1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu, dengan menggunakan ekspresi verbal atau yang disebut bahasa. Chaer (2010:15) mengatakan bahwa bahasa digunakan oleh penuturnya untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan. Dalam berkomunikasi, manusia menggunakan tuturan-tuturan untuk mengutarakan apa yang ingin disampaikan. Kegiatan berkomunikasi dapat terlihat dalam wujud kegiatan bertutur yang selalu hadir dalam kehidupan bermasyarakat, baik pada saat bersama teman, anggota keluarga, maupun bersama-sama dengan orang lain. Karena bagian dari budaya dan peranannya terhadap manusia, maka bahasa perlu dilestarikan, terutama yang berkenaan dengan pemakaian bahasa daerah yang merupakan lambang identitas suatu daerah, masyarakat, keluarga dan lingkungan. Pemakaian bahasa daerah dapat menciptakan kehangatan dan keakraban. Oleh karenanya bahasa daerah diasosiasikan dengan perasaan, kehangatan, keakraban dan spontanitas (Alwasilah, 1993). Bahasa daerah merupakan bahasa yang digunakan dalam satu wilayah di sebuah negara dan digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh warga di daerah tersebut. Selain itu, bahasa daerah juga merupakan salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia yang perlu dilestarikan. Undang-undang kebahasaan nomor 24 tahun 2009 mengatur tentang ketentuan keberadaan bahasa daerah. Dalam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan berbagai
cara. Salah satunya yaitu, dengan menggunakan ekspresi verbal atau yang disebut
bahasa. Chaer (2010:15) mengatakan bahwa bahasa digunakan oleh penuturnya
untuk berkomunikasi atau berinteraksi dalam suatu tuturan. Dalam
berkomunikasi, manusia menggunakan tuturan-tuturan untuk mengutarakan apa
yang ingin disampaikan. Kegiatan berkomunikasi dapat terlihat dalam wujud
kegiatan bertutur yang selalu hadir dalam kehidupan bermasyarakat, baik pada
saat bersama teman, anggota keluarga, maupun bersama-sama dengan orang lain.
Karena bagian dari budaya dan peranannya terhadap manusia, maka bahasa perlu
dilestarikan, terutama yang berkenaan dengan pemakaian bahasa daerah yang
merupakan lambang identitas suatu daerah, masyarakat, keluarga dan lingkungan.
Pemakaian bahasa daerah dapat menciptakan kehangatan dan keakraban. Oleh
karenanya bahasa daerah diasosiasikan dengan perasaan, kehangatan, keakraban
dan spontanitas (Alwasilah, 1993).
Bahasa daerah merupakan bahasa yang digunakan dalam satu wilayah di
sebuah negara dan digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh warga di daerah
tersebut. Selain itu, bahasa daerah juga merupakan salah satu sumber kosakata
bahasa Indonesia yang perlu dilestarikan. Undang-undang kebahasaan nomor 24
tahun 2009 mengatur tentang ketentuan keberadaan bahasa daerah. Dalam
2
ketentuan umum pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa bahasa daerah yang digunakan
turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Dalam pasal 42 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah
daerah wajib mengembangkan, membina, melindungi bahasa dan sastra daerah
agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat
sesuai dengan pengembangan zaman agar tetap menjadi bagian dari kekayaan
budaya Indonesia. Dari berbagai jenis bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara,
terdapat bahasa Batak Simalungun dan bahasa Melayu.
Penelitian ini, difokuskan pada etnis Batak Simalungun dan Melayu,
dikarenakan letak kekerabatan bahasa secara geografis masih terlihat jauh. Alasan
penulis memilih kedua suku ini, karena ingin mengetahui seberapa erat
kekerabatan bahasa Batak Simalungun dan Melayu jika dilihat dari letak
geografis. Adapun letak geografis Batak Simalungun terletak diantara 3ᵒ 18’ -
2ᵒ36’ LU dan 98ᵒ32’-99ᵒ35 BT. Dengan luas wilayah 438.660 ha atau 6,12% dari
luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun memiliki 30
Kecamatan. Secara administratif, Kabupaten Simalungun diapit oleh 4 Kabupaten,
sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan, sebelah barat berbatasan
dengan Kabupaten Karo, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang
Bedagai dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Samosir.
Voorhoer (1955) seorang ahli bahasa Belanda yang pernah menjabat
sebagai taalambtenaar Simalungun tahun 1937, menyatakan bahasa Batak
Simalungun termasuk dalam sebuah bahasa dan merupakan bagian dari rumpun
Austronesia yang lebih dekat dengan bahasa Sansekerta yang memengaruhi
3
banyak bahasa daerah di Indonesia. Batak Simalungun adalah salah satu sub Suku
Bangsa Batak yang berada di provinsi Sumatera Utara Indonesia, yang menetap
di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Marga asli penduduk Simalungun
adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba.
Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di
Simalungun. Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari
legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut,
sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di sebelah timur
mereka. Terdapat berbagai sumber mengenai asal usul Suku Simalungun, tetapi
sebagian besar menceritakan bahwa nenek moyang Suku Simalungun berasal dari
luar Indonesia. Kedatangan ini terbagi dalam 2 gelombang. Gelombang pertama
(Simalungun Proto ) diperkirakan datang dari Nagore (India Selatan) dan
pegunungan Assam (India Timur) di sekitar abad ke-5, menyusuri Myanmar,
ke Siam dan Malaka untuk selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan
mendirikan kerajaan Nagur dari Raja dinasti Damanik. Gelombang kedua
(Simalungun Deutero) datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang
bertetangga dengan suku asli Simalungun. Pada gelombang Proto Simalungun di
atas, Tuan Taralamsyah Saragih menceritakan bahwa rombongan yang terdiri dari
keturunan dari 4 Raja-raja besar dari Siam dan India ini bergerak dari Sumatera
Timur ke daerah Aceh, Langkat, daerah Bangun Purba, hingga ke Bandar Kalifah
sampai Batubara. Kemudian mereka didesak oleh suku setempat hingga bergerak
ke daerah pinggiran danau Toba dan Samosir. Pustaha Parpandanan Na
Bolag (pustaka Simalungun kuno) mengisahkan bahwa Parpandanan Na