Page 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam konteks perkembangan kebudayaan Jawa, Banyumas sering kali
dipandang sebagai wilayah marginal yang berkonotasi kasar., tertinggal dan
tidak lebih beradab dibandingkan dengan kebudayaan yang berkembang
diwilayah negarigung (pusat kekuasaan kraton) yang dijiwai oleh konsep
adiluhung. Kebudayaan Banyumas atau sering pula disebut budaya
Banyumasan hadir sebagai kebudayaan rakyat yang berkembang di kalangan
rakyat jelata yang jauh dari hegemoni kehidupan kraton. Akhiran “an” pada
kata Banyumas menunjukan lokalitas atau kekhususan, seperti pada kata
Semarangan, Jawa Timuran, Surabayaan, Magelangan, dan lain-lain.
(Koentjaraningrat :1984).
Bahasa dialek Banyumas merupakan dialek yang ditemukan di sepanjang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Serayu yang berasal dari komplek Sindoro-
Sumbing-Dieng (Koentjaraningrat, 1984: 23). Bahasa Jawa dialek
Banyumasan tergolong dalam bahasa yang lebih tua dibandingkan dengan
bahasa Jawa baku. Penelitian Esser (1927-1929) menunjukan gejala tersebut.
Banyak kosa kata dialek Banyumas yang berasal dari bahasa Jawa Kuna dan
Sunda. Selain itu, bahasa dialek Banyumas eksis bukan hanya dalam bahasa
lisan saja, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Di Banyumas, ditemukan naskah
Babad Banyumas yang tertua dari abad ke- 16, atau 17 berdasakan huruf jawa
yang dipakai (Holle, 1887:6) dan memakai bahasa dialek Banyumas.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 2
2
Dialek Banyumas merupakan alat komunikasi sehari hari yang sudah
mendarah daging di masyarakat Banyumas dan menjadi identitisa daerah
Banyumas. Bukan hanya di masyarakat Banyumas tetapi dalam ranah
pendidikan khususnya Banyumas menggunakan dialek Banyumas merupakan
hal yang biasa dilakukan, bahkan dalam pembelajaran di kelaspun saat guru
menjelaskan sebuah materi ajar yang disampaikan tidak jarang gurung
menggunakan bahasa dialek Banyumas untuk menjelaskan karena dominasi
siswa merupakan domisili warga Banyumas yang kesehariannya
menggunakan bahasa dialek Banyumasan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Lexicographer ahli kamus bahasa, “komunikasi merupakan upaya
yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang
berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling
dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya”. Komunikasi
sebagai proses sosial untuk menyampaikan sebuah pesan kepada orang lain.
Dalam keseharian masyarakat Banyumas cara yang paling mudah
berkomunikasi dan bertukar informasi menggunakan bahasa dialek Banyumas
adalah cara yang paling mudah dan dipahami oleh masyarakat Banyumas.
Penyampaian materi dalam pembelajaran yang dilakukan kepada siswa akan
berpengaruh pada pemikiran mengenai materi yang disampaikan pentingnya
dialek banyumas dalam pemahaman pembelajaran di kelas melihat
dominannya siswa yang berdomisili di daerah Banyumas. Dalam sebuah
pembelajaran yang baik adanya feedback yang baik dari tenga ajar dan siswa
dalam sebuah kelas maka komunikasi diperlukan sekali perahatian dalam
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 3
3
penyampaian. Sebuah tuntutan tenaga ajar harus menggunakan bahasa yang
mudah dicerna salah satunya dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) yang
benar salah satunya dengan bahasa Indonesia yang benar dan baik apalagi
dalam instansi penididikan negeri yang mewajibkan menggunakan bahasa
Indonesia dalam berkomunikasi. Di sinilah letak permasalahannya karena
kurang sadarnya atas kebudayaan khususnya dialek Banyumas dalam
penerapan pembelajaran di kelas yang menyebabkan generasi zaman sekarang
kurang mengenal bahasanya sendiri yaitu bahasa Panginyongan.
Degradasi yang terjadi dalam dialek Banyumasan oleh para siswa dan guru
adalah berupa penggunaan bahasa yang semakin bervariasi dan secara tidak
utuh menggunakan bahasa ibu mereka. Hal ini terlihat dengan adanya
penggunaan dialek Banyumasan dengan adanya bahsa campuran seperti
menyisipkan kata-kata atau istilah asing atau bahasa lain yang dianggap lebih
modern serta ada pula pemersatu bahasa yang lebih mudah diahami pada saat
berbicara dengan lawan bicaranya, salah satunya adalah penerepan
komunikasi di kelas antara guru dan siswa. Dalam pembelajaran di kelas
seharusnya guru menerapkan dialek Banyumas sebagai media komunikasi
pembelajaran di kelas. Penyampaian dalam kegiatan belajar mengajar
menggunakan dialek Banyumas juga salah satu bentuk melestarikan
kebudayaan dengan adanya muatan lokal yang dijadikan mata pelajaran.
Muatan lokal yang ada di sekolah dasar merupakan bentuk pemerintah
Kabupaten Banyumas serius bahwa muatan lokal atau sejarah lokal khususnya
budaya Banyumas perlu menjadi perhatian penuh. Tetapi menurut peneliti
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 4
4
pemerintah juga kurang selektif pada pemasukan materi muatan lokal disini
salah satunya pada bahasa yang digunakan pada materi muatan lokal yang
menjadi pegangan siswa karena masih menggunakan bahasa Nasional atau
bahasa Indonesia bukan menggunakan bahasa dialek Banyumas. Menurut
peneliti itu salah satu kekurangan dalam penerapan yang kurang maksimal
untuk muatan lokal yang disajikan pada siswa untuk melestarikan budaya
Banyumas.
Pelestarian budaya lokal khususnya dialek Banyumas dalam membentuk
kearifan lokal untuk jati diri dari sebuah daerah yang memiliki sebuah
kekayaan yang terhingga menjadi sebuah budaya Bangsa. Bukan hanya
budayawan dan pemerintah saja yang harus peduli dan berperan penting dalam
pelestarian kebudayan ini tetapi seluruh elemen yang tergabung dalam sebuah
daerah tersebut dari pendidikan sampai masyarakat umum. Generasi muda
yang sejatinya sebagai penerus pun juga harus mengambil peran dalam
pelestarian budaya Banyumas khususnya dialek Banyumas. Dalam proses
pelestarian kebudayaan pendidikan merupakan sasaran yang penting dan harus
diperhatikan karena sekarang generasi muda khususnya siswa Sekolah Dasar
sudah dikenalkan dengan gadget dan mulai melupakan budayanya sendiri
karena dianggap ketinggalan zaman. Pendidikan salah satu ujung tombak
selain beberapa aspek lain. Dengan dikenalkannya dialek Banyumas dalam
pendidikan akan dapat berupaya untuk melestarikan budaya khususnya dialek
Banyumas untuk diaplikasikan dalam proses pembelajaran khususnya dalam
muatan lokal yang disajikan dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 5
5
SD Negeri 2 Sudagaran Banyumas merupakan Sekolah Dasar yang berada
di daerah Banyumas dan tepanya di Desa Sudagaran, Kec. Banyumas, Kab.
Banyumas. Pada letaknya yang menjadi pusat seharusnya bisa mencerminkan
bahwa pentingnya dialek Banyumas yang harus dilestarikan. Banyak siswa
sekolah tersebut yang telah melupakan bahasanya sendiri dan lebih sering
menggunakan dengan bahasa yang didengar modern bahkan siswa sekarang
banyak yang tidak mengerti arti dari kosa kata dialek Banyumas.
Peneliti tertarik dengan penggunaan bahasa dialek Banyumasan yang
dipakai untuk pembelajaran di kelas, maka peneliti mengambil judul “Dialek
Banyumas Dalam Pelajaran Muatan Lokal Sebagai Upaya Pelestarian Budaya
Banyumas di SD Negeri 2 Sudagaran Banyumas”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dialek Banyumas digunakan sebagai media komunikasi
dalam pembelajaran muatan lokal di kelas?
2. Bagaimana dialek Banyumas diintegrasikan dalam muatan lokal
sebagai pelestarian budaya Banyumas?
3. Apa saja kendala pembelajaran muatan lokal dengan menggunakan
dialek Banyumas?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dialek Banyumas digunakan sebagai media
komunikasi dalam pembelajaran muatan lokal di kelas.
2. Untuk mengetahui dialek Banyumas diintegrasikan dalam muatan
lokal sebagai pelestarian budaya Banyumas.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 6
6
3. Untuk mengetahui kendala pembelajaran muatan lokal dengan
menggunakan dialek Banyumas.
D. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini, manfaat
yang diharapkan antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian ini mendukung adanya keberagaman sumber
ilmu dan referensi, penelitian ini juga dapat memberikan keberagaman ilmu di
bidangnya. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan yang
berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan pendidikan, terutama
yang berkaiatan dengan disiplin ilmu Sosiologi dan Antropologi tentang
penggunaan Bahasa Jawa khususnya Dialek Banyumas dalam pembelajaran
dikelas sebagai sumber kehidupan sosial di zaman sekarang, terutama di
daerah Banyumas.
Adanya penelitian ini semoga dapat menumbuhkan minat baca dan minat
belajar mengenai sejarah dan kebudayaan di daerah Banyumas sebagai media
komunikasi sehari-hari. Memperluas wawasan kesejarahan bagi pembaca
terkait dengan sejarah dialek Banyumas tentang Dialek Banyumas dalam alat
komunikasi pembelajaran di kelas. Khususnya di SD Negeri 2 Sudagaran
Banyumas.
2. Manfaat Praktis
a. Masyarakat Umum
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 7
7
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran masyarakat
maupun pembaca untuk lebih meningkatkan pengetahuan tentang budaya dan
bahasanya sendiri, serta mengajak masyarakat untuk mengetahui bahwa bahsa
dialek Banyumas bukanlah bahsa kelas bawah dan menghargai budayanya
sendiri serta mencintai budayanya.
b. Bagi Guru
Dapat meningkatkan rasa cinta dan bangga kepada budayanya sendiri
sehingga guru sebagai contoh elemen yang melestarikan kebudayaan.
c. Bagi Siswa
Siswa dapat sadar untuk lebih mencintai dan bangga kepada daerahnya
sendiri karna memiliki sebuah dialek tertua. Percaya diri saat menggunakan
dan menerapkan untuk kehidupan sehari-hari.
d. Bagi Sekolah
Dengan adanya penerapan dialek Banyumas sebagai alat komunikasi di
sekolah dapat membuat cirikhas tersendiri sekolah pelestari budaya dalam
lingkup dunia pendidikan sebagai percontohan sekolah di sekitar Banyumas.
e. Budayawan
Adanya penelitian tersebut dapat membantu budayawan untuk
mempertahankan kelangsungan dan kelestarian budaya lokal yang menjadi
keaneragaman serta aset budaya nasional Bangsa.
E. Tinjauan Pustaka dan Penelitian Relevan
1. Tinjauan Pustaka
a. Budaya Banyumas
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 8
8
Ciri khas dari suatu kebudayaan bisa tampil karena kebudayan itu
menghasilkan suatu unsur yang kecil berupa suatu unsur kebudayaan fisik
dengan bentuk khusus;atau karena diantara pranata-pranatanya ada suatu pola
sosial khusus;atau dapat juga karna warganya menganut suatu tema budaya
khusus (Koentjaraningrat, 2009;214). Kesenian rakyat merupakan kesenian
tradisional yang sifatnya turun-temurun. Sifat turun-temurun inilah yang
mengakibatkan kesenian tradisional selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Sesuai dengan perubahan perubaahan yang terjadi dalam
masyarakat, kesenian rakyat oleh sebagian masyarakat di Indonesia
diabadikan serta dikembangkan untuk kepentingan masyarakat yang memiliki
tujuan tertentu seperti mendatangkan keselamatan, kemakmuran dan
kesejahteraan bagi masyarakat.
Kesenian mempunyai banyak nilai positif yang bermanfaat bagi
masyarakat, khususnya generasi muda. Bukan hanya kesenian dilihat sebagai
sarana hiburan karena nilai estetisnya saja, melainkan nilai pendidikan yang
dapat membentuk perilaku dan moral generasi penerus yang lebih baik. Hal ini
berkaitan erat dengan manusia sebagai makhluk individu sekaligus sosial yang
membutuhkan interaksi yang baik dengan orang-orang dan masyarakat di
lingkungannya.
Pengaruh kebudayaan India Hindu-Budha juga masih kental terhadap
kebudayaan Banyumas terutama dapat dilihat artefak peninggalan sejarah dan
sistem kepercayaan masyarakat Banyumas yang dekat dengan sistem
kepercayaan pada kedua agama tersebut. Dalam sistrem kepercayaan,
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 9
9
pengaruh Hindu-Budha tercemin pada kuatnya kepercayaan totenisme dewa-
dewi serta kekuatan-kekuatan supranatural yang datang dari alam dan roh
nenek moyang. Di daerah Banyumas kalender Jawa maupun Pranata mangsa.
Misalnya: ritual ruat bumi, suara, penjamasan pusaka pada bulan Mulud,
sadranan, unggah-unggahan pada bulan Sadran, cowongan untuk meminta
hujan yang biasanya dilaksanakan pada setiap mangsa kapat dan kelima.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Banyumas akrab sekali dengan foklor
yang sangat dipengaruhi oleh ajaran animisme-dinamisme dan perkembangan
Islam abangan. Kepercayaan terhadap takhayul, kekuatan-kekuatan
supranatural yang melingkupi hidup manusia dan kepercayaan dan ajaran
agama. Contoh konkrit yang dapat dijumpai dalam mantra-mantra tradisional.
Dalam masyarakat Banyumas, tradisi selamatan biasanya dilaksanakan di
rumah yang bersangkutan (punya hajat) dengan mengundang tetangga-
tetangga dekat untuk makan bersama. Tradisi ini sering diistilahkan dengan
kendren, kepungan, wilujengan, atau bancakan yang biasanya dilaksanakan
pada petang hari (setelah sembahyang Maghrib). Selamatan ini diwujudkan
dengan nasi tumpeng beserta lauk-pauknya (dalam pertunjukan Jemblung
disebut komaran) yang sebagian nantinya akan dimakan bersama, sesuai
jumlah yang diundang. Sedangkan yang diundang bapaknya (orang tua laki-
laki) dan jika bapaknya berhalang hadir akan bisa datang, nantinya jatahnya
mereka yang disebut “bandulan” atau “berkat” akan ke rumahnya.
Ungkapan tradisi selamatan bentunknya bermacam-macam, misalnya yang
berkaitan dengan lingkaran hidup dalam kelahiran bayi atau muyen (ketemu
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 10
10
bayu). Dalam tradisi ini di Banyumas, dimulai dari kandungan (mbobot) umur
4 bulan, kemudian 7 bulan (mitoni atau keba). Setelah bayi lahir masih
dilanjutkan dengan selamatan untuk puput puser, sepasaran dan selapanan
yang setiap malamnya diadakan tirakatan. Masih dalam rentetan kelahiran, ada
upacara-upacara selamatan untuk memperingati setiap jatuhnya hari sepasaran
(weton) nya anak dengan dibuatnya bancakan kecil. Bancakan keci untuk
memperingati hari weton (pasaran) anak dan pesertanya anak-anak kecil
disebut dengan isilah “among-among” yang dilaksanakan pada siang hari.
Resik adalah suatu proses kegiatan untuk membersihkan diri dari
malapetaka dan memohonkan ampunan dosa leluhurnya kepada Tuhan dengan
cara nyekar ke kuburan di desanya. Misalnya jika salah satu anggota
masyarakat akan punya hajat/gawe, mereka membawa kembang telon (bunga
bermacam tiga), menyan bisa dibakar atau bisa tidak, dan upet bilamana
kemenyan tersebut akan dibakar. Upet bagi masyarakat Banyumas biasanya
terbuat dari tepes (kulit kelapa) atau mancung (kulit bunga kelapa). Jika salah
satu masyarakat mau punya hajat tertentu gawe entah itu sunatan atau mantu
perkawinan, biasanya satu minggu sebelum hari pelaksanaannya.
Begalan adalah jenis kesenian yang biasanya dipentaskan dalam rangkaian
upacara perkawinan yaitu saat calon pengantin pria beserta rombongannya
memasuki pelataran rumah pengantin wanita. Disebut begalan karena atraksi
ini mirip perampokan yang dalam bahasa Jawa disebut begal. Yang menarik
adalah dialog-dialog antara yang dibegal dengan sipembegal biasanya berisi
kritikan dan petuah bagi calon pengantin dan disampaikan dengan gaya yang
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 11
11
jenaka penuh humor. Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki
merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan
seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari
klasik, gerak tarinya tidak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting
gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari 2 orang, seorang
bertindak sebagai pembawa barang-barang (peralatan dapur), seorang lagi
bertindak sebagai pembegal/perampok. Barang-barang yang dibawa antara
lain ilir, ian, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong,
siwur, irus, kendhil dan wangkring.
Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya
membawa pedang kayu. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka
mengenakan busana Jawa. Dialog yang disampaikan kedua pemain berupa
bahasa lambang yang diterjemahkan dari nama-nama jenis barang yang
dibawa, contohnya ilir yaitu kipas anyaman bambu diartikan sebagai
peringatan bagi suami-isteri untuk membedakan baik buruk. Centhing, tempat
nasi artinya bahwa hidup itu memerlukan wadah yang memiliki tatanan
tertentu jadi tidak boleh berbuat semau-maunya sendiri. Kukusan adalah alat
memasak atau menanak nasi, ini melambangkan bahwa setelah berumah
tangga cara berpikirnya harus masak/matang. Selain menikmati kebolehan
atraksi tari begalan dan irama gending, penonton juga disuguhi dialog-dialog
menarik yang penuh humor. Biasanya usai pertunjukan, barang-barang yang
dipikul diperebutkan para penonton. Sayangnya pertunjukan begalan ini tidak
boleh dipentaskan terlalu lama karena masih termasuk dalam rangkaian
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 12
12
panjang upacara pengantin. Bahasa yang digunakan juga khas dari daerah
Banyumas dan hanya ada di Banyumas dengan dialek Banyumasan yang
terkenal dengan cablakanya yang diterapkan dalam bahasa sehari-hari
masyarakat Banyumas.
b. Dialek Banyumasan
Banyumas terbentang dari sisi barat daya dari Propinsi Jawa Tengah.
Dialek Banyumasan merupakan salah satu dialek yang ada di Jawa Tengah
yang dipakai oleh empat kabupaten di eks-Karesidenan Banyumas yaitu
Kabupaten Banyumas, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga. Dialek
Banyumas adalah bahasa warisan zaman Majapahit dan bahasa masyarakat
pada umumnya di daerah Banyumas dan sekitarnya. Bahasa Banyumas tidak
tepat bila disebut sebagai bahasa Jawa yang kasar. Ia hidup dan diucapkan
oleh mulut-kemulut serta pemakaiannya sudah beratus-ratus tahun yang lalu.
Anggapan Dharmadi, Bambang Set, dan Ahmad Tohari yang menyatakan
bahwa sebagian besar masyarakat Banyumas masih saja inferior, juga tidak
tepat karena justru dengan menggunakan dialek Banyumas sebagai ciri
masyarakat Banyumas yang menunjukan sikap egaliternya dan tidak
memandang status, bahkan sikap egaliter ini menampakan sikap penjorangan
dan semblothongan yang menjadi ciri penyampean dialek Banyumas. Bahasa
dialek Banyumasan juga disebut dengan bahasa “Panginyongan” bisa
diartikan bahasa saya (Orang Banyumas) jika masyarakat lain luar Banyumas
menyebut adalah bahasa “Ngapak/Cablaka”.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 13
13
Masyarakat Jawa juga dikenal dengan ungkapan bumi mawa ciri. Yang
dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah semua bumi atau lokalitas tempat
kehidupan mempunyai ciri khas yang membedakan antara yang satu dengan
yang lain. Bahasa dialek Banyumas yang sering diucapkan sebagai media
komunaksi pada masyarakat Banyumas dan sekitarnya. Kentalnya dialek
Banyumas pada masyarakat pedesaan untuk menunjukan sebuah muatan lokal
yang terdapat pada ciri khas suatu daerah selain itu dialek Banyumas juga
sudah menjadi tradisi turun temurun yang diturunkan oleh nenek moyang
kepada masyarakat Banyumas khususnya.
Bahasa dialek Banyumas merupakan identitas jati diri masyarakat
Banyumas dalam melakukan komunikasi sehari-hari dalam menyampaikan
pesan kepada orang lain. Bahasa adalah salah satu bentuk kebudayaan yang
tinggal dan terus-menerus dilestarikan dengan kegiatan sehari-hari namun
pada umumnya masyarakat awam kurang sadar atas bahasa yang dipakai
sehari-hari itu adalah kebudayaan. Karena mereka hanya tahu kebudayaan
adalah bentuk seni, keindahan dan tari-tarian saja. Menurut Koentjaraningrat
(1980) terdapat 7 unsur kebudayaan yang bersifat universal , yaitu: 1) bahsa;
2) sistem pengetahuan; 3) organisasi sosial; 4) sistem peralatan hidup dan
teknologi; 5) sistem mata pencarihan hidup; 6) religi; dan 7) kesenian. Dialek
Banyumas merupakan salah satu alat komunikasi yang sudah mendarah
daging disebagian masyarakat Banyumas bukan hanya dikalangan masyarakat
pedesaan tetapi juga berada diperkotaan.
c. Muatan Lokal
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 14
14
Sejarah lokal memakai micro analisis untuk mempelajari peristiwa atau
kejadian pada tingkat lokal yang mencangkup interaksi antarsub-micro-unit
yang unik (Priyadi, 2011:11). Dalam pernyatan diatas merupakan keunikan
dari sebuah sejarah lokal yang telah dimiliki setiap daerah untuk menjadi ciri
khas yang tidak dimiliki daerah lain. Kebudayan merupakan salah satu faktor
yang cukup disorot karna dengan adanya kebudaya lokal tersebut menjadi ciri
khas yang dimiliki semakin menonjol dan menjadi daya tarik tersendiri.
Muatan lokal merupakan kurikulum yang ada di sekolah dasar dan merupakan
salah satu mata pelajaran yang harus dimasukan materi budaya lokal kedalam
kurikulum sebagai pembelajaran di sekolah. Menghadapi perkembangan
zaman dengan diiringai masuknya budaya global yang dapat mempengaruhi
mental serta perilaku masyarakat Indonesia pengenalan buadaya lokal dalam
usaha pewarisan kekayaan budaya yang mengandung nilai-nilai luhur sangat
tepat untuk membentangi diri dari budaya asing yang tidak sesuai dengan jiwa
dan kepribadian bangsa Indonesia. Muatan lokal pada intinya berupa pelajaran
yang dan pengenalan berbagai khas daerah tertentu bukan saja atas berbagai
ketrampilan dan kerajinan tradisional, tetapi juga sebagai manifestasi
kebudayaan daerah seperti bahasa, tulisan, kesenian daerah, legenda, dan adat
istiadat.
Dalam muatan lokal yang diajarkan dalam pembelajara memiliki peran
penting dalam pelestarian budaya pada tingkat sekolah dasar karena pada
sekolah dasar. Siswa dibekali dengan pengetahuan mengenai ciri khas dari
daerahnya masing-masing sebagai generasi bangsa yang selalu cinta dan
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 15
15
bangga atas negerinya. Muatan lokal merupakan bentuk edukasi yang terjadi
di bidang pendidikan sebgai pelestari budaya Banyumas dengan mengenalkan
berbagai aspek dari bahasa, tradisi, babad daerah atau cerita rakyat, kuliner
hingga tempat pariwisata yang ada di daerah tersebut salah satunya di daerah
Banyumas. Salah satunya adalah dialek Banyumas yang sering digunakan
dalam proses berinteraksi dengan masyarakat Banyumas. Dan telah menjadi
jati diri masyarakat Banyumas yang yang perlu diajarkan dan disampaikan
dimuatan lokal pada Sekolah Dasar.
2. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dilakukan oleh Umi Nurjanah Mahasiswa PGSD
Universitas Muhammadiyah Purwokerto pada tahun 2014, dengan judul
Implementasi Pembelajaran Muatan Lokal (Mulok) Buadaya Banyumas
Di Sekolah Dasar kelas III Unit Pendidikan Kecamatan Kalibagor dapat
disimpulkan bahwa penelitian tersebut seberapa pentingnya pendidikan
Banyumas menurut para guru dan kepala sekolah serta dampak
pembelajaran Mulok Budaya Banyumasan tentang cinta Budaya Lokal.
Adapun perbedaan penilitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah
peran dialek Banyumas dalam berkomunikasi di kelas dalam mata
pelajaran Muatan Lokal sebagai salah satu cara untuk melesatrikan
budaya Banyumas untuk menjaga kearifan lokal sebagai.
F. Kajian Teori dan Pendekatan
1. Kajian Teori
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 16
16
Untuk membantu dan menganalisis gejala permasalahan skripsi ini,
peneliti menggunakan terori yang mendukung. Teori yang yang digunakan
dalam penelitian ini menggunakan teori bahasa.
Pertama-tama manusia berkarya atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan
kehidupannya. Sehingga manusia juga disebut juga dengan makhluk
budaya dan juga makhluk yang berbahasa.
Menurut wardhaugh (dalam Chaer dan Agustina, 2004: 15), fungsi bahasa
adalah sebagai alat komunikasi manusia, baik tertulis maupun lisan.
Nababan (1984: 28) juga menyebutkan secara umum fungsi bahasa , yaitu
sebagai alat komunikasiyang memiliki fungsi perorangan. Fungsi utama
bahsa adalah sebagai alat komunikas supaya manusia dapat salinh
berkomunikasi dan berinteraksi anatara sesama. Menurut Chaer dan
Agustina (2004: 15-17), fungsi bahsa ada empat:
i. Dilihat dari sudut penuturan, bahsa itu berfungsi personal atau
pribadi. Maksudnya,penutur menyatakan sikap terhadap apa yang
dituturkannya. Penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat
bahasa, tetapi juga memperlibatkan emosi sewaktu menyampaikan
turunnya dan pendengar juga dapat menduga penutur sedih, marah
atau gembira.
ii. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, bahasa bahsa itu
berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar.nahsa
tidak hanya membuat seseorang melakukan sesuatu, tetapi
melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang diingkan pembicara.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 17
17
iii. Dilihat dari segi kode yang digunakan, bahasa berfungsi metlingual
atau metalinguistik, yakni bahsa itu digunakan untuk
membicarakan bahsa itu sendiri.
iv. Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan bahasa
itu bersifat imajinatif. Fungsi imajinatif ini bisa berupa karya seni
(puisi, cerita, dongen, dialek) yang digunakan untuk kesenangan
penutur maupun pendengarnya.
Bahasa adalah media untuk meneruskan hasil pelajaran manusia
kepada sesamanya dan generasi-generasi berikutnya, dengan kata lain
bahasa adalah alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia. Dan
ditinjau dari sejarahnya bahasa dapat di bedakan menjadi tiga, yaitu
Bahasa lisan, Bahasa tulisan dan Bahasa Simbolis.
2. Pendekatan
a. Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam
masyarakat (Kutha,2009:63). Antropologi dibedakan menjadi antropologi
fisik dan antropologi kebudayaan, yang berkembang menjadi studi
kultural. Dalam kaitanya dengan sastra, antropologi kebudayaan
dibedakan lagi menjadi dua bidang, yaitu antropologi dengan obyek verbal
dan nonverbal. Pendekatan antropologi sastra lebih banyak berkaitan
dengan objek verbal.
Pendekatan antropologis, didasarkan atas kenyataan, pertama, adanya
hubungan antara ilmu antropolgi dengan bahasa. Kedua, dikaitkan dengan
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 18
18
tradisi lisan baik antropologi maupun sastra sama-sama
mempermasalahkannya sebagai objek penting. Oleh karena itu, dalam
penelitian sastra lisan, mitos, dan sistem religi, sering diantara kedua
pendekatan tumpang tindih. Masalah penting yang juga perlu dicatat,
sebagai juga dalam pendekatan sosiologis dan psikologi, pendekatan
antropologi bukanlah aspek antropologi ‘dalam’ sastra melainkan
antropologi ‘dari’ sastra.
Pokok-pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis
adalah bahasa sebagaimana dimanfaatkan dalam karya sastra, sebagai
struktur naratif, diantaranya:
1. Aspek-Aspek naratif karya sastra dari kebudayaan yang berbeda-beda.
2. Penelitian aspek naratif sejak empirik yang paling awal hingga novel
yang paling modern.
3. Bentuk-bentuk arkhais dalam karya sastra, baik dalam bentuk konteks
karya individual maupun generasi.
4. Bentuk-bentuk mitos dan sistem religi dalam karya sastra.
5. Pengaruh mitos, sistem religi, dan citra primodial yang lain dalam
kebudayaan populer.
Menurut Endraswara (2015:36) pendekatan yang digunakan dalam
antropolgi menggunakan kuantitatif (positivistic) dan kualitatif
(naturalistic). Artinya, dalam penelitian antropologi dapat dilakukan
melalui pengkajian secara statistic-matematis, baik dilakukan untuk
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 19
19
mengukur pengaruh maupun korelasi antar-variabel penelitian, maupun
dilakukan secara kualitatif-naturalistik.
Pendekatan ini bertujuan untuk mengatahui tentang penggunaan
bahasa dalam sehari-hari yang merujuk kepada bahasa menjadi budaya
yang telah diturunkan dari kehidupan sebelumnya dalam masyarakat
Banyumas. Pengaruh dari dialek Banyumas dalam kehidupan sehari-hari
masyarakat Banyumas yang cukup besar serta korelasi dalam penggunaan
dialek Banyumas untuk penyampaian pesan kepada masyarakat diluar
Banyumas untuk apresiasi budaya lisan.
b. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis yaitu pendekatan yang dilakukan dengan
meneropong segi-segi sosial peristiwa yang dikaji, seperti golongan sosial
mana yang berperan, nilai-nilai yang dianutnya, serta hubungan dengan
hubungan lain (Kartodirdjo, 1992: 4). Pendekatan sosiologi meliputi suatu
gejala dari aspek sosial yang mencangkup hubungan sosial, interaksi,
jaringan hubungan sosial, yang kesemuanya mencangkup hubungan sosial
kelakuan manusia (Kartodirdjo, 1992: 87)
Pendekatan sosiologis menganalisis manusia dalam masyarakat,
dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu. Dengan
demikian dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan
sosiologis untuk membantu menganalisis interkasi sosial dalam
masyarakat dalam penggunaan dialek Banyumas dalam mata pembelajaran
muatan lokal.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 20
20
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian merupakan metode
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif ditunjukan untuk
memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut atau prespektif
partisipan. Partisipan adalah orang-orang yang diajak wawancara,
diobservasikan, diminta memberikan data, pendapat, pemikiran dan
presepsinya.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang digunakan untuk
menggambarkan (to describe), menjelaskan, menjawab persoalan tentang
fenomena dan peristiwa yang terjadi saat ini, baik tentang fenomena
sebagaimana adanya maupun analisis hubungan antara berbagai variabel
dalam suatu fenomena (Arifin, 2012: 41). Dalam penelitian deskriptif,
peneliti tidak melakukan manipulasi atau perlakuan-perlakuan tertentu
terhadap variabel atau merancang sesuatu yang diharapkan terjadi pada
variabel, tetapi semua kegiatan, keadaan, komponen variabel berjalan
seperti itu.
Dalam metode deskriptif dapat diteliti pula masalah normatif bersama-
sama dengan masalah status dan sekaligus membuat perbandingan-
perbandingan antar fenomena. Studi demikian secara umum sebagai studi
atau penelitian deskriptif (Nazir, 2003: 55)
1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SD Negeri 2 Sudagaran kecamatan
Banyumas. Selain itu peneliti memiliki ketrikatan emosional dengan SD
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 21
21
Negeri 2 Sudagaran karna dulu peneliti merupakan alumni dari sekolah
tersebut, sedangkan penelitian akan dilakukan pada tahun ajaran
2017/2018.
2. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian disini adalah dialek Banyumas yang digunakan
sebagai media komunikasi pembelajaran di kelas oleh guru dalam
penyampaian muatan lokal. Guru merupakan sarana penting untuk
mentransferkan ilmu kepada siswa dalam bentuk interaksi di kelas.
Objek penelitian merupakan mata pelajaran muatan lokal yang
disajikan dalam mata pelajaran siswa sekolah dasar. Dengan adanya
wawancara terhadap guru, siswa maupun masyarakat di lingkungan
sekolah untuk memperkuat data yang ada.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting untuk
mendapatkan data yang relevan untuk membantu sebuah penelitian.
Teknik yang digunakan sebagai berikut:
a. Observasi
Menurut Marshall dalam Sugiono (2010; 310) menyatakan bahwa
through observation, the resercher learn about behavior an the meaning
attached to those behavior. Melalui Observasi peneliti belajar tentang
perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Dalam hal ini peneliti
melakukan pengamatan untuk mengetahui dan mendapatkan data
bagaimana kondisi dan kegiatan perilaku pembelajaran. Hal-hal yang akan
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 22
22
diobservasi oleh peneliti yaitu untuk mengetahui penggunaan serta kendala
yang akan dihadapi dalam penggunaan dialek Banyumasan.
b. Wawancara
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peniliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga peneliti ingin mengetahui hal-
hal dari responden yang mendalam. Jenis wawancara terbagi menjadi dua
yaitu wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Wawancara
langsung adalah wawancara yang dilakukan secara langsung antara
pewawancara dan orang yang diwawancarai tanpa melalui perantara.
Sedangkan wawancara tidak langsung pewawancara menanyakan sesuatu
kepada responden melalui perantara seperti angket (Zainal, Arifin. 2012:
33). Subyek yang akan diwawancarai meliputi:
1. Guru Sekolah Dasar Negeri 2 Sudagaran
2. Siswa SD Negeri 2 Sudagaran
3. Sekolah
4. Masyarakat Umum
5. Budayawan
c. Dokumentasi
Studi dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu,
dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental
dari seseorang. Studi dokumen merupakan perlengkapan dari penggunaan
metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif. Hasil
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019
Page 23
23
penelitian akan semakin kredibel apa bila didukung oleh foto-foto atau
karya tulis akademik (Sugiyono, 2010: 329).
H. Sistematika Penelitian
BAB I Pendahuluan berisi tentang, latar belakang, rumusan masalah,
manfaat, kajian pustaka dan pendekatan, kajian teori dan penelitian
relevan, metode penelitian, sistematis penelitian.
BAB II berisi tentang penggunaan dialek Banyumas sebagai media
komunikasi dalam pembelajaran muatan lokal dikelas.
BAB III berisi tentang dialek Banyumas yang diintegrasikan dalam
muatan lokal sebagai pelestarian budaya Banyumas.
BAB IV berisi tentang kendala-kendala pembelajaran muatan lokal dengan
menggunakan dialek Banyumas
BAB V berisi tentang kesimpulan dan saran peneliti.
DAFTAR PUSTAKA, berisi tentang referensi yang digunakan peneliti
selama melakukan penelitian.
LAMPIRAN-LAMPIRAN, buku teks muatan lokal yang digunakan,
pedoman wawancara, daftar narasumber hingga foto kegiatan penelitian.
Dialek Banyumas Dalam…, Ridzki Budhi Sugiarto, FKIP UMP, 2019