Top Banner
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep Supply Chain Supply Chain (Rantai Pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksinya dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik. Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing – masing perusahaan, dan pemecahannya dititik beratkan pada pemecahan secara intern diperusahaan masing – masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan dasar samapai barang jadi yang dipakai konsumen akhir,
44

BAB II

Oct 31, 2014

Download

Documents

Landasan Teori
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB II

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Supply Chain

Supply Chain (Rantai Pengadaan) adalah suatu sistem tempat organisasi

menyalurkan barang produksinya dan jasanya kepada para pelanggannya. Rantai ini

juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan yang

mempunyai tujuan yang sama, yaitu sebaik mungkin menyelenggarakan pengadaan

atau penyaluran barang tersebut.

Konsep supply chain merupakan konsep baru dalam melihat persoalan logistik.

Konsep lama melihat logistik lebih sebagai persoalan intern masing – masing

perusahaan, dan pemecahannya dititik beratkan pada pemecahan secara intern

diperusahaan masing – masing. Dalam konsep baru ini, masalah logistik dilihat

sebagai masalah yang lebih luas yang terbentang sangat panjang sejak dari bahan

dasar samapai barang jadi yang dipakai konsumen akhir, yang merupakan mata

rantai penyediaan barang. Oleh karena itu manajemen supply chain dapat

didefinisikan sebagai berikut :

Manajemen supply chain menggunakan pendekatan yang efisien terhadap

seluruh pelanggan, pabrik, gudang dan persediaan. Oleh karena itu barang – barang

dagangan dihasilkan dan didistribusikan dengan jumlah yang tepat, lokasi yang tepat,

waktu yang tepat pada pesanan untuk mengurangi ongkos sambil memberikan

keperluan tingkat pelayanan yang memuaskan.

Page 2: BAB II

2.2 Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

Istilah sistem pendukung keputusan mengacu pada “situasi dimana sistem

“final” dapat dikembangkan hanya melalui adaptife proses pembelajaran dan

evolusi”. Sistem Pendukung Keputusan didefinisikan sebagai hasil dari

pengembangan proses dimana sistem pendukung keputusan, dan sistem pendukung

keputusan itu sendiri, semuanya bisa saling mempengaruhi yang tercermin pada

evolusi dan pola – pola yang digunakan.

2.2.1 Konsep Dasar Sistem Pendukung Keputusan

Sistem pendukung keputusan disebut juga dengan Decision Support System

(DSS), yaitu sistem yang mampu mengamati atau meningkatkan jalannya bisnis. DSS

juga merupakan Sistem Informasi interaktif yang menyediakan informasi,

pemodelan, dan pemanipulasi data serta menyediakan informasi pemecehan masalah

maupun kemampuan komunikasi dalam memecahkan masalah. Definisi awalnya

adalah suatu sistem yang ditujukan untuk mendukung manajemen pengambilan

keputusan.

DSS adalah sistem berbasis model yang terdiri dari prosedur – prosedur dalam

pemrosesan data dan pertimbangannya untuk membantu manajer dalam mengambil

keputusan. Agar hasil mencapai tujuannya maka system tersebut harus : (1)

sederhana, (2) robust, (3) mudah untuk dikontrol, (4) mudah beradaptasi, (5) lengkap

pada hal – hal penting, (6) mudah berkomunikasi dengannya. Secara implisit juga

berarti bahwa sistem ini juga berbasis computer dan digunakan sebagai tambahan

dari kemampuan penyelesaian masalah seseorang.

Page 3: BAB II

2.2.2 Phase – Phase Pengambilan Keputusan

Dalam pengambilan keputusan perlu dilakukan beberapa tahapan. Phase

Pengambilan Keputusan menurut Simon (1996) :

a. Intelligence

Kegiatan untuk mengenali masalah, kebutuhan atau kesempatan

atau pencarian kondisi yang membutuhkan keputusan (cari informasi,

identifikasi objective).

b. Design

Cara – cara untuk memecahkan masalah atau memenuhi

kebutuhan, mencari, membangun dan menganlisis kemungkinan solusi

(manipulasi informasi, cari alternatif, beri bobot resiko/benefit pada

alternatif).

c. Choice

Memilih satu solusi untuk diimplementasikan (pilih yang paling

“baik”, statistik altenatif, jelaskan, terangkan)

d. Implementasi yang disertai dengan pengawasan dan koreksi yang

diperlukan.

2.2.3 Karakteristik dan Tujuan Sistem Pendukung Keputusan (SPK)

Sprague dan Carlson mendefinisikan DSS dengan cukup baik, sebagai system

yang memiliki lima karakteristik utama (Sprague et.al., 1993):

1. Sistem yang berbasis komputer

2. Dipergunakan untuk membantu para pengambil keputusan

Page 4: BAB II

3. Untuk memecahkan masalah – masalah rumit yang mustahil dilakukan

dengan kalkulasi manual

4. Melalui cara simulasi yang interakatif

5. Dimana data dan model analisis sebagai komponen utama

Karakteristik 4 dan 5 merupakan fasilitas baru yang ditawarkan oleh DSS

belakangan ini sesuai dengan perkembangan terakhir kemajuan perangkat komputer.

Sedangkan tujuan DSS (Turban, 2005) yaitu :

1. Membantu manajer dalam pengambilan keputusan atas masalah semi

terstruktur

2. Memberikan dukungan atas pertimbangan manajer dan bukannya

dimaksudkan untuk menggantikan fungsi manajer

3. Meningkatkan efektivitas keputusan yang diambil manajer lebih dari

pada perbaikan efisiensinya

4. Kecepatan komputasi

5. Peningkatan produksi

6. Dukungan kualitas

7. Berdaya saing

8. Mengatasi keterbatasan kognitif dalam pemrosesan dan penyimpanan

Page 5: BAB II

2.3 Evaluasi dan Pemilihan Supplier

Studi tentang pemilihan supplier sudah relative lama. Analisa kriteria dan

pengukuran performansi supplier telah menjadi perhatian peneliti dan praktisi.

Banyak kriteria yang dapat dipergunakan untuk memilih supplier antara lain kualitas,

delivery time, kapasitas dan harga. Lambert (1998) menyatakan terdapat banyak

metoda atau pendekatan yang dapat dipergunakan untuk memilih supplier, tetapi

tidak ada metoda yang terbaik untuk semua jenis perusahaan. Konsistensi dalam

penggunaan dalam pemilihan supplier merupakan hal yang terpenting untuk

meningkatkan obyektifitas proses.

Salah satu metoda untuk memilih atau mengevaluasi supplier (Lambert, 1998)

sebagai berikut :

Tabel 2.1 : Evaluasi dan Pemilihan Supplier

Supplier Faktor

Rating of supplier (1=worst

rating : 5 = highest

rating) 1 2 3 4 5

Importance of factor to your firm (0 = no importance: 5= highest

importance) 0 1 2 3 4 5

Weighted Composite Rating (0 =

minimum: 25 = maximum)

A Price

-

-

Page 6: BAB II

-

after sales

service

Total for supplier A

B Price

-

-

-

after sales

service

Total for supplier B

Sumber : Lambert, 1998

Supplier yang terpilih adalah supplier yang memiliki total weighted composite

rating terbesar. Penilian supplier atau rating of supplier dalam metoda Lambert

(1998) hanya diberi 3 macam skor yaitu 3 untuk yang baik, 2 untuk yang sedang, 1

untuk yang jelek. Penilaian yang berdasarkan data supplier dan dibandingkan dengan

ukuran penilaian.

Page 7: BAB II

Tabel 2.2 Kriteria dan ukuran penilaian pemilihan supplier batubara

NO Kriteria Indikator Ukuran Penilaian Skor

1 Ketepatan pengiriman

Persentase pengiriman tepat waktu (PTW)

PTW ≥ 95% 80% ≤ PTW < 95%

PTW < 80%

32

1

2 Kualitas Persentase pengiriman dengan produk baik (KP)

KP ≥ 95%90% ≤ KP < 95%

KP < 90%

32

1

3 Kemampuan pemenuhan order

Persentase order yang dipenuhi (PO)

PO ≥ 95%90% ≤ PO < 95%

PO < 90%

32

1

4 Fluktuasi harga Ratio harga supplier dengan harga patokan (RSP)

RSP ≤ 0,750,75 ≤ RSP < 1

RSP ≥ 1

32

1

5 Respon supplier Persentase complain yang mendapat respon (KMR)

KMR = 100% atauTidak ada komplain

75% < KMR < 100%KMR ≤ 75%

3

21

Sumber : Lambert, 1998

Didalam proses evaluasi dan pemilihan supplier, aktivitas yang paling penting

adalah memilih penyalur yang terbaik dari sejumlah supplier. Proses pembelian

merupakan kegiatan yang kompleks karena banyaknya alasan yang harus

dipertimbangkan ketika membuat keputusan pemilihan supplier. Proses tersebut

meliputi 12 langkah berikut ini :

Page 8: BAB II

1. Mengidentifikasi kebutuhan

2. Menetapkan spesifikasi

3. Mencari alternatif

4. Menetapkan kontrak

5. Menetapkan pembelian dan ukuran – ukuran pemakaian

6. Mengevaluasi alternative tindakan pembelian

7. Menentukan ketersediaan anggaran

8. Mengevaluasi alternatif yang spesifik

9. Merundingkan dengan para penyalur,

10. Membeli,

11. Menggunakan, dan

12. Evaluasi penyaluran pembelian.

Dari 12 langkah proses pembelian ini tidak mutlak dilakukan kecuali jika

keputusan adalah baru, jika keputusan telah dibuat sebelumnya (pembelian rutin),

langkah – langkah tersebut dapat dikurangi.

Dalam pembelian para manajer boleh mempertimbangkan beberapa atau semua

atribut yang berikut ini ketika memutuskan melakukan pembelian :

1. Lead time

2. Variabilitas lead time

3. Persentase ketepatan pengiriman

4. Persentase persediaan bahan baku

5. Pemesanan dalam waktu yang tepat

Page 9: BAB II

6. Kemampuan untuk mempercepat

7. Jatuh tempo yang disebabkan oleh kesalahan penjualan, pengiriman

parsial, dan penyerahan yang terlambat

8. Produk tahan uji

9. Mengurangi pemeliharaan atau operasi

10. Produk rusak disebabkan oleh material atau part yang cacat

11. Kualitas jelek

12. Spesifikasi secara teknik

13. Teknik pelatihan jasa

14. Persaingan harga

15. Kepercayaan dalam proses penjualan

16. Pengalaman dengan pemasok

17. Kedudukan seluruh pemasok

18. Bagian keuangan

19. Penyesuaian dengan pembelian sesuai kebutuhan perusahaan

20. Kemampuan merancang alat

Di dalam suatu studi pembeli para manajer, dikenali dengan enam kategori

utama yang telah dibeli oleh kebanyakan perusahaan :

1. Komponen

2. Raw material

3. Operating penyalur

4. Peralatan pendukung

Page 10: BAB II

5. Peralatan proses

6. Services

Pada tahun 1980 dan tahun 19090-an, banyak perhatian untuk peningkatan

produktivitas yang menyebabkan perhatian memuaskan pada manajemen fungsi

pembelian dan pada pengembangan dengan mengurangi jumlah para penyalur.

Dalam rangka menentukan dampak pencapaian penyalur pada tingkat produktivitas,

pencapaian harus diukur dan dievaluasi. Berikutnya, data yang di dapat digunakan

untuk mengidentifikasi pemasok dengan berbagai perusahaan yang diharapkan untuk

pengembangan hubungan jangka panjang, untuk menidentifikasi permasalahan

sedemikian sehingga tindakan korektif dapat diambil, dan untuk merealisirkan

peningkatan produktivitas.

Berbagai prosedur evaluasi adalah penting, tidak ada metoda terbaik yang

mendekati, hal yang penting adalah untuk mengambil beberapa evaluasi prosedur

dapat digunakan. Tabel 2-1 memperlihatkan contoh dari evaluasi prosedur, manajer

harus mengidentifikasi semua para penyalur potensial untuk melakukan pembelian.

Langkah yang berikutnya adalah untuk mengembangkan daftar atribut dengan

memilih untuk mengevaluasi setiap pemasok/penyalur. Pertama atribut harus

ditentukan, capaian dari penyalur individu penyalur harus dievaluasi pada atribut

masing – masing ( Produk handal, harga, memesan tepat waktu). Skala five point ( 1

= tingkat yang buruk, 5 = tingkat tertinggi ) digunakan sebagai ilustrasi, tetapi skala

yang lain bias digunakan.

Page 11: BAB II

Setelah mengevaluasi para penyalur atas atribut masing – masing, manajemen

harus menentukan pentingnya masing – masing atribut untuk perusahaan. Sebagai

contoh keandalan produk memliki arti penting kepada perusahaan, atribut itu akan

diberi arti penting yang paling tinggi yang menilai. Jika harga bukanlah sepenting

seperti kehandalan produk, manajemen akan menetukan harga dibawah level

kualitas.

Langkah yang berikutnya adalah untuk mengembangkan suatu ukuran

gabungan dihargai untuk masing – masing atribut. Ini yang dilasanakan dengan

perkalian penilaian/beban maksimum penyalur itu untuk suatu atribut oleh atribut

penting tersebut. Penambahan gabungan membuat prestasi untuk masing – masing

penyalur menyediakan suatu keseluruhan penilaian/beban maksimum yang dapat

digunakan untuk para penyalur, Yang lebih tinggi gabungan mencetak prestasi,

semakin dekat supplier memenuhi kebutuhan dan spesikasi itu memperoleh

perusahaan. Salah satu dari keuntungan – keuntungan pendekatan ini adalah

memaksa manajemen untuk menyusun unsur yang penting dalam membuat

keputusan dan untuk mempertanyakan metoda, asumsi, dan prosedur.

Implementasi suatu metoda evaluasi pencapaian pemasok didalam suatu kotak

dirakit untuk industri pelayanan kesehatan mengakibatkan suatu pengurangan

didalam banyaknya penyalur, hubungan yang semakin dengan para penyalur, dan

sisanya 34 persen pengurangan didalam inventaris komponen di dalam bulan awal.

Setelah dua penuh digunakan laporan pelaksanaan yang awal triwulanan, para

pembeli yang telah mengurangi inventaris komponen lebih dari 60 persen.

Page 12: BAB II

2.4 Analytical Hierarchi Proses (AHP)

Analytical Hierarchi Proses (AHP) mulai dikembangkan oleh Thomas L

Saaty (1986), seorang matematikawan di Universitas Of Pittsburg, Amerika Serikat

pada awal tahun 1970-an.

Proses pengambilan keputusan pada dasarnya adalah memilih suatu alternatif.

Peralatan utama Analytical Hierarchi Proses (AHP) adalah sebuah hirarki fungsional

dengan input utamanya persepsi manusia. Kegunaan utama AHP adalah untuk

menyelesaikan masalah yang menyangkut suatu keadaan kompleks atau berkerangka

dengan rinci keadaan yang kompleks tersebut kedalam komponen – komponennya.

Komponen – komponen (variabel – variabel) tersebut diatur dalam bentuk

hirarki, selanjutnya diberikan bobot verbal atau bobot numerik pada variabel –

variabel tersebut dengan cara membandingkan berpasangan. Pada akhirnya dilakukan

sintesis dari pendapat tadi untuk menentukan variable mana yang memiliki prioritas

tertinggi yang keluar sebagai hasil analisis, baik dalam penilaian relatif maupun

penilaian secara absolute.

Analytical Hierarchi Proses merupakan sebuah kegiatan pengambilan

keputusan yang bersifat kompleks dengan kriteria majemuk. Pada dasarnya ada dua

pendekatan yang dilakukan pada metode ini, yaitu :

1. Pendekatan Deduktif

Pendekatan ini memandang suatu masalah sebagai suatu jaringan

dengan masing – masing entiti yang mempunyai fungsi tersendiri.

Page 13: BAB II

Hubungan antara entiti kemudian dijadikan acuan untuk menganalisis

keseluruhan.

2. Pendekatan Sistem

Pendekatan ini memandang suatu masalah sebagai suatu sistem.

Fokus analisisnya adalah bagaimana sistem tersebut bereaksi dengan

kondisi luar, melalui mekanisme umpan balik yang terlupakan pada

pendekatan deduktif.

Dengan menyatukan dua pendekatan tersebut, maka diharapakan pendekatan

yang lebih rinci dan komperhensif. Hal ini dilakukan oleh Prof. Thomas L Saaty

(1986), seorang guru besar matematika dari Universitas Of Pittsburg.

2.4.1 Prinsip Pokok Analytical Hierarchi Proses (AHP)

Pengambilan keputusan dalam metodologi keputusan analytical hierarchi

proses didasarkan atas 3 prinsip pokok (Kadarsyah :1998) yaitu :

1. Penyusunan Hirarki

Penyusunan hirarki permasalahan merupakan langkah untuk

mendefinisikan masalah rumit dan kompleks sehingga menjadi lebih

jelas dan detail. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan

pihak – pihak yang memiliki keahliaan dan pengetahuan dibidang yang

bersangkutan.

2. Penentuan Prioritas

Prioritas dari elemen – elemen kriteria dapat dipandang sebagai

bobot/kontribusi elemen tersebut terhadap tujuan pengambilan

Page 14: BAB II

keputusan. Analytical Hierarchi Proses melakukan analisis prioritas

elemen dengan metode perbandingan berpasangan antar dua elemen

sehingga seluruh elemen yang ada tercakup. Prioritas ini ditentukan

berdasarkan pandangan para pakar dan pihak – pihak yang

berkepentingan terhadap pengambilan keputusan baik secara langsung

maupun tidak langsung.

3. Konsistensi Logis

Konsistensi jawaban para responden dalam menentukan prioritas

elemen merupakan prinsip pokok yang akan melakukan validitas data

dan hasil pengambilan keputusan secara umum, responden harus

memiliki konsistensi dalam melakukan perbandingan elemen. Jika

A>B dan B>C, maka secara logis responden harus menyatakan bahwa

A>C berdasarkan nilai - nilai numerik yang disediakan oleh Saaty.

(Saaty : 1986).

Untuk menggunakan prinsip – prinsip tersebut Analytical Hierarchi Proses

menyatukan kedua aspek kualitatif dan kuantitatif, yaitu :

1. Secara kualitatif Analytical Hierarachi Proses mendefinisikan

permasalahan dan penilaian untuk mendapatkan permasalahan

2. Secara kuantitatif Analytical Hierarchi Proses melakukan perbandingan

dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan

Page 15: BAB II

Namun tidak menutup kemungkinan, bahwa model – model lainnya ikut

dipertimbangkan pada saat proses pengambilan kepututsan dengan pendekatan

Analytical Hierarchi Proses, khususnya dalam memahami para pengambil

kepututsan individu – individu pada saat proses penerapan pendekatan ini (Yahya,

1995).

2.4.2 Kegunaan Analytical Hierarchi Proses (AHP)

Analytical Hierarchi Proses (Saaty : 1986) sangat berguna dalam masalah –

masalah kompleks yang tidak terstruktur, tidak memiliki data tertulis yang cukup,

seperti permasalahan:

1. Perencanaan

2. Penentuan alternative

3. Penyusunan prioritas

4. Pemilihan kebijakan (policy)

5. Alokasi sumber

6. Penentuan kebutuhan

7. Peramalan hasil

8. Perencanaan performance

9. Optimasi

10. Pemecahan konfliks

Page 16: BAB II

2.4.3 Langkah – Langkah dan Prosedur Analytical Hierarchi Proses

Secara umum langkah – langkah yang harus dilakukan dalam penggunaan

Analytical Hierarchi Proses untuk memecahkan suatu masalah (Kadarsyah, 1998)

yaitu :

1. Mendefinisikan permasalahan dan menentukan tujuan. Bila Analytical

Hierarchi Proses digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan

alternatif, pada tahap ini dilakukan pengembangan alternative

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilakukan

dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif – alternatif pada

tingkat kriteria yang paling bawah

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kondisi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing – masing

tujuan atau sub kriteria setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan

berdasarkan “judgment” dari pengambil keputusan dengan menilai

tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan dengan elemen lainnya

4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment

seluruhnya sebanyak n x {(n-1)/2} buah, dengan n adalah banyaknya

elemen yang dibandingkan

5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak

konsisten maka pengambilan data diulangi

6. Mengulangi langkah 3,4 dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki

7. Menghitung vektor eigen dari setiap matrik perbandigan berpasangan.

Nilai vector eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk

Page 17: BAB II

mengsintesis judgment dalam penentuan prioritas elemen – elemen

pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan

8. Memeriksa konsistensi hirarki, jika nilainya lebih dari 10% maka

penilaian data judgment harus diperbaiki

2.4.4 Penyusunan Struktur Hirarki Masalah

Pada tingkat paling atas hirarki dinyatakan tujuan atau sasaran dari sistem yang

akan dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan

tersebut. Hirarki seperti ini dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah ini :

Gambar 2.1 : Struktur Penyusunan Hirarki

Sumber : Saaty, 1986

Tujuan

Sub Tujuan Sub Tujuan

KriteriaKriteria Kriteria Kriteria

Page 18: BAB II

Menurut Kuntoro Mangkusubroto dan Listiani Trisnadi, beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam melakukan proses penjabaran ini adalah sebagai berikut :

1. Pada waktu penjabaran tujuan ke sub tujuan, kita harus memperhatikan

apakah setiap aspek dari tujuan yang lebih tinggi tercakup dalam sub

tujuan tersebut

2. Meskipun syarat yang diatas terpenuhi, kita perlu menghindari

terjadinya pembagian yang telampau banyak, baik dalam arah

horizontal dan vertikal

3. Sebelum menetapkan tujuan untuk menjabarkan menjadi hirarki tujuan

yang lebih rendah, kita dapat melakukan test kepentingan apakah tujuan

atau hasil yang terbaik dapat diperoleh jika tujuan tersebut tidak

dimasukkan

Suatu hirarki dalam Analytical Hierarchi Proses merupakan kumpulan yang

tersusun dalam beberapa tingkat, dimana tiap tingkat mencakup beberapa elemen

yang homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan pembentukan elemen –

elemen yang berada dibawahnya. Untuk memastikan bahwa kriteria yang dibentuk

sesuai dengan tujuan permasalahan, maka perlu dilihat sifat – sifat berikut ini :

1. Minimum

Jumlah kriteria diusahakan untuk mempermudah analisis

2. Independent

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindari

pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama

Page 19: BAB II

3. Lengkap

Kriteria harus dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan

4. Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif dan dapat dikomunikasikan

Dalam penyusunan suatu hirarki tdak terdapat suatu pedoman tertentu yang

harus diakui, semuanya tegantung kepada kemampuan dari penyusun dalam

memahami masalah, tetapi ada beberapa acuan yang dapat dijadikan pegangan dalam

menyusun hirarki ini :

1. Walaupun suatu hirarki tidak dibatasi dalam jumlah tingkatnya, tetapi

dalam setiap sistem hirarki jangan terdapat terlalu banyak elemen

2. Karena setiap elemen akan dibandingkan dengan elemen lain dalam

suatu sub sistem hirarki yang sama, maka elemen – elemen tersebut

harus setara dalam kualitas

2.4.5 Penyusunan Prioritas

Setiap elemen yang terdapat dalam hirarki haruslah diketahui bobot relatifnya

satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat kepentingan/preferensi

pihak – pihak yang berkepentingan dalam permasalahan terhadap kriteria/elemen dan

struktur hirarki secara keseluruhan.

Langkah pertama dalam menentukan penyusunan prioritas elemen adalah

dengan menyusun perbandingan berpasangan ( Pairwise Comparison ) yaitu

membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub system

Page 20: BAB II

hirarki. Perbandingan tersebut kemudian di transformasikan kedalam bentuk matrik

untuk dianalisis numerik.

Misalkan terdapat suatu sistem hirarki yang terdiri dari atas beberapa kriteria

C1 yang memiliki sejumlah n sub kriteria dibawahnya, S1 sampai Sn, dan beberapa

sub kriteria memiliki SS1 sampai SSn, seperti dibawah ini :

Gambar 2.2 : Struktur Hirarki Permasalahan

Sumber : Saaty, 1986

Tujuan

CiCiCi

Si Si

SSiSSi

Page 21: BAB II

Perbandingan antar elemen untuk sub sistem hirarki dapat dibuat dalam bentuk

matrik n x n, matrik ini dinamakan dengan matrik Aci atau matrik perbandingan

berpasangan seperti dibawah ini :

Tabel 2.3 : Matrik Perbandingan Berpasangan

S1 S2 S3 …. Sn

S1 a1 a2 a3 …. a1n

S2 a21 a22 a23 …. a2n

Aci = S3 a31 a32 a33 …. a3n

…. …. …. …. …. ….

Sn an1 an2 an3 …. amn

Sumber : Kadarsyah Suryadi, 1998

Adapun pedoman untuk memberikan penilain dalam perbandingan

berpasangan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.4 : Skala Penilaian Perbandingan

Tingkat Kepentingan Arti Keterangan

1 Sama Penting Kedua elemen memiliki pengaruh elemen yang sama

3 Sedikit lebih pentingPengalaman dan penilaian sedikit

memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih pentingPengalaman dan penilaian sedikit

memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dan dominasinya lebih

nyata dibandingkan dengan pasangannya

Page 22: BAB II

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan

pasangannya, pada tingkat keyakinan yang lebih tinggi

2,4,6,8 Nilai tengahDiberikan jika terdapat keraguan

penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aij -

Sumber : Kadarsyah, 1998

Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor W = (w1, w2, w3,…. Wn). Nilai wn

menyatakan bobot relatif kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem

tersebut.

Pada situasi penilaian yang konsisten sempurna (teoritis) didapatkan hubungan:

Aik = aij.ajk untuk semua ijk (2.1)

Dan matrik yang didapatkan adalah matrik yang konsisten. Dengan demikian

nilai perbandingan yang didapatkan berdasarkan dari penilaian tabel 2.3 yaitu aij

dapat dinyatakan W sebagai :

Aij = wi / wj ij = 1, 2,……, n (2.2)

Dari persamaan (2.2) diatas dapat dibuat persamaan berikut :

Aij . wi / wj = n ij = 1, 2,……, n (2.3)

Dan dengan demikian didapatkan :

∑j=i

naij wj

wi = ni,j = 1,2,,,,,,, n

Page 23: BAB II

∑j=i

n

aij wj=w ,n i,j = 1,2,,,,,,, n (2.4)

Yang ekivalen dengan persamaan :

AW = n w … … … … … … … … (2.5)

Dalam teori tentang matrik, formula tersebut menyatakan bahwa W adalah

eigenvector dari matrik A dengan eigenvalue n.

Variabel n pada persamaan diatas dapat digantikan secara umum dengan

sebuah vektor sebagai berikut :

AW = χW (2.6)

Dimana χ = (χ1χ2, … …, χn)

Setiap χn yang memenuhi persamaan (2.6) diatas dinamakan sebagai

eigenvalue, sedangkan vector W yang memenuhi persamaan (2.6) tersebut

dinamakan sebagai eigenvector.

Apabila matrik A adalah matrik yang konsisten maka semua eigenvalue

bernilai nol ( 0 ) kecuali satu yang bernilai sama dengan n. Bila matrik A adalah

matrik yang tidak konsisten, variasi kecil aij akan membuat eigenvalue tersebut, χmaks

tetap dekat dengan n, dan nilai eigenvalue lainnya mendekati nol. Nilai χmaks dapat

dicari dengan persamaan berikut ini :

A.W = χmaks W (2.7)

Atau

Page 24: BAB II

(A-χmaks I) W = 0 (2.8)

dimana I adalah matrik identitas dan 0 adalah matrik nol.

2.4.6 Pendekatan Perhitungan Prioritas

Seringkali usaha untuk mendapatkan nilai bobot vektor dengan rumus – rumus

diatas cukup rumit. Untuk itu dapat digunakan langkah – langkah pendekatan sebagai

berikut :

A. Matrik Perbandingan

Tabel 2.5 : Matrik Perbandingan

Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3

Sub 1 1 ½ ¼

Sub 2 2 1 ½

Sub 3 4 2 1

Jumlah 7 3,5 1,75

Sumber : Saaty, 1986

B. Matrik Perbandingan Hasil Normalisasi

Tabel 2.6 : Matrik Perbandingan Hasil Normalisasi

Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3 Jumlah Bobot

Sub 1 1/7 1/7 1/7 3/7 1/7

Sub 2 2/7 2/7 2/7 6/7 2/7

Sub 3 4/7 4/7 4/7 12/7 4/7

Sumber : Saaty, 1986

Page 25: BAB II

2.4.7 Pengujian Konsistensi Matrik PerbandinganHubungan preferensi yang dikenakan pada dua elemen tidak mempunyai

masalah kontensi relasi. Jika elemen A adalah tidak kali lebih penting dari elemen B,

maka elemen B adalah 1/3 kali pentingnya dari elemen A, tetapi konsistensi seperti

ini tidak selalu berlaku bila terdapat banyak elemen yang harus dibandingkan.

Karena keterbatasan kemampuan numerik, sekumpulan elemen tidak selalu konsisten

secara logis. Misalnya A adalah 3 kali lebih penting dari B, C adalah 5 kali lebih

penting dari B, D adalah 2 kali lebih penting dari C, maka kita tidak akan dengan

mudah untuk menemukan bahwa secara numerik D adalah 10/3 kali lebih penting

dari A, hal ini berkaitan dengan sifat penerapan AHP itu sendiri, yaitu bahwa

penilaian dalam AHP dilakukan berdasarkan pengalaman dan pemahaman yang

bersifat kualitatif dan subyektif, sehingga secara numerik terdapat kemungkinan

suatu rangkaian penilaian untuk menyimpang dari konsistensi logis.

Dalam prakteknya, konsistensi seperti diatas tidak mungkin didapat nilai aij

akan menyimpang dari rasio wi/wj dan dengan demikian persamaan (2.5) tidak akan

terpenuhi. Pada matrik konsistensi, secara praktis χmaks = n. Sedangkan pada matrik

tak konsistensi setiap variasi aij akan membawa perubahan pada nilai χmaks. Deviasi

χmaks merupakan suatu parameter consistensi indeks (CI) yang dapat dirumuskan

sebagai berikut :

CI = λmaks - n …………………………………………….. (2.9)

n – 1

Page 26: BAB II

Dari 500 sampel matrik acak dengan skala perbandingan 1-9, untuk beberapa

orde matrik Saaty mendapatkan nilai rata – rata RI yang ditampilkan pada tabel

dibawah ini :

Tabel 2.7 : Skala Penilaian Perbandingan

Or matrik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI0,0

00,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber : Saaty, 1986

Saaty bahwa suatu matrik perbandingan adalah konsisten bila nilai CR tidak

lebih dari 0,10.

2.4.8 Pendekatan Perhitungan Konsistensi

Pendekatan yang lain dapat digunakan dalam pengujian konsistensi matrik

perbandigan adalah dengan langkah – langkah sebagai berikut :

A. Matrik Perbandingan

Tabel 2.8 : Matrik Perbandingan Konsistensi

Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3

Sub 1 1 3 5

Sub 2 1/3 1 3

Sub 3 1/5 1/3 1

Jumlah 1,533 4,333 9

Sumber : Saaty, 1986

Page 27: BAB II

B. Matrik Perbandingan Hasil Normalisasi

Tabel 2.9 : Matrik Perbandingan Hasil Normalisasi

Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3 Jumlah Bobot

Sub 1 0.652 0.692 0.555 1.900 0.633

Sub 2 0.217 0.217 0.333 0.781 0.260

Sub 3 0.130 0.130 0.111 0.318 0.160

Sumber : Saaty, 1986

C. Matrik Perkalian bobot dengan nilai awal

Tabel 2.10 : Matrik Perkalian Bobot Dengan Nilai Awal Konsistensi

Tujuan Sub 1 Sub 2 Sub 3

Sub 1 0.633 0.781 1.946

Sub 2 0.211 0.260 0.790

Sub 3 0.127 0.086 0.320

Sumber : Saaty, 1986

D. Kolom Jumlah Matrik C Dibagi Bobot

Tabel 2.11 : Kolom Jumlah Matrik

Tujuan Jumlah Matrik Bobot Hasil Bagi

Sub 1 1.946 0.633 3.072

Sub 2 0.790 0.260 3.033

Sub 3 0.320 0.106 3.011

Sumber : Saaty, 1986

Page 28: BAB II

E. Mencari Nilai Maksimum

Χmaks = 3.072+3.033+3.011

3 = 3.039

F. Mencari Nilai CI

CI = λmaks−n

n−1

= 3.093−3

2

= 0.0195

G. Mencari Nilai CR

CR = CIRI

= 0.0195

0.58

= 0.33

Matrik perbandingan adalah konsistensi karena CR < 0.1

2.4.9 Pengujian Konsistensi Hirarki

Pengujian diatas dilakukan untuk matrik perbandingan yang didapatkan dari

partisipan. Pengujian harus dilakukan pula untuk hirarki. Prinsipnya adalah

mengalikan semua nilai consistensi indeks (CI) dengan bobot suatu kriteria yang

menjadi acuan pada suatu matrik perbandingan berpasangan dan kemudian

menjumlahkannya. Jumlah tersebut kemudian dibandingkan dengan suatu nilai yang

Page 29: BAB II

didapat dengan cara yang sama, tetapi untuk suatu matrik random. Hasil akhir berupa

suatu parameter yang disebut dengan Consistensi Ratio of Hierarchi (CRH) yang

kemudian dirumuskan sebagai berikut :

CRH = CIHRIH

……………………….

(2.11)

Dimana : CIH = Consistensi indexs of hierarchy

RIH = Random indexs of hierarchy

1. Perbandingan antar kriteria yang dilakukan untuk seluruh hirarki akan

menghasilkan beberapa matrik perbandingan berpasangan. Setiap

matrik akan mempunyai beberapa hal sebagai berikut :

Suatu kriteria yang mnjadi acuan perbandingan antara kriteria

pada tingkat hirarki dibawahnya

Nilai bobot untuk kriteria acuan tersebut relative terhadap kriteria

yang berada di tingkat lebih tinggi

Nilai consistensi indeks (CI) untuk matrik perbandingan

berpasangan tersebut

Nilai random (RI) untuk matrik perbandingan tersebut

2. Untuk setiap matrik perbandingan, kalikan nilai CI dengan bobot

kriteria acuan. Jumlahkan semua hasil perkalian, maka didapatkan

consistensi index of hierarchy

3. Untuk setiap matrik perbandingan, kalikan nilai RI dengan bobot acuan.

Jumlahkan semua hasil perkalian tersebut, maka didapatkan Random

index of Hierarchy

Page 30: BAB II

4. Nilai CRH didapatkan dengan CIH dengan RIH

Sama halnya dengan konsistensi matrik perbandingan berpasangan

suatu hirarki tersebut konsisten bila nilai CRH tidak lebih dari 0.1

2.4.10 Analisa Sensitivitas

Pertanyaan yang sering muncul adalah bagaimana sensitivitas dari prioritas

yang dihitung dengan metode Eigenvector apabila ada sedikit perubahan pada

penilaian. Perubahan penilaian sering terjadi apabila tingkat inkonsistensi matrik

yang bersangkutan lebih dari 10% dan sang responden berkeinginan

memperbaikinya. Perubahan yang dilakukan umumnya tidak terlalu besar dan hanya

mengubah bobot prioritas tetapi tidak sampai mengubah urutan prioritas elemen –

elemen dalam satu matriks perbandingan. Akan tetapi kalau inkonsistensi sangat

parah (misalnya diatas 90%), ada kemungkinan terjadi perubahan bobot prioritas dan

sekaligus urutannya karena perubahan yang dilakukan sangat besar.

Analisa sensivitas dapat dipakai untuk memprediksi keadaan apabila terjadi

suatu perubahan yang cukup besar. Apabila dikaitkan dengan suatu periode waktu

maka dapat dikatakan bahwa analisa sensitivitas adalah unsur dinamis dari sebuah

hirarki. Artinya penilaian yang dilakukan pertama kali dipertahankan untuk suatu

jangka waktu tertentu dan adanya perubahan kebijaksanaan atau tindakan cukup

dilakukan dengan analisa sensitivitas untuk melihat efek yang terjadi. Sensitivitas

hirarki, bagaimanapun penting untuk implementasi kebijaksanaan karena

sipengambil keputusan dapat membuat antisipasi apabila ada sesuatu yang terjadi

diluar perkiraannya.

Page 31: BAB II