Top Banner
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR I PERCOBAAN I PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN NAMA : RIZKIA FAJRIANOOR NIM : J1E113046 KELOMPOK : VIII (Delapan) ASISTEN : M. AGUS HILAL K.R
34

BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

Oct 25, 2015

Download

Documents

Rizkia 'myz

kimdas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I

PERCOBAAN I

PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

NAMA : RIZKIA FAJRIANOOR

NIM : J1E113046

KELOMPOK : VIII (Delapan)

ASISTEN : M. AGUS HILAL K.R

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2013

Page 2: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

PERCOBAAN I

PEMBUATAN DAN PENENTUAN KONSENTRASI LARUTAN

I. TUJUAN PERCOBAAN

Tujuan percobaan praktikum ini adalah untuk dapat membuat larutan

dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi

larutan yang telah dibuat.

II. TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Larutan

Berdasarkan keadaan fasa zat setelah bercampur, maka campuran ada

yang homogen dan heterogen. Campuran homogen adalah campuran yang

membentuk satu fasa, yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama

antara satu bagian dengan bagian lain didekatnya. Campuran homogen lebih

umum disebut larutan, contohnya air gula dan alkohol dalam air. Seterusnya,

campuran heterogen adalah campuran yang mengandung dua fasa atau lebih,

contohnya air susu dan air kopi (Syukri, 1999).

Pada umumnya zat yang digunakan sebagai pelarut adalah air, selain air

yang berfungsi sebagai pelarut adalah alkohol amoniak, kloroform, benzena,

minyak, asam asetat, akan tetapi kalau menggunakan air biasanya tidak

disebutkan (Gunawan, 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan yaitu

temperatur, sifat pelarut, efek ion sejenis, efek ion berlainan, pH, hidrolisis,

pengaruh kompleks dan lain-lain (Khopkar, 2003).

Unsur terpenting yang menentukan keadaan bahan dalam larutan adalah

pelarut. Komponen yang jumlahnya lebih sedikit dinamakan zat terlarut (solute).

Larutan yang menggunakan air sebagai pelarut dinamakan larutan dalam air atau

aqueous. Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah banyak dinamakan

larutan pekat. Jika jumlah zat terlarut sedikit, larutan dinamakan larutan encer.

Istilah larutan biasanya mengandung arti pelarut cair dengan cairan, padatan, atau

gas sebagai zat yang terlarut (Petrucci, 1987).

Page 3: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

Larutan atau campuran homogen adalah campuran yang membentuk

satu fasa, yaitu yang mempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu

bagian dengan bagian lain di dekatnya.Kebanyakan larutan mempunyai salah satu

komponen yang besar jumlahnya. Komponen yang besar itu disebut pelarut

(solvent) dan yang lain disebut zat terlarut (solute). Berdasarkan wujud zat terlarut

dan pelarut, larutan dapat dibagi atas tujuh macam. Dari tiga jenis wujud zat

seharusnya terbentuk sembilan macam larutan, tetapi zat berwujud padat dan cair

tidak dapat membentuk larutan dalam pelarut berwujud gas. Partikel yang

berwujud padat dan cair dalam zat lain yang berwujud gas akan membentuk

campuran heterogen (Syukri, 1999).

Tabel 1. Tujuh macam larutan

Zat Terlarut Pelarut Contoh

Gas Gas Udara (nitrogen + oksigen)

Gas Cair Oksigen dalam air

Gas Padat Hidrogen dalam serbuk platina

Cair Cair Alkohol dalam air

Cair Padat Raksa dalam amalgam padat

Padat Padat Emas dalam perak

Padat Cair Gula dalam air

Berdasarkan pelarut, larutan dapat dibagi tiga, yaitu larutan gas, larutan

cair, dan larutan padat. Dalam larutan gas tidak banyak interaksi atau pengaruh

suatu komponen terhadap yang lain, karena partikelnya sangat berjauhan.

Interaksi suatu zat dengan pelarutnya ada empat kemungkinan yaitu:

a. Zat terlarut bereaksi dengan pelarut (contohnya oksida asam dan oksida basa

dalam air yang masing-masing membentuk asam atau basa).

b. Zat terlarut berinteraksi kuat denagn pelarut ( contohnya NaCl dalam air ).

c. Zat terlarut berinteraksi lemah dengan pelarut ( contohnya benzena dan CCl4).

d. Zat tidak larut dalam larutan ( contohnya kaca dan plastik dalam air).

Selain itu, berdasarkan kemampuannya menghantarkan listrik, larutan

dapat dibedakan sebagai larutan elektrolit dan larutan non-elektrolit. Larutan

Page 4: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

elektrolit mengandung zat elektrolit sehingga dapat menghantarkan listrik,

sementara larutan non-elektrolit tidak dapat menghantarkan listrik (Syukri, 1999).

Untuk menentukan berapa banyak larutan pekat yang diperlukan untuk

membuat sejumlah tertentu larutan dengan konsentrasi yang lebih encer,

digunakan persamaan :

M1V1 = M2V2. (Brady, 1990).

Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi

asam-basa. Biasanya larutan asam diletakkan ke dalam erlemeyer. Indikator yang

digunakan yaitu suatu zat yang mempunyai warna dalam keadaan asam dan basa

berlainan. Indikator yang biasa digunakan di lab adalah fenoftalein. Fenoftalein

dalam suasana asam tidak berwarna sedangkan dalam suasan basa berwarna

merah muda (James E. Brady, 1999).

II.2. Konsentrasi Larutan

Konsentrasi larutan merupakan suatu parameter sangat penting dalam

perancangan produk, maupun dalam pengujian hasil-hasil industri, baik itu

merupakan hasil langsung yang merupakan produk industri itu sendiri, maupun

hasil sampingannya, yaitu berupa sisa/limbah. Pelarut di dalam larutan.

Konsentrasi umumnya dinyatakan dalam perbandingan jumlah zat terlarut dengan

jumlah total zat dalam larutan, atau dalam perbandingan jumlah zat terlarut

dengan jumlah pelarut. Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan macam-

macam cara, salah satunya adalah dalam molaritas, yang menyatakan konsentrasi

larutan dalam mol per liter dari larutan. Prosentase ini didasarkan pada

perbandingan antara jumlah mol zat terlarut dalam satu liter larutan.

Konsentrasi adalah perbandingan jumlah zat terlarut dengan pelarut.

a.

b.

Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya

terdapat pada tabel berikut :

jumlah zat terlarutjumlah pelarut

jumlah zat terlarutjumlah laru tan

Page 5: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

Tabel 2. Satuan Konsentrasi Larutan

No Nama Lambang Definisi1

2

3

4

5

6

7

Fraksi mol

Molar

Molal

Normal

Persen massa

Persen volume

Part per million

X

M

m

N

% w

% V

Ppm

Sesuai tabel tersebut, dapat dijelaskan secara rinci tentang konsentrasi

larutan yang penting, yaitu, yaitu :

a. Fraksi Mol (X)

Fraksi mol (mole fraction), X, suatu komponen dalam larutan dapat di

definisikan sebagai banyaknya mol (n) komponen itu, dibagi dengan jumlah mol

keseluruhan komponen dalam larutan itu. Jumlah fraksi mol seluruh komponen

dalam setiap larutan adalah 1. Dalam larutan dua komponen, yaitu :

x(terlarut).n(terlarut)+n(pelarut) = n(pelarut)

x(pelarut).n(terlarut)+n(pelarut) = n(pelarut)

dalam persentase fraksi mol dinyatakan sebagai mol persen (Rosenberg, 1996).

b. Konsentrasi Molar (M)

Konsentrasi molar (molar concentration), M ialah jumlah mol zat terlarut

yang terkandung di dalam satu liter larutan (Rosenberg, 1996).

mol zat terlarutmol zat terlarut + mol pelarut

mol zat terlarutliter laru tan

mol zat terlarut1000 g pelarut

mol ekivalen zat terlarutliter laru tan

g zat terlatutg laru tan

x 100 %

liter zat terlarutliter laru tan

x 100 %

mg zat terlarutkg laru tan

Page 6: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

Banyaknya zat kimia terdapat di laboratorium atau di pasaran tidak dalam

keadaan murni, tetapi berupa larutan, seperti larutan HCl, larutan H2SO4, dan

larutan HNO3. Jumlah mol zat dalam larutan bergantung pada konsentrasi dan

volumenya. Satuan konsentrasi yang umum di pakai adalah molar (M).

Kemolaran suatu zat adalah jumlah mol zat tiap liter larutan (Syukri, 1999).

c. Kemolalan (m)

Kemolalan (m) adalah jumlah mol zat terlarut dalam setiap 1000 g

pelarut murni. Nilainya dapat ditentukan bila mol zat dan massa pelarut diketahui.

Kemolalan mengandung informasi tentang jumlah zat terlarut dan pelarut

sehingga mudah dipakai untuk menghitung fraksi mol jika kerapatan larutan

diketahui. Nilai kemolalan juga dapat digunakan dalam menentukan

kemolarannya.

d. Kenormalan (N)

Kenormalan (N) adalah jumlah ekuivalen zat terlarut dalam tiap liter

larutan. Ekuivalen zat dalam larutan bergantung pada jenis reaksi yang dialami zat

itu, karena satuan ini dipakai untuk penyetaraan zat dalam reaksi. Ekuivalen suatu

zat ada hubungannya dengan molarnya, dan hubungan pada jenis reaksi apakah

asam, basa, atau redoks.

e. Persen massa (% W)

Pesen massa adalah perbandingan massa zat terlarut dengan massa

larutan diketahui 100 %. Satuan ini biasa dipakai untuk larutan padat dalam cair

atau pedat dalam padat.

f. Persen volume (% V)

Persen volume adalah perbandingan volume zat terlarut dengan volume

larutan dikalikan 100 %. Satuan ini sering dipakai untuk campuran dua cairan atau

lebih.

g. Part per million (ppm)

Part per million adalah milgram zat terlarut dalam tiap Kg larutan. Satuan

ini sering dipakai untuk konsentrasi zat yang sangat kecil dalam larutan yang cair

atau padat (Syukri, 1999). Perbandingan jumlah zat terlarut dan jumlah pelarut,

Page 7: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

dinyatakan dalam satuan volume berat, mol) zat terlarut dalam sejumlah volume

berat, mol) tertentu dari pelarut. Larutan encer adalah larutan yang mengandung

sejumlah kecil solute, relatif terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat

adalah larutan yang mengandung sebagian besar solute (Dewi , 2005).

II.3. Asam dan Basa

Sejak berabad-abad yang lalu, para pemikir mendefinisikan asam dan

basa berdasarkan larutan airnya. Larutan asam mempunyai rasa asam dan bersifat

korosif (merusak logam, marmer, dan berbagai bahan lain), sedangkan larutan

basa berasa agak pahit dan bersifat kaustik (licin seperti sabun). Untuk

menjelaskan penyebab sifat asam dan basa, sejarah perkembanan ilmu kimia

mencatat berbagai teori. Dimulai oleh Antoine Laurent Lavoisier (1743-1794)

menemukakan bahwa asam mengandung oksigen. Davy kemudian menyimpulkan

bahwa hidrogenlah yang merupakan unsur dasar dari setiap asam. Kemudian

Joseph Louis Gay Lussac (1778-1850) menyimpulkan bahwa asam adalah zat

yang dapat menetralkan alkali dan kedua golongan senyawa itu hanya

didefinisikan dalam kaitan satu dengan yang lain (Michael, 2002).

Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila

dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen

sebagai satu-satunya ion positf (Svelha, 1990).

Basa secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila

dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil

sebagi satu-satunya ion negatif. Hidroksida-hidroksida logam yang larut, seperti

natrium hidroksida atau kalium hidroksida hampir sempurna berdisosiasi dalam

larutan encer (Svelha, 1990).

II.4. Titrasi Asam-Basa

Reaksi penetralan asam-basa dapat digunakan untuk menentukan kadar

(konsentrasi) berbaai jenis larutan, khususnya yang terkait dengan reaksi asam-

basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan mengunakan larutan basa yang telah

diketahui kadarnya. Demikian pula sebaliknya, kadar larutan basa ditentukan

Page 8: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

dengan menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Proses penetapan

kadar larutan dengan cara ini disebut titrasi asam-basa (Michael, 2002).

Titrasi dilakukan dengan cara analisis yang memungkinkan kita untuk

mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan dengan suatu

larutan yang konsentrasinya diketahui. Analisis semacam ini yang menggunakan

pengukuran volume larutan pereaksi disebut analisis volumetri. Pada suatu titrasi,

salah satu larutan yang mengandung suatu pereaksi dimasukkan ke dalam buret,

suatu lempeng gelas yang salah satu ujungnya diberi kran dan diberi tanda tera

dalam ml dan 1

10 ml. larutan dalam buret disebut penitrasi dan selama titrasi

larutan ini diteteskan secara perlahan sampai seluruh reaksi selesai yang

dinyatakan dengan berubahnya warna indikator, suatu zat yang umumnya

ditambahkan ke dalam larutan dalam bejana penerima dan mengalami satu macam

perubahan warna. Perubahan warna ini menandakan telah tercapainya titik akhir

titrasi, diberi nama demikian karena pada titik ini penetesan larutan penitrasinya

dihentikan dan volumenya dicatat (Petrucci, 1987).

Salah satu reaksi yang sering digunakan dalam titrasi adalah netralisasi

asam-basa. Biasanya larutan asam diletakkan ke dalam erlenmeyer. Indikator yang

digunakan yaitu suatu zat yang mempunyai warna dalam keadaan asam dan basa

berlainan. Indikator yang biasa digunakan di lab adalah fenoftalein. Fenoftalein

dalam suasana asam tidak berwarna sedangkan dalam suasan basa berwarna

merah muda (Brady, 1999).

II.5 Reaksi Penetralan

Dalam titrasi, suatu larutan yang harus di netralkan, misalnya asam,

dimasukkan ke dalam wadah atau tabung. Larutan lain, yaitu basa, dimasukkan ke

dalam buret lalu dimasukkan ke dalam wadah asam, mula – mula cepat, kemudian

tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai salah satu usaha

untuk mencari titik setara adalah m elalui perubahan warna dari indikator asam

basa. Titik pada titrasi dimana indikator beruah warna dinaakan titik akhir (end

point) dari indikator. Yang diperlukan adalahmenandakan titik akhirindukator

dengan titik setara dari penetralan. Ini dapat tercapai jika kita dapat menemukan

Page 9: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

indikator yang perubahan warnanya terjadi dalam selang pH yang meliputi pH

sesuai titik setara (Petrucci, 1987).

III.ALAT DAN BAHAN

A. Alat

Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah gelas piala, gelas

ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar, dan buret.

B. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam klorida

pekat, larutan natrium hidroksida 0,1M, pelet natrium hidroksida, larutan

asam klorida 0,1 M, indikator metil merah, indikator phenophtalein, dan

akuades.

IV.PROSEDUR KERJA

A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida

1. Gelas ukur kosong ditimbang dan dicatat beratnya.

2. 4,15 mL larutan asam klorida pekat diambil dengan menggunakan pipet

dan gelas ukur yang telah ditimbang. Dilakukan dalam lemari asam.

3. Labu takar 100 mL yang kosong ditimbang dan dicatat beratnya,kemudian

diisi dengan 20-25 mL akuades.

4. Asam klorida yang telah ditimbang dimasukkan ke dalam labu takar, hal

tersebut dilakukan dalam lemari asam.

5. Akuades di tambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas,kemudian

labu takar ditutup dan dikocok hingga larutan homogen. Larutan tersebut

disebut larutan A.

6. 20 mL larutan asam klorida (larutan A) dipindahkan menggunakan pipet

gondok atatu pipet ukur ke dalam labu takar 100 mL yang baru.

7. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Larutan

HCl yang diencerkan ini disebut larutan B.

B. Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi

a. Titrasi dengan Indikator Metil Merah

Page 10: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas lagi dengan larutan

NaOH yang akan digunakan.

2. Buret diisi dengan dengan larutan natrium hidroksida.

3. Volume awal larutan natrium hidroksida dicatat dalam buret dengan

skala pada meniscus dibaca bawah larutan.

4. 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dipindahkan ke dalam

erlenmeyer menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.

5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.

6. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH di dalam

buret hingga terjadi perubahan warna.

7. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.

8. Volume akhir NaOH dalam buret dibaca, volume NaOH yang

diperlukan untuk titrasi dihitung dari selisih volume awal dan volume

akhir NaOH dalam buret.

9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

b. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein

1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas lagi dengan larutan

NaOH yang akan digunakan.

2. Buret diisi dengan larutan NaOH 0,1 M.

3. Volume awal larutan NaOH dalam buret dicatat dengan dibaca skala

pada meniskus bawah larutan.

4. 10 mL larutan asam klorida encer (larutan B) dipindahkan ke dalam

erlenmeyer menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.

5. Indikator fenoftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut.

6. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH di dalam

buret hingga terjadi perubahan warna.

7. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.

8. Volume akhir NaOH dalam buret dibaca, volume NaOH yang

diperlukan untuk titrasi dihitung dari selisih volume awal dan volume

akhir NaOH dalam buret.

9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

Page 11: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida

1. 0,4 gram butiran NaOH ditimbang menggunakan kaca arloji dan neraca

analitik.

2. NaOH dari gelas arloji dipindahkan ke dalam gelas beker yang telah berisi

20-25 ml akuades hangat.

3. Pengaduk kaca diaduk hingga seluruh NaOH larut sempurna.

4. Larutan dari gelas beker dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml.

5. Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar. Labu takar

ditutup, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada

tahap ini disebut sebagai larutan C.

6. 25 ml larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml yang baru dengan

menggunakan pipet gondok.

7. Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Dikocok hingga homogen.

Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.

D. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi

a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran

1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas kembali dengan larutan

HCl 0,1 M yang akan digunakan.

2. Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.

3. Volume awal larutan HCl 0,1 M di dalam buret dicatat dengan melihat

skala pada meniskus bawah larutan.

4. 10 mL larutan NaOH encer (larutan D) dipindahkan ke dalam

erlenmeyer menggunakan pipet gondok.

5. 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.

6. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan HCl 0,1 M di

dalam buret hingga terjadi perubahan warna.

7. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.

8. Volume akhir HCl dalam buret dicatat ,kemudian dihitung volume HCl

yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir

HCl dalam buret.

9. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.

b. Titrasi Larutan HCl 0,1 M dengan Larutan NaOH sebagai Titran

Page 12: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

1. Buret dibilas dengan akuades kemudian dibilas kembali dengan larutan

NaOH yang dibuat (larutan D).

2. Buret diisi dengan larutan NaOH encer (larutan D)

3. 10 mL larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam erlenmeyer

menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.

4. 2 tetes indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.

5. Larutan di dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer di

dalam buret hingga terjadi perubahan warna.

6. Titrasi dihentikan apabila terjadi perubahan warna yang konstan.

7. Volume larutan NaOH yang diperlukan untuk titrasi dihitung dari

selisih volume awal dan volume akhir larutan NaOH yang ada di

dalam buret.

8. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali

9. Hasil yang diperoleh antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 M

sebagai titran dibandingkan dan larutan NaOH encer sebagai titran.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan Perhitungan

1. Hasil

A. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida

1) Pembuatan Larutan A

No. Percobaan Pengamatan

1.

Labu takar kosong 100 mL ditimbang

Labu takar 100 mL + aquades ditimbang

Suhunya diukur

2. Volume HCl pekat diukur 4 mL

3. Massa jenis HCl dihitung 1190 gr/mL

4. Konsentrasi HCl pekat dihitung 12,06 M

5. Persen berat HCl dihitung 37% (b/b)

6. Berat larutan dihitung

7. HCl ke dalam labu takar dimasukkan

8. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar

Page 13: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

hingga tanda batas

9. Labu takar ditutup dan dikocok larutan hingga homogen

10. Berat labu takar berisi larutan ditimbang

11. Volume larutan A diukur 100 mL

2) Pembuatan Larutan B dan pengenceran larutan A

No. Percobaan Pengamatan

1. Larutan A dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru

10 mL

2. Aquades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas

3. Larutan diukur sebelum diencerkan 10 mL

4. Volume larutan diukur setelah diencerkan 100 mL

B. Penentuan Konsentrasi larutan Asam Klorida Melalui Titrasi

1). Titrasi dengan Indikator Metil Merah

No.

Percobaan Pengamatan

1. Buret dibilas dengan aquades

2.Kembali dibilas dengan larutan NaOH yang akan digunakan.

3. Buret diisi dengan larutan NaOH Berwarna bening

4. Volume awal NaOH dalam buret dicatat 0 mL

5.Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok

10 mL

6.Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut

2 tetes

7.Larutan dititrasi ke dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH dalam buret

8. Perubahan warna diamati Merah Muda - Kuning

9. Volume akhir NaOH dalam buret dibacaVawal = 50 mL

Vakhir = 45,1 mL

10. Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi I V NaOH = 50 - 45,1

Page 14: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

dihitung = 4,9 mL

11. Langkah 1-8 diulangi

Merah Muda - Kuning

Vawal = 47,1 mL

Vakhir = 42,5 mL

12.Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi II dihitung

V NaOH = 47,1 - 42,5

= 4,6 mL

13. Volume rata-rata dihitung Vrata-rata = 4,75 mL

2.) Titrasi dengan Indikator Fenoftalein

No. Percobaan Pengamatan

1. Buret dibilasdengan aquades

2.Kembali dibilas dengan larutan NaOH yang akan digunakan.

3. Buret diisi dengan larutan NaOH Berwarna bening

4. Volume awal NaOH dalam buret dicatat 10 mL

5.Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok

6.Indikator fenoftalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut

2 tetes

7.Larutan dititrasi ke dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH dalam buret

8. Perubahan warna diamati Bening – Merah muda

9. Volume akhir NaOH dalam Buret dibacaVawal = 42,5 mL

Vakhir = 37,5 mL

10.Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi I dihitung

V NaOH = 42,5 - 37,5

= 5 mL

11.Volume NaOH yang terpakai untuk titrasi II dihitung

V NaOH = 37,5 – 33

= 4,5 mL

12. Volume rata-rata dihitung Vrata-rata = 4,75 mL

C. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida

1. Pembuatan Larutan C

No. Percobaan Pengamatan

Page 15: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

1.Butiran NaOH ditimbang dengan kaca arloji atau neraca analitik

0,41 gram

2.Butiran NaOH dipindahkan kedalam gelas beker yang berisi akuades

3.Diaduk dengan pengaduk kaca hingga seluruh NaOH larut sempurna

4.Larutan dari gelas beker dipindahkan kedalam labu takar 50 mL

Labu takar 50 mL

5. Ditambahkan akuades hingga tanda batas

6.Labu takar ditutup, kemudian dikocok hingga homogen

7. Volume larutan C diukur 50 mL

2. Pembuatan Larutan D

No. Percobaan Pengamatan

1.Larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru

10 mL

2.Aquades ditambahkan ke dalam labu takar hingga tanda batas

3. Larutan diukur sebelum diencerkan 10 mL

4. Volume larutan diukur setelah diencerkan 100 mL

D. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui titrasi

1. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai titran

No. Percobaan Pengamatan

1.Buret dibilas dengan akuades, kemudian membilas kembali dengan larutan HCl yang akan digunakan

HCl 0,1 M

2. Buret diisi dengan HCl

3. Volume awal larutan HCl dalam buret dicatat

10 mL

4.Larutan D dipindahkan kedalam Erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur

10 mL larutan D berwarna bening

5. Indikator metil merah ditambahkan kedalam larutan tersebut

2 tetes

6. Perubahan warna diamati setelah ditetesi metal merah

Kuning

Page 16: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

7.Larutan dititrasi dalam Erlenmeyer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna

8. Titrasi dihentikan begitu terjadi perubahan warna yang konstan

Perubahan Warna:Kuning - Merah Muda

9.

Volume akhir asam klorida yang tersisa dalam buret dibaca. Dihitung volume asam klorida yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir asam klorida dalam buret

Vawal HCl = 50 mLVakhir HCl = 46,3 mL

Vtitrasi = 50 - 46,3= 3,7 mL

10 Langkah 1-9 diulangiPerubahan warna :

Kuning - Merah Muda

11. Volume HCl yang terpakai untuk titrasi II dihitung

Vawal HCl = 50 mLVakhir HCl = 45,7 mL

Vtitrasi = 50 - 45,7= 4,3 mL

12. Volume rata – rata yang terpakai untuk menitrasi dihitung

Vrata-rata = 4 mL

2. Titrasi Larutan HCl 0,1 N dengan larutan NaOH sebagai Titran

No Percobaan Pengamatan

1.Buret dibilas dengan aquades, kemudian dibilas kembali dengan larutan D yang akan digunakan.

2. Buret diisi dengan Larutan D

3. Volume awal larutan D dalam buret dicatat 0 mL

4. HCldipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.

10 mL HCl

5.Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.

2 tetes

6.Perubahan warna setelah ditetesi metil merah diamati

Merah Muda

7. Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan larutan NaOH encer (Larutan D) di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.

8.Titrasi dihentikan begitu terjadi perubahan warna yang konstan.

Perubahan warna: Merah Muda -

Kuning

9. Volume akhir NaOH encer yang tersisa dalam buret dibaca. Dihitung volume Larutan D yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir asam klorida dalam buret.

Vawal = 50 mL

Vakhir = 20,5 mL

Vtitrasi = 50 - 20,5

Page 17: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

= 29,5 mL

10. Langkah 1-9 diulangiPerubahan warna:

Merah Muda - Kuning

11.Volume rata-rata yang terpakai untuk menitrasi dihitung

VawalNaOH=50 mL

VakhirNaOH=20,5mL

Vtitrasi = 50 – 20,5

= 29,5 mL

Vrata-rata = 29,5 mL

1) Perhitungan

A. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat

Diketahui:

Massa jenis HCl = 1,19 kg/L = 1190 gram/L

Persen berat HCl = 37% (b/b)

Massa 1 L larutan pekat HCl

= 1190 gram/L x 1 L = 1190 gr

Massa HCl dalam 1 L larutan pekat = 37% x 1190 = 440,3 gram

Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol

Molaritas HCl pekat = 440,3gram/36,5 gram.mol-1

1L

= 12,06 mol/L

B. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan Larutan B)

Melalui Perhitungan Pengenceran

a. Konsentrasi Larutan A

Diketahui:

Molaritas HCl pekat = 12,06 mol/L

Volume HCl pekat = 4 mL = 0,004 L

Volume larutan A = 100 mL = 0,1 L

Page 18: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

Ditanya:

Molaritas Larutan A = ….?

Jawab:

MA .VA = MHCl .VHCl

MA . 0,1 L = 12,06 M . 0,004 L

MA = 0,4824 M

b. Konsentrasi Larutan B

Diketahui:

MA = 0,48 M

VA = 10 mL = 0,01 L

VB = 100 mL = 0,1 L

Ditanya:

MB = …..?

Jawab:

MA .VA = MB .VB

0,48 M . 0,01 L = MB . 0,1 L

0,01 = MB . 0,1

MB = 0,048 M

Melalui Titrasi

a. Dengan indikator metil merah

Diketahui:

MNaOH = 0,1 M

VHCl = 10 mL = 0,01 L

VNaOH = 4,75 Ll = 0,00475 L

Ditanya:

NHCl = …..?

Jawab:

ekuivalen asam = ekuivalen basa

NHCl .VHCl = MNaOH .VNaOH

NHCl . 0,01 L = 0,1 M . 0,00475 L

NHCl = 0,047 N

Page 19: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

b. Dengan indikator fenoftalein

Diketahui:MNaOH = 0,1 MVHCl = 10 mL = 0,01 LVNaOH= 4,75 mL = 0,00475 LDitanya:NHCl = …..?Jawab:

ekivalen asam = ekivalen basaNHCl . VHCl = NNaOH . VNaOH

NHCl . 0,01 L = 0,1 N . 0,00475 L NHCl = 0,047 N

C. Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH

Melalui Perhitungan Pengenceran

a. Konsentrasi Larutan C

Diketahui:Massa NaOH = 0,4 gramV NaOH = 50 ml = 0,05 LMr NaOH = 40 gram/molDitanya:M NaOH = …..?Jawab:

M NaOH = gram/Mr = 0,4/40 = 0,2 M V 0,05

b. Konsentrasi Larutan D

Diketahui:

MC = 0,2 M

VC = 10 mL = 0,01 L

VD = 100 mL = 0,1 L

Ditanya:

MD = …..?

Jawab:

MC . VC = MD . VD

0,2 M . 0,01 L = MD . 0,1 L

Page 20: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

MD = 0, 02 M

Melalui Titrasi

a. Titrasi NaOH oleh HCl

Diketahui:Konsentrasi NaOH = NNaOH

VNaOH = 10 mL = 0,01 LVHCl = 4 mL = 0,004LMHCl = 0,1 MNHCl = 0,1 N

Ditanya:MNaOH = …….?Jawab:

ekuivalen asam = ekuivalen basaNHCl .VHCl = NNaOH .VNaOH

0,1 . 0,004 = NNaOH . 0,01

NNaOH = 0,04 N

MNaOH = 0,04 M

b. Titrasi HCl oleh NaOH

Diketahui:Konsentrasi NaOH = NNaOH

VNaOH = 29,5 ml = 0,0295 LVHCl = 10 ml = 0,01 LMHCl = 0,1 MNHCl = 0,1 NDitanya:MNaOH = …….?Jawab:

ekuivalen asam = ekuivalen basaNHCl .VHCl = NNaOH .VNaOH

0,1N . 0,01 L = NNaOH . 0,0295 L0,001 = 0,048 NNaOH

NNaOH = 29,5 N

B. Pembahasan

Page 21: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

Dalam pembuatan larutan dengan konsentrasi tertentu, dapat dilakukan

dengan cara mencampurkan dua buah komponen, yaitu solute dan solvent yang

memiliki sifat dan komponen yang sama antara satu bagian dengan bagian yang

lain. Untuk membuat larutan yang baru dapat dilakukan juga dengan cara

mengencerkannya, yang akan mengalami pertambahan volume.

Larutan HCl (larutan A) sebanyak 4 mL diencerkan sampai 100 mL, maka

jadilah larutan baru yang disebut larutan HCl encer (larutan B) yang didapat dari

mengambil 10 ml larutan A, kemudian diencerkan kembali hingga volumenya

bertambah menjadi 100 mL. Begitu juga dengan larutan NaOH (larutan C)

sebanyak 0,41 gram dilarutkan dengan akuades hingga volumenya menjadi 100

ml, kemudian diambil 10 mL, dan larutkan kembali hingga 100 mL dan

terbentuklah larutan NaOH encer (larutan D).

Untuk menentukan konsentrasi larutan dilakukan dengan suatu proses

yang disebut titrasi. Penitrasian dilakukan dengan menambahkan indikator asam -

basa ke dalam larutan yang akan dititrasi. Indikator adalah asam atau basa lemah

yang akan membentuk kesetimbangan dalam air. Daerah perubahan warna

indikator tergantung pada nilai asam atau basa indikator. Indikator metil merah

apabila dititrasikan dengan HCl atau NaOH akan berubah warna kuning. Volume

larutan yang diperlukan untuk penitrasian HCl dan NaOH berbeda. Hal tersebut

dikarenakan HCl bersifat asam dan NaOH bersifat basa. Pada percobaan yang

telah dilakukan penetrasian terhadap larutan asam – basa, larutan HCL dengan

larutan NaOH yang saling bereaksi akan saling menetralisir antara satu dengan

yang lain. Karena pH dari larutan HCl dan larutan NaOH ekuivalen sehingga

saling menetralisir.

Perubahan warna yang terjadi tidak hanya tergantung pada pHnya saja,

tetapi juga pada kepekatan indikator. Misal, pada fenolfthalien yang pada bentuk

asamnya berwarna bening (tidak berwarna) dan dalam bentuk basanya berwarna

merah. Pada metil merah yang dalam bentuk asam berwarna merah dan dalam

bentuk basa berwarna kuning. Atas dasar itu penitrasian, indikator harus benar-

benar sesuai dengan kepekatan yang sudah ditentukan, karena dapat

mempengaruhi asam basa secara menyeluruh pada larutan. Perbedaan hasil akhir

Page 22: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

titrasi antara titrasi asam terhadap basa dengan titrasi basa terhadap basa

dikarenakan karena perbedaan penitrasi.

Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh data konsentrasi

larutan A adalah 0,4824 M, konsentrasi larutan B yaitu 0,048 M, konsentrasi

larutan C adalah 0,2 M dan terakhir konsentrasi larutan D ialah 0,02 M.

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah :

1. Titrasi digunakan untuk menentukan konsentrasi larutan yang belum

diketahui konsentrasinya, asalkan salah satu larutan diketahui

konsentrasinya.

2. Dari hasil perhitungan, didapat harga molarias dari HCl pekat yaitu

12,06 mol/L.

3. Titrasi asam terhadap basa (Titrasi NaOH oleh HCl) dengan

menggunakan indikator metil merah menghasilkan volume titrasi rata-

rata sebanyak 4 mL.

4. Titrasi basa terhadap asam (Titrasi HCL oleh NaOH) dengan

menggunakan indikator metil merah menghasilkan volume titrasi rata-

rata sebanyak 29,5 mL.

5. Dari hasil percobaan yang telah dilakukan diperoleh data konsentrasi

larutan A adalah 0,4824 M, konsentrasi larutan B yaitu 0,048 M,

konsentrasi larutan C adalah 0,2 M dan terakhir konsentrasi larutan D

ialah 0,02 M.

6. Konsentari HCl melaui titrasi dengan indikator metil merah adalah

0,047 N dan dengan indikator fenolftalein adalah 0,047 N. Untuk

konsentrasi NaOH melalui titrasi, HCl sebagai penitran adalah 0,04 M

dan NaOH sebagai penitran adalah 29,5 N.

Page 23: BAB I Penentuan Konsentrasi Fix

DAFTAR PUSTAKA

Brady, E. J. 1999. Kimia Universitas Asas dan Sruktur. Binarupa Aksara. Jakarta

Brady, J. 1990. Kimia Universitas. Jilid I. Erlangga, Surabaya.

Dewi, M. 2005. Diktat Kimia Dasar II. Banjarbaru.

Gunawan, Adi dan Roeswati. 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.

Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia: Jakarta.

Michael, 2002. Kimia. Erlangga. Jakarta

Petrucci, H. R. 1987. Kimia DasarJilid 2. Erlangga. Jakarta

Rosenberg, J. L.1996. Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung

Svehla, G.1990. Buku Teks Analisis dan Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. PT. Kalman Media Pustaka. Jakarta