Top Banner
Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh Besar Page 1 of 51 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Penyu merupakan sejenis reptil yang hidup di laut, hidupnya berpindah dan berpencar dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan Asia Tenggara. Penyu mendapatkan ancaman baik dari alam maupun dari kegiatan manusia yang membahayakan populasi penyu secara langsung atau tidak langsung, misalnya pengambilan telur dan penangkapan penyu.Tidaklah mengejutkan apabila satwa ini kemudian digolongkan sebagai satwa yang rentan, terancam punah atau sangat terancam punah seperti tertuang dalam Daftar Merah Jenis yang Terancam Punah IUCN(Red data book IUCN/International Union for the Conservation of Nature).Kelestarian dan keberlangsungan hidupnya tergantung pada upaya pelestarian satwa tersebut dalam wilayah yang luas serta bermacam-macam habitat laut dan pesisir. Secara internasional penyu termasuk hewan yang terdaftar pada CITES dalam Appendiks I sehingga penyu terlarang untuk segala pemanfaatan dan perdagangannya. Secara nasional, organisme ini dilindungi seperti amanatkan UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, bahwa penyu hijau berikut bagian-bagiannya termasuk telurnya merupakan satwa yang dilindungi oleh Negara. Indonesia telah memulai upaya pelestarian penyu ini melalui institusi Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam-Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian pada era tahun 80-an.Saat itu Pantai Sukamade menjadi
51

BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

May 24, 2019

Download

Documents

hakhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 1 of 51

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Penyu merupakan sejenis reptil yang hidup di laut, hidupnya berpindah dan

berpencar dalam jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia,

Samudera Pasifik dan Asia Tenggara. Penyu mendapatkan ancaman baik dari alam

maupun dari kegiatan manusia yang membahayakan populasi penyu secara

langsung atau tidak langsung, misalnya pengambilan telur dan penangkapan

penyu.Tidaklah mengejutkan apabila satwa ini kemudian digolongkan sebagai

satwa yang rentan, terancam punah atau sangat terancam punah seperti tertuang

dalam Daftar Merah Jenis yang Terancam Punah IUCN(Red data book

IUCN/International Union for the Conservation of Nature).Kelestarian dan

keberlangsungan hidupnya tergantung pada upaya pelestarian satwa tersebut dalam

wilayah yang luas serta bermacam-macam habitat laut dan pesisir.

Secara internasional penyu termasuk hewan yang terdaftar pada CITES

dalam Appendiks I sehingga penyu terlarang untuk segala pemanfaatan dan

perdagangannya. Secara nasional, organisme ini dilindungi seperti amanatkan UU

No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan

Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan

Satwa Liar, bahwa penyu hijau berikut bagian-bagiannya termasuk telurnya

merupakan satwa yang dilindungi oleh Negara.

Indonesia telah memulai upaya pelestarian penyu ini melalui institusi

Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam-Direktorat Jenderal Kehutanan,

Departemen Pertanian pada era tahun 80-an.Saat itu Pantai Sukamade menjadi

Page 2: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 2 of 51

perhatian utama dan mendapat perlindungan dari Suaka Margasatwa Meru Betiri

yang kemudian berkembang statusnya menjadi Taman Nasional. Pada tahun 1984

untuk pertama kalinya distribusi pantai peneluran penyu di Indonesia dipetakan

dalam buku “Marine Conservation Data Atlas” dimana teridentifikasi 143 lokasi

pantai peneluran yang menyebar di wilayah perairan Indonesia (Salm dan Halim,

1984). Namun tidak semua dari lokasi pantai peneluran penyu tersebut sudah

menjadi kawasan konservasi. Sebagian lokasi pantai peneluran masih berada diluar

kawasan konservasi sehingga pengelolaan upaya konservasinya menjadi sangat

tergantung dari kesadaran masyarakat setempat.

Kawasan habitat penyu bertelur di pesisir wilayah barat Kabupaten Aceh

Besar dan Aceh Jaya, terletak di pantai sebelah barat pulau Sumatera. Kawasan ini

mengemban misi pelestarian kehidupan bahari yang sudah selayaknya

mengupayakan perlindungan terhadap habitat dan populasi penyu. Upaya

perlindungan dapat dilakukan dengan mencadangkan daerah perlindungan dan

melakukan pengelolaan penyu serta penyadaran masyarakat.

Dipihak lain, masyarakat Kabupaten Aceh Besar dan kabupaten Aceh Jaya,

mereka telah berpuluh-puluh tahun memanfaatkan penyu terutama dengan

mengambil telurnya. Apabila penegakan aturan pelarangan pengambilan telur

penyu dari pemerintah akan menimbulkan konflik dalam masyarakat. Salah satu

pendekatan untuk menyelesaikan masalah ini adalah mengalihkan bentuk

pemanfaatan penyu yang bersifat ekstraktif ke bentuk non ekstraktif. Dengan kata

lain, memanfaatkan untuk kepentingan (eko) wisata, pendidikan, dan penelitian.

Page 3: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 3 of 51

Pendekatan ini akan menyeimbangkan antara kepentingan perlindungan dan

pemanfaatan terbatas sehingga upaya ini lebih dapat diterima oleh masyarakat.

Namun demikian, untuk mengimplementasi hal diatas masih terganjal

ketiadaan basis data yang memadai untuk menggambarkan kondisi dan sebaran

habitat serta populasi penyu terkini di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya. Oleh

karena itu, usulan kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan kajian pelestarian

penyu dimana pada tahap awal melakukan pengumpulan data secara ilmiah.

Selanjutnya, hasil ini diharapkan dapat menjadi acuan Pemerintah Daerah dalam

menentukan kebijakan mengenai upaya perlindungan penyu di Kabupaten Aceh

Besar dan Aceh Jaya.

1.2 Tujuan

Tujuan kegiatan ini adalah sebagai berikut:

Memperoleh data populasi yang terkait kondisi habitat penyu;

Memetakan lokasi tempat bertelur dan daerah migrasi penyu di Kabupaten

Aceh Besar dan Aceh Jaya;

Memperoleh data dan informasi kegiatan pemanfaatan penyu oleh

masyarakat setempat di Kabupaten Aceh Besar; dan

Mengidentifikasi lokasi perlindungan, penangkaran dan ekowisata penyu di

Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya.

Page 4: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 4 of 51

1.3 Manfaat

Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah aparatur pemerintah, masyarakat

dan pelaku usaha pemanfaatan konservasi penyu sebagai nilai tambah melalui

ekowisata di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya.

Page 5: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 5 of 51

BAB II. GAMBARAN UMUM

Kabupaten Aceh Jaya terletak pada kordinat 04022’-05016’ Lintang dan

95002’-96003’ Bujur Timur dengan luas daerah 3.727 Km2. Kabupaten Aceh Jaya

terbagi dalam 6 Kecamatan, 21 Mukim, 172 Desa. Batas wilayah administrasi

meliputi sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Besar dan Kabupaten

Pidie, sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia dan Kabupaten Aceh

Barat, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Pidie dan Kabupaten Aceh

Barat, serta sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.Kecamatan

Sampoiniet merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah sekitar 27 persen

(1.011 Km2), sedangkan Kecamatan Panga mempunyai luas wilayah terkecil yaitu

sekitar 8 persen (307 Km2) dari wilayah kabupaten.

Secara geografi kecamatan-kecamatan di wiliyah Kabupaten Aceh Jaya

berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia. Jalur sepanjang pantai juga

merupakan tempat permukiman penduduk terpadat dibandingkan dengan daerah

pemukiman yang jauh dari pantai. Jaringan jalan yang menyusuri pinggir pantai

yang menghubungkan Banda Aceh dengan kota-kota di bagian barat dan selatan

provinsi ini menjadi faktor yang sangat mendukung bagi penduduk untuk

membangun permukiman di sepanjang pantai.

Pusat- pusat perdagangan dan berbagai aktivitas perekonomian lainnya pun

pada umumnya berlokasi di kota-kota kecamatan yang berada di sepanjang pantai

wilayah ini. Sampai saat ini, ada 16 pulau yang terdata dan mempunyai nama.

Pulau-pulau tersebut tersebar di empat kecamatan. Terdapat juga dua danau/rawa

yang terletak di Kecamatan Teunom dan Panga.

Page 6: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 6 of 51

Menurut Carr (1972), penyu termasuk ke dalam phylum Chordata yang

memiliki dua famili, yaitu:

a. Famili: Chelonidae, meliputi 6 spesies:1) Chelonia mydas (penyu hijau); 2)

Natator depressus (penyu pipih); 3) Lepidochelys olivacea (penyu lekang); 4)

Lepidochelys kempi (penyu kempi); 5) Eretmochelys imbricata (penyu sisik);

6) Caretta caretta (penyu karet atau penyu tempayan);

b. Famili: Dermochelyidae, meliputi 1 spesies: 7) Dermochelys coriacea (penyu

belimbing).

Secara taksonomik, dikenal 7 jenis penyu di dunia, dimana 6 diantaranya

hidup di perairan Indonesia, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), penyu pipih

(Natator depressus), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu sisik

(Eretmochelys imbricata), penyu belimbing (Dermochelys coriacea)dan penyu

tempayan (Caretta caretta).

Indonesia yang terkenal sebagai negara kepulauan memiliki 17.500 pulau,

81.000 km garis pantai, serta meliputi 2 biogeogafis utama yaitu Indomalaya dan

Australia. Indonesia juga menduduki posisi penting dalam peta keanakeragaman

hayati karena termasuk dalam sepuluh negara yang kaya keanekaragaman hayati

atau dikenal sebagai negara megadiversity country (Mangunjaya, 2006). Salah satu

kekayaan jenis yang dimiliki Indonesia adalah memiliki 6 dari 7 jenis penyu yang

hidup di dunia karena Indonesia merupakan habitatpeneluran, mencari makan dan

bermigrasi bagipenyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys

imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), penyu pipih (Natator

Page 7: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 7 of 51

depressus), penyu belimbing (Dermochelys coriacea), dan penyu tempayan

(Caretta caretta) yang masing-masing memiliki ciri fisik yang berbeda.

Salah satu bentuk dari pariwisata alternatif adalah pariwisata berbasis

ekowisata. Menurut Wood (2002) dalam Warpani & Warpani (2007:152)

menjelaskan bahwa kegiatan ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata alam,

yang memberikan manfaat kepada pelestarian lingkungan dan dapat memberikan

manfaat kepada masyarakat lokal. Kegiatan pelestarian lingkungan dapat dilakukan

dengan konservasi terhadap lingkungan. Kegiatan konservasi pada saat ini sering

menjadi tujuan utama dari kegiatan ekowisata (Scace, Grifone, & Usher, 1992).

Kegiatan ekowisata memiliki tujuan sebagai salah satu cara dalam menumbuhkan

ekonomi masyarakat lokal, selain itu memiliki dampak positif di dalam menjaga

kelestarian lingkungan. Di dalam ekowisata juga ditekankan adanya prinsip nilai

edukasi yang memberikan ilmu pengetahuan mengenai lingkungan sekitar dan

budaya masyarakat setempat (Weaver, 2008).

Kegiatan konservasi lingkungan sering digunakan dalam beberapa prinsip

ekowisata yang dikemukakan oleh para ahli. Kegiatan ekowista sangat mendorong

peran serta masyarakat lokal agar dapat berpartisipasi secara aktigf di dalam proses

perencanaan hingga pengembangan ekowisata (Tuwo, 2011), hal tersebut dilakukan

agar masyarakat lokal dapat tumbuh rasa memiliki terhadap tempat dan kegiatan

wisata yang sudah mereka kembangkan. Dengan rasa memiliki yang tinggi maka

diharapkan masyarakat dapat menjaga keberlangsungan kegiatan wisata, dan

menjaga lingkungan agar tetap lestari.

Kondisi lingkungan laut dan pantai adalah faktor penentu keberlanjutan

Page 8: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 8 of 51

hidup dan populasi penyu. Ackerman (1997); Wallace et al. (2004) menyatakan

faktor biologi dan fisik lingkungan pantai, pesisir dan laut memberikan pengaruh

terhadap keberlanjutan dan proses ekologi penyu belimbing yaitu proses peneluran

dan proses penetasan. Selain faktor lingkungan, indikasi lainnya adalah faktor

sosial antropogenik yaitu pemanfaatan langsung dan pemanfaatan tak langsung.

Pemanfaatan langsung seperti perburuan penyu dan pengambilan telur, sedangkan

pemanfaatan tak langsung seperti tangkapan sampingan dari perikanan skala besar

(Hitipeuw et al. 2007).

Pelestarian penyu sangat penting untuk dilakukan karena pada beberapa

decade terakhir ini jumlah populasinya di alam mengalami penurunan yang tajam

yang akhirnya dikhawatirkan akan mengalami kepunahan. Penurunan populasi ini

diduga terkait dengan adanya kerusakan habitat di daerah pantai tempat peneluran

penyu, adanya proses penangkapan oleh para pemburu penyu maupun adanya

aktivitas perikanan tangkap yang mengakibatkan secara tidak disengaja tertangkap

penyu. Menurut Adnyana & Hitipeuw (2009), perkembangan aktivitas perikanan

baik yang menggunakan jaring insang (gill net), rawai panjang (longline), maupun

pukat (trawl) di perairan Indonesia telah menimbulkan dampak yang buruk bagi

penyu. Ribuan penyu telah mati karena tertangkap secara kebetulan oleh aktivitas

perikanan.

Ketika melakukan proses peneluran, penyu akan memilih lokasi peneluran

berupa pantai yang masih alami dengan topografi yang relatif tidak terbuka dan jauh

dari aktivitas manusia. Penyu merupakan satwa laut yang sangat sensitif terhadap

gangguan lingkungan, oleh karena itu bila terjadi gangguan pada saat melakukan

Page 9: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 9 of 51

peneluran, penyu akan melakukan false crawl. False crawl adalah aktivitas penyu

betina menggali dan membuat sarang peneluran maupun aktivitas lain yang

termasuk bagian dari itu, akan tetapi tidak benar-benar melakukan peneluran

(Broderick & Coyne, 2005). False crawl biasanya dimulai dengan berenang menuju

pantai, berjalan di pantai untuk mencari lokasi peneluran yang tepat (terkadang

diikuti kegiatan penggalian sarang), untuk kemudian kembali berjalan menuju ke

laut tanpa melakukan peneluran.

Salah satu program pemerintah dalam meningkatkan nilai perekonomian

mengandalkan potensi daerah, salah satunya program ekowisata penyu.

Pengambilan telur penyu di provinsi Aceh umumnya adalah motif sosial dan

ekonomi, di tataran masyarakat. Fakta yang tak dapat dimungkiri bahwa kebutuhan

uang tunai pada masyarakat semakin meningkat dari waktu ke waktu. Telur penyu

menjadi salah satu sumber penghasilan masyarakat yang nyata dalam menghasilkan

uang tunai yang dibutuhkan untuk menyambung hidup dan memenuhi kebutuhan

hidup (sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya) bagi masyarakat

pesisir pantai.

Penemuan sarang penyu yang bertelur oleh masyarakat akan dibagi menurut

adat dengan sistem bagi hasil bersama. Ada juga daerah yang melakukan tender

telur per musim peneluran seperti di pulau breuh, kepulauan Aceh. Beberapa daerah

juga menerapkan ketentuan adat untuk menyisakan telur yang ditetaskan secara

alami, walaupun jumlahnya masih belum memenuhi kaidah-kaidah pelestarian

sumberdaya itu sendiri. Disamping itu sumberdaya (resources) konservasi yang

tersedia baik dari segi kuantitas (dana, sumberdaya manusia, infrastruktur) maupun

Page 10: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 10 of 51

kualitas didasarkan pada kompetensinya sangat terbatas, tidaklah memadai untuk

memantau dan menjaga seluruh pantai peneluran (nesting beach) yang ada di

provinsi Aceh.

Page 11: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 11 of 51

BAB. III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode pengambilan data

Sampling yang digunakan dalam kajian sosial ekonomi penyu ini random

purposive sampling. Penentuan lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive)

berdasarkan pertimbangan yaitu merupakan salah satu pusat kegiatan

pengembangan masyarakat perikanan dan lokasi keberadaan penyu yang dominan

di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya. Data populasi penyu terbaru di kumpulkan

dari masyarakat dan lembaga masyarakat.

3.2 Metode Analisis Data

A. Analisis Populasi Penyu

Perhitungan jumlah penyu yang bertelur didasarkan ketentuan Salm (1982)

disitasi Bawole dkk (1994) sebagai berikut:

P = J/R

P = jumlah penyu yang bersarang

J = Jumlah sarang yang ditemukan

R = Rata-rata naiknya penyu

Perhitungan jumlah kelimpahan populasi penyu bersarang dilakukan

dengan analisa deskriptif statistik dari data time series tahun 2012-2014 dan

tempat/lokasi bersarang.

Page 12: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 12 of 51

B. Analisis Persepsi

Dalam menentukan pengaruh tingkat sosial budaya masyarakat terhadap

persepsi masyarakat terhadap konservasi penyu digunakan skala Likert yaitu

menganalisis dan mengukur pemahaman masyarakat berbagai stekholder

(kelompok/orang) dengan memberikan skor yang dapat mewakili dari penilaian

sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Dengan memberikan

bobot penilaian adalah: 4 = sangat setuju (SS), 3 = Setuju (S), 2 = Tidak setuju (TS)

dan 1 = Sangat tidak setuju (STS), kemudian di rangking berdasarkan jumlah yang

sering muncul dalam pertanyaan tersebut yang lebih dominan, Setelah

mendapatkan data tingkat sosial budaya dan tingkat persepsi masyarakat terhadap

keberadaan penyu dianalisis berdasarkan kriteria diatas.

Tabel 3.1 Contoh Persepsi Masyarakat

Variabel JawabanSS S TS STS

Sikap dan persepsi masyarakat terhadapkonservasi penyu

Keterangan:SS = Sangat Setuju, ST = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju.

C. Analisis Deskriptif

Berbagai macam definisi tentang penelitian deskriptif, di antaranya adalah

penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu

variabel atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan, atau

menghubungkan antara variabel satu dengan variabel yang lain (Sugiyono, 2003).

Pendapat lain mengatakan bahwa, penelitian deskriptif merupakan penelitian yang

Page 13: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 13 of 51

dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang

ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan

(Suharsimi, 2005). Jadi tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat

penjelasan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

populasi atau daerah tertentu.

3.3 Waktu dan Tempat

Kajian ini dilakukan pada bulan September 2015. Tempat/lokasi penelitian di

lakukan pada wilayah pesisir yang memiliki potensi ekowisata penyu di kabupaten

Aceh Besar dan Kabupaten Aceh Jaya. Penentuan lokasi ini dipilih secara sengaja

(purposive) berdasarkan pertimbangan yaitu merupakan salah satu pusat kegiatan

pengembangan masyarakat perikanan dan lokasi keberadaan penyu yang dominan

di Kabupaten Aceh Besar dan kabupaten Aceh Jaya. Adapun daerah penelitian dan

jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.2 dan 3.3.

Tabel 3.2 Daerah Penelitian dan Jumlah Sampel Kabupaten Aceh BesarNo Kecamatan Desa/Kawasan Jumlah Sampel (Orang)1

Peukan Bada

Lam Tutue 102 Lam Teungoh, 153 Lam Pageu 264 Pulau Bunta 105

Lhok NgaLampu’uk 26

6 Lhok Nga 26TOTAL 113

Tabel 3.3 Daerah Penelitian dan Jumlah Sampel Kabupaten Aceh JayaNo Kecamatan Desa/Kawasan Jumlah Sampel (Orang)1

Panga

Keude Panga 302 Kuta Tuha 153 Alue Pit 25

TOTAL 70

Page 14: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 14 of 51

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Populasi Penyu di Kabupaten Aceh Besar

4.1.1 Kelimpahan Populasi Berdasarkan Tahun

Upaya dalam menghitung kelimpahan populasi berbagai jenis penyu yang ada

di Kabupaten Aceh Besar sebelum tahun 2012 tidak pernah dilakukan, setelah

periode tersebut pembaruan data terus dilakukan kelengkapannya. Data

kelimpahan populasi hasil pemantauan dalam kurun waktu lebih dari 3 tahun hanya

ada untuk beberapa lokasi peneluran seperti Pantai Lange, Lampuuk, Lhoknga dan

Ujong Pancu.

Gambar 4.1 Jumlah penyu berdasarkan tahun (2012-2014) di Kabupaten AcehBesar

Page 15: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 15 of 51

Berdasarkan Gambar 4.1 dapat diinterpretasikan bahwa kelimpahan penyu

yang bersarang di tahun 2012 yaitu 3,44 ± 5,17 induk, jumlah ini berkisar 32, 14 %

dari total induk yang bersarang selama periode 2012-2014. Tahun 2013 terjadi

peningkatan induk yang bersarang dengan jumlah 4,00 ± 2,66 induk, yaitu 50,00 %

dari total populasi induk yang bersarang periode 2012-2014. Di tahun 2014 terjadi

penurunan jumlah induk yang bersarang berjumlah 5,40 ± 4,56 induk dengan

persentase 17,85 % dari total jenis induk penyu yang bersarang periode 2012-2014.

4.1.2 Kelimpahan Populasi Berdasarkan Bulan

Data kelimpahan populasi hasil pemantauan dalam kurun waktu lebih dari 3

tahun hanya ada untuk beberapa lokasi peneluran seperti Pantai Lange, Lampuuk,

Lhoknga dan Ujong Pancu. Fluktuasi kelimpahan populasi dari ketiga jenis penyu

(Belimbing, Lekang dan Sisik) berdasarkan bulan bersarang dapat disajikan pada

Gambar 4.2.

Page 16: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 16 of 51

Gambar 4.2 Jumlah Penyu berdasarkan bulan di Kabupaten Aceh Besar

Dari gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa kelimpahan rata-rata dari ketiga

jenis induk penyu yang bersarang di tahun 2012 pada bulan September 2012 yaitu

(1,00) induk,dengan persentase 3,57 %, bulan Oktober 2012 (6.00 ± 3,46) induk ,

persentase 10,71 %, bulan November 2012 (1,50 ± 0,70) induk , persentase 7,14 %,

bulan Desember 2012 (3,00 ±1.00), persentase 10,71 % dari total induk yang

bersarang selama periode 2012-2014. Tahun 2013 induk yang bersarang terdata di

bulan Januari 2013 dengan jumlah raa-rata 2,00 ± 1,41 induk, yaitu 7,14 %, bulan

Februari 2013 (2,00) induk, persentase 3,57 % , bulan April 2013 (1,00) induk,

persentase 3,57 %, bulan September 2013 (4,00) induk, persentase 3,57 %, bulan

Oktober 2013 (2,67 ± 2,08) induk, persentase 10,71 %, bulan November 2013 (5,33

± 3,21) induk, persentase 10,71 %, bulan Desember 2013 (7,00 ± 1,00) dengan

persentase 10,71 % dari total populasi induk yang bersarang periode 2012-2014.

Page 17: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 17 of 51

Pada tahun 2014 terjadi penurunan jumlah induk yang bersarang berjumlah

5,40 ± 4,56 induk dengan persentase 17,85 % dari total jenis Induk penyu yang

bersarang periode 2012-2014. Diawal tahun 2014 jumlah induk yang bersarang dari

ketiga jenis dimulai pada bulan Januari 2014 dengan jumlah rata-rata 9,50 ± 4,95

induk dengan persentase 7,14 %, bulan Februari 2014 (4,00) induk, persentase 3,57

%, bulan April 2014 (2,00) induk dengan persentase 7,14 % dari total jenis Induk

penyu yang bersarang periode 2012-2014.

4.1.3 Kelimpahan Populasi Berdasarkan Tempat/Lokasi Bersarang

Data kelimpahan populasi hasil pemantauan dalam kurun waktu lebih dari 3

tahun hanya ada untuk beberapa lokasi peneluran seperti Pantai Lange, Lampuuk,

Lhoknga dan Ujong Pancu. Kelimpahan populasi dari ketiga jenis penyu

(Belimbing, Lekang dan Sisik) berdasarkan tempat/lokasi bersarang dapat disajikan

pada gambar 3.

Page 18: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 18 of 51

Gambar 4.3 Jumlah jenis penyu berdasakan lokasi di Kabupaten Aceh Besar

Berdasarkan Gambar 4.3 dapat di interpretasikan bahwa kelimpahan penyu

yang bersarang berdasarkan tempat/lokasi di Lampuuk yaitu 13,67 ± 6,11 induk,

jumlah ini berkisar 30,00 % dari total induk yang bersarang selama periode 2012-

2014. Pantai Lange induk yang bersarang tercatat dengan jumlah rata-rata 2,50 ±

2,12 induk, yaitu 20,00 % dari total populasi induk yang bersarang periode 2012-

2014. Pantai Lhoknga rata-rata jumlah induk yang bersarang berjumlah 19,00 ±

6,00 induk dengan persentase 30,00 % dari total jenis Induk penyu yang bersarang

periode 2012-2014. Pantai Ujong Pancu rata-rata jumlah induk yang bersarang

berjumlah 5,50 ± 3,54 induk dengan persentase 20,00 % dari total jenis Induk penyu

yang bersarang periode 2012-2014.

Page 19: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 19 of 51

4.1.4 Hubungan Tempat/lokasi bersarang dengan Jenis Penyu

Jenis Penyu belimbing (Dermochelys coriacea) lebih memilih tempat

peneluran dengan tekstur pasir pecahan karang dan berwarna putih terdata penyu

yang bersarang dengan jumlah rata-rata (3,50 ± 1,76) dengan persentase 6 %,

sedangkan di tekstur opac dan berwarna abu-abu tidak ditemui penyu jenis ini

bersarang.

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) pada dasar nya menyukai pantai yang

memiliki tekstur pasir pecahan karang dan berwarna putih, pada kajian ini penyu

sisik (Eretmochelys imbricata) yang bersarang di tekstur pantai tersebut memiliki

jumlah rata-rata 3,80 ± 2,74 induk dengan persentase 35,71% dan hanya 16,66 %

di tempat/lokasi pasir bertekstur opac berwarna abu-abu dengan jumlah rata-rata 3

induk yang bersarang.

Jenis penyu lekang (Lepidochelys olivacea) menyukai tekstur pasir opac

dan berwarna abu-abu, terdata jumlah rata-rata penyu lekang (Lepidochelys

olivacea) 1,6 ± 0,54 induk, persentase 83,33% bersarang di pantai bertekstur opac

berwarna abu-abu dan 3.67 ± 3,12 induk , persentase 42,85 % bersarang pada

tekstur pasir pecahan karang dan berwarna putih.

4.2 Populasi Penyu di Kabupaten Aceh Jaya

4.2.1 Kelimpahan Populasi Berdasarkan Tahun

Upaya dalam menghitung kelimpahan populasi berbagai jenis penyu yang

ada di Kabupaten Jaya sebelum tahun 2012 tidak pernah dilakukan, setelah periode

tersebut pembaruan data terus dilakukan kelengkapannya. Data kelimpahan

Page 20: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 20 of 51

populasi hasil pemantauan dalam kurun waktu lebih dari 3 tahun hanya ada untuk

beberapa lokasi peneluran seperti Pantai Aron Meubanja

Gambar 4.4 Jumlah penyu berdasarkan tahun (2012-2014) di Kabupaten AcehJaya

Berdasarkan Gambar 4.4, total penyu yang bertelur di kecamatan Panga dari

tahun 2012 sampai tahun 2014 terdata sebanyak 188 induk yang bertelur. Tahun

2012 tercatat 25 ± 8,3 ekor induk, tahun 2013 tercatat 101 ± 16,8 dan tahun 2014

terdata 62 ± 12,4 induk yang terdiri dari 3 jenis yaitu Penyu Belimbing (4 ekor),

Penyu Lekang (136 ekor) dan Penyu Sisik (48 ekor).

Page 21: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 21 of 51

4.2.2 Kelimpahan Populasi Berdasarkan Bulan

Data kelimpahan populasi hasil pemantauan dalam kurun waktu lebih dari 3

tahun hanya ada untuk beberapa lokasi peneluran seperti Pantai Aron Meubanja,

Kecamatan Panga, Kabupaten Aceh Jaya. Fluktuasi kelimpahan populasi dari

ketiga jenis penyu (Belimbing, Lekang dan Sisik) berdasarkan bulan bersarang

dapat disajikan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Jumlah Penyu berdasarkan bulan di Kabupaten Aceh Jaya

Berdasarkan Gambar 4.5 dapat dijelaskan bahwa kelimpahan rata-rata dari

ketiga jenis induk penyu yang bersarang di tahun 2012 pada bulan Oktober 2012

yaitu (4,53 ± 3,51 ) induk,dengan persentase 4,25 %, bulan November 2012 (4,21

± 3,02 ) induk , persentase 3,7 %, bulan Desember 2012 (5,5 ± 4,23) induk ,

persentase 5,32 %, dari total induk yang bersarang selama periode 2012-2014.

Page 22: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 22 of 51

Tahun 2013 induk yang bersarang terdata di bulan Januari 2013 dengan jumlah raa-

rata 10,52 ± 3,41 induk, yaitu 10,63 %, bulan Februari 2013 (10,21 ± 3,11) induk,

persentase 10,26 % , bulan Maret 2013 (10,08 ± 3,04) induk, persentase 10,17 %,

bulan Oktober 2013 (2,57 ± 1,22) induk, persentase 2,12 %, bulan November 2013

(7,61 ± 2,08) induk, persentase 6,71 %, bulan Desember 2013 (13,33 ± 3,21) induk,

persentase 13,60 % dari total populasi induk yang bersarang periode 2012-2014.

Diawal tahun 2014 jumlah induk yang bersarang dari ketiga jenis dimulai pada

bulan Februari 2014 dengan jumlah rata-rata 16,50 ± 4,95 induk dengan persentase

17,14 %, bulan Maret 2014 (11 ± 3,8) induk, persentase 11,57 %, bulan April 2014

(2,00 ± 0,87) induk dengan persentase 0,53 %, bulan Mei 2014 (2,35 ± 1,26) induk

dengan persentase 0,56 % dari total jenis Induk penyu yang bersarang periode

2012-2014.

Melalui Gambar 4.6 dapat dijelaskan bahwa persentase jenis penyu yang

bertelur di pantai Aron Meubanja, Kecamatan Panga, Kabupaten Aceh Jaya yaitu

Penyu Belimbing 2,1 %, Penyu Sisik 25,5% dan Penyu Lekang 72,3 %.

Page 23: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 23 of 51

Gambar 4.6. Persentase Jenis–jenis Penyu berdasarkan bulan di Kab. Aceh Jaya

4.3 Kajian Sosial Ekonomi

4.3.1 Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata umur responden di lokasi penelitian

berusia produktif dimana 74 orang berumur antara 21-30 tahun, dan hanya dua

responden yang diwawancara berumur di bawah 20 tahun (Tabel 4). Selain itu, dari

responden yang diwawancarai Desa Lampu’uk, Lamtutu, am Teungoh, Lam Pageu,

dan Lhoknga memiliki tingkat pendidikan yang beragam dari tamatan SD/sederajat

hingga Sarjana dan Pascasarjana (Gambar 4.7).

Page 24: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 24 of 51

Tabel 4.1 Karakteristik umur responden Aceh BesarDesa Th 21 - 30 Th 31 - 40 Th Th

Lam Tutue 6 3 1Lam Teungoh 12 1 2Lam Pageu 9 11 6Lampu'uk 2 20 3 1Pulau bunta 4 2 4Lhok Nga 23 3Total 2 74 23 14

Gambar 4.7 Tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian kabupaten AcehBesar

Berdasarkan Gambar 4.7 terlihat bahwa Desa Lampuuk memiliki

keragaman dalam hal tingkat pendidikan. Pada Desa Lampuuk terdapat setiap

jenjang pendidikan mulai dari tamatan SD/sederajat hingga Sarjana bahkan alumni

Pascasarjana (S2). Tercatat, empat orang tamatan Sarjana dan satu orang meraih

gelar Master di daerah ini meski dominan tingkat pendidikan tetap tamatan

SLTA/sederajat, yaitu sebanyak 17 orang responden. Keragaman tingkat

pendidikan selanjutnya terdapat di Desa Lhoknga meski masih didominasi oleh

tamatan SLTA/sederajat yaitu sebanyak 11 orang dan tamatan Sarjana sebanyak

05

101520

Tingkat Pendidikan

SD/Sederajat

SLTP/Sederajat

SLTA/Sederajat

Sarjana

Pasca Sarjana

Lainnya

Page 25: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 25 of 51

empat orang. Sedangkan desa Lam Pageu didominasi oleh tamatan SD/sederajat

dan SLTP/sederajat dimana dengan jumlah yang sama, yaitu 12 orang.

Tabel 4.2 Karakteristik umur responden Aceh JayaDesa Th 21 - 30 Th 31 - 40 Th Th

Keude Panga 2 8 16 4Kuta Tuha 1 9 2 3Alue Pit 3 3 11 8Total 6 20 29 15

Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata umur responden di lokasi penelitian

berusia produktif dimana 29 orang berumur antara 21-30 tahun, dan hanya 6

responden yang diwawancara berumur di bawah 20 tahun (Tabel 4.2). Selain itu,

responden yang diwawancarai Desa Keude Panga, Kuta Tuha dan Alue Pit,

memiliki tingkat pendidikan yang beragam dari tamatan SD/sederajat hingga

Sarjana dan Pascasarjana (Gambar 4.8).

Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa Desa Keude Panga memiliki

keragaman dalam hal tingkat pendidikan. Di terdapat setiap jenjang pendidikan

mulai dari tamatan SD/sederajat hingga Sarjana bahkan alumni Pascasarjana (S2).

Tercatat, empat orang tamatan Sarjana dan satu orang meraih gelar Master di daerah

ini meski dominan tingkat pendidikan tetap tamatan SLTA/sederajat, yaitu

sebanyak 18 orang responden. Keragaman tingkat pendidikan selanjutnya terdapat

di Desa Lhoknga meski masih didominasi oleh tamatan SLTP/sederajat yaitu

sebanyak 8 orang dan tamatan SLTA/sederajat sebanyak 3 orang. Sedangkan desa

Alue Pit didominasi oleh tamatan SLTA/sederajat dimana dengan jumlah yang

sama, yaitu 16 orang.

Page 26: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 26 of 51

Gambar 4.8 Tingkat pendidikan masyarakat di lokasi penelitian kabupaten AcehJaya

Menurut Gaffar (2001) semakin banyak manusia sebagai subjek

pembangunan mengenyam jenjang pendidikan yang semakin tinggi akan

memegang peranan penting bagi pergerakan roda pembangunan. Seringkali tingkat

pendidikan seseorang dijadikan dasar untuk menentukan kedudukan seseorang

dalam bidang tugasnya, karena semakin tinggi jenjang pendidikan yang dimiliki

maka semakin tinggi derajat sosialnya.

Namun dalam penelitian ini, mengingat responden yang diwawancarai

beragam dan sebagian besar masyarakat yang memanfaatkan wilayah pesisir

sebagai sumber mata pencahariannya, tingkatan pendidikan tidak menjadi ukuran

dalam tolak ukur pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan bulanan yang

dihasilkan dari masing-masing wilayah penelitian. Hanya Desa Lampuuk

kabupaten Aceh Besar yang memiliki keragaman pendapatan bulanan yang lebih

baik dibandingkan dengan desa lain dan itupun hanya empat orang saja yang

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

SD SLTP SLTA Sarjana Lainnya

Keude Panga

Kuta Tuha

Alue Pit

Page 27: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 27 of 51

memiliki pendapatan rata-rata Rp. 2.500.001-3.500.000 per bulannya, sedangkan

daerah lain tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hanya daerah Lam Pageu yang

memiliki pendapatan rata-rata di bawah UMR yaitu seluruh responden yang

diwawancarai memiliki pendapatan rata-rata < Rp. 1.000.000.

Pendapatan bulanan yang dihasilkan dari masing-masing wilayah penelitian

di Kabupaten Aceh Jaya, hanya Desa Keude Panga yang memiliki keragaman

pendapatan bulanan yang lebih baik dibandingkan dengan desa lain dan itupun

hanya 10 orang saja yang memiliki pendapatan rata-rata Rp. 2.500.001-3.500.000

per bulannya, sedangkan desa lain tidak terdapat perbedaan yang nyata. Hanya

daerah Kuta Tuha dan desa Alue Pit yang memiliki pendapatan rata-rata di bawah

UMR yaitu seluruh responden yang diwawancarai memiliki pendapatan rata-rata <

Rp. 1.000.000.

Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Kusnadi (2003), bahwa dalam hal

tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari

ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak penting artinya karena

pekerjaan sebagai pekerjaan kasar yang lebih banyak mengandalkan otot dan

pengalaman, maka setinggi apapun tingkat pendidikan nelayan itu tidaklah

memberikan pengaruh terhadap kecakapan mereka dalam melaut. Persoalan dari

arti penting tingkat pendidikan ini biasanya baru mengedepankan jika seorang

nelayan ingin berpindah ke pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Dengan

pendidikan yang rendah jelas kondisi itu akan mempersulit nelayan tradisional

memilih atau memperoleh pekerjaan lain selain mejadi nelayan.

Page 28: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 28 of 51

4.3.2 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat dalam Pemanfaatan

Sumber Daya Laut

Pengetahuan pada dasarnya adalah hasil dari proses pemahaman tentang

suatu hal, termasuk tentang terumbu karang. Seseorang melakukan pemahaman

bisa datang dari usaha sendiri memahami kondisi lingkungannya dan memahami

atas dasar hasil alih pengetahuan. Dalam proses alih pengetahuan selalu ada aktor

yang melakukan kegiatan memberi materi pengetahuan yang disampaikan kepada

kelompok target.

Gambar 4.9 Persepsi masyarakat terhadap potensi habitat Penyu untuk wisata diKabupaten Aceh Besar

Berikut hasil pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang

pemanfaatan sumber daya laut berdasasrkan hasil survei yang dilakukan di

Kecamatan Lhoknga dan Kecamatan Peukan Bada tepatnya di Desa Lhoknga,

Lampuuk, Lam Teungoh, Lam Tutue, Lam Pageu dan Pulau Bunta Kabupaten Aceh

Besar. Berdasarkan Gambar 9, masyarakat di lokasi penelitian telah memahami arti

pentingnya keberadaan penyu dan habitatnya. Hal ini tercermin dari pengetahuan

0

5

10

15

20

25

30

Lam Tutue LamTeungoh

Lam Pageu Lampu'uk pulaubunta

Lhok Nga

Potensi Tidak Potensi Sangat Potensi Tidak Tahu

Page 29: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 29 of 51

masyarakat akan potensi wisata di daerahnya. Terlihat dari hasil wawancara hampir

seluruhnya responden menjawab berpotensi (sangat potensi dan potensi) terhadapat

habitat penyu untuk wisata dan tidak ada menjawab tidak berpotensi.

Masyarakat di Kabupaten Aceh Besar sudah lama terbuka dari pengaruh yang

datang dari luar kabupaten sehingga atas pengetahuannya sendiri mereka

mengetahui bagaimana nelayan sekitarnya yang menggunakan alat tangkap yang

merusak lingkungan seperti menggunakan bom dan racun potassium. Alat tangkap

tersebut telah menimbulkan pengetahuan baru dan sekaligus merubah sikap dan

dapat mengarah pada perilaku peniruan. Namun demikian mereka juga melihat

kenyataan bahwa hasil tangkapan ikan makin menurun dilokasi terjadinya

pengeboman dan pemotasan. Atas dasar pemahamannya sendiri mereka mulai

menyadari bahwa alat tangkap tersebut justru merusak dan merugikan. Proses

pemahaman makin kuat sejalan dengan makin meluasnya sosialisasi penyelamatan

penyu di Indonesia, khususnya di Kabupaten Aceh Besar.

Gambar 4.10. Persepsi masyarakat terhadap potensi habitat Penyu untuk wisata diKabupaten Aceh Jaya

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Sangat Potensi Potensi Tidak tidakPotensi

Tidak Tahu

Keude Panga

Kuta Tuha

Alue Pit

Page 30: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 30 of 51

Adapun pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat tentang pemanfaatan

sumber daya laut berdasasrkan hasil survei yang dilakukan di Kecamatan Panga

Kabupaten Aceh Jaya. Berdasarkan Gambar 4.10, masyarakat di lokasi penelitian

telah memahami arti pentingnya keberadaan penyu dan habitatnya. Hal ini

tercermin dari pengetahuan masyarakat akan potensi wisata di daerahnya. Terlihat

dari hasil wawancara hampir seluruhnya responden menjawab berpotensi (sangat

potensi dan potensi) terhadapat habitat penyu untuk wisata dan tidak ada menjawab

tidak berpotensi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di lokasi penelitian

kabupaten Aceh Besar untuk melihat persepsi merka terhadap beberapa pertanyaan

yang berkaitan dengan konservasi penyu dan habitatnya dan dengan menggunakan

skala Likert dapat dilihat pada Tabel 4.3. Sebagian besar responden sangat

mendukung kegiatan pelestarian penyu dan habitatnya. Sebagai contoh,

berdasarkan hasil wawancara terhadap pertanyaan konservasi laut di daerah

enelitian, 68,14% responden menjawab setuju dan 12,39% sangat setuju.

Dari beberapa pertanyaan untuk mengetahui persepsi responden terdapat

keengganan mereka dalam relokasi penyu ke tempat daerah mereka, yaitu sebesar

50,44% menjawab tidak setuju dan 13,27% sangat tidak setuju. Alasannya beragam,

namun sebagian besar menjawab karena wilayah mereka dikenal dengan penyu dan

habitatnya, sehingga jika direlokasi akan menghilangkan jati diri wilayah mereka.

Hal ini patut diapresiasi karena keinginan kuat dari mereka untuk menjadga

daerahnya sendiri (Tabel 4.3).

Page 31: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 31 of 51

Dalam proses alih pengetahuan ada asumsi bahwa makin sering materi

pengetahuan disampaikan kepada kelompok sasaran maka makin melekat

penguasaan pengetahuan. Seseorang dalam menyerap pengetahuan mempunyai

sikap terbuka, artinya segala informasi akan menjadi masukan tidak saja karena

hasil tatap muka tetapi juga dari sumber informasi lain terutama dari media massa.

Penguasaan pengetahuan secara otomatis akan merubah sikap dan selanjutnya akan

merubah perilakunya, kendati tidak ada jaminan bahwa pengetahuan yang

dikuasainya akan menghasilkan perilaku yang positif tetapi sebaliknya juga bisa

menimbulkan perilaku sebaliknya. Untuk menghindarkan akibat negatif yang

ditimbulkan maka diperlukan kegiatan untuk mengarahkan ke tujuan awal bahwa

proses alih pengetahuan akan sejalan dengan sasaran pembangunan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden di lokasi penelitian

kabupaten Aceh Jaya untuk melihat persepsi mereka terhadap beberapa pertanyaan

yang berkaitan dengan konservasi penyu dan habitatnya dan dengan menggunakan

skala Likert dapat dilihat pada Tabel 4.4. Sebagian besar responden sangat

mendukung kegiatan pelestarian penyu dan habitatnya. Sebagai contoh,

berdasarkan hasil wawancara terhadap pertanyaan konservasi laut di daerah

penelitian, 61,53% responden menjawab setuju dan 10,85% sangat setuju.

Page 32: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 32 of 51

Tabel 4.3 Hasil Wawancara terhadap persepsi masyarakat di Kab. Aceh BesarNo Pertanyaan Jawaban (%)

SS S TS STS1 Konservasi laut 12.39 68.14 2.65 16.812 Nilai positif konservasi penyu bagi daerah 38.05 55.75 4.42 1.773 Sebagai Leader dalam wilayah konservasi 24.78 67.26 7.96 0.004 Kawasan konservasi penyu berbasis wisata dan bahari? 26.55 73.45 0.00 0.005 Relokasi habitat asli penyu daerah ini? 14.16 77.88 7.96 0.006 Kepentingan penyelamatan penyu untuk relokasi ke tempat diluar daerah ini? 1.77 34.51 50.44 13.277 Perlukah kita menyelamatkan habitat penyu? 34.51 65.49 0.00 0.008 Apabila penyu di jadikan maskot/icon dari kawasan pesisir disini? 25.66 74.34 0.00 0.009 Penyelamatan habitat pesisir dan laut sebagai kurikulum pelajaran sekolah? 22.12 74.34 3.54 0.00

Keterangan: SS = Sangat Setuju, ST = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju.

Tabel 4.4. Hasil Wawancara terhadap persepsi masyarakat di Kabupaten Aceh JayaNo Pertanyaan Jawaban (%)

SS S TS STS1 Konservasi laut 10.85 61.53 5.72 21.92 Nilai positif konservasi penyu bagi daerah 35.83 50.72 8.07 5.383 Sebagai Leader dalam wilayah konservasi 15.87 70.54 5.6 7.994 Kawasan konservasi penyu berbasis wisata dan bahari? 19.42 60.33 10.35 9.95 Relokasi habitat asli penyu daerah ini? 21.47 60.66 5.68 12.196 Kepentingan penyelamatan penyu untuk relokasi ke tempat diluar daerah ini? 7.89 25.43 60.41 6.147 Perlukah kita menyelamatkan habitat penyu? 34.51 65.49 0 08 Apabila penyu di jadikan maskot/icon dari kawasan pesisir disini? 20.5 79.5 0 09 Penyelamatan habitat pesisir dan laut sebagai kurikulum pelajaran sekolah? 18.93 70.59 10.48 0

Keterangan: SS = Sangat Setuju, ST = Setuju, TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak Setuju.

Page 33: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 33 of 51

Dari beberapa pertanyaan untuk mengetahui persepsi responden terdapat

keengganan mereka dalam relokasi penyu ke tempat daerah mereka, yaitu sebesar

60,41% menjawab tidak setuju dan 6,14% sangat tidak setuju. Alasannya beragam,

namun sebagian besar menjawab karena wilayah mereka dikenal dengan penyu dan

habitatnya, sehingga jika direlokasi akan menghilangkan jati diri wilayah mereka.

Hal ini patut diapresiasi karena keinginan kuat dari mereka untuk menjaga

daerahnya sendiri (Tabel 4.4).

Dalam proses alih pengetahuan ada asumsi bahwa makin sering materi

pengetahuan disampaikan kepada kelompok sasaran maka makin melekat

penguasaan pengetahuan. Seseorang dalam menyerap pengetahuan mempunyai

sikap terbuka, artinya segala informasi akan menjadi masukan tidak saja karena

hasil tatap muka tetapi juga dari sumber informasi lain terutama dari media massa.

Penguasaan pengetahuan secara otomatis akan merubah sikap dan selanjutnya akan

merubah perilakunya, kendati tidak ada jaminan bahwa pengetahuan yang

dikuasainya akan menghasilkan perilaku yang positif tetapi sebaliknya juga bisa

menimbulkan perilaku sebaliknya. Untuk menghindarkan akibat negatif yang

ditimbulkan maka diperlukan kegiatan untuk mengarahkan ke tujuan awal bahwa

proses alih pengetahuan akan sejalan dengan sasaran pembangunan.

Berdasarkan Gambar 4.11, terlihat 22 %% responden di kabupaten Aceh

Besar menyatakan sangat setuju terhadap konservasi penyu dan habitatnya dan 66%

menyatakan setuju. Sedangkan yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak

setuju hanya 9% dan 3%. Hal ini berarti masih ada sebagian masyarakat yang belum

Page 34: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 34 of 51

mengerti arti pentingnya penyelamatan penyu dan habitatnya bagi daerah mereka

sendiri.

Gambar 11. Persepsi masyarakat secara keseluruhan terhadap pelestarian habitatpenyu di Kabupaten Aceh Besar

Gambar 4.12. Persepsi masyarakat secara keseluruhan terhadap pelestarian habitatpenyu di Kabupaten Aceh Jaya

22%

66%

9%

3%

sangat setuju

setuju

tidak setuju

sangat tidak setuju

16%

54%

19%

11%

Sangat Setuju

Setuju

Tidak Setuju

Sangat Tidak Setuju

Page 35: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 35 of 51

Adapun berdasarkan Gambar 4.12, terlihat 16 % responden di kabupaten Aceh

Jaya menyatakan sangat setuju terhadap konservasi penyu dan habitatnya dan 54 %

menyatakan setuju. Sedangkan yang menyatakan tidak setuju dan sangat tidak

setuju hanya 19 % dan 11 %. Hal ini berarti masih ada sebagian masyarakat yang

belum mengerti arti pentingnya penyelamatan penyu dan habitatnya bagi daerah

mereka sendiri.

4.3.3 Kekuatan Hukum Adat

Pengelolaan perikanan di Indonesia mengenal adanya muatan nilai-nilai

kearian lokal masyarakatnya salah satunya hukum adat. Hukum adat laot di Aceh

merupakan ketentuan adat yang relevan dengan model pengelolaan perikanan yang

berorientasi pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan rakyat. Dalam sistem

aturan, hukom adat laot mengenal adanya hari-hari pantang laot, adat sosial, adat

pemeliharaan lingkungan, adat kenduri laut, dan adat barang hanyut. Bagi nelayan

yang melanggar ketentuan, berdasarkan putusan Lembaga Persidangan Hukom

Adat Laot, hanya akan menghasilkan dua sanksi, yakni penyitaan hasil tangkapan

dan pelarangan melaut 3-7 hari.

Posisi hukum adat laot dalam perundang-undangan memiliki dua bentuk

pengaturan, yakni dalam konsep pengelolaan sumberdaya perikanan (Qanun No.

16/2002, Qanun No. 21/2002), dan dalam konsep lembaga adat dan hukom adat laot

(Perda No. 7/2000, Qanun No. 9/2008 dan Qanun No. 10/2008).

Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat di lokasi penelitiaan

terhadap kekuatan hukum adat di Kabupaten Aceh Besar, hampir seluruh lokasi

Page 36: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 36 of 51

menyatakan hukum adat yang berlaku sangat kuat. Hanya di Pulau Bunta, Lampuuk

dan Lhoknga yang sebagian masyarakat tidak mengetahui peranan hukum adat

dalam perlindungan penyu dan habitatnya (Gambar 13). sedangkan pengambil

kebijakan dalam hukum adat di lokasi penelitian 51% dipegang oleh Panglima Laot

(Gambar 15). hal ini sesuai dengan peranan Panglima laot. Dalam Perda Nomor 2

Tahun 1990 tentang Pembinaan dan Pengembangan Adat di Aceh, disebutkan tugas

penting Panglima Laot dalam empat hal, yakni: pemimpin wilayah kelautan,

pemimpin persoalan sosial nelayan, menyelesaikan perselisihan di laut, dan

memimpin pelestarian lingkungan hidup.

Dalam bidang perikanan, masalah hukum adat laot dan lembaga hukom adat

laot ditegaskan dalam Pasal 11 ayat Qanun11 Nomor 16 Tahun 2002 tentang

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, yang menyebutkan bahwa dalam pengelolaan

sumber daya perikanan Pemerintah Provinsi mengakui keberadaan lembaga

Panglima Laot dan hukum adat laot yang telah ada dan eksis dalam kehidupan

masyarakat nelayan di Provinsi. Pola pelaksanaannya dengan memberdayakan

peran, fungsi dan kewenangannya dalam komunitas masyarakat nelayan.

Page 37: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 37 of 51

Gambar 4.13. Kekuatan hukum adat laut dalam perlindungan habitat penyu diKabupaten Aceh Besar

Berdasarkan hasil wawancara terhadap masyarakat di lokasi penelitiaan

terhadapa kekuatan hukum adat di Kabupaten Aceh Jaya, hampir seluruh lokasi

menyatakan hukum adat yang berlaku sangat kuat. Hanya di desa Kuta Tuha yang

sebagian masyarakat tidak mengetahui peranan hukum adat dalam perlindungan

penyu dan habitatnya (Gambar 14). sedangkan pengambil kebijakan dalam hukum

adat di lokasi penelitian 54 % dipegang oleh Panglima Laot (Gambar 16). hal ini

sesuai dengan peranan Panglima laot. Dalam Perda Nomor 2 Tahun 1990 tentang

Pembinaan dan Pengembangan Adat di Aceh, disebutkan tugas penting Panglima

Laot dalam empat hal, yakni: pemimpin wilayah kelautan, pemimpin persoalan

sosial nelayan, menyelesaikan perselisihan di laut, dan memimpin pelestarian

lingkungan hidup.

0

10

20

30

Lam Tutue LamTeungoh

Lam Pageu Lampu'uk pulaubunta

Lhok Nga

Kuat Sangat Kuat Lemah Tidak Tahu

Page 38: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 38 of 51

Gambar 4.14. Kekuatan hukum adat laut dalam perlindungan habitat penyu diKabupaten Aceh Jaya

Dalam bidang perikanan, masalah hukum adat laot dan lembaga hukom adat

laot ditegaskan dalam Pasal 11 ayat Qanun11 Nomor 16 Tahun 2002 tentang

Sumberdaya Kelautan dan Perikanan, yang menyebutkan bahwa dalam pengelolaan

sumber daya perikanan Pemerintah Provinsi mengakui keberadaan lembaga

Panglima Laot dan hukum adat laot yang telah ada dan eksis dalam kehidupan

masyarakat nelayan di Provinsi. Pola pelaksanaannya dengan memberdayakan

peran, fungsi dan kewenangannya dalam komunitas masyarakat nelayan.

0

2

4

6

8

10

12

14

16

Sangat Kuat Kuat Lemah Tidak Tahu

KeudePanga

Kuta Tuha

Alue Pit

Page 39: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 39 of 51

Gambar 4.15. Pemangku adat yang berperan dalam perlindungan habitat penyu diKabupaten Aceh Besar

Gambar 4.16. Pemangku adat yang berperan dalam perlindungan habitat penyu diKabupaten Aceh Besar

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan di Indonesia, potensi

perikanan dimaksudkan sebagai potensi meningkatkan kesejahteraan dan

menyelesaikan kemiskinan. Dalam Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang

Perikanan dengan jelas disebutkan bahwa tujuan pengelolaan perikanan adalah di

samping meningkatkan taraf hidup nelayan, juga diperuntukkan sebagai upaya

meningkatkan penerimaan dan devisa negara, kesempatan kerja, kebutuhan

konsumsi protein ikan, optimalisasi pengelolaan sumberdaya ikan, dan menjamin

Mukim25%

PanglimaLaot51%

Geuchiek12%

Tidak Tahu12%

Geuchik16%

Panglima Laot54%

Mukim19%

Tidak Tahu11%

Page 40: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 40 of 51

kelestarian. Mengenai konsep pengelolaan sendiri sebenarnya juga dengan tegas

disebutkan Pasal 2 UU Perikanan, di mana pengelolaan perikanan dilakukan

berdasarkan asas manfaat, keadilan, kemitraan, pemerataan, keterpaduan,

keterbukaan, efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan.

4.3.4 Pengelolaan Berbasis Masyarakat (Community Based Management)

Pengelolaan berbasis masyarakat dilakukan agar masyarakat merasa ikut

memiliki habitat penyu. Dengan ikut memiliki, maka masyarakat bisa ikut

berpartisipasi, sehingga dengan partisipasi aktif dari masyarakat diharapkan

program penyelamatan penyu dan ekosistem pesisir bisa lebih berhasil. Salah satu

kegiatan yang telah dilakukan agar pengelolaan berbasis masyarakat bisa berjalan

dengan efektif, adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya

penyelamatan penyu.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan masyarakat di lokasi

penelitian kabupaten Aceh Besar, sebanyak 64% masyarakat menyatakan setuju

dalam hal perlindungan habitat penyu dan 36% sangat setuju serta tidak ada

masyarakat yang menyatakan tidak setuju untuk melindungi habitat penyu di setiap

desa penelitian di Kabupaten Aceh Besar (Gambar 4.17).

Page 41: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 41 of 51

Gambar 4.17. Pendapat Masyarakat terhadap Perlindungan Habitat Penyu diKabupaten Aceh Besar

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan masyarakat di lokasi penelitian

kabupaten Aceh Jaya , sebanyak 79,5 % masyarakat menyatakan setuju dalam hal

perlindungan habitat penyu dan 20,5 % sangat setuju serta tidak ada masyarakat

yang menyatakan tidak setuju untuk melindungi habitat penyu di setiap desa

penelitian di Kabupaten Aceh Besar (Gambar 4.18).

Gambar 4.18 Pendapat Masyarakat terhadap Perlindungan Habitat Penyu diKabupaten Aceh Jaya

0

5

10

15

20

25Sangat Setuju

Setuju

Tidak Setuju

Setuju Apabila adamanfaat untuk saya

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Sangat setuju Setuju Tidak Setuju Setuju ApabilaAda Manfaatuntuk saya

Keude Panga

Kuta Tuha

Alue Pit

Page 42: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 42 of 51

Bersamaan dengan meningkatnya eksploitasi penyu, pada tahun 1978

pemerintah Indonesia menghadiri Conference on the International Trade of

Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) dan menyetujui untuk

menghentikan perdagangan penyu laut di dunia internasional (Adnyana, 1997: 6).

Setelah konferensi ini, pemerintah mulai mengambil beberapa tindakan secara

bertahap untuk melindungi penyu laut, seperti yang diringkas online oleh The Turtle

Foundation (2002), yang dijelaskan pada Tabel 4.5.

Namun, undang-undang Indonesia tersebut di atas sering dianggap hanya cara

untuk memuaskan kritik pemerhati lingkungan nasional dan internasional.

Meskipun demikian jenis penyu yang paling sering diperdagangkan, yaitu Penyu

sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Hijau, tidak dilindungi sampai tahun

1996 dan tahun 1999. Di tingkat internasional semua jenis penyu telah masuk dalam

daftar Appendix 1 CITES pada tahun 1978 yang artinya perdagangan penyu secara

internasional telah dilarang (KSBK, 1999). Walaupun undang-undang perlindungan

penyu sudah ditetapkan, namun masyarakat di lokasi penelitian ini mengaku masih

mengkonsumsi telur penyu yang diperjualbelikan secara bebas. Sebanyak 76% dari

total responden di kabupaten Aceh Besar menyatakan pernah mengkonsumsi telur

penyu dan sisanya tidak pernah sama sekali (Gambar 4.19).

Page 43: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 43 of 51

Tabel 4.5 Perundang-undangan pelestarian PenyuUndang-undang Tahun Akibat terhadap penyu di IndonesiaKeputusan MenteriPertanianNo. 327/Kpts/Um/5/1978

1978Status terlindung untuk jenis Penyubelimbing (Dermochelys coriacea)

Keputusan MenteriPertanianNo. 716/Kpts/-10/1980

1980Status terlindung untuk jenis Penyu sisik(Eretmochelys imbricata) Semu andPenyu Tempayan

Peraturan PemerintahRepublik Indonesia No.5/1990 tentang KonservasiSumber Daya Alam Hayatidan Ekosistemnya (Pasal 21dan 40)

1990

Setiap orang dilarang untuk: Menangkap, melukai, membunuh,

menyimpan, memiliki, memelihara,mengangkut, dan memperniagakanpenyu yang dilindungi dalamkeadaan hidup;

Mengeluarkan penyu yangdilindungi dari suatu tempat diIndonesia ke tempat lain di dalamatau di luar Indonesia;

Memperniagakan, menyimpan,memiliki (atau mengeluarkan darisuatu tempat di Indonesia ke tempatlain di dalam atau di luar Indonesia)kulit, tubuh, atau bagian-bagian lainpenyu yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut;

Mengambil, merusak,memusnahkan, memperniagakan,menyimpan atau memiliki telurdan/atau sarang penyu yangdilindungi.

Pelanggar penyu dan/atau telurnya dapatdikenakan: Sanksi hukuman penjara paling lama

lima tahun dan denda paling banyakseratus juta rupiah.

Keputusan MenteriKehutanan No.882/Kpts/2/1996

1996Status terlindung untuk jenis PenyuPipih

Keputusan MenteriKehutanan No.771/Kpts/2/1996

1996

Status terlindung untuk jenis Penyu sisik(Eretmochelys imbricata)Masa ini Indonesia adalah satu-satunyanegeri di Dunia yang belum melindungipenyu hijau (Whitten, 1996)

Page 44: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 44 of 51

Peraturan PemerintahRepublik Indonesia No.7/1999 tentang PengawetanJenis Tumbuhan dan Satwa

1999

Semua jenis penyu Laut, termasukPenuy Hijau, dilindungi di Indonesia.

Mengirim atau mengangkut penyu didalam atau di luar Indonesia harusmendapat izin dari Menteri.

Peraturan PemerintahRepublik Indonesia No. 8tentang Pemanfaatan JenisTumbuhan dan Satwa

1999

Barang siapa mengambil penyu atautelur dari habitat alam tanpa izin dapatdihukum denda adminsitrasi sebanyak-banyaknya Rp. 40 juta dan/ataudihukum tidak diperbolehkanmelakukan kegiatan pemanfaatan penyudan telurnya.

Gambar 4.19. Konsumsi telur penyu di Kabupaten Aceh Besar

Sebanyak 74% dari total responden di kabupaten Aceh Jaya menyatakan

pernah mengkonsumsi telur penyu dan sisanya tidak pernah sama sekali (Gambar

4.20).

76%

24%Pernah

Tidak pernah sama sekali

Page 45: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 45 of 51

Gambar 20. Konsumsi telur penyu di Kabupaten Aceh Besar

Sebagian besar masyarakat mengkonsumsi telur penyu dari hasil tangkapan

di pinggir pantai dan membelinya di pasar. Hal ini patut menjadi perhatian bagi

masyarakat dan Dinas Kelautan dan Perikanan dalam usaha menjaga kelestarian

penyu dan habitatnya. Diharapkan juga dikeluarkan regulasi pelarangan dan sanksi

yang tegas bagi pelaku perdagangan penyu di Kabupaten Aceh Besar. Padahal hasil

wawancara terhadap penjual telur penyu kisaran harga satu butir bervariasi

tergantung musim, dengan kisaran harga Rp. 5.000 hingga Rp. 10.000,-.

Hasil wawancara sebanyak 113 responden, mereka tidak mengetahui pasti

jumlah telur yang diperjual belikan setiap musimnya, namun kisaran rata-rata setiap

bertelur satu ekor penyu menghasilkan 100-150 butir telur. Mengingat satu tahun

musim penyu bertelur antara tiga sampai empat kali dan setiap telurnya Artinya,

jika tindakan pengambilan telur dan memeperdagangkan telur penyu tidak

dihentikan, maka kecil harapan anak cucu kita nanti akan dapat melihat penyu itu

sendiri.

74%

26%

Pernah Tidak Pernah

Page 46: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 46 of 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kajian ini, dapat ditarik beberapa kesimpulan penting dalam

menjaga kelestarian penyu dan habitatnya di kabupaten Aceh Besar dan kabupaten

Aceh Jaya, yaitu perlunya pengawasan (monitoring controlling and surveillence)

yang berbasis masyarakat. Selain itu, penyadaran masyarakat (public awareness)

juga harus diperkuat dalam menjaga hewan yang dilindungi ini agar tidak terjadi

pengumpulan telur-telur yang diperjual belikan secara illegal. Dalam hal itu, perlu

juga dibangun penguatan hukum lembaga adat Panglima Laot di wilayah Aceh

Besar dan Aceh Jaya dalam penanganan konservasi penyu. Tidak kalah pentingnya,

dalam rumusan ini juga diharuskan pembentukan pengembangan DPL (Daerah

Perlindungan Laut) guna menjamin keberadaan penyu untuk generasi yang akan

datang.

Arahan kebijakan pengelolaan dan perlindungan penyu pada jangka pendek

perlu adanya Pengelolaan dan perlindungan Penyu Berbasis Masyarakat. Pada

jangka menengah perlu pengembangan penangkaran penyu dan ekowisata berbasis

perlindungan penyu pada jangka panjang diharapkan pengelolaan dan perlindungan

penyu berbasis ekowisata secara kompherensif dan terpadu

Page 47: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 47 of 51

DAFTAR PUSTAKA

Ackerman RA. (1997). The Nest Environment and The Embryonic Development

Of Sea Turtles. In: Lutz, P.L., and Musick, J.A. (Eds.). The Biology of Sea

Turtles. Boca Raton: CRC Press, pp. 83-106.

Adnyana, I. B. W & C. Hitipeuw. 2009. Panduan melakukan pemantauan populasi

penyu di pantai peneluran di Indonesia. WWF-Indonesia & Universitas

Udayana. 31 p.

Adnyana, W. 1997. Studies on the Harvesting and Diseases of Wild-Caught Marine

Turtles in Indonesia. Disertasi tidak diterbitkan. Australia: Program

Pascasarjana di Australian Institute of Tropical Veterinary and Animal

Sciences, James Cook University.

Anderson, L.G. 1976. The Relationship between firms and fishery in

commonproperty fisheries. Land Econ., 52: 179–91.

Anderson, L.G. 1986. The economics of fisheries management. Johns Hopkins

University Press, Baltimore. 296 pp.

Broderick. A & M. Coyne. 2005. Sea turtle glossary. http://www.seaturtle.org/

glossary/index.shtml?term=False+Crawl+Attempt.Download at 30th

May 2010.

Carr, A. 1972. “Great Reptiles, Great Enigmas”, Audubon No. 2, pp 504-515.

Clark, C.W. 1985. Bioeconomics modelling and fisheries management. John Wiley

and Sons, New York : 291 pp.

Croll, E. dan Parkin, D. 1992. ‘Anthropology, the Environment and Development’,

dalam Croll, E. dan Parkin, D. (eds) Bush Base: Forest Farm – Culture,

Environment and Development. London: Routledge.

Fauzi, A., 2004. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.

Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Gordon, H.S. 1954. The economic theory of a common-property resources: The

Fishery. J. Polit. Econ., 62: 124 – 42.

Hitipeuw C, Dutton PH, Benson S, Thebu Julianus and Bakarbessy J. (2007).

Population Status and Internesting Movement of Leatherback Turtles,

Page 48: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 48 of 51

Dermochelys coriacea, Nesting on the Northwest Coast of Papua,

Indonesia. Chelonian Conservation Biology, Chelonian Conservation

Biology 6(6):28-36.

KSBK. 1999. Turtle Slaughter in Bali Island: monitoring perdagangan penyu di

Bali. Malang: KSBK.

Mangunjaya, F. M. (2006). Hidup harmonis dengan alam: esai-esai pembangunan

lingkungan, konservasi, dan keanekaragaman hayati Indonesia. Yayasan

Obor Indonesia.

Munro, G.R., and A.D. Scott. 1984. The economics of fisheries management.

University of British Columbia, Vancou-ver : 96pp.

ProFauna Indonesia. 2003. Perdagangan Penyu Sisik di Indonesia. Malang:

ProFauna Indonesia.

Scace, R.C., E. Grifone, and R. Usher. (1992). Ecotourism in Canada. Quebec:

Canadian Environmental Advisory Council.

Schaefer, M.B. 1957. Some considerations of population dynamics and economics

in relation to the management of marine fisheries. J. Fish. Res. Board Can.,

14 : 669–81.

Sofyan, 2006. Pemodelan Keragaan Sektor Perikanan untuk Pengembangan

Ekonomi Sumber daya dan Regional Pesisir: Suatu Analisis Model

Hybrid. Disertasi, Tidak Dipublikasikan. Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

Bogor

The Turtle Foundation. 2002. Legislation Relevant to Turtle Conservation in

Indonesia. (Online), (www.turtle-foundation.org, diakses 2 Maj 2004).

Tuwo, Ambo. (2011). Pengelolaan Ekowisata Pesisir Dan Laut. Surabaya: Brilian

Internasional.

Wallace BP, Sotherland PR, Spotila JR, Reina RD, Franks BF, Paladino FV. (2004).

Abiotic and Biotic Factors.

Warpani, Suwardjoko P. & Warpani, Indira P. (2007). Pariwisata Dalam Tata Ruang

Wliayah. Bandung: Penerbit ITB.

Weaver, David. (2008). Ecotourism, 2nd

ed. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Page 49: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 49 of 51

Whitten, T. 1996. ‘Conservation of Marine Turtles’ dalam Whitten, T. and Whitten,

J. (eds) Indonesian Heritage Vol 5: Wildlife. Jakarta: Buku Antar Bangsa

(Grolier International, Inc.).

Page 50: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 50 of 51

Lampiran Foto-Foto Lapangan

Page 51: BAB I. PENDAHULUAN - dkp.acehprov.go.id. Lap. Kajian Konservasi Penyu_OK.pdf · No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, PP Nomor 7 tahun 1999

Laporan Kajian Ekowisata Konservasi penyu di Aceh Jaya dan Aceh BesarPage 51 of 51