terkait dengan

    modernisasi dan dapat ditemukan pada berbagai lapisan masyarakat

    terlepas dari status demografinya (Triana N, Ilyas S, Hutahaean S,

    2013).

    Rata-rata sebatang rokok mengandung 6 sampai 11 mg nikotin

    dan menyalurkan 1 sampai 3 mg nikotin secara sistemik pada perokok.

    Pada individu yang menghisap rokok dalam jumlah yang cukup kecil

    (< 5 batang rokok/hari) untuk menghindari ketergantungan, karena

    dalam rokok terdapat zat nikotin zat inilah yang menyebabkan

  • 26

    ketergantungan pada individu dan ketergantungannya dapat bertahan

    sangat lama. Nikotin mudah diabsorpsi melalui kulit, membran

    mukosa, dan paru-paru. Rute paru-paru menghasilkan efek SSP yang

    nyata dalam waktu tuiuh detik akan tetapi dalam setiap hisapan

    menghasilkan penguatan yang beda-beda atau penguatan tersendiri.

    Dengan 10 isapan per batang rokok, perokok yang merokok satu

    bungkus per hari dapat memperkuat kebiasaannya 200 kali sehari

    (Goodman, Gilman, 2008).

    Asam nikotinat adalah senyawa agonis asetilkolin larut lemak

    yang dapat menimbulkan kecanduan pada perokok. Nikotin yang

    dihisap dari asap rokok berikatan dengan reseptor asetilkolin nikotinik

    yang berada di sepanjang pembuluh darah, muskuloskeletal, dan jaras

    saraf pada akson terminal neuron. Perlekatan nikotin dengan

    reseptornya memicu pelepasan dopamin, glutamat, danasetilkolin.

    Reaksi yang disebabkan bervariasi sesuai dengan tempat melekatnya

    nikotin pada reseptornya di tubuh. Adapun reaksi-reaksi tersebut antara

    lain (Putra, 2015).

    1. Pada sistem mesolimbik yang terdiri atas tegmentum ventral dan

    nucleus akumbens, nikotin menyebabkan pelepasan glutamat

    pada tegmentum ventral yang kemudian merangsang nukleus

    akumbens untuk memproduksi dopamin, yang menimbulkan

    reaksi psikoaktif antara lain rasa senang, peningkatan proses

    kognitif, atensi, dan daya ingat.

  • 27

    2. Pada sistem otot skeletal, nikotin menyebabkan relaksasi otot.

    Relaksasi otot ini merupakan efek tidak langsung dari kerja

    nikotin terhadap sistem saraf.

    3. Pada sistem mesolimbik nikotin juga menurunkan aktivitas

    inhibisi oleh asam gamma-aminobutirat/gamma-aminobutirat

    acid (GABA) pada tegmentum ventral, GABA merupakan

    inhibitor dopamin yang berperan dalam mengurangi sekresi

    dopamin otak.

    4. Pada jaras saraf perifer, ikatan nikotin memicu peningkatan

    tekanan darah, detak jantung, kontraktilitas otot jantung, dan

    kontraksi sistem gastrointestinal.

  • 28

    Tabel 2.3 Senyawa dalam Asap Rokok Senyawa Efek

    Fase Partikel

    Tar Karsinogen Hidrokarbon

    aromatik polinuklear Karsinogen

    Nikotin

    Stimulator, depressor ganglion,

    kokarsinogen

    Fenol Kokarsinogen dan

    iritan

    Kresol Kokarsinogen dan

    iritan β-Naftilamin Karsinogen

    N-Nitrosonomikotin Karsinogen Benzo(a)piren Karsinogen Logam renik Karsinogen

    Indol Akselerator tumor Karbazol Akselerator tumor Katekol Kokarsinogen

    Fase Gas

    Karbonmonoksida Pengurangan transfer

    dan pemakaian O2

    Asam Hidrosianat Sitotoksik dan iritan Asetaldehid Sitotoksik dan iritan

    Akrolein Sitotoksik dan iritan Amonia Sitotoksik dan iritan

    Formaldehid Sitotoksik dan iritan Oksida dari nitrogen Sitotoksik dan iritan

    Nitrosamin Karsinogen Hidrozin Karsinogen

    Vinil Klorida Karsinogen (Purnamasari Y, 2006)

    Lebih dari 4000 jenis bahan kimia terkandung dalam rokok,

    dimana 400 dari bahan tersebut meracuni tubuh ,dan 40 dari bahan

    tersebut bisa menyebabkan kanker, beberapa zat dalam rokok yang

    perlu dipahami adalah sebagai berikut : (Aula E, 2010)

    1. Nikotin

    Nikotin merupakan zat yang menyebabkan ketergantungan

    apabila penggunaan jangka lama dapat menyebabkan

  • 29

    kelumpuhan otak dan rasa serta akan terjadi peningkatan

    adrenalin yang menyebabkan jantung akan berdebar lebih cepat

    dan bekerja keras, artinya jantung memerlukan pasokan oksigen

    yang lebih banyak aga dapat memompa secara normal. Nikotin

    menyebabkan terjadinya pembekuan darah dan resiko terjadinya

    serangan jantung. Kadar nikotin yang dihisap dengan kadar lebih

    dari 30 mg akan menyebabkan kematian, dalam satu batang rokok

    rata-rata mengandung nikotin 0,1-1,2 mg.

    2. Karbon monoksida

    Seperti halnya ditemukan pada asap kendaraan bermotor, karbon

    monoksida menggantikan setidaknya 15% jumah oksigen yang

    biasanya di bawa oleh sel darah merah hasilnya oksigen pada

    perokok menjadi berkurang pada jantung tentu hal ini menjadi

    faktor resiko terjadinya serangan jantung dan penyakit pada paru.

    Karbon monoksida juga dapat merusak lapisan pembuluh darah

    dan dapat meningkatkan kadar lemak dinding pembuluh darah

    yang berakibat pada penyumbatan.

    3. Tar

    Tar digunakan untuk melapisi aspal atau jalan raya, pada rokok

    tar menrupakan zat pemicu terjadinya kanker dan merusak sel

    paru, sebagian lainnya berupa penumpukan zat-zat

    kapur,nitrosamine,cadmium,nikel dan B-naphthylamine. Tar

    bukanlah zat tunggal akan tetapi terdiri dari ratusan bahan kimia

    gelap dan lengket dan tergolong sebagai racun penyebab kanker.

  • 30

    4. Arsenic

    Arsenic merupakan zat yang biasanya digunakan untuk

    membunuh serangga yang berasa dari unsur nitrogen oksida dan

    ammonium karbonat.

    5. Amonia

    Ammonia adalah gas tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen

    dan hydrogen memiliki bau tajam dan mudah memasuki tubuh

    dan apabila zat ini disuntikkan ke manusia bisa langsung pingsan.

    6. Formid acid

    Formid acid tidak berwarna dan bisa bergerak bebas cepat yang

    dapat menyebabkan lepuh, bertambahnya zat ini dalam sirkulasi

    darah menyebabkan pernafasan menjadi lebih cepat.

    7. Acrolein

    Acrolein adalah zat yang tidak berwarna dan mengandung sedikit

    banyak alcohol dan cairan ini juga mengganggu kesehatan.

    8. Hydrogen cyanide

    Hydrogen cyanide merupakan zat yang paling ringan mudah

    terbakar dan efisien untuk menghalangi saluran pernafasan, dan

    sedikit saja cyanide masuk ke dalam utbuh bisa mengakibatkan

    kematian.

    9. Nitrous oksida

    Adalah sejenis gas tidak berwarna, jika gas ini terhirup maka akan

    menimbulkan efek rasa sakit.

  • 31

    10. Formaldehyde

    Zat ini banyak digunakan untuk pengawet dalam laboratorium

    (formalin).

    11. Phenol

    Phenol adalah campuran yang Kristal dari destilasi beberapa zat-

    zat organic seperti halnya kayu dan arang. Phenol terikat pada

    protein dan menghalangi aktivitas kerja enzim.

    12. Acetol

    Hasil dari pemanasan aldehyde (zat yang jenisnya bebas bergerak

    dan tidak berwarna) dan mudah menguap apabila dengan alcohol.

    13. Hydrogen sulfide

    Hydrogen sulfide adalah gas beracun yang mudah terbakar dan

    baunya menyengat, zat ini menghalangi oksidasi enzim.

    14. Pyridine

    Merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam.

    Zat ini digunakan untuk mengubah sifat alcohol sebagai pelarut

    dan digunakan untuk pembunuh hama.

    15. Methyl chloride

    Methyl chloride merupakan campuran dari zat bervalensi satu

    dengan unsur berupa hydrogen dan karbon serta memiliki sifat

    beracun.

  • 32

    16. Methanol

    Methanol ialah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan

    terbakar, apabila mengkonsumsi methanol dapat menyebabkan

    kebutaan hingga kematian.

    2.3.3 Bahaya Merokok Terhadap Kesehatan

    Zat kimia dari beberapa jenis produk tertentu memiliki

    kecenderungan kuat untuk menjadikan adanya mutasi. Zat kimia yang

    dapat menjadikan mutasi disebut karsinogen. Karsinogen yang saat ini

    menjadi penyebab jumlah kematian terbanyak yaitu asap rokok. Asap

    rokok menyebabkan seperempat dari semua kasus kematian akibat

    kanker. Infeksi kronis yang disebabkan karena rokok dapat mengiritasi

    bronkus dan bronkiolus. Infeksi kronis menyebabkan melemahnya

    mekanisme pertahanan normal pada saluran nafas, termasuk

    kelumpuhan sebagian silia pada epitel pernapasan karena efek nikotin

    (Guyton C, Hall JE, 2011).

  • 33

    (Agnieszka S, Aleksandra R, Aleksander A, et al, 2018) Gambar 2.9

    Efek Paparan Rokok terhadap Sistem Tubuh

    Keracunan nikotin yang berat dan akut terjadi secara cepat

    dengan gejalanya meliputi mual, hyper salivasi, nyeli abdomen,

    muntah, diare, gangguan mental, rasa lemah ,sakit kepala, pusing,

    berkeringat dingin,, gangguan pendengaran dan penglihatan.

    Selanjutnya, terjadi pingsan dan lemah yang hebat serta dengan tekanan

    darah turun, dyspneu , denyut nadi yang melemah dengan irama cepat

    dan tidak teratur, terjadinya kolaps paru mungkin diikuti dengan

  • 34

    konvulsi pada akhir. Kematian dapat terjadi dalam beberapa menit

    setelah mengalami gagal pernapasan (Goodman, Gilman, 2008).

    Merokok dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif (emfisema

    dan bronkitis kronik), akan tetapi merokok juga berkaitan dengan

    penyakit restriktif atau interstisialis. Pneumonia insterstisialis

    deskuamatif (desquamative interstitial pneumonia DIP) dan

    bronkiolitis respiratorik merupakan dua contoh penyakit paru

    intestisialis yang berkaitan dengan merokok (Kumar VK, Abbas A,

    Aster J, 2013).

    (U.S Departement of health and human services, 2016)

    Gambar 2.10 Bahaya Merokok bagi Tubuh

    pada Perokok Aktif dan Perokok Pasif

  • 35

    (Agnieszka S, Aleksandra R, Aleksander A, et al, 2018)

    Gambar 2.11 Respon Imun Lokal akibat Paparan Rokok

    2.3.4 Hubungan Asap Rokok dengan Gambaran Histologis Paru

    Asap rokok pada saluran napas akan secara langsung mendorong

    pergerakan makrofag, limfosit, dan neutrofil. Partikel dan asap rokok

    yang masuk akan mengaktifkan mediator inflamasi dan faktor

    kemotatik, yaitu tumor necrosis factor-a (TNF-a), interleukin IL-6,

    interleukin IL-8, monocyte chemotactic peptide (MCP)-1, leukotriene

    LTB4 dan reactive oxygen species, and sekresi enzim proteolytic

    (khususnya MMP-9 dan MMP-12). Faktor kemotatik terutama

    interleukin IL-8 dan leukotriene LTB4 akan mempengaruhi pergerakan

    neutrofil menuju ke saluran pernapasan, sehingga mempengaruhi

    pengeluaran produksi dari kelenjar lendir submukosa dan

    perkembangan sel goblet yang berlebihan (Angelis N, Porpodis K,

    Zarogoulidis P, et al., 2014). Neutrofil akan mensekresi protease serin,

  • 36

    termasuk NE (neutrofil elastase), cathepsin G dan proteinase-3, serta

    MMP-8 dan MMP-9, yang berkontribusi terhadap kerusakan paru-paru.

    Neutrofil bermigrasi ke saluran pernapasan bawah akibat rangsangan

    dari faktor kemotaktik neutrofil, yang meliputi IL-8. Kelangsungan

    hidup neutrofil pada saluran pernapasan dipengaruhi oleh sitokin,

    seperti GM-CSF (granulocyte/makrofag colony-stimulating factor) dan

    G-CSF (granulocyte colonystimulating factor). Selain itu, peningkatan

    jumlah sel T juga terlihat pada perokok. Sel T meningkatkan kadar CD4

    + dan CD8 + di dinding saluran napas. CD 8 yang disekresikan oleh sel

    T yang penting untuk resolusi infeksi virus, namun bila berlebihan

    dapat menimbulkan kerusakan akibat inflamasi paru-paru dan

    penurunan fungsi paru-paru. Persentase jumlah mediator inflamasi

    yang terdiri dari neutrofil, makrofag, sel CD4, CD8 + sel, sel-B dan

    limfosit juga menentukan banyaknya peradangan yang terbentuk pada

    saluran nafas (Vlahos R. Bozinovski S, 2014).

    Asap dari sebatang rokok dapat menjadikan silia lumpuh dalam

    beberapa jam, dengan pemaparan yang berulang akhirnya

    menimbulkan kerusakan silia. Ketidakmampuan silia dalam menyapu

    keluar mukus yang berisi partikel asing yang terus-menerus datang

    menyebabkan zat karsinogen yang terhirup tetap berada di saluran nafas

    dalam waktu lama. Selain itu, asap rokok melumpuhkan makrofag

    alveolus. Partikel di asap rokok tidak saja melumpuhkan makrofag

    tetapi juga zat tertentu dari asap rokok memiliki efek toksik yang secara

    langsung pada makrofag, yakni mengurangi kemampuan makrofag

  • 37

    untuk menelan benda asing. Selain itu, zat-zat beracun dalam asap

    rokok juga menimbulkan iritasi lapisan mukosa saluran napas, sehingga

    menyebabkan produksi mucus yang berlebihan, dan secara tidak

    langsung akan menyumbat secara parsial saluran nafas (Sherwood L,

    2013). Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas yang

    mengandung berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon

    monoksida, tar dan eugenol (dalam rokok kretek). Asap rokok yang

    merupakan sumber radikal bebas dapat mempengaruhi metabolisme

    makrofag (Dietrich M, Gladys B, Edward PN, et al, 2009). Makrofag

    alveolar yang terstimulasi oleh paparan asap rokok akan terjadi

    inaktivasi dari α1-AT sebagai proteinase inhibitor dan mensekresi

    sitokin proinflamasi (TNF α, IL-1, IL-2, IL-8, LTB4) dalam paru-paru

    melalui dua jalur yaitu dengan cara produksi elastase sebagai

    metalloenzim yang mempunyai peranan dalam menghidrolisis α1-AT

    dan memproduksi reactive oxygen species (ROS) yang akan

    menghambat α1-AT. Elastase dapat merusak beberapa struktur dari

    protein paru, salah satunya adalah adanya destruksi septum alveolar

    (Kumar VK, Abbas A, Aster J, 2013). Kerusakan paru yang terjadi

    akibat asap rokok berupa terjadinya pelebaran lumen alveolus,

    penebalan dinding alveolus, dan peradangan alveoulus yang ditandai

    dengan meningkatnya jumlah leukosit pada alveolus (Dietrich M,

    Gladys B, Edward PN, et al, 2009).

    Paparan terhadap toksin yang dihirup ketika merokok

    mengakibatkan kematian sel epitel,radang dan proteolysis dari sel

  • 38

    matrik ekstrasel. Pada beberapa orang yang rentang dalam artian

    ketahanan hidup sel mesenkim dan fungsi perbaikan dalam tubuhnya

    terganggu oleh efek langsung dari paparan substansi toksin yang

    dihirup dan mediator inflamasi. Akibatnya akan terjadi hilangnya sel-

    sel structural pada dinding alveolus dan komponen matriks yang ada

    didalamnya (Kumar VK, Abbas A, Aster J, 2013).

    Secara biokimiawi, asap rokok meningkatkan sintesa elastase dan

    menurunkan produksi antiprotease yang merugikan pertahanan tubuh.

    Elastase merusak struktur paru-paru, salah satunya adalah destruksi

    septum alveolar. Asap rokok dapat menyebabkan terjadinya oedema

    paru karena asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas dan

    menaikkan permeabilitas endotel kapiler sehingga protein plasma

    keluar bersama cairan dan tertimbun di jaringan. Oedema yang terjadi

    mula-mula hanya terdapat pada jaringan interstitiel pada septum alveoli

    yang selanjutnya menjadi oedema alveolar dimana cairan bergerak

    yang bergerak dalam alveoli ini jika berlebihan akan mendesak septum

    alveoli sehingga septum menipis kemudian atrofi (Bittar EE, 2007).

  • 39

    (Siwa PA, 2015) Gambar 2.12

    Histologi Oedema Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

    (Siwa PA, 2015)

    Gambar 2.13 Histologi Destruksi Septum Alveolar pada Paru Tikus

    Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

  • 40

    (Siwa PA, 2015) Gambar 2.14

    Histologi Infiltrasi Sel Radang pada Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin

    Radikal bebas adalah spesies kimia mengandungi sebuah elektron

    tanpa pasangan pada orbit luar. Situasi kimia yang demikian tidak

    stabil, dan radikal bebas akan bergabung dengan zat kimia anorganik

    atau organic, apabila timbul dalam sel radikal bebas tersebut akan

    menyerang asam nukleat dan berbagai protein sel dan juga lipid. Di

    samping itu, radikal bebas menyebabkan molekul yang bereaksi

    dengannya akan berubah menjadi sebuah radikal bebas lain, sehingga

    akan terjadi suatu rangkaian kerusakan. Spesies oksigen reaktif (ROS)

    adalah radikal bebas yang berasal dari oksigen yang berperan jelas pada

    jejas sel. Jejas sel terjadi karena kerusakan oleh radikal bebas, keadaan

    ini termasuk dalam reperfusi iskemia ,jejas kimia dan radiasi, toksin

    dari oksigen serta gas lain, penuaan sel, kematian mikroba sel fagosit,

    dan kerusakan jaringan akibat sel radang. Selain peranan ROS sebagai

    penyebab jejas sel serta kematian mikroba, kadar ROS yang cukup

  • 41

    rendah juga dijumpai pada berbagai mekanisme sinyal sel serta pada

    reaksi fisiologis. Dengan demikian, molekul ini akan diproduksi pada

    keadaan normal, akan tetapi untuk menghindari efek yang cukup

    merugikan, kadar intrasel pada sel sehat akan diatur ketat. (Kumar VK,

    Abbas A, Aster J, 2013). Merokok menyebabkan meningkatnya jumlah

    sirkulasi fagosit dan fagosit yang muncul dapat menstimulasi timbulnya

    sistem Reactive Oxygen Species (ROS). Peningkatan jumlah fagosit

    yang teraktivasi dapat menambah stress oksidatif lebih besar daripada

    stress oksidatif akibat merokok itu sendiri. Kejadian yang penting

    adalah jejas pada jaringan merupakan peningkatan adhesi perlekatan

    fagosit pada dinding kapiler, yang sebelumnya didahului oleh

    perlekatan fagosit ke dalam jaringan dan merupakan pusat proses imun

    dan inflamasi terutama jejas pada jaringan yang berhubungan dengan

    ROS (Purnamasari Y, 2006).