Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra tidak dapat dilepaskan dari peradaban masyarakat. Khususnya pada masyarakat Jawa, karya sastra lama seperti kisah-kisah pewayangan banyak dijumpai dan berkembang disana. Dunia pewayangan biasanya memiliki lakon- lakon cerita, dan tidak akan lepas dari budaya masyarakatnya. Kisah pewayangan yang diprosakan cepat merambat luas sebagai acuan dalam pertunjukannya, bahkan ada yang menjadi pakem atau acuan utama pertunjukan pewayangan misalnya Pustaka Raja Purwa. Naskah merupakan semua dokumen tertulis yang menyimpan segala macam ungkapan pikiran, dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau yang ditulis dengan tangan. Naskah menyimpan informasi dari berbagai segi kehidupan, isinya mencakup banyak hal, meskipun banyak warisan budaya lainnya, naskah merupakan gambaran pikiran serta perasaan yang pernah hidup di masa lalu. Salah satu contoh warisan budaya bangsa yang berbentuk naskah yaitu naskah cerita pewayangan.(Estuningsih, 2010) Wayang mempunyai lakon yang dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu lakon rabi (pernikahan), lakon lair (kelahiran), lakon wahyu (anugerah Tuhan), lakon kraman (pemberontakan), dan lakon ruwatan. Lakon rabi adalah lakon yang menceritakan tentang pernikahan seorang tokoh dalam dunia pewayangan (Estuningsih, 2010). Cerita yang tertulis dalam teks Serat Kresna Kembang Waosan Pakem koleksi Perpustakaan ReksaPustaka, Pura Mangkunegaran,
27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

Oct 29, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Karya sastra tidak dapat dilepaskan dari peradaban masyarakat. Khususnya

pada masyarakat Jawa, karya sastra lama seperti kisah-kisah pewayangan banyak

dijumpai dan berkembang disana. Dunia pewayangan biasanya memiliki lakon-

lakon cerita, dan tidak akan lepas dari budaya masyarakatnya. Kisah pewayangan

yang diprosakan cepat merambat luas sebagai acuan dalam pertunjukannya,

bahkan ada yang menjadi pakem atau acuan utama pertunjukan pewayangan

misalnya Pustaka Raja Purwa.

Naskah merupakan semua dokumen tertulis yang menyimpan segala

macam ungkapan pikiran, dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau yang

ditulis dengan tangan. Naskah menyimpan informasi dari berbagai segi kehidupan,

isinya mencakup banyak hal, meskipun banyak warisan budaya lainnya, naskah

merupakan gambaran pikiran serta perasaan yang pernah hidup di masa lalu.

Salah satu contoh warisan budaya bangsa yang berbentuk naskah yaitu naskah

cerita pewayangan.(Estuningsih, 2010)

Wayang mempunyai lakon yang dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu

lakon rabi (pernikahan), lakon lair (kelahiran), lakon wahyu (anugerah Tuhan),

lakon kraman (pemberontakan), dan lakon ruwatan. Lakon rabi adalah lakon yang

menceritakan tentang pernikahan seorang tokoh dalam dunia pewayangan

(Estuningsih, 2010). Cerita yang tertulis dalam teks Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem koleksi Perpustakaan ReksaPustaka, Pura Mangkunegaran,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

2

Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara

garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden Narayana) dengan

putri Prabu Bismaka raja negara Kumbina bernama Dewi Rukmini. Keinginannya

menikahi Dewi Rukmini sangat kuat. Hal ini menyebabkan Kresna berusaha

menculik dan menyelamatkan Dewi Rukmini dari rencana perjodohan dengan

Pandhita Drona.

Teks Kresna Kembang dalam bendel naskah Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem, Satyaboma, Sayembara Satyaki, Sayembara Gandadewa, dengan

nomor katalog D_20. Teks Serat Kresna Kembang dengan nomor katalog D_20

ditulis dengan huruf Jawa Carik dan tidak ditemukan adanya catatan tentang

pengarang serta tidak ada keterangan tentang asal naskah dari naskah tersebut.

Transkripsi dari naskah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem adalah data yang

akan diteliti. Transkripsi Serat Kresna Kembang Waosan Pakem memiliki tebal

57 halaman dengan ukuran p=32, 5 cm dan l= 21,5 cm. Bentuk teks dari naskah

tersebut adalah puisi atau tembang macapat yang terdiri dari 10 pupuh, yaitu: 1.

Dhandhanggula (30 bait), 2. Pangkur (37 bait), 3. Mijil (61 bait), 4. Pocung (29

bait), 5. Sinom (32 bait), 6. Pangkur (54 bait), 7. Durma (58 bait), 8. Asmaradana

(76 bait), 9. Kinanthi (35 bait), dan 10. Pangkur (46 bait).

Subalidinata merangkum tiga pendapat tentang tembang Macapat yaitu (1)

kata macapat berasal dari ma dan capat. Cara membacanya cepat, tidak pelan,

lagunya tidak kebanyakan cengkok. (2) macapat, cara membacanya empat-empat.

Maksudnya, jika dilagukan, pamedhoting gatra „pemutus baris‟ pertama berakhir

dengan suku kata berjumlah empat. (3) berdasarkan lagu gendhing dan dijarwani,

macapat wancahan „gabungan‟ dari mat dan pat. Maksudnya tembang itu jika

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

3

dilagukan dengan iringan gamelan „musik Jawa‟ menimbulkan irama (mat)

empat-empat (pat), jelasnya setiap satu irama berisi empat suku kata (Subalidinata,

1954: 31-32, dalam Estuningsih, 2010).

Nama Jayasuwignya sebagai pengarang pengarang dari naskah wayang

Serat Kresna Kembang Waosan Pakem terdapat dalam teks naskah pada halaman

penutup dari naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem. Informasi

atau keterangan mengenai penyalin / penulis naskah D_20, didukung

d e n g a n katalog Nancy K. Florida (2000: 47) yang menyebut nama

Jayasuwignya sebagai author dan subscribed yang berarti penulis dan penyalin.

Keterangan lebih lanjut tentang Jayasuwignya sebagai penulis/penyalin

kurang diketahui, dari pihak Perpustakaan Reksapustaka juga tidak banyak

mengetahui informasi detail tentang Jayasuwignya, sedangkan transkripsi

naskah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem dari data yang diperoleh

dilakukan oleh Martodarmono dan telah disunting oleh Siti Estuningsih dalam

sripsinya yang berjudul Serat Kresna Kembang Waosan Pakem (Suatu Tinjauan

Filologis) pada tahun 2010.

Naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem menarik untuk

diteliti karena berbagi informasi budaya di dalamnya ,mulai dari pemaparan latar

suasana serta pengambaran iring-iringan musiknya yang khas Jawa, dan juga gaya

bahasa dalam penggambaran dan pemaparan keadaan di dalamnya, pemakaian-

pemakaian bahasa pedalangannya khususnya unsur metafora, serta jalan cerita

yang juga menyuguhkan berbagai suasana dari suasana tentram, suasana kacau,

juga kejadian-kejadian humornya. Sebagai bahan bacaan tentu berasa

mendapatkan berbagai genre suasana komplit di dalamnya.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

4

Cerita-cerita pewayangan baik dalam bacaan maupun pertunjukkannya

sangat menarik karena kisahnya yang penuh falsafah hidup, ajaran-ajaran moral

yang luhur selalu terselip dengan jelas dalam kisahnya misal dalam naskah

wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem terdapat penjelasan mengenai

sejatining lanang lan sejatining wadon (sejatinya lelaki dan sejatinya perempuan),

selain sebagi warisan budaya khas yang wajib dilestarikan. Sejatining lanang

sejatining wadon yang dimaksud disini adalah penjelasan tentang bagaimana pria

dan wanita seharusnya bersikap. Berikut kutipan dari teks yang menjelaskan

tentang sejatining lanang:

Kutipan :

/ sajatining priya ing yêktiné / iya priya kang among ing èstri / kang

bisa ngayomi / karya sukèng kalbu (pupuh mijil, bait ke-11)

Terjemahan :

Sejatinya pria sebenarnya adalah pria yang membimbing istri, yang bias

mengayomi, menyenangkan hati. (pupuh mijil, bait ke-11)

Naskah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini dapat dijadikan salah

satu bentuk simbol sebuah nilai bahwa takdir jodoh seseorang itu sudah diatur

Tuhan bagaimanpun manusia mengakalinya ia akan tetap bertemu dengan jodoh

yang semestinya. Kisah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem juga

mencerminkan beberapa aspek berupa rasa kekeluargaan, , hubungan kenegaraan

baik dalam bentuk diplomasi, bentuk kerjasama atau persekutuan. Narayana

(Kresna) sebagai salah satu remaja yang bersifat kritis, tanggap situasi, memiliki

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

5

pemikiran-pemikiran politik yang jeli, dan berusaha mempertahankan apa yang

disayangi, dapat menjadi salah satu potret remaja yang maju dan cerdas.

Pengkajian Serat Kresna Kembang Waosan Pakem dalam penelitian ini

dikaji prespektif sastra dengan menggunakan pendekatan resepsi sastra dengan

proses kerja penelitian resepsi sastra secara sinkronis yang melibatkan mahasiswa

sastra daerah angkatan 2012 dan 2013 sebanyak 10 orang sebagai objek penelitian.

Teks Serat Kresna Kembang Waosan Pakem yang digunakan sebagai resepsi

adalah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem yang sudah ditranskripsi oleh

Martodarmono serta sudah disunting dan ditererjemahan oleh Siti Estuningsih.

Pengambilan sasaran dalam penelitian ini didasarkan berdasarkan

pertimbangan peneliti memilih Serat Kresna Kembang Waosan Pakem yang

sudah ditrankripsi dan ditransliterasi untuk memudahkan penelitian karena

penelitian naskah yang belum ditransilerasi bukan ruang lingkup kajian sastra,

peneliti memilih karya sastra lama berupa naskah wayang karena memiliki banyak

nilai moral maupun nilai kehidupan seperti hubungan kekeluargaan, perjuangan,

dan sebagainya yang ditunjukkan kepada para pembaca, Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem menyimpan ajaran sejatining lanang sejatining wadon dimana

yang menegaskan bagaimana seorang laki-laki dan perempuan yang baik dan

benar diharapkan melalui mahasiswa sastra daerah angkatan 2012 dan 2013

mampu memahami, menangkap dan merefleksikan ajaran tersebut, dan yang

terakhir peneliti tertarik untuk mengetahui tanggapan pembaca tentang teks

sejatining lanang sejatining wadon yang ada dalam Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

6

Sepengetahuan penulis karya sebelumnya yang menggunakan studi resepsi

sastra antara lain:

1. Ajaran Kepemimpinan Asthabrata dalam Serat Rama karya

R.Ng.Yasadipuro (Kajian Estetika Resepsi Berdasarkan Horizon

Harapan Robert Jauss) oleh Emmy Nur Issae (2015). Penelitian ini

berupa skripsi untuk memenuhi syarat kelulusan Strata 1 di Jurusan

Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Penelitian memberikan pengetahuan kajian resepsi sastra

dalam Ajaran Asthabrata Serat Rama.

2. Serat Suluk Gatholoco Sebuah Sinergi Kultural Antara Islam Dan

Jawa (Suatu Kajian Resepsi Sastra) oleh Choirur Roziqin (2007).

Penelitian ini berupa skripsi untuk memenuhi syarat kelulusan Strata 1

di Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini memberikan pengetahuan

tantang kajian resepsi sastra dalan Serat Suluk Gatholoco sebagai

sebuah sinergi kultural antara islam dan jawa.

3. Dampak Sosial Budaya Cerita Rakyat Ki Ageng Syeh Jaka Di Desa

Kaligawe Kabupaten Klaten (Sebuah Kajian Resepsi Sastra) oleh Riza

Yoga Asmara (2015). Penelitian ini berupa skripsi untuk memenuhi

syarat kelulusan Strata 1 di Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu

Budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Melihat penelitian-penelitian yang sudah ada, sebagai pandangan dalam

mengkaji objek dengan kajian resepsi sastra, memperoleh banyak keuntungan

dengan melibatkan pembaca untuk menilai karya sastra. Adanya tanggapan yang

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

7

diberikan oleh pembaca, membuka pikiran sehingga penelitian terhadap karya

sastra bisa bersifat objektif. Mahasiswa Sastra Daerah sebagai responden

dianggap sebagai pembaca ideal karena memiliki fokus mempelajari dan

mendalami kasusastraan Jawa dibandingkan golongan masyarakat lainnya, akan

tetapi mahasiswa yang dipilih sebagai responden adalah mahasiswa yang telah

lulus dalam mata kuliah telaah Jawa kuna dan tengahan. Peneliti berharap

mengetahui tanggapan mahasiswa terhadap karya sastra naskah Jawa mengenai isi

yang terkandung di dalam naskah dengan pendekatan resepsi sastra.

Resepsi merupakan aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak

kepada pembaca dengan memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu. Dalam

meresepsi sebuah karya sastra bukan hanya makna tunggal, tetapi memiliki makna

lain yang akan memperkaya karya sastra itu. Penelitian resepsi sastra pada

dasarnya merupakan penyelidikan reaksi pembaca terhadap teks sastra,

(Endraswara, 2003:119). Proses kerja penelitian resepsi sastra yang akan

dilakukan adalah resepsi sastra secara sinkronis berdasarkan teori Endraswara.

Sejalan dengan pendapat Ingarden (dalam Taum, 1997:57), bahwa setiap karya

sastra prinsipnya belum lengkap karena hanya menghadirkan bentuk skematik dan

sejumlah “tempat tanpa batas” yang perlu dilengkapi secara individual menurut

pengalamannya akan karya-karya sastra lain. Manfaat penelitian ini secara teoretis

untuk memperkaya kajian resepsi sastra, sedangkan secara praktis penelitian ini

diharapkan mampu menggambaran mengenai resepsi terhadap karya sastra Jawa

klasik.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

8

Judul yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah Ajaran Sejatinging

Lanang lan Sejatining Wadon dalam Naskah Wayang Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem karya Jayasuwignya (Suatu Tinjauan Resepsi Sastra).

Demikian dengan berbagai alasan dan pertimbangan yang telah

dikemukakan maka naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini

akan diteliti dengan kajian Resepsi Sastra secara sinkronis berdasarkan teori

resepsi sastra Suwardi Endraswara.

B. Batasan Masalah

Suatu penelitian pastinya memiliki tujuan, untuk mencapai tujuan tersebut

peneliti harus konsisten. Agar penelitian tidak terlalu meluas dan sesuai tujuan

maka diperlukan pembatasan masalah. Pertama, batas kajian objek yaitu teks

naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem. Kedua, penelitian lebih

focus pada resepsi mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2012 dan 2013 terhadap

teks ajaran sejatining lanang sejatining wadon dalam naskah wayang Serat

Kresna Kembang Waosan. Data resepsi yang telah terkumpul selanjutnya akan

dianalisis intensitas penghayatan mahasiswa Sastra Daerah angkatan 2012 dan

2013 sebagai responden terhadap ajaran sejatining lanang sejatining wadon dalam

naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan.

C. Rumusan Masalah

Penelitian ini akan mengkaji ajaran sejatining lanang sejatining wadon

dalam naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem. Permasalahan ini

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

9

dikaji dengan alasan data berupa naskah wayang berbahasa Jawa yang nilai moral

di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah struktur naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem karya Jayasuwignya berdasarkan teori Roman Ingarden yang terdiri

atas lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis?

2. Bagaimanakah resepsi pembaca terhadap ajaran sejatining lanang

sejatining wadon dalam naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem karya Jayasuwignya?

3. Bagaimanah intensitas penghayatan responden tehadap naskah wayang

Kresna Kembang Waosan Pakem karya Jayasuwignya?

D. Tujuan Pembahasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah , penelitian ini

akan mengkaji resepsi sastra naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem karya Jayasuwignya. Penelitian ini secara umum bertujuan

mendeskripsikan segi-segi resepsi sastra dalam naskah wayang Serat Kresna

Kembang Waosan Pakem. Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan struktur naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem karya Jayasuwignya berdasarkan teori Roman Ingarden yang

meliputi lapis bunyi, lapis arti, lapis objek, lapis dunia, dan lapis metafisis.

2. Mengungkapkan resepsi pembaca terhadap ajaran sejatining lanang

sejatining wadon dalam naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem karya Jayasuwignya.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

10

3. Mendeskripsikan intensitas penghayatan responden tehadap naskah

wayang Kresna Kembang Waosan Pakem karya Jayasuwignya.

E. Landasan Teori

1. Naskah Wayang

Naskah merupakan semua dokumen tertulis sebagai tempat menyimpan

segala macam ungkapan pikiran, perasaan sebagai hasil budaya masa lampau

yang ditulis dengan tangan. Naskah menyimpan informasi berbagai dari segi

kehidupan, isinya mencakup banyak hal, meskipun banyak warisan budaya

bangsa lainnya, naskah merupakan gambaran pikiran dan perasaan yang pernah

hidup di masa lalu. Salah satu contoh yang merupakan warisan budaya bangsa

yang berbentuk naskah yaitu naskah cerita wayang. Kesenian tersebut sudah sejak

lama tumbuh dan berkembang di pulau Jawa hingga berabad-abad lamanya. Hal

tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Sedyawati (1980: 2)

bahwasannya wayang merupakan warisan leluhur yang telah mampu bertahan

selama berabad-abad lamanya dan mengalami berbagai perubahan dan

perkembangan hingga mencapai bentuknya saat ini.

Wayang sebagai penggambaran alam pikiran Orang Jawa yang dualistik.

Ada dua hal, pihak atau kelompok yang saling bertentangan, baik dan buruk, lahir

dan batin, serta halus dan kasar. Keduanya bersatu dalam diri manusia untuk

mendapat keseimbangan. Wayang juga menjadi sarana pengendalian sosial,

misalnya dengan kritik sosial yang disampaikan lewat humor. Fungsi lain adalah

sebagai sarana pengukuhan status sosial, karena yang bisa menanggap wayang

adalah orang terpandang, dan mampu menyediakan biaya besar. Wayang juga

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

11

menanamkansolidaritas sosial, sarana hiburan, dan pendidikan (Sumaryoto, 1990).

Kata wayang sendiri merupakan asal kata dari kata wewayangan yang berarti

„bayangan‟ yang kemudian berkembang menjadi bayangan hasil kerja pikir

manusia yang dituangkan dalam bentuk gambar atau tiruan (Bratasiswara, 2000:

869). Karya-karya kesenian wayang seperti wayang kulit ataupun wayang purwa

tersebut diwujudkan dalam bentuk fisik yang berupa gambar tiruan orang ataupun

boneka dari kulit. Hal tersebut juga ditunjang dengan adanya pengetahuan umum

tentang cerita-cerita wayang yang banyak terdapat pada manuskrip atau naskah-

naskah kuna yang bersumber dari kitab Mahabarata dan Ramayana.

2. Serat Kresna Kembang Waosan Pakem

Naskah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ini dapat dijadikan salah

satu bentuk simbol sebuah nilai bahwa takdir jodoh seseorang itu sudah diatur

Tuhan bagaimanpun manusia mengakalinya ia akan tetap bertemu dengan jodoh

yang semestinya, selain itu kisah ini juga hampir mirip dengan kisah Siti Nurbaya,

dimana Rukmini dipaksa menikah dengan Pandhita Dorna yang sudah tua renta

sampai pada akhirnya dia mengajukan syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh

Pandhita Dorna. Hal itu Pandhita Dorna yang merasa malu memaksa tetap

menikahi Rukmini yang kemudian ditolong oleh raksasa jelmaan Raden Narayana.

Kisah Serat Kresna Kembang juga mencerminkan beberapa aspek berupa

rasa kekeluargaan, , hubungan kenegaraan baik dalam bentuk diplomasi, bentuk

kerjasama atau persekutuan. Naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem terdapat ajaran sejatining lanang lan sejatining wadon (sejatinya lelaki

dan sejatinya perempuan), selain sebagi warisan budaya khas yang wajib

dilestarikan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

12

3. Tembang Macapat

Macapat pada dasarnya adalah puisi yang terikat pada pola persajakan dan

mengandung unsur titi laras. Baik pola persajakan maupun pola titi laras

tergantung pada jenis pola persajakan yang digunakan. Dengan demikian jenis

pola persajakan sangat menentukan guru gatra, guru wilangan dan guru lagu

macapat. Setiap jenis pola persajakan memiliki sifat-sifat tertentu, sehingga

penggunaan suatu jenis pola persajakan tergantung suasana dan rasa cakepan

wacana (Saputro, 1988: 51).

Pola persajakan macapat ditandai dengan seperangkat kaidah khas yang

mengatur (1) jumlah larik pada setiap bait (guru gatra), (2) jumlah suku kata pada

setiap larik (guru wilangan) dan (3) kualitas vocal (a, e, i, o, u, tapi tak pernah ĕ)

suku kata akhir setiap larik (guru lagu). Maka jenis pola persajakan

Dhandhanggula misalnya mempunyai 10 baris. Pola setiap bait yang disusun

menurut pola sebagai berikut: 10 i, 10 a, 8 e, 7 u, 9 i, 7 a, 5 u, 8 a,12 i, 7 a.

Adanya ketentuan guru lagu dan guru wilangan, mempengaruhi

penggunaan kata. Beberapa teknik untuk menjatuhkan vocal pada akhir larik agar

sesuai dengan guru lagu adalah (1) menggunakan ragam bahasa karma, (2)

mengubah vocal akhir tanpa mengubah maknanya, (3) memilih kata yang searti,

(4) menggunakan kaidah baliswara (Karsono H. Saputro, 1988: 19).

Puisi macapat atau yang lebih dikenal dengan sebutan tembang macapat

(sekar macapat) dan tembang cilik terikat oleh suatu ketentuan yang harus

dipenuhi oleh setiap penulis puisi tembang macapat. Ketentuan-ketentuan yang

terdapat pada tembang macapat antara lain :

Guru Gatra : Ketentuan jumlah larik pada setiap bait.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

13

Padha :Bait yang terdapat dalam tembang.

Guru Lagu : Dong-ding atau ketentuan tentang vokal pada suku

kata terakhir dan setiap larik atau terhentinya suara.

Guru Wilangan : Ketentuan jumlah suku kata setiap larik atau baris.

Sasmita Tembang : Isyarat yang dapat menunjuk jenis dari suatu

tembang apa yang dipakai.

Sandi Asma : Nama dari penulis tembang yang disisipkan secara

tersamar pada tembang tersebut.

Pupuh : Sekelompok bait yang sama kaidah iramanya

(Padmosoekotjo, 1971 : 18).

Di samping mengetahui kaidah macapat juga perluuntuk mengetahui

watak dari masing-masing tembang macapat. Setiap tembang macapat mempunyai

waktu tertentu. Oleh karena itu, penggunaan tiap-tiap tembang tidak boleh

sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan kesesuaian antara watak tembang

yang bersangkutan dengan sifat dan suasana pokok persoalan atau cerita yang

diungkapkan dalam suatu karangan. Kenyataannya ada pengarang yang

menyimpang dari ketentuan itu, dalam arti apa yang dilukiskan dalam suatu

tembang (pupuh) bertentangan dengan watak tembangnya itu sendiri sehingga

karya pengarang itu kurang senang. Adapun watak dari tembang itu sebagai

berikut :

1. Dhandhanggula, mempunyai watak luwes, halus dan indah. Ini sesuai

untuk dipakai mengungkapkan segala macam cerita atau ajaran apapun,

sebab memiliki watak yang luwes. Penempatan tembang (pupuh)

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

14

dhandhanggula dalam suatu karangan dapat dipermulaan, ditengah

maupun dibelakang sebuah cerita sebagai penutup.

2. Sinom, mempunyai watak ramah. Tembang sinom tepat untuk

mewadahi uraian yang mengandung ajaran, nasehat ataupun amanat.

3. Asmaradana, mempunyai watak pemikat hati, sedih kesedihan karena

asmara. Tembang sinom sesuai untuk melukiskan cerita atau adegan

percintaan.

4. Megatruh, mempunyai watak sedih. Tembang megatruh digunakan

untuk mewadahi dan menerangkan rasa kasihan, kecewa dan prihatin,

juga berisi ajaran dan nasehat.

5. Kinanthi, mempunyai watak senang, penuh kasih, cinta. Tembang ini

cocok untuk mengungkapkan penjabaran atau ulasan yang berisi ajaran,

nasehat dan juga tepat untuk melukiskan perasaan cinta kasih.

6. Pangkur, mempunyai watak penuh semangat (greget), keras dan

mengandung sedikit rasa marah. Tembang pangkur sangat cocok

untuk mengungkapkan cerita peperangan atau nasehat yang bersifat

mengingatkan atau juga dapat dipakai untuk melukiskan cerita

percintaan yang menggebu-gebu.

7. Durma, mempunyai watak keras, bengis, marah. Tembang ini cocok

untuk menerangkan ungkapan perasaan marah dan adegan peperangan.

8. Mijil, mempunyai watak melahirkan perasaan. Tembang mijil cocok

untuk mengungkapkan cerita yang berisi nasihat tetapi juga dapat

untuk melukiskan cerita percintaan.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

15

9. Gambuh, mempunyai watak keakraban karena sudah terbiasa, biasanya

digunakan untuk memberikan nasehat kepada orang yang benar-benar

akrab.

10. Maskumambang, mempunyai watak sedih, merana (nelangsa).

Tembang maskumambang tepat untuk mengungkapkan perasaan sedih.

11. Pocung, mempunyai watak kendur, tanpa semangat, pantas sebagai

tempat mencurahkan ungkapan cerita yang tidak mengandung

keseriusan. (Padmosoekotjo, 1971 : 34).

4. Tentang Pengarang

Nama Jayasuwignya sebagai pengarang pengarang darinaskah wayang

Serat Kresna Kembang Waosan Pakem terdapat dalam teks naskah pada halaman

penutup dari naskah wayang Serat Kresna Kembang Waosan Pakem. Informasi

atau keterangan mengenai penyalin / penulis naskah D_20, didukung oleh

katalog Nancy K. Florida (2000: 47) yang menyebut nama Jayasuwignya sebagai

author dan subscribed yang berarti penulis dan penyalin.

5. Teori Resepsi Sastra

Resepsi berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris) yang

diartikan sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Dalam arti luas yaitu,

pengolahan teks dan cara-cara pemberian makna terhadap karya sastra, sehingga

memberikan respon terhadapnya. Aliran sastra ini meneliti teks saFstra dengan

mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan pada

karya sastra. Endaswara (2003:118) mengemukakan bahwa resepsi berarti

menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

16

Resepsi merupakan aliran yang meneliti teks sastra dengan bertitik tolak

kepada pembaca dengan memberi reaksi atau tanggapan terhadap teks itu.

Meresepsi sebuah karya sastra bukan hanya makna tunggal, tetapi memiliki

makna lain yang akan memperkaya karya sastra itu. Penelitian resepsi sastra

merupakan penyelidikan reaksi pembaca terhadap teks sastra (Endraswara,

2003:119). Sejalan dengan pendapat Ingarden (dalam Taum, 1997:57), bahwa

setiap karya sastra prinsipnya belum lengkap karena hanya menghadirkan bentuk

skematik dan sejumlah “tempat tanpa batas” yang perlu dilengkapi secara

individual menurut pengalamannya akan karya-karya sastra lain.

Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi sastra

secara sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal menempuh dua

langkah sebagai berikut:

1. Setiap pembaca perorangan maupun kelompok yang telah ditentukan,

disajikan sebuah karya sastra. Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan

baik lisan maupun tertulis. Jawaban yang diperoleh dari pembaca

tersebut kemudian dianalisis menurut bentuk pertanyaan yang

diberikan. Jika menggunakan angket, data penelitian secara tertulis

dapat dibulasikan, sedangkan data hasil penelitian, jika menggukan

metode wawancara, dapat dianalisis secara kualitatif.

2. Setelah memberikan pertanyaan kepada pembaca, kemudian pembaca

tersebut diminta untuk menginterpretasikan karya sastra yang

dibacanya. Hasil interpretasi pembaca ini dianalisis menggunakan

metode kualitatif.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

17

Penelitian diakronis, untuk melihat penerimaan sejarah resepsi, digunakan

strategi dokumenter melalui kepuasan media massa. Hasil kupasan nantinya akan

dikaji oleh peneliti.

Teori sastra Jauss bergerak diantara teori sastra Marxisme dan Formalisme

Rusia. Teori sastra Marxisme dipandang terlalu banyak menekankan sisi fungsi

sosial dan kurang memperhatikan sisi estetik karya tersebut, di sisi lain,

Formalisme Rusia dianggap terlalu menekankan nilai estetik karya sastra sehingga

mengabaikan fungsi sosial sastra. Jauss berusaha untuk menjembatani kedua teori

sastra tersebut, yaitu menggabungkan antara sejarah dan nilai estetik sastra.

Dengan kata lain, karya sastra dianggap sebagai objek estetik yang memiliki

implikasi estetik dan implikasi histories. Implikasi estetik timbul apabila teks

dinilai dalam perbandingan dengan karya-karya lain yang telah dibaca, dan

implikasi historis muncul karena perbandingan historis dengan rangkaian

penerimaan atau resepsi sebelumnya.

Konsep ini kemudian diturunkan sebuah hubungan segitiga antara

pengarang, karya, dan pembaca. Apabila teori Marxisme dan Formalisme

menganggap pembaca sebagai obyek pasif, maka sebaliknya, pembaca dipandang

sebagai obyek aktif yang dapat menginterpretasi karya (Jauss, 1982; 19 dalam

Essay, 2015).

6. Teori Struktural Roman Ingarden

Roman Ingarden (dalam Wellek, 1968: 151) menyebutkan norma-norma

itu adalah: lapis suara/bunyi, lapis arti, lapis objek yang dikemukakan, lapis dunia,

dan lapis metafisis.

1. Lapis Bunyi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

18

Puisi berupa satuan-satuan suara: suara suku kata, kata, dan

berangkai merupakan seluruh bunyi/suara sajak: suara frasa dan suara

kalimat. Analisis lapis bunyi dalam puisi ditujukan pada bunyi-bunyi

atau pola bunyi yang bersifat “istimewa” atau khusus, yaitu yang

dipergunakan untuk mendapatkan efek puitis atau nilai seni.

2. Lapis Arti

Satuan terkecil arti adalah fonem. Satuan fonem berupa suku kata

dan kata. Kata bergabung menjadi kelompok kata, kalimat, alinea, bait,

bab, dan seluruh cerita. Itu semua merupakan satuan arti.

3. Lapis Objek

Lapis satuan arti menimbulkan lapis yang ketiga, berupa objek-

objek yang dikemukakan, latar, pelaku, dan dunia pengarang. Pelaku

atau tokoh: si aku. Latar waktu: malam terang bulan. Latar tempat: laut

yang terang (tidak berkabut), berangin kencang (angin buritan). Dunia

pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia yang diciptakan

oleh pengarang. Ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-

objek yang dikemukakan, latar, pelaku, serta struktur cerita (alur);

seperti berikut.

4. Lapis Dunia

Lapis dunia yang tak usah dinyatakan atau dikemukakan, tetapi

sudah implisit dalam cerita ataupun karya sastra yang disampaikan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

19

5. Lapis Metafisis

Lapis metafisis adalah lapis yang menyebabkan pembaca

berkontemplasi/merenung dengan apa yang disampaikan dalam karya

sastra.

F. Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur

yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi juga merupakan

analisis teoritis tentang suatu cara atau metode. Hakekat penelitian dapat

memahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong peneliti untuk

melakukan kegiatan penelitian. Setiap orang mempunyai motivasi yang berbeda,

diantaranya dipengaruhi oleh tujuan dan profesi masing-masing. Keinginan untuk

memperoleh dan mengembangkan pengetahuan merupakan kebutuhan dasar

manusia yang umumnya menjadi motivasi.(Issae, 2015)

Metode penelitian merupakan alat, prosedur dan teknik yang dipilih dalam

melaksanakan penelitian. Metode menurut Kridalaksana (2001: 136) adalah cara

mendekati, mengamati, menganalisis, dan menjelaskan suatu fenomena. Subroto

(1992: 3132), metode mencakup kesatuan dari serangkaian proses: penentuan

kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan populasi, penentuan sample,

data, teknik pemerolehan data, dan analisis data. Metode penelitian dimaksudkan

sebagai cara atau langkah kerja dalam perumusan masalah. Metode dapat

ditafsirkan sebagai strategi kerja berdasarkan rancangan tertentu, dengan demikian

rancangan berkaitan dengan metode, karena rancangan merupakan kerangka

berpikir untuk menentukan metode.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

20

Metode penelitian ini akan dijelaskan mengenai beberapa hal, antara lain

adalah: (1) bentuk dan jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) teknik

pengumpulan data, (4) metode dan teknik analisis data,dan (5) metode penyajian

hasil analisis data.

1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif artinya data

yang terkumpul berbentuk kata atau gambar bukan angka-angka. Penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang dilakukan semata-mata hanya berdasarkan

pada factor-faktor yang ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada

penuturnya (Padmaningsih, 2008: 1 dalam Untari, 2012). Penelitian kualitatif

adalah suatu pendekatan yang juga disebut pendekatan investigasi karena

biasanya peneliti mengumpulkan data dengan cara bertatap muka dengan

orang-orang di tempat penelitian (McMillan & Schumaker, 2003 dalam Untari

2012).

Penelitian kualitatif juga bias dimaksudkan sebagai jenis penelitian

yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk

hitungan lainnya (Strauss & Corbin, 2003 dalam Untari, 2012). Sekalipun

demikian, data yang dikumpulkan dari penelitian kualitatif memungkinkan

untuk dianalisis melalui suatu perhitungan. Jadi, yang dimaksud dengan

penelitian kualitaif adalah penelitian dengan mendeskripsikan data-data denga

teliti dan cermat yang berwujud kata-kata, kalimat-kalimat, gambar/foto.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian sastra. Penelitian sastra

yaitu penelitian, kajian, ataupun telaah studi dalam bidang sastra. Penelitian

dalam ilmu sastra adalah kegiatan mengumpulkan , menganalisa, dan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

21

menyajikan hasil penelitian. Penelitian sastra dilakukan dengan sengaja dan

sistematis dengan menggunakan teori sastra. (Endraswara, 2008)

2. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian, bahan yang dimaksud yaitu bahan jadi

dan di dalam bahan itulah terdapat objek penelitian (Sudaryanto, 1988: 910).

Data merupakan fenomena lingual khusus yang mengandung dan terkait

langsung dengan masalah yang dimaksud. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data tulis yaitu berupa teks transkripsi naskah wayang

Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.

Sumber data adalah segala sesuatu yang mampu menghasilkan atau

memberikan data, atau menunjuk pada tempat. Sumber data yang dipilih

berdasarkan jenis informasi yang diperlukan berdasarkan arahan beragam hal

yang terdapat dalam rumusan masalah (Sutupo, 2002 dalam Dewi, 2012).

Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan

pertama), sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti dari

sumber yang ada. Data primer contohnya adalah data yang diperoleh dari

sumber yang sudah ada, dalam penelitian ini berupa tembang dan unsur-unsur

struktur didalamnya serta aspek-aspek resepsi sastranya. Data sekunder

misalnya catatan atau dokumentasi laporan pemerintah, data yang diperoleh

dari majalah, dan sebagainya.

Sumber data tulis dalam penelitian ini yaitu transkripsi fotocopy Serat

Kresna Kembang Waosan Pakem yang diambil dari Perpustakaan

Reksopustaka Pura Mangkunegran Surakarta diambil pada Jumat, 26 Februari

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

22

2015, untuk naskah asli berupa huruf jawa juga tersimpan di Perpustakaan

Reksapustaka Pura Mangkunegaraan Surakarta dengan nomor katalog D-20.

Sumber data lainnya adalah hasil wawancara dengan informan. Data yang

akan diteliti berupa fotocopy transkripsi tersebut merupakan data primer.

Naskah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem memiliki ukuran

p=34,3 cm; l= 21,3 cm dengan ukuran teks p= 31 cm; l=16,7 cm; margin atas

= 1,7 cm; margin bawah= 1,6 cm; margin kiri = 2,7 cm. Tebal naskah Serat

Kresna Kembang Waosan Pakem adalah 168 halaman ditulis secara recto

verso (bolak-balik). Bahan naskah dari kertas HVS bergaris (kertas lokal),

terdapat garis bantu dari pensil untuk batas margin kanan dan margin kiri.

Naskah Serat Kresna Kembang Waosan Pakem ditulis pada tahun 1931

sehingga saat ini (tahun 2016) usia naskah adalah 85 tahun. Transkripsi Serat

Kresna Kembang Waosan Pakem memiliki tebal 57 halaman dengan ukuran

p=32, 5 cm dan l= 21,5 cm. Transkripsi naskah Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem ditulis oleh Martodarmono pada tahun 1994 dan diterima oleh

Perpustkaan Rekapustaka Pura Mangkunegaran pada tanggal 1 Mei 1996.

3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang digunakan

untuk mengungkapkan permasalahan dalam kehidupan kerja organisasi

pemerintah, swasta, kemasyarakatan, kepemudaan, perempuan, olah raga, seni

dan budaya, dan lain-lain sehingga dapat dijadikan suatu kebijakan untuk

dilaksanakan demi kesejahteraan bersama. Menurut Sugiyono, (2008: 205),

masalah dalam penelitian kualitatif bersifat sementara, tentative dan akan

berkembang atau berganti setelah peneliti berada dilapangan.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

23

Menurut Sutopo (2006: 9), metode pengumpulan data dalam penelitian

kualitatif secara umum dikelompokkan ke dalam dua jenis cara, yaitu teknik

yang bersifat interaktif dan non-interaktif. Metode interaktif meliputi

interview dan observasi berperanserta, sedangkan metode noninteraktif

meliputi observasi tak berperanserta, tehnik kuesioner, mencatat dokumen,

dan partisipasi tidak berperan.

Pengumpulan data yakni dengan cara mengunjungi Perpustakaan

Reksapustaka Pura Mangkunegaran Surakarta pada 26 Februari 2015,

kemudian mengcopy transkripsi naskah wayang Serat Kresna Kembang

Waosan Pakem. Data yang telah ada kemudian dibaca dan dipilah-pilah untuk

mendapatkan unsur-unsur struktural dari Serat Kresna Kembang Waosan

Pakem. Langkah selanjutnya yaitu menentukan tema atau topic yang akan

diangkat untuk diresepsi sampai pada akhirnya ditemukan ajaran sejatining

lanang lan sejatining wadon. Berikutnya untuk mendapatkan data resepsi

pembaca, peneliti menentukan responden yakni mahasiswa Sastra Daerah

angkatan 2012 dan 2013 sebanyak 10 orang, kemudian mereka diberikan copy

dari transkripsi Serat Kresna Kembang Waosan Pakem untuk dibaca dan

dipelajari. Langkah selanjutnya adalah melakukan wawancara dengan

responden berdasarkan pertanyaan tentang resepsi pembaca dan intensitas

penghayatan pembaca yang telah ditentukan. Data resepsi sastra juga berasal

dari resepsi oleh peneliti.

4. Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

24

Penentuan identitas itu didasarkan atas pengujian berdasarkan segi-segi

tertentu dari satuan lingual yang kita teliti (Subroto, 1992: 55)

Analisis data yang dilakukan terdapat tiga komponen utama yang

harus benar-benar dipahami oleh setiap peneliti. Tiga komponen tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Reduksi data yaitu proses seleksi data, pemfokusan, penyederhanaan

dan abstraksi data kasar dalam rangka penarikan kesimpulan. Proses

reduksi data yang dilakukan peneliti berupa pembacaan karya sastra

yang kemudian dipilah untuk mendapatkan unsur-unsur yang

diperlukan dalam penelitian berupa struktur karya sastra dan topik

yang akan diunggah dalamresepsi sastra yaitu ajaran sejatining lanang

lan sejatining wadon dalam Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.

2. Sajian data yaitu suatu rakitan organisasi informasi yang

memungkinkan kesimpulan penelitian dilakukan. Sajian data yang

pertama berupa hasil-hasil analisa struktur karya sastra berdasarkan

teori Roman Ingarden yang terdiri atas lapis bunyi, lapis arti, lapis

objek, lapis dunia, dan lapis metafisis. Sajian data berikutnya adalah

hasil resepsi sastra pembaca (responden dan peneliti) terhadap ajaran

sejatining lanang lan sejatining wadon yang ada dalam Serat Kresna

Kembang Waosan Pakem. Berikutnya dalam sajian data adalah data

intensitas penghayatan responden dan peneliti terhadap Serat Kresna

Kembang Waosan Pakem dengan kriteria penghayatan yang telah

ditentukan.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

25

3. Verifikasi yaitu suatu kesimpulan dari data yang ada. Verifikasi

dilakukan setelah data penelitian yang terkumpul dirasa cukup dan

memenuhi keinginan peneliti dimana data tersebut telah menjawab

semua rumusan yang ditentukan oleh peneliti. (HB Sutopo, 2002: 91)

Tiga komponen tersebut dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

interaksi antar komponen dan dengan proses pengumpulan data sebagai proses

siklus. Bentuk ini membuat peneliti tetap bergerak di antara tiga komponen

analisa dengan proses pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data

berlangsung. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini disebut

model analisis interaktif yaitu analisis data dengan menggunakan langkah-

langkah: pengumpulan data atau klasifikasi data, reduksi data, sajian data dan

penarikan kesimpulan (H.B. Sutopo, 2002: 91-93).

Proses atau siklus dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai

berikut :

Gb. Skema Analisis Interaktif (HB.Sutopo, 2002)

Penarikan

Kesimpulan

Penyajian

Data

Reduksi Data

Pengumpulan

Data

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

26

5. Metode dan Teknik Penyajian Analisis Data

Penyajian data merupakan salah satu dari teknik analisis data kualitatif.

Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga

memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan. Bentuk penyajian

data kualitatif berupa teks naratif (berbentuk catatan lapangan), matriks, grafik,

jaringan dan bagan) (Sutopo dan Arief, 2010).

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan merupakan tata urutan penulisan yang akan

disampaikan peneliti. Berikut sistematika penulisan penelitian Naskah Wayang

Serat Kresna Kembang Waosan Pakem.:

1. Bagian Awal

Bagian ini mencakup 13 hal, yaitu : (a) sampul luar, (b) sampul dalam, (c)

persetujuan pembimbing, (d) pengesahan penguji, (e) halaman pernyataan,

(f) halaman motto, (g) halaman khusus/halaman persembahan, (h) kata

pengantar, (i) daftar isi, (j) daftar singkatan dan lambang, (k) daftar

lampiran, (l) daftar gambar, dan (m) abstrak.

2. Bagian Isi

Bagian isi mencakup 3 hal, yaitu:

a. Bagian pendahuluan meliputi : (1) latar belakang masalah, (2)

batasan masalah, (3) perumusan masalah, (4) tujuan pembahasan

masalah, (5) landasan teori, (6) metodologi penelitian, dan (7)

sistematika penulisan.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah · Surakarta dengan nomor katalog D_20 termasuk dalam contoh lakon rabi, secara garis besar mengisahkan tentang pernikahan Kresna (Raden

27

b. Bagian isi merupakan inti karya ilmiah yang memaparkan uraian

pokok masalah yang dibahas. Bagian isi terdiri dari : (1) sajian data,

(2) pembahsan masalah yang dirumuskan (3) resepsi sastra penulis

c. Bagian penutup berisi kesimpulan dan saran.

3. Bagian Akhir

Bagian akhir berisi daftar pustaka dan lampiran.