Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kevlar yang terbuat dari serat para-poliamida aromatik merupakan salah satu serat yang memiliki karakteristik yang unik. Kombinasi sifat mekanik toughness, kekukuhan (tenacity), kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi, salah satunya adalah rompi balistik. Serat ini memiliki rasio kekuatan tarik dibanding massa lima kali lebih besar dibanding serat baja.[2] Walaupun demikian, kevlar memiliki sifat higroskopis, ketahanan kompresif yang buruk, sulit untuk dipotong, dan memiliki harga relatif mahal.[3] Akibat sulitnya pemotongan serat kevlar dan harganya yang relatif mahal, rompi balistik yang berbahan dasar kevlar kurang terjangkau bagi masyarakat umum. Di sisi lain, serat alam berbahan dasar tanaman telah menarik minat para ilmuwan saat ini. Serat alam memiliki karakteristik ringan, mudah didapat, dapat diperbaharui, mudah diolah, non- abrasif, memiliki nilai kekuatan dan modulus yang cukup, relatif murah, dan mudah didaur ulang [4], [5], [6], [7], [8]. Keunggulan serat alam di atas menyebabkan beberapa jenis serat alam mulai mengambil tempat dalam berbagai aplikasi menggantikan material sintetis, seperti komponen insulator menggantikan serat kaca dan komponen furnitur dan ubin menggantikan plastik dan keramik. Di antara berbagai aplikasi serat alam, salah satu aplikasi yang menarik adalah rompi balistik. Studi mengenai ketahanan impak komposit serat alam dicampur serat sintetis guna diaplikasikan pada rompi balistik telah banyak dilakukan hingga saat ini. Pada umumnya, pembuatan material komposit tersebut bertujuan untuk mengurangi pemakaian serat sintetis, seperti kevlar maupun fiberglass, guna menekan harga produksi. Beberapa studi yang telah ada yakni, komposit sabut kelapa-kevlar-fiberglass dengan matrix resin ABS yang berhasil menahan peluru 9 mm FMJ (NIJ IIA), komposit S-glass cloth-sabut kelapa dengan matrix resin epoksi yang berhasil menahan peluru .45 ACP FMJ (NIJ IIA), dan komposit serat ramie-kevlar dengan matrix poliester resin yang berhasil menahan peluru FMJ bermassa 5-7 gram berkelajuan 250- 656,8 m/s (NIJ II) [9], [10], [11]. Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada inovasi rompi balistik yang murni terbuat dari serat alam murni. Studi balistik serat alam murni tersebut penting untuk dilakukan guna mengetahui lebih jauh potensi serat alam sebagai material rompi balistik, mengurangi biaya produksi rompi balistik, dan menciptakan rompi balistik alternatif yang mudah dibuat sehingga terjangkau oleh masyarakat.
38

BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

Sep 06, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Kevlar yang terbuat dari serat para-poliamida aromatik merupakan salah satu serat yang

memiliki karakteristik yang unik. Kombinasi sifat mekanik toughness, kekukuhan (tenacity),

kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan

material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi, salah satunya

adalah rompi balistik. Serat ini memiliki rasio kekuatan tarik dibanding massa lima kali lebih

besar dibanding serat baja.[2] Walaupun demikian, kevlar memiliki sifat higroskopis, ketahanan

kompresif yang buruk, sulit untuk dipotong, dan memiliki harga relatif mahal.[3] Akibat sulitnya

pemotongan serat kevlar dan harganya yang relatif mahal, rompi balistik yang berbahan dasar

kevlar kurang terjangkau bagi masyarakat umum.

Di sisi lain, serat alam berbahan dasar tanaman telah menarik minat para ilmuwan saat ini.

Serat alam memiliki karakteristik ringan, mudah didapat, dapat diperbaharui, mudah diolah, non-

abrasif, memiliki nilai kekuatan dan modulus yang cukup, relatif murah, dan mudah didaur ulang

[4], [5], [6], [7], [8]. Keunggulan serat alam di atas menyebabkan beberapa jenis serat alam

mulai mengambil tempat dalam berbagai aplikasi menggantikan material sintetis, seperti

komponen insulator menggantikan serat kaca dan komponen furnitur dan ubin menggantikan

plastik dan keramik. Di antara berbagai aplikasi serat alam, salah satu aplikasi yang menarik

adalah rompi balistik.

Studi mengenai ketahanan impak komposit serat alam dicampur serat sintetis guna

diaplikasikan pada rompi balistik telah banyak dilakukan hingga saat ini. Pada umumnya,

pembuatan material komposit tersebut bertujuan untuk mengurangi pemakaian serat sintetis,

seperti kevlar maupun fiberglass, guna menekan harga produksi. Beberapa studi yang telah ada

yakni, komposit sabut kelapa-kevlar-fiberglass dengan matrix resin ABS yang berhasil menahan

peluru 9 mm FMJ (NIJ IIA), komposit S-glass cloth-sabut kelapa dengan matrix resin epoksi

yang berhasil menahan peluru .45 ACP FMJ (NIJ IIA), dan komposit serat ramie-kevlar dengan

matrix poliester resin yang berhasil menahan peluru FMJ bermassa 5-7 gram berkelajuan 250-

656,8 m/s (NIJ II) [9], [10], [11]. Akan tetapi, hingga saat ini, belum ada inovasi rompi balistik

yang murni terbuat dari serat alam murni. Studi balistik serat alam murni tersebut penting untuk

dilakukan guna mengetahui lebih jauh potensi serat alam sebagai material rompi balistik,

mengurangi biaya produksi rompi balistik, dan menciptakan rompi balistik alternatif yang mudah

dibuat sehingga terjangkau oleh masyarakat.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

2

Berangkat dari permasalahan di atas, dilakukanlah penelitian yang berjudul Rompi Balistik

dari Material Komposit Epoksi-SiO2 Nanopartikel diperkuat Serat Alam. Di dalam

penelitian ini, digunakan dua jenis serat alam yakni serat kapas yang terdiri dari kain katun dan

kain jeans dan serat ramie sebagai reinforcement serta epoksi resin sebagai matrix dengan

nanopartikel SiO2 sebagai filler. Penambahan nanopartikel SiO2 berdiameter 5 – 35 nm ke dalam

matrix epoksi hingga 13% volume dapat meningkatkan energi fraktur epoksi resin dari 100 J/m2

menjadi 460 J/m2 [12].

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana ketahanan impak material komposit epoksi-SiO2 nanopartikel diperkuat serat

alam?

2. Bagaimana efektivitas rompi balistik dari material komposit epoksi-SiO2 nanopartikel

diperkuat serat alam dalam menahan terjangan peluru sampai memenuhi batas aman yang

ditentukan?

3. Berapa biaya yang diperlukan guna membuat rompi balistik dari material komposit epoksi-

SiO2 nanopartikel diperkuat serat alam?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis uji ketahanan impak yang dilakukan pada penelitian ini berjenis Charpy Impact

Strength Test.

2. Jenis serat alam yang digunakan sebagai reinforcement pada penelitian ini adalah serat

kapas, yang terdiri dari kain katun dan kain jeans dan serat ramie.

3. Jenis epoksi resin dan hardener yang digunakan sebagai matrix pada penelitian ini berturut-

turut adalah bisphenol-A dan polyaminamida dengan aseton sebagai thinner.

4. Uji balistik yang dilaksanakan pada penelitian menggunakan empat jenis proyektil

bergolongan I, IIA, dan II (.38 S&W Lead, .45 ACP FMJ, 9 mm FMJ RN, dan 9 mm FMJ

Hollow Point).

5. Standar yang digunakan untuk menentukan batas aman uji balistik adalah NIJ 0101.04.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

3

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mempelajari pengaruh rasio massa serat ramie, kain katun, dan kain jeans terhadap nilai

ketahanan impak Charpy impacts strength serta rasio optimumnya.

2. Mempelajari pengaruh rasio epoksi resin dibanding hardener terhadap nilai ketahanan

impak Charpy impacts strength serta rasio optimumnya.

3. Mengetahui efektivitas material komposit dalam menahan terjangan peluru level I (.38

S&W Lead), level IIA (.45 ACP FMJ), level II (9 mm FMJ RN), dan peluru 9 mm FMJ

Hollow Point.

4. Menghitung dan membandingkan biaya yang dikeluarkan untuk menciptakan rompi

balistik dari material komposit epoksi-SiO2 nanopartikel diperkuat serat alam dengan biaya

rompi balistik yang terbuat dari kevlar.

1.5. Manfaat Penelitian

A. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur ilmiah dan mengembangkan ilmu

terutama di bidang ilmu material.

B. Bagi Pemerintah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengurangi tingkat alokasi dana pemerintah terhadap

biaya impor maupun sintesis kevlar sebagai bahan dasar rompi balistik

C. Bagi Masyarakat

Rompi balistik alternatif yang telah disusun ini diharapkan dapat terjangkau oleh

masyarakat umum, baik dari segi biaya maupun proses pembuatan sehingga tingkat

keamanan masyarakat terhadap terjangan peluru meningkat.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

4

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Epoksi Resin

Epoksi resin atau juga disebut poliepoksida merupakan salah satu jenis prapolimer dan

polimer reaktif yang mengandung gugus epoksida. Resin ini dapat direaksikan (cross-linked)

dengan senyawa itu sendiri melalui homopolimerisasi katalitik atau dengan ditambahkan

senyawa koreaktan, seperti gugus polifungsional amina, anhidrat asam, fenol, alkohol, dan tiol.

Dalam kehidupan sehari-hari, senyawa koreaktan tersebut disebut juga hardener atau kuratif.

Setelah melalui tahap reaksi, epoksi resin akan mengeras. Kondisi tersebut diperlukan guna

meningkatkan sifat mekanik dan termal epoksi resin, menghasilkan resin yang memiliki nilai

modulus Young dan ultimate strain test yang tinggi [13], [14]. Ilustrasi polimer resin yang telah

bereaksi dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Figur 2.1. : Polimer epoksida yang telah bereaksi (cross-linked)

Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Epoxy

Dari figur 2.1. di atas, dapat diamati bahwa ikatan kovalen unsur nitrogen (berwarna merah)

antar polimer tersebut menandakan bahwa epoksi resin telah bereaksi. Karena tingginya jumlah

ikatan kovalen tersebut, epoksi resin memiliki sifat mekanik, termal, dan ketahanan kimia yang

baik. Dari figur di atas, dapat diamati pula bahwa poliepoksida memiliki banyak gugus –OH

yang berkontribusi sifat adhesivitas epoksi yang baik [15].

Terdapat berbagai jenis epoksi resin. Akan tetapi, yang paling sering digunakan dan sering

dijadikan objek studi para peneliti adalah bisphenol A diglisidil eter (DGEBA). Sebagai hardener

atau agen kuratifnya, digunakan (diurutkan dari yang paling tidak reaktif) fenol, anhidrida, amina

aromatis, sikloalifatik amina, alifatik amina, dan tiol [15].

Emad (2004), telah melaksanakan studi mengenai pengaruh rasio epoksi resin DGEBA

dibanding hardener trietilena tetramina (TETA) dan hardener diamina difenil metana (DDM)

terhadap sifat mekanik epoksi resin. Pencampuran dilaksanakan dengan empat variabel, yaitu

reaksi cross-linking di bawah stoikiometrik, sesuai stoikiometrik, dan di atas stoikiometrik. Hasil

Page 5: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

5

uji impak, tarik, kekerasan, flexural, kompres, dan bending menunjukkan bahwa rasio optimum

epoksi resin dibanding hardener adalah sesuai stoikiometrik. [16]

Walaupun reaksi cross-linking diperlukan guna meningkatkan sifat mekanik, termal, dan

ketahanan kimia epoksi resin, terdapat beberapa kekurangan dari reaksi tersebut. Beberapa

peneliti berkesimpulan bahwa densitas cross-linked polimer epoksida yang tinggi akan

menurunkan nilai fracture toughness akibat adanya tegangan internal yang terinduksi selama

reaksi epoksi resin terjadi [17], [18], [19]. Untuk meningkatkan nilai fracture toughness,

nanofiller seperti partikel SiO2, carbon-nanotube maupun graphene [20], [21], [22], [23] atau

senyawa kimia CTBN (carboxyl-terminated butadiene acrylonitrile) [24] dan HTPB (hydroxyl

terminated polybutadiene) biasa ditambahkan ke dalam epoksi resin [25], [26], [27].

Perbandingan sifat mekanik poliester, vinilester, dan epoksi resin dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2.1.

Perbandingan Sifat Mekanik Poliester, Vinilester, dan Epoksi Resin

Keterangan Poliester Epoksi Vinilester

Densitas (g/cm3) 1,2-1,5 1,1-1,4 1,2-1,4

Modulus Young (GPa) 2-4,5 3-6 3,1-3,8

Ultimate tensile strength (MPa) 40-90 35-100 69-83

Kekuatan kompres (MPa) 90-250 100-200 -

Elongation at break (%) 2 1-6 4-7

Cure shrinkage (%) 4-8 1-2 -

Absorpsi air (24 jam pada 20oC) 0,1-0,3 0,1-0,4 -

Energi Fraktur (KPa) - - 2,5

Sumber : Ekhlas (2013)

Dalam kehidupan sehari-hari epoksi resin biasa digunakan sebagai pelapis logam, insulator

listrik, lem, matriks fiberglass, maupun matriks kevlar sebagai bahan rompi balistik.

2.2. Rompi Balistik

Rompi balistik merupakan rompi pelindung tubuh yang bekerja dengan cara menyerap energi

kinetik suatu proyektil peluru atau ledakan sehingga dapat mengurangi atau menghalangi

penetrasi proyektil tersebut ke dalam tubuh penggunanya. Pada proses penyerapan energi kinetik

peluru tersebut, serat yang menjadi bahan rompi balistik tersebut bertugas “menangkap” dan

mendeformasikan bentuk peluru tersebut menjadi lebih lebar, sehingga penyerapan energi

kinetik peluru menjadi lebih besar.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

6

Walaupun rompi balistik mampu menyerap energi kinetik peluru, tidak berarti bahwa rompi

balistik dapat melindungi tubuh pengguna sepenuhnya dari terjangan peluru. Pada saat peluru

menghantam material rompi balistik, material tersebut akan terdeformasi ke dalam menyebabkan

efek pukulan atau blunt force trauma pada tubuh penggunanya [10]. Efek tersebut dapat

menyebabkan cedera internal atau bahkan patang tulang. Batas maksimum kedalaman deformasi

yang dikategorikan aman adalah 44 mm. Bila deformasi mencapai kedalaman lebih dalam

daripada nilai tersebut, pengguna dapat mengalami luka serius [28].

Berdasarkan tingkat perlindungannya, rompi balistik dapat dikategorikan menjadi beberapa

golongan sebagai berikut.

Tabel 2.2.

Klasifikasi Tingkat Perlindungan Rompi Balistik

Level Level Proteksi

I Peluru LR LRN kaliber .22 dengan massa minimum 2,6 g berkecepatan 329 m/s.

Peluru .380 ACP FMJ RN dengan massa minimum 6,2 g berkecepatan 322 m/s.

IIA Peluru 9 mm FMJ RN dengan massa minimum 8,0 g berkecepatan 332 m/s.

Peluru .40 S&W FMJ dengan massa minimum 11,7 g berkecepatan

312 m/s.

Peluru .45 ACP FMJ dengan massa minimum 14,9 g berkecepatan 275 m/s.

II Peluru 9 mm FMJ RN dengan massa minimum 8,0 g berkecepatan 358 m/s

Peluru .357 Magnum JSP dengan massa minimum 10,2 g berkecepatan 427 m/s

IIIA Peluru 9 mm FMJ RN dengan massa minimum 8,0 g berkecepatan 427 m/s

Peluru .44 Magnum JHP dengan massa minimum 15,6 g berkecepatan 427 m/s

III Peluru 7,62 mm FMJ dengan massa minimum 9,6 g berkecepatan 838

m/s

IV Peluru .30 AP (Armor-piercing) dengan massa minimum 10,8 g

berkecepatan 869 m/s

Sumber : National Institute of Justice standard-0101.04

Berdasarkan sifat materialnya, rompi balistik dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni rompi

balistik lunak (soft ballistic vest) dan rompi balistik kaku (hard ballistic vest).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

7

2.2.1. Rompi Balistik Lunak

Rompi balistik lunak merupakan rompi balistik yang tersusun atas serat-serat kuat yang

memiliki karakteristik tipis, ringan, dan fleksibel. Jenis rompi balistik ini dapat melindungi

tubuh pengguna dari sebagian besar peluru pistol maupun revolver yang terdapat pada level

proteksi I hingga IIIA. Agar suatu material serat dapat digunakan sebagai material rompi

balistik lunak, nilai toughness suatu serat tersebut harus cukup tinggi, sehingga mampu

menyerap energi kinetik peluru sebanyak-banyaknya sebelum serat tersebut putus atau rusak.

Sifat tersebut dapat ditemui pada serat-serat sintetis seperti para-aramid atau kevlar, serat

polietilena berantai sangat panjang atau UHMWPE, dan serat kaca jenis S-glass.

Walaupun serat-serat tersebut memiliki nilai toughness yang cukup tinggi, hingga saat ini,

belum terdapat rompi balistik lunak yang dapat melindungi tubuh pengguna dari terjangan

peluru senjata laras panjang kategori III hingga IV. Hal ini dikarenakan material yang

digunakan sebagai ujung dari peluru senjata laras panjang tergolong keras dan sulit

terdeformasi, sehingga serat rompi balistik lunak tidak dapat bekerja menyerap energi kinetik

peluru [29]. Untuk perlindungan senjata level III hingga IV, digunakan rompi balistik kaku.

2.2.2. Rompi Balistik Kaku

Rompi balistik kaku merupakan rompi balistik yang digunakan guna melindungi pengguna

dari terjangan peluru senjata laras panjang atau peluru dengan ujung yang sulit terdeformasi.

Material yang dipakai sebagai rompi balistik jenis ini dapat digolongkan menjadi tiga, yakni

komposit keramik, aliase baja, dan anyaman serat diperkuat resin. Komponen material

tersebut biasa ditambahkan ke dalam komponen rompi balistik lunak guna menyerap sisa

energi kinetik peluru setelah menghantam komponen utama rompi balistik jenis ini. Keramik

Al2O3, BC, dan SiC merupakan jenis keramik yang paling sering digunakan [30].

Penggunaan pelat keramik sebagai komponen rompi balistik akan meningkatkan massa

per luas permukaan material 5-8 kali lipat dibanding rompi balistik lunak. Massa dan nilai

stiffness dari pelat tersebut merupakan salah satu masalah teknis yang utama dibalik

perancangan material pelat tersebut. Hal ini dikarenakan keseimbangan densitas, kekerasan,

dan nilai impact toughness dari material tersebut patut diperhitungkan. Sebagai contoh,

keramik memiliki ketahanan balistik yang sangat tinggi terhadap peluru akan tetapi memiliki

nilai fracture toughness yang cukup rendah. Hal ini mengakibatkan keramik mudah rusak

atau pecah bila terkena hantaman peluru. Sehingga keramik tersebut tidak dapat melindungi

penggunanya dari terjangan peluru selanjutnya [31]. Oleh sebab itu, material keramik tersebut

biasa dikompositkan dengan material lain guna meningkatkan nilai fracture toughness. Di

bagian depan adalah keramik sedangkan di bagian belakang adalah resin diperkuat serat. Sifat

Page 8: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

8

kekerasan dari keramik di depan akan mencegah penetrasi peluru sedangkan sifat kuat tarik

resin diperkuat serat di belakang akan mengurangi kemungkinan pecah atau rusaknya keramik

akibat hantaman peluru.

2.3. Serat Alam

Sesuai dengan namanya, serat alam merupakan material berbentuk filamen panjang atau

benang yang didapat dengan cara mengambil langsung dari alam. Serat ini dapat dijadikan

komponen material komposit maupun dianyam untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.

Serat alam terdiri dari dua macam, yakni serat yang berasal dari tanaman dan serat yang berasal

dari hewan. Komposisi kimia beberapa serat alam yang berasal dari tanaman dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 2.3.[34]

Komposisi Kimia Serat Tanaman

Jenis Serat Selulosa (%) Lignin (%) Hemiselulosa atau

Pentosan (%)

Pektin (%) Abu (%)

Serat Kulit Pohon

Serat flax 71 2,2 18,6-20,6 23 -

Biji flax 43-47 21-23 24-26 - 5

Kenaf 31-57 15-19 21,5-23 - 2-5

Jute 45-71,5 12-26 13,6-21 0,2 0,5-2

Hemp 57-77 3,7-13 14-22,4 0,9 0,8

Rami 68,6 0,6-0,7 5-16,7 1,9 -

Serat Inti

Kenaf 37-49 15-21 18-24 - 2-4

Jute 41-48 21-24 18-22 - 0,8

Serat Daun

Abaca 56-63 7-9 15-17 - 3

Sisal 47-78 7-11 10-24 10 0,6-1

Henequen 77,6 13,1 4-8 - -

Sumber : Mohanty, dkk (2001) dan Rowell, dkk (1997)

Serat tanaman memiliki potensi besar guna menggantikan serat sintetis dalam berbagai

aplikasi. Selain karena karakteristiknya yang ringan, murah, mudah didapat, dapat diperbaharui,

mudah diolah, dan mudah didaur ulang [4], [5], [6], [7], [8], beberapa jenis serat tanaman seperti

serat rami dan flax memiliki nilai modulus Young lebih besar bahkan daripada serat kaca [34].

Page 9: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

9

Sedangkan beberapa jenis serat tanaman seperti serat sisal dan sabut kelapa memiliki nilai

toughness yang hampir sama dengan serat kaca jenis E-glass [34]. Sifat mekanikal beberapa

jenis serat tanaman serta perbandingannya terhadap serat sintetis dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

Tabel 2.4.[34]

Sifat Mekanikal Serat Tanaman

Jenis Serat Densitas (g/cm3) Elongasi (%) Kuat tarik (MPa) Modulus Young (GPa)

Kapas 1,5-1,6 3,0-10,0 287-597 5,5-12,6

Jute 1,3-1,46 1,5-1,8 393-800 10-30

Flax 1,4-1,5 1,2-3,2 345-1500 27,6-80

Hemp 1,48 1,6 550-900 70

Rami 1,5 2,0-3,8 220-938 44-128

Sisal 1,33-1,5 2,0-14 400-700 9,0-38,0

Sabut Kelapa 1,2 15,0-30,0 175-220 4,0-6,0

Kayu lunak 1,5 - 1000 40,0

E-glass 2,5 2,5-3,0 2000-3500 70,0

S-glass 2,5 2,8 4570 86,0

Aramid 1,4 3,3-3,7 3000-3150 63,0-67,0

Karbon 1,4 1,4-1,8 4000 230,0-240,0

Sumber : Bledzki dan Gassan (1999), Paul, dkk (1997), Frederick, dkk (2004).

Sifat mekanik serat tanaman yang relatif setara dengan serat kaca tersebut menyebabkan serat

tanaman mulai menggantikan serat kaca, plastik, dan keramik dalam berbagai aplikasi seperti

insulator, komponen furnitur, dan ubin. Di antara berbagai aplikasi serat alam, salah satu aplikasi

yang menarik adalah rompi balistik.

Iqbal dan Kevin (2014) telah melaksanakan studi mengenai komposit serat s-glass cloth-sabut

kelapa dengan menggunakan epoksi resin sebagai matriks. Hasil studi menunjukkan bahwa 32

lapisan s-glass cloth dan 4 lapisan chopped strand mat (CSM) sabut kelapa mampu menahan

peluru .45 ACP FMJ golongan IIA [10]

Dan dan Yuhazri (2008) telah melaksanakan studi mengenai komposit serat para-aramid

(Kevlar)-fiberglass-sabut kelapa dengan menggunakan ABS resin sebagai matriks. Hasil studi

menunjukkan bahwa komposit ketiga material tersebut dengan dimensi 10 cm x 11 cm dan berat

tidak lebih dari 1,5 kg mampu menahan peluru 9 mm FMJ golongan IIA [9]

Zainab, dkk (2011) telah melaksanakan studi mengenai komposit serat Kevlar-rami dengan

menggunakan poliester resin sebagai matriks. Hasil studi menunjukkan bahwa 8 lapisan kevlar

Page 10: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

10

dan 8 lapisan serat rami mampu menahan peluru bermassa 5-7 g berkecepatan 250 hingga 656,8

m/s golongan II [11].

2.3.1. Serat Rami

Serat rami merupakan salah satu serat tanaman kuat dan dapat diproduksi secara cepat

dengan frekuensi panen tiga kali per tahun. Serat ini dapat diekstrak dengan cara mengambil

serat kulit tanaman rami tersebut. Biasanya, panjang dan diameter ekstrak serat tersebut

bervariasi berturut-turut antara 6 hingga 50 cm dan antara 20 hingga 35 mikrometer. Jika

dibandingkan dengan serat alam lain, serat ini tergolong salah satu serat terkuat dengan

komposisi selulosa (65-75%) dan lignin (1-2%). Sebagai perbandingan, kayu memiliki

kandungan selulosa 40-50% dan kandungan lignin 15-35%. Bila serat rami ditarik atau

dikupas dari batang tanamannya, akan didapatkan serat rami dalam bentuk gumpalan.

Gumpalan tersebut dapat diproses lebih lanjut guna memisahkan masing-masing serat yang

menempel bersamaan atau digunakan secara langsung untuk mencegah kerusakan serat. [35].

Gambar serat rami dalam bentuk serat maupun anyaman dapat dilihat di bawah ini.

Figur 2.2 : (kiri) serat ramie dalam bentuk serat dan (kanan) serat ramie yang sudah dianyam

Sumber : www.hydrogenlink.com dan www.grassclothwallpaper.net

2.3.2. Serat Kapas

Serat kapas merupakan serat tanaman yang paling banyak dipakai saat ini. Serat ini berasal

dari berbagai spesies genus tanaman Gossypium, akan tetapi hanya terdapat 4 spesies utama

yang sering dipakai, yakni Gossypium hirsutum, spesies yang paling banyak dipakai sebagai

sumber serat kapas (90%) ; Gossypium barbadense (8%) ; Gossypium arboretum (kurang dari

2%) ; dan Gossypium herbaceum (kurang dari 2%) [36]. Serat ini memiliki komposisi

selulosa tertinggi di antara serat tanaman lain dan memiliki karakteristik panjang serat dan

diameter berturut-turut antara 10 hingga 65 mm dan antara 11 hingga 22 mikrometer. Oleh

karena tingginya komposisi selulosa pada serat kapas, serat ini mudah menyerap air sehingga

anyaman serat kapas (katun) nyaman dipakai pada saat cuaca panas [37].

Page 11: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

11

Sekitar 60% serat kapas digunakan sebagai benang untuk dianyam menjadi kain katun.

Penggunaan kain katun tersebut dapat ditemui pada berbagai produk pakaian, seperti kaos, T-

shirts, jeans, jaket, pakaian dalam, dll. Selain itu, serat ini juga dipakai sebagai komponen

furnitur rumah tangga, seperti gorden, seprei, tirai jendela, sarung bantal, handuk, dan lap

[37]. Gambar serat kapas sebelum dan sesudah diolah dapat dilihat di bawah ini.

Figur 2.3. : (kiri) serat kapas dan (kanan) anyaman serat kapas atau kain katun

Sumber : cottoncloudblog.wordpress.com dan www.konig-uk.co.uk

2.4. Silika Dioksida (SiO2)

Silika dioksida merupakan senyawa konstituten utama pasir yang memiliki rumus kimia SiO2.

Senyawa ini merupakan mineral paling kompleks dan paling melimpah yang ada di alam serta

memiliki berbagai macam aplikasi di kehidupan sehari-hari. Seperti material penyusun kaca,

serat kaca, komponen mikroelektronik, sebagai bahan aditif produksi makanan, sebagai filler

berbagai jenis resin, dll.

Penggunaan silika dioksida sebagai filler epoksi resin dengan konsentrasi tertentu dapat

meningkatkan sifat mekanik epoksi resin. Kinloch, dkk (2007) telah melaksanakan studi

mengenai mekanisme peningkatan nilai toughness epoksi resin akibat keberadaan nanopartikel

silika dioksida. Hasil studi menunjukkan bahwa nilai fracture toughness dan stiffness epoksi

resin meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi massa nanopartikel silika dioksida.

Peningkatan nilai fracture toughness dan stiffness tersebut mencapai puncak pada konsentrasi

13% dimana nilai fracture toughness epoksi resin meningkat dari 100 J/m2 menjadi 460 J/m

2

sedangkan nilai stiffness meningkat sebanyak 30%

[12].

Lebih lanjut, Kinloch, dkk (2005) telah melaksanakan studi mengenai pengaruh penambahan

senyawa CTBN dan nanosilika terhadap sifat mekanik epoksi resin. Epoksi resin murni memiliki

nilai modulus Young 2,96 GPa. Penambahan 4% massa karet CTBN ke dalam epoksi resin dapat

Page 12: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

12

meningkatkan nilai stiffness sebesar 8,1%. Akan tetapi, penambahan 4,5% nanosilika dan 9,0%

CTBN justru mengurangi nilai stiffness sebesar 6,4% [32].

Mekanisme peningkatan nilai toughness akibat penambahan nanopartikel silika dan senyawa

CTBN tersebut telah diinvestigasi oleh Liu, dkk (2011) dengan menggunakan SEM. Berdasarkan

hasil studi, adanya ikatan antara nanosilika dengan matriks epoksi resin dan deformasi epoksi

resin berkontribusi terhadap disipasi energi yang mengarah pada peningkatan nilai toughnessnya.

Lebih lanjut lagi, studi mikroskopis terhadap patahan permukaan CTBN menunjukkan bahwa

terdapat nano kavitasi dan deformasi geser yang menyebabkan kenaikan nilai fracture toughness

secara signifikan [33].

Sifat mekanik, termal, dan elektrikal silika dioksida dengan berbagai bentuk kristal dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.5.

Sifat Mekanikal, Termal, dan Elektrikal Silika Dioksida

Properti Quartz Fused Silica

Densitas (g/cm3) 2,65 2,2

Konduktivitas Termal (WoK/m) 1,3 1,4

Koefisien Ekspansi Termal

(10-6

/oK)

12,3 0,4

Ultimate tensile strength (MPa) 55 110

Kuat tekan (MPa) 2070 690-1380

Rasio Poisson’s 0,17 0,165

Fracture Toughness (MPa) - 0,79

Titik leleh (oC) 1830 1830

Modulus elastisitas (GPa) 70 73

Thermal shock resistance Baik Baik

Permitivitas (ε’) pada 1 MHz

dan 25oC

3,8-5,4 3,8

Tan (δ x 104) pada 1 MHz dan

25oC

3 -

Loss factor (ε’’) pada 1 MHz

dan 25oC

0,0015 -

Kuat medan dielektrik (kV/mm) 15.0-25,0 15,0-40,0

Resistivitas (Ωm) 1012

-1016

>1018

Sumber : Azo Materials (2001)

Page 13: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

13

2.5. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka pada subbab di atas, peneliti mengajukan beberapa hipotesis

sebagai berikut.

1. Ketahanan impak lapisan komposit epoksi-SiO2 nanopartikel diperkuat serat alam akan

semakin meningkat seiring dengan bertambahnya rasio kain jeans dibanding serat kain

pada reinforcementnya.

2. Rasio epoksi resin dibanding hardener 1 : 1 menghasilkan lapisan komposit epoksi-SiO2

nanopartikel diperkuat serat alam dengan nilai ketahanan impak lebih tinggi dibanding

rasio 2 : 1.

3. Lapisan komposit optimum yang dihasilkan mampu menahan peluru 9 mm FMJ RN

(tingkat proteksi II) berdasarkan standar NIJ 0101-04.

4. Analisis biaya produksi rompi balistik epoksi-SiO2 nanopartikel diperkuat serat alam akan

menunjukkan bahwa rompi balistik alternatif tersebut akan memiliki biaya produksi lebih

rendah dibanding biaya produksi rompi balistik yang telah ada di pasaran.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

14

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode R&D (Research and Development) yang berfokus untuk

terus mengembangkan dan menyempurnakan produk berdasarkan efektifitas prototipenya. Model

ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate) [38] digunakan sebagai kerangka

jalannya penelitian. Untuk mencapai tujuan penelitian, yaitu mengetahui komposit serat alam

optimum sebagai material rompi balistik, dilakukan optimasi bahan sebanyak tiga tahap. Tahap

pertama bertujuan untuk mengetahui rasio optimum serat ramie dibanding kain katun. Tahap

kedua bertujuan untuk mengetahui rasio optimum serat ramie-katun dibanding kain jeans.

Sedangkan tahap ketiga bertujuan untuk mengetahui rasio optimum epoksi resin dibanding

hardener.

3.2. Waktu, Lokasi, dan Kegiatan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan secara ekstensif pada tanggal 6 September – 18 Januari 2016.

Rincian waktu, lokasi, dan kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.1.

Waktu, Lokasi, dan Kegiatan Penelitian

Tanggal Lokasi Kegiatan

6-9 September 2015 Rumah peneliti, SMA Negeri 3

Semarang Pemilihan ide penelitian

9-24 September 2015 Rumah peneliti, SMA Negeri 3

Semarang Studi literatur

24-26 September 2015 SMA Negeri 3 Semarang, FMIPA

Universitas Diponegoro Konsultasi ide penelitian

26 September – 30

Oktober 2015

Rumah peneliti, Lab. Fisika SMA

Negeri 3 Semarang, Lab. UPT

Universitas Diponegoro,

Politeknik Negeri Semarang

Perancangan desain penelitian

Pengumpulan dan preparasi alat

dan bahan penelitian

23-30 Oktober 2015 Rumah peneliti, Asrama Polisi

Sendang Mulyo Ketileng

Trial and Error dan evaluasi

hasil trial and error

5-6 November 2015 Rumah peneliti Optimasi I (Pembuatan sampel

uji ketahanan impak)

Page 15: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

15

13-14 November 2015 Politeknik Negeri Semarang

Optimasi I (Karakterisasi

Charpy Impact Strength) dan

evaluasi hasil optimasi

14-15 November 2015 Rumah peneliti Optimasi II (Pembuatan sampel

uji ketahanan impak)

16 November 2015 Politeknik Negeri Semarang

Optimasi II (Karakterisasi

Charpy Impact Strength) dan

evaluasi hasil optimasi

15-17 November 2015 Rumah peneliti Optimasi II (Pembuatan sampel

uji balistik)

17-18 November 2015

Lapangan tembak Batalyon

Infanteri Yonif 400/Raider

Semarang

Optimasi II (Pengujian balistik

performa sampel terhadap

peluru 9 mm FMJ RN (II))

25 November 2015 Lab. Forensik Akademi

Kepolisian Semarang

Optimasi II (Pengujian balistik

performa sampel terhadap

peluru .38 S&W Lead RN (I))

25-30 November 2015 Rumah peneliti, SMA Negeri 3

Semarang

Evaluasi dan konsultasi hasil

penelitian.

1-6 Desember 2015 Rumah peneliti, SMA Negeri 3

Semarang

Pengolahan data, penyusunan

laporan penelitian, dan

persiapan penelitian lanjutan.

8 Desember 2015 Rumah peneliti Optimasi III (Pembuatan sampel

uji ketahanan impak)

10-11 Desember 2015 Rumah peneliti, Politeknik Negeri

Semarang

Optimasi III (Karakterisasi

Charpy Impact Strength,

evaluasi hasil optimasi, dan

pembuatan sampel uji balistik)

16 Januari 2016 Brimob Pasadena Semarang

Optimasi III (pengujian balistik

performa sampel terhadap

peluru .45 ACP FMJ (IIA), 9

mm FMJ RN (II), dan 9 mm

FMJ Hollow Point)

16 Januari – 1 Februari

2016

Rumah peneliti, SMA Negeri 3

Semarang

Evaluasi, pengolahan data, dan

penyusunan laporan penelitian.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

16

3.3. Desain Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap optimasi. Ketiga tahapan optimasi tersebut

dilakukan guna mengetahui rasio bahan reinforcement dan matrix optimum supaya dapat

menghasilkan lapisan komposit dengan nilai ketahanan impak setinggi mungkin. Oleh karena itu,

dilaksanakan karakterisasi Charpy Impact Strength sebagai parameter justifikasi terhadap

performa rasio bahan reinforcement dan matrix tertentu.

Optimasi tahap pertama bertujuan untuk mengetahui rasio serat ramie dibanding kain katun

guna menghasilkan lapisan komposit dengan nilai ketahanan impak setinggi mungkin. Pada

tahap ini, bahan reinforcement kain jeans ditetapkan sebagai variabel kontrol. Selanjutnya,

optimasi tahap kedua bertujuan untuk mengetahui rasio serat ramie-katun dibanding kain jeans

optimum guna menghasilkan lapisan komposit dengan nilai ketahanan impak setinggi mungkin.

Pada tahap optimasi kedua ini, akan dilaksanakan uji balistik guna mengetahui performa tiap

rasio bahan dalam menahan terjangan peluru golongan I dan II. Kemudian optimasi tahap tiga

bertujuan untuk mengetahui rasio epoksi resin dibanding hardener optimum guna menghasilkan

lapisan komposit dengan nilai ketahanan impak setinggi mungkin. Pada optimasi tahap akhir ini,

akan dilaksanakan uji balistik dengan peluru golongan I, IIA, dan II. Alur jalannya penelitian

dapat dilihat pada ilustrasi di halaman selanjutnya.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

17

Figur 3.1. : Alur jalannya penelitian “Rompi Balistik dari Material Komposit Epoksi-SiO2

Nanopartikel diperkuat Serat Alam.”

Page 18: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

18

3.4. Rancangan Lapisan Komposit

Penyusunan sampel dilaksanakan dengan metode hand-lay up. Rasio massa reinforcement

dibanding matrix dikontrol 1 : 1 dengan komposisi matrix : (1) Konsentrasi SiO2

nanopartikel/epoxy resin (wt) sebesar 10%. (2) Rasio epoksi-SiO2 nanopartikel : hardener :

thinner (wt) adalah 100 : 50 : 2 dan 100 : 100 : 2. Massa per luas permukaan sampel dan

ketebalan dikontrol berturut-turut sebesar 24,4 kg/m2 dan 1,5 cm.

3.4.1. Rancangan Lapisan Optimasi tahap I

Illustrasi rancangan lapisan komposit optimasi tahap I dapat dilihat pada figur berikut.

Figur 3.2. : Rancangan lapisan komposit optimasi tahap I

Pada rancangan lapisan komposit tahap ini, komposit serat ramie-katun ditetapkan sebagai

variabel independen dengan total massa 50% massa total reinforcement. Rasio yang

ditetapkan sebagai variabel independen adalah sebagai berikut : ramie (R) : katun (C) = (100 :

0), (75 : 25), (50 : 50), (25 : 75), (0 : 100).

3.4.2. Rancangan Lapisan Optimasi tahap II

Illustrasi rancangan lapisan komposit optimasi tahap II dapat dilihat pada figur berikut.

Figur 3.3. : Rancangan lapisan komposit optimasi tahap II

Pada rancangan lapisan komposit tahap ini, komposit serat ramie-katun dibanding kain

jeans ditetapkan sebagai variabel independen. Rasio yang ditetapkan sebagai variabel

independen adalah sebagai berikut : ramie-katun (R-C) : jeans (J) = (100 : 0), (75 : 25), (50 :

50), (25 : 75), (0 : 100).

3.4.3. Rancangan Lapisan Optimasi Tahap III

Rancangan lapisan komposit pada optimasi tahap ini sama dengan optimasi tahap II. Tiga

sampel terbaik pada optimasi tahap II akan disintesis ulang dengan rasio epoksi : hardener ::

thinner = 100 : 100 : 2.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

19

3.5. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.2.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat Bahan

Kompressor hidrolik Anyaman serat rami (0,126 kg/m2)

Penekan besi berdimensi 15 cm x 15 cm x

0,5 cm dan 5,5 cm x 1 cm x 0,5 cm Anyaman kain katun (0,199 kg/m

2)

Cetakan kayu berdimensi 16 cm x 16 cm x

6 cm, 16 cm x 16 cm x 2,5 cm, 6 cm x 1,5

cm x 1 cm.

Anyaman kain jeans (0,406 kg/m2)

Neraca digital (ketelitian 0,01 g) Epoksi resin (bisphenol A diglisidil eter)

Penggaris, meteran, dan jangka sorong Hardener (poliaminamida)

Gunting Thinner (aseton)

Spidol hitam, spidol putih, dan kuas cat SiO2 nanopartikel (5-35 nm)

Mesin Charpy Impact Strength Test Plastisin setebal 6 cm

Revolver Colt Detective Plastik mika

Pistol Glock G17 9 mm Peluru .38 S&W Lead RN

Revolver Smith & Wesson Peluru 9 mm FMJ RN & FMJ Hollow Point

Peluru .45 ACP FMJ

Tali rafia

3.6. Metode Karakterisasi Sampel

3.6.1. Charpy Impact Strength

Pengukuran nilai ketahanan impak sampel dilaksanakan dengan menggunakan alat

bernama mesin Charpy Impact Strength. Alat ini bekerja dengan cara mengukur selisih energi

potensial bandul sebelum dan setelah menghantam sampel. Besarnya selisih energi potensial

tersebut ditafsirkan sebagai besar energi minimum yang diperlukan guna mematahkan

sampel. Persamaan guna menghitung besarnya energi fraktur dapat dilihat di bawah ini.

Keterangan :

m : Massa bandul (kg)

g : Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

R : Radius lengan (meter)

: Sudut lengan setelah menghantam sampel (°)

: Sudut lengan sebelum menghantam sampel (120-130°)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

20

Adapun spesifikasi mesin tersebut adalah sebagai berikut :

1. Merek : Shimadzu

2. Kapasitas : 30 Kg.m

3. Radius lengan : 0,749 m

4. Sudut angkat max. : 144°

5. Massa bandul : 25,70 kg

6. Sistem pengereman : Manual

7. Panjang, lebar, tinggi : 78 cm, 55 cm, 110 cm.

Dimensi sampel yang digunakan pada karakterisasi ini mengacu pada ASTM A370 [39],

yaitu 5,5 cm x 1 cm x 1 cm. Sedangkan sudut awal hantaman palu ditetapkan sebesar 120°

hingga 130°.

3.6.2. Uji Balistik

Uji balistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan empat jenis proyektil

tingkat proteksi I, IIA, dan II, yaitu berturut-turut .38 S&W Lead RN, .45 ACP FMJ, 9 mm

FMJ RN, dan 9 mm FMJ Hollow Point. Keempat jenis peluru tersebut ditembakkan dengan

menggunakan senjata jenis berturut-turut Revolver Colt Detective, Revolver S&W, dan Glock

G17 pada jarak berturut-turut 5 m, 17 m, dan 17 m.

Figur 3.4. : (kiri) Revolver Colt Detective, (tengah) Revolver S&W, dan (kanan) Glock G17

Sumber : en.wikipedia.org dan dokumentasi peneliti

Pengujian balistik di atas mengacu pada standar NIJ 0101.04 [28] dengan sedikit

modifikasi. Dimensi sampel yang digunakan pada pengujian ini adalah 15 cm x 15 cm x 1,5

cm dengan massa per luas permukaan dikontrol 24,4 kg/m2. Plastisin setebal 6 cm digunakan

sebagai material backface. Lapisan komposit dianggap lolos suatu tingkat proteksi bila tidak

mengalami penetrasi total setelah dihantam oleh peluru dan deformasi ke dalam tidak

melebihi 44 mm.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

21

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Uji Ketahanan Impak

4.1.1. Optimasi Tahap I

Hasil uji ketahanan impak pada sampel optimasi tahap I dapat dilihat pada tabel dan

diagram di bawah ini.

Tabel 4.1.

Hasil Uji Ketahanan Impak Optimasi Tahap I

No.

Sampel

R : C (wt) Luas

permukaan

(cm2)

Sudut awal

(°)

Sudut akhir

(°)

Energi fraktur

(Joule)

Impact

Strength

(kJ/m2)

I 100 : 0 6,531

120

113 20,640 37,53

II 75 : 25 6,542 111 26,745 48,63

III 50 : 50 6,039 112 23,679 43,05

IV 25 : 75 5,829 111 26,745 48,63

V 0 : 100 5,944 110 29,832 54,24

Figur 4.1. : Diagram hasil uji ketahanan impak optimasi tahap I.

20,64

26,745 23,679

26,745 29,832

37,53

48,63

43,05

48,63

54,24

0

10

20

30

40

50

60

100 ; 0 75 ; 25 50 ; 50 25 ; 75 0 ; 100

Imp

act

Str

eng

th (

kJ

/m2)

Rasio massa serat ramie (R) : katun (C)

Energi Fraktur

(Joule)

Impact Strength

Page 22: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

22

Berdasarkan data kuantitatif pada halaman sebelumnya, dapat diamati bahwa besarnya

rasio katun dibanding serat ramie berbanding lurus terhadap kenaikan nilai impact strength

lapisan komposit. Puncak dari nilai impact strength lapisan komposit pada tahap optimasi ini

dicapai pada rasio R : C = 0 : 100. Fenomena kenaikan nilai impact strength di atas

bersesuaian dengan data sifat mekanik serat alam pada tabel 2.4 bab II.

Pada tabel 2.4 bab II, dapat diamati bahwa nilai elongasi maksimum rata-rata serat kapas

lebih besar daripada serat rami. Hal ini menandakan bahwa serat kapas dapat mengalami

pertambahan panjang lebih besar saat diberi gaya daripada serat rami. Besarnya pertambahan

panjang serat kapas tersebut menyebabkan serat kapas dapat menyerap lebih banyak gaya

sebelum mengalami failure atau putus. Sehingga, nilai fracture toughness atau impact

strengthnya lebih besar daripada serat rami.

Untuk menguatkan data, struktur patahan sampel setelah dihantam oleh palu mesin Charpy

Impact Strength dapat diamati pada figur di bawah ini.

Figur 4.2. : Struktur patahan sampel optimasi I setelah karakterisasi Charpy Impact Strength.

Berdasarkan figur di atas, dapat diamati bahwa sampel I, II, dan III mengalami fraktur

sempurna setelah dihantam palu mesin Charpy. Kemudian pada sampel IV dan V, dapat

diamati bahwa sampel tersebut hanya mengalami fraktur parsial setelah dihantam palu mesin

Charpy. Hal ini menandakan bahwa penambahan rasio massa katun dibanding serat

berdampak positif terhadap nilai ketahanan impak lapisan komposit. Sehingga, berdasarkan

hasil yang dicapai pada optimasi tahap ini, diambil nilai 100% massa katun sebagai rasio

optimum lapisan komposit.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

23

4.1.2. Optimasi Tahap II

Hasil uji ketahanan impak pada sampel optimasi tahap II dapat dilihat pada tabel dan

diagram di bawah ini.

Tabel 4.2.

Hasil Uji Ketahanan Impak Optimasi Tahap II

No.

Sampel

C : J (wt) Luas

permukaan

(cm2)

Sudut awal

(°)

Sudut akhir

(°)

Energi fraktur

(Joule)

Impact

Strength

(kJ/m2)

I 100 : 0 8,080

130

105 72,5 89,73

II 75 : 25 9,091 109 59,9 65,90

III 50 : 50 8,540 104 75,7 88,64

IV 25 : 75 8,374 105 72,5 86,58

V 0 : 100 8,610 105 72,5 84,20

Figur 4.3. : Diagram hasil uji ketahanan impak optimasi tahap II

Berdasarkan data kuantitatif di atas, dapat diamati bahwa terdapat kecenderungan

penurunan nilai ketahanan impak lapisan komposit seiring dengan bertambahnya rasio massa

kain jeans. Walaupun demikian, penurunan nilai tersebut tergolong kurang signifikan. Hal ini

dikarenakan sumber serat alam kedua bahan tersebut sama, yakni serat kapas. Akan tetapi,

terdapat hasil yang menarik pada struktur patahan sampel yang dapat dilihat pada figur di

halaman selanjutnya.

72,5

59,9

75,7 72,5 72,5

89,73

65,9

88,64 86,58 84,2

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

100 ; 0 75 ; 25 50 ; 50 25 ; 75 0 ; 100

Imp

act

Str

eng

th (

kJ

/m2)

Rasio massa kain katun (C) : jeans (J)

Energi Fraktur

(Joule)

Impact Strength

Page 24: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

24

Figur 4.4. : Struktur patahan sampel optimasi II setelah karakterisasi Charpy Impact Strength.

Berdasarkan figur 4.4 di atas, dapat diamati bahwa semua sampel kecuali sampel I

mengalami fraktur sempurna. Hal ini menandakan bahwa serat kapas yang dianyam menjadi

kain katun menghasilkan anyaman yang memiliki nilai ketahanan impak lebih tinggi

dibanding anyaman kain jeans. Padahal anyaman kain katun memiliki massa per luas

permukaan lebih rendah daripada kain jeans.

Untuk menjelaskan fenomena di atas, peneliti berhipotesis bahwa massa per luas

permukaan kain jeans yang lebih besar daripada kain katun mengakibatkan kain jeans sulit

mengalami pertambahan dimensi saat diberi impak atau gaya. Sulitnya pertambahan dimensi

kain jeans tersebut menyebabkan nilai elongasi maksimum kain jeans berkurang. Sehingga,

besarnya energi fraktur yang diperlukan guna memutuskan lapisan komposit berkurang akibat

nilai elongasi maksimum kain jeans berkurang.

Berdasarkan hasil optimasi tahap I dan II, diketahui bahwa serat kapas yang dianyam

menjadi kain katun murni menghasilkan lapisan komposit dengan nilai ketahanan impak

tertinggi. Oleh karena itu, hipotesis peneliti pada bab II poin pertama tertolak.

4.1.3. Optimasi Tahap III

Berdasarkan hasil optimasi tahap II, diambil tiga sampel pertama (I, II, dan III) guna

dilaksanakan optimasi tahap III dengan komposisi rasio epoksi : hardener : SiO2 nanopartikel

= 100 : 100 : 2. Hasil uji ketahanan impak optimasi tahap ini dapat dilihat pada halaman

selanjutnya.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

25

Tabel 4.3.

Hasil Uji Ketahanan Impak Optimasi Tahap III

Sampel Epoksi :

Hardener

(wt)

Luas

permukaan

(cm2)

Sudut awal

(°)

Sudut akhir

(°)

Energi fraktur

(Joule)

Impact

Strength

(kJ/m2)

I 2 : 1 8,080

130

105 72,5 89,73

1 : 1 5,66 104 75,7 133,75

II 2 : 1 9,091 109 59,9 65,90

1 : 1 5,68 112 50,6 89,08

III 2 : 1 8,540 104 75,7 88,64

1 : 1 5,53 102 82,11 148,48

Figur 4.5. : Diagram hasil uji ketahanan impak optimasi tahap III

Berdasarkan data kuantitatif di atas, dapat diamati bahwa lapisan komposit dengan rasio

massa epoksi : hardener = 1 : 1 mengalami kenaikan nilai ketahanan impak sebesar 35,17

hingga 67,51 % dibanding lapisan komposit dengan rasio epoksi : hardener = 2 : 1.

Untuk menguatkan data, analisis struktur patahan sampel hasil optimasi tahap III dapat

dilihat pada figur di halaman selanjutnya.

89,73

133,75

65,9

89,08 88,64

148,48

0

20

40

60

80

100

120

140

160

2 ; 1 1 ; 1

Imp

act

Str

eng

th (

kJ

/m2)

Rasio massa Epoksi : Hardener

Sampel I (C : J = 100 : 0)

Sampel II (C : J = 75 : 25)

Sampel III (C : J = 50 : 50)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

26

Figur 4.6. : Struktur patahan sampel optimasi III setelah karakterisasi Charpy Impact Strength.

Dari figur di atas, dapat diamati bahwa sampel II dan III dengan komposisi resin : hardener

= 2 : 1 mengalami fraktur sempurna setelah dihantam palu Charpy Impact machine.

Sedangkan seluruh sampel dengan komposisi resin : hardener = 1 : 1 mengalami fraktur

parsial. Hal ini menandakan bahwa nilai ketahanan impak sampel berbanding lurus terhadap

penambahan massa hardener dibanding resin.

Untuk menjelaskan data di atas, peneliti berhipotesis bahwa kenaikan nilai ketahanan

impak sampel tersebut disebabkan oleh banyaknya gugus epoksida yang mengalami reaksi

cross-linking. Pada rasio 2 : 1, banyaknya jumlah gugus reaktif hidrogen pada polimer

hardener lebih sedikit daripada gugus epoksida pada polimer epoksi resin. Hal ini

menyebabkan ada beberapa gugus epoksida yang tidak bereaksi. Sehingga sifat mekaniknya

kurang optimum. Akan tetapi, pada rasio 1 : 1, jumlah gugus reaktif hidrogen polimer

hardener sama atau mendekati sama banyaknya dengan jumlah gugus epoksida polimer

epoksi resin (mendekati stoikiometrik). Sehingga terdapat lebih banyak gugus epoksi yang

bereaksi. Hal ini mengakibatkan sifat mekaniknya lebih optimal.

Fenomena tersebut sejalan dengan studi yang telah dilakukan oleh Emad S. (2004)

mengenai pengaruh rasio massa epoksi resin dibanding hardener terhadap nilai ketahanan

impak, kuat tarik, kekerasan, kuat flexural, kuat kompres, dan kuat bending. Pencampuran

dilakukan dengan tiga variabel utama, yaitu di bawah stoikiometrik, sesuai stoikiometrik, dan

di atas stoikiometrik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa rasio optimum guna menghasilkan

sifat mekanik sebaik mungkin adalah sesuai stoikiometrik.

Berdasarkan hasil optimasi tahap III, hipotesis peneliti pada bab II poin kedua diterima.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

27

4.2. Hasil Uji Balistik

4.2.1. Hasil Uji Balistik Optimasi Tahap II

Selanjutnya, seluruh sampel lapisan komposit pada optimasi tahap II direplikasi menjadi

berdimensi 15 cm x 15 cm x 1,5 cm guna memasuki tahap uji balistik. Adapun hasil uji

balistik seluruh sampel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4.

Hasil Uji Balistik Sampel Optimasi Tahap II

No.

Sampel

C : J

(wt) Proyektil

Jarak

(m) Senjata api Keterangan Kriteria NIJ

I 100 : 0

.38 S&W Lead

RN (I) 5

Revolver Colt

Detective

Ricochet

Backface tetap Lolos

9 mm FMJ RN

(II) 10 Glock G20 9 mm

Penetrasi Total Tidak lolos

II 75 : 0

.38 S&W Lead

RN (I) 5

Revolver Colt

Detective

Ricochet

Backface tetap Lolos

9 mm FMJ RN

(II) 10 Glock G20 9 mm

Penetrasi Total Tidak lolos

III 50 : 50

.38 S&W Lead

RN (I) 5

Revolver Colt

Detective

Ricochet

Backface tetap Lolos

9 mm FMJ RN

(II) 10 Glock G20 9 mm

Penetrasi Total Tidak lolos

IV 25 : 75

.38 S&W Lead

RN (I) 5

Revolver Colt

Detective

Ricochet

Backface tetap Lolos

9 mm FMJ RN

(II) 10 Glock G20 9 mm

Penetrasi Total Tidak lolos

V 0 : 100

.38 S&W Lead

RN (I) 5

Revolver Colt

Detective

Ricochet

Backface tetap Lolos

9 mm FMJ RN

(II) 10 Glock G20 9 mm

Penetrasi Total Tidak lolos

Keterangan : Ricochet : Peluru memantul, tidak terdapat penetrasi

Berdasarkan hasil uji balistik yang telah dilaksanakan terhadap kelima sampel, dapat

diamati bahwa kelima sampel hasil optimasi tahap II lolos proyektil tingkat I NIJ, tetapi tidak

lolos proyekil tingkat II NIJ. Foto sampel setelah dilakukan uji balistik dapat dilihat pada

halaman selanjutnya.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

28

Figur 4.7. : Foto sampel setelah pelaksanaan uji balistik sampel optimasi tahap II

Page 29: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

29

Dari figur 4.7 di halaman sebelumnya, dapat diamati bahwa tidak terdapat perbedaan

performa balistik yang signifikan antara kelima sampel tersebut. Permukaan sampel relatif

tetap setelah dihantam peluru .38 S&W Lead RN. Berdasarkan hasil uji balistik yang telah

dilaksanakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa kelima sampel memenuhi kriteria sebagai

material rompi balistik tingkat proteksi I.

4.2.2. Hasil Uji Balistik Optimasi Tahap III

Hasil uji balistik lapisan komposit hasil optimasi tahap III dapat dilihat pada tabel di bawah

ini.

Tabel 4.5.

Hasil Uji Balistik Sampel Optimasi Tahap III

No.

Sampel

E : H

(wt) Proyektil

Jarak

(m) Senjata api Keterangan Kriteria NIJ

I 1 : 1

.45 ACP FMJ (IIA)

17 m

Revolver S&W Ricochet

Backface tetap Lolos

9 mm FMJ Hollow

Point (lain)

Glock G17 9

mm

Backface

terdeformasi 7 mm Lolos

9 mm FMJ RN (II) Penetrasi parsial Tidak lolos

II 1 : 1

9 mm FMJ Hollow

Point (lain)

Backface

terdeformasi 0 mm Lolos

9 mm FMJ RN (II) Penetrasi total Tidak lolos

III 1 : 1

9 mm FMJ Hollow

Point (lain)

Penetrasi parsial Tidak lolos

9 mm FMJ RN (II) Penetrasi total Tidak lolos

Keterangan : Ricochet : Peluru memantul, tidak terdapat penetrasi.

Berdasarkan hasil uji balistik yang telah dilaksanakan terhadap hasil optimasi tahap III,

dapat diamati bahwa sampel I dan II lolos proyektil tingkat lain (9 mm Hollow Point) akan

tetapi tidak lolos proyektil tingkat II. Sedangkan sampel III tidak lolos proyektil tingkat lain

maupun tingkat II. Adapun karena keterbatasan jumlah proyektil pada saat pengujian, uji

balistik tingkat IIA dilaksanakan hanya kepada sampel yang memiliki performa balistik

terbaik, yakni sampel I. Pengujian menunjukkan bahwa sampel I lolos uji balistik proyektil

tingkat IIA.

Adapun foto sampel setelah pengujian dapat dilihat pada figur di halaman selanjutnya.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

30

Figur 4.8. : Foto sampel setelah pelaksanaan uji balistik sampel optimasi tahap III.

Berdasarkan hasil uji balistik optimasi tahap III, maka hipotesis peneliti pada bab II poin

ketiga tertolak. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan penelitian lanjutan guna menghasilkan

lapisan komposit yang lolos proyektil tingkat II (9 mm FMJ RN).

4.3. Analisis Biaya Produksi

Untuk mengetahui perbandingan biaya produksi rompi balistik dari material komposit epoksi-

SiO2 nanopartikel diperkuat serat alam dengan harga jual rompi balistik konvensional,

dilakukanlah analisis biaya produksi material yang dapat dilihat pada tabel di halaman

selanjutnya. Material yang dianalisis biaya produksinya merupakan sampel I, II, dan III hasil

optimasi tahap III. Dimensi sampel yang diasumsikan pada analisis biaya produksi ini adalah 27

cm x 27 cm x 1,5 cm.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

31

Tabel 4.6.

Analisis Biaya Produksi Rompi Balistik dari Material Komposit Epoksi-SiO2 Nanopartikel

diperkuat Serat Alam

I (C : J = 100 : 0)

Material Kuantitas Harga per satuan Total Harga

Reinforcement Kain katun 70 x 2 lapis Rp.13.333,33/m2 Rp.136.080,00

Matrix

Epoksi Resin/SiO2

nanopartikel

445,55 g x 2 resin

49,51 g x 2 SiO2

Rp.68,750/kg

Rp.105.000/kg Rp.71.660,78

Hardener 495,06 g x 2 Rp.68,750/kg Rp.68.070,75

Thinner (Aseton) 11,4912 g x 2 Rp.26.000/kg Rp.600,00

Rompi 1 Rp.90.000/pcs Rp.90.000,00

TOTAL Rp.366.411,53

II (C : J = 75 : 25)

Material Kuantitas Harga per satuan Total Harga

Reinforcement Kain katun 53 x 2 lapis Rp.13.333,33/m

2 Rp.103.032,00

Kain jeans 9 x 2 lapis Rp.14.444,44/m2 Rp.18.954,00

Matrix

Epoksi Resin/SiO2

nanopartikel

445,55 g x 2 resin

49,51 g x 2 SiO2

Rp.68,750/kg

Rp.105.000/kg Rp.71.660,78

Hardener 495,06 g x 2 Rp.68,750/kg Rp.68.070,75

Thinner

(Aseton) 11,4912 g x 2 Rp.26.000/kg Rp.600,00

Rompi 1 Rp.90.000/pcs Rp.90.000,00

TOTAL Rp.352.317,53

III (C : J = 50 : 50)

Material Kuantitas Harga per satuan Total Harga

Reinforcement Kain katun 35 x 2 lapis Rp.13.333,33/m

2 Rp.68.040,00

Kain jeans 18 x 2 lapis Rp.14.444,44/m2 Rp.37.908,00

Matrix

Epoksi

Resin/SiO2

nanopartikel

445,55 g x 2 resin

49,51 g x 2 SiO2

Rp.68,750/kg

Rp.105.000/kg Rp.71.660,78

Hardener 495,06 g x 2 Rp.68,750/kg Rp.68.070,75

Thinner (Aseton) 11,4912 g x 2 Rp.26.000/kg Rp.600,00

Rompi 1 Rp.90.000/pcs Rp.90.000,00

TOTAL Rp.336.279,53

Page 32: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

32

Dari tabel di atas, berikut merupakan perbandingan biaya produksi rompi balistik dari

material komposit epoksi-SiO2 nanopartikel diperkuat serat alam dengan harga jual rompi

balistik konvensional.

Tabel 4.7.

Perbandingan Biaya Produksi dan Harga Jual Rompi Balistik

Tingkat Proteksi Keterangan Harga

IIA dan 9 mm

FMJ Hollow

Point

C : J = 100 : 0 Rp.366.411,53

C : J = 75 : 25 Rp.352.317,53

C : J = 50 : 50 Rp.336.279,53

Para-aramid*) Rp.2.152.777,78

*) : Harga jual rompi balistik konvensional mengacu pada www.ebay.com.

Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa inovasi rompi balistik pada penelitian ini secara

signifikan memiliki biaya produksi lebih rendah daripada rompi balistik konvensional. Sehingga,

hipotesis peneliti pada bab II poin keempat diterima.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

33

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang dicapai pada bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut :

1. Komposisi optimum reinforcement komposit serat alam dengan nilai impact strength

tertinggi pada penelitian ini adalah kain katun murni diperkuat epoksi-SiO2 nanopartikel.

2. Rasio optimum epoksi resin dibanding hardener guna menghasilkan lapisan komposit

dengan nilai impact strength tertinggi pada penelitian ini adalah 1 : 1.

3. Sampel material komposit rompi balistik pertama, kedua, dan ketiga, keempat, dan kelima

hasil optimasi tahap II dapat menahan peluru .38 S&W Lead RN tingkat I dengan

ketebalan minimal 1,5 cm dan massa minimal 3,58 kg tanpa menimbulkan efek trauma

pukulan, ditinjau dari kedalaman deformasi material backfacenya.

4. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara sampel rompi balistik pertama, kedua,

ketiga, keempat, dan kelima hasil optimasi tahap II dalam menahan hantaman peluru

tingkat I.

5. Sampel material komposit rompi balistik pertama dan kedua hasil optimasi tahap III dapat

menahan peluru 9 mm FMJ Hollow Point dengan ketebalan minimal 1,93 cm dan massa

minimal 3,58 kg dengan deformasi sedalam 0 hingga 7 mm, di bawah batas maksimum

deformasi yang diperbolehkan NIJ 0101.04.

6. Sampel material komposit rompi balistik pertama hasil optimasi tahap III dapat menahan

peluru .45 ACP FMJ tingkat IIA tanpa menimbulkan efek trauma pukulan, ditinjau dari

kedalaman deformasi material backfacenya.

7. Inovasi rompi balistik pada penelitian ini memiliki biaya produksi material secara

signifikan lebih rendah dibanding harga jual rompi balistik konvensional dengan biaya

produksi rata-rata yaitu Rp.351.669,53.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

34

5.2. Saran

Di akhir penelitian, peneliti mengajukan dua saran terkait penelitian ini sebagai berikut.

1. Sebaiknya dilaksanakan penelitian lanjutan guna meningkatkan tingkat proteksi rompi

balistik menuju II dengan cara mengoptimasi rasio SiO2 nanopartikel dibanding campuran

resin dan memadukan serat kapas dengan serat alam jenis lain.

2. Sebaiknya dilaksanakan pengujian tusukan guna mengetahui performa rompi balistik

dalam menahan proyektil tajam.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

35

REFERENSI

[1] M. Jassal, S. Ghosh. Aramid fibers: an overview. Indian J Fibre Text Res, 27 (2002), pp.

290–306

[2] DuPont. Kevlar Technical Guide. Richmond : DuPont

[3] Federal Aviation Administrasion. (2014). Chapter 7 : Advanced Composite Materials.

Washington DC : U.S. Department of Transportation.

[4] Z. Leman, S.M. Sapuan, M. Azwan, M.M.H.M. Ahmad, M.A. Maleque. The effect of

environmental treatments on fiber surface properties and tensile strength of sugar palm-

reinforced epoxy composites. Polym Plast Technol Eng, 47 (2008), pp. 606-612.

[5] U.M.K. Anwar, M.T. Parida, H. Hamdan, S.M. Sapuan, E.S. Bakar. Effect of curing time on

physical mechanical properties of phenolic-treated bamboo strips. Ind Crops Prod, 29 (2009),

pp. 214-219.

[6] S.M. Sapuan, M. Harimi, M.A. Maleque. Mechanical properties of epoxy/coconut shell filler

particle composites. Arad J Sci Eng, 28 (2003), pp. 171-181.

[7] A.A.A. Rashdi, S.M. Sapuan, M.M.H.M. Ahmad, A. Khalina. Combined effects of water

absorption due to water immersion, soil buried and natural weather on mechanical properties of

kenaf fibre unsaturated polyester composites (KFUPC). Int J Mech Mater Eng, 5 (2010), pp. 11-

17.

[8] M. Jawaid, H.P.S. Abdul Khalil, A. Abu Bakar. Woven hybrid composites: tensile and

flexural properties of oil palm-woven jute fibres based epoxy composites. Mater Sci Eng A, 528

(2011), pp. 5190-5195

[9] Dan, M.M.P., Yuhazri, M.Y. (2008). High Impact Hybrid Composite Material For Ballistic

Armor. Faculty of Manufacturing Engineering, Universiti Teknikal Malaysia Melaka. ISSN :

1985-3157 Vol. 2 No. 1

[10] Fauzi, Muhammad Iqbal, Aristo Kevin A.P. (2014). Stab-Resistant and Ballistic Vest made

from Coconut Fiber. SMA Negeri 3 Semarang. Semarang.

[11] Radif, Zainab Shakir, Aidy Ali, Khalina Abdan. (2011). Development of a Green Combat

Armour from Ramie-Kevlar-Polyester Composite. Pertanika J. Sci. & Technol. 19 (2) : 339-348

(2011)

[12] Kinloch, A.J., B.B. Johnsen, R.D. Mohammed, A.C. Taylor, S. Sprenger. (2007).

Toughening mechanisms in novel nano-silica epoxy polymers. 5th

Australasian Congress on

Applied Mechanics, ACAM 2007. 10-12 December 2007, Brisbane, Australia

[13] A. J. Kinloch, S. H. Leem dan A. C. Taylor, Improving the fracture toughness and the

cyclic-fatigue resistance of epoxy-polymer blends, Polymer, 2014, 55, 6325–6334

[14] J. M. Wernik dan S. A. Meguid, On the mechanical characterization of carbon nanotube

reinforced epoxy adhesives, Mater. Des., 2014, 59, 19–32

[15] Wikipedia. (2015). Epoxy. https://en.wikipedia.org/wiki/Epoxy. Diakses pada tanggal 25

November 2015.

[16] Aziz, Mariad Emam. (2004). A Study On The Effect of Hardener On The Mechanical

Properties of Epoxy Resin. Thesis. M.Sc. in Chemical Engineering. University of Technology.

Iraq.

[17] T. D. Chang dan J. O. Brittain, Studies of epoxy resin systems: Part D: Fracture toughness

of an epoxy resin: A study of the effect of crosslinking and sub-Tg aging, Polym. Eng. Sci.,

1982, 22(18), 1228–1236

[18] R. A. Pearson dan A. F. Yee, Toughening mechanisms in elastomer-modified: Part 3 The

effect of cross-link density, Mater. Sci., 1989, 24, 2571–2580

[19] A. C. Garg, Failure Mechanisms in toughened epoxy resins - A review, Compos. Sci.

Technol., 1988, 31(3), 179–223

Page 36: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

36

[20] A. Martone, C. Formicola, M. Giordano dan M. Zarrelli, Reinforcement efficiency of multi-

walled carbon nanotube/epoxy nano composites, Compos. Sci. Technol., 2010, 70(7), 1154–1160

[21] Y. Zhao, Z.-K. Chen, Y. Liu, H.- M. Xiao, Q.-P. Feng dan S.-Y. Fu, Simultaneously

enhanced cryogenic tensile strength and fracture toughness of epoxy resins by carboxylic nitrile-

butadiene nano-rubber, Composites, Part A, 2013, 66, 178–187

[22] Y. Zhou, F. Pervin, V. K. Rangari dan S. Jeelani, Fabrication and evaluation of carbon

nano fiber filled carbon/epoxy composite, Mater. Sci. Eng., A, 2006, 426(1–2), 221–228

[23] X. Wang, J. Jin dan M. Song, An investigation of the mechanism of graphene toughening

epoxy, Carbon, 2013, 65, 324–333

[24] M. R. Dadfar dan F. Ghadami, Effect of rubber modification on fracture toughness

properties of glass reinforced hot cured epoxy composites, Mater. Des., 2013, 47, 16–20

[25] R. Thomas, D. Yumei, H. Yuelong, Y. Le, P. Moldenaers, Y. Weimin, T. Czigany dan S.

Thomas, Miscibility, morphology, thermal and mechanical properties of a DEBA based epoxy

resin toughened with a liquid rubber, Polymer, 2008, 49(1), 278–294

[26] B. Philippe dan I. Hatsuo, Partially miscible blends of epoxy resin and epoxidzed rubber:

Structural characterization of epoxidized rubber and mechanical properties of the blends,Appl.

Polym. Sci., 1994, 53(4), 441–454

[27] B. Philippe dan I. Hatsuo, Composition of the continous phase in partially miscible blends

of epoxy resin and epoxidized rubber by dynamic mechanical analysis, Polymer, 1994,35(5),

956–966

[28] National Institute of Justice. (2000). NIJ Standard-0101.04, Ballistic Resistance of Personal

Body Armor. Washington DC : U.S. Department of Justice.

[29] Wikipedia. (2015). Bulletproof Vest. https://en.wikipedia.org/wiki/Bulletproof_vest.

Diakses pada tanggal 27 November 2015

[30] Holmquist, T J Rajendran, A J; Templeton, dan D W; Bishnoi K D. (1999). A Ceramic

Armor Material Database.TACOM RD&E Center.

[31] Savage, G. (1990).Ceramic Armour. Journal of the Institute of Metals 6 (8): 487–492.

[32] A. J. Kinloch, R. D. Mohammed, dan A. C. Taylor, The effect of silica nano particles and

rubber particles on the toughness of multiphase thermosetting epoxy polymers, Mater. Sci.,

2005, 40 (18), 5083–5086.

[33] H.-Y. Liu, G.-T. Wang, Y.-W. Mai, dan Y. Zeng, On fracture toughness of nano-particle

modified epoxy, Composites, Part B, 2011, 42(8), 2170–2175.

[34] Li, Xue, Lope G. Tabil, dan Satyanarayan Panigrahi. Chemical Treatments of Natural Fiber

for Use in Natural Fiber-Reinforced Composites : A Review. J Polym Environ (2007) 15:25-33

DOI 10.1007/s10924-006-0042-3.

[35] Nam, Sunghyun dan Anil N. Netravali. (2006). Green Composites I. Physical Properties of

Ramie Fibers for Environment-friendly Green Composites. Fiber Science Program 2006, Vol.7,

No.4, 372-379. Cornell University. Ithaca. NY 14853-4401. USA.

[36] Wikipedia. (2015). Cotton. https://en.wikipedia.org/wiki/Cotton. Diakses pada tanggal 28

November 2015.

[37] FAO. (2009). Natural fibres Cotton.

http://www.naturalfibres2009.org/en/fibres/cotton.html. Diakses pada tanggal 28 November

2015

[38] Molenda, Michael. (2003). In Search of the Elusive ADDIE Model. Performance

improvement. Number 42 Volume 5 Page 2.

[39] ASTM. (2012). Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel

Products. USA : ASTM.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

37

LAMPIRAN

A. Alat dan Bahan Penelitian

Kompresor hidrolik dan pengukur tekanan.

Epoksi resin dan hardener.

Kain katun, kain jeans, neraca digital, dan SiO2 nanopartikel.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN · kekuatan tarik (ultimate tensile strength), dan modulus Young yang baik [1] menyebabkan material ini digunakan sebagai pengganti pelat baja dalam berbagai aplikasi,

38

B. Dokumentasi Uji Balistik

Pelaksanaan uji balistik tingkat I di Laboratorium Forensik Akademi Kepolisian, Semarang.

Pelaksanaan uji balistik tingkat II di Lapangan Tembak Batalyon Yonif 400/Raider, Semarang.

Pelaksanaan uji balistik tingkat IIA, II, dan 9 mm FMJ Hollow Point di Lapangan Tembak

Brimob Pasadena, Semarang.