Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, dengan fokus pada keputusan Perancis untuk segera menarik pasukannya dari Afghanistan empat tahun sebelum mandat penarikan pasukan bersama seluruh negara di bawah kendali NATO. Keputusan itu ditolak oleh NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan Amerika Serikat (AS) karena kesepakatan soal penarikan pasukan telah dibuat, yaitu pada akhir tahun 2014. Menarik kemudian untuk menganalisis keputusan Perancis tersebut. Latar Belakang Perubahan peta politik internasional yang semakin kompleks pasca Perang Dingin ditunjukkan dengan munculnya berbagai isu baru dalam politik global. Adanya pergeseran persoalan politik dunia yang lebih bervariasi seperti isu terorisme internasional, konflik etnis, pelanggaran hak asasi manusia, masalah lingkungan dan isu lainnya semakin mempengaruhi dinamika politik internasional. Amerika Serikat muncul sebagai aktor unipolar yang mendominasi politik dunia setelah berakhirnya Perang Dingin, sehingga berbagai peristiwa yang terjadi dapat dipahami sebagai menunjukkan hubungan dengan kepentingan ekonomi dan politik AS. Salah satu tragedi besar pasca Perang Dingin ialah peristiwa yang terjadi pada tanggal 11 September 2001, yaitu pengeboman gedung kembar World Trade Center (WTC) dan markas Departemen Pertahanan AS (Pentagon) yang merupakan kebanggaan AS. Isu terorisme kemudian menjadi agenda utama yang difokuskan oleh AS menjelang abad ke-21. Dapat dikatakan isu tersebut menjadi titik sentral kebijakan luar maupun dalam negeri AS. Selang beberapa waktu setelah hancurnya dua menara kembar WTC, Presiden George W. Bush berpidato di Joint Session of Congress mengenai kebijakan “war against terorism. 1 Munculnya aktor non-negara, dalam hal ini kelompok teroris, yang berhadapan langsung 1 President Bush Declares "War on Terror”,‟ Middle East Issues, <http://middleeast.about.com/od/usmideastpolicy/a/bush-war-on-terror-speech.htm>, diakses pada 17 Desember 2012.
16

BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

Mar 09, 2019

Download

Documents

buihanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

1

BAB I

PENDAHULUAN

Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan,

dengan fokus pada keputusan Perancis untuk segera menarik pasukannya dari Afghanistan

empat tahun sebelum mandat penarikan pasukan bersama seluruh negara di bawah kendali

NATO. Keputusan itu ditolak oleh NATO (North Atlantic Treaty Organization) dan

Amerika Serikat (AS) karena kesepakatan soal penarikan pasukan telah dibuat, yaitu pada

akhir tahun 2014. Menarik kemudian untuk menganalisis keputusan Perancis tersebut.

Latar Belakang

Perubahan peta politik internasional yang semakin kompleks pasca Perang Dingin

ditunjukkan dengan munculnya berbagai isu baru dalam politik global. Adanya pergeseran

persoalan politik dunia yang lebih bervariasi seperti isu terorisme internasional, konflik etnis,

pelanggaran hak asasi manusia, masalah lingkungan dan isu lainnya semakin mempengaruhi

dinamika politik internasional. Amerika Serikat muncul sebagai aktor unipolar yang

mendominasi politik dunia setelah berakhirnya Perang Dingin, sehingga berbagai peristiwa

yang terjadi dapat dipahami sebagai menunjukkan hubungan dengan kepentingan ekonomi

dan politik AS.

Salah satu tragedi besar pasca Perang Dingin ialah peristiwa yang terjadi pada

tanggal 11 September 2001, yaitu pengeboman gedung kembar World Trade Center (WTC)

dan markas Departemen Pertahanan AS (Pentagon) yang merupakan kebanggaan AS. Isu

terorisme kemudian menjadi agenda utama yang difokuskan oleh AS menjelang abad ke-21.

Dapat dikatakan isu tersebut menjadi titik sentral kebijakan luar maupun dalam negeri AS.

Selang beberapa waktu setelah hancurnya dua menara kembar WTC, Presiden George W.

Bush berpidato di Joint Session of Congress mengenai kebijakan “war against terorism”.1

Munculnya aktor non-negara, dalam hal ini kelompok teroris, yang berhadapan langsung

1 „President Bush Declares "War on Terror”,‟ Middle East Issues,

<http://middleeast.about.com/od/usmideastpolicy/a/bush-war-on-terror-speech.htm>, diakses pada 17

Desember 2012.

Page 2: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

2

dengan aktor negara (AS) menyebarluaskan retorika tentang musuh bersama yang harus

diberantas: terorisme. Bush menyampaikan juga pernyataan “either you are with us or you

are with the terrorists,” seolah-olah AS memilah dunia ke dalam dua sisi,yaitu bersama-

sama AS memerangi teroris berarti menjadi “kawan” atau tidak ingin melawan teroris yang

berarti akan menjadi “lawan”. Bush mengajak seluruh rakyat AS untuk berperang sekuat

tenaga melawan terorisme. “Perang yang tidak akan usai sampai seluruh kelompok teroris

berjangkauan global itu kalah dan bertekuk lutut,” demikian kata Bush dengan penuh

percaya diri.2

Dalam serangan bom 11 September itu, yang dituduh sebagai pelaku utama adalah

mereka yang berasal dari Timur Tengah. Setelah diidentifikasi lebih lanjut, AS

mengindikasikan keterlibatan Osama bin Laden, pemimpin Al Qaeda, sebuah kelompok

Islam yang memiliki tujuan menetapkan dasar-dasar agama yang konservatif sebagai dasar

untuk menjalankan dunia. Sebelumnya, Osama pernah melakukan penyerangan terhadap

warga AS baik didalam maupun di luar negeri. Berbagai peristiwa tersebut menguatkan

tuduhan AS mengenai keterlibatan Osama dan Al-Qaeda dalam peristiwa 9/11.3 Selain itu,

kelompok Taliban di Afghanistan juga masuk dalam daftar bidikan karena diyakini

melindungi keberadaan Osama bin Laden. Taliban sendiri lahir di Afghanistan pada tahun

1996 sebagai sebuah kekuatan baru yang beranggotakan lulusan sekolah-sekolah Islam

tradisional dan menginginkan Afghanistan berdiri sebagai negara Islam. Pada awalnya

Taliban disambut baik oleh rakyat Afghanistan karena telah berhasil mengakhiri kekerasan

dan konflikpasca invasi Uni Soviet, tetapi paham „fundamentalis‟-nya kemudian telah

mengasingkan ia dari banyak warga suku tradisional di negara tersebut.4

Merespon isu terorisme, AS melancarkan aksi militer ke Afghanistan, yang disebut

sebagai negara sarang teroris dan markas utama pelatihan jaringan terorisme. Pada 7 Oktober

2001 AS menjatuhkan lima rudal jelajah di Kabul, ibu kota Afghanistan.5 AS menginginkan

jatuhnya pemerintahan Afghanistan yang memiliki kedekatan terhadap Al-Qaeda dan

digantikan oleh pemerintahan baru yang diharapkan dapat menjadi sekutu AS. Penyerangan

2 J.D. Gray, Fakta Sebenarnya Tragedi 11 September, Sinergi Publishing, Jakarta, 2004, p. 37.

3 A. Wachtel, 11 September: Kisah Yang Terlewatkan, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2009, p. 22.

4 R.W. Mansbach & K.L.Rafferty. Introduction to Global Politics, edisi Bahasa Indonesia Pengantar

Politik Global, diterjemahkan oleh Amat Asnawi, Nusamedia, Bandung, 2012, p. 271. 5 A.H. Mahally, Membongkar Ambisi Global Amerika Serikat, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2003, p. 48.

Page 3: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

3

terhadap kelompok Taliban dengan tujuan membasmi terorisme juga mendapat respon dari

negara-negara yang berada dalam satu payung NATO. AS mendapatkan keuntungan berupa

dukungan NATO setelah Pasal 5 Traktat NATO mengatur bahwa serangan atau ancaman

terhadap salah satu negara anggota NATO dapat dianggap sebagai ancaman terhadap seluruh

anggota.6 Dengan berdasar kesepakatan tersebut pasukan dari berbagai negara anggota

ditempatkan di Afghanistan dengan alasan untuk membasmi sarang teroris internasional. Uni

Eropa menekankan bahwa balasan AS untuk penyerangan teror 9/11 ini harus “proporsional”

dan perlu berkonsultasi dengan sekutu-sekutunya sebelum mengambil tindakan.7

Di tahun 2001 NATO mulai menempatkan pasukannya di Afghanistan. Sekitar

130.000 personel International Security Assistance Force (ISAF) dibawah pimpinan NATO

yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk memerangi Taliban. ISAF

didirikan atas mandat Dewan Keamanan PBB pada 20 Desember 2001 sebagaimana disebut

dalam Perjanjian Bonn.8 ISAF pada awalnya ditugaskan untuk mengamankan Kabul dan

wilayah sekitarnya dari Taliban, Al-Qaeda dan faksi perang lainnya, sehingga

memungkinkan untuk pembentukan Pemerintahan Transisi Afghanistan yang dipimpin oleh

Hamid Karzai. Pada bulan Oktober 2003, Dewan Keamanan PBB memerintahkan perluasan

misi ISAF pada seluruh wilayah Afghanistan.9 Berdasarkan perintah itu ISAF kemudian

memperluas misinya dalam empat tahap utama. Sejak tahun 2006, ISAF terlibat dalam

operasi tempur yang lebih intensif di Afghanistan Selatan, yang diteruskan pada tahun 2007

dan 2008. Sebagai konsekuensinya, serangan terhadap ISAF di bagian lain Afghanistan juga

meningkat dan ranah perangnya semakin melebar hingga saat ini (lihat Gambar 1).

6 S.M.Walt, America and the World, Debating the New Shape of International Politics, edisi Bahasa

Indonesia Amerika dan Dunia: Memperdebatkan bentuk baru politik Internasional, diterjemahkan oleh Y.A.

Pareanom & A.Z. Rofiqi, Yayasan Obor Indonesia, 2005, Jakarta,p. 373. 7 Walt, p. 373.

8 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa,Document 1154 Annex I - International Security Force,

2001, p. 9. 9 United Nations Security Council (UNSC) Resolution No. 1510 (2003), 13 October 2003.

Page 4: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

4

Gambar 1. Perluasan Pasukan ISAF di Afghanistan10

Dalam misi menggempur Taliban tersebut, AS menjadi negara penyumbang pasukan

terbanyak dalam ISAF dengan total mencapai 94 ribu personel militer.11

Pasukan AS

mempunyai wilayah penyebaran paling luas di berbagai provinsi di Afghanistan. Perancis,

salah satu kekuatan utama NATO, adalah penyumbang terbesar keempat bagi personel ISAF

setelah AS, Inggris, dan Jerman. Pada awalnya terdapat sekitar 2.550 tentara Perancis di

Afghanistan, mengalami peningkatan hingga pada tahun 2011 berjumlah 4.000 orang.

Di akhir tahun 2012, Perancis mengambil keputusan untuk mempercepat penarikan

tentaranya dari Afghanistan, setahun lebih awal dari rencana Paris dan dua tahun sebelum

tenggat kesepakatan NATO. Perancis telah kehilangan banyak pasukan selama ditugaskan ke

negara terkoyak perang tersebut. Disisi lain, Afghanistan merupakan pengalaman yang tidak

terlupakan bagi negara-negara Eropa. Mayoritas rakyat Eropa ingin mengakhiri tiga dekade

perang serta kekerasan, tetapi pengiriman pasukan NATO ke Kabul dianggap telah berubah

10

„International Security Assistance Force,‟ North Atlantic Treaty

Organization,<http://www.nato.int/isaf/docu/epub/pdf/placemat_archive/isaf_placemat_090112.pdf>, diakses

pada 3 Januari 2013. 11

„Jumlah Pasukan Amerika dan NATO di Afghanistan mencapai 150.000,‟ The Global

Review,<http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=2277&type=8#.UOaAP2eKr3U>,

diakses pada 3 Januari 2013.

Page 5: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

5

menjadi unjuk kekuatan militer dan sangat melanggar nilai HAM.12

Selain itu, gelombang

anti-perang di Eropa kian meningkat disaat krisis ekonomi melanda benua ini, tetapi

pemerintah lebih condong menghamburkan anggaran belanja untuk membiayai perang di

Afghanistan ketimbang memenuhi kebutuhan rakyat. Dengan demikian, perang di

Afghanistan menjadi jalan bagi kubu oposisi dibanyak negara Eropa mengusung slogan anti-

perang untuk memenangkan pemilu.Begitu juga dengan Francois Hollande yang

memenangkan pemilihan presiden Perancis dengan janji segera menarik semua pasukan yang

ditempatkan di Afghanistan. Selanjutnya, Perancis hanya akan mengirim pasukan ke negara

lain di bawah mandat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).13

Penarikan pasukan tempur Perancis ini dikecam keras oleh AS dan NATO.14

Sebagai

anggota terbesar NATO, AS menghendaki pasukan organisasi ini tetap di Afghanistan

setidaknya hingga akhir 2014 dan memerintahkan negara lain agar pasukannya tetap berada

di Afghanistan hingga waktu yang telah ditentukan. Namun, Perancis tetap bersikukuh

menekankan bahwa penarikan pasukannya harus benar-benar terlaksana ditahun 2012.

Perancis telah mulai menarik pasukannya dari Afghanistan sejak tahun 2011.Presiden

Nicolas Sarkozy pernah mengumumkan bahwa misi tempur Perancis akan berakhir pada

awal tahun 2013. Namun pengganti Sarkozy, Hollande mempercepat jadwal tersebut menjadi

akhir 2012. Sekarang Perancis menyisakan sekitar seribu tentaranya di Afghanistan yang

bertugas untuk mengirim kembali seluruh peralatan militer ke Perancis, sementara 500

lainnya akan tetap berada di Afghanistan untuk memberikan pelatihan bagi pasukan

Afghanistan yang masih minim pengalaman. Pada pertemuan puncak NATO di Chicago

12

„Dua Pilihan NATO, Tetap atau Hengkang dari Afghanistan,‟ Iran Indonesian Radio,

<http://indonesian.irib.ir/fokus/-/asset_publisher/v5Xe/content/dua-pilihan-nato-tetap-atau-hengkang-dari-

afghanistan>, diakses pada 3 Januari 2013. 13

„Hollande, Harapan Baru Perancis dan Eropa,‟ Iran Indonesian Radio, <http://indonesian.irib.ir/hidden-

2/-/asset_publisher/yzR7/content/hollande-harapan-baru-perancis-dan-

eropa?redirect=http%3A%2F%2Findonesian.irib.ir%2Fhidden-

2%3Fp_p_id%3D101_INSTANCE_yzR7%26p_p_lifecycle%3D0%26p_p_state%3Dnormal%26p_p_mode%3

Dview%26p>, diakses pada 19 April 2013. 14

E.F. Wardhana,‘Perancis tarik pasukan tempurnya dari Afghanistan,‟ Sindonews, 20 November

2012,<http://nasional.sindonews.com/read/2012/11/20/40/690035/perancis-tarik-pasukan-tempurnya-dari-

afghanistan>,diakses pada 17 Desember 2012.

Page 6: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

6

tahun 2012,15

AS menekankan agar Perancis harus tetap berkontribusi dalam operasi NATO

di Afghanistan. Friksi tersebut membuat pusing 29 anggota NATO dan negara-negara lain

yang ikut mengirim pasukan ke Afghanistan.16

Pertanyaan penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengajukan pertanyaan penelitian:

Mengapa Perancis mengambil kebijakan untuk mempercepat penarikan pasukannya dari

Afghanistan lebih awal dari kesepakatan bersama NATO, yang menjadwalkannya pada

akhir tahun 2014?

Reviu literatur

Terdapat sejumlah literatur yang berkenaan dengan pokok masalah yang akan dikaji

oleh tesis ini. Literatur pertama memaparkan ketidakharmonisan hubungan antara Perancis

dan AS sebagaimana yang tersirat dalam tema penelitian ini, yaitu Persaingan Amerika

Serikat dan Perancis di Kawasan Timur Tengah yang merupakan tesis dari Dewi Chandra

Hazani.17

Tulisan Hazani sangat mendukung ide peneliti yang mengangkat topik yang

hampir sama tentang perbedaan kepentingan Perancis dan AS, namun peneliti berfokus

dalam konteks kebijakan Perancis pada masalah penarikan pasukan NATO di Afghanistan

yang lebih cepat dari waktu yang disepakati bersama sebelumnya. Sementara itu, penelitian

Hazani menjelaskan tentang perbedaan pendapat AS dan Perancis yang dititikberatkan pada

kasus perang Irak dan perluasan kepentingan nasional kedua negara tersebut di Timur

Tengah.

Hazani menggambarkan secara terinci perbedaan sikapantara Perancis dan AS pada

Perang Teluk di Irak yang terjadi pada tahun 2003. Ketika itu Perancis mulai

memperlihatkan perbedaan sikap dengan menolak agresi militer AS. Pada tahun 1991

Perancis memang ikut menggempur Irak dengan alasan ia merupakan anggota tetap Dewan

15

„Perundingan Puncak NATO Summit dimulai di Chicago,‟ Lensa

Indonesia,<http://www.lensaindonesia.com/2012/05/21/perundingan-puncak-nato-summit-dimulai-di-

chicago.html>, diakses pada 25 Maret 2013. 16

„Dua Pilihan NATO, Tetap atau Hengkang dari Afghanistan.‟ 17

D.C. Hazani, Persaingan Amerika Serikat dan Perancis di Kawasan Timur Tengah, tesis Program Studi

S-2 Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2006.

Page 7: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

7

Keamanan PBB pemegang hak veto, namun pada perang Irak 2003 Perancis beranggapan

pemecahan masalah Irak masih dapat ditempuh dengan jalan damai. Terjadilah friksi dan

kontradiksi kepentingan antara Perancis dengan AS.

AS menghadapi kenyataan bahwa sekutunya dalam NATO, yaitu Perancis, adalah

negara yang paling keras menantang rencana menyerang Irak. AS curiga atas penentangan

itu mengingat terdapatnya kontrak minyak Perancis dengan Irak, seperti yang dimiliki oleh

Total Fina-Elf yang merupakan perusahaan minyak terbesar di Perancis yang menyumbang

25% bagi devisa negara.18

Selain itu, Perancis masih berpegang teguh pada prinsip

“kehadiran, keseimbangan dan kedamaian”, di mana ia berusaha memelihara hubungan yang

sudah ada sejak dahulu dengan negara-negara di Timur Tengah, termasuk Irak yang

merupakan negara yang “kurang disukai” oleh AS.

Perancis memang sudah lama bersahabat dengan Irak, termasuk dalam hubungan

militer kedua negara yang antara lain berwujud penjualan senjata. Kegiatan tersebut

meningkat saat Perancis dipimpin Presiden Jacques Chirac. Sementara AS, dengan politik

luar negerinya berupa “perang melawan terorisme”, pernah diperintah oleh Presiden George

W. Bush yang selalu mencurigai keterlibatan Irak dalam upaya pembunuhan ayahnya, Bush

senior.19

Bush sangat membenci pemimpin Irak Saddam Hussein, seperti tampak dalam

pidatonya pada tanggal 29 Januari 2003: “Saddam Hussein has terrorized his own people.

He‟s terrorized his own neighborhood. He is danger not only to countries in the region, but

as I explained last night, because of Al-Qaeda conections, because of his history, he‟s a

danger to the American people. And we‟ve got deal with him, before it is too late.”20

Kemarahan Bush mendorong AS untuk melakukan intervensi ke negara-negara yang

disinyalir berpotensi sebagai ancaman, terutama Irak. AS mengirimkan sekitar 500ribu

pasukan ke Irak, namun aksi ini tidak mendapatkan dukungan dari Perancis. Perancis

dianggap menghalangi niat AS untuk melaksanakan agresi ke Irak.21

Seorang pejabat

pemerintahan AS mengatakan bahwa pengiriman suku cadang militer Perancis ke Irak

18

Total Fina-Elf, <http://www.totalFina.com/proggress_report>, sebagaimana dikutip dalam Hazani, p. 3. 19

Hazani, p. 4. 20

Tim Index, Saddam Hussein - Jejak Langkah Singa Padang Pasir, Index Publishing House, Yogyakarta,

2003, p. 90, sebagaimana dikutip dalam Hazani, p. 47. 21

„Tragedi Irak: Bush, Perang itu menyakitkan!‟, Kompas.com, 21 Maret 2013,

<http://internasional.kompas.com/read/2013/03/21/08083035/Bush.Perang.Itu.Menyakitkan>, diakses pada 25

Maret 2013.

Page 8: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

8

merupakan salah satu alasan mengapa Perancis dengan suara keras menentang aksi militer

AS. Hal ini pula yang meningkatkan sentimen anti-Perancis di AS. Perancis pernah berusaha

merusak upaya AS menyerang Irak dengan memperlemah Resolusi Dewan Keamanan PBB

No. 1441, yang mengharuskan Irak memusnahkan semua program persenjataan kimia,

biologi dan nuklir yang ia miliki.22

Terdapat dugaan bahwa persaingan AS dan Perancis berlangsung karena keduanya

berupaya memaksakan kepentingan nasional masing-masing, khususnya untuk menguasai

perekonomian di Timur Tengah. Perancis berinvestasi dalam eksplorasi ladang minyak Irak

agar ia mendapatkan pasokan minyak murah yang sangat dibutuhkan untuk pembangunan

ekonomi dan industrinya. Sementara itu, AS berkepentingan agar sumber-sumber alam di

Timur Tengah tidak jatuh ketangan musuh. AS sangat berang ketika perusahaan

multinasional AS tidak dapat masuk ke Irak, sementara Total Fina-Elf justru mendapat

kontrak milyaran dolar. Inilah yang menjadi inti perselisihan kedua negara menurut Hazani,

yaitu kepentingan ekonomi di Timur Tengah. Meskipun penelitian Hazani tidak terlalu

banyak menyinggung perbedaan prinsip kedua negara dalam NATO,namun ia tetap menjadi

acuan untuk membantu peneliti melihat perbedaan sikap antara Perancis dan AS.

Literatur kedua adalah risalah Jason Davidson yang berjudul From Harmony to Hard

Times: A Neoclassical Realist Explanation of Transatlantic Burden-sharing in Afghanistan

and Iraq.23

Tulisan ini memaparkan kerjasama antara AS dengan Inggris dan Perancis pada

misi mereka di dua negara Timur Tengah, yaitu Afghanistan dan Irak. Saat AS memutuskan

untuk menggempur Afghanistan melalui Operation Enduring Freedom (OEF) di tahun 2001,

Inggris dan Perancis ikut serta menurunkan pasukan. Namun ketika tahun 2003 AS

menginisiasi Operation Iraqi Freedom (OIF), Perancis dengan tegas menolak untuk

memberikan dukungan militernya. Tulisan ini memberikan masukan berarti kepada peneliti

dalam membahas topik yang sama tentang intervensi militer di Afghanistan yang diprakasai

oleh AS, namun berbeda pada fokus penelitian.

22

B. Gertz, Irak Strengthens Air Foce with French Parts, sebagaimana dikutip dalam Hazani, p. 29. 23

J.W. Davidson, From Harmony to Hard Times: A Neoclassical Realist Explanation of Transatlantic

Burden-sharing in Afghanistan and Iraq, paper presented at the 2009 International Studies Association Annual

Conference in New York, <http://www.imtlucca.it/whats_new/_seminars_docs/000190-09.03.04_Davidson-

paper_2in1.pdf>, diakses pada 17 Desember 2012.

Page 9: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

9

Dengan menggunakan penjelasan realisme neoklasik, Davidson menganalisis bahwa

keputusan yang diambil oleh Inggris dan Perancis mewakili kepentingan nasional masing-

masing. Perancis dibawah kepemimpinan Sarkozy bersikukuh bahwa keputusan AS untuk

mengintervensi Irak adalah keputusan yang salah. Sementara Inggris dibawah pemerintahan

Perdana Menteri Tony Blair mendukung penuh kebijakan AS pada Irak. Bahkan pada

tanggal 18 Desember 2001, London Times melaporkan bahwa Blair mengatakan Inggris akan

memimpin kekuatan pasukan penjaga perdamaian di Afghanistan sebagaikontribusi dan

respon terhadap permintaan dari AS. Faktor politik domestik Perancis dan Inggris berperan

besar dalam keputusan kedua negara untuk tidak memberikan dukungan militer kepada AS.

Davidson lebih lanjut memaparkan bahwa politik yang diusung Inggris ialah berdasarkan

kepentingan nasional dan aliansi, sementara Perancis lebih kearah kepentingan nasional dan

politik “prestige.”24

Tulisan Davidson ini mendukung peneliti dalam menggunakan kerangka realisme

neoklasik untuk menganalisis bagaimana perilaku Perancis dalam struktur internasional. Di

sini, penulis akan menggunakan realisme neoklasik untuk melihat bahwa faktor politik dalam

negeri berpengaruh dalam keputusan Perancis untuk menyetujui atau menolak pemberian

dukungan militer kepada AS.

Literatur ketiga berjudul NATO in Afghanistan: A New Mission for an Old Alliance.25

Tulisan ini menjabarkan misi NATO di Afghanistan dan membentuk pasukan keamanan

yang disebut ISAF. Hal utama yang disampaikan tulisan ini ialah bahwa sejak tahun 2006

banyak aspek yang berkembang dari operasi utama pasukan ISAF. Oleh karena itu, strategi

dalam menjalankan seluruh tugas harus diubah mengikuti kebijakan-kebijakan baru yang

dicetuskan oleh NATO.

Selama ini fokus dalam misi NATO hanya seputar penyerangan terhadap markas

Taliban. War on Terror memang menjadi agenda utama saat pembentukan pasukan

keamanan di Afghanistan. Namun, setelah 6 tahun akhirnya NATO mengerahkan ISAF

untuk melatih Tentara Nasional Afghanistan. ISAF berhasil membentuk 30.000 tentara

24

Davidson, p. 17. 25

J.W. Peterson, NATO in Afghanistan: A New Mission for an Old Alliance, Paper Presented at the Annual

Meeting of the Georgia Political Science Association, November 2007,

<http://ww2.valdosta.edu/~jpetersn/natoafghan.pdf>, diakses pada 25 November 2013.

Page 10: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

10

nasional dari penduduk Afghanistan yang berjumlah sekitar 31juta jiwa.26

Agenda ini dinilai

begitu penting karena dapat membantu ISAF guna melawan Taliban dan mempersiapkan

pengalihan tanggung jawab keamanan dalam negeri tersebut. James Peterson menekankan

bahwa pasukan di sebuah negara perang seperti Afghanistan harus siap dengan banyak

fungsi. Para tentara sebagai delegasi negara untuk menyampaikan bantuan ekonomi dari

negara-negara donormelakukan pembangunan berbagai fasilitas. Memelihara pertumbuhan

ekonomi lebih lanjut dialokasikan dengan membekali masyarakat lokal dalam peningkatan

mutu sumber daya manusia. Selain itu, bantuan pasukan keamanan berfungsi untuk

membentuk negara demokrasi yang tegak hukum serta menjadi garda terdepan untuk

memberantas perdagangan narkoba.

Karya Peterson memperlihatkan bagaimana NATO berperan sebagai wadah

pembentukan pasukan keamanan internasional dengan tugas di lapangan. Ia tidak

menyinggung kendali AS sebagai negara penggerak ISAF serta tidak membahas kepentingan

nasional negara-negara yang memiliki porsi besar dalam menyumbang pasukan maupun

dana. Dengan demikian, tulisan ini menjadi data sekunder mengenai eksistensi NATO dalam

perannya sebagai penjaga perdamaian dan komitmen para sekutu untuk mencapai target yang

telah disepakati.

Landasan Teoritik

Realisme merupakan pemikiran terkemuka dalam politik internasional yang bertahan

dalam jangka waktu yang cukup lama. Teori realisme klasik dan neorealisme digunakan

secara luas dalam kajian hubungan internasional ketika Richard Ashley menarik perbedaan

yang tajam antara teori politik internasional karya Kenneth Waltz dan para realis

sebelumnya. Teori klasik ini telah mengalami perkembangan dan melahirkan beberapa

pemikiran baru. Salah satunya adalah realisme neoklasik, yang merupakan mesin analisis

untuk memproduksi sebuah Kebijakan Luar Negeri. Untuk menjawab pertanyaan penelitian

dalam tesis ini, penulis akan menggunakan perspektif tersebut. Teori realisme neoklasik ini

dapat dikatakan sebagai teori yang menyempurnakan pendekatan realisme dan neorealisme

dalam pembentukan politik luar negeri. Seperti yang ditulis oleh Gideon Rose dalam artikel

26

Peterson, p. 7.

Page 11: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

11

jurnalnya yang berjudul “Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy”, perspektif

ini menggabungkan komponen domestik internal dan lingkungan eksternal. Ia mendukung

pernyataan bahwa ruang lingkup dan ambisi dari kebijakan luar negeri suatu negara

digerakkan oleh tujuan rasional. Analisis mengenai kekuatan harus melihat hubungan suatu

negara dengan masyarakatnya, karena hubungan itu berpengaruh pada pembagian sumber

daya nasional dan kepentingan nasional untuk menganalisis politik luar negeri.27

Perspektif

ini juga menekankan bahwa kepentingan nasional berada diatas segalanya dan segala

kerugian harus dihindari untuk mencapai kepentingan nasional secara maksimal.

Teori kebijakan luar negeri ini mengulas mengenai pengambilan kebijakan luar

negeri suatu negara yang didorong oleh posisinya dalam struktur internasional dan juga

kekuatan relatif negara tersebut. Untuk menciptakan sebuah kerangka kebijakan luar negeri,

tekanan sistemik harus diterjemahkan melalui intervensi pada tingkat unit. Sehingga variabel

domestik menjadi bagian yang tidak boleh terlupakan dari mata rantai perspektif ini. Fareed

Zakaria salah satu ilmuan yang konsen menulis mengenai teori ini berpendapat bahwa elit

politik adalah pelaku utama dalam pengambilan kebijakan karena persepsi mereka mengenai

keadaan menjadi sangat penting. Variabel domestik lainnya adalah mendefinisikan

bagaimana pendapat dan tekanan kelompok masyarakat mempengaruhi kemampuan negara

untuk mengekstrak sumber daya dari masyarakatnya.28

Realisme neoklasik mengakui pentingnya kekuasaan relatif suatu negara dalam

membentuk keinginannya. Bagaimana sebuah negara melakukan tindakan dalam sistem

internasional yang dibentuk oleh sistem anarki dan pendistribusian kekuasaan relatif.

Namun, tidak berhenti sampai di sana, untuk mendapatkan gambaran keseluruhan yang lebih

spesifik dan lebih jelas dari kebijakan luar negeri suatu negara, variabel domestik merupakan

tumpuan utama untuk menyelesaikan rantai analisis ini. Prinsip utama realisme neoklasik

adalah bahwa kebijakan luar negeri adalah hasil dari struktur internasional, pengaruh

domestik, dan juga hubungan yang kompleks antara keduanya. Meskipun kekuatan nasional

dan posisi negara dalam struktur internasional adalah faktor yang menentukan dalam pilihan

kebijakan luar negeri negara, peran variabel dalam negeri tidak bisa dilepaskan dalam

27

G. Rose, „Neoclassical Realism and Theories of Foreign Policy‟, World Politics, vol. 51, no. 1, October

1998, pp. 146-147. 28

Rose, p. 147.

Page 12: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

12

membentuk kebijakan luar negeri suatu negara. Atas dasar ini, realisme neoklasik mencoba

untuk memecahkan masalah dalam penelitian hubungan internasional dengan membangun

jembatan antara sistem internasional dan Negara. Sebagaimana dikutip dalam penjelasan

Rose :

“[Neoclassical realism] explicitly incorporates both external and internal

variables, updating and systematizing certain insights drawn from classical

realist thought. Its adherents argue that the scope and ambition of a

country‟s foreign policy is driven first and foremost by its place in the

international system and specifically by its relative material power

capabilities. This is why they are realists. They argue further, however, that

the impact of such power capabilities on foreign policy is indirect and

complex, because systemic pressures must be translated through intervening

variables at the unit level. This is why they are neoclassical.”29

Ketika realisme selalu berbicara mengenai permasalahan keamanan, realisme

neoklasik menolak asumsi bahwa satu-satunya tujuan negara adalah masalah keamanan.

Negara mencoba untuk menggunakan kekuasaan mereka untuk mengarahkan sistem

internasional menuju tujuan mereka. Oleh karena itu, dalam praktiknya, negara-negara yang

lebih kuat akan menuntut kebijakan luar negeri yang lebih jauh.30

Setiap negara menjalankan

fungsi pokok yang sama seperti keamanan dan kesejahteraan rakyatnya. Namun, ada negara-

negara besar yang biasanya menentukan pola disitribusi kekuatan yang ada dan mendominasi

yang lain dan ada pula negara-negara kecil yang harus menyesuaikan perilakunya dengan

struktur sistem internasional yang berlaku.31

Realisme neoklasik percaya, memahami

hubungan antara kekuasaan dan kebijakan memerlukan pengamatan yang mendalam,

terutama dalam proses pengambilan kebijakan luar negeri suatu negara.

Zakaria memperkuat pendekatan diatas dengan menyimpulkan bahwa pembentukan

kebijakan luar negeri memang dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni struktur internasional

dan distribusi kekuatan. Kemudian, faktor internal berupa struktur domestik sebuah negara,

baik struktur ekonomi maupun politik yang dapat menentukan tingkah laku negara, juga

tidak kalah penting.32

Disampaikan oleh Fareed: “a good account of a nation‟s foreign

29

Rose, p. 147. 30

Rose, p. 147. 31

A. Jemadu, Politik Global Dalam Teori dan Praktek Edisi 2, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2014, p.27. 32

F. Zakaria, „Realism and domestic Politics: A Review Essay‟, International Security, no. 17, Summer

1992, pp. 177-198.

Page 13: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

13

policy should include systemic, domestic, and other influences, specifying what aspects of

policy can be explained by what factors.”33

Zakaria menulis bahwa sebuah teori kebijakan

luar negeri pertama-tama harus bertanya dan menjawab apa dampak yang ditimbulkan dari

sistem internasional terhadap kebijakan nasional. Menurut Zakaria, penjelasan pada faktor

eksternal untuk menghasilkan kebijakan luar negeri tidak boleh mengabaikan politik dalam

negeri atau budaya nasional atau para aktor (individu) pembuat keputusan. Oleh karena itu,

menganalisa sebuah kebijakan luar negeri berangkat dari pembahasan pada dampak sistemik

pada keputusan kebijakan luar negeri kemudian fokus akhir seorang peneliti harus berada

pada variabel pilihan pada konteks wilayah domestik seperti jenis rezim yang ada, birokrasi

atau negarawan.34

Pada analisis yang serupa, Rose mengidentifikasi dan memperkenalkan

variabel sela ini sebagai persepsi pengambil keputusan, di mana tekanan sistemik harus

disaring.

Realisme neoklasik menjelaskan bahwa produk kebijakan luar negeri dimediasi oleh

faktor-faktor domestik dan dipengaruhi oleh tekanan struktur internasional. Apabila realisme

membicarakan konsep klasik tentang esensialis “sifat manusia” dan realisme struktural

sebagai teori politik internasional,35

realisme neoklasik merangkum bahwa kebijakan luar

negeri adalah hasil dari struktur internasional, faktor-faktor domestik, dan interaksi kompleks

diantara keduanya.36

Negara berada dipersimpangan antara lingkungan internasional dimana

negara berinteraksi dan hubungan negara dengan masyarakatnya. Sebuah negara harus

mampu mengatur proses domestik untuk memaksimalkan kepentingannya. Sebagaimana

dikemukakan Randall Schweller, analisis realisme neoklasik harus mempertimbangkan

aspek-aspek non-struktural seperti karakter kepemimpinan elit maupun tanggapan publik

terhadap kebijakan luar negeri, sehingga penyelarasan antara kepentingan elit dan

33

Zakaria, p. 178. 34

J.Mononen, War or Peace for Finland? Neoclassical Realist Case Study of Finnish Foreign Policy in the

Context of the Anti-Bolshevik Intervention in Russia 1918 – 1920, tesis Program Studi S-2 Ilmu Politik dan

Hubungan Internasional University of Tampere, Finland, 2008, p. 5. 35

Liu Feng & Zhang Ruizhang, „Tipologi Realisme‟, dalam Asrudin & M.J. Suryana, Refleksi Teori

Hubungan Internasional dari Tradisional ke Kontemporer, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, p. 29. 36

Liu Feng & Zhang Ruizhang, p. 31.

Page 14: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

14

kepentingan publik akan menjadi variabel yang berpengaruh terhadap kebijakan luar negeri

setelah elit mempertimbangkan kepentingan-nya vis a vis tekanan internasional.37

Dalam kasus ini akan dianalisis bagaimana keputusan Perancis untuk segera

mengakhiri keterlibatannya dalam perang di Afghanistan, yang mendapat tentangan dari AS

sebagai negara yang berperan dominan dalam politik dunia. Dengan menggunakan

pendekatan realisme neoklasik akan dianalisis faktor-faktor penggerak pengambilan

keputusan Perancis dalam upaya percepatan penarikan pasukan dari Afghanistan,

sebagaimana digambarkan berikut ini.

Gambar 2. Kerangka teori realisme neoklasik untuk memahami tindakan Perancis

Independent Variable

(situasi eksternal)

Intervening Variable

(situasi internal)

Dependent Variable

Berdasarkan skema diatas, pendekatan realisme neoklasik digunakan untuk

menganalisis faktor-faktor penggerak kebijakan Perancis menarik mundur pasukannya dari

Afghanistan. Realisme neoklasik menentang prinsip metodologi klasik bahwa untuk

menjelaskan output politik luar negeri suatu negara hanyalah perlu berfokus pada salah satu

level analisis saja.38

Dalam tulisan Thomas Juneau dijelaskan:“Neoclassical realism

proposes a clear causal chain, with three „steps‟: the independent variable (the country‟s

relative position in the international distribution of power), the intervening variable (the

37

B.W. Nugroho, Populisme dalam Reformulasi Politik Luar Negeri Indonesia di Era Reformasi, tesis

Program Studi S-2 Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2010, p. 22. 38

M. Rosyidin, „Integrasi Struktur dan Unit: Teori Politik Luar Negeri dalam Perspektif Realisme

Neoklasik‟, Global Jurnal Politik Internasional, vol. 10, no. 2, 2010, p. 156.

Pembiayaan perang dan

protes masyarakat

Perancis

Kebijakan Perancis untuk

segera mungkin menarik

pasukan lebih awal dari

waktu yang disepakati

Perubahan lingkungan

eksternal, struktur

internasional dan tekanan

krisis ekonomi

Page 15: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

15

domestic level) and the dependent variable or the foreign policy outcome.”39

Realisme

neoklasik menegaskan bahwa pengejaran tujuan utama Perancis melalui politik luar

negerinya tidak bisa dipisahkan dari faktor eksternal dan faktor internal yang

menyebabkannya. Di sini variabel independen menjelaskan perubahan lingkungan pasca

Perang Dingin yang diwarnai dengan kebijakan war on terror telah mewajibkan Perancis

sebagai bagian dari NATO untuk turun tangan dalam perang di Afghanistan. Sementara itu,

faktor domestik Perancisberupa instabilitas dalam negeri menyusul keterlibatan dalam

perang di Afghanistan yang memunculkan permasalahan ekonomi akibat pemborosan dana

dalam pembiayaan militer. Rantai ketiga, variabel dependen, melahirkan output kebijakan

luar negeri Perancis untuk menarik pasukan lebih awal yang merupakan wujud penyelarasan

kepentingan nasional dengan tekanan struktur intenasional.

Hipotesis

Perancis melihat bahwa misi yang diusung pasukan ISAF telah selesai dan harus

segera meninggalkan Afghanistan. Walaupun AS menghendaki seluruh pasukan ISAF tetap

berada di Afghanistan hingga akhir 2014, namun Perancis dengan sangat tegas memutuskan

penarikan pasukannya dipercepat pada akhir tahun 2012. Peneliti mengajukan hipotesis

bahwa sikap Perancis disebabkan kuatnya pengaruh instabilitas domestik, dimana terdapat

desakan masyarakat untuk menghentikan keterlibatan negara itu dalam perang yang terlalu

lama di Afghanistan setelah Perancis mengalami ketidakstabilan ekonomi dalam negeri

yang salah satu penyebabnya adalah pembiayaan militer. Hal tersebut merupakan filter dari

tekanan pada sistem internasional yang telah mengalami perubahan lingkungan strategis

serta permasalahan krisis ekonomi yang melanda Eropa dan AS.

Sistematika Penulisan

Tesis ini akan disusun dalam lima bab, yang masing-masing akan terdiri dari

beberapa subbab sesuai dengan kebutuhan analisis. Setelah Bab Pertama ini, Bab Kedua

akan menunjukkan deskripsi mengenai pembentukan pasukan ISAF di Afghanistan, kondisi

Afghanistan pasca invasi NATO, diakhiri dengan keikutsertaan Perancis untuk bergabung

39

T. Juneau, Power, Perceptions, Identity and Factional Politics; A Neoclassical realist Analysis of

Iranian Foreign Policy, 2001-2007, Carleton University, Ottawa, 2009,p.7.

Page 16: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/75156/potongan/S2-2014... · Tesis ini mengambil tema mengenai pasukan keamanan internasional di Afghanistan, ... kawan” atau

16

dengan pasukan NATO di Afghanistan. Pada Bab Ketiga peneliti akan lebih dalam

membahas mengenai situasi keamanan di Afghanistan, bagaimana peran pasukan Perancis

dalam situasi tersebut, yang akhirnya mengarah kepada penilaian bahwa sudah seharusnya

keterlibatan pasukan Perancis diakhiri.

Bab Keempat akan memaparkan analisis tentang proses pengambilan kebijakan luar

negeri Perancis, yaitu faktor struktur internasional yang diterjemahkan oleh faktor domestik

Perancis sebagai variabel pengantara sehingga akan mempengaruhi pembuatan keputusan

untuk penarikan pasukan lebih awal dari kesepakatan. Tesis ini akan diakhiri dengan Bab

Kelima yang berisikan kesimpulan dari temuan penelitian kasus yang diteliti.