Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik Saja”: Sebuah Wacana oleh Negara Pemilihan Kepala Desa atau yang sangat popular disingkat Pilkades, pelaksanaannya di berbagai desa di Indonesia seringkali diwacanakan oleh negara secara umum berjalan lancar tanpa ada masalah yang dinggap berarti. Menurut negara, pelaksanaan Pilkades dalam kondisi baik-baik saja dari waktu ke waktu. Mereka mendeklarasikan bahwa pelembagaan electoral activity di tingkat desa ini sudah sempurna dan sesuai dengan amanat demokrasi. Saya katakan sebagai wacana karena negara dalam hal ini mereka tidak “jujur”. Mereka tidak secara serius melihat fakta-fakta Pilkades yang ada di lapangan. Mereka juga kemudian tidak mencatat fakta-fakta tersebut dalam kondisi rapi supaya pencatatan itu bisa menjadi bahan evaluasi yang penting sebagai pijakan tindakan negara melalui kebijakan lain tentang Pilkades di kemudian hari. Apa yang mereka lakukan tidak lebih dari sekedar hanya menutupi fakta-fakta tentang Pilkades di lapangan dengan wacana yang bernada harmonis. Argumen dasar di atas saya dapatkan setidaknya setelah saya membaca beberapa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pilkades di beberapa desa di Kecamatan Bandar Kabupaten Batang yang dikeluarkan oleh beberapa
44

BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

Mar 11, 2019

Download

Documents

buithuy
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades

A.1. Pilkades “Baik-Baik Saja”: Sebuah Wacana oleh Negara

Pemilihan Kepala Desa atau yang sangat popular disingkat Pilkades,

pelaksanaannya di berbagai desa di Indonesia seringkali diwacanakan oleh negara

secara umum berjalan lancar tanpa ada masalah yang dinggap berarti. Menurut

negara, pelaksanaan Pilkades dalam kondisi baik-baik saja dari waktu ke waktu.

Mereka mendeklarasikan bahwa pelembagaan electoral activity di tingkat desa ini

sudah sempurna dan sesuai dengan amanat demokrasi.

Saya katakan sebagai wacana karena negara dalam hal ini mereka tidak

“jujur”. Mereka tidak secara serius melihat fakta-fakta Pilkades yang ada di

lapangan. Mereka juga kemudian tidak mencatat fakta-fakta tersebut dalam

kondisi rapi supaya pencatatan itu bisa menjadi bahan evaluasi yang penting

sebagai pijakan tindakan negara melalui kebijakan lain tentang Pilkades di

kemudian hari. Apa yang mereka lakukan tidak lebih dari sekedar hanya menutupi

fakta-fakta tentang Pilkades di lapangan dengan wacana yang bernada harmonis.

Argumen dasar di atas saya dapatkan setidaknya setelah saya membaca

beberapa laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pilkades di beberapa desa di

Kecamatan Bandar Kabupaten Batang yang dikeluarkan oleh beberapa

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

2

Pemerintah Desa (Pemdes) yang bersangkutan. Hasil pembacaan yang saya

lakukan menyimpulkan telah terjadi hal yang mengejutkan. Beberapa Pemdes

yang dalam hal ini berlaku sebagai negara, membuat laporan-laporan dengan

format yang nyaris sama dan substansi yang nyaris sama juga mengenai

permasalahan-permasalahan yang terjadi. Dalam laporan pertanggungjawaban

tersebut, semua menyatakan bahwa pelaksanaan Pilkades di desa yang

bersangkutan secara umum berjalan relatif lancar, aman, dan tertib serta tidak ada

masalah atau kendala yang berarti. Ada kesan yang sangat kuat bahwa laporan-

laporan tersebut dibuat seragam.

Laporan-laporan tersebut disusun dengan rapi dan disertai dengan

dokumentasi-dokumentasi berupa gambar foto yang sangat mendukung wacana

keharmonisan yang dilakukan oleh negara tersebut. Semua laporan yang

kemudian menjadi dasar argumen ini disahkan dan terkumpul dan dicap di

kecamatan untuk kemudian diteruskan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab).

Layaknya Kecamatan, Pemkab juga hanya sebagai lembaga pengumpul,

pengesah, dan pemberi cap stempel belaka.

Wacana tentang harmonisnya Pilkades tersebut kemudian semakin

lengkap ditambah dengan tindakan negara itu sendiri yang cenderung pasif dan

menutup diri dari keadaan. Alur birokratif sudah menjadi standar penilaian negara

dalam melihat Pilkades. Otoritas kekuasaan di atas desa hanya menerima begitu

saja laporan-laporan yang dibuat oleh desa. Negara tidak ingin repot lagi

melakukan recheking ataupun setidaknya melakukan review terhadap laporan-

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

3

laporan tersebut. Dengan demikian negara hanya bergantung pada alur birokratif

yang pada dasarnya tidak lebih dari sekedar lips services saja.

Dampak dari wacana oleh negara tentang Pilkades ini jelas terlihat pada

produk-produk kebijakan negara. Dalam kurun waktu satu dekade Peraturan

Pemerintah No. 72 Tahun 2005 yang seolah tidak perlu diotak-atik lagi itu

menjadi “rujukan suci” jika terjadi permasalahan pada pelaksanaan Pilkades. Hal

itu disebabkan karena negara merasa sudah mengatur semuanya di dalam

peraturan pemerintah ini. Selain Peraturan Pemerintah itu sudah tidak ada lagi

yang secara spesifik mengatur Pilkades.

Kemunculan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang

diklaim mengakomodasi beberapa perbaikan tata kelola desa sebenarnya tidak

membawa perubahan signifikan khususnya dalam pelaksanaan Pilkades. Gelaran

enam tahunan ini bukan prioritas lagi bagi negara. Hal itu tidak bisa lepas dari

latar belakang munculnya UU Desa tersebut. Kemunculannya berasal dari protes

besar-besaran oleh para kepala desa dan perangkat desa yang menginginkan

kesejahteraan mereka ditingkatkan secara khusus dan kesejahteraan bagi desa itu

sendiri pada umumnya.

Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa

No. 6 Tahun 2014 sebagai kebijakan yang subtansinya lebih teknis dari UU Desa

terkesan hanya menitikberatkan pada bagaimana alokasi dana desa yang

jumlahnya jauh lebih besar dari sebelum adanya UU Desa ini. Tidak ada upaya

perbaikan secara signifikan terkait dengan pelaksanaan Pilkades yang tersurat

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

4

pada pasal-pasal di dalamnya. Pasal 40 dari peraturan tersebut yang sedikit

menyinggung Pilkades itupun hanya sekedar memberikan perubahan pada syarat-

syarat menjadi Pilkades dan lama jabatan kepala desa yang diperpanjang menjadi

tiga kali periode yang semula hanya dua kali periode.

Dari UU Desa tersebut sudah terlihat bagaimana negara menganggap

Pilkades tidak sedang dalam masalah. Tidak ada sama sekali semangat dari negara

untuk mengupayakan penindaklanjutan terhadap laporan-laporan pelaksanaan

Pilkades. Negara tidak mau repot membuat kebijakan baru dan pokoknya “terima

beres” saja dari laporan-laporan yang masuk. Dengan kata lain, semangat dari UU

Desa No. 6 Tahun 2014 ini hanya menyangkut kesejahteraan desa dan para

aparatur pemerintahan desa saja, tidak lebih.

Dengan melihat respon negara yang pasif terhadap pelaksanaan Pilkades

melalui paket kebijakan perundang-undangannya seperti di atas, maka saya pikir

adanya kecenderungan penyamaan persepsi melalui laporan-laporan pelaksanaan

Pilkades supaya menganggap bahwa Pilkades di tempat masing-masing tidak

bermasalah itu memang benar-benar masif. Pola-pola pembangunan wacana

seperti ini jelas terjadi di banyak sekali desa di seluruh Indonesia.

A.2. Pilkades Tidak “Baik-Baik Saja”: Perilaku Politik Nondemokratis

Lantas jika pengalaman birokratis di atas hanya sebuah wacana, maka apa

yang sebenarnya terjadi? Jika negara memang benar-benar serius dalam melihat

pelaksanaan Pilkades di seluruh desa yang ada, maka negara bisa dipastikan akan

melihat situasi dan kondisi yang sesungguhnya sangat memprihatinkan, bahkan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

5

sebenarnya tidak harmonis sama sekali. Cara pandang negara yang kukuh bahwa

pelaksanaan Pilkades selama ini baik-baik saja lambat laun barangkali bisa luntur

seandainya negara benar-benar serius melihat dan memahami apa yang

sesungguhnya terjadi. Sudah saatnya negara keluar dari jebakan romantisme yang

dibuat oleh dirinya sendiri.

Adalah pihak-pihak di luar negaralah yang justru berhasil meluruskan

wacana “menyesatkan” yang dibangun oleh negara selama bertahun-tahun.

Mereka dengan jelas bisa melihat bagaimana situasi dan kondisi nyata

pelaksanaan Pilkades di lapangan. Mereka berasal dari kalangan akademisi dan

juga warga negara biasa. Mereka mengungkapkan adanya perilaku politik yang

mengarah kepada metode ilegal dalam tiap-tiap pelaksanaan Pilkades yang itu

tidak terakomodasi dalam sebagian besar laporan pertanganggungjawaban

pelaksanaan Pilkades oleh banyak desa.

Sueni mengatakan bahwa pengalaman Pilkades tahun 2013 di Desa

Tambahrejo Kecamatan Bandar Kabupaten Batang sangat jelas memperlihatkan

bagaimana keterlibatan panitia pelaksanaan Pilkades dalam memenangkan calon

kepala desa dan mengalahkan calon kepala desa yang lain dengan menggandakan

kertas suara yang dicoblos pemilih. Kejahatan dalam Pilkades yang terstruktur

dengan rapi ini belakangan menyebabkan ketidakpuasan bagi pihak yang

dikalahkan dan menyebabkan terjadinya kerusuhan. Meskipun sudah terbukti

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

6

panitia pelaksanaan Pilkades melakukan kecurangan, calon kepala desa tidak

mampu berbuat apa-apa karena sudah kehabisan sumber daya dan dana13

.

Desa Wonosegoro yang juga masih berada di Kecamatan Bandar juga

tidak ketinggalan, sebelum pelaksanaan Pilkades, beberapa orang harus babak

belur karena dipaksa oleh orang-orang yang mengaku suruhan calon kepala desa

tertentu supaya mau memilihnya. Intimidasi, kekerasan, dan pemaksaan sangat

terlihat di sana dan tidak ada aparat yang berjaga lantaran desa tersebut memang

sering terjadi kerusuhan antar masyarakatnya. Tidak hanya tindakan koersif tetapi

juga terdapat jual beli suara calon kepala desa dan calon pemilih. Mereka yang

mempunyai uang sangat banyak, strategi untuk memenangkan pemilihannya yaitu

dengan cara membeli suara orang satu rumah dengan nominal uang sekian juta

(tebasan)14

.

Pilkades di lain daerah, Kabupaten Malang, Jawa Timur, pada akhir tahun

2013 merupakan Pilkades yang sarat politik uang dan ajang perjudian. Soal

pembagian uang kepada pemilih supaya calon dipilih bukanlah sesuatu yang baru

lagi. Biaya pendaftaran dan logistik perorang mencapai 200 jutaan, itu saja yang

gagal menjadi kepala desa. Untuk memenangkan pemilihan, calon kepala desa

setidaknya menyiapkan uang sekitar 500 juta rupiah. Faktor penentu kemenangan

bukan lagi pada strategi kampanye dan perang visi misi melainkan seberapa besar

uang yang dikeluarkan.

13

Wawancara Slamet Sueni pada tanggal 15 Oktober 2013. 14

Wawancara Ahmad Rukhin tanggal 3 Desember 2014.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

7

Tidak hanya jual beli suara tetapi juga perilaku berjudi juga sangat masif

di sana. Seorang petaruh judi Pilkades (botoan), bahkan bisa menjadikan calon

kades keluar sebagai pemenangnya. Caranya, yaitu dengan membeli suara pemilih

dan memutar modal rupiah mereka. Penjudi akan mendatangi atau membeli suara

warga dengan nilai fantastis. Bahkan, H-7 bursa taruhan pemenangpun sudah

diputar oleh penjudi. Di sini penjudipun punya peran membeli suara. Bukan untuk

memenangkan calon tapi demi kemenangan judinya. Masyarakat menilai hal itu

terjadi tanpa ada tindakan dari negara meskipun negara sebenarnya tahu akan hal

tersebut15

.

Beberapa akademisi juga telah menyebutkan bahwa fakta yang sering

terjadi dalam pelaksanaan Pilkades adalah konflik baik horisontal seperti yang

ditulis oleh Ardiansyah (2006) dan Kurniawan (2009) maupun antar elit politik

desa dengan sesamanya yang pernah ditulis oleh Cahyono (2005). Selain itu, yang

tidak kalah maraknya dan cenderung termanifestasi adalah jual beli suara pemilih

seperti Pilkades di Batang dan Malang juga pernah dikemukakan oleh Jaweng

(2011) dan Abdillah (2009). Kompleksitasnya juga mengarah pada kampanye

hitam oleh para calon kepala desa dan intimidasi kepada pemilih oleh calon

kepala desa tertentu juga dibahas oleh Ardiansyah (2006).

Dari sisi partisipasi, dapat dilihat dari bagaimana partisipasi masyarakat

yang rendah dengan sebab sabotase dari calon kepala desa tertentu untuk

memenangkan dirinya yang ditulis oleh Gosango (2010). Ditambah pula fakta

15

http://m.beritajatim.com/politik_pemerintahan/167031/Pilkades,_Ajang_Politik_Uang_dan_Pest

anya_Pejudi.html tanggal 3 Oktober 2013.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

8

kecurangan-kecurangan yang sifatnya prosedural ketika pelaksanaan yang ditulis

oleh Kiswanto (2008) hingga pada kecurangan-kecurangan yang berbau metafisik

dan supranaturalistik seperti penggunaan jasa dukun untuk membantu

pemenangan calon kepala desa tertentu yang dijelaskan secara gamblang oleh

Dewi (2009).

Fakta-fakta di atas kemudian membantah wacana negara bahwa

pelaksanaan Pilkades di Indonesia berada dalam kondisi yang tanpa masalah.

Negara selama ini seakan tidak melihat secara baik sehingga kejadiannyapun

berulang-ulang dari tahun ke tahun. Pada tingkat yang lebih ekstrim, fakta-fakta

itu menjadi semacam kebiasaan yang mengakar kuat di dalam perilaku politik

subyek-subyek Pilkades.

Fakta-fakta yang telah saya sebutkan di atas agaknya menjadi bahan

pertimbangan untuk memikirkan ulang bagaimana pelaksanaan Pilkades ketika

dihadapkan pada fakta-fakta pelaksanaan Pilkades masa kini. Bahan pertimbangan

ini mencakup pada aspek pokok yaitu perilaku politik nondemokratis dari aktor-

aktor politik calon kepala desa (elit) maupun masyarakat pemilih (massa) dimana

mereka meyakini kebiasaan melakukan tindakan-tindakan ilegal seperti

penggunaan uang dan pemaksaan kehendak untuk memenangkan Pilkades itu

dibenarkan karena “dibiarkan” oleh negara. Semua pihak juga seharusnya gelisah

dengan pelaksanaan Pilkades yang belum sesuai dengan esensi demokrasi seperti

ini.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

9

Sehubungan dengan itu, pada negara yang masih mengalami

perkembangan demokrasi sering dijumpai gejala-gejala perilaku politik

nondemokratis (Diamond, 2003, hal. 88). Tidak terkecuali Indonesia, alih-alih

melaksanakan prosedur demokrasi lokal dengan melaksanakan aktivitas elektoral

desa, subyek-subyek politiknya masih berperilaku politik nondemokratis dengan

tidak menaati aturan main yang ada pada aktivitas elektoral tersebut sehingga

pada saat yang sama mereka sedang melemahkan demokrasi itu sendiri. Hal-hal

seperti ini yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan Pilkades di lapangan dan

selama ini belum dijadikan agenda penting bagi negara.

A.3. Mengapa Pilkades Simpar Tahun 2013

Salah satu pelaksanaan Pilkades yang di dalamnya terdapat perilaku-

perilaku politik nondemokratis adalah Pilkades yang dilaksanakan di Desa

Simpar, Kecamatan Bandar, Kabupaten Batang pada akhir tahun 2013. Pada

bagian awal bab ini, saya menyampaikan bahwa saya telah melakukan pembacaan

laporan-laporan tentang pelaksanaan Pilkades yang diterbitkan oleh beberapa

Pemdes. Dari beberapa laporan tersebut, yang saya baca salah satunya adalah

laporan pertanggungjawaban pelaksanaan Pilkades Desa Simpar 2013. Dengan

ini, Pilkades Simpar 2013 tidak bisa mengelak menjadi objek kajian saya.

Sama dengan laporan-laporan dari desa lain sekitar Simpar, pelaksanaan

Pilkades Simpar 2013 diklaim oleh Pemdes Simpar telah berjalan sesuai dengan

instruksi dari Pemkab Batang dan sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Akan tetapi, kalau mau serius, Pilkades Simpar tahun 2013 sebenarnya

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

10

sangat kontroversial. Ini bisa dibuktikan dengan adanya cara pandang berbeda

antara negara yang dalam hal ini adalah Pemdes Simpar dan warga masyarakat

Simpar. Negara mengatakan melalui laporan pertanggunjawaban pelaksanaan

Pilkades16

,

“Pilkades Simpar 2013 telah berjalan dengan aman dan tertib dan tidak

menemui kendala yang berarti….. hanya saja masih terdapat kepadatan

lalu-lintas pemilih dalam memilih karena pintu masuk hanya terdiri dari

satu pintu…..”

Sedangkan warga masyarakat bernama Khuzaini17

dengan sedih sembari

berkaca-kaca kedua matanya mengatakan,

“Pilkades tidak hanya persoalan di Tempat Pemungutan Suara (TPS)

saja, tetapi juga persoalan di luar arena itu. Pilkades Simpar 2013 ini

sangat mengerikan bagi saya, penuh intrik dan cenderung tidak beradab.

Intimidasi dan jual beli suara adalah hal yang wajib terlihat”.

Kutipan wawancara di atas jelas menunjukkan adanya perbedaan yang

signifikan mengenai pelaksanaan Pilkades Simpar 2013. Yang satu berbicara

keharmonisan sebuah perhelatan demokratisasi dengan hanya memandang

peristiwa yang berlokasi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan dimensi fornal

prosedural saja. Satunya penuh keseriusan dan kesedihan berbicara dimensi

realitas di lapangan dimana perilaku aktor-aktor politik dan pendukungnya

bertingkah seolah bukan layaknya manusia yang memiliki adab dan etika tertentu.

Dari kacamata awam dan dengan mempercayai orang yang berkata serius

dan jujur di atas, kutipan wawancara itu saja sudah bisa menarik rasa ingin tahu

16

Pemdes Simpar. 2013. Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Pilkades Simpar Kecamatan

Bandar Kabupaten Batang Tahun 2013. Batang: Pemdes Simpar, halaman Evaluasi 17

Slamet Khuzaeni adalah salah seorang pemuda yang aktif berorganisasi di Desa Simpar dan

mendukung salah satu calon kepala desa namun dia mendapat tekanan dari calon kepala desa

yang lain selama seminggu sebelum hari pemilihan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

11

kita. Sepenggal wawancara tersebut juga bisa digunakan untuk melihat secara

mendalam bagaimana perilaku politik yang terdapat pada pelaksanaan Pilkades

Simpar 2013. Oleh karena itu, pelaksanaan Pilkades Simpar 2013 di lapangan

terutama pada dimensi nonformal agaknya masih perlu dipertanyakan dan dipikir

ulang.

Hal tersebut di atas kemudian menarik untuk dikaji. Hasil kajian ini tentu

saja berupaya memunculkan sebuah “kebenaran” di tengah perbedaan ekstrim dari

dua cara pandang dua subyek politik tersebut tentang sebuah pelaksanaan

Pilkades. Kajian ini diharapkan bisa membongkar dan meghadirkan “kebenaran”

bahwa dalam pelaksanaan Pilkades Simpar 2013 terdapat perilaku-perilaku politik

nondemokratis. Selain itu, apa yang menjadi penyebab terjadinya perilaku-

perilaku tersebut juga kemudian patut dibongkar. Bagaimanapun juga segala

sesuatu yang terjadi ada penyebab logisnya.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan di atas, maka

kemudian muncul dua pertanyaan. Pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

”Bagaimana perilaku politik nondemokratis terdapat dalam Pemilihan

Kepala Desa (Pilkades) Simpar 2013?”

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

12

Perilaku politik nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013 tentunya

dapat ditelusuri penyebabnya. Oleh karena itu, pertanyaan lain yang kemudian

perlu saya lontarkan adalah demikian:

“Mengapa perilaku politik nondemokratis muncul dalam Pemilihan

Kepala Desa Simpar (Pilkades) Simpar 2013?”

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan antara lain sebagai berikut:

1. Memaparkan bagaimana perilaku politik nondemokratis yang terdapat

dalam Pemilihan Kepala Desa Simpar, Kecamatan Bandar, Kabupaten

Batang tahun 2013;

2. Menjelaskan penyebab keberadaan perilaku nondemokratis dalam

Pilkades Simpar 2013;

Selain tujuan di atas, penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan antara

lain untuk kepentingan sebagai berikut:

1. Referensi bagi praktisi demokrasi lokal khususnya pemerhati elektoral

tingkat desa dalam mengamati dan menganalisis varian-varian dinamika

Pilkades di Indonesia;

2. Referensi bagi praktisi politik dalam mendesain mekanisme teknis dan

hukum yang lebih baik untuk Pilkades di masa yang akan datang;

3. Bentuk kontribusi bagi pengembangan keilmuan di bidang politik

tentang perilaku politik dalam konteks Pilkades di Indonesia.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

13

D. Kajian Literatur

Sebagai bahan telaah dan referensi, saya melakukan kajian terhadap

beberapa hasil penelitian orang lain. Selain untuk memperkaya pengetahuan, hal

ini juga dilakukan untuk menghindari kesamaan dalam analisis dan fokus

penelitian sehingga potensi plagiasi bisa ditiadakan. Selain itu, penelitian yang

relevan ini juga saya gunakan untuk mencari tautan obyek kajian dan kemudian

saya cari benang merahnya.

Setidaknya, saya memilih tiga penelitian yang fokusnya koheren dengan

penelitian saya. Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Kartodirjo (1992) dan

Kana (2000). Kedua penelitian itu menyoroti bagaimana strategi pemenangan

calon kepala desa pada Pilkades di beberapa desa di Jawa dan DIY. Kartodirjo

memperlihatkan bagaimana dalam strategi pemenangan calon kepala desa dalam

beberapa Pilkades di DIY terdapat trik, taktik, intrik, kasak-kusuk, dan intimidasi.

Calon kepala desa yang memiliki sumber daya lebih banyak dapat lebih bisa

mengelola dan memperlancar strategi tersebut. Dalam studi Kana yang berfokus

di Jawa misalnya, para calon kepala desa menggunakan strategi pemenangan yang

masih tradisional. Mereka calon kepala desa memanfaatkan ikatan kekeluargaan,

kewilayahan, dan memanfaatkan “tokoh terminal”, baik berupa tokoh masyarakat

maupun tokoh preman. Selain itu, politik uang dalam hal ini juga berperan besar.

Mereka bisa memobilisasi masa di luar daerah dengan uang yang sangat banyak

supaya dapat memilih calon kepala desa yang melakukan mobilisasi tersebut.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Hastuti, dkk (2012). Mereka

menyoroti partisipasi masyarakat dalam Pilkades di beberapa desa di Kabupaten

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

14

Tegal. Partisipasi masyarakat dalam Pilkades sangat bergantung pada politik

uang yang dilakukan oleh para calon kepala desa kepada calon pemilihnya.

Wujudnya adalah calon kepala desa memberikan uang kepada setiap masyarakat

Rp.35.000.00,- hingga Rp.120.000.00,-, pemberian sembako dan kaos, pemberian

uang secara kolektif melalui pembuatan sarana dan prasana publik. Dengan politik

uang, partisipasi masyarakat bisa terdongkrak dengan melihat perolehan suara tiap

calon. Calon kepala desa yang terpilih adalah calon yang paling banyak

mengeluarkan uang.

Ketiga penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2009). Hasil penelitiannya

mengungkapkan bahwa mekanisme Pilkades yang sudah bersifat modern tidak

mampu membuat para pemilih dan calon kepala desa menjadi lebih rasional.

Mekanisme Pilkades itu juga tidak mampu menghilangkan nilai-nilai dan jaringan

politik tradisional yang sudah melekat lama dalam penyelenggaraan Pilkades itu

sendiri. Justru sebaliknya, nilai-nilai dan jaringan politik tradisional itu cenderung

fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan mekanisme olektoral yang modern.

Nilai-nilai Jawa yang bersifat mistis metafisik dominan terlihat di sela-sela

aktivitas prosedural Pilkades. Bentuknya adalah dengan masih adanya praktik-

praktik supranaturalistis yang bertujuan untuk memenangkan calon kepala desa

tertentu. Selain itu, prediksi kemenangan salah satu calon kepala desa didasarkan

pada pulung yang mengitari rumah calon dan kokok ayam jantan menjelang

pemilihan. Untuk memenangkan Pilkades, calon kepala desa secara tradisional

juga memanfaatkan jaringan kekerabatan dan lokasi tempat tinggal. Pendekatan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

15

secara kultural juga menjadi sarana yang cukup efektif untuk mendapatkan suara

dalam Pilkades.

Jika dicermati secara mendalam, ketiga penelitian tersebut memiliki tautan

obyek penelitian yang sama dengan obyek penelitian saya meskipun dengan

analisis teori yang berbeda. Kesamaan itu bisa dikerangkai dengan istilah perilaku

politik nondemokratis oleh para aktor, baik yang berkontestasi maupun yang

berpartisipasi dalam Pilkades. Perilaku politik nondemokratis para aktor yang

berkontestasi dalam Pilkades terwujud pada bagaimana strategi pemenangan yang

digunakan oleh para calon kepala desa. Sedangkan perilaku politik nondemokratis

masyarakat terwujud pada bagaimana partisipasi mereka dalam Pilkades yang

tergantung pada politik uang. Penelitian terakhir memperlihatkan bahwa faktor

kesejarahan mengenai nilai-nilai dan jaringan politik tradisional ternyata

menyebabkan adanya perilaku politik nondemokratis di dalam mekanisme

pemilihan modern. Namun demikian, kesamaan dalam ketiga penelitian yang

telah saya sajikan itu diharapkan bisa memperlihatkan perbedaan analisis teori

yang saya gunakan dalam penelitian saya.

E. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian saya terdiri dari rangkaian beberapa

konsep kunci. Pertama, konsep mengenai Pemilu yang demokratis. Konsep

Pemilu di sini saya pinjam untuk konteks pemilihan kepala desa. Kedua, Pilkades

dari aspek esensi demokratis dan aspek teknis. Konsep Pilkades dalam kerangka

ini menjelaskan bagaimana Pilkades Simpar 2013 semestinya dilakukan (kondisi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

16

ideal). Ketiga, konsep mengenai perilaku politik dan perilaku-perilaku politik

nondemokratis. Konsep ini menjelaskan perilaku aktor-aktor politik dalam

Pilkades Simpar 2013 yang merupakan bagian dari penyangkalan terhadap

kondisi ideal pelaksanaan sebuah Pilkades. Keempat, konsep path dependence

sebagai penjelasan teoritis akan penyebab keberadaan perilaku-perilaku politik

nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013.

E.1. Pemilu Demokratis

Negara yang menggunakan demokrasi sebagai sistem politik dan

pemerintahannya bisa dipastikan menggunakan Pemilu sebagai prosedur wajib

dalam merotasi kekuasaan. Dalam sistem-sistem politik pemerintahan yang lain

barangkali orang menjadi pemimpin karena asal-usul kelahiran, kemujuran,

kekayaan, kekerasan, kooptasi, pengetahuan yang dimiliki, penunjukan, atau

ujian. Akan tetapi semua itu tidak di lakukan dalam sistem politik pemerintahan

demokrasi karena prosedur utama demokrasi adalah pemilihan para pemimpin

(Pemilu). (Huntington, 1995, hal. 4)

Tentu saja Pemilu yang dimaksud di atas adalah pemilihan pemimpin yang

dilaksanakan secara adil dan kompetitif oleh seluruh aktor di dalamnya. Pemilu

harus bisa menjadi “metode demokratis” dengan menjadi prosedur kelembagaan

untuk mencapai keputusan politik yang di dalamnya individu memperoleh

kekuasaan untuk membuat keputusan melalui perjuangan kompetitif dalam rangka

memperoleh suara rakyat. Pemilu dikatakan demokratis jika kemudian prosesnya

dilakukan dengan adil, jujur, dan berkala. Dalam Pemilu itu para calon secara

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

17

bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir semua penduduk dewasa

berhak memberikan suara. Warga negara diberi kesempatan untuk memilih salah

satu di antara pemimpin-pemimpin politik yang bersaing meraih suara. Di antara

pemilihan, keputusan dibuat oleh politisi. Pada pemiihan berikutnya, warga

negara dapat mengganti wakil yang mereka pilih sebelumnya. (Schumpeter dalam

Huntington, 1995, hal. 4)

Robert Dahl menambahkan bahwa Pemilu yang demokratis kemudian juga

mengimplikasikan adanya kebebasan sipil dan politik yaitu kebebasan untuk

meraih kesempatan menjadi pejabat pemerintah, pemimpin politik dapat bersaing

dalam mencari dukungan dalam meraih suara, dan pelaksanan kampanye-

kampanye dalam Pemilu itu sendiri. Pemilu yang demokratis juga harus

melibatkan responsifitas negara terhadap warga negara. Dahl menekankan

responsifitas pemerintah terhadap partisipsi warga negaranya, yang setara secara

politis sebagai dasar sifat demokrasi, artinya ada perlindungan dan penjaminan

terhadap hak pilih warga negaranya. (Dahl dalam Huntington, 1995, hal. 6)

Asas-asas umum Pemilu berikut yang mana secara universal telah dianut

oleh beberapa negara demokratis seperti Amerika, Perancis, dan Jerman juga

termasuk Indonesia dapat digunakan sebagai kriteria Pemilu yang demokratis.

Pertama, langsung, rakyat dapat memberikan hak pilihnya secara langsung tanpa

perantara. Kedua, umum, tidak ada diskriminasi bagi setiap warga negara untuk

mengikuti Pemilu. Ketiga, bebas, setiap warga negara berhak memilih sesuai hati

nurani tanpa adanya paksaan dari siapapun dan negara menjamin kebebasan

tersebut. Keempat, rahasia, pilihan warga negara tidak boleh diketahui siapapun

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

18

dengan cara apapun. Kelima, jujur, semua penyelenggara, pengawas, dan

pemantau Pemilu harus bersikap dan berlaku jujur sesuai tata tertib perundang-

undangan. Keenam, adil, baik peserta maupun pemilih harus diperlakukan dengan

adil, sama, dan bebas dari kecurangan dari pihak manapun. (Prihatmoko, 2005,

hal. 110-111)

Pemilu yang demokratis juga harus diselenggarakan dan diawasi oleh

lembaga sampiran negara untuk menjamin asas-asas di atas. Akan lebih

bermanfaat dan lebih mantap lagi jika penyelenggaraan Pemilu dengan melibatkan

semakin banyaknya pengamatan dan pengawasan yang dilakukan oleh kelompok-

kelompok internasional. Tentu saja mereka adalah pihak-pihak yang cukup

kompeten dan tidak berpihak, dan para mengamat itu mengesahkan Pemilu

tersebut sebagai pemilihan yang telah memenuhi standar kejujuran dan keadilan

minimal. (Huntington, 1995, hal. 7)

Pemilu yang terbuka, bebas, dan adil adalah esensi demokrasi, suatu sine

qua non yang tidak dapat dielakkan. Pemerintah yang merupakan hasil Pemilu

boleh jadi tidak efisien, korup, berpandangan pendek, tidak bertanggungjawab,

didominasi oleh kepentingan-kepentingan khusus, dan tidak mampu mengambil

dan menjalankan kebijakan-kebijakan demi kebaikan publik. Sifat-sifat ini

mungkin menyebabkan pemerintah semacam itu tidak disukai, namun tidak mesti

membuatnya demokratis. (Huntington, 1995, hal. 8)

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

19

E.2. Pilkades Demokratis

Pilkades merupakan salah satu bentuk lembaga demokrasi yang berada di

level desa. Konsep ini mengadopsi konsep Pemilu sehingga prinsip dasar dan

asas-asasnya serta mekanisme teknisnyapun serupa meskipun tak sama. Dengan

menyamakan konsep Pilkades terhadap Pemilu arah dan tujuannya jelas supaya

Pilkades dapat dijadikan sebagai mekanisme rekrutmen pemimpin dan kontestasi

yang kompetitif serta partisipasi yang setara bagi warga desa (demokratis).

E.2.1. Pilkades: Mekanisme Rekrutmen, Kontestasi, dan Partisipasi

Politik

Pilkades merupakan sebuah lembaga demokrasi lokal (desa) yang mana

berfungsi sebagai sarana dari sebuah proses politik yang disebut dengan

rekrutmen pemimpin desa. Rekrutmen pemimpin desa (kepala desa) akan diisi

oleh satu elit pada akhirnya. Lebih jauh, rekrutmen semacam ini dapat diartikan

sebagai proses ke arah pengisian (staffing) peran-peran politik yang mana di satu

sisi menyangkut transformasi peran nonpolitik menjadi layak memainkan peran

politik dan di sisi lain adalah seleksi untuk menduduki posisi politik yang tersedia.

Namun demikian, maksud dari rekrutmen ini adalah proses yang memiliki

penekanan pada kelayakan dan seleksi. (Lay dalam Dewi, 2009, hal. 22)

Rekrutmen yang berdasarkan pada kelayakan dan seleksi seperti di atas

menjadi penting perannya karena akan dapat dilihat nilai-nilai dan distribusi

pengaruh politik baik dari diri pemimpin itu maupun mereka yang dipimpinnya di

dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, pola rekrutmen semacam ini dapat

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

20

mengungkapkan derajat tipe keterwakilan politik, struktur, dan perubahan peran

politik, serta basis stratatifikasi sosial dalam masyarakat. Dengan harapan bahwa

rekrutmen yang dilakukan jangan sampai memunculkan oligarki atau kekuasaan

yang hanya dipegang oleh elit. (Lay dalam Dewi, 2009, hal. 22)

Selain menjadi sarana rekrutmen pemimpin, Pilkades juga sekaligus bisa

dipahami sebagai ajang kontes politik para kandidat yang akan menjadi kepala

desa. Kontestasi politik ini dapat diikuti oleh siapapun yang memenuhi syarat

secara yuridis. Masyarakat desa tidak hanya memilih atau menjadi pemilih namun

juga berkesempatan menjadi calon yang dipilih.

Sehubungan dengan itu, demokrasi membuka peluang untuk mengadakan

kompetisi karena semua orang atau kelompok mempunyai hak dan peluang yang

sama. Pada level desa pun demikian seharusnya. Desa yang semula otonom dan

bisa dikatakan tidak baru dalam menjalankan pemilihan pemimpin secara

langsung sudah semestinya melakukan apa yang disyaratkan demokrasi tersebut.

Oleh karena itu dalam mengisi jabatan publik seperti kepala desa sebagai contoh

sudah seharusnya membuka peluang untuk semua orang yang memenuhi syarat,

dengan kompetisi yang wajar sesuai aturan yang telah disepakati.

Pilkades yang demokratis mencakup bagaimana penciptaan suasana

kontestasi yang kompetitif. Calon-calon yang bersaing berada dalam suatu medan

permainan dengan aturan main yang sama. Pilkades dapat disebut kompetitif

apabila secara hukum (de jure) dan kenyataan (de facto) tidak menetapkan

pembatasan dalam rangka menyingkirkan calon-calon atau kelompok tertentu atas

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

21

dasar alasan-alasan politik. Pembatasan merupakan diskriminasi dan bertentangan

dengan keadilan demokrasi dan kesamaan di depan hukum. Lebih jauh lagi, dalam

kompetisi Pilkades pemilih harus memiliki pilihan di antara berbagai alternatif

politik yang bermakna atau calon-calon yang layak, syarat kompetisi harus

berlaku sama bagi seluruh calon dalam pengertian “satu medan permainan yang

sama”. ( Eklit dan Svenson dalam Prihatmoko, 2005, hal. 113)

Selain menjadi sarana rekrutmen politik dan kontestasi politik, Pilkades

juga menjadi sarana untuk memberikan preferensi secara politik oleh masyarakat

dalam bentuk partisipasi. Kita bisa mengacu pada asas dasar demokrasi ala

Schumpeter yaitu ”kontestasi dan partisipasi”. Kekuasaan pada hakikatnya milik

rakyat dan digunakan sepenuhnya untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat.

Dalam paham demokrasi dikenal adagium klasik bahwa suara rakyat adalah suara

Tuhan (Vox Populi Vox Dei). Dengan demikian, sumber legitimasi kekuasaan

tertinggi dan tidak ditawar-tawar lagi adalah kedaulatan rakyat. Hal tersebut bisa

menggambarkan posisi masyarakat desa dalam Pilkades. Masyarakat sangat

terbuka memiliki preferensi (dapat berpatisipasi) dalam politik, sebuah preferensi

yang dilindungi.

Preferensi dalam bentuk partisipasi yang dilindungi mengandung tiga

maksud bahwa akses pada Pilkades harus terbuka bagi setiap warga negara

(universal suffrage, atau hak pilih universal), bahwa ada pilihan dari antara

alternatif-alternatif politik riil (para calon yang berkompetisi), dan bahwa hasilnya

tidak ditentukan sebelumnya. Akses bagi warga yang terbuka berarti bahwa hak

pilih benar-benar bersifat universal. Semua warga dijamin memiliki hak pilih

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

22

tanpa diskriminasi. Bukan merupakan kontroversi dan kontradiksi apabila hak

untuk memilih dibatasi dengan syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi warga,

seperti usia, kesehatan jasmani dan rohani, domisili, dan lamanya bermukim.

Keterbukaan berarti persamaan nilai suara dari seluruh warga negara dihitung

sama tanpa terkecuali. Prinsip yang digunakan adalah one person, one vote, one

value. Tidak dibedakan antara kaum melarat sampai konglomerat, dari buta huruf

sampai profesor, dan seterusnya. (Prihatmoko, 2005, hal. 115)

Kemudian setelah masyarakat memberikan preferensi politiknya dalam

Pilkades, baru setelah itu orang akan melihat dan menilai seberapa besar pejabat

publik terpilih memenuhi janji-janjinya. Penilaian terhadap kinerja pejabat politik

itu akan digunakan sebagai bekal untuk memberikan ganjaran atau hukuman

(reward and punishment) dalam Pilkades mendatang. Kepala desa yang tidak

dapat memenuhi janji-janjinya dan tidak menjaga moralitasnya akan dihukum

dengan cara tidak terpilih, sebaliknya kepala desa yang tidak berkenan di hati

masyarakat akan dipilih kembali. (Prihatmoko, 2005, hal. 36)

E.2.2. Aspek Teknis Prosedural Pilkades: Sistem dan Tahapan

Unsur teknis prosedural dalam penyelenggaraan Pilkades merupakan

penopang ide dan gagasan besar tentang Pilkades di atas. Sistem pemilihan kepala

desa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap watak dan karakter persaingan

para calon kepala desa. Karakter dan watak persaingan tidak lain adalah ciri-ciri

yang menonjol dari kompetisi dalam pemilihan kepala desa berikut implikasi dan

konsekuensinya, biasanya diterjemahkan dalam kelebihan dan kekurangan. Sistem

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

23

pemilihan juga bisa dirancang untuk memperlancar perilaku politik tertentu

karena sistem pemilihan dapat dengan mudah dimanipulasi. Oleh sebab itu,

penggunaan sistem pemilihan kepala desa harus dibarengi dengan instrumen lain

yang sifatnya kontroling dan didiskusikan dengan masyarakat. (Prihatmoko, 2005,

hal. 96)

Dengan kata lain, untuk mengetahui kemungkinan penerapan sistem

pemilihan kepala desa yang berlangsung di Indonesia selama ini kita bisa

mengacu pada sistem pemilihan langsung kepala negara atau presiden. Antara

pemilihan kepala desa dan kepala negara memiliki kemiripan, namun sudah

termodifikasi, yaitu menggunakan two round system atau run-off system. Sesuai

namanya, cara kerja sistem two round ini dilakukan dengan dua putaran dengan

catatan tidak ada calon yang memperoleh mayoritas absolut (50% + 1) dari

keseluruhan suara dalam pemilihan putaran pertama. Dua calon presiden atau

kepala desa dengan perolehan suara terbanyak harus melalui putaran kedua

beberapa waktu setelah putaran pertama. Perbedaannya pada Pilkades, putaran

kedua dilakukan bervariasi di tiap-tiap kabupaten di Indonesia, ada yang segera

melakukan putaran kedua setelah penghitungan selesai, ada yang tidak

menggunakan dua calon pemeroleh suara terbanyak, dan jika putaran kedua tidak

mendapatkan hasil yang ditentukan maka Pilkades diselenggarakan ulang dengan

membuka calon pendaftaran baru. Hal itu disebabkan karena cakupan wilayah

desa yang tidak terlalu luas dan kebijakan pemerintah daerah masing-masing.

(Prihatmoko, 2005, hal. 97)

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

24

Sistem pemilihan ini dalam Pilkades memiliki kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan sistem modifikasi tersebut calon terpilih memiliki legitimasi yang

cukup besar. Sedangkan kelemahannya adalah bahwa Pilkades yang semula

membutuhkan biaya besar karena dibebankan pada masing-masing desa dan jika

terjadi dua putaran atau pemilihan ulang maka biaya yang dikeluarkan sudah pasti

besar. Tidak hanya biaya, energi dan waktu yang dimiliki oleh masyarakat desa

juga akan terkuras. (Prihatmoko, 2005, hal. 98)

Sedangkan tahapan dalam Pilkades sama dengan tahapan pada Pemilu.

Aktor utama dalam Pilkades juga sama yaitu masyarakat desa sebagai pemilih, eli

desa sebagai calon kepala desa, dan organisasi penyelenggara sebagai panitia

pelaksanaan Pilkades. Adapun tahapan umum dalam Pilkades adalah pendaftaran

pemilih, pendaftaran calon kepala desa, penetapan calon kepala desa, kampanye

calon kepala desa, pemungutan dan penghitungan suara, penetapan calon kepala

desa terpilih. Hal-hal yang berkaitan dengan syarat dan kriteria calon kepala desa

serta tugas dan wewenang panitia pelaksanaan Pilkades telah diatur dalam tata

tertib pelaksanaan Pilkades yang dibuat oleh masing-masing Pemerintah Daerah.

(Prihatmoko, 2005, hal. 204)

E.3. Perilaku Politik Nondemokratis dalam Pilkades

Meskipun Pilkades sudah dirancang dan disamakan dengan Pemilu dengan

harapan pelaksanaannya berjalan dengan demokratis, akan tetapi banyak sekali

kenyataan atau fakta di lapangan berbicara lain. Kasus Pilkades Simpar

merupakan salah satu kasus yang menjelaskan bagaimana pelaksanaan Pilkades

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

25

tidak berjalan dengan demokratis. Pelaksanaan Pilkades Simpar 2013 lebih

banyak didominasi oleh perilaku politik nondemokratis yang sifatnya sangat

prinsipil daripada perilaku yang menjunjung tinggi nilai demokrasi.

Untuk mengkerangkai perilaku politik nondemokratis dalam Pilkades

Simpar 2013 ini, setidaknya dua konsep penting di bawah ini dapat membantu.

Konsep tersebut adalah konsep mengenai perilaku politik secara umum dan

konsep perilaku politik nondemokratis dalam pelaksanaan perebutan kekuasaan

politik.

E.3.1. Perilaku Politik

Secara umum perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang

atau kelompok dalam kegiatan politik ataupun proses pembuatan dan keputusan

politik (Surbakti, 1992, hal. 31). Sedangkan secara khusus, perilaku politik dalam

kasus Pilkades meliputi segala tindakan dan kegiatan yang berhubungan dengan

pelaksanaan Pilkades. Perilaku politik dalam Pilkades meliputi tanggapan internal

seperti persepsi, sikap, orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata

seperti pemberian suara, kampanye, upaya mempengaruhi suara, lobi dan

sebagainya.

Unsur penting yang ada di balik perilaku politik yaitu sikap politik. Sikap

politik merupakan hubungan atau pertalian antara keyakinan yang telah melekat

dan mendorong seseorang untuk menanggapi suatu obyek atau situasi politik

dengan cara tertentu. Sikap dan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh proses dan

peristiwa historis masa lalu dan merupakan kesinambungan yang dinamis.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

26

Peristiwa atau kejadian politik secara umum maupun yang menimpa pada individu

atau kelompok masyarakat, baik yang menyangkut sistem politik atau

ketidakstabilan politik, dapat mempengaruhi perilaku politik masyarakat (Putra,

2003, hal. 20). Hal tersebut memperjelas bagaimana sikap aktor-aktor dalam

Pilkades Simpar 2013 menjadi penting karena dapat mempengaruhi tindakan atau

perilakunya.

E.3.2. Perilaku Politik Nondemokratis

Meskipun ide dan gagasan Pilkades sudah menunjukkan bagaimana

demokrasi bekerja di dalamnya, namun dalam kasus Pilkades Simpar 2013

demokrasi tidak dapat bekerja, Pilkades hanya berupa tahapan-tahapan tanpa

esensi demokrasi. Hal itu ditunjukkan dengan perilaku-perilaku nondemokratis

oleh para aktor yang terlibat dalam pelaksanaan Pilkades baik oleh para elit calon

kepala desa, organisasi pelaksana, maupun masyarakat pemilih.

Hal itu tidak terlepas dari bagaimana kondisi demokrasi di Indonesia yang

belum sepenuhnya mapan. Masyarakat dari berbagai elemen belum bisa

menjadikan nilai-nilai demokrasi dalam setiap kegiatan dan tindakan politik

mereka tidak terkecuali dengan aktivitas elektoral. Sikap, persepsi, dan keyakinan

mereka seringkali mengingkari nilai-nilai demokrasi yang ada pada tiap kali

gelaran pemilihan. Sehingga, perilaku politik mereka adalah perilaku politik yang

bersifat nondemokratis.

Diamond memberikan beberapa bentuk dan kriteria perilaku politik aktor-

aktor politik dalam sebuah pemilihan yang menujukkan perilaku politik

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

27

nondemokratis. Lebih jauh, baginya perilaku politik nondemokratis dalam

pemilihan dapat melemahkan nilai demokrasi yang sudah ada dalam pemilihan itu

sendiri.

Level Sikap, Persepsi, dan Keyakinan Perilaku

Elit Kebanyakan pemimpin yang

signifikan dalam pemerintahan

maupun yang nonpemerintahan tidak

mendukung lembaga-lembaga dan

aturan-aturan dari sistem

konstitusional.

Para pemimpin tersebut tidak saling

menghargai satu sama lain dalam

persaingan memperebutkan

kekuasaan. Mereka berebut

kekuasaan tidak dilakukan secara

damai, cenderung menggunakan

kekerasan, melanggar hukum,

konstitusi, dan norma-norma perilaku

politik yang diterima bersama. Para

elit membuat retorika yang dapat

menghasut para pengikut mereka

pada kekerasan, intoleransi atau

metode-metode ilegal.

Organisasi Organisasi sosial maupun politik dan

pemerintahan tidak mendukung

tegaknya aturan berdemokrasi dalam

kehidupan mereka.

Semua organisasi signifikan tersebut

berusaha menggunakan kekerasan,

kecurangan, atau metode-metode

inkonstitusional atau antidemokrasi

lainnya sebagai taktik yang disengaja

dalam mengejar kekuasaan atau

sasaran politik lain.

Massa Setidaknya lebih dari 30 % publik

yang secara sadar dan konsisten tidak

mendukung tegaknya nilai-nilai dan

prosedur demokrasi.

Mereka mendukung para elit dan

organisasi yang menggunakan

kekerasan, kecurangan, atau metode-

metode ilegal dan inkonstitusional

lainnya untuk mengekspresikan

pilihan-pilihan politik mereka.

Tabel 1.1. Perilaku Politik Nondemokratis (diolah)

Tabel di atas dapat dikontekstualisasikan lagi pada perilaku politik

nondemokratis yang ada dalam Pilkades Simpar 2013. Kontekstualisasi ini bisa

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

28

memberikan ukuran atau indikator bagaimana perilaku politik nondemokratis

berlangsung pada proses perebutan kekuasaan dalam aktivitas elektoral desa.

Indikator-indikator yang eksplisit dalam kasus Pilkades Simpar 2013 mengenai

perilaku politik nondemokratis setidaknya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

Level Aktor Sikap Perilaku

Elit Calon

Kepala Desa

Kepala Desa

Aktif

Tidak menghargai dan

menghormati aturan-aturan dari

sistem Pilkades.

Menggunakan cara-cara

nondemokratis dan

ilegal inkonstitusional

dalam hal strategi

pemenangan dan

berkampanye.

Organisasi Panitia

Pilkades

BPD

Tidak mendukung tegaknya

aturan-aturan dari sistem

Pilkades.

Menggunakan metode-

metode inkonstitusional

dalam

menyelenggarakan dan

melakukan pengawasan

terhadap pelaksanaan

Pilkades.

Massa Masyarakat

Desa

Kebanyakan mereka konsisten

tidak mendukung tegaknya nilai-

nilai dan prosedur Pilkades.

Menggunakan metode-

metode nondemokratis

dan ilegal

inkonstitusional dalam

mengekspresikan

dukungan terhadap calon

kepaa desa dan orientasi

partisipasi mereka dalam

Pilkades.

Tabel 1.2. Kontekstualisasi Perilaku Politik Nondemokratis dalam PilkadesSimpar 2013

E.4. Path Dependence dan Perilaku Politik Nondemokratis

Dalam sejarah perebutan kekuasaan politik, selalu ada saja pihak yang

berkecenderungan untuk memenangkan perebutan tersebut dengan perilaku

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

29

politik nondemokratis. Perbedaannya kemudian ditentukan pada tingkat toleransi

atas perilaku tersebut, apakah wajar bisa diterima atau tidak bisa diterima sama

sekali. Pertanyaannya kemudian apa sebenarnya yang menyebabkan perilaku-

perilaku politik nondemokratis tersebut sering kali terjadi dalam tiap kali

perebutan kekuasaan? Pola apa yang dapat menggambarkan hal tersebut?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, saya meminjam konsep path

dependence atau jalur ketergantungan. Konsep path dependence ini berasal dari

pendekatan sejarah dan perilaku. Perkara masa lampau atau dalam istilah

Schumpeter “history matters” adalah bagian yang sangat penting dan sering sekali

menentukan pola perilaku pada saat ini. Pola sikap dan perilaku orang-orang

sangat tergantung pada sejarah dan kebiasaan yang bersifat membudaya.

Kebiasaan dan budaya di masa lalu ini sangat menjadi inspirasi atau pendorong

bagi munculnya perilaku masa sekarang dan masa depan. (Jones dan Wadhwani,

2008, hal. 19-20)

Perilaku individu tertentu terwadah dalam sebuah wadah komunal yang

telah membentuk sistem nilai tertentu. Organisasi, institusi, atau komunitas politik

memiliki nilai yang tidak bisa diubah begitu saja (North, 1990, hal. 35). Katakan

saja dalam mekanisme pemilihan pemimpin politik desa, modernisasi dan

demokratisasi politik di desa yang diwujudkan dengan Pilkades itu juga tidak

serta merta mampu menjadi pengubah perilaku masyarakat menjadi demokratis

dalam memilih pemimpin. Hal itu disebabkan karena mereka takut akan

mengacaukan sistem nilai yang sudah mapan. Mereka takut akan resiko-resiko

politik, sosial, bahkan ekonomi yang akan timbul jika dilakukan suatu perubahan

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

30

mendasar. Oleh karena itu, keberadaan dan posisi perilaku-perilaku politik

nondemokratis dalam Pilkades cukup kuat.

Banyak orang yang kemudian menolak hal-hal baru yang datang

belakangan dengan asumsi bahwa apa yang telah dilakukan selama ini sudah

dianggap benar dan menguntungkan. Ketakutan atas resiko yang akan terjadi

apabila mengubah kebiasaan tersebut membuat mereka sulit untuk melakukan

inovasi-inovasi yang sebenarnya akan jauh lebih menguntungkan jika dilakukan.

(David, 1985, hal. 15)

Kondisi yang sudah jamak terjadi dalam masyarakat kita akan sulit

dirubah secara langsung. Apa yang selama ini dipedomani dan dianggap benar

akan terus diperjuangkan untuk dipertahankan. Kebiasaan lama yang turun

temurum terjadi dalam sebuah komunal akan sulit dirubah dengan teori dan logika

yang boleh jadi dianggap sebagai sesuatu yang baru dan mengandung banyak

resiko. Resiko inilah yang kemudian mereka hindari dengan tetap berpegang

teguh pada apa yang selama ini mereka alami dan yakini kebenarannya.

Kondisi tersebut di atas adalah sebuah realitas dari path dependence.

Butuh mekanisme evolusi yang tidak main-main dalam melawan sejarah.

Ketergantungan individu atau masyarakat terhadap sesuatu sulit untuk diubah

dalam jangka waktu pendek, kalaupun bisa diubah itu menggunakan jalan revolusi

yang bersifat mendasar dan segera. Bagaimana jika perubahan sudah berhasil

dilakukan pada faktor “history matters” atau kondisi path dependence?

Jawabannya adalah akan muncul kondisi path dependence yang baru. Dampak

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

31

kemunculan faktor yang baru ini dapat mengubah sistem nilai yang ada pada

institusi tertentu. Pada akhirnya perilaku individu juga akan berubah. (North,

1990, hal. 40-42)

Dengan demikian, dalam konteks perilaku politik nondemokratis, butuh

perjuangan jangka panjang dan didasari oleh penyadaran untuk berusaha

menghentikan perilaku-perilaku tersebut dan digantikan dengan ketaatan pada

aturan main dalam Pilkades. Bisa juga dengan cara melakukan revolusi spontan

oleh negara ataupun masyarakat untuk tidak memberikan toleransi terhadap

keberadaan perilaku-perilaku politik nondemokratis tersebut.

F. Konseptualisasi

Dalam penelitian ini, konseptualisasi yang saya bangun adalah pertama,

Pilkades. Pilkades adalah bagian dari mekanisme Pemilu yang mana berfungsi

sebagai sarana rekrutmen calon pemimpin politik pemerintahan di desa serta

merupakan sarana kontestasi elit dan partisipasi massa menyalurkan preferensi

dalam memilih, mendukung, dan membantu elit tersebut untuk menjadi

pemimpin.

Kedua, perilaku politik nondemokratis adalah segala sikap, persepsi, dan

keyakinan yang terwujud dalam tindakan atau kegiatan menggunakan kekuatan,

kecurangan, atau cara-cara ilegal lainnya oleh aktor-aktor politik dari elit,

organisasi, dan juga massa dalam perebutan kekuasaan politik.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

32

Ketiga, path dependence dalam perilaku politik nondemokratis adalah

faktor penting untuk melihat keberadaan perilaku politik nondemokratis

berdasarkan pendekatan sejarah dimana perilaku politik nondemokratis di masa

lalu yang telah menjadi kebiasaan mendorong munculnya perilaku politik

nondemokratis di masa sekarang dan juga di masa depan (jika tidak mengalami

perubahan).

G. Metode Penelitian

G.1. Jenis Penelitian

Untuk meneliti tentang perilaku politik nondemokratis dalam Pilkades

Simpar 2013, saya menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualiatatif

ini pada dasarnya merupakan penelitian yang tidak menggunakan perhitungan

secara statistis (Cresswell, 2007, hal. 23). Penelitian jenis ini membebaskan saya

dari angka-angka, dan narasumber (objek yang diteliti) tidak terikat dalam

jawaban-jawaban baku. Hal ini juga dipertegas dengan temuan-temuan saya di

lapangan yang sebagian besar bentuknya bukan statistik. Dalam penelitian ini,

kualitas data-data yang saya peroleh lebih penting dibandingkan seberapa

banyaknya data itu sendiri.

Selanjutnya penelitian ini menggunakan metode studi kasus. Pertanyaan

penelitian ini adalah bagaimana dan mengapa. Hal ini sangat cocok dengan

karakteristik yang dimiliki oleh metode penelitian studi kasus. Penggunaan

metode studi kasus juga sesuai karena kasus yang diangkat dalam penelitian ini

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

33

merupakan “deviant case” yang mana kasus perilaku politik nondemokratis terjadi

secara masif dalam Pilkades.

Kasus Pilkades Simpar 2013 merupakan kasus yang menunjukkan bahwa

pelaksanaan Pilkades selama ini di Indonesia tidak seindah seperti pada laporan

pertanggungjawaban pelaksanaannya. Kasus ini juga sebenarnya membangunkan

kita dari tidur panjang dalam romantisme bahwa Pilkades berjalan baik-baik saja

padahal sesungguhnya masih banyak ditemukan perilaku-perilaku politik

nondemokratis di dalamnya. Kasus ini bisa dikatakan sebagai kasus yang menarik

karena dalam penyelenggaraan Pilkades pada era modernisasi politik seperti

sekarang ini ternyata pelaksanaannya masih terbelenggu oleh kebiasaan-kebiasaan

lama yang bersifat nondemokratis.

Menurut Yin studi kasus juga merupakan sebuah strategi penelitian bila

sang peneliti hanya memiliki sedikit peluang dalam melakukan kontrol terhadap

peristiwa atau fenomena yang dianggap kekinian di dalam kehidupan sehari-hari.

Semua itu kemudian menjadi syarat dimana studi kasus dijadikan sebagai sebuah

strategi yang berasal dari tiga kondisi, pertama tipe pertanyaan yang dibuat,

kedua kontrol yang dilakukan oleh peneliti terhadap peristiwa, dan ketiga adalah

fokus yang mengarah pada peristwa yang kontemporer dibandingan peristiwa

yang telah terlalu lampau (sejarah). (Yin, 2003, hal. 7-17 )

Berdasarkan pendapat Yin di atas, maka penelitian terhadap kasus

Pilkades Simpar 2013 ini sangat tepat dilakukan dengan metode studi kasus.

Alasannya, pertama, pertanyaan dari penelitian ini adalah bagaimana dan

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

34

mengapa. Kedua, peneliti memiliki kontrol dan proposisi sendiri atas kasus yang

diambil. Ketiga, sifat kasus yang diteliti masih sangat baru karena fokus periode

yang dilihat adalah dinamika Pilkades Simpar tahun 2013. Bagi Desa Simpar,

Pilkades tersebut merupakan Pilkades yang paling akhir dilakukan dimana

penelitian ini juga dilakukan dalam tahun yang sama.

G.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini saya lakukan di Desa Simpar selama kurang lebih tiga bulan.

Bagi saya, Desa Simpar adalah sebuah desa yang cukup bisa digunakan sebagai

representasi dari desa-desa yang ada di sekitarnya bahkan desa-desa lain di

seluruh Indonesia. Sebagai sebuah desa, Desa Simpar memiliki karakteristik

sosial politik seperti desa-desa lain, sehingga perilaku-perilaku nondemokratis

yang kemudian diangkat merupakan bagian dari kesamaan karakteristik-

karakteristik tersebut. Selain itu, Desa Simpar merupakan desa dimana saya

tinggal, sehingga hal ini membantu saya mendapatkan data-data yang sangat

akurat dan mendalam.

Lokasi dalam satu desa tersebut terdiri dari semua dusun di Simpar yaitu

Dusun Rombeh, Dusun Simpar dan Dusun Kanyaran. Dusun Rombeh merupakan

wilayah tempat tinggal calon kepala desa Moh. Nasir. Dusun Kanyaran

merupakan wilayah tempat tinggal calon kepala desa Turmudzi. Sedangkan

Dusun Simpar merupakan wilayah tengah Desa Simpar. Pada dasarnya menurut

Barkan bahwa perebutan kekuasaan di dalam masyarakat desa sangat erat

kaitannya dengan konteks-konteks geografis wilayah. Menurutnya, orang dipilih

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

35

menjadi pemimpin sangat mungkin karena lokasi dimana dia tinggal sangat dekat

dengan basis konstituennya. Oleh kerena itu, lokasi-lokasi tersebut dipilih karena

letaknya yang strategis dari sisi-sisi politis yang ada dalam Pilkades Simpar 2013.

G.3. Sumber Data

Data dan informasi dalam penelitian ini digali melalui dua sumber. Karena

penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, maka data-datanya sebagian

besar adalah data-data kualitatif yang diperoleh dari jawaban-jawaban terbuka dari

para informan. Adapun data yang berupa angka itu hanya data statistik

pendukung. Sumber data yang dimaksud kemudian adalah sebagai berikut:

G.3.1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari

sumbernya untuk mengetahui sejarah, pandangan, dan perkembangan sebuah

kasus. Informasi dalam penelitian ini berasal dari tiga sumber informasi utama.

Sumber-sumber informasi itu kemudian disebut sebagai informan.

Pertama, data yang diperoleh langsung dari para elit desa Simpar yaitu

calon-calon kepala desa, kepala desa yang masih menjabat aktif, dan tokoh

masyarakat. Kedua, data dan informasi langsung dari warga atau masyarakat Desa

Simpar yang terlibat secara langsung dalam Pilkades Simpar dan yang tidak

terlibat secara langsung. Informan yang terlibat secara langsung artinya mereka

yang menjadi simpatisan aktif maupun pasif, dan yang menggunakan hak

pilihnya. Sedangkan informan yang terlibat secara tidak langsung adalah mereka

yang tidak menggunakan hak pilihnya namun tahu dinamika dari pemilihan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

36

kepala desa tersebut. Ketiga, data dan informasi dari panitia pemilihan kepala

desa sebagai pihak penyelenggara pemilihan dan anggota BPD sebagai pengawas

bersama panitia penyelenggara.

G.3.2. Data Skunder

Data skunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung atau

dikutip dari sumber lain. Adapun data skunder yang telah saya kumpulkan berasal

dari, Pertama, arsip-arsip atau dokumen dari Panitia Pemilihan Kepala Desa

Simpar yang sudah di simpan di kantor Pemerintah Desa Simpar dalam bentuk

agenda, hasil penemuan, dokumen administrasi, proposal, dan dokumen internal

organiasasi kepanitiaan dan tulisan laporan peristiwa atau berita acara. Kedua,

arsip-arsip atau peraturan petunjuk teknis dari Bagian Tata Pemerintahan Desa

Kabupaten Batang, surat-surat resmi dari Pemda Kabupaten Batang yang

berkaitan dengan topik. Ketiga, artikel-artikel dan kajian ilmiah terkait dengan

topik, laporan penelitian, internet, majalah dan surat kabar dan juga arsip-arsip

serta laporan penelitian dari lembaga yang berkaitan dengan pemilihan kepala

desa dan perilaku politik.

G.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan saya

menggunakan beberapa teknik untuk mempermudah sekaligus supaya susuai

dengan jenis penelitian kualitatif. Oleh karena itu saya menggunakan teknik-

teknik yang dianjurkan oleh Yin sebagai berikut:

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

37

G.4.1. Observasi Langsung

Observasi atau pengamatan langsung telah saya lakukan sebelum

diselenggarakannya Pilkades Simpar 2013. Sebelum dilakukan Pilkades, saya

mengamati bagaimana perilaku-perilaku politik nondemokratis calon kepala desa

dan juga masyarakat desa. Observasi langsung ini saya lakukan dengan cara

menghadiri pertemuan-pertemuan yang diadakan secara rutin oleh masyarakat

Desa Simpar, sebagai contoh dalam acara tahlilan, hajatan, dan pengajian-

pengajian. Selain itu pertemuan-pertemuan informal insidental seperti

perbincangan-perbincangan di pinggir jalan, warung-warung, dan tempat

perkumpulan lain juga saya ikuti. Saya juga menghadiri acara-acara resmi desa

seperti rapat pembentukan panitia pelaksana Pilkades, penghitungan suara, rapat

BPD.

Dari hal itu, saya sedikit mengalami kesulitan. Contohnya, dalam

mengamati obrolan serta kejadian-kejadian yang berkaitan dengan topik penelitian

saya sering terbawa dengan pendapat pribadi mengenai perilaku politik

nondemokratis masyarakat desa sehingga ketika terlibat dalam perbincangan saya

sangat sering berselisih pendapat dengan informan. Hal itu menjadikan informan

kemudian mengalihkan topik pembicaraan ke selain Pilkades. Selain itu, ketika

melakukan pengamatan saya sering dicurigai masyarakat desa sebagai mata-mata

atau tim sukses dari calon tertentu. Hal itu memunculkan rasa kurang nyaman

antara saya dengan masyarakat sehingga data-data yang saya perlukan tidak

nampak secara gamblang karena ada kesan hati-hati dari masyarakat dalam

berperilaku. Akan tetapi, semua kesulitan tersebut tidak menimbulkan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

38

permasalahan yang berarti bagi proses pengumpulan data yang saya lakukan

karena saya masih bisa menggunakan teknik lain yaitu dengan wawancara.

G.4.2. Wawancara Mendalam

Selain observasi langsung, untuk melakukan re-cheking atau pembuktian

informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya secara inten maka saya

melakukan wawancara mendalam. Wawancara mendalam telah saya lakukan

kepada semua informan yang ditentukan, mulai dari warga Desa Simpar biasa

sampai kepada aktor-aktor atau informan kunci dalam Pilkades Simpar 2013.

Adapun daftarnya bisa dilihat pada tabel di bawah ini:

No. Nama Informan Alamat Keterangan

1. Moh. Nasir Dusun Rombeh Kepala desa terpilih

2. Turmudzi Dusun Kanyaran Calon kepala desa tidak

terpilih

3. Malikan Dusun Kanyaran Ketua Panitia Pemilihan

Kepala Desa Simpar

4. Joko Utomo Dusun Rombeh Kepala Desa Simpar yang

masih menjabat saat itu

5. Mukit Dusun Simpar Kepala Dusun Simpar

Lurung Tengah

6. Suratno Dusun Simpar Kepala Dusun Simpar

Dukuh

7. Moh. Anas Dusun Simpar Tokoh masyarakat

8. Masykur Dusun Rombeh Tokoh masyarakat/pengamat

9. Slamet Khuzaini Dusun Rombeh Pegiat sosial/pengamat

10. Waroh Dusun Simpar Pegiat sosial

11. Rasmujo Dusun Simpar Warga desa

12. Haris Rifai Dusun Simpar Warga desa

13. Syariah Dusun Simpar Istri perangkat desa

14. Sri Umami Desa Bandar Anggota DPRD Batang

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

39

15. Abdurrasyid Dusun Simpar Tokoh masyarakat

16. Slamet Sueni Desa Tambahrejo Tokoh masyarakat

17. Ahmad Rukhin Desa Wonosegoro Pemuda desa

18. Wahidin Desa Simpar Warga desa

19. Syawal Desa Simpar Warga desa

Tabel 1.3. Daftar Nama Informan

Dalam melakukan wawancara, seluruh informan dalam penelitian ini saya

dekati dengan menggunakan pendekatan subyektivitas yang lebih lues supaya

informan merasa nyaman dan tidak merasa sedang ditekan atau diintrogasi. Saya

memulai dengan obrolan santai terlebih dahulu dan secara perlahan menggali

informasi yang mendalam. Hal ini bertujuan untuk membebaskan informan dalam

menjawab pertanyaan. Hal ini juga sesuai dengan saran Moleong yang

mengatakan bahwa dalam penelitian kualitatif kita tidak boleh mengisolasikan

individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu

memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan. (Moleong, 1999, hal 3)

Selain itu, saya menggunakan teknik wawancara snowball interview and

informan yang mana pertanyaan wawancara dan informannya bisa berkembang.

Oleh karena itu, saya mendapatkan data dan informan yang cukup banyak sesuai

kebutuhan. Konsekuensi dari teknik yang saya lakukan itu maka model

pertanyaan wawancara bersifat semi terbuka yang mana jawabannya tidak

ditentukan dan dibatasi. Sedangkan durasi wawancara ini juga sangat fleksibel

dan menyesuaikan dengan kondisi dan kesibukan informan.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

40

G.4.3. Studi Dokumen

Studi dokumen telah saya lakukan dengan mengakses berbagai macam

data skunder yang telah ditentukan sebelumnya sesuai kebutuhan. Semuanya itu

saya akses di beberapa tempat antara lain dokumen-dokumen yang berada di

Pemerintahan Desa Simpar, Kantor Pemerintah Kabupaten Batang Bagian Tata

Pemerintahan Desa, dan KPUD Batang. Beberapa yang lain diperoleh dari media

massa surat kabar dan majalah. Untuk mengakses data-data lainnya lagi yang

diperlukan saya menggunakan perpustakaan umum pusat UGM, PLOD UGM,

IRE Yogyakarta, dan Perpustakaan Daerah Batang. Selain itu, saya juga

menggunakan akses internet untuk mendapatkan peraturan perundang-undangan,

artikel, jurnal, atau penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian.

G.5. Teknik Analisis Data

Setelah data-data yang diperlukan, kemudian saya melakukan proses

agregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data-data tersebut menjadi unit-

unit yang dapat dikelola. Agregasi ini merupakan bagian dari proses kategorisasi

atau pemetaan hal-hal khusus menjadi hal-hal yang bersifat umum dengan maksud

menemukan pola umum data. Selanjutnya data diorganisir secara kronologis,

artinya di sini saya menggunakan urutan waktu. Selanjutnya kategori dimasukkan

ke dalam suatu tipologi. Proses analisis saya lakukan semenjak berada di lapangan

atau pada objek yang diteliti sampai proses penelitian berakhir berakhir.

Adapun tipe analisis yang saya pakai adalah tipe deskriptif eksplanatif

yang mana saya telah memaparkan dan menjelaskan perilaku politik

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

41

nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013 dengan membagi dalam kategori elit,

organisasi, dan massa. Sedangkan langkah-langkah tahapan analisisnya adalah

Pertama, semua data dikumpulkan dengan cara observasi langsung, wawancara

mendalam, dan mengumpulkan data dari kepustakaan, arsip, dan berita pers.

Kedua, melakukan penilaian dan pengamatan terhadap data primer dan skunder

yang selanjutnya disesuaikan dengan keadaan real di lapangan. Ketiga, melakukan

interpretasi data untuk dikaji berdasarkan kerangka teori. Keempat, membuat

kesimpulan atas data-data yang sudah ditemukan dan diproses pada tahapan

sebelumnya.

Dalam penyusunan hasil penelitian ini, teori dan fokusnya sempat

mengalami perubahan yang cukup signifikan. Sebelum fokus terhadap perilaku

politik npndemokratis dan penyebabnya, pada awalnya arah dari penelitian ini

adalah untuk melihat aktualisasi dekonsolidasi demokrasi di desa melalui

perilaku-perilaku nondemokratis aktor-aktor dalam Pilkades Simpar 2013. Saya

mendapatkan masukan yang berharga dari dosen pembimbing Dr. Mada

Sukmajati supaya mengganti fokus penelitian namun masih dengan menggunakan

data yang sama. Menurutnya, dekonsolidasi demokrasi merupakan konsep yang

kurang tepat dikenakan dalam lokus demokrasi level desa karena konsep itu

merupakan konsep transisi demokrasi yang lebih tepat digunakan pada level

negara.

Kaitannya dengan teknik analisis data adalah bahwa perubahan yang

signifikan tersebut tidak memberi pengaruh pada teknik analisis dekriptif yang

saya gunakan. Saya hanya tinggal melakukan agregasi ulang dan memetakan

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

42

ulang sesuai dengan teori dan fokus yang baru. Sedangkan langkah-langkah

analisis ini juga masih sama seperti saat sebelum tulisan ini berganti teori dan

fokus.

H. Sistematika Penulisan

Laporan akhir dari penelitian saya ini memiliki beberapa bab. Bab-bab

tersebut kemudian saya sistematisasi dalam runtutan bab, demikian sebagai

berikut:

Bab I (Pendahuluan), berisikan tentang bagaimana penelitian saya

dilakukan. Hal itu saya awali dengan memaparkan latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, teori dan konsep, definisi konseptual,

dan saya akhiri dengan menunjukkan metode penelitian yang telah saya lakukan.

Bab II (Sejarah Pemilihan Pemimpin Desa di Simpar), bab ini berisikan

paparan sejarah tentang bagaimana pelaksanaan dan jenis mekanisme pemilihan

pemimpin desa di Simpar dari wiwinan, bitingan, dan Pilkades yang kemudian

dimulai pada masa kolonial hingga tahun 2007. Selain itu, di dalamnya juga

terdapat pembahasan bagaimana perilaku politik nondemokratis aktor-aktor dalam

masing-masing jenis mekanisme pemilihan masa lalu. Pada bagian terakhir berisi

kesimpulan yang mana menjelaskan bagaimana perilaku politik nondemokratis

ternyata sudah lama terjadi baik ketika pemilihan masih bernama wiwinan,

bitingan, hingga Pilkades di tahun 2007.

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

43

Bab III (Aktualisasi Perilaku Politik Nondemokratis dalam Pilkades

Simpar 2013), bab ini diawali dengan pemaparan profil sekilas pelaksanaan

Pilkades Simpar 2013. Selain itu, bab ini secara jelas juga memaparkan aktualisasi

perilaku politik nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013. Semua itu ditulis

dengan kategori perilaku nondemokratis yang dilakukan oleh masing-masing

aktor politik elit, massa, dan organisasi.

Subbab tentang aktualisasi perilaku politik nondemokratis diawali dengan

perilaku yang dilakukan oleh para elit yaitu penyalahgunaan wewenang dan

kekuasaan oleh kepala desa, pemberian imbalan materi, pembelian suara ketika

kampanye, dan penggunaan tindakan koersif. Selanjutnya diteruskan dengan

subbab perilaku massa yaitu perilaku membantu tindakan elit dan pengkerdilan

esensi Pilkades dengan upaya rent seeking. Sedangkan subbab terakhir adalah

perilaku organisasi yaitu pembiaran dan pengabaian terhadap perilaku elit dan

massa, serta memanipulasi laporan pertanggungjawaban Pilkades.

Bab ini ditutup dengan kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan Pilkades

Simpar 2013 memang terdapat perilaku politik nondemokratis bahkan secara

masif baik oleh elit, massa, dan organisasi dengan bentuk-bentuk tindakan yang

bervariasi.

Bab IV (Faktor Path Dependence dan Aktualisasi Perilaku Politik

Nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013), berisikan tentang analisis dan

penjabaran dengan konsep path dependence bahwa perilaku politik

nondemokratis pada Pilkades Simpar 2013 yang merupakan replikasi masa lalu.

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkadesetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/83683/potongan/S1-2015... · A. Membaca Ulang Pelaksanaan Pilkades A.1. Pilkades “Baik-Baik

44

Selain itu, bab ini juga menjelaskan berdasarkan konsep path dependence bahwa

perilaku politik nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013 seperti sebuah sistem

yang memiliki kecenderungan stabil karena aktor-aktor di dalamnya menolak

perubahan. Bab ini ditutup dengan kesimpulan bahwa eksistensi perilaku

nondemokratis dalam Pilkades Simpar 2013 dikarenakan oleh rentetan peristiwa

masa lalu yang stabil dan menolak perubahan.

Bab V (Penutup), bab ini berisikan jawaban atas rumusan pertanyaan

masalah yang diajukan. Bab ini menjelaskan kesimpulan yang mana menjelaskan

jawaban atas pertanyaan “bagaimana” perilaku politik nondemokratis dalam

Pilkades Simpar 2013 dan “mengapa” perilaku tersebut ada. Terakhir, bab ini

berisi pendapat pribadi mengenai proses pelaksanaan Pilkades seharusnya berjalan

demokratis.