-
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Paru
Sistem pernapasan mencakup paru dan sistem saluran yang
bercabang
menghubungkan tempat bettukarnya gas dengan lingkungan luar.
Udara di
dalam paru digerakkan melalui proses ventilasi, yang terdiri
atas rongga
toraks, otot interkostal, diafragma, dan komponen elastis
jaringan paru.
Sistem pernapasan secara umum dibagi menjadi saluran napas atas
dan
bawah. Secara fungsional, dibedakan menjadi bagian konduksi dan
bagian
respiratorik (Junquiera A, Mescher L, 2011).
(Junquiera A, Mescher L, 2011) Gambar 2.1
Anatomi Percabangan Bronkus
-
7
Sistem pernapasan terdiri atas hidung, pharynx (Tenggorokan),
larynx
(kotak suara), tenggorokan (saluran pernafasan), bronkus, dan
paru-paru.
Menurut struktural, sistem pernafasan dapat dibagi menjadi 2
bagian.Pertama
bagian atas sistem pernafasan didalamnya termasuk hidung,
pharynx, dan
struktur terkait. Kedua sistem pernafasan bawah terdiri atas
larynx,
tenggorokan, bronkus, dan paru-paru. Apabila dilihat dari
fungsinya dapat
dibagi atas 2 bagian. Pertama disebut conducting zone terdiri
dari rangkaian
interkoneksi ruangan yang berongga di luar dan dalam paru-paru.
Hal ini
termasuk hidung, pharynx, larynx, tenggorokan, bronkus,
bronchioles, dan
terminal bronchioles, fungsinya untuk menyaring, menghangatkan,
dan
melembabkan udara sebelum masuk ke paru-paru. Kedua disebut
Respiratory
zone yang terdiri dari jaringan di dalam paru-paru di mana
didalamnya terjadi
pertukaran gas . Hal ini termasuk bronchioles, alveolar duct,
alveolar sacs,
dan alveolus dimana semuanya memiliki peranan utama dalam
pertukaran gas
antara udara dan darah. Tujuan melakukan pernapasan untuk
menyediakan
pasokan oksigen untuk jaringan dan membuang karbon dioksida.
(Tortora GJ,
Derrickson B, 2009).
2.1.1 Pengaturan Pernafasan
Terdapat beberapa mekanisme dalam pertukaran gas di dalam
paru. Pompa pernafasan memiliki peranan yang penting dalam
proses
pernafasan, pompa ini memiliki dua komponen elastis yang
pertama
dari paru itu sendiri dan dinding yang mengelilingi paru,
dindingnya
terdiri dari kerangka dan jaringan kerangka toraks, diafragma,
serta
dinding abdomen beserta isinya. Otot pernafasan merupakan
bagian
-
8
utama dalam kekuatan untuk memompa, diafragma dengan dibantu
otot
yang mengangkat sternum dan tulang iga berperan dalam proses
peningkatan volume paru dan proses ekspirasi adalah proses
dimana
semua yang berperan ketika proses inspirasi menjadi relaksasi.
Otot
pernafasan diatur oleh pusat pernafasan dengan reseptor di pons
dan
medulla oblongata yang berisi neuron-neuron dimana hasil
keluaran
motoric akhir akan diteruskan ke medulla spinalis dan saraf
frenikus
yang mempersarafi diafragma. Saraf utama yang juga ikut
berperan
yaitu saraf aksesorius dan interkostalis torasika yang
mempersarafi otot
bantu pernafasan. Faktor utama dalam pengaturan pernafasan
atau
rangsangan pernafasan adalah adanya respon dari kemoreseptor
terhadap peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PaCO2)
atau
penurunan pH darah arteri. Perununan tekanan parsial O2 di
arteri juga
dapat merangsan terjadinya ventilasi, kemoreseptor di badan
carotis
dan arcus aorta peka terhadap penurunan PaO2 dan pH serta
peningkatan PaCO2,akan tetapi penurunannya harus turun dari
nilai
normal antara 90 sampai 100 mmHg hingga mencapai 60 mmHg.
Mekanisme lain dalam pengaturan pernafasan yakni ketika
udara
masuk paru dan paru akan mengembang, reseptor akan
mengirimkan
sinyal pada pusat pernafasan agar menghentikan pengembangan
agar
tidak berlanjut hasilnya sinyal dari reseptor regang akan
berhenti pada
akhir ekspirasi ketika paru mengempis dan akan terjadi proses
inspirasi
ulang. (Price SA, Wilson LM, 2006)
-
9
2.1.2 Ventilasi Paru
Ventilasi paru adalah proses masuk dan keluar udara dari
atmosfer dengan udara di alveolus paru. Paru-paru dapat
kembang
kempis dengan 2 cara, pertama dengan gerakan naik turun
diafragma
dengan tujuan memperbesar atau memperkecil rongga dada,
untuk
mencapai pernafasan yang sempurna dapat menggunakan metode
ini,
ketika inspirasi kontraksi diafgragma menarik bagian bawah
paru
menuju ke bawah sehingga memperbesar ruang dada, selama
ekspirasi
diafragma berelaksasi dan struktur abdomen akan menekan
paru-paru
untuk proses pengeluaran udara kedua dengan cara mengangkat
dan
menekan tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil rongga
dada.
(Guyton C, Hall JE, 2011).
Alveolus berbentuk kantong mirip anggur yang mempunyai
dinding tipis dan mempunyai daya mengembang di ujung cabang
saluran nafas. Dinding alveolus terdiri atas satu lapisan tipis
sel alveolus
tipe I, pada setiap alveolus dikelilingi anyaman kapiler
pulmonal.
Ruang intertisium diantara alveolus dan anyaman kapiler
membentuk
suatu sawar yang tipis, karena ketipisan inilah yang
memudahkan
pertukaran gas. Selain berisi sel alveolus tipe I sebagai
pembentuk
dinding yang tipis pada epitel permukaan alveolus juga terdapat
sel
alveolus tipe II, sel alveolus tipe II memproduksi surfaktan
paru yakni
suatu fosfolipoprotein yang mempermudah paru untuk
mengembang
dan menurunkan tegangan permukaan serta berperan dalam
stabilitas
paru . Apabila surfaktan tidak terdapat di dalam cairan
alveolus, akan
-
10
tejadi perubahan daya elastis tegangan permukaan paru secara
total.
Selain itu terdapat sel makrofag alveolus yang berfungsi
sebagai
mekanisme pertahanan di dalam lumen alveolus. Apabila
surfaktan
tidak terdapat di dalam cairan alveolus, akan tejadiperubahan
daya
elastis tegangan permukaan paru secara total. (Sherwood L,
2013)
2.1.3 Pertahanan Saluran Pernafasan
Beberapa partikel yang memiliki ukuran lebih kecil dari 1
mikrometer berdifusi melewati dinding alveolus dan melekat
pada
cairan alveolus. Akan tetapi, pada partikel yang ukuran
diameternya
lebih kecil dari 0,5 mikrometer tetap tersuspensi di dalam
udara
alveolus dan nantinya akan keluar melalui ekspirasi. Partikel
asap rokok
yang memiliki ukuran sekitar 0,3 mikrometer. Partikel ini hampir
tidak
ada yang mengendap dalam saluran pernafasan sebelum masuk ke
alveolus, akan tetapi sepertiganya mengendap dalam alveolus
melalui
proses difusi, lalu terbentuk suspensi yang nantinya akan
dikeluarkan
melalui udara ekspirasi. Partikel-partikel yang terjerat dalam
alveolus
dikeluarkan oleh makrofag alveolus, dan beberapa partikel
lainnya akan
dibawa keluar melalui aliran limfatik paru. Jumlah partikel
yang
berlebihan akan menyebabkan tumbuhnya jaringan fibrosa dalam
septum alveolus, yang menyebabkan cacat permanen (Guyton C,
Hall
JE, 2011).
Permukaan paru yang luas terpisahkan oleh membran yang tipis
dari system sirkulasi hal ini tentu menyebabkan seseorang
rentan
terhadap masuknya benda asing ke saluran nafas akan tetapi
-
11
kenyataannya tidak, saluran nafas tetap dalam kondisi steril
karena ada
beberapa mekanisme pertahanan oleh saluran pernafasan.
Lapisan
mucus dalam saluran nafas mengandung faktor imunoglobun (Ig)
terutama IgA, PMN, dan interferon. Makrofag alveolar
merupakan
pertahanan terakhir dan terpenting dalam hal melawan invasi
bakteri
yang masuk ke dalam paru, makrofag alveolus adalah sel fagositik
yang
memiliki system enzimatik dan dapat bermigrasi, sel ini dapat
bergerak
pada permukaan alveolus yang berfungsi menelan bakteri atau
benda
asing, ketika benda asing tadi sudah tertelan makrofag maka
metabolit
O2 akan kembali berfungsi. Hydrogen peroksida di dalam
makrofag
akan menelan benda asing tanpa menyebabkan reaksi peradangan
yang
berarti, sisa partikel yang telah ditelan akan masuk melalui
pembuluh
limfe atau ke bronkiolus dan dibuang oleh escalator
mukosiliaris.
Makrofag membersihkan permukaan paru ketika inspirasi dengan
kecepatan yang sangat menakjubkan. Pengaruh yang muncul
karena
adanya paparan etil alcohol, merokok dan penggunaan obat
kortikosteroid akan mengganggu mekanisme pertahanan ini (Price
SA,
Wilson LM, 2006).
2.1.4 Transport Oksigen dan Karbon Dioksida
Oksigen diangkut dari paru-paru menuju ke jaringan tubuh
melalui bebrapa jalan, pertama secara fisik melalui larut dalam
plasma
yang nantinya berikatan dengan Hb menjadi HbO2, ikatan antara Hb
dan
O2 bersifat reversible dengan jumlah yang diangkut
sesungguhnya
mempunyai hubungan non linear terhadap tekanan parsial O2
arteri
-
12
(PaO2) yang ditentukan melalui jumlah O2 fisik yang larut
dalam
plasma darah akan tetapi O2 yang secara fisik larut dalam
plasma
mempunyai hubungan dengan tekanan parsial O2 dalam alveolus
PAO2.
Sebagian besar O2 diangkut oleh Hb dalam sel darah merah, akan
tetapi
pada keadaan tertentu missal keracunan karbon monoksida atau
terjadi
hemolysis massif dengan infufisiensi Hb, O2 yang tersisan
dugunakan
untuk mempertahankan hidup diangkut secara fisik dengan cara
memberikan pasien O2 dengan tekanan lebih tinggi daripada
tekanan
atmosfer (Price SA, Wilson LM, 2006).
Sebanyak 98 persen darah dari paru masuk atrium kiri,
mengalir
melalui pembuluh kapiler alveolus dan akan terjadi
teroksigenasi
sampai PO2 kira-kira 104 mm Hg. Sekitar 2 persennya sisanya
melewati
aorta melalui sirkulasi bronkial, terutama menyuplai jaringan
pada paru
dan tidak terpapar dengan udara paru, aliran darah ini disebut
"aliran
pintas", yang berarti darah mengambil jalan pintas melaui
daerah
pertukaran gas. Ketika meninggalkan paru, PO2 darah pintas
hampir
sama seperti darah vena pada sistemik normal, kira-kira 40 mm
Hg.
Ketika darah ini bercampur darah vena paru dengan darah yang
teroksigenasi yang berasal dari kapiler alveolus; campuran darah
ini
disebut campuran darah vena yang menyebabkan PO2 darah yang
masuk ke dalam jantung kiri dan darah yang dipompa ke dalam
aorta,
menjadi turun sampai sekitar 95 mm Hg (Guyton C, Hall JE,
2011).
Sebagian kecil CO2 ditranspor dalam bentuk terlarut ke paru.
PCO2 darah vena 45 mm Hg dan darah arteri 40 mm Hg. Jumlah
CO2
-
13
terlarut pada cairan darah dengan tekanan 45 mm Hg kira-kira 2,7
ml/dl
(2,7 volume persen). Jumlah yang terlarut dengan tekanan 40 mm
Hg
kira-kira 2,4 ml, atau berbeda 0,3 ml. Oleh karenanya hanya 0,3
ml CO2
yang diangkut dalam bentuk terlarut oleh setiap 100 ml aliran
darah.
Jumlah ini berkisar 7 persen dari semua CO2 yang diangkut
secara
normal. Selain bereaksi dengan air, CO2 juga bereaksi langsung
dengan
beberapa radikal amino molekul hemoglobin lalu membentuk
senyawa
karbaminohemoglobin (CO2Hgb). Gabungan CO2 dengan hemoglobin
ini adalah reaksi reversibel, sehingga CO2 mudah dilepaskan ke
dalam
alveoli yang memiliki PCO2 yang lebih rendah dari pada kapiler
paru.
Jumlah CO2 yang dapat dibawa dari jaringan menuju paru dalam
bentuk
gabungan karbamino dengan hemoglobin dan protein plasma sekitar
30
persen dari jumlah total keseluruhan yang diangkut, dengan
nilai
normal kira-kira 1,5 ml karbon dioksida dalam setiap 100 ml
darah.
Reaksi lebih lambat dari pada reaksi CO2 dengan air di dalam sel
darah
merah. (Guyton C, Hall JE, 2011). Terjadinya hipoventilasi
pada
banyak keadaan dapat mempengaruhi pompa pernafasan adanya
retensi CO2 juga dikaitkan dengan emfisema dan bronchitis
kronik
karena udara terperangkap dalam paru (Price SA, Wilson LM,
2006).
2.2 Histologi Paru
2.2.1 Alveolus
Alveolus merupakan bentukan evaginasi mirip kantong dengan
diameter sekitar 200 µm, dari bronchiolus respiratorius,
duktus
-
14
alveolaris, dan saccus alveolaris. Alveoli bertanggung jawab
atas
terbentuknya struktur menyerupai spons dalam paru. Secara
struktural,
alveolus mirip kantong kecil yang terbuka pada salah satu
sisinya, yang
mirip dengan sarang lebah. Di dalam struktur mirip mangkuk
merupakan tempat berlangsungnya pertukaran gas O2 dan CO2
antara
udara dan darah. Struktur dinding alveolus ditujukan untuk
memudahkan dan memperlancar difusi antar lingkungan luar
dengan
dalam (Junquiera A, Mescher L, 2011).
Septum interalveolus adalah bagian yang pada umunya setiap
dinding terletak di antara dua alveolus yang bersebelahan . Satu
septum
interalveolar mempunyai sel dan matriks ekstrasel fibrosa,
terutama
serat elastin dan kolagen yang divaskularisasi oleh sejumlah
besar
jalinan kapiler tubuh. Septum interalveolus dibedakan menjadi 3
jenis
sel utama yakni sel endotel,sel alveolus tipe I dan sel alveolus
tipe II.
Tebal keseluruhan dari ketiga lapisan bervariasi dari 0,1 sampai
1,5 µm.
Di dalam septum interalveolus, anastomosis kapiler paru
ditunjang oleh
jalinan serat retikular dan elastin, yang merupakan struktur
penyangga
utama alveolus. Makrofag dan leukosit lain juga dapat ditemukan
di
dalam interstisium septum. Sel endotel kapiler yang sangat tipis
dan
sering disalahartikan dengan sel epitel alveolus tipe I. Lapisan
endotel
kapiler bersifat terus-menerus dan tidak bertingkat. Inti dan
organel
lainnya berkumpul menjadi satu sehingga bagian sel selebihnya
sangat
tipis menjadikan efisiensi pertukaran gas meningkat. Ciri
utama
-
15
sitoplasma di bagian sel yang gepeng adalah banyaknya
vesikel
pinositotik (Junquiera A, Mescher L, 2011).
(Difiore, Eroschenko PV, 2010)
Gambar 2.2 Histologi Paru (Pandangan Menyeluruh)
Perbesaran 100x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
(Difiore, Eroschenko PV, 2010) Gambar 2.3
Histologi Alveolus Perbesaran 100x dengan Pewarnaan
Hematoksilin-Eosin
-
16
Sel alveolus tipe I disebut juga sebagai pneumosit tipe I atau
sel
alveolar skuamosa adalah se1 yang sangat tipis yang melapisi
permukaan alveolus. Sel tipe I menempati 97% dari permukaan
alveolus. Sel-sel ini begitu tipisnya yakni setebal 25 µm
sehingga perlu
pembuktian dengan mikroskop electron untuk mengetahui bahwa
semua alveolus tertutupi oleh epitel pelapis. Organel-organel
seperti
retikulum endoplasma, apparatus Golgi, dan mitokondria berkumpul
di
sekitar inti sehingga daerah di sekitar sitoplasma hampir bebas
dari
organel dan dapat mengurangi ketebalan sawar darah dengan
udara.
Sitoplasma yang tipis mengandung vesikel pinositotik yang
cukup
banyak, dimana dapat berperan pada pergantian surfaktan dan
pembuangan partikel asing yang berasal dari permukaan luar.
Selain
desmosom, semua sel epitel tipe I juga memiliki taut kedap
yang
berfungsi untuk mencegah perembesan cairan jaringan masuk ke
ruang
udara alveolus. Fungsi utama sel ini adalah membeniuk sawar
dengan
ketebalan yang tipis sehingga dapat dengan mudah dilalui gas
(Junquiera A, Mescher L, 2011).
Sel alveolus tipe II atau disebut pneumosit tipe II menyebar
di
antar sel-sel alveolus tipe I dengan taut kedap dan desmosom
yang
menghubungkannya dengan sel tersebut. Sel tipe II berbentuk
sedikit
kubus yang berkelompok menjadi dua atau 3 di sepanjang
permukaan
alveolus pada pertemuan dinding alveolus. Sel ini berada di
membrane
basal dan bagian dari epitel, sel ini memiliki asal yang sama
dengan sel
tipe I yang melapisi dinding alveolus.Pada sediaan histologi,
sel-sel tipe
-
17
II menampilkan ciri sitoplasma bervesikel khas atau bentukan
spons.
Vesikel ini disebabkan adanya badan lamela yang tetap disimpan
dan
terdapat dalam jaringan yang disiapkan untuk studi mikroskop
elektron.
Badan berlamel menghasilkan materi yang tersebar rata di
atas
permukaan alveolus yang membentuk lapisan ekstrasel yakni
berupa
surfaktan paru yang berfungsi untuk menurunkan tegangan
permukaan
dari sel alveolus, apabila surfaktan tidak ada maka paru akan
kolaps
ketika proses ekspirasi, surfaktan akan terus diganti secara
terus
menerus (Junquiera A, Mescher L, 2011).
(Difiore, Eroschenko PV, 2010)
Gambar 2.4 Histologi Dinding Alveolus dan Sel Alveolus
Perbesaran 1000x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
2.2.2 Duktus Alveolus
Semakin ke distal pada bronkiolus respiratorius, jumlah
muara
alveolus menuju dinding bronkiolus makin banyak. Bronkiolus
respiratorius bercabang menjadi suatu saluran yang disebut
duktus
alveolaris. Duktus alveolaris dan alveolus keduanya dilapisi
sel
-
18
alveolus yang gepeng yang sangat halus. Di lamina propria
yang
mengelilingi tepi alveolus terdapat anyaman sel otot polos,
dimana pada
ujung distal duktus alveolus sudah tidak ada. Sejumlah matriks
besar
berserat elastin dan kolagen memberikan penompang pada duktus
dan
alveolusnya. Duktus alveolus bermuara ke dalam atrium yang
berhubungan dengan saccus alveolaris. Banyak serat-serat elastin
dan
serat retikulin membentuk jalinan rumit di sekitar muara atrium,
sakus
alveolaris, dan alveoli. Serat-serat elastin yang menjadikan
alveolus
mengembang ketika inspirasi dan berkontraksi secara pasif
ketika
ekspirasi. Serat-serat retikular berfungsi untuk penunjang
yang
mencegah terjadinya pengembangan berlebih dan kerusakan
kapiler-
kapiler halus dan septa alveolar yang sangat tipis (Junquiera A,
Mescher
L, 2011).
(Difiore, Eroschenko PV, 2010) Gambar 2.5
Histologi Paru Perbesaran 400x dengan Pewarnaan
Hematoksilin-Eosin
-
19
(Novera H, Endah BPP, 2018) Gambar 2.6
Histologi Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan
Hematoksilin-Eosin
a. Alveolus b. Pembuluh darah. c. Sel makrofag alveolar
2.3 Rokok
Rokok adalah produk dari tanaman tembakau yang bertujuan
dibakar
dan dihisap dan/atau dihirup asapnya,termasuk rokok
kretek,cerutu,rokok
putih atau dalam bentuk lainnya yang dihasilkan oleh tanaman
nicotina
tabacum,nicotina rustica dan spesies lainnya yang apabila
dibakar asapnya
mengandung tar,nikotin baik menggunakan bahan tambahan atau
tidak.
Rokok biasanya berbentuk silindris dengan bahan berisi daun
tembakau
yang telah dicacah lalu dibungkus kertas, rokok umumnya memiliki
ukuran
panjang 70 hingga 120mm dengan diameter sekitar 10mm. Produk
tembakau yang dimaksud mengandung zat adiktif berbahaya bagi
kesehatan
secara langsung maupun secara tidak langsung (Infodatin,
2015).
-
20
2.3.1 E-Cigarette
Semakin meningkatnya konsumsi dan angka kematian akibat
rokok, WHO membentuk WHO Framework Convention on Tobacco
Control (WHOFCTC) untuk memberikan solusi atas epidemi
tersebut.
WHO-FCTC membentuk suatu program yang ditujukan untuk
mengurangi konsumsi rokok, yang dikenal dengan Terapi
Pengganti
Nikotin/Nicotine Replacement Therapy (NRT). Seiring dengan
perkembangan teknologi modern, beberapa industri
memprakarsai
berbagai metode NRT, salah satunya rokok elektrik atau
e-cigarette
(electronic cigarette) (WHO, 2009).
Rokok elektronik adalah rokok yang menggunakan listrik
dengan
sumber tenaga baterai, yang mengevaporasi nikotin dalam
sediaan
cairan, yang kemudian hasil evaporasinya di inhalasi seperti
rokok
konvensional, tanpa pembakaran langsung. Secara umum sebuah
rokok
elektronik terdiri dari 3 bagian yaitu : baterai, ruang
evaporasi/atomizer
bagian yang memanaskan dan menguapkan larutan nikotin), dan
tangki
e-liquid (Gambar 2.7) (William M, Trtchounian A, Talbot P,
2010).
-
21
(Thomas et al., 2015).
Gambar 2.7 Mekanisme Dasar E-cigarette
Rokok elektrik dibagi lagi sesuai generasinya yaitu generasi
pertama - dapat diisi ulang dan dibuang, dan generasi ke-2 dan
ke-3
yang menggunakan sistem tangki dan personal vaporizer (Gambar
2.8)
(Zhu SH, Sun JY, Bonnevie E, 2014). Walaupun memiliki banyak
variasi bentuk dan kapasitas, rokok elektrik menggunakan prinsip
kerja
evaporasi yang sama. Prinsip kerja ini dikenal sebagai
electronic
nicotine delivery system/ENDS (William M, Trtchounian A, Talbot
P,
2010)
-
22
(Thomas et al., 2015).
Gambar 2.8 Variasi Generasi ke-2 dan ke-3 E-cigarette
E-cigarette merupakan perangkat untuk merokok yang berisi
bahan-bahan kimia seperti nikotin, senyawa carbonyl, dan
bahan
organik volatile yang dikenal telah membahayakan kesehatan
dan
perasa dalam liquidnya serta bahan additive yang dihirup
pengguna
dengan sebutan aerosol atau biasa dikenal dengan sebutan asap.
Cara
penggunaan e-cigarette dengan cara meneteskan liquid yang
memngandung rasa ke alat e-cigarette (U.S Departement of health
and
human services, 2016).
Tabel 2.1 Tinjauan Umum tentang Konstituen dalam E-Cigarette
(Hahn J, Hengen YBM, Kohl-Himmelseher M, et al, 2014)
Agent Sampel positiv Nicotine 65 % Glycerol 94 % 1,2 propanediol
94 % Ethylene glycol 91 % 1,3 propanediol 13 % Thujone 4 % Ethyl
vanilin 26 %
-
23
Dalam studi menunjukkan bahwa setelah pengaturan keluar
aerosol/asap dari e-cigarette menyebabkan tingkat stress sel
paru lebih
ringan tingkatannya daripada konvensional akan tetapi lebih
berbahaya
daripada udara bersih, dalam liquid e-cigarette mengandung
turunan
propylene glycol setelah dipanaskan akan memproduksi
formaldehyde
yang merupakan zat karsinogenik yang ditemukan juga di rokok
konvensional (Kansas Health institute, 2016). Semua produk
dari
senyawa perasa tembakau menginduksi terjadinya kematian sel
karena
zat didalmnya menstimulasi keluarnya senyawa oxidative stress,
dan
dalam beberapa studi kasus menunjukkan bahwa setelah penggunaan
e-
cigarette tembakau secara akut menimbulkan gangguan fungsi
endotel
paru (Jessica L, Fetterman RMW, Bihua FRB, 2018).
-
24
Tabel 2.2 Bahan Kimia pada E-Cigarette dan Efek terhadap Tubuh
Chemical Detected
Concentration Range
Biological System Affected
Nicotine not detected to 36.6 mg/mL
Addiction Gastrointestinal carcinogen Raises blood pressure and
heart rate
Aldehydes Acetaldehyde 0.11 to 2.94 lg/15 puffs
Carcinogen Aggravation of alcohol-induced liver damage
Acrolein 0.044 to 6.74 lg/15 puffs
Ocular irritation Respiratory irritation
Formaldehyde 0.2 to 27.1 lg/15 puffs
Carcinogen Bronchitis, pneumonia, and increase asthma risk in
children Ocular, nasal, and throat irritant
Volatile organic compounds
Propylene glycol
0 to 82.875 mg/15 puffs
Throat and airways irritation. Carcinogen Increase asthma risk
in children
Glycerin 75 to 225 lg/15 puffs
Lipoid pneumonia Ocular, dermal, and pulmonary irritant
Toluene
-
25
Dalam berbagai penelitian serial yang dilakukan berhasil
didapatkan beberapa senyawa yang paling umum terdapat pada
aerosol
asap rokok elektrik, antara lain; tobacco-specific nitrosamin
(TSNA),
akrolein, formaldehid, nikotin, nikotirin, glisidol asetaldehid,
asetol,
diasetil glikol (DAG) dan dietilen glikol (DEG). DAG adalah zat
perisa
makanan yang menimbulkan rasa dan aroma khas seperti
mentega;
formaldehid, TSNA, DEG, dan glisidol adalah zat karsinogen;
glisidol
asetaldehid, asetol, dan akrolein adalah zat iritan kuat;
sedangkan
nikotin dan nikotirin (hasil dari pembakaran nikotin) adalah
zat
psikoaktif dengan sifat adiktif yang tinggi (Hua et al.,
2016)
2.3.2 Rokok Konvensional
Rokok konvensional adalah produk olahan tembakau yang
dikonsumsi secara inhalasi asap hasil pembakarannya, baik dengan
atau
tanpa menggunakan bahan tambahan. Merokok dewasa ini bukan
lagi
merupakan suatu tren, melainkan gaya hidup yang terkait
dengan
modernisasi dan dapat ditemukan pada berbagai lapisan
masyarakat
terlepas dari status demografinya (Triana N, Ilyas S, Hutahaean
S,
2013).
Rata-rata sebatang rokok mengandung 6 sampai 11 mg nikotin
dan menyalurkan 1 sampai 3 mg nikotin secara sistemik pada
perokok.
Pada individu yang menghisap rokok dalam jumlah yang cukup
kecil
(< 5 batang rokok/hari) untuk menghindari ketergantungan,
karena
dalam rokok terdapat zat nikotin zat inilah yang menyebabkan
-
26
ketergantungan pada individu dan ketergantungannya dapat
bertahan
sangat lama. Nikotin mudah diabsorpsi melalui kulit, membran
mukosa, dan paru-paru. Rute paru-paru menghasilkan efek SSP
yang
nyata dalam waktu tuiuh detik akan tetapi dalam setiap
hisapan
menghasilkan penguatan yang beda-beda atau penguatan
tersendiri.
Dengan 10 isapan per batang rokok, perokok yang merokok satu
bungkus per hari dapat memperkuat kebiasaannya 200 kali
sehari
(Goodman, Gilman, 2008).
Asam nikotinat adalah senyawa agonis asetilkolin larut lemak
yang dapat menimbulkan kecanduan pada perokok. Nikotin yang
dihisap dari asap rokok berikatan dengan reseptor asetilkolin
nikotinik
yang berada di sepanjang pembuluh darah, muskuloskeletal, dan
jaras
saraf pada akson terminal neuron. Perlekatan nikotin dengan
reseptornya memicu pelepasan dopamin, glutamat,
danasetilkolin.
Reaksi yang disebabkan bervariasi sesuai dengan tempat
melekatnya
nikotin pada reseptornya di tubuh. Adapun reaksi-reaksi tersebut
antara
lain (Putra, 2015).
1. Pada sistem mesolimbik yang terdiri atas tegmentum ventral
dan
nucleus akumbens, nikotin menyebabkan pelepasan glutamat
pada tegmentum ventral yang kemudian merangsang nukleus
akumbens untuk memproduksi dopamin, yang menimbulkan
reaksi psikoaktif antara lain rasa senang, peningkatan
proses
kognitif, atensi, dan daya ingat.
-
27
2. Pada sistem otot skeletal, nikotin menyebabkan relaksasi
otot.
Relaksasi otot ini merupakan efek tidak langsung dari kerja
nikotin terhadap sistem saraf.
3. Pada sistem mesolimbik nikotin juga menurunkan aktivitas
inhibisi oleh asam gamma-aminobutirat/gamma-aminobutirat
acid (GABA) pada tegmentum ventral, GABA merupakan
inhibitor dopamin yang berperan dalam mengurangi sekresi
dopamin otak.
4. Pada jaras saraf perifer, ikatan nikotin memicu
peningkatan
tekanan darah, detak jantung, kontraktilitas otot jantung,
dan
kontraksi sistem gastrointestinal.
-
28
Tabel 2.3 Senyawa dalam Asap Rokok Senyawa Efek
Fase Partikel
Tar Karsinogen Hidrokarbon
aromatik polinuklear Karsinogen
Nikotin
Stimulator, depressor ganglion,
kokarsinogen
Fenol Kokarsinogen dan
iritan
Kresol Kokarsinogen dan
iritan β-Naftilamin Karsinogen
N-Nitrosonomikotin Karsinogen Benzo(a)piren Karsinogen Logam
renik Karsinogen
Indol Akselerator tumor Karbazol Akselerator tumor Katekol
Kokarsinogen
Fase Gas
Karbonmonoksida Pengurangan transfer
dan pemakaian O2
Asam Hidrosianat Sitotoksik dan iritan Asetaldehid Sitotoksik
dan iritan
Akrolein Sitotoksik dan iritan Amonia Sitotoksik dan iritan
Formaldehid Sitotoksik dan iritan Oksida dari nitrogen
Sitotoksik dan iritan
Nitrosamin Karsinogen Hidrozin Karsinogen
Vinil Klorida Karsinogen (Purnamasari Y, 2006)
Lebih dari 4000 jenis bahan kimia terkandung dalam rokok,
dimana 400 dari bahan tersebut meracuni tubuh ,dan 40 dari
bahan
tersebut bisa menyebabkan kanker, beberapa zat dalam rokok
yang
perlu dipahami adalah sebagai berikut : (Aula E, 2010)
1. Nikotin
Nikotin merupakan zat yang menyebabkan ketergantungan
apabila penggunaan jangka lama dapat menyebabkan
-
29
kelumpuhan otak dan rasa serta akan terjadi peningkatan
adrenalin yang menyebabkan jantung akan berdebar lebih cepat
dan bekerja keras, artinya jantung memerlukan pasokan
oksigen
yang lebih banyak aga dapat memompa secara normal. Nikotin
menyebabkan terjadinya pembekuan darah dan resiko terjadinya
serangan jantung. Kadar nikotin yang dihisap dengan kadar
lebih
dari 30 mg akan menyebabkan kematian, dalam satu batang
rokok
rata-rata mengandung nikotin 0,1-1,2 mg.
2. Karbon monoksida
Seperti halnya ditemukan pada asap kendaraan bermotor,
karbon
monoksida menggantikan setidaknya 15% jumah oksigen yang
biasanya di bawa oleh sel darah merah hasilnya oksigen pada
perokok menjadi berkurang pada jantung tentu hal ini menjadi
faktor resiko terjadinya serangan jantung dan penyakit pada
paru.
Karbon monoksida juga dapat merusak lapisan pembuluh darah
dan dapat meningkatkan kadar lemak dinding pembuluh darah
yang berakibat pada penyumbatan.
3. Tar
Tar digunakan untuk melapisi aspal atau jalan raya, pada
rokok
tar menrupakan zat pemicu terjadinya kanker dan merusak sel
paru, sebagian lainnya berupa penumpukan zat-zat
kapur,nitrosamine,cadmium,nikel dan B-naphthylamine. Tar
bukanlah zat tunggal akan tetapi terdiri dari ratusan bahan
kimia
gelap dan lengket dan tergolong sebagai racun penyebab
kanker.
-
30
4. Arsenic
Arsenic merupakan zat yang biasanya digunakan untuk
membunuh serangga yang berasa dari unsur nitrogen oksida dan
ammonium karbonat.
5. Amonia
Ammonia adalah gas tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen
dan hydrogen memiliki bau tajam dan mudah memasuki tubuh
dan apabila zat ini disuntikkan ke manusia bisa langsung
pingsan.
6. Formid acid
Formid acid tidak berwarna dan bisa bergerak bebas cepat
yang
dapat menyebabkan lepuh, bertambahnya zat ini dalam
sirkulasi
darah menyebabkan pernafasan menjadi lebih cepat.
7. Acrolein
Acrolein adalah zat yang tidak berwarna dan mengandung
sedikit
banyak alcohol dan cairan ini juga mengganggu kesehatan.
8. Hydrogen cyanide
Hydrogen cyanide merupakan zat yang paling ringan mudah
terbakar dan efisien untuk menghalangi saluran pernafasan,
dan
sedikit saja cyanide masuk ke dalam utbuh bisa mengakibatkan
kematian.
9. Nitrous oksida
Adalah sejenis gas tidak berwarna, jika gas ini terhirup maka
akan
menimbulkan efek rasa sakit.
-
31
10. Formaldehyde
Zat ini banyak digunakan untuk pengawet dalam laboratorium
(formalin).
11. Phenol
Phenol adalah campuran yang Kristal dari destilasi beberapa
zat-
zat organic seperti halnya kayu dan arang. Phenol terikat
pada
protein dan menghalangi aktivitas kerja enzim.
12. Acetol
Hasil dari pemanasan aldehyde (zat yang jenisnya bebas
bergerak
dan tidak berwarna) dan mudah menguap apabila dengan
alcohol.
13. Hydrogen sulfide
Hydrogen sulfide adalah gas beracun yang mudah terbakar dan
baunya menyengat, zat ini menghalangi oksidasi enzim.
14. Pyridine
Merupakan cairan yang tidak berwarna dengan bau yang tajam.
Zat ini digunakan untuk mengubah sifat alcohol sebagai
pelarut
dan digunakan untuk pembunuh hama.
15. Methyl chloride
Methyl chloride merupakan campuran dari zat bervalensi satu
dengan unsur berupa hydrogen dan karbon serta memiliki sifat
beracun.
-
32
16. Methanol
Methanol ialah sejenis cairan ringan yang mudah menguap dan
terbakar, apabila mengkonsumsi methanol dapat menyebabkan
kebutaan hingga kematian.
2.3.3 Bahaya Merokok Terhadap Kesehatan
Zat kimia dari beberapa jenis produk tertentu memiliki
kecenderungan kuat untuk menjadikan adanya mutasi. Zat kimia
yang
dapat menjadikan mutasi disebut karsinogen. Karsinogen yang saat
ini
menjadi penyebab jumlah kematian terbanyak yaitu asap rokok.
Asap
rokok menyebabkan seperempat dari semua kasus kematian
akibat
kanker. Infeksi kronis yang disebabkan karena rokok dapat
mengiritasi
bronkus dan bronkiolus. Infeksi kronis menyebabkan
melemahnya
mekanisme pertahanan normal pada saluran nafas, termasuk
kelumpuhan sebagian silia pada epitel pernapasan karena efek
nikotin
(Guyton C, Hall JE, 2011).
-
33
(Agnieszka S, Aleksandra R, Aleksander A, et al, 2018) Gambar
2.9
Efek Paparan Rokok terhadap Sistem Tubuh
Keracunan nikotin yang berat dan akut terjadi secara cepat
dengan gejalanya meliputi mual, hyper salivasi, nyeli
abdomen,
muntah, diare, gangguan mental, rasa lemah ,sakit kepala,
pusing,
berkeringat dingin,, gangguan pendengaran dan penglihatan.
Selanjutnya, terjadi pingsan dan lemah yang hebat serta dengan
tekanan
darah turun, dyspneu , denyut nadi yang melemah dengan irama
cepat
dan tidak teratur, terjadinya kolaps paru mungkin diikuti
dengan
-
34
konvulsi pada akhir. Kematian dapat terjadi dalam beberapa
menit
setelah mengalami gagal pernapasan (Goodman, Gilman, 2008).
Merokok dapat menyebabkan penyakit paru obstruktif (emfisema
dan bronkitis kronik), akan tetapi merokok juga berkaitan
dengan
penyakit restriktif atau interstisialis. Pneumonia
insterstisialis
deskuamatif (desquamative interstitial pneumonia DIP) dan
bronkiolitis respiratorik merupakan dua contoh penyakit paru
intestisialis yang berkaitan dengan merokok (Kumar VK, Abbas
A,
Aster J, 2013).
(U.S Departement of health and human services, 2016)
Gambar 2.10 Bahaya Merokok bagi Tubuh
pada Perokok Aktif dan Perokok Pasif
-
35
(Agnieszka S, Aleksandra R, Aleksander A, et al, 2018)
Gambar 2.11 Respon Imun Lokal akibat Paparan Rokok
2.3.4 Hubungan Asap Rokok dengan Gambaran Histologis Paru
Asap rokok pada saluran napas akan secara langsung mendorong
pergerakan makrofag, limfosit, dan neutrofil. Partikel dan asap
rokok
yang masuk akan mengaktifkan mediator inflamasi dan faktor
kemotatik, yaitu tumor necrosis factor-a (TNF-a), interleukin
IL-6,
interleukin IL-8, monocyte chemotactic peptide (MCP)-1,
leukotriene
LTB4 dan reactive oxygen species, and sekresi enzim
proteolytic
(khususnya MMP-9 dan MMP-12). Faktor kemotatik terutama
interleukin IL-8 dan leukotriene LTB4 akan mempengaruhi
pergerakan
neutrofil menuju ke saluran pernapasan, sehingga
mempengaruhi
pengeluaran produksi dari kelenjar lendir submukosa dan
perkembangan sel goblet yang berlebihan (Angelis N, Porpodis
K,
Zarogoulidis P, et al., 2014). Neutrofil akan mensekresi
protease serin,
-
36
termasuk NE (neutrofil elastase), cathepsin G dan proteinase-3,
serta
MMP-8 dan MMP-9, yang berkontribusi terhadap kerusakan
paru-paru.
Neutrofil bermigrasi ke saluran pernapasan bawah akibat
rangsangan
dari faktor kemotaktik neutrofil, yang meliputi IL-8.
Kelangsungan
hidup neutrofil pada saluran pernapasan dipengaruhi oleh
sitokin,
seperti GM-CSF (granulocyte/makrofag colony-stimulating factor)
dan
G-CSF (granulocyte colonystimulating factor). Selain itu,
peningkatan
jumlah sel T juga terlihat pada perokok. Sel T meningkatkan
kadar CD4
+ dan CD8 + di dinding saluran napas. CD 8 yang disekresikan
oleh sel
T yang penting untuk resolusi infeksi virus, namun bila
berlebihan
dapat menimbulkan kerusakan akibat inflamasi paru-paru dan
penurunan fungsi paru-paru. Persentase jumlah mediator
inflamasi
yang terdiri dari neutrofil, makrofag, sel CD4, CD8 + sel, sel-B
dan
limfosit juga menentukan banyaknya peradangan yang terbentuk
pada
saluran nafas (Vlahos R. Bozinovski S, 2014).
Asap dari sebatang rokok dapat menjadikan silia lumpuh dalam
beberapa jam, dengan pemaparan yang berulang akhirnya
menimbulkan kerusakan silia. Ketidakmampuan silia dalam
menyapu
keluar mukus yang berisi partikel asing yang terus-menerus
datang
menyebabkan zat karsinogen yang terhirup tetap berada di saluran
nafas
dalam waktu lama. Selain itu, asap rokok melumpuhkan
makrofag
alveolus. Partikel di asap rokok tidak saja melumpuhkan
makrofag
tetapi juga zat tertentu dari asap rokok memiliki efek toksik
yang secara
langsung pada makrofag, yakni mengurangi kemampuan makrofag
-
37
untuk menelan benda asing. Selain itu, zat-zat beracun dalam
asap
rokok juga menimbulkan iritasi lapisan mukosa saluran napas,
sehingga
menyebabkan produksi mucus yang berlebihan, dan secara tidak
langsung akan menyumbat secara parsial saluran nafas (Sherwood
L,
2013). Rokok merupakan salah satu polutan berupa gas yang
mengandung berbagai bahan kimia antara lain nikotin, karbon
monoksida, tar dan eugenol (dalam rokok kretek). Asap rokok
yang
merupakan sumber radikal bebas dapat mempengaruhi
metabolisme
makrofag (Dietrich M, Gladys B, Edward PN, et al, 2009).
Makrofag
alveolar yang terstimulasi oleh paparan asap rokok akan
terjadi
inaktivasi dari α1-AT sebagai proteinase inhibitor dan
mensekresi
sitokin proinflamasi (TNF α, IL-1, IL-2, IL-8, LTB4) dalam
paru-paru
melalui dua jalur yaitu dengan cara produksi elastase
sebagai
metalloenzim yang mempunyai peranan dalam menghidrolisis
α1-AT
dan memproduksi reactive oxygen species (ROS) yang akan
menghambat α1-AT. Elastase dapat merusak beberapa struktur
dari
protein paru, salah satunya adalah adanya destruksi septum
alveolar
(Kumar VK, Abbas A, Aster J, 2013). Kerusakan paru yang
terjadi
akibat asap rokok berupa terjadinya pelebaran lumen
alveolus,
penebalan dinding alveolus, dan peradangan alveoulus yang
ditandai
dengan meningkatnya jumlah leukosit pada alveolus (Dietrich
M,
Gladys B, Edward PN, et al, 2009).
Paparan terhadap toksin yang dihirup ketika merokok
mengakibatkan kematian sel epitel,radang dan proteolysis dari
sel
-
38
matrik ekstrasel. Pada beberapa orang yang rentang dalam
artian
ketahanan hidup sel mesenkim dan fungsi perbaikan dalam
tubuhnya
terganggu oleh efek langsung dari paparan substansi toksin
yang
dihirup dan mediator inflamasi. Akibatnya akan terjadi hilangnya
sel-
sel structural pada dinding alveolus dan komponen matriks yang
ada
didalamnya (Kumar VK, Abbas A, Aster J, 2013).
Secara biokimiawi, asap rokok meningkatkan sintesa elastase
dan
menurunkan produksi antiprotease yang merugikan pertahanan
tubuh.
Elastase merusak struktur paru-paru, salah satunya adalah
destruksi
septum alveolar. Asap rokok dapat menyebabkan terjadinya
oedema
paru karena asap rokok meningkatkan tahanan jalan nafas dan
menaikkan permeabilitas endotel kapiler sehingga protein
plasma
keluar bersama cairan dan tertimbun di jaringan. Oedema yang
terjadi
mula-mula hanya terdapat pada jaringan interstitiel pada septum
alveoli
yang selanjutnya menjadi oedema alveolar dimana cairan
bergerak
yang bergerak dalam alveoli ini jika berlebihan akan mendesak
septum
alveoli sehingga septum menipis kemudian atrofi (Bittar EE,
2007).
-
39
(Siwa PA, 2015) Gambar 2.12
Histologi Oedema Paru Tikus Perbesaran 400x dengan Pewarnaan
Hematoksilin-Eosin
(Siwa PA, 2015)
Gambar 2.13 Histologi Destruksi Septum Alveolar pada Paru
Tikus
Perbesaran 400x dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
-
40
(Siwa PA, 2015) Gambar 2.14
Histologi Infiltrasi Sel Radang pada Paru Tikus Perbesaran 400x
dengan Pewarnaan Hematoksilin-Eosin
Radikal bebas adalah spesies kimia mengandungi sebuah
elektron
tanpa pasangan pada orbit luar. Situasi kimia yang demikian
tidak
stabil, dan radikal bebas akan bergabung dengan zat kimia
anorganik
atau organic, apabila timbul dalam sel radikal bebas tersebut
akan
menyerang asam nukleat dan berbagai protein sel dan juga lipid.
Di
samping itu, radikal bebas menyebabkan molekul yang bereaksi
dengannya akan berubah menjadi sebuah radikal bebas lain,
sehingga
akan terjadi suatu rangkaian kerusakan. Spesies oksigen reaktif
(ROS)
adalah radikal bebas yang berasal dari oksigen yang berperan
jelas pada
jejas sel. Jejas sel terjadi karena kerusakan oleh radikal
bebas, keadaan
ini termasuk dalam reperfusi iskemia ,jejas kimia dan radiasi,
toksin
dari oksigen serta gas lain, penuaan sel, kematian mikroba sel
fagosit,
dan kerusakan jaringan akibat sel radang. Selain peranan ROS
sebagai
penyebab jejas sel serta kematian mikroba, kadar ROS yang
cukup
-
41
rendah juga dijumpai pada berbagai mekanisme sinyal sel serta
pada
reaksi fisiologis. Dengan demikian, molekul ini akan diproduksi
pada
keadaan normal, akan tetapi untuk menghindari efek yang
cukup
merugikan, kadar intrasel pada sel sehat akan diatur ketat.
(Kumar VK,
Abbas A, Aster J, 2013). Merokok menyebabkan meningkatnya
jumlah
sirkulasi fagosit dan fagosit yang muncul dapat menstimulasi
timbulnya
sistem Reactive Oxygen Species (ROS). Peningkatan jumlah
fagosit
yang teraktivasi dapat menambah stress oksidatif lebih besar
daripada
stress oksidatif akibat merokok itu sendiri. Kejadian yang
penting
adalah jejas pada jaringan merupakan peningkatan adhesi
perlekatan
fagosit pada dinding kapiler, yang sebelumnya didahului oleh
perlekatan fagosit ke dalam jaringan dan merupakan pusat proses
imun
dan inflamasi terutama jejas pada jaringan yang berhubungan
dengan
ROS (Purnamasari Y, 2006).