Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan jajaran pemerintah yang membidangi urusan kesehatan. Saat ini Kemenkes berada di bawah pimpinan dr. Terawan Agus Putranto sebagai menteri kesehatan. Gambar 1.1 Logo Kemenkes RI Sumber: kemenkes.go.id Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Visi tersebut diwujudkan dengan 7 (tujuh) misi pembangunan yaitu: 1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. 2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum. 3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim. 4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera. 5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.
17

BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

Nov 07, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan jajaran

pemerintah yang membidangi urusan kesehatan. Saat ini Kemenkes berada di

bawah pimpinan dr. Terawan Agus Putranto sebagai menteri kesehatan.

Gambar 1.1 Logo Kemenkes RI

Sumber: kemenkes.go.id

Visi

Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik

Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan

Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong. Visi tersebut diwujudkan dengan 7

(tujuh) misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah,

menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim

dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis

berlandaskan negara hukum.

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas dan aktif serta memperkuat jati diri

sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia lndonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

2

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan

berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Dengan lokasi kantor di Jl. HR. Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9, Jakarta Selatan,

dalam bekerja, Kemenkes RI dipimpin oleh seorang Menteri Kesehatan dengan

didampingi oleh beberapa staf ahli. Adapun struktur organisasi Kemenkes RI

adalah sebagai berikut.

Pada penelitian ini dibahas salah satu produk dari Kemenkes RI, yaitu iklan

televisi Cegah Stunting Itu Penting. Iklan televisi ini merupakan perwujudan salah

tugas dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, yaitu pemberdayaan

masyarakat dan promosi masyarakat. Adapun tugas ini lebih spesifiknya

dilaksanakan oleh Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.

Gambar 1.2 Iklan Layanan Masyarakat Pencegahan Stunting

Sumber: promkes.kemkes.go.id

Page 3: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

3

Iklan layanan masyarakat ini merupakan salah satu bentuk realisasi dari upaya

penanggulangan stunting di Indonesia. Iklan yang dibahas pada penelitian ini

adalah iklan yang ditayangkan pada tahun 2019 mulai bulan Mei. Dengan durasi 30

detik, iklan ini berisi informasi mengenai hal-hal yang dapat dilakukan sebagai

upaya pencegahan stunting, seperti pemeriksaan rutin ke Puskesmas, pemberian

makanan dengan gizi seimbang secara teratur, serta sanitasi.

Gambar 1.3 Iklan Layanan Masyarakat Cegah Stunting Itu Penting

Sumber: data peneliti

Objek penelitian, menurut Sugiyono (2013:38), merupakan atribut atau nilai

dari seseorang, kegiatan, atau objek yang memiliki suatu variasi yang diteliti,

dipelajari, kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan kata lain objek penelitian

merupakan pusat perhatian atau masalah dari penelitian. Adapun objek penelitian

pada penelitian ini antara lain: (1) daya tarik pesan, (2) kualitas pesan, serta (3)

frekuensi penayangan iklan layanan masyarakat Cegah Stunting Itu Penting, dan

(4) sikap khalayak.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

4

1.2 Latar Belakang Masalah

Sebagai negara berkembang tentunya Indonesia menghadapi beberapa masalah

dan tantangan, salah satunya di bidang kesehatan. Masalah kesehatan telah menjadi

perhatian pemerintah sejak dulu. Banyak hal yang memicu kemunculan masalah

kesehatan, mulai dari sulitnya akses terhadap tenaga dan fasilitas medis, hingga

yang paling umum yaitu sanitasi.

Mengutip PBB, 2,5 miliar orang di dunia masih hidup dengan sanitasi yang

buruk. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus sanitasi

terbanyak(diambil dari https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2202429/10-

negara-dengan-sanitasi-terburuk-di-dunia-indonesia-peringkat-2, diakses 25

Agustus 2019, 19:52 WIB). Padahal sanitasi atau kebersihan menjadi salah satu hal

paling mendasar dalam hidup sehat.

Untuk menjadi negara maju tentunya dibutuhkan bangsa yang berkualitas. Anak-

anak, khususnya, diharapkan dapat menjadi generasi penerus bangsa untuk

membangun Indonesia. Namun pada kenyataannya, tugas ini terhambat karena

masalah kesehatan yang mengganggu tumbuh kembang anak dan menghalangi

potensi mereka.

Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

menjelaskan penelitian dan pengembangan kesehatan merupakan salah satu

komponen penting dalam program pembangunan nasional. Pada rapat Kerja

Nasional (Rakernas) yang diadakan oleh Badan Litbangkes, Menteri Kesehatan,

Nila Moeloek, menyampaikan ada lima isu utama yang dijadikan prioritas dalam

pembangunan kesehatan selama 5 tahun kedepan (2020-2024). Kelima isu tersebut

adalah angka kematian ibu (AKI)/ angka kematian neonatal (AKN) yang tinggi,

stunting, tuberkulosis (TBC), penyakit tidak menular (PTM) serta cakupan

imunisasi dasar lengkap. Riskesdas menyatakan meningkatnya PTM memerlukan

strategi penanganan dan pengendalian khusus. Di antara kelima isu tersebut,

stunting sebagai salah satu PTM menjadi perhatian Kementerian Kesehatan

(diambil dari https://www.kemkes.go.id/article/view/19031100002/lima-isu-

prioritas-tantangan-balitbangkes-5-tahun-ke-depan.html, diakses 25 Agustus 2019,

22:04 WIB)

Page 5: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

5

Stunting adalah salah satu masalah gizi yang dialami balita di dunia. Pada tahun

2017, stunting dialami oleh sebanyak 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia.

Akan tetapi, seperti yang nampak pada grafik, jumlah balita penderita stunting

mengalami penurunan.

Gambar 1.4 Grafik Prevalensi Balita Pendek di Dunia 2000-2017

Sumber: Buletin Stunting 2018

Pada tahun 2017, sebanyak 55% balita penderita stunting di seluruh dunia

berasal dari Asia. Dari persentasi tersebut proporsi terbanyak berasal dari Asia

Selatan, yaitu sebanyak 58,7%, sementara Asia Tenggara di urutan kedua dengan

proporsi sebanyak 14,9%. Dari data tersebut, Indonesia merupakan negara ketiga

dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara. Rata-rata prevalensi balita

stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

Gambar 1.5 Rata-rata Prevalensi Balita Pendek di Regional Asia Tenggara Tahun 2005-

2017

Sumber: Buletin Stunting 2018

0 10 20 30 40 50 60

Thailand

Myanmar

Indonesia

Timor Leste

Prevalensi Stunting di Asia Tenggara 2005-2017

Angka dalam persen (%)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

6

Stunting atau kerdil/pendek telah menjadi masalah gizi utama di Indonesia.

Stunting merupakan kondisi bayi pada rentang usia 0-11 bulan dan balita pada

rentang usia 12-59 bulan yang gagal tumbuh. Hal ini disebabkan terjadinya

kekurangan gizi kronis, khususnya selama 1000 hari pertama kehidupan anak.

Kekurangan gizi terjadi setelah bayi lahir dan dari kandungan yang kurang sehat

maka akan terlihat perbedaannya setelah anak berusia 2 tahun. Balita/anak dengan

stunting memiliki tinggi badan yang jauh lebih pendek dibandingkan anak

seusianya dan menyebabkan perbedaan yang signifikan dengan anak seusianya.

Data Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015-2017 menunjukkan masalah

anak pendek terjadi lebih banyak dibandingkan dengan masalah gizi lainnya seperti

genuk, kurus, serta kurang gizi. Prevalensi balita pendek sempat mengalami

penurunan dari tahun 2015 ke tahun 2016, yaitu dari 29% menjadi 27,5%. Angka

prevalensi menunjukkan jumlah balita penderita stunting dibanding jumlah balita

secara keseluruhan dalam suatu daerah. Namun kemudian mengalami peningkatan

kembali di tahun 2017 menjadi 29,6% yang bahkan lebih tinggi lagi dari tahun 2016

(diambil dari

https://www.kemkes.go.id/resources/download/pusdatin/buletin/Buletin-Stunting-

2018.pdf, diakses 25 Agustus 2019, 15:47 WIB).

Gambar 1.6 Grafik Masalah Gizi di Indonesia Tahun 2015-2017

Sumber: Buletin Stunting 2018

Page 7: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

7

Hasil Riskesdas tahun 2007 menyatakan persentase balita pendek di Indonesia

sebesar 36,8%. Kemudian mengalami penurunan di tahun 2010 menjadi 35,6%

namun kemudian mengalami kenaikan kembali di tahun 2013 menjadi 37,2%

Gambar 1.7 Grafik Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2007-2013

Sumber: Buletin Stunting 2018

Kemudian pada tahun 2015, persentase balita pendek di Indonesia berada pda

angka 29%. Pada tahun 2016 angka ini menurun menjadi 27,5% dan meningkat

kembali di 2017 menjadi 29,6%.

Gambar 1.8 Grafik Prevalensi Balita Pendek di Indonesia Tahun 2015-2017

Sumber: Buletin Stunting 2018

Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 terjadi penurunan jumlah balita stunting dari

sebelumnya 37,2% pada tahun 2013 menjadi 30,8%. Namun WHO menetapkan

angka rekomendasi untuk kasus ini sebesar 20% atau seperlima jumlah balita, yang

mana berarti kasus di Indonesia masih di atas angka rekomendasi tersebut. Dengan

ini, Atas hal ini, WHO menetapkan Indonesia sebagai negara dengan status gizi

buruk. (diambil dari

Page 8: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

8

https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/01/24/p30s85396-who-78-

juta-balita-di-indonesia-penderita-stunting, diakses 25 Agustus 2019 22:03 WIB)

Sementara itu, di Jawa Barat sendiri angka stunting telah mencapai 29,2%.

Sebanyak 2,7 juta balita di antaranya berada di delapan kabupaten/kota dengan

persentase stunting tinggi. Kedelapan kota/kabupaten ini di antaranya adalah

Kabupaten Garut (43,2%), Kabupaten Sukabumi (37,6%), Kabupaten Cianjur

(35,7%), Kabupaten Tasikmalaya (33,3%), Kabupaten Bandung Barat (34,2%),

Kota Tasikmalaya (33,2%), Kabupaten Majalengka (30,2%), dan Kabupaten

Purwakarta (30,1%). Kota Tasikmalaya salah satunya, masih memiliki prevalensi

33,2% (diambil dari http://bappeda.jabarprov.go.id/cegah-stunting-jabar-akan-

gelar-kampanye-zero-stunting-2023/, diakses 6 September 2019 22:06 WIB).

Angka ini di atas standar WHO seperti yang disebutkan di atas, yaitu 20%. Di

samping itu, terjadi pula kenaikan angka bayi dengan gizi buruk dari tahun 2016 ke

tahun 2018. Di tahun 2016, jumlah bayi dengan gizi buruk yang tercatat oleh BPS

Kota Tasikmalaya adalah 83 bayi yang tersebar di 10 kecamatan.

Gambar 1.9 Tabel Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Bergizi

Buruk dan Bergizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan Menurut Kecamatan, 2016

Sumber: tasikmalayakota.bps.go.id

Selanjutnya di tahun 2018, angka ini meningkat menjadi 115 bayi. Hal ini

menjadi penting karena gizi buruk kronis atau berkepanjangan bisa menjadi

penyebab stunting. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, stunting disebabkan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

9

oleh kurangnya asupan gizi pada 1000 hari pertama sejak kelahiran. Sementara itu,

dampaknya baru akan terlihat hingga bayi berusia 2 tahun. Data inilah yang

membuat peneliti ingin melakukan penelitian di Kota Tasikmalaya. Data ini

menunjukkan adanya kesenjangan antara program pemerintah yang telah dilakukan

dengan angka stunting yang malah meningkat, padahal tujuan dari program ini

adalah memberikan informasi dan edukasi yang dapat membantu menekan angka

stunting.

Gambar 1.10 Tabel Jumlah Bayi Lahir, Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Bergizi

Buruk dan Bergizi Buruk yang Mendapatkan Perawatan Menurut Kecamatan, 2018

Sumber: tasikmalayakota.bps.go.id

Dalam menangani masalah kesehatan, khusunya stunting, pemerintah telah

melakukan beragam upaya selama beberapa tahun terakhir. Departemen Kesehatan

memiliki strategi yang disebut Strategi 5 Pilar Penanganan Stunting.

Kelima pilar tersebut adalah:

1. Komitmen dan Visi Kepemimpinan

2. Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku

Page 10: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

10

3. Konvergensi, Koordinasi Program Pusat, Daerah dan Desa

4. Gizi dan Ketahanan Pangan

5. Pemantauan dan Evaluasi

Kelima pilar ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan terkait dengan ketahanan pangan tingkat keluarga, yaitu:

1. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat ditujukan untuk peningkatan mutu gizi

perseorangan dan masyarakat, melalui antara lain a) perbaikan pola konsumsi

makanan, dan b) peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi;

2. Pemerintah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga

miskin dan dalam keadaan darurat;

3. Pemerintah juga bertanggung jawab terhadap pendidikan dan informasi yang

benar tentang gizi kepada masyarakat. (Bab VIII, Pasal 142; ayat 3 UU 36/2009).

(Buletin Stunting 2018)

Melihat data mengenai stunting yang tidak hanya menjadi isu nasional, tapi juga

global, maka perlu diadakannya komunikasi berupa penyampaian informasi

mengenai stunting. Hal ini karena gejala dari stunting sendiri tidak begitu nampak

dan masih sering dianggap sepele, padahal dampaknya adalah seumur hidup.

Salah satu upaya yang penting dalam penanganan stunting ini adalah komunikasi

dari pemerintah kepada masyarakat. Untuk hal ini, pemerintah telah melakukan

penyebarluasan informasi di tahun 2018. Hal ini dilakukan melalui berbagai macam

media massa luar ruang seperti billboard, TVC, media sosial, radio, dan lainnya.

Media massa sendiri, dalam komunikasi, berperan menyampaikan informasi

kepada khalayak luas secara serentak (Rakhmat, 2018:189).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

11

Gambar 1.11 Tabel Kegiatan Penyebarluasan Informasi Tahun 2018

Sumber: depkes.go.id

Media televisi digunakan karena memiliki beberapa keunggulan sebagai media

massa dibandingkan media lainnya. Televisi mampu memberi tayangan secara

audio dan visual, yang mana lebih menarik perhatian khalayak. Selain itu televisi

juga mampu memberikan tayangan secara langsung dan real time. Ditambah lagi

televisi memiliki jangkuan yang luas dan hingga hari ini dapat diakses hampir oleh

semua lapisan masyarakat.

Televisi merupakan media yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

berdasarkan kuantitas waktu. Berdasarkan data yang dihimpun Nielsen pada 2018,

masyarakat Indonesia menghabiskan menghabiskan waktu sebanyak 4 jam 53

menit untuk menonton televisi. Kemudian disusul oleh konsumsi internet sebanyak

3 jam 14 menit (dialmbil dari https://www.nielsen.com/id/en/press-

releases/2019/mengoptimalkan-strategi-komunikasi-dan-pemasaran-dengan-

nielsen-total-audience/, diakses 25 Agustus 2019, 22:21 WIB).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

12

Gambar 1.12 Konsumsi Waktu terhadap Media di Indonesia 2018

Sumber: Nielsen Indonesia

Televisi juga merupakan media yang telah mencapai hampir seluruh masyarakat

Indonesia. Pada tahun 2017, Nielsen melakukan survei mengenai konsumsi media

terhadap 1107 responden dari seluruh Indonesia. Responden berasal dari 11 kota

besar meliputi Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surakarta, Surabaya,

Denpasar, Medan, Palembang, Makassar, dan Banjarmasin. Hasil survei tersebut

menunjukkan bahwa penetrasi media paling besar dicapai oleh televisi, yaitu

sebesar 96%. Kemudian disusul oleh media luar ruang sebesar 53% dan internet

44%. Sementara media dengan penetrasi paling kecil dilakukan oleh media tabloid

dan majalah.

Gambar 1.13 Penetrasi Media di Indonesia 2017

Sumber: Nielsen Indonesia

Page 13: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

13

Di samping itu, pola konsumsi media berdasaran waktu menunjukkan bahwa

mayoritas masyarakat mengakses televisi pada pagi hari sebelum jam 9 pagi, serta

petang-malam hari antara jam 6 petang – 10 malam. Hal ini dikarenakan antara jam

9 hingga jam 6 sore merupakan jam kantor di mana mayoritas orang bekerja dan

tidak dapat mengakses televisi. Iklan layanan masyarakat Cegah Stunting Itu

Penting sendiri ditayangkan pada petang hari, hal ini sesuai informasi tersebut yang

mana iklan tersebut ditayangkan pada waktu banyak khalayak menonton televisi.

Gambar 1.14 Grafik Konsumsi Media Berdasarkan Waktu di Indonesia 2017

Sumber: Nielsen Indonesia

Berdasarkan data dan informasi di atas, pilihan media televisi dapat dikatakan

tepat untuk menyebar informasi. Adapun untuk menyampaikan informasi

mengenai stunting ini, pemerintah menggunakan media televisi melalui bentuk

iklan. Kotler mendefinisikan iklan sebagai bentuk presentasi nonpersonal serta

promosi dari barang, jasa, ataupun ide dan harus dibayar (Molan, 2007:244).

Melalui iklan di televisi ini diharapkan informasi dapat diserap dengan baik oleh

masyarakat. Informasi ini disampaikan melalui elemen-elemen dalam iklan seperti

kata-kata yang diucapkan (suara & penekanan suara), kata-kata yang dilihat,

gambar, musik, warna, serta gerakan (Rossiter dan Percy, 1987:209).

Iklan di televisi dapat dianggap sebagai langkah yang tepat untuk menyebarkan

informasi secara luas dan cepat. Iklan di televisi memiliki keunggulan dibanding

media lainnya, seperti fokus perhatian yang lebih, terdapat kreativitas dan efek,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

14

prestise, waktu, daya jangkau yang luas, serta selektivitas dan fleksibilitas

(Morissan, 2010:240).

Terdapat dua jenis iklan, yaitu iklan standar dan iklan layanan masyarakat

(Bittner dalam Unpad Press 2019). Iklan standar adalah iklan yang ditata secara

khusus untuk memperkenalkan barang, jasa, pelayanan untuk konsumen melalui

media periklanan. Sementara itu, iklan layanan masyarakat adalah iklan yang

bersifat nonprofit atau tidak mengharapkan keuntungan apapun. Iklan layanan

masyarakat bermaksud untuk memberikan informasi, mempersuasi atau mendidik

khalayak dan lebih berfokus untuk mendapat keuntungan sosial seperti

bertambahnya pengetahuan, kesadaran sikap dan perubahan perilaku masyarakat

terhadap masalah yang dibahas dalam iklan, serta meningkatkan citra di mata

masyarakat (Unpad Press 2019) .

Effendy (2009:255) mengatakan bahwa efek dari komunikasi sendiri adalah

terjadinya perubahan sikap baik itu secara kognitif, afektif, maupun konatif. Sikap

sendiri, menurut Kottler dan Keller (2007:238), merupakan perasaan, emosi,

penilaian, serta kecenderungan individu untuk bertindak terhadap objek atau

gagasan tertentu. Dengan kata lain, komunikasi mampu membawa perubahan baik

dari segi pengetahuan, perasaan, hingga tindakan. Iklan yang ditayangkan di televisi

sebagai bagian dari komunikasi massa ini diharap dapat mengubah sikap khalayak

serta membantu menurunkan angka stunting nasional, sebagaimana fungsi dari

iklan menurut Nurfebiaraning (2017:6) yaitu memberi informasi/pengetahuan baru

serta membujuk khalayak untuk melakukan tindakan, yang mana sama dengan

aspek sikap kognitif dan konatif. Selayaknya iklan produk komersil yang ditujukan

mendorong khalayak untuk bertindak, yaitu mengonsumsi produk yang diiklankan,

iklan layanan masyarakat pun ditujukan untuk mendorong khalayak utnuk

bertindak sesuai pesan yang disampaikan. Iklan yang disenangi khalayak dapat

menciptakan sikap positif dan keinginan untuk membeli produk (Ammarie,

2018:83). Dalam konteks iklan layanan masyarakat, iklan yang disukai masyarakat

memiliki peluang yang lebih besar untuk mendorong perubahan sikap pada

khalayak.

Di samping itu, intensitas iklan juga berpengaruh pada perubahan sikap

khalayak. Menurut Indriarto (2006:247), khalayak memiliki peluang yang lebih

Page 15: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

15

besar untuk menerima informasi ketika iklan ditayangkan di media yang memiliki

cakupan luas serta dalam frekuensi tinggi. Semakin sering khalayak meneirma

informasi, semakin besar kemungkinan untuk mengubah sikap khalayak. Hal ini

juga selaras dengan pendapat Dapu dkk. (2015:3) bahwa semakin besar kegiatan

iklan yang ditayangkan, semakin banyak perubahan sikap yang terjadi. Pada

konteks iklan layanan masayarakat sendiri, perubahan sikap pada khalayak dapat

terjadi ketika lebih sering terpapar pada informasi. Selain itu jumlah khalayak yang

mengalami perubahan sikap juga didukung oleh seberapa luas cakupan media yang

digunakan untuk menyebarkan informasi. Dalam hal ini, media televisi telah

menjadi pilihan yang tepat sebagai media penyampai informasi sebagai media

dengan penetrasi tertinggi. Selain itu juga, sebagai media yang paling banyak

dikonsumsi, idealnya banyak perubahan sikap yang terjadi pada khalayak dengan

bantuan televisi.

Iklan yang menarik lebih mampu memperoleh perhatian khalayak. Khususnya

di era digital ini, informasi bisa dengan cepat menyebar ketika mereka viral. Iklan

yang viral tentunya akan menjangkau khalayak yang lebih luas dan memiliki

frekuensi yang lebih tinggi sehingga mampu mendorong khalayak menuju

perubahan sikap. Maka daya tarik dari iklan ini menjadi faktor yang penting dalam

mempengaruhi sikap khalayak.

Perubahan sikap pada individu/khalayak sendiri terjadi dalam beberapa macam

tingkatan. Beberapa iklan hanya mampu memberi perubahan di tahap kognitif atau

dengan ini khalayak hanya sampai pada tahap memperoleh informasi baru namun

tidak melakukan tindakan. Perubahan berikutnya terjadi pada tahap afektif, yang

mana iklan mampu memberi dampak emosional sehingga khalayak merasa senang

akan iklan tersebut dan iklan menjadi lebih menempel di ingatan khalayak. Tahap

berikutnya adalah terjadinya perubahan secara konatif. Pada tahap ini, iklan mampu

memberikan dampak atau dorongan sehingga khalayak mau melakukan tidakan

sesuai dengan isi pesan iklan. Hal ini selaras dengan pendapat Bovee dan Arens

(1986:5) mengenai salah satu tujuan dari iklan layanan masyarakat, yaitu

memperbaiki sikap masyarakat.

Aspek komunikasi dari iklan yang diteliti di sini adalah pesan dari iklan tersebut,

lebih spesifiknya daya tarik dan kualitas pesan, serta frekuensi dari penayangan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

16

iklan. Pengaruh iklan terhadap sikap khalayak telah diteliti sebelumnya. Di

antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Rahmadani (2018) dengan judul

Pengaruh Daya Tarik Pesan, Kualitas Pesan, dan Frekuensi Penayangan Iklan

Layanan Masyarakat “Rokok Menghancurkan Tubuhmu” terhadap Sikap Perokok

di Kota Bandung menunjukkan bahwa daya tarik pesan, kualitas pesan, dan

frekuensi penayangan berpengaruh secara signifikan terhadap sikap, baik secara

simultan maupun parsial. Semakin semakin tinggi nilai daya tarik pesan, kualitas

pesan, dan frekuensi penayangan, maka semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap

sikap. Penelitian lain juga dilakukan oleh Rullyandi (2017) dengan judul “

Pengaruh Iklan Layanan Masyarakat terhadap Sikap Pemirsa Televisi di Bandung

(Studi Iklan BBM Versi Tukul Arwana)’. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa

iklan layanan masyarakat memberikan pengaruh yang positif dan kuat terhadap

sikap pemirsa televisi. Melihat fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Daya Tarik Pesan, Kualitas Pesan, dan

Frekuensi Penayangan Terhadap Sikap Khalayak (Analisis terhadap Iklan Layanan

Masyarakat Cegah Stunting Itu Penting 2019)”.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa pertanyaan :

a. Seberapa besar pengaruh daya tarik pesan terhadap sikap khalayak?

b. Seberapa besar pengaruh kualitas pesan terhadap sikap khalayak?

c. Seberapa besar pengaruh frekuensi penayangan terhadap sikap

khalayak?

d. Seberapa besar pengaruh daya tarik pesan, kualitas pesan, dan

frekuensi penayangan terhadap sikap khalayak secara simultan?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui besar pengaruh daya tarik pesan terhadap sikap

khalayak.

b. Untuk mengetahui besar pengaruh kualitas pesan terhadap sikap

khalayak.

c. Untuk mengetahui besar frekuensi penayangan terhadap sikap

khalayak.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN · Visi Visi misi Kementerian Kesehatan mengikuti visi misi Presiden Republik Indonesia yaitu Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan

17

d. Untuk mengetahui besar pengaruh daya tarik pesan, kualitas pesan,

dan frekuensi penayangan terhadap sikap khalayak secara simultan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoretis

Penelitian ini khususnya diharapkan mampu menjelaskan besar pengaruh

daya tarik pesan, kualitas pesan, dan frekuensi penayangan dari iklan layanan

masyarakat Cegah Stunting Itu Penting terhadap sikap khalayak, baik secara parsial

maupun simultan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu mendukung

perkembangan ilmu komunikasi, khususnya di bidang periklanan, seperti iklan

layanan masyarakat. Selain itu diharapkan juga penelitian ini dapat menjadi

referensi bagi penelitian selanjutnya dan dikembangkan lebih jauh lagi.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi pemerintah,

khususnya Kementrian Kesehatan, dalam menentukan media ataupun

pembuatan konten dalam penyebaran informasi serta kegiatan edukasi dan

komunikasi. Di samping itu, hasil dari penelitian juga diharap dapat dijadikan

pertimbangan bagi para pengiklan khususnya dalam membuat iklan layanan

masyarakat.